• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap Pemberdayaan Mustahiq di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap Pemberdayaan Mustahiq di Kota Medan"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Zakat

Zakat menurut syara’, berarti hak yang wajib dikeluarkan dari harta. Harta yang dikeluarkan menurut syara’, dinamakan zakat karena harta itu akan bertambah dan memelihara dari kebinasaan (Wahbah, 1995: 83). Selain itu, zakat menurut syara’ (istilah), adalah nama suatu ibadah wajib yang dilaksanakan dengan memberikan sejumlah kadar tertentu dari harta milik sendiri kepada orang yang berhak menerimanya menurut yang ditentukan syariat Islam (Kartika, 2006: 10).

(2)

2.1.2 Landasan Hukum Zakat

Kata Zakat dalam bentuk ma’rifah (definisi) disebut tiga puluh kali di dalam Quran, di antaranya dua puluh tujuh kali disebutkan dalam satu ayat bersama salat. Sebagian ahli mengatakan terdapat 82 kali kata zakat disebutkan di Quran. Hal ini menunjukkan bahwa perintah untuk melaksanakan zakat sangat wajib dilaksanakan bagi golongan yang mampu (muzakki). Berikut beberapa landasan hukum zakat baik dari ajaran Islam maupun hukum negara yang telah ditetapkan sebagai berikut:

1. Al-Qur’an a. At - Taubah : 10

Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka, sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

b. Al - Baqarah : 43

Artinya : “Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”

c. Al - An’am : 141

(3)

sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

2. As - Sunah

Hadis diriwayatkan oleh Bukhari (No. 7) dan Muslim (No. 20) dari Abdullah bin Umar, Rasulullah Saw. bersabda, “Islam didirikan atas lima sendi, bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji ke baitullah dan berpuasa di bulan Ramadhan.”

Rasulullah Saw. bersabda, “Ajaklah mereka kepada syahadah (persaksian) tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah. Jika mereka mentaatinya, maka beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam. Dan jika mereka telah mena’atinya, maka beritahukanlah bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shadaqah (zakat) dari harta mereka yang diambil dari orang-prang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang faqir mereka.” (HR. Bukhari No. 1308)

3. Ijma’

(4)

mereka mengaku islam. Berdasarkan ijtihadnya yang didukung sahabat-sahabat lain, maka tanpa ragu beliau mengambil tindakan tegas yaitu memerangi golongan pembangkang tersebut. Dan kewajiban ini terus berlangsung sampai khalifah-khalifah berikutnya (Asnaini, 2008: 35). Menurut Muhammad Yusuf (2009: 22), adapun dalil berupa ijma’ulama ialah adanya kesepakatan semua (ulama) umat Islam disemua Negara kesepakatannya bahwa zakat adalah wajib. Landasan hukum zakat menurut undang-undang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 yang sebelumnya menggunakan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999.

2.1.3 Syarat Zakat

Syarat wajib zakat ialah sebagai berikut (Wahbah, 1995: 98-114):

1. Merdeka.

Menurut kesepakatan ulama, zakat tidak wajib atas hamba sahaya karena hamba sahaya tidak mempunyai hak milik. Pada dasarnya, menurut jumhur, zakat diwajibkan atas tuan karena dialah yang memiliki harta hambanya. Oleh karena itu, dialah yang wajib mengeluarkan zakatnya, seperti halnya harta yang berada di tangan syarik (partner) dalam sebuah usaha perdagangan. 2. Islam.

(5)

orang murtad yang mengeluarkan zakat hartanya sebelum riddahnya terjadi, yakni harta yang dimilikinya ketika dia masih menjadi seorang muslim. 3. Baligh dan Berakal.

Keduanya di pandang sebagai syarat oleh Mahzab Hanafi. Dengan demikian, zakat tidak wajib di ambil dari harta anak kecil dan orang gila sebab keduanya tidak termasuk dalam ketentuan orang yang wajib mengerjakan ibadah seperti shalat dan puasa. Sedangkan menurut Jumhur, keduanya bukan merupakan syarat. Oleh karena itu zakat wajib di keluarkan oleh anak kecil dan orang gila. Zakat tersebut dikeluarkan oleh walinya.

4. Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati.

(6)

5. Harta yang dizakati telah mencapai nisab atau senilai dengannya.

Maksudnya ialah nisab yang ditentukan oleh syara’ sebagai tanda kayanya seseorang dan kadar-kadar yang mewajibkannya zakat.

6. Harta yang dizakati adalah milik penuh.

Mazhab Hanafi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan harta milik ialah harta yang dimiliki secara utuh dan berada di tangan sendiri yang benar-benar dimiliki. Mazhab Maliki berpendapat bahwa yang dimaksud dengan harta yang dimiliki secara utuh ialah harta yang dimiliki secara asli dan hak pengeluarannya berada di tangan pemiliknya. Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa yang dimaksud dengan harta yang dimiliki secara penuh ialah harta yang dimiliki secara asli, penuh dan ada hak untuk mengeluarkannya. Mazhab Hambali berpendapat bahwa harta yang dizakati harus merupakan harta yang dimiliki secara asli dan bisa dikeluarkan sesuai dengan keinginan pemiliknya.

7. Kepemilikian harta telah mencapai setahun, menurut hitungan tahun qamariyah.

(7)

8. Harta tersebut bukan merupakan harta hasil utang.

Menurut pendapat yang paling sahih, adapun hutang yang tidak berkaitan dengan hak para hamba, seperti hutang nazar, kafarat, dan haji, tidak mencegah kewajiban zakat. Begitu juga hutang tidak mencegah kewajiban sepersepuluh (untuk tanaman dan buah-buahan) kewajiban, pajak dan kafarat. 9. Harta yang akan dizakati melebihi kebutuhan pokok.

2.1.4 Jenis-Jenis Zakat

2.1.4.1 Zakat Fitrah

Zakat ini wajib dikeluarkan seusai bulan Ramadhan sebelum shalat ‘Id, sedangkan bagi orang yang mengeluarkan zakat fitrah setelah dilaksanakan sholat ‘Id maka apa yang ia berikan bukanlah termasuk zakat fitrah tetapi merupakan sedekah, hal ini sesuai dengan Hadis Nabi SAW dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah itu sebagi pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan yang kotor dan sebagai makanan bagi orang miskin. Karena itu, barang siapa mengeluarkannya sesudah sholat maka dia itu adalah salah satu shadaqoh biasa (Hadis Abu Daud dan Ibnu Majah) (Kartika, 2007: 22).

(8)

dari bahan makanan untuk membersihkan puasa dan mencukupi kebutuhan orang-orang miskin di hari raya Idul Fitri (Kartika, 2007: 22)

Menurut Yusuf Qardhawi ada dua hikmah zakat fitrah, ialah sebagai berikut (Kartika, 2007: 22-23):

1. Membersihkan kotoran selama menjalankan puasa, karena selama menjalankan puasa seringkali orang terjerumus pada perkataan dan perbuatan yang tidak ada manfaatnya serta melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah.

2. Menumbuhkan rasa kecintaan kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Dengan memberi zakat fitrah kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan akan membawa mereka kepada kebutuhan dan kegembiraan, bersuka cita pada hari raya.

(9)

2.1.4.2 Zakat Maal (Harta)

Maal (harta) menurut bahasa ialah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya, sedangkan maal (harta) menurut hukum Islam adalah segala sesuatu yang dapat dipunyai (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut kebiasaannya (Kartika, 2007: 24).

Zakat harta/zakat maal ialah zakat yang dikenakan atas harta (maal) yang dimiliki oleh seorang atau lembaga dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Macam-macam harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah (Kartika, 2007: 25):

1. Emas, Perak, dan Uang (Simpanan)

(10)

apa-apa (mengenai emas) sehingga kamu telah memiliki 20 dinar dan telah mengalami ulang tahun, maka zakatnya ½ dinar. Jika lebih, maka diperhitungkanlah seperti itu” (HR. Abu Daud dari Ali Bin Abi Thalib ra No. 1343). Pada hadis lain yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Aisyah bahwa Rasulullah Saw. mengambil setiap duapuluh dinar setengah dinar dan setiap empat puluh dinar satu dinar (Abdul, 2006: 34).

Menurut Yusuf Qardawi (1996) dalam bukunya Hukum zakat, jika perhiasan yang khusus untuk pemakaian yang mubah seperti perhiasan perempuan yang tidak berlebih-lebihan dan cincin perak seorang laki-laki maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya karena perhiasan tersebut tidak merupakan harta yang berkembang (Qardawi, 1996: 296). Namun jika perhiasan tersebut melebihi batas kewajaran maka harus dibayar zakatnya karena kepemilikan perhiasan sama dengan menimbun dan menyimpan sesuatu harta. Begitu juga dengan perhiasan emas yang dipakai atau dimiliki oleh lelaki wajib dibayar zakatnya sebab haram bagi dirinya, sementara cincin perak tidak dikenakan kewajiban zakat karena halal dipakai oleh lelaki. Banyaknya zakat untuk perhiasan emas dan perak adalah 2,5%.

(11)

lebih besar atau sama dengan nishab (85 gram emas/672 gram perak) maka ia telah terkena kewajiban zakat (2,5%).

2. Hasil Pertanian

Hasil pertanian yang dikenakan zakat adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti padi, biji-bijian, umbi-umbian, sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, daun-dauanan, dan kacang-kacangan. Nisabnya telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw. dalam hadis beliau, “Harta yang kurang dari lima awsaq (hitungan berat) tidak diwajibkan untuk mengeluarkan sedekah.” (HR. Muttafaq Alaih: Bukhari No. 1366 dan Muslim No. 1629). Satu wasq sama dengan 60 sha’. Lima awwaq senilai dengan 300 Sha’ sama dengan 900 kam atau 653 kam atau 653 kg gabah/520 kg beras. Jika hasil pertanian merupakan makanan pokok seperti beras, jagung, gandum, kurma, dan lain-lain maka nishabnya setara dengan 653 kg gabah/ 520 kg beras dari hasil pertanian tersebut, tetapi jika jasil pertanian berupa buah-buahan, sayur-saturan, daun, bunga, dan lain-lain maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab makanan pokok yang paling utama di Negara yang bersangkutan.

(12)

kadar zakat yang wajib dikeluarkan adalah 10%; jika pengairannya dilaksanakan dengan mengeluarkan biaya yang tinggi, seperti mengikutsertakan tenaga manusia untuk mengarut sirkulasi airnya dengan menggunakan peralatan atau harus membeli air, kadar zatnya adalah 5 %; jika pengairan dilaksanakan dengan menggunakan kedua sistem tersebut maka kadar zakatnya adalah 7,5%; jika sistem pengairannya tidak diketahui maka kadar zakat yang wajib dikeluarkan sebanyak 10%.

Sebagian para ulama berpendapat bahwa wajib zakat hasil pertanian adalah hari ketika hasil pertanian tersebut dipanen. Seperti firman Allah Swt., Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin). (QS AL-An’am [6] : 14) (Abdul, 2006: 40 ).

3. Hasil Perternakan

Hasil peternakan yang dimaksud adalah binatang ternak yang meliputi kambing/domba/biri-biri, sapi/kerbau/kuda, dan unta. Syaratnya adalah: sampai nisab, telah dimiliki satu tahun, digembalakan (diurus sepanjang tahun untuk memperoleh susu, bibit baru, pembiakan dan dagingnya), dan tidak dipekerjakan (Qardawi, 1996: 170).

a. Nisab Kambing/Domba/Biri-biri.

(13)

Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh HR. Bukhari (No. 1362) dari Anas bin Malik:

• Dari jumlah 40 – 120 ekor, zakatnya satu ekor kambing; • Dari jumlah 121 – 200 ekor, zakatnya dua ekor kambing; • Dari jumlah 201 – 300 ekor, zakatnya tiga ekor kambing;

• Selanjutnya, setiap pertambahan 100 ekor, zakatnya satu ekor kambing.

b. Nisab Sapi/Kerbau/Kuda

Nisab kerbau dan kuda disetarakan dengan nisab sapi, yaitu 30 ekor. Berikut nisab zakat sapi/kerbau/kuda berdasarkan hadis Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi (No. 565) dan Abu Daud (No. 1345) dari Muadz bin Jabbal ra :

• Jumlah 30 – 39 ekor, zakatnya 1 ekor tabii’, yaitu sapi betina atau jantan yang berumur setahun lebih;

• Jumlah 40 – 59 ekor, zakatnya 1 ekor musinnah, yaitu sapi betina atau jantan yang berumur dua tahun lebih;

• Jumlah 60 – 69 ekor, zakatnya 2 ekor sapi betina atau jantan tabii’; • Jumlah 70 – 79 ekor, zakatnya 1 ekor sapi betina musinnah dan 1 ekor

sapi jantan tabii’;

• Jumlah 80 – 89 ekor, zakatnya 2 ekor sapi betina musinnah; • Jumlah 90 – 99 ekor, zakatnya 3 ekor sapi jantan tabii’;

(14)

• Jumlah 120 – 129 ekor, zakatnya 4 ekor sapi betina tabii’ dan 3 ekor sapi musinnah;

• Jumlah 130 ekor, zakatnya 3 ekor sapi betina, tabii’ atau 4 ekor sapi musinnah;

• Selanjutnya setiap penambahan 30 ekor, zakatnya satu ekor tabii’, dan setiap ada tambahan 40 ekor, zakatnya 1 ekor sapi musinnah.

c. Nisab Unta

Nisab unta yaitu 5 ekor. Apabila belum mencapai jumlah tersebut maka tidak wajib mengeluarkan zakat. Berikut nisab zakat unta (Abdul, 2006: 37) :

• 5 – 9 ekor, zakatnya satu ekor domba/kambing; • 10 – 14 ekor, zakatnya dua ekor domba/kambing; • 15 – 19 ekor, zakatnya tiga ekor domba/kambing; • 20 – 24 ekor, zakatnya empat ekor domba/kambing;

• 25 – 35 ekor, zakatnya satu ekor Binta Makhad, yaitu unta betina yang berumur 1 tahun masuk tahun ke-2 atau Ibn Labun, yaitu unta jantan yang berumur 2 tahun masuk tahun ke-3;

• 36 – 45 ekor, zakatnya satu ekor Binta Labun, yaitu unta betina yang berumur 2 tahun masuk tahun ke-3;

• 46 – 60 ekor, zakatnya satu ekor Hiqqah, yaitu unta yang berumur 3 tahun masuk tahun ke-4;

• 61 – 75 ekor, zakatnya satu ekor Jaz’ah, yaitu unta yang berumur 4 tahun masuk tahun ke-5;

(15)

• 91 – 120 ekor, zakatnya dua ekor Hiqqah;

• Selanjutnya, para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah unta yang lebih dari 120 ekor.

d. Nisab Ternak Unggas (Ayam, Bebek, Burung, dan Lain-Lain) dan Perikanan

Nisab zakat ternak unggas tidak sama dengan nisab kambing, sapi, ataupun unta sebab zakat ini dihitung berdasarkan skala usahanya. Nisab zakat ternak unggas dan perikanan ialah setara dengan 85 gram emas maka berkewajiban mengeluarkan zakat sebesar 2,5% sehingga dapat digolongkan ke dalam zakat perniagaan.

4. Hasil Perniagaan

Harta perdagangan adalah semua yang dapat diperjualbelikan dalam rangka mendapatkan keuntungan baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, hewan ternak, mobil, perhiasan, dan lain-lain yang diusahakan oleh perseorangan maupun oleh usaha persekutuan seperti CV, firma, koperasi, yayasan, perseroan terbatas, dan sebagainya. Syarat wajibnya yaitu, sudah berlalu masanya setahun, berjumlah minimal tertentu atau sampai senisab, bebas dari hutang, dan lebih dari kebutuhan pokok (Qardawi, 1996: 314).

(16)

harta tersebut setelah dikurangi dengan kewajibannya seperti pajak dan hutang yang harus dibayar ketika jatuh tempo, maka wajib dikeluarkan zakatnya. 5. Hasil Tambang (Ma’din)

Menurut syara’, ma’din adalah benda-benda yang telah diciptakan oleh Allah di dalam bui seperti emas, perak, tembaga, timah, intan, minyak, belerang, ter, batu bara, kapur, dan sebagainya. Kewajiban untuk menunaikan zakat pada barang-barang tambang iadalah setiap barang itu selesai diolah dan tidak perlu berlaku satu tahun asalkan telah mencapai nisab. Nisab pada barang-barang tambang sama dengan emas (85 gram) dan perak (672 gram), sedangkan kadarnya pun sama, yaitu 2,5%.

6. Barang Temuan (Rikaz)

(17)

7. Zakat Profesi

Zakat profesi memang belum familiar dalam khazanah keilmuan Islam klasik. Maka dari itu, hasil profesi dikategorikan sebagai jenis harta wajib zakat berdasarkan kias (analogi) atas kemiripan (syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni: (1) model memperoleh harta penghasilan (profesi) mirip dengan panen (hasil pertanian), sehingga harta ini dapat dikiaskan pada zakat pertanian berdasarkan nisab (653 kg gabah kering giling atau setara dengan 522 kg beras) dan waktu pengeluaran zakatnya (setiap kali panen), (2) model harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang, sehingga jenis harta ini dapat dikiaskan pada zakat harta (simpanan atau kekayaan) berdasarkan kadar zakat yang harus dibayarkan, yaitu 2,5% (http://zakat.or.id

8. Zakat Saham dan Obligasi )

Jika suatu lembaga yang berkaitan telah membayar zakat sahamnya sebagaimana yang telah ditentukan dalam zakat perniagaan, pemilik saham tidak lagi wajib mengeluarkan zakat sahamnya, sebab untuk mencegah agar tidak terjadi pengeluaran zakat 2 kali. Apabila lembaga tidak mengeluarkan zakatnya maka pemilik saham berkewajiban membayar zakat dengan cara sebagai berikut:

(18)

b. Jika pemilik saham mengambil sahamnya hanya untuk mendapatkan zakat keuntungan (tahun sahamnya) maka pembayaran zakatnya :

• Jika bisa mengetahui kadar harga yang ditentukan bagi setiap saham dari jumlah keseluruhan aset diwajibkan membayar 2,5% dari nilai saham;

• Jika pemilik tidak dapat mengetahui jumlah asetnya hendaknya menggabungkan keuntungan saham tersebut dengan kekayaan lainnya dalam hitungan haul dan nisab 2,5%. Dengan demikian ia bebas dari segala tanggungan.

Menurut syarat Islam, jual beli obligasi diharamkan karena ada unsur riba. Walaupun begitu pemiliknya tetap memiliki kewajiban membayar zakat dari total nominal obligasi yang dimilikinya. Caranya adalah dengan menggabungkan kekayaan-kekayaan yang lain dalam perhitungan nisab dan haul, kemudian membayar 2,5% jumlah keseluruhannya tanpa bunga.

9. Rezeki Tidak Terduga dan Undian (Kuis) Berhadiah

(19)

waktu pembayarannya pada saat menerima hadiah tersebut setelah dikurangi biaya atau pajak.

2.1.5 Golongan yang Berhak Menerima Zakat (Mustahiq)

Bedasarkan firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 60, Sayid Muhammad Rasyid Ridha membagi 8 golongan yang berhak menerima zakat dalam dua bagian (Asnaini, 2008: 47-48):

1. Kepada individu-individu. Dalam bagian ini ada 6 kelompok yang berhak menerima zakat:

a. Golongan fakir yang terlantar dalam kehidupan karena ketiadaan alat dan syarat-syaratnya, maksudnya adalah kebutuhan pokoknya tidak mencukupi atau tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi kehidupannya.

b. Golongan miskin yang tidak berpunya apa-apa. Orang yang kehidupannya dalam keadaan kekurangan.

c. Golongan para pegawai zakat, yang bekerja untuk mengatur pemungutan dan pembagian zakat.

(20)

e. Golongan orang-orang yang terikat oleh hutang (Gharimin), yang tidak menyanggupi untuk membebaskan dirinya dari hutang itu. Adapun hutang yang dimaksud ialah hutang yang mubah, bukan termasuk maksiat, dan untuk kepentingan umat Islam.

f. Golongan orang-orang yang terlantar dalam perjalanan (Ibnu al-Sabil), yang memerlukan bantuan ongkos untuk kehidupan dan kediamannya dan untuk pulang ke daerah asalnya dan bukan dalam perjalan maksiat.

2. Kepada kepentingan umum dari masyarakat dan negara. Mereka berhak menerima zakat:

a. Untuk pembebasan dan kemerdekaan, bagi masing-masing diri (individu) atau bagi sesuuatu golongan atau sesuatu bangsa, yang dinamakan fi al-riqab.

b. Untuk segala kepentingan, masyarakat dan negara, bersifat pembangunan dalam segala lapangan atau pembelaan perjuangan yang dinamakan fi sabili Allah.

2.1.6 Tujuan Zakat

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh Islam di balik kewajiban zakat adalah sebagai berikut (Kartika, 2007: 12):

(21)

2. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh gharim, ibnu sabil dan mustahiq dan lain-lainnya.

3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesame umat Islam dan manusia pada umumnya.

4. Menghilangkan sifat kikir pemilik harta kekayaan.

5. Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin.

6. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat.

7. Mengembangkan rasa tanggung jawab social pada diri seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta.

8. Mendidik manusia untuk berdisplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.

9. Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial.

2.1.7 Lembaga Pengelola Zakat

(22)

menjemput atau mengambil zakat itu yang dinamakan petugas zakat atau amil. Hal tersebut menguatkan bahwa keberadaan petugas zakat atau amil zakat sangat penting dalam pengumpulan dan pendistribusian zakat. Petugas zakat atau amil zakat umumnya berbentuk organisasi, badan, atau lembaga dalam menjalankan tugasnya. Menurut Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama nomor 29 Tahun 1991 / 47 Tahun 1991 tentang pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqoh, pada pasal 6 bahwa fungsi utama lembaga pengelola zakat adalah sebagai wadah pengelola, penerima, pengumpulan, penyaluran dan pendayaguna zakat, infaq dan shadaqoh dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai wujud partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional serta sebagai pembinaan dan pengembangan swadaya masyarakat

Menurut UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, lembaga pengelola zakat di Indonesia terbagi atas dua yakni:

1. Badan Amil Zakat (BAZ)

(23)

berada di berbagai kantor/instansi pemerintah untuk memudahkan pengumpulan zakat terutama pada pegawai pemerintahan dalam menunaikan zakat.

2. Lembaga Amil Zakat (LAZ)

Lembaga Amil Zakat atau LAZ (Garry, 2011) adalah institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat yang bergerak dibidang da'wah, pendidikan, sosial atau kemaslahatan umat Islam, dan dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh pemerintah. Kegiatan LAZ adalah mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan dana zakat dari masyarakat. Lembaga Amil Zakat yang dibentuk oleh Ormas Islam, Yayasan dan atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bertaraf nasional dan beroperasi secara nasional, dikukuhkan dengan Keputusan Menteri Agama. Selain Lembaga Amil Zakat tingkat pusat atau yang beroperasi di tingkat nasional, terdapat pula LAZ yang didirikan swadaya oleh masyarakat dan tidak terdaftar di Kementrian Agama.

2.1.8 Zakat dalam Perspektif Sosial Ekonomi

(24)

haknya, maka keadilan sosial dapat diartikan memberikan kepada masyarakat apa yang menjadi haknya atas dasar kepatutan dan keseimbangan (Qadir, 2001: 151-152).

Pelaksanaan zakat dilakukan dengan mentransfer kekayaan golongan kaya ke golongan yang membutuhkan sehingga harta/kekayaan yang ditransferkan tersebut dapat digunakan oleh golongan yang membutuhkan untuk dikonsumsi dan atau diproduksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa zakat selain merupakan pelaksanaan ibadah kepada Allah tapi juga mempunyai arti ekonomi.

Dalam perspektif sosial ekonomi, pelaksanaan zakat yang tepat dapat memperkecil gap antara golongan kaya dengan golongan miskin, memakmurkan dan memberdayakan golongan miskin, mengurangi kemiskinan yang kemudian berdampak kepada keseimbangan ekonomi sehingga dapat mencegah terjadinya kecemburuan dan kerawanan sosial dalam masyarakat.

2.1.9 Pengaruh Zakat Terhadap Perekonomian

(25)

seseorang pedagang yang mampu memiliki toko dan segala hal yang berkaitan dengan pekerjaannya (Qardawi, 2005: 77).

Zakat dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk modal bagi usaha kecil. Dengan demikian, zakat memiliki pengaruh yang sangat besar dalam berbagai hal kehidupan umat, di antaranya adalah pengaruh dalam bidang ekonomi. Pengaruh zakat yang lainnya adalah terjadinya pembagian pendapatan secara adil kepada masyarakat Islam. Dengan kata lain, pengelolaan zakat secara profesional dan produktif dapat ikut membantu perekonomian masyarakat lemah dan membantu pemerintah dalam meningkatkan perekonomian negara, yaitu terberdayanya ekonomi umat (Fajri, 2010: 14).

2.1.10 Pendayagunaan Zakat

Pendayagunaan zakat sangat erat kaitannya dengan pendistribusian zakat tersebut. Oleh karena itu, pendistribusian zakat akan berpengaruh terhadap pendayagunaan zakatnya, semakin tepat pendistribusiannya maka semakin optimal pendayagunaannya. Secara umum, pendayagunaan zakat dilihat dari segi distribusinya terbagi atas dua yaitu, distribusi zakat konsumtif dan distribusi zakat produktif. Berdasarkan Buku Pedoman Zakat yang diterbitkan Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji Departemen Agama (2002: 244), pendistribusian zakat dikategorikan dalam empat bentuk, yaitu (Arief, 2006: 153-154):

(26)

diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat mal yang dibagikan kepada para korban bencana alam.

2. Distribusi bersifat ‘konsumtif kreatif’, yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya semula, seperti diberikan dalam bentuk alat-alat sekolah atau beasiswa.

3. Distribusi bersifat ‘produktif tradisional’, di mana zakat diberikan dalam bentuk berang-barang ang produktif seperti kambing, sapi, alat cukur, dan lain sebagainya. Pemberian dalam bentuk ini akan dapat menciptakan suatu usaha yang membuka lapangan kerja bagi fakir miskin.

4. Distribusi dalam bentuk ‘produktif kreatif’, yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk permodalan bergulir, baik untuk pemodalan proyek sosial, seperti pembangunan sosial, seperti pembangunan sekolah, sarana kesehatan atau tempat ibadah maupun sebagai modal usaha untuk membantu atau bagi pengembangan usaha para pedagang atau pengusaha kecil.

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa penyaluran/pendistribusian zakat konsumtif kurang efektif dalam mengurangi kemiskinan sebab hanya bertahan dalam jangka pendek sehingga pendayagunaan zakat kurang optimal. Namun metode penyaluran zakat oleh lembaga atau badan amil zakat semakin berkembang yaitu metode distribusi zakat produktif.

(27)

memenuhi kebutuhan hidupnya dalam jangka panjang. Hal ini juga menunjukkan bahwa pendistribusian zakat produktif sangat efektif dalam meningkatkan kesejahteraan golongan tidak mampu sehingga dapat mengurangi kemiskinan, sebab zakat produktif tersebut memberikan manfaat dalam jangka panjang.

Penerapan pendistribusian zakat secara produktif membantu mewujudkan keadilan dan pengentasan kemiskinan dalam mewujudkan keadilan sosial dan pertumbuhan ekonomi masyarakat (Qadir, 2001: 163). Dalam kaitan dengan pendistribusian zakat yang bersifat produktif, Yusuf Qardawi (1996) berpendapat bahwa pemerintah Islam diperbolehkan membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang zakat untuk kemudian kepemilikan dan keuntungannya bagi kepentingan fakir miskin sehingga akan terpenuhi kebutuhan hidup mereka sepanjang masa. Peran pemerintah disini dapat digantikan oleh Badan Amil Zakat dan atau Lembaga Amil Zakat yang kuat, amanah, dan professional.

(28)

Kekurangan modal bukan merupakan satu-satunya kelemahan golongan miskin dalam membangun usahanya, tetapi juga kemauan untuk maju, kesiapan mental, dan kesiapan manajemen usaha. Pada tahap awal pendistribusian zakat terutama zakat produktif, pihak amil zakat/BAZ/LAZ memberikan pemberdayaan dalam bentuk pembinaan yaitu mendidik dan mengarahkan mustahik agar memiliki keinginan untuk maju dan berkembang, kemudian mendampingi mustahik dalam menjalankan usahanya sehingga kegiatan usahanya tersebut dapat berjalan dengan baik dan agar para mustahik semakin meningkatkan kualitas keimanan dan keislamannya (Hafidhuddin, 2002: 149-150).

Pendayagunaan zakat melalui program-program zakat bersifat konsumtif hanya berlaku dalam jangka pendek, sedangkan program pemberdayaan melalui distribusi zakat produktif ini harus diutamakan. Makna pemberdayaan dalam arti yang luas ialah memandirikan mitra, sehingga mitra dalam hal ini mustahiq tidak selamanya tergantung kepada amil.

2.1.11 Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam

(29)

para mustahik. Ayat 60 surat at-Taubah (9), oleh sebagian besar ulama dijadikan dasar hukum dalam pendistribusian zakat. Namun ayat ini hanya menyebutkan pos-pos di mana zakat harus diberikan. Tidak menyebutkan cara pemberian zakat kepada pos-pos tersebut.

Teknik pelaksanaan pembagian zakat bukan sesuatu yang mutlak, akan tetapi dinamis, dapat disesuaikan dengan kebutuhan di suatu tempat. Dalam artian perubahan dan perbedaan dalam cara pembagian zakat tidaklah dilarang dalam Islam karena tidak ada dasar hukum yang secara jelas menyebutkan cara pembagian zakat tersebut.

Di Indonesia misalnya, BAZIS DKI Jakarta berdasarkan hasil lokakarya Zakat, menentukan kebijakan pembagian zakat sebagai berikut (Tim Penelitian dan Seminar Zakat DKI, 20 Juni 1975):

1. Pembagian zakat harus bersifat edukatif, produktif dan ekonomis, sehingga pada akhirnya penerima zakat menjadi tidak memerlukan zakat lagi, bahkan menjadi wajib zakat.

2. Hasil pengumpulan zakat selama belum dibagikan kepada mustahiq dapat merupakan dana yang bias dimanfaatkan bagi pembangunan, dengan disimpan dalam bank pemerintah berupa deposito, sertifikat atau giro biasa.

(30)

si miskin itu mempunyai keterampilan menjahit, maka diberi mesin jahit, kalau keterampilannya mengemudi becak, si fakir miskin itu diberi becak. Maka dalam hal ini, member motivasi kepada masyarakat miskin juga merupakan sesuatu yang sangat mendasar, agar mereka mau berusaha dan tidak sekedar menunggu uluran tangan orang kaya. KH Sahal juga melembagakan dana zkat melalui koperasi. Dana zakat yang terkumpul tidak langsung diberikan dalam bentuk uang. Mustahik diserahi zakat berupa uang, tetapi kemudian ditarik kembali sebagai tabungan si miskin untuk keperluan pengumpulan modal. Menurutnya cara ini, mereka (fakir miskin) dapat menciptakan pekerjaan dengan modal yang dikumpulkan dari harta zakat.

Begitu pula Dompet Dhuafa Republika sebagai salah satu lembaga zakat non pemerintah, sejak bulan Desember 1999 telah mengagendakan pengembangan pemberdayaan zakat model kelompok dengan program Masyarakat Mandiri yang telah dilaksanakan pada awal tahun 2000. Sebagian dana ZIS yang terkumpul diproduktifkan dengan meninjamkannya kepada sasaran Masyarakat Mandiri untuk dijaikan modal usaha dan pengembangan usaha bagi mereka. Memang belum terlalu tampak hasilnya akan tetapi ini merupakan langkah awal yang perlu diperhatikan dan ditekuni oleh lembaga zakat khususnya, karena dengan zakat produktif akan memungkinkan masyarakat lebih merasakan betapa besarnya makna dan fungsi zakat bagi mereka.

(31)

bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam. Khusunya pada pensyari’atan zakat. Karena zakat produktif akan membuat harta di bumi ini berputar di antara semua manusia, tidak hanya pda sebagian orang, apalagi di antara orang-orang kaya saja. Dimana hal ini sangat dilarang dalam Islam, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Hasyr (59) ayat 7 yang artinya: “Apa saja harta rampasan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”

Salah satu tujuan zakat adalah agar harta benda tidak menumpuk pada satu golongan saja, dinikmati orang-orang kaya sedang orang-orang miskin larut dengan ketidakmampuannya dan hanya menonton saja. Dalam berbagai bidang kehidupan fakir miskin harus diperhitungkan dan diikutsertakan apalagi jumlah mereka tidaklah sedikit. Di bidang ekonomi, sosial, pendidikan dan lainnya, agar tidak terjadi gejolak ekonomi, kesenjangan sosial dan masyarakat yang terbelakang karena kebodohan dan rendahnya tingakt pendidikan mayarakat.

(32)

Islam sangat menganjurkan supaya umatnya berusaha agar dapat melaksanakan ajaran agama dengan baik, termasuk dapat membayar zakat, infak dan sedekah serta ibadah-ibadah lain yang dalam pelaksanaannya diperlukan biaya atau dana dan kemampuan secara materil. Anjuran berusaha ini sebagaimana terkandung dalam surat al-Mulk (67) ayat 15 yang artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan amaknlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan” dan dalam surat al-Jumu’ah (62) ayat 10 yang artinya: “Maka apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

Perintah “berjalanlah ke segala penjurunya” dan “bertebaranlah kamu di muka bumi” adalah perintah untuk berusaha dan bekerja. Anjuran berusaha inilah hendaknya diiringi dengan bantuan dan pertolongan modal untuk berusaha atau mengembangkan usaha mereka karena sudah pasti yang namanya fakir miskin tidak memiliki kemampuan yang lebih untuk membiayai usaha yang dapat menjamin hidupnya di masa depan karena hartanya hanya cukup untuk membiayai hidupnya sehari-hari.

(33)

(cukup), yaitu sejumlah pemberian yang dapat dijadikan dasar untuk mencapai suatu tingkat hidup tetentu” (Asnaini, 2008).

Hukum zakat produktif adalah boleh bahkan sangat dianjurkan bila dikaitkan dengan situasi dan kondisi negara Indonesia saat ini. Upaya melaksanakan pengelolaan zakat secara produktif akan mewujudkan fungsi zakat yang sebenarnya. Masyarakat Indonesia akan dapat membantu mengatasi kemiskinan yang saat ini sedang dihadapi, karena masyarakat akan mandiri khususnya dalam mengatasi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

2.2 Penelitian Terdahulu

Berikut ini adalah beberapa penilitian terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitian ini :

1. Mila Sartika (2008) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahik pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta.” Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendapatan mustahiq sebagai variabel dependen dan jumlah dana (zakat) untuk kegiatan produktif sebagai variabel independen. Hasil penelitian ini adalah menunjukkan bahwa jumlah dana zakat berpengaruh terhadap pendapatan mustahiq. Semakin tinggi jumlah bantuan yang diberikan maka semakin tinggi pula tingkat pendapatan mustahiq.

(34)

(Studi Kasus BAZ Kota Semarang). Hasil penelitian melalui metode deskriptif menunjukkan bahwa dalam menghimpun dana zakat selain dari individu, BAZ Kota Semarang juga mendirikan UPZ di beberapa instansi pemerintah dan pendistribusian dilakukan melalui beberapa program terutama zakat produktif disalurkan dalam bentuk qardhul hasan untuk modal usaha dan sumbangan hewan ternak untuk dibudidayakan. Selain itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tedapat perbedaan antara pendapatan usaha, keuntungan usaha, dan pengeluaran rumah tangga mustahik, sebelum dan sesudah menerima bantuan modal. Zakat produktif juga memberikan pengaruh terhadap pendapatan dan keuntungan usaha mustahiq sehingga berpengaruh kepada pengeluaran rumah tangganya.

3. Ria Norita (2011) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pendayagunaan Zakat Dan Infak Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Kaum Dhuafa Pada Lembaga Kemanusiaan Nasional Pos Keadilan Peduli Umat Cabang Medan.” Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana zakat dan infak yang disalurkan untuk kegiatan produktif secara simultan berpengaruh signifikan terhadap jumlah pendapatan yang diperoleh kaum dhuafa.

(35)

mustahiq. Selain itu, hasil skor kuisioner membuktikan bahwa pihak BAPELURZAM cabang Weleri sudah baik dalam medayagunakan zakat, namun perlu peningkatan dalam pemberdayaan mustahiq melalui pelatihan.

5. Wina Meylani (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah Sebagai Modal Kerja Terhadap Indikator Kemiskinan dan Pendapatan Mustahiq.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa pada taraf nyata 1 persen, variabel-variabel yang berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita mustahiq adalah pendapatan mustahiq yang diperoleh dari usaha yang menggunakan dana dari Program Ikhtiar dan variabel dummy keaktifan bekerja mustahiq. Namun, besarnya modal/pembiayaan yang diterima dan banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan melalui Program Ikhtiar tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq. Selain itu, variabel jumlah tanggungan berpengaruh signifikan, namun berhubungan negatif dengan pendapatan per kapita mustahiq.

2.3 Kerangka Konseptual

(36)

hal-hal produktif seperti untuk keperluan pengembangan usaha, sehingga memberikan pengaruh terhadap pendapatan mustahiq, yang dapat dilihat dari perbedaan tingkat pendapatan mustahiq sebelum dan setelah menerima zakat produktif.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis

Hipotesis dapat didefinisikan sebagai pendapat, jawaban atau dugaan yang bersifat sementara dari suatu persoalan yang diajukan yang kebenarannya masih perlu dibuktikan lebih lanjut. Sekali hipotesis dibuat, maka diperlukan pengujian sebab walau bagaimanapun hipotesis masih merupakan jawaban-jawaban,

BAZNAS Sumatera Utara

Mustahiq

Pendapatan sebelum menerima zakat

produktif

Pendapatan Mustahiq

Pendapatan setelah menerima zakat

(37)

pendapat-pendapat, penyataan-pernyataan, ataupun dugaan-dugaan yang masih meragukan untuk dapat menjadi suatu kebenaran (Teguh, 1999: 59). Hipotesis dalam penelitian ini adalah “terdapat perbedaan tingkat pendapatan mustahiq sebelum dan sesudah menerima zakat produktif.”

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Dalam memberikan alternatif kepada user untuk mendapatkan lokasi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kota Salatiga maka peneliti menampilkan titik lokasi UMKM

Penerapan Akuntansi Zakat pada lembaga amil zakat diseluruh Indonesia ini akan mendorong LAZ DPU DT Cabang Semarang untuk berusaha lebih baik dalam mencatat

Tingginya nilai ini dikarenakan senyawa yang dapat larut pada masing-masing pelarut berbeda-beda tergantung dari sifat pelarut itu sendiri yang memiliki kemampuan yang

Tämän luokan myrskyt kulkevat tyypillisesti luoteesta kohti kaakkoa, jolloin matalapaineen keskus liikkuu maan länsi- ja eteläosan yli tuulen suunnan ollessa lännenpuoleinen..

bakpia Mengolah kulit bakpia Mencetak bakpia Memanggang Mengemas bakpia.. 35 Tahun 1991 Pasal 1 yang dimaksud dengan sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah

Peningkatan hasil belajar siswa selaras dengan peningkatan aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran, dengan model pembelajaran cooperative learning tipe

Randomisasi sampel dilakukan memakai blok permutasi, kemudian pasien dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu 48 pasien yang diintubasi menggunakan ETT dengan balon yang

Buy on Weakness : Harga berpotensi menguat namun diperkirakan akan terkoreksi untuk sementara Trading Buy : Harga diperkirakan bergerak fluktuatif dengan