• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Agen Dalam Perjanjian Jual Beli Gas Elpiji (Studi Pada Pt.Pertamina Dan Pt.Rasita Mulia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Agen Dalam Perjanjian Jual Beli Gas Elpiji (Studi Pada Pt.Pertamina Dan Pt.Rasita Mulia)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

RUANG LINGKUP PERJANJIAN PENGANGKUTAN

A. Pengertian Umum Perjanjian

Suatu perjanjian dikatakan persetujuan karena kedua belah pihak setuju

untuk melakukan sesuatu hal. Persetujuan merupakan kepentingan yang pokok

dalam dunia usaha, dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang seperti :

jual beli barang, tanah, pemberian kredit, asuransi, dan pengangkutan barang.

Hubungan hukum yang terjadi karena perjanjian ataupun hukum disebut

dengan perikatan. Kewajiban-kewajiban yang timbul dari adanya perikatan itu

dapat dipaksakan secara hukum. Suatu perjanjian yang tidak mengikat ataupun

tidak dapat dipaksakan adalah merupakan bukan perikatan, misalnya suatu

perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian.

Prof. R. Wiryono Prodjodikoro, SH. Mengatakan bahwa perjanjian dan

persetujuan adalah berbeda. Dalam hal ini beliau mengatakan :14

Selanjutnya Prof. Wiryono Prodjodikoro menyimpulkan bahwa kata

perjanjian lebih tepat digunakan untuk pengertian lebih luas dari istilah “Persetujuan dalam perundang-undangan Belanda dulu dinamakan

overeenkomsten yaitu semua kata sepakat antara dua pihak atau lebih ada dua

pihak. Dan dengan adanya perjanjian tersebut menerbitkan suatu perikatan antara

dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu

rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang

diucapkan atau ditulis.

14

(2)

persetujuan. Persetujuan adalah suatu kata sepakat antara dua pihak atau leih

mengenai harta benda kekayaan mereka yang bertujuan untuk mengikat kedua

belah pihak. Sedangkan perjanjian sebagian besar bersumber pada suatu

persetujuan antara kedua belah pihak ditambah dengan sebahagian yang

bersumber pada suatu perbuatan yang tidak melanggar hukum dari salah satu

pihak yaitu perbuatan tertentu yang bersifat sepihak.

Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan suatu perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang atau lebih. Jikalau dihubungkan dengan pasal 1233 KUHPerdata yang

menyebutkan bahwa perikatan lahir dari perjanjian atau dari undang-undang,

maka dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian melahirkan satu atau beberapa

perikatan.

Buku Ketiga KUHPerdata terdiri dari bab satu mengatur tentang

perikatan-perikatan umumnya. Bab II mengatur tentang perikatan yang dilahirkan

dari kontrak atau perjanjian. Bab III mengatur tentang perikatan yang lahir dari

undang-undang. Bab IV mengatur tentang hapusnya perikatan. Bab V sampai

dengan bab XVIII mengatur tentang perjanjian khususnya atau perjanjian

bernama.

Tentang definisi perikatan hukum / verbentenis / obligatio tidak dijumpai

dalam KUHPdt. Tidak satu pasal pun yang menguraikan apa sebenarnya yang

dimaksud dengan perikatan itu.

Namun definisi perikatan hukum dapat kita jumpai dari pendapat para ahli

(3)

Menurut Prof. Soebekti, SH. :

“Suatu perikatan adalah hubungan hukum antar dua orang atau dua pihak,

berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak lain, dan

pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”. Pihak yang berhak

menuntut sesuatu dinamakan kreditur atau si berpiutang, sedangkan pihak yang

berkewajiban memenuhi tuntutan dinamakan debetur atau di berutang.”15

Menurut Mariam Darus Badrulzaman dalam buku ketiga KUHPerdata

tidak memberikan suatu rumusan perikatan. Mariam Darus Badrulzaman

berpendapat bahwa :

“Menurut ilmu pengetahuan hukum perdata, perikatan adalah hubungan yang

terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta

kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas suatu prestasi dan pihak lainnya

wajib memenuhi prestasi itu”. 16

Menurut Mashudi Moch Chidir Ali:

“Definisi suatu perikatan adalah “Suatu hubungan hukum antara dua atau

lebih pihak, dalam mana pihak satu mempunyai kewajiban memenuhi sesuatu

yang menjadi hak pihak lain (beri dan tuntut prestasi). Pihak yang mempunyai

kewajiban itu dinamakan juga pihak berhutang atau debitur, sedangkan pihak

yang mempunyai hak itu disebut juga pihak penagih atau kreditur (pihak

berpiutang). Definisi persetujuan : suatu persetujuan (overeenkomst) adalah suatu

15

Komariah, Op.Cit, hal. 139.

16

(4)

perbuatan berdasarkan kata sepakat antara dua atau lebih pihak untuk

mengadakan akibat-akibat hukum yang diperkenankan”. 17

“Jadi sebetulnya, suatu persetujuan itu tidak lain daripada suatu perjanjian

(ofspraak) yang mengakibatkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban (jual beli;

sewa-menyewa;persetujuan kerja dan lain-lain). Pengertian persetujuan tidak

boleh digaduhkan dengan pengertian perikatan. Perhubungan antara kedua itu

adalah sebagai sebab akibat : suatu persetujuan dapat melahirkan suatu perikatan.

Persetujuan sedemikian disebut persetujuan obligator.18

Menurut Subekti:

“Hubungan antara perikatan dan perjanjian mengatakan suatu perikatan

adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan

mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak

yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Sedangkan perjanjian

adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau

mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian itu

menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dengan

demikian, hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian

itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disampingnya

sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua

pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perikatan

17

H. Mashudi Mohammad Chaidir Ali, Bab-bab Hukum Perikatan, Bandung Mandar Maju, 1995, hal. 4.

18

(5)

(perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak, lebih

sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis. 19

M Yahya Harahap memberikan penjelasan mengenai perjanjian:

“Perjanjian (verbintenis) mengandung pengertian : Suatu hubungan

hukum kekayaan/harta antara dua atau lebih, yang memberikan kekuatan hak

pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan kepada

pihak lain untuk menunaikan prestasi”. 20

Dalam pengertian singkat di atas dijumpai beberapa unsur yang memberi

wujud pengertian perjanjian (Verbintenis), antara lain: hubungan hukum

(rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (person)

atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain

tentang suatu prestasi.

M. Yahya Harahap menggunakan kata perjanjian untuk sebagai

terjemahan dari kata Verbintenis. Penggunaan terjemahan kata verbintenis masih

terdapat perbedaan pendapat, sebagaian dari para sarjana masih ada yang

menterjemahkannya menjadi perutangan. Ada yang menterjemahkannya menjadi

menjadi perjanjian, sedangkan overeenkomst diterjemahkannya menjadi

persetujuan.

Hilman Hadikusuma memberi penjelasan pengertian perikatan menurut

hukum adat mengatakan:

“Perikatan menurut hukum adat adalah hubungan hukum diantara 2 (dua)

pihak yang terjadi karena adanya perbuatan atau kesepakatan dalam bentuk

19

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, 1980, hal. 122.

20

(6)

persetujuan atau perjanjian karena adanya sesuatu kepentingan. Jadi adanya

perikatan karena ada kesepakatan. Tetapi dalam hukum adat suatu perikatan dapat

terjadi karena perbuatan sepihak atau karena kepakatan dua pihak. Karena adanya

perbuata atau kesepakatan menyebabkan timbulnya “perhutangan” perorangan

atau sekelompok orang”. 21

J. Satrio berpendapat untuk tidak mempersoalkan perbedaan pendapat

penggunaan istilah tetapi akan menggunakan saja istilah yang sudah lazim dan

banyak dipakai oleh para sarjana, sedangkan perjanjian atau persetujuan untuk

overeenkomst.22

Mariam Darus Badrulzaman mengatakan bahwa unsur-unsur perikatan ada

4 (empat) yaitu:23

1. Hubungan Hukum

Maksudnya yaitu hubungan-hubungan yang terjadi dalam lalu llintas

masyarakat, hukum melekatkan “hak” pada satu pihak, dan melekatkan

“kewajiban” pada pihak lainnya. Untuk menilai suatu hubungan hukum

perikatan atau bukan, maka hukum mempinyai ukuran-ukuran (kriteria)

tertentu.

2. Kekayaan24

21

Hilman Hadikusuma, Hukum Perekonomian Adat Indonesia, PT. Citra aditya Bakti, 2001, hal. 65.

Yang dimaksud dengan kriteria perikatan adalah ukuran-ukuran yang

dipergunakan terhadap sesuatu hubungan hukum sehungga hubungan hukum

22

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yanng Lahir Dari Perjanjian buku I, PT Citra aditya Bakti, 1995, hal.1.

23

Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hal. 55. 24

(7)

itu dapat disebut disebutkan suatu perikatan.

Apa yang dipergunakan sebagai kriteria itu tidak tetap, dahulu yang menjadi

kriteria ialah apakah sesuatu hubungan hukum itu dapat dinilai dengan uang

atau tidak. Apabila hubungan hukum itu dapat dinilai dengan uang maka

hubungan hukum itu adalah perikatan. Kriteria itu semakin lama semakin sukar

untuk dipertahankan, karena di dalam masyarakat terdapat juga hubungan

hukum yang tidak dapat dinilai dengan uang, namun kalau terhadapnya tidak

diberikan akibat hukum, rasa keadilan tidak akan dipenuhi, dan bertentangan

dengan salah satu tujuan daripada hukum yaitu mencapai keadilan. Oleh karena

itu sekarang kriteria diatas tidak lagi dipertahankan.

Sebagai kriteria, maka ditentukan bahwa sekalipun suatu hubungan hukum itu

tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi kalau masyarakat atau jasa keadilan

menghendaki agar suatu hubungan itu diberi akibat hukum, maka hukum pun

akan melekatkan akibat hukum pada hubungan tadi.

3. Pihak-pihak

yaitu hubungan hukum yang terjadi antara dua orang atau lebih. Pihak yang

berhak atas prestasi, pihak yang aktif adalah kreditur atau siberutang dan pihak

yang wajib memenuhi prestasi, pihak yang pasif adalah debitur atau si

berhutang. Mereka ini yang disebut dengan subyek perikatan.

4. Prestasi

apabila dua orang mengadakan perjanjian ataupun apabila undang-undang

dengan terjadinya suatu peristiwa menciptakan suatu perikatan, jelaslah bahwa

(8)

untuk mengikat kedua orang itu memenuhi kewajiban untuk memenuhi sesuatu

disebut dengan prestasi.

Pendapat para sarjana diatas telah memberikan penjelasan bahwa

perjanjian atau persetujuan menerbitkan perikatan. Perikatan adalah abstraknya

sedangkan perjanjian adalah kongkritnya.

`

B.Jenis-Jenis dan Syarat Sahnya perjanjian

Jenis-jenis Perjanjian:25

1. Perjanjian Sepihak

Perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu pihak

saja. Misalnya: perjanjian hibah. Dalam hibah ini, kewajiban hanya ada pada

orang yang menghibahkan yaitu memberikan barang yang dihibahkan,

sedangkan penerima hibah tidak mempunyai kewajiban apapun. Penerima

hibah hanya berhak menerima barang yang dihibahkan, tanpa berkewajiban

apapun kepada orang yang menghibahkan.

2. Perjanjian Timbal Balik:

Perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua

pihak yang membuat perjanjian. Jadi pihak yang berkewajiban melakukan

suatu prestasi juga berhak menuntut suatu kontra prestasi.26

25

Diakses dari

Misalnya:

perjanjian jual beli dan perjanjian sewa menyewa.

26

(9)

3. Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama:

Perjanjian Bernama atau Khusus:

Perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata Buku

ke tiga Bab V sampai dengan Bab XVIII. Misalnya: perjanjian jual beli, sewa

menyewa, hibah dan lain-lain.

Perjanjian Tidak Bernama:

Perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam undang-undang. Misalnya:

perjanjian leasing, perjanjian keagenan dan Agen, atau perjanjian kredit.

4. Perjanjian Obligatoir dan Perjanjian non obligatoir

Perjanjian Obligatoir:

Suatu perjanjian dimana mengharuskan atau mewajibkan seseorang membayar

atau menyerahkan sesuatu.

Perjanjian non obligatoir27

5. Perjanjian Konsensuil dan Perjanjian Riil

Perjanjian Konsensuil:

Perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara pihak

yang membuat perjanjian.

yaitu perjanjian yang tidak mengharuskan seseorang

untuk membayar/menyerahkan sesuatu. Misalnya balik nama hak atas tanah.

Perjanjian Riil:

Perjanjian yang tidak hanya memerlukan kata sepakat, tetapi barangnya harus

diserahkan. Misalnya: perjanjian penitipan barang Pasal 1741 KUHPerdata.

27

(10)

6. Perjanjian Cuma-Cuma dan Perjanjian Atas Beban28

Perjanjian Atas Beban:

Perjanjian yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu,

berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.

Misalnya: A menyanggupi memberikan kepada B sejumlah uang, jika B

menyerahlepaskan suatu barang tertentu kepada A atauMisalnya: A

menjanjikan kepada B suatu jumlah tertentu, jika B menyerahkan sebuah benda

tertentu pula kepada A

Perjanjian Cuma-cuma:

Perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan bagi salah satu pihak saja.

Misalnya: hibah (schenking) dan pinjam pakai (Pasal 1666 dan 1740

KUHPerdata).

7. Perjanjian Formil:

Perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi Undang-undang

mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara

tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum notaris atau PPAT.

Misalnya: jual beli tanah, undang-undang menentukan akta jual beli harus

dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akta notaris.

8. Perjanjian Campuran:29

a) Perjanjian Penanggungan:

Perjanjian yang terdiri dari beberapa perjanjian didalamnya.

28

Ibid

29

(11)

Suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si

berpiutang (kreditur), mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si

berutang (debitur) manakala orang itu sendiri (debitur) tidak

memenuhinya (wanprestasi).

b)Perjanjian Standar/Klausula Baku:

Perjanjian yang mencantumkan klausul di dalam perjanjiannyadimana satu

pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya dengan

membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena ingkar

janji atau perbuatan melawan hukum.

c) Perjanjian standar/baku dapat dibedakan dalam tiga jenis:

1. Perjanjian baku sepihak

Perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya

di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat dalam hal ini ialah pihak

kreditur yang lazimnya mempunyai posisi kuat dibandingkan pihak

debitur. Misalnya: pada perjanjian buruh kolektif.

2. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah

Perjanjian baku yang mempunyai objek hak-hak atas tanah. Misalnya:

Dalam bidang agraria dapat formulir pengajuan akta hipotek.

3. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat

Terdapat perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah

disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang

(12)

kepustakaan Belanda biasa disebut dengan “contract model”. Misal:

Surat Kuasa, Akte Pendirian.

d) Perjanjian Garansi:

Diperbolehkan untuk menanggung atau menjamin seorang pihak ketiga,

dengan menjanjikan bahwa orang ini akan berbuat sesuatu, dengan

tidak mengurangi tuntutan pembayaran ganti rugi terhadap siapa yang

telah menanggung pihak ketiga itu atau yang telah berjanji, untuk

menyuruh pihak ketiga tersebut menguatkan sesuatu jika pihak ini

menolak memenuhi perikatannya

Syarat-syarat Sahnya Perjanjian

Menurut pasal 1320 KUH Pdt, untuk sahnya perjanjian diperlukan 4

(empat) syarat, yaitu:30

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.

Komariah, SH, M.si menjelaskan syarat-syarat sahnya perjanjian sebagai

berikut:31

30

R. Soebekti dan R. Tjitronudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, cetakan XXV, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1992, hal. 201.

Ad.1) Dengan Sepakat dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang mengadakan

perjanjian itu harus bersepakat, setuju mengenai hal-hal yang pokok dari

perjanjian yang diadakan itu. A yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga

31

(13)

dikehendaki oleh pihak yang lain. Kesepakatan kedua belah pihak dalam suatu

perjanjian itu harus diberikan secara bebas.

Ad.2) kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. Dalam pasal 1330 KUH Pdt

disebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian, yaitu:

a) Orang-orang yang belum dewasa

b) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan

c) Orang perempuan yang telah kawin (dengan adanya UU No.1 Tahun

1974, ketentuan ini tidak berlaku lagi). Menurut pasal 330 KUH Pdt

belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun,

dan tidak lebih dahulu telah kawin. (Komariah175)

Ad.3) Suatu hal tertentu

sebagai syarat ketiga sahnya perjanjian, menurut pasal 1320 KUHPerdata ialah

suatu hal tertentu. Ketentuan untuk hal tertentu ini menyangkut objek hukum atau

mengenai bendanya.

Ad.4) suatu sebab yang halal.

syarat keempat sahnya perjanjian menurut pasal 1320 KUHPer adalah adanya

sebab (causa)yang halal.

Syarat no. 1 dan 2 yakni sepakat mereka yang mengikat dirinya dan

kecakapan membuat suatu perjanjian disebut “syarat subyektif”, karena syarat

tersebut merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh orangnya (subyek huum

dalam perjanjian).

Syarat 3 dan 4 disebut syarat obyektif karena syarat tersebut merupakan

(14)

C. Pengertian Pengangkutan dan hukum pengangkutan

Suatu pejanjian pengangkutan pada dasarnya merupakan suatu perjanjian

biasa, yang dengan sendirinya tunduk pada ketentuan-ketentuan yang berlaku

untuk suatu perjanjian pada umumnya, yaitu tunduk pada ketentuan yang terdapat

dalam Buku ke III KUHPerdata tentang perikatan, selama tidak ada pengaturan

khusus tentang perjanjian pengangkutan dalam peraturan perundang-undangan di

bidang angkutan.

HMN Purwosutjipto mendefinisikan pengangkutan sebagai berikut:

“Perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim. Dimana pengangkut

mengikatkan diri untukmenyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang

dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan kewajiban

pengirim ialah membayar ongkos angkut”. 32

Sedangkan yang dimaksud dengan angkutan adalah suatu keadaan

pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan suatu

tujuan tertentu, baik untuk memperoleh nilai tambah untuk barang/komersial

maupun untuk tujuan non komersial.

Pengangkutan didefinisikan sebagai perpindahan tempat, baik mengenai

benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak dibutuhkan dalam

rangka mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.33

32

Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat (Jalan dan Kereta Api), Penerbit Universitas Trisakti, 2009, hal. 14.

33

Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkatan Laut, Angkutan

(15)

Dalam buku M.N. Nasution pengangkutan didefinisikan sebagai

pemindahan barang dan manusia dari tempat asal menuju tempat tujuannya.

Selanjutnya dijelaskan bahwa proses pengangkutan tersebut merupakan gerakan

dari tempat asal, dimana kegiatan angkutan itu dimulai, ke tempat tujuan, dan

kemana kegiatan pengangkutan diakhiri.34

Selanjutnya menurut Penulis pengangkutan adalah kegiatan memindahkan

sesuatu dari suatu tempat ke tempat tujuan yang menimbulkan hubungan hukum.

Menurut Hasyim Purba:

“Hukum pengangkutan merupakan ketentuan yang mengatur tentang

segala aktivitas pengangkutan yang wajib ditaati bagi setiap yang terlibat di dalam

aktivitas itu. Menurut Sution Usman Adji, dkk hukum pengangkutan adalah

sebuah perjanjian timbal balik, dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang ke tempat tujuan yang

dituju, sementara pihak lainnya (pengirim-penerima; pengirim atau penerima;

penumpang) mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran biaya dalam

rangka pengangkutan tersebut”.35

Dasar hukum pengaturan mengenai hukum pengangkutan di jalan, diatur

dalam:36

1. Kitab Undang-undang hukum dagang (KUHD),

buku I bab V. Bagian 2 dan 3, mulai pasal 90 sampai dengan pasal 98. Dalam

bagian ini diatur sekaligus pengangkutan perairan darat, akan tetapi hanya

34

M.N. Nasution, Jenis-Jenis Hukum Pengangkutan, Surabaya, Cahaya Husana, 2007, hal. 3.

35

Hasim purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2005, hal. 7.

36

(16)

khusus mengenai pengangkutan barang, tidak diatur dalam pengangkutan

orang. Surat angkutan dan perjanjian pengangkutan pasal 90 ayat(1) KUHD

menyebutkan surat angkutan merupakan persetujuan antara si pengirim atau

ekpeditur pada pihak satu dan pengangkut atau juragan perahu pada pihak lain

dan surat ini memuat selain apa yang kiranya telah disetujui oleh kedua belah

pihak, seperti misalnya mengenai waktu dalam mana pengangkutan telah

harus selesai dikerjakan dan mengenai penggantian kerugian dalam hal

kelambatan, memuat juga:

1) Nama dan berat ukuran barang-barang yang diangkut, begitu

juga merek-merek dan bilangannya

2) Nama orang kepada siapa barang-barang dikirim

3) Nama dan tempat si pengangkut atau juragan perahu

4) Jumlah upah pengangkutan

5) Tanggal dan Tanda tangan si pengirim atau ekspeditur.

2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan

(Lembaran Negara RI Tahun 2009 No.96, Tambahan Lembaran Negara No.

5025)37

UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (selanjutnya

disingkat UULLAJ) mulai diberlakukan pada tanggal 22 Juni 2009. UULLAJ

adalah undang yang terakhir diundangkan setelah 3 (tiga)

undang-undang angkutan lainnya terlebih dahulu diundang-undangkan, yaitu, Undang-Undang

No.23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian; Undang-Undang No.17 Tahun 2008

37

(17)

tentang Pelayaran dari Undang-undang No.1 tahun 2009 tentang Penerbangan.

UULLAJ ini terdiri XXII Bab dan 326 Pasal, menggantikan Undang-Undang

No.14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 325.

Pada saat undang-undang ini berlaku, Undang-Undang Nomor 14 Tahun

1992 tentang Lalu lintas dan angkutan Jalan (Lembaran negara Republik

Indonesia nomor 3480) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.38

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Tahun Nomor 49, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap berlaku

sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan

undang-undang ini.

Akan tetapi, semua peraturan pelaksana dari UU No.14 tentang 1992 masih

dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan

yang baru, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 324.

Dalam Pejanjian Pengangkutan barang, obyeknya adalah benda atau

hewan, sedangkan dalam perjanjian pengangkutan orang, obyeknya adalah orang.

Dalam perjanjian Pengangkutan barang ada penyerahan barang atau hewan yang

dikuasakan dan diawasi oleh Pengangkut. Pengawasan dan penguasaan itu akan

lebih berat lagi bila yang diangkut adalah hewan dan pengangkut baru dapat

dimintakan tanggung jawabnya apabila benda-benda itu kurang, rusak,musnah,

38

(18)

atau terlambat sampai di tempat tujuan, sedangkan dalam perjanjian

pengangkutan orang, tidak ada penyerahan kepada pengangkut, yang ada

hanyalah pengangkut berkewajiban untuk mengangkut orang sampai di tujuan

dengan selamat. Begitu juga dengan tanggung jawab pengangkut dengan pihak

ketiga. Tanggung jawab pengangkut terhadap pihak ketiga terjadi diluar

perjanjian pengangkutan, karena posisi pihak ketiga berada diluar angkutan umum

dan bukan penumpang atau pengirim barang

D. Spesifikasi Pengangkutan Gas Elpiji

Pengangkutan gas elpiji dilakukan oleh agen resmi Elpiji yang telah

diberikan izin oleh Pertamina untuk mengangkut serta mengecerkan gas elpiji

tersebut kepada masyarakat di daerah tertentu yang telah ditentukan oleh PT.

Pertamina.

Sebelum dilakukan pengangkutan, dipastikan tabung-tabung Elpiji sudah

dalam keadaan siap kirim, yaitu memenuhi persyaratan:39

a. Seluruh Tabung Elpiji yang diangkut ke atas kendaraan pengangkut telah bebas

dari kebocoran.

b. Tabung harus disusun secara rapi dan dalam posisi berdiri

c. Posisi katup tabung harus berada pada posisi mengarah ke udara terbuka/ ke

atas.

d. Lantai kendaraan pengangkut tabung elpiji harus datar.

e. Tabung harus diikat kencang atau dengan metode lain yang aman untuk

meminimalkan pergerakan, terguling atau kerusakan fisik.

39

Diakses dari,

(19)

f. Penumpukan harus dilakukan secara aman. Tabung elpiji pada tumpukan

paling atas tidak boleh menonjol terhadap batas atas bak kendaraan pengangkut

dan penonjolan tidak boleh melebihi 1/4 dari tinggi tabung bagian atas.

g. Tinggi titik tengah bak truk pengangkut tabung elpiji dari permukaan jalan

tidak boleh lebih dari 95% dari lebar telapak ban terluar yang menyentuh

tanah.

h. Penutupan tabung-tabung diatas truk harus dilakukan dengan diameter penutup

yang cukup sehingga penumpukan tabung lebih stabil dari tinggi penutup harus

cukup agar katup tabung tidak rusak.

i. Penumpukan tabung elpiji ukura diatas 6 Kg sampai 15 kg dalam

pengangkutan maksimal dapat dilakukan dalam 2 susun atau berat maksimum

tumpukan adalah 45 Kg, mana yang lebih kecil.40

j. Jika dalam pengangkutan tabung ditumpuk melebihi ketentuan di atas, maka

truk harus dilengkapi dengan sistem basket/palet atau menggunakan lantai/deck

bersusun.

k. Pengangkutan tabung dari beberapa jenis ukuran, harus mempertimbangkan

aspek keamanan daari resiko guncangan, dan menghindari kerusakan tabung

dan katup.

l. Total beban tabung Elpiji yang diangkut truk tidak boleh melebihi kapasitas

maksimum angkut kendaraan/truk..

40

Referensi

Dokumen terkait

Praktik Pengalaman Lapangan, yang selanjutnya disebut PPL adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk

Penurunan kadar asam sianida dalam koro benguk akibat perendaman dalam air kapur ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Juwita Marriana

Pengelolaan lahan dengan kearifan lokal spesifik lokasi berdasarkan karakteristik dan kemampuan lahan, status hara tanah, kemasaman dan kandungan C-organik serta tanaman yang

Tujuan pada penelitian ini adalah menganalisis uji desktiptif aktiva tidak berwujud berupa modal intelektual dan goodwill perusahaan yang mengumumkan dividen sejumlah

Liken simplek kronik adalah peradangan kulit kronis, disertai rasa gatal, sirkumskrip, yang khas ditandai dengan kulit yang tebal dan likenifikasi. Likenifikasi pada liken

A: Untuk harapan pemerintahan yang baru pasti kita punya harapan yang lebih baik dari pemerintahan sebelumnya, atau paling tidak tetap bisa mempertahankan perekonomian di

(2) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud

Kualitas air boiler ditunjukkan oleh berbagai parameter terukur yang harus berada pada nilai tertentu untuk dapat merepresentasikan kualitas air boiler berada dalam kondisi baik..