BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Pada dasarnya teori agensi ini merupakan hubungan antara para
pemegang saham dengan para manajemen. Teori keagenan dapat
didefinisikan sebagai “suatu kontrak dimana suatu pihak (sebagai
principal) menugaskan kepada pihak lainnya (sebagai agent) untuk
melakukan pekerjaannya demi mencapai kepentingannya termasuk
mendelegasikan wewenang dalam pengambilan keputusan kepada agen”
(Jensen and Meckling, 1976:308). Namun terkadang baik pihak principal
maupun pihak agent hanya berusaha untuk mencapai kepentingan mereka
masing-masing. Hal ini tentunya akan menyebabkan konflik kepentingan
diantara mereka.
Konflik kepentingan yang terjadi memungkinkan akan terjadinya
asimetri informasi diantara mereka. Pihak manajemen yang bertindak
sebagai agen yang secara langsung terlibat dengan aktivitas perusahaan
tentunya akan memiliki lebih banyak informasi mengenai kinerja
perusahaan dibandingkan dengan para pemegang saham dan pihak luar
manajemen untuk berperilaku menyimpang dari biasanya, salah satunya
dengan memanipulasi informasi untuk mencapai tujuannya.
Dye (1988) dan Trueman dan Titman (1988) dalam Chen et al.
(2005:90) menyatakan bahwa
keberadaan asimetri informasi antara manajer dengan pemegang saham merupakan suatu kondisi yang diperlukan untuk melakukan manajemen laba, karena para pemegang saham tidak mampu secara sempurna untuk mengamati kinerja perusahaan dan perkembangan di lingkungan dimana mereka hanya memiliki sedikit informasi dibandingkan manajemen.
Keberadaan asimetri informasi yang tentunya akan menyebabkan
kredibilitas dari laporan keuangan dari perusahaan tersebut diragukan.
Apalagi pernyataan Jensen dan Meckling (1976:308) bahwa “jika kedua
pihak baik principal maupun agent adalah orang-orang yang berusaha
memaksimalkan utilitasnya masing-masing, maka terdapat alasan yang
kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik
untuk kepentingan principal”. Dari pernyataan tersebut maka principal
tidak dapat mempercayai sepenuhnya laporan keuangan yang disajikan
oleh pihak agen. Oleh karena itu para pemegang saham membutuhkan
pihak ketiga yang mampu memberikan keyakinan mengenai kewajaran
laporan keuangan yang disajikan oleh agent.
Mulyadi (2002:5) menyatakan bahwa “Pengambil keputusan
memerlukan informasi yang andal dan relevan sebagai basis dalam
untuk meningkatkan mutu informasi yang akan dijadikan sebagai basis
keputusan yang akan mereka lakukan”. Dengan kata lain para pemegang
saham akan membutuhkan auditor independen untuk memperoleh
informasi yang wajar, dengan harapan auditor independen tersebut dapat
menyediakan kualitas audit yang baik serta memahami konsep keagenan
yang terjadi diantara mereka.
2.1.2. Kualitas Audit
Kualitas audit yang baik diharapkan akan mengurangi risiko salah
saji serta mampu menemukan kecurangan yang mungkin ada di dalam
laporan keuangan. Pada dasarnya audit dikatakan berkualitas jika audit
tersebut telah memenuhi standar auditing yang berlaku. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh para ahli, ada banyak persepsi mengenai cara yang
dapat dilakukan untuk mengukur kualitas audit.
Turley & Willeken (2008) dalam Suseno (2013:124) menyatakan
“kualitas audit biasanya dihubungkan sebagai kemampuan auditor untuk
mengidentifikasi salah saji material dalam laporan keuangan perusahaan
dan kerelaan untuk mengeluarkan laporan yang sesuai dan tidak bias dari
hasil audit”.
Salah satu penelitian awal tentang kualitas audit dilakukan oleh
DeAngelo (1981:186) mendefinisikan kualitas audit sebagai “suatu
probabilitas tertentu dimana seorang auditor dapat menemukan dan
kliennya”. Penelitian DeAngelo (1981) juga menunjukkan adanya hubungan positif antara kualitas audit dengan ukuran KAP. Jadi semakin
besar ukuran KAP maka semakin baik kualitas audit yang akan dihasilkan.
Dalam penelitian Zhou dan Elder (2004), kualitas audit dapat
diproksikan ke ukuran KAP dan spesialisasi industri yang dimiliki KAP.
Ukuran KAP yang diproksikan dengan KAP Big 5 memberikan kualitas
audit yang lebih baik dibandingkan dengan KAP non Big 5, sedangkan
auditor spesialisasi industri menurutnya dapat meminimalkan manajemen
laba pada tahun perusahaan melakukan penawaran ekuitas. Penelitian oleh Stein dan Cadman (2007) juga membuktikan bahwa auditor yang
memiliki spesialisasi di bidang industri klien akan memberikan audit yang
berkualitas. Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan Ukuran KAP
dan Spesialisasi industri sebagai ukuran dari kualitas audit.
2.1.3. Manajemen Laba
2.1.3.1. Pengertian Manajemen Laba
Istilah manajemen laba mungkin tidak asing lagi di dalam
dunia bisnis. Pada umumnya manajemen laba sering dikatakan
sebagai tindakan kecurangan suatu perusahaan untuk mengelabui
pihak tertentu. Praktik manajemen laba mungkin harus muncul
akibat beberapa perusahaan ingin menjamin kelangsungan hidup
perusahaannya dari dinamika dunia bisnis tidak menentu.
suatu perusahaan belum tentu menunjukkan keadaan yang
sesungguhnya dari kinerja keuangan perusahaan tersebut. Oleh
sebab itu pembahasan mengenai manajemen laba harus tetap
dilakukan hingga saat ini.
Ada banyak definisi dari para ahli dalam
penelitian-penelitian mengenai manajemen laba. Namun hingga saat ini
belum ada ketetapan umum yang ditetapkan sebagai pengertian
dari manajemen laba. Berikut akan dikemukakan beberapa definisi
manajemen laba dari para ahli.
Salah satu dari definisi awal yang muncul mengenai
earning management dikemukakan oleh Schipper (1989:92) yang
menyatakan“Earning managements is disclosure management in
the sense of purposeful intervention in the external financial
reporting process, with intent of obtaining some private gain”.
Dari definisi diatas dinyatakan bahwa manajemen laba
adalah suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses
pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa
keuntungan pribadi.
Menurut Fischer and Rosenzweig (1995) dalam Vadiei et
al. (2012:124) menyatakan“Earning Managements is an actions by
division managers which serve to increase or decrease current
or decrease in the long-term economic profitability of that
division”.
Dari definisi diatas dinyatakan bahwa manajemen laba
adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh para manajer yang
menaikkan atau menurunkan laba yang dilaporkan pada periode
berjalan tanpa menyebabkan kenaikan atau penurunan profitabilitas
ekonomi jangka panjang dalam perusahaan.
Sebuah definisi mengenai manajemen yang cukup populer
dan luas dikemukakan oleh Healy dan wallen (1999:6) menyatakan
bahwa :
Earnings managements occurs when managers use judgement in financial reporting and in structuring transations to alter financial reports to either mislead some stakeholders about the underlying economic performance of the company or to influences contractual outcomes that depend on reported accounting numbers.
Dari definisi diatas dinyatakan bahwa manajemen laba
terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan dalam
pelaporan keuangan dan dalam penyusunan transaksi-transaksi
untuk mengubah laporan keuangan yang disajikan, sehingga
menyesatkan stakeholdersmengenai kinerja ekonomi dari
perusahaan tersebut atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang
Menurut definisi lainnya oleh Scott (2006:343) dalam
Purwanti et al. (2013:99) menyatakan “Earning Managements as
given that manager can choose accounting policies from a set of
policies (for example GAAP), it is natural to expect that they will
choose policies so as to maximize their own utility and/or the
market value of the firm”.
Dari definisi diatas dinyatakan bahwa manajemen laba
merupakan suatu pilihan bagi para manajer melalui
kebijakan-kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan yang spesifik,
baik dengan memaksimalkan utilitasnya atau nilai perusahaannya.
Dari beberapa definisi para ahli diatas dapat kita simpulkan
bahwa manajemen laba merupakan suatu tindakan yang dilakukan
oleh pihak manajemen untuk memanipulasi laba yang dilaporkan
sedemikian rupa untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang dapat
meningkatkan nilai perusahaan serta dapat merugikan pihak yang
memperoleh informasi tersebut.
2.1.3.2. Motivasi Manajemen Laba
Praktik manajemen laba tidak muncul dengan sendirinya di
dunia bisnis. Pada dasarnya pasti ada motivasi-motivasi tertentu
yang melandasi suatu pihak untuk melakukan manajemen laba.
mendorong suatu pihak dalam melakukan manajemen laba, antara
lain sebagai berikut:
1. Memenuhi Target Internal
Suatu pihak melakukan manajemen laba salah satunya
untuk memenuhi target internal tertentu. Target internal ini
biasanya untuk mencapai laba atau pendapatan tertentu yang telah
ditetapkan para manajer atau pemilik perusahaan. Target laba
internal pada awalnya bertujuan untuk mencapai laba maksimal
dengan meningkatkan input dan output secara efektif dan efisien.
Namun untuk memenuhi target laba internal dalam angka tertentu,
pihak manager berpotensi untuk melakukan manajemen laba
sehingga kinerja keuangan dapat sesuai dengan harapan
perusahaan. Secara individu, pihak manajer juga di motivasi oleh
jumlah bonus yang diberikan jika pekerjaannya mampu memenuhi
target internal dari perusahaannya.
2. Memenuhi Harapan Eksternal
Suatu pihak melakukan manajemen laba juga tidak dapat
lepas dari lingkungan eksternalnya. Dalam hal ini stakeholders
eksternal tentunya memiliki kepentingan terhadap kinerja
keuangan perusahaan. Dalam memenuhi kepentingan ini pihak
perusahaan akan berpotensi untuk melakukan manajemen laba. Hal
tersebut. Manajemen laba tentunya digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan suatu pihak melalui informasi laba.
3. Meratakan atau Memuluskan Laba (Income Smoothing)
Income smoothing merupakan salah satu penyebab utama
pihak manajemen dalam melakukan praktik manajemen laba.
Income smoothing merupakan suatu bentuk manajemen laba yang
dilakukan dengan meningkatkan atau menurunkan laba untuk
meratakan laba setiap periode sehingga laba terlihat konsisten dan
stabil. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko dari fluktuasi
laba serta menarik perhatian investor dengan image kinerja
perusahaan yang baik dan stabil. Selain itu bertujuan untuk
mengurangi beban pajak yang harus dibayar, biasanya dengan
mengubah laba lebih kecil dari yang seharusnya.
4. Mempercantik Angka Laporan Keuangan (Window Dressing)
untuk Penjualan saham perdana (Initial Public Offering-IPO)
atau pinjaman
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perusahaan
tentunya membutuhkan dana untuk mengembangkan usahanya.
Perusahaan akan mengatur laba sedemikian rupa untuk menarik
perhatian para investor dan kreditor. Dalam hal perusahaan yang
melakukan IPO, tindakan ini bertujuan untuk memiliki nilai lebih
di pasar saham. Hal ini dilakukan dengan harapan harga saham
baik, bercermin dari informasi laba dalam laporan keuangan yang
disajikan perusahaan tersebut. Oleh karena itu perusahaan yang
melakukan IPO menjadi objek penting dalam penelitian ini.
2.1.3.3. Bentuk Manajemen Laba
Manajemen laba dapat dilakukan dalam beberapa bentuk
tertentu. Menurut Wild et al. (2005:120-121) ada beberapa strategi
dalam melakukan manajemen laba, antara lain sebagai berikut.
1. Meningkatkan laba (Increase Income)
Strategi meningkatkan laba merupakan suatu bentuk
manajemen laba dengan mengakui pendapatan-pendapatan periode
mendatang pada periode berjalan serta menunda biaya periode
berjalan ke periode mendatang sehingga laba periode berjalan akan
meningkat dan lebih besar dari yang seharusnya. Hal ini biasanya
bertujuan untuk memperoleh bonus yang besar, meningkatkan
keuntungan serta untuk memperoleh dana dari pihak luar. Pada
perusahaan yang melakukan IPO pastinya akan sangat
menguntungkan dengan menarik perhatian para investor melalui
informasi laba tersebut.
2. Mandi Besar (Big Bath)
Big Bath merupakan suatu bentuk manajemen laba dengan
mengakui biaya-biaya pada periode mendatang pada periode
berjalan sehingga laba pada periode berjalan lebih rendah dari yang
tertentu seperti pergantian CEO, menghindari pajak, dan lain-lain.
Hal ini juga dapat menyebabkan laba pada periode berikutnya akan
menjadi lebih tinggi karena biaya-biayanya telah diakui
sebelumnya.
3. Perataan Laba (Income Smoothing)
Income smoothing merupakan suatu bentuk manajemen
laba yang dilakukan dengan meningkatkan atau menurunkan laba
untuk meratakan laba setiap periode sehingga laba terlihat
konsisten dan stabil. Metode ini sederhananya campuran dari kedua
teknik diatas, namun dilakukan sesuai kondisi yang ada pada setiap
periodenya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko dari
fluktuasi laba serta menarik perhatian investor dengan image
kinerja perusahaan yang baik dan stabil.
2.1.3.4. Discreationary Accrual
Konsep dasar akrual merupakan suatu metode akuntansi di
mana penerimaan dan pengeluaran diakui atau dicatat ketika
transaksi terjadi, bukan ketika uang kas untuk transaksi-transaksi
tersebut diterima atau dibayarkan. Dengan demikian pencatatan
dalam metode ini bebas dari pengaruh waktu kapan kas diterima
dan kapan pengeluaran dilakukan (Wikipedia-Indonesia). Konsep
ini akan menyebabkan pencatatan penerimaan dan pengeluaran
diakui pada saat transaksi walaupun dalam penerimaan atau
penerimaan dan pengeluaran yang dicatat belum tentu akan
menjadi penerimaan atau pengeluaran. Transaksi tersebut tentunya
menjadi suatu celah dalam melakukan manajemen laba.
Wild et al. (2005:102) mengkritik bahwa “akuntansi akrual
merupakan kombinasi dari aturan yang rumit dan tidak
sempurna yang menghalangi tujuan laporan keuangan-yaitu
informasi mengenai arus kas dan kapasitas untuk menghasilkan
kas”. Akuntansi akrual bertentangan dengan analisis keuangan,
yakni menghilangkan dasar akrual untuk memperoleh informasi
berdasarkan aliran kas. Analisis keuangan ini diakibatkan
akuntansi akrual yang ruwet dan rentan atas manipulasi.
Kerentanan ini disebut manajemen laba (Earnings Management).
Oleh karena itu deteksi manajemen laba secara umum diteliti
menggunakan pendekatan akrual.
Pada dasarnya akuntansi akrual memiliki dua komponen
yaitu terdiri dari discreationary accruals (DA) dan non
dicreationary accruals (NDA). Discreationary accruals merupakan
komponen akrual yang dapat dimanipulasi oleh pihak manajemen.
Sedangkan non discreationary akrual merupakan komponen akrual
yang dipengaruhi oleh faktor-faktor luar perusahaan yang tidak
dapat dikendalikan oleh pihak manajemen. Hal ini tentunya
penggunaan discreationary accruals lebih tepat dalam mengukur
dapat mengukur manajemen laba dengan discreationary accruals.
Dalam penelitian ini manajemen laba akan di proksikan dengan
model Jones (1991) yang di modifikasi oleh Dechow et al.
(1995:199-200).
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian awal yang dilakukan oleh Zhou dan Elder (2004) dengan judul
audit quality and earnings management by seasoned equity offering firms. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa auditor size dan industry specialization mampu
membatasi earnings management dalam offering year for SEO companies di
USA.
Chen et al (2005) dengan penelitian berjudul audit quality and earnings
management for taiwan IPO firms. Hasil penelitian ini konsisten dengan
penelitian sebelumnya menemukan bahwa kualitas audit yang tinggi diproksikan
dalam auditor size dan industry specialization mampu menurunkan tingkat
earnings management pada perusahaan IPO Taiwan.
Penelitian selanjutnya Wimboweni (2007) dengan judul pengaruh kualitas
audit dan motivasi manajemen laba terhadap praktik manajemen laba pada Initial
Public Offering (IPO). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis
motivasi laba yang terdiri atas hipotesis rencana bonus, hipotesis biaya politik dan
hipotesis perjanjian hutang. Hipotesis rencana bonus dan hipotesis perjanjian
hipotesis biaya politik memiliki pengaruh positif terhadap praktik manajemen
laba. Kualitas audit yang diproksikan dengan ukuran auditor dan spesialisasi
industri menunjukkan pengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Luhgiatno (2008) dalam penelitiannya yang berjudul analisis pengaruh
kualitas audit terhadap manajemen laba studi pada perusahaan yang melakukan
IPO di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan hal yang berbeda dari tiga
peneliti diatas, yaitu kualitas audit yang diproksikan dalam ukuran auditor dan
spesialisasi industri tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba
pada perusahaan yang melakukan IPO di indonesia.
Penelitian selanjutnya oleh Rusmin (2010) dengan judul auditor quality
and earnings management: Singaporean evidence. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan pengaruh yang negatif antara ukuran auditor dan spesialisasi
industri terhadap perusahaan yang terdaftar di singapura. Ikhtisar penelitian
terdahulu dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu No Peneliti/
Independent Variable :
Auditor Quality :
Auditor size and
Industry specialization.
Dependent Variable :
Equity Offering
Firm.
Earnings management. Spesialisasi
industri
Auditor Quality :
Auditor size and
Industry specialization.
Dependent Variable :
Earnings management.
Multiple
Kualitas Audit :
Ukuran auditor dan Spesialisasi industri.
Motivasi Manajemen Laba :
Hipotesis rencana bonus, Hipotesis biaya politik dan Hipotesis perjanjian hutang
Dependent Variable :
Manajemen Laba. biaya
Ukuran auditor dan Spesialisasi industri
Dependent Variable :
Manajemen laba.
Earnings
Dependent Variable :
Earnings management. Sumber: Diolah oleh penulis (2014)
2.3. Kerangka Konseptual
Perusahaan yang melakukan IPO sering termotivasi untuk melakukan
manajemen laba agar menarik perhatian para investor untuk menginvestasikan
dananya ke perusahaan tersebut. Hal ini tentunya menyebabkan pihak investor
sebagai pihak pengambil keputusan bisnis memerlukan jasa assurance dari pihak
ketiga yaitu auditor independen. Pihak auditor independen diharapkan
menghasilkan kualitas audit yang baik sehingga dapat mengurangi risiko salah saji
dan kecurangan yang mungkin terjadi, salah satunya manajemen laba (Earnings
Management).
Kualitas audit sendiri dapat diproksikan melalui ukuran KAP dan
Spesialisasi industri. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zhou dan elder
(2004) tentang hubungan kualitas audit dengan manajemen laba pada perusahaan
industri mengurangi manajemen laba pada perusahaan yang melakukan IPO di
USA. Berdasarkan hal tersebut kerangka konseptual dari penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1
H1
H2
Kerangka Konseptual Sumber : Diolah oleh penulis (2014)
Kerangka konseptual diatas menggambarkan bahwa penelitian ini
dilakukan untuk meneliti hubungan antara variabel independen kualitas audit yang
diukur dalam KAP big four dan KAP spesialisasi industri terhadap variabel
dependen penelitian yaitu manajemen laba. KAP Spesialisasi
Industri (X2) KAP Big Four
(X1)
2.4. Hipotesis
2.4.1. Ukuran KAP dan Manajemen Laba
Berdasarkan Penelitian yang DeAngelo (1981) menunjukkan
adanya hubungan positif antara kualitas audit dengan ukuran KAP.
Semakin besar ukuran suatu KAP maka semakin baik kualitas audit yang
akan dihasilkan. Kualitas audit yang baik tentunya akan membatasi
manajemen laba. Berdasarkan ukuran KAP, maka dapat dibagi menjadi
KAP besar dan KAP kecil. KAP besar dapat dikelompokkan sebagai big
four.
Penelitian Becker at al (1998) menunjukkan bahwa perusahaan
yang diaudit oleh kelompok KAP non-big four melaporkan discreationary
accruals yang lebih signifikan dibandingkan dengan perusahaan yang
diaudit oleh kelompok KAP big four. Krishnan (2003b) dalam Rusmin
(2010:621) menyatakan “bahwa KAP big four secara agresif dan
opportunistik membatasi pelaporan discreationary accruals dari klien
dibandingkan dengan KAP non-big four”.
Penelitian-penelitian diatas mendukung pernyataan bahwa KAP
yang berukuran besar dan terkemuka (Big Four) akan memiliki kualitas
audit yang lebih baik. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis dari penelitian
ini yaitu :
H1 : KAP big four memiliki pengaruh negatif terhadap Manajemen
2.4.2. Spesialisasi Industri dan Manajemen Laba
Penelitian Stein dan Cadman (2005) menunjukkan bahwa auditor
yang memiliki spesialisasi di bidang industri klien akan menghasilkan
audit yang berkualitas. Craswell et al. (1995) dalam Rusmin (2010:619)
mendukung bahwa “spesialisasi memungkinkan para auditor untuk
menyediakan jasa yang lebih baik dan lebih kredibel”. Hal ini
menunjukkan bahwa para auditor yang memiliki pengetahuan mengenai
spesialisasi industri dianggap lebih unggul dalam menghasilkan kualitas
audit yang baik.
Zhou dan Elder (2004) juga menemukan bahwa spesialisi industri
auditor dapat digunakan untuk membatasi manajemen laba pada proses
IPO di AS. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa spesialisasi industri
memiliki peran dalam mengurangi manajemen laba. Berdasarkan hal
tersebut, hipotesis penelitian ini yaitu :
H2 : KAP Spesialisasi industri memiliki pengaruh negatif terhadap
Manajemen Laba pada perusahaan yang melakukan IPO di