• Tidak ada hasil yang ditemukan

Idiom Musikal Minangkabau Dalam Komposisi Karawitan Institut Seni Indonesia Padangpanjang: Sebuah Analisis Dalam Konteks Adaptasi Musikal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Idiom Musikal Minangkabau Dalam Komposisi Karawitan Institut Seni Indonesia Padangpanjang: Sebuah Analisis Dalam Konteks Adaptasi Musikal"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

MUSIK DIATONIS DALAM BEBERAPA ASPEK

Penulis memasukkan perihal musik diatonis ke dalam penelitian ini

dengan tujuan menjelaskan musik diatonis dari aspek-aspek yang nantinya dapat

dijadikan rujukan untuk menentukan sejauh mana seorang komposer, dalam

penelitian ini, mengadaptasi musik diatonis (musik Barat) dalam karya musiknya.

Dari aspek keilmuan musik, dasar-dasar musik Barat dijelaskan dengan konsep

tangganada diatonis, syarat bunyi, elemen musik, dan struktur musik. Dari aspek

penyebaran musik diatonis, akan dijelaskan secara singkat bagaimana masuknya

musik diatonis di Indonesia dan secara khusus di Minangkabau serta tokoh-tokoh

yang berperan.

Beberapa misi Kristen dan sekolah-sekolah Belanda pada masa pra

kemerdekaan sangat berperan dalam penyebaran musik diatonis di Indonesia.

Selain itu, terdapat juga orang-orang Indonesia, khususnya orang Minangkabau

yang menempuh pendidikan musik Barat di Eropa yang kelak juga memberikan

andil yang cukup besar terhadap perkembangan musik Barat di Indonesia. Peran

ini dilakukan terutama melalui institusi akademis.

Suka Hardjana berpendapat bahwa musik diatonis sangat mempengaruhi

kesadaran pendengaran anak-anak Indonesia. Menurut Suka Hardjana setiap anak

Indonesia telah menyesuaikan kesadaran pendengarannya dengan musik tradisi,

musik nasional, dan musik populer. Dua musik yang terakhir adalah diatonis

(2)

Pengaruh musik diatonis bukanlah persoalan sederhana. Suka Hardjana

berpendapat bahwa pengaruh tersebut bukan perkara main-main, tetapi akan

mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam pembentukan budaya musik

anak Indonesia selanjutnya. Berikut kutipan dari pendapat Suka Hardjana tentang

kesadaran pendengaran anak-anak Indonesia yang ia beri judul Tiga Pasang

Telinga. Penulis menyebutnya sebagai Teori Tiga Pasang Telinga.

“Tiga Pasang Telinga”

(3)

Amerika – yang sangat berpengaruh terhadap citra musik dan kesadaran pendengaran ‘telinga ketiga’ anak Indonesia”39

Pendapat Suka Hardjana tentang kesadaran pendengaran anak-anak

Indonesia yang didominasi oleh musik diatonis bisa diperkuat dengan pendapat

Bambang Sugiharto tentang musik Barat. Bambang Sugiharto (2013:282)

mengungkapkan bahwa berbagai jenis musik memiliki kecerdasan dan

kecanggihannya sendiri. Sugiharto memilih musik Barat sebagai contoh tentang

kecerdasan dan kecanggihan dengan beberapa alasan .

40

1. Musik Barat telah merupakan tradisi musik yang paling berpengaruh dan

sangat dominan di dunia kita saat ini. Posisinya serupa dengan bahasa Inggris

atau sains modern dalam sistem pendidikan kita kini. :

2. Banyak hal dalam bahasa musikal yang kita gunakan hingga saat ini memang

berkembang dari dunia Barat juga, seperti sistem notasi, sistem nada, teori

harmoni, dsb.

3. Musik Barat adalah tradisi musik yang tingkat eksplorasinya atas

kemungkinan-kemungkinan musikal sangatlah ekstensif, agresif, dan kritis,

sehinggga pewacanaannya pun telah tergarap sedemikian sistemik dan

mendalam.

Pengaruh musik diatonis sangat mendominasi musik dunia. Musik-musik

yang ingin bertahan hidup ‘terpaksa’ harus beradaptasi. Tonal mayor-minor

bahkan memarjinalkan struktur dan naluri alami dan pendengaran ‘asli’ sebagian

besar penduduk bumi. Semua terpaksa harus menyesuaikan diri atau bahkan

39

Suka Hardjana, 2003. Corat-Coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini. Periksa halaman 272-285.

40Bambang Sugiharto, 2013. “Musik dan Misterinya” dalam buku Untuk Apa Seni? Hal.

(4)

punah dihadapan pengaruh dominan sistem mayor minor – bukan hanya di luar

budaya musik Eropa, tetapi juga di lingkar kebudayaan musik Eropa sendiri41

2.1. Tetrachord Awal

.

Orang Yunani memiliki konsep awal tentang pertangganadaan yang

disebut sebagai tetrachord. Tetrachord merupakan empat nada dengan susunan

interval-interval yang dapat dikombinasikan. Tetrachord ini merupakan cikal

bakal tangganada diatonis yang kita kenal sekarang.

Karl Edmund (2006:24) menuliskan bahwa bangsa Yunani membuat

tangga nadanya, yang disebut tangga nada diatonis atau tangga nada asli dari

rangkaian tetrachord42

41Op. cit. Periksa halaman 130-131.

42 Karl Edmund, 2006. Sejarah Musik jilid 1. Hal. 24.

. Dasar dari semua teori tersebut ialah tetrachord yang

berarti: empat (=tetrares) dawai (=chorda), sesuai dengan kebiasaan pada musik

instrumental asli Yunani yang hanya memakai empat dawai saja. Empat dawai

berarti empat nada yang berasal dari dawai-dawai tersebut.

Sebuah tetrachord disebut diatonis bila pada empat nada tetrachord

tersebut sekurang-kurangnya terdapat dua langkah nada yang utuh (Edmund

2006:24). Nada utuh yang dimaksudkan adalah interval satu laras atau yang lebih

umum dikenal sebagai whole tone atau a tone. Atas dasar susunan nada-nada yang

berinterval utuh pada tetrachord diatonis tersebut maka posisi langkah nada

setengah (semitone; setengah laras; setengah nada) hanya dapat ditunjukkan

(5)

a. Sesudahdua langkah nada yang utuh barulah terdapat langkah setengah nada.

Deretan ini merupakan nada diatonis yang paling asli dari Yunani, oleh karena

itu dinamai doris (dari daerah Yunani: Doris). Susunananya sebagai berikut:

Gambar 1. Tetrakord Dengan Interval Setengah Berada Di Ujung

Perlu dicatat bahwa tangga nada Yunani selalu turun dari nada tinggi ke

nada rendah43

b. Langkah setengah nada terdapat di tengahdua langkah nada yang utuh. Deretan

ini dinamai frigis(dari daerah Asia kecil: Phrygia). Susunannya sebagai berikut: . Hal ini berbeda dari tangga nada yang kita kenal sekarang yang

selalu naik dari nada rendah ke nada tinggi

Gambar 2. Tetrakord Dengan Interval Setengah Berada di tengah

c. Langkah setengah nada terletak sebelum dua langkah nada yang utuh. Deretan

nada ini dinamai lydis (dari daerah Asia kecil lain ialah: Lydia). Susunannya

sebagai berikut:

Gambar 3. Tetrakord Dengan Interval Setengah Berada di pangkal

(6)

Tangga nada yang utuh dihasilkan dari rangkaian dua tetrachord yang

persis sama susunan intervalnya. Dengan demikian diperoleh tiga tangga nada

pokokdari musik Yunani klasik:

a. Tangga nada Doris:

Gambar 4. Susunan interval tangga nada doris

b. Tangga nada Frigis:

Gambar 5. Susunan interval tangga nada frigis

c. Tangga nada Lydis:

Gambar 6. Susunan interval tangga nada lydis

Edmund (2006:25) memberi catatan bahwa ternyata tangga nada doris

Yunani berbeda dengan tangga nada doris Gregorian44

Dari masing-masing tanggga nada pokok di atas masih dapat ditambahi

dengan satu tetrachord lagi. Penambahan tetrachord dari sebelah atas tangga nada

akan menghasilkan tangga nada hyper-, misalnya hyper doris (hyper dalam bahasa

Yunani = atas). Sebaliknya bila sebuah tetrachord ditambahkan dari sebelah atas .

(7)

tangga nada, maka dihasilkan tangga nada hypo-,misalnyahypo frigis (hypo dalam

bahasa Yunani = bawah).

Dengan variasi penambahan tetrachord di atas atau di bawah tangga nada

pokok Yunani kuno maka didapatkan 9 tangga nada sebagai berikut:

b’ a’ g’ f’ e’ d’ c’ b Hyperdoris = Miksolidis

e’ d’ c’ b a g f e Doris

a g f e d c B A Hypodoris = Eolis

a’ g’ f’ e’ d’ c’ b a Hyperfrigis

d’ c’ b a g f e d Frigis

g f e d c b A G Hypofrigis = Yonis

g’ f’ e’ d’ c’ b a g Hyperlydis

c’ b a g f e d c Lydis

f e d c B A G F Hypolidis

2.2. Modalitas Gregorian

Estetika musik Gregorian sangat bergantung pada modalitas. Edmund

(2006:87) mengatakan bahwa kekayaan estetik musik Gregorian hanya dapat

dimengerti bila modalitas dipahami. Modalitas Gregorian merupakan hasil mata

pelajaran “Musica” yang diajarkan dan dilatih dalam semua sekolah di Eropa

sepanjang Abad Pertengahan. Buku-buku yang menerangkan tentang tangga nada

Gregorian disusun oleh beberapa biarawan, seperti misalnya: Hucbald dari biara

St. Amand (840-930). Pengarang ini menjadi terkenal karena tulisannya De

harmonica institutione. Harmonica institutione diartikan sebagai tangga nada.

Lebih lanjut Edmund menuliskan bahwa dalam buku tersebut dipakai nama-nama

(8)

nama-nama tersebut digunakan secara berlainan. Menurut Edmund (2006:87)

perubahan agak aneh ini mungkin disebabkan oleh:

a. Karena praktek menyanyikan tangga nada-tangga nada ini berlainan dengan

metode yang biasa dalam kebudayaan Yunani klasik: dulu dimulai dari atas ke

bawah; pada Abad Pertengahan orang mulai menyanyikan tangga nada dari

bawah ke atas—suatu metode baru yang akan diteruskan sampai zaman

modern ini.

b. Karena pengaruh Boethius (480-524). Meskipun baru lahir sesudah keruntuhan

kerajaan Romawi (tahun 476) toh seringkali disebut sebagai ‘orang Romawi

sejati yang terakhir’, sebab berkat Boethius ini abad Pertengahan mewarisi

banyak kekayaan dari kebudayaan Yunani klasik. Hanya sayang sekali,

interpretasi Boethius tentang musik Yunani telah dibuktikan kurang benar.

Namun demikian pengaruh mental filsuf ini pada Abad Pertengahan mengenai

nama-nama tangga nada Yunani antara lain dapat diterangkan karena kurang

informasi ilmiah tentang kebudayaan Yunani.

2.2.1. Tetrachord Gregorian

Sebagaimana halnya musik klasik Yunani musik Gregorian juga

didasarkan pada tetrachord. Tetapi, tetrachord Gregorian terdiri dari nada

D-E-F-G (bergerak naik). Tetrachord ini dikembangkan menjadi empat tangga nada

Gregorian otentik, salah satunya adalah doris yang dimulai dari nada D.

Bandingkan dengan tetrachord doris dari Yunani kuno yang dimulai dari nada

(9)

menamai sebuah tangga nada Yunani kuno dan Gregorian. Namun, menurut

hemat penulis, konsep tentang interval diatonis dalam setiap tetrachord dari kedua

masa (Yunani kuno dan Gregorian) tersebut tetap dipertahankan yaitu kombinasi

dari dua tonos dan satu semi tonos.

Dari keempat nada yang ada dalam tetrachord Gregorian (D-E-F-G)

disusun empat tangga nada Gregorian otentik, dengan nada D atau E atau F atau G

sebagai nada dasar/finalis (=penutup).

2.3. Syarat Bunyi (Sound Property)

Sebelum menguraikan elemen musik, Kerman (1987:10) mengemukakan

tiga properti (sifat) bunyi yaitu adanya frekuensi, timbre, dan volume. Ketiga

istilah ilmiah tersebut berhubungan dengan istilah musik pitch, tone color, dan

dynamic.45

1. Frekuensi

Frekuensi berhubungan dengan kecepatan atau tingkat vibrasi dalam

sebuah benda yang memproduksi bunyi. Frekuensi yang lebih tinggi

menghasilkan bunyi yang lebih tinggi pula. Semakin pendek sebuah benda yang

bervibrasi maka bunyi semakin tinggi. Sebuah piccolo bunyinya lebih tinggi dari

pada sebuah trombon karena piccolo meliputi getaran udara dalam tabung yang

lebih pendek. Jika kita meniup permukaan mulut botol yang berisi air di

dalamnya, maka bunyi akan lebih tinggi jika ruang udara dalam botol semakin

kecil.

(10)

Fenomena ini juga belaku untuk dawai. Semakin pendek dawai maka

fekuensinya atau terdengar semakin tinggi. Nada secara berurutan akan semakin

tinggi bila panjang dawai yang bergetar meliputi setengah, seperempat,

seperdelapan dari dawai, dan seterusnya.

Fraksi atau bunyi sampingan disebut partials atau overtones. Bunyi

overtone terdengar lebih lemah (lembut) dari pada bunyi utama.

2. Timbre

Timbre merupakan kualitas bunyi yang kerap disebut tone “color” sangat

tergantung pada jumlah atau proporsi dari overtones. Dalam sebuah flut, aliran

udara menggetarkan keseluruhan panjang tabung dan semakin berkurang dalam

setengah atau seperempat panjang tabung, sehingga hanya ada sedikit overtones.

Di lain pihak, senar-senar violin bergetar serempak dalam banyak subsegment

(ruas) sehingga violin kaya dengan overtones.

3. Volume

Volume atau tingkat kelantangan bunyi bergantung pada amplitudo dari

getaran, atas sebarapa jauh atau keras sebuah senar atau getaran aliran udara.

Sebagai contoh, pada sebuah gitar, volume tergantung pada seberapa kuat kita

memetik senarnya. Frekuensi tidak akan berubah.

Pemain alat musik tiup mengontrol volume dengan mengatur tekanan

angin yang dihasilkan dari tiupan. Bukanlah kebetulan bahwa kelantangan dalam

musik diasosiasikan dengan tenaga atau kekuatan.

Synthesizer, tidak seperti kebanyakan alat musik tradisional yang dayanya

(11)

benda-benda elektronik. Sebuah synthesizer terdiri dari tiga elemen dasar: 1)

sebuah jaringan osilator elektronik, amplifier, speaker, dan mekanisme lainnya

untuk memproduksi dan memanipulasi bunyi; 2)sebuah alat untuk memilih dan

menentukan jenis dan kualitas bunyi yang akan dihasilkan—umumnya sebuah

keybooard untuk not dan mengontrol tone color; 3) sebuah komputer atau

microchip untuk menterjemahkan perintah-perintah dalam bentuk getaran bunyi.

Ronald Pen (1992:12-17) mengemukakan elemen dasar (basic element)

dari bunyi adalah: duration, pitch, dynamic, dan timbre. Menurut Pen, keempat

elemen dasar inilah yang digunakan untuk menyusun musik46

2.4. Elemen Musik (Music Element)

.

Jika kita bandingkan pendapat Kerman dan Pen, mereka hanya berbeda

satu elemen duration dalam hal properti atau elemen dasar bunyi. Penulis

berpendapat bahwa duration berhubungan erat dengan hal waktu dan sangat

penting dalam pembentukan rhythm,sebab rhythm merupakan unsur penting

dalam musik. Dengan demikian, pendapat Pen telah mencakup semua properti

bunyi yang diajukan oleh Kerman.

Kerman (1987:12)memaparkan, bahwa elemen (bagian penting) musik

terdiri dari: pitch, dynamics, tone color, scales, rhythm, tempo,dan pictch and

time.47

46 Ronald Pen, 1992. Introduction to Music. Hal. 12-17.

47

(12)

2.4.1. Pitch (Tinggi-rendah)

Kita dengan jelas dapat mendengarkan bunyi-bunyi, seperti bunyi tinggi

dan bunyi rendah. Kita memberi sifat kepada bunyi tersebut dengan kata tinggi

dan rendahuntuk menggambarkan bunyi-bunyi itu dalam keraguan yang penuh

tanya, walaupun tidak dengan menggunakan alat yang layak. Kerman (1987:12)

menyebutkan, bahwa kualitas tinggi-rendahnya bunyi disebut pitch.48

Menurut Kerman (1987:12) pengalaman kita tentang pitch diperoleh

ketika kita masih kecil

Bunyi dihasilkan dari getaran yang sangat cepat dari senar yang tegang,

gong, bell, aliran udara dalam pipa,dan benda-benda lainnya. Tinggi rendahnya

sebuah bunyi ditentukan oleh cepatnya sebuah getaran. Pengukuran ilmiah dari

pitch adalah seberapa banyak jumlah getaran perdetik. Contoh, saat permulaan

latihan, sebuah orkestra melakukan tuning dengan pitch A, dan sebuah band

melakukan tuning dengan Bb (B mol). Not-not tersebut dapat dicek dengan

sebuah garpu tala atau sebuah alat tuning elektronik.

Lazimnya, jika bunyi-bunyian digunakan dalam musik, maka pitch-nya

harus difokuskan. Jadi, tidak kabur atau tidak tetap seperti sebuah bising yang

tinggi atau rendah. Suara knalpot sepeda motor dianggap sebagai noise (bising)

karena pitch-nya tidak difokuskan pada sebuah frekuensi tertentu. Namun

demikian, ada alat musik yang penalaannya tidak berdasarkan frekuensi tertentu,

seperti dram, simbal, cow bell, dan sebagainya.

49

48 Joseph Kerman. Ibid. hal. 12.

49 Joseph Kerman. Ibid. hal. 12.

. Bayi yang baru berumur beberapa jam dapat merespon

(13)

tinggi dan mana yang rendah. Bayi-bayi itu sangat responsif terhadap bunyi yang

tinggi. Biasanya bunyi yang tinggi itu mereka kenal dari suara ibunya.

Berikut ini adalah rentang suara yang normal. Rentang suara ini lazim

digunakan saat bercakap-cakap atau bernyanyi oleh pria maupun wanita. Kerman

mendeskripsikannya dalam notasi berikut:

Gambar 7. Rentang suara normal sebagaimana dalam sebuah chorus

2.4.1.1. Interval: Oktaf

Kerman (1987:13) mendefinisikan interval sebagai perbedaan, atau jarak,

antara sebarang dua pitch. Dari sekian banyak perbedaan interval yang digunakan

dalam musik, sebuah interval memiliki karakter khusus yang membuatnya secara

khusus menjadi penting yaitu interval oktaf.

Interval oktaf merupakan jarak antara dua nada di mana kedua nada

tersebut sama tetapi tidak identik. Nada yang satu menduplikasi nada yang lain

dalam jarak oktaf. Duplikasi inilah yang disebut dengan oktaf.

Jika pria dan wanita menyanyikan lagu yang sama, maka secara insting

(14)

jarak oktaf. Jika kita tanyakan pada mereka, maka mereka akan menjawab bahwa

mereka sedang menyanyikan lagu yang sama.

Interval oktaf digunakan untuk menentukan seberapa lebar rentang suara

manusia atau sebuah alat musik. Rata-rata suara manusia dan alat musik memiliki

rentang dua hingga tiga oktaf. Kecuali beberapa alat musik, misalnya piano

memiliki rentang suara hingga tujuh oktaf.

Interval nada-nada dalam satu oktaf dari sebuah tangga nada diatonis

C,D,E,F,G,A,B,c adalah sebagai berikut:

C-C = perfect first(prim murni) C-G = perfect fifth (kuint murni)

C-D = major second (sekonde besar) C-A = major sixth(sekt besar)

C-E = major third (ters mayor) C-B = major seventh(septim besar)

C-F = perfect fourth (kuart murni) C-c = perfect eighth (oktaf murni)

2.4.2. Dinamik (Dynamic)

Syarat dasar kedua dari bunyi musikal adalah loudness atau

softness(kelantangan atau kelirihan) atau disebut dynamic (dinamik).

Ilmuan mengukur dinamik secara kuantitatif dalam satuan yang disebut

decibels (db); gergaji mesin kelantangan bunyinya kira-kira 85 db, dan

operatornya terpaksa mengenakan peredam bunyi di telinga. Seorang ahli

kesehatan pernah mengukur sistem pengeras suara musik rock yang mencapai

(15)

Musisi menggunakan istilah dalam bahasa Italia untuk menggambarkan

dinamik, sebab di masa-masa awal dulu, orang Italia menguasai kancah musik

Eropa. Beberapa contoh istilah dinamik:

pianissimo (pp) sangat lembut

piano (p) lembut

mezzo piano (mp) agak lembut

mezzoforte (mf) agak keras

forte (f) keras

fortissimo (ff) sangat keras

Kadang-kadang perubahan dinamik terjadi dengan tiba-tiba (subito)

kadang secara berangsur-angsur lantang atau lirih. Berikut adalah istilah dan

notasi perubahan dinamik (kadang-kadang disebut “pasak sanggul”):

crescendo (cresc.)

(berangsur-angsur lantang)

decrescendo(decresc.) atau diminuendo (dim)

(berangsur-angsur lirih)

2.4.3. Warna bunyi(Tone color)

Kerman (1978:14) mengatakan, bahwanot-not tunggal dalam musik, baik

keras maupun lembut, secara umum berbeda kualitas

bunyinya.50

50 Joseph Kerman. Ibid. hal. 14.

(16)

memproduksinya. Kerman memberikan istilah tone color untuk menandai kualitas

bunyi tersebut.

Tone color hampir tidak mungkin untuk digambarkan. Orang

kadang-kadang menggunakan istilah yang kurang pas seperti bright, harsh, hollow, atau

brassy. Kerman menuliskan, Tone color adalah elemen musikal yang dengan

mudah dapat dikenali. Orang yang tidak dapat menyanyikan sebuah lagu pun

dapat membedakan bunyi dari berbagai alat musik melalui nama instrumen

tersebut. Setiap orang dapat mendengar perbedaan antara bunyi yang halus, bunyi

yang penuh dari violin, bunyi cemerlang dari trumpet, dan gebukan dram.

Tetunya sangat mengagumkan bagaimana alat-alat musik yang berbeda

dipertemukan dalam sebuah kelompok untuk memproduksi tone coloryang

berbeda. Saat ini teknologi komputer memungkinkan penemuan bunyi-bunyi baru.

2.4.4. Tangga nada(Scales)

Kerman (1978:15) mengatakan, musik tidak dibuat berdasarkan

keseluruhan rentang bunyi yang secara alami ada di alam, tetapi dibuat

berdasarkan sejumlah pitch yang sudah ditetapkan dalam setiap ruas oktaf.51

Pitch mana yang digunakan dalam sebuah scaledan berapa banyak dalam

setiap oktafnya adalah berbeda dari satu kultur dengan kultur yang lain. Dua belas Pitch

tersebut dapat disusun dalam sebuah kumpulan yang disebut scale (“ladder”=

tangga atau jenjang). Kerman menambahkan, sebenarnya sebuah scalemerupakan

sekumpulan pitch yang disediakan untuk membuat musik.

(17)

pitch telah ditetapkan sebagai yang paling banyak digunakan dalam berbagai

musik. Lima nada digunakan di Jepang, sebanyak 24 nada digunakan di

negeri-negeri Arab, dan Eropa Barat pada dasarnya menggunakan tujuh nada.

Menurut Ronald Pen, sebuah scale (tangga nada) adalah serangkaian

nada-nada yang berurutan yang merupakan dasar dari pengaturan susunan melodi dan

harmoni52

2.4.5. Tangga nada diatonis (The Diatonic scale)

. Tangga nada memberikan kerangka susunan yang berjenjang untuk

mengorganisasikan konsonan dan disonan dalam sebuah kerangka tonal.

Pendapat Kerman dan Pen tentang tangga nada dapat disimpulkan sebagai

sekumpulan pitch yang berurutan yang digunakan sebagai dasar untuk menyusun

melodi dan harmoni. Sekumpulan pitch sebagai penyusun tangga nada dalam

musik Barat terdiri dari tujuh nada.

Kerman (1978:15) menjelaskan, bahwa rangkaian tujuh nada yang secara

asli digunakan dalam musik Barat disebut tangga nada diatonik53

Menurut Kerman, Siapa pun yang mengetahui rangkaian “do, re, mi, fa,

sol, la, si, do” berarti ia terbiasa dengan tangga nada diatonis. Oktaf dapat dihitung

dengan memulai dari “do” pertama sebagai satu dan diakhiri dengan “do” kedua . Tujuh nada

tersebut berasal dari era Yunani kuno, dan masih digunakan hingga saat ini. Bila

nada pertama diulang dengan duplikasi nada yang lebih tinggi, keseluruhannya

berjumlah delapan nada—oleh karena itu dinamakan “octave” berarti “delapan

jengkal”.

52 Ronald Pen, 1992. Introduction to Music. Hal. 77.

(18)

sebagai delapan. Serangkaian tuts putih pada piano atau keyboard merupakan

merupakan tangga nada ini (diatonis). Berikut ini sebuah gambar not-not pada

keyboard dengan rentang dua oktaf serta posisi not-not tersebut pada garis

paranada.

Pendapat Kerman di atas menyatakan bahwa orang yang mengetahui

rangkaian tangga nada diatonik dianggap sudah terbiasa dengan tangga nada

tersebut. Hal ini sangat berhubungan erat dengan dengan tetrakord diatonik yang

ada dalam musik Minangkabau.

Gambar 8. Posisi nada-nada keyboard dalam notasi balok

(Sumber : Kerman)

2.4.5.1. Tangga nada kromatik (The Chromatic scale)

Pada sebuah periode terakhir, lima buah pitch lagi ditambahkan di antara

tujuh nada anggota tangga nada diatonis, hingga berjumlah dua belas. Berikut ini

tangga nada kromatik yang disajikan dengan rangkaian dari not-not (tuts) pada

(19)

Gambar 9. Nada-nada kromatik

(Sumber : Kerman)

2.4.5.2. Instrumen dan tangga nada (Scales and instrument)

Hingga masa kini, musik Barat menggunakan 12 pitch dari tangga nada

kromatik yang diduplikasi dalam semua tingkatan oktaf dan pada dasarnya tidak

ada tangga nada yang lain54

Instrumen lain, seperti violin dan trombon gelincir (slide) memiliki

rentang pitch yang berkesinambungan (seperti sirine atau suara manusia). Dalam

menguasai instrumen ini, salah satu yang harus dikuasai adalah mempelajari . Banyak jenis instrumen yang didisain untuk

menghasilkan pitch yang khusus: gitar dengan fret, lobang-lobang yang terukur

secara cermat pada flute, dan serangkaian senar yang tersetem pada piano dan

harpa. Termasuk juga, katup-katup dan pipa-pipa pada trompet dan tuba yang

didisain sedemikian rupa agar bisa mengahasilkan pitch kromatik.

(20)

bagaimana cara mengambil sebuah pitch dengan tepat sebagai sebuah patokan.

Hal ini disebut sebagai playing in tune (bermain dalam keselarasan).

2.4.5.3. Langkah setengah dan langkah penuh (Half steps and whole steps)

Ada dua macam langkah nada yaitu langkah setengah (half step) dan

langkah penuh (whole step).

1. Interval paling kecil adalah langkah setengah (half step), atau semitone, yang

merupakan jarak antara dua not yang bergerak dari scale kromatik. Langkah

setengah merupakan interval antara not-not yang paling dekat. Jarak dari E ke

F dan dari B ke C adalah setengah langkah; demikian juga dari F ke F kres

(F#), G ke A flat (Ab), dan seterusnya.

2. Langkah penuh (whole step) atau nada penuh,ekuivalen dengan dua langkah

setengah atau dua semi tone. D ke E, E ke F#, F# ke G#, dan seterusnya.

Gambar 10. Whole step dan Semitone

(21)

2.4.6. Rhythm (Ritme)

Rhythm, dalam pengertian yang paling umum adalah, istilah yang merujuk

pada keseluruhan aspek waktu dari musik55

2.4.6.1. beat (ketukan)

. Joseph Kerman menjelaskan aspek

waktu dalam musik dengan istilah-istilah beat, accent, meter, dan rhythm and

rhythms.

Beat merupakan satuan ukuran waktu dalam musik. Seseorang dapat

dengan mudah mengetukkan waktu dalam musik dengan mengayunkan tangan

atau mengetukkan kaki seirama dengan yang dilakukan oleh konduktor dengan

button-nya(tongkat kecil pengaba). Para komposer harus memanipulasi dan

mengelola elemen waktu sebagaimana tangga nada, harmoni, instrumentasi, dsb.

Mereka (komposer) menata (mengontrol) waktu sebagai mana seorang pelukis

menata ruang dalam dimensi dua atau seorang arsitek menata ruang dalam

dimensi tiga. Hanya dengan mengukur dan mengontrol waktu, para komposer

dapat menentukan kapan sebuah efek artistik dapat diterapkan56

2.4.6.2. accent (tekanan)

.

Lazimnya waktu jam diukur dalam detik, dan waktu musik diukur dalam

beats(ketukan-ketukan). Terdapat perbedaan penting antara detik jam dengan

ketukan waktu dalam permainan dram. Secara mekanis detik jam selalu sama,

tetapi sebenarnya tidaklah mungkin untuk mengetuk (to beat) waktu tanpa

55Joseph Kerman. Ibid. Hal. 18.

(22)

membuat beberapa beat lebih tegas dari yang lainnya. Penegasan ini di sebut

sebagai pemberian accent (tekanan) pada sebuah beat57

2.4.6.3. Meter (meter)

.

Cara alami dalam mengetuk waktu adalah dengan bergantiannya ketukan

kuat dan lemah dalam sebuah pola sederhana seperti: satu dua, satu dua, satu dua

atau satu dua tiga, satu dua tiga, satu dua tiga. Jadi, dalam mengetuk waktu tidak

hanya berarti mengukurnya tetapi juga mengelompokkannya, paling tidak dalam

bentuk biner atau terner. Dengan cara inilah mengapa sebuah dram dikatakan

sebagai intrumen musikal sedangkan sebuah jam tidak.

Setiap pola ketukan kuat dan lemah yang berulang-ulang disebut meter.

Meter adalah suatu pola kuat/lemah yang berulang-ulang untuk membentuk

sebuah denyut yang teratur dan berkesinambungan58

Gambar 11. Birama dan garis bar

. Setiap unit dari pola

berulang tersebut terdiri dari sebuah beat kuat dan satu atau lebih beat yang lebih

lemah, ini disebut sebagai mausure (birama) atau bar.

Dalam notasi musik, measure ditandai dengan garis vertikal yang disebut

garis bar.

Ada dua jenis dasar penggunaan simple meter (meter sederhana), yaitu

duple meter dan triple meter. Kombinasi dari keduanya membentuk compound

(23)

meter (birama gabungan)59

2.4.6.4. rhythm dan rhythms

. Contoh pola duple meter: 1 2 1 2 1 2 1 2. Contoh pola

triple meter: 12 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3. Contoh pola compound meter: 1 2 3 4 5 6 1

2 3 4 5 6 12 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6.

Kerman telah menegaskan bahwa istilah rhythm merujuk pada keseluruhan

aspek waktu dari musik. Dalam pengertian yang lebih spesifik rhythms merujuk

pada susunan khusus dari panjang-pendek not dalam melodi atau bagian musik

lainnya.

Dalam sebagian besar musik Barat, duple, triple, atau compound meter

berperan sebagai latar belakang yang bersifat teratur melawan rhythm yang

sebenarnya selalu lebih kompleks. Sepanjang rhythm bertepatan dengan meter,

kemudian berjalan dengan caranya sendiri, bermacam-macam ragam, tension

(tegangan), dan kehebohan dapat terjadi.

2.4.7. Tempo

Istilah tempo merujuk pada kecepatan perpindahan beat. Sering juga

disebut sebagai laju beat. Dalam musik yang bersifat metris, tempo merupakan

kecepatan dasar, beat-beat yang beraturan dari sebuah meter saling mengikuti satu

sama lain.

Tempo dapat diekspresikan secara kuantitatif dengan petunjuk seperti

, berarti 60 (not seperempat) beats per menit. Petunjuk demikian adalah

(24)

tanda metronom. Metronom 100 adalah sebuah rata-rata tempo mars yang tenang;

42 adalah sangat lambat, 160 adalah sangat cepat.

2.4.7.1. tempo indications (petunjuk tempo)

Nada-nada dalam musik memiliki durasi relatif. Laju beat pun bersifat

relatif. Bila para komposer memberikan arahan untuk tempo (laju beat), mereka

biasanya lebih suka menggunakan istilah-istilah yang umum. Istilah konvensional

yang digunakan sebagai petunjuk tempo adalah dalam bahasa Italia.

Petunjuk tempo yang lazim digunakan:

adagio : lambat

andante : mendekati lambat, tapi tidak terlalu lambat

moderato : sedang

allegretto : mendekati cepat, tapi tidak terlalu cepat

allegro : cepat

presto : sangat cepat

Petunjuk tempo yang jarang digunakan:

lento, largo, grave : lambat, sangat lambat

larghetto : agak lebih cepat dari pada largo

vivace, vivo : berkesan

molto allegro : lebih cepat

(25)

2.5. Pitch dan Time: Dua dimensi musik

Pitchdan time merupakan dua dimensi penting atau merupakan koordinat dari

musik. Grafik pitch dengan pembacaan turun naik berada pada sumbu vertikal,

dan time yang bergerak dari kiri ke kanan pada sumbu horizontal dapat membantu

dalam konseptualisasi musik sebagai mana grafik harga makanan dan waktu yang

dapat membantu kita melacak perubahan harga di toko grosir dari bulan ke bulan.

Faktanya, demikian pulalah grafik pitch/time menjadi sangat terkait erat dengan

notasi musik. Dalam notasi musik, tinggi dan rendahnya nada-nada ditempatkan

pada kisi-kisi yang berderet secara horizontal yang sesekali bersilangan dengan

garis-garis vertikal. Garis-garis vertikal menandai pitch, dari rendah ke tinggi;

garis-garis horizontal menandai waktu dalam pecahan menit (seperti bulan atau

minggu, sebagaimana indeks harga):

Grafik 1. Grafik dua dimensi musik (pitch dan time)

(Sumber : Kerman)

2.6. The Structures of Music(Struktur Musik)

Musik terdiri dari struktur sederhana dan kompleks yang dibangun dari

pitch, ritme, tone color, dan dinamik. Keempat elemen ini tidak bisa dipsahkan

(26)

2.6.1. Melody (Melodi)

Kerman (1987) mendefenisikan melodi sebagai perpindahan serangkaian

nada yang dimainkan atau dinyanyikan dalam sebuah ritme tertentu60

2.6.2. Texture (Anyaman)

. Pen (1992)

mendefenisikan melodi sebagai urutan perpindahan interval yang merupakan ide

musikal yang bertalian secara logis. Penulis menyimpulkan pendapat Kerman dan

Pen tentang melodi sebagai suatu ide yang tertuang dalam bentuk perubahan

interval dalam ritme tertentu.

Kerman (1987) menjelaskan bahwa tekstur merupakan istilah yang

digunakan untuk menyatakan perpaduan berbagai macam bunyi dan melodi

(banyak melodi) yang terjadi secara serempak dalam sebuah musik.

Tekstur yang paling sederhana adalah sebuah melodi tanpa iringan yang

disebut sebagai monofoni(monophony). Bila dua atau lebih melodi dimainkan atau

dinyanyikan secara bersamaan maka perpaduan tersebut dinamakan sebagai

polofoni(polyphony). Tekstur polifoni ada yang bersifat imitatif ada yang tidak.

Polifoni imitatif (imitative poliphony) terjadi bila beberapa jalur suara berbunyi

bersama dengan menggunakan melodi yang sama atau mirip, tetapi dimulai pada

waktu yang tidak bersamaan sehingga satu melodi disusul oleh melodi lainnya

dalam jeda interval waktu tertentu. Sedangkan polifoni nonimitatif (nonimitative

poliphony) terjadi bila beberapa melodi memang berbeda secara esensi. Bila ada

sebuah melodi saja dikombinasikan dengan bunyi-bunyi yang lain maka tekstur

(27)

ini disebut homofoni (homophony). Bisa saja berupa sebuah melodi yang diringi

dengan akor-akor atau setiap pergerakan nada yang diharmonisasi dengan sebuah

akor tertentu seperti yang kita dapati pada himne koor atau lagu himne (hymn

tune).

Harmoni merupakan bagian dari tekstur. Sebuah melodi dapat

diharmonisasi dengan banyak cara menggunakan akor-akor yang berbeda.

Kerman (1987) berpendapat bahwa, keseluruhan efek dari musik bergantung pada

perluasan akor-akor natural tersebut yang secara umum di sebut harmoni.

Grafik 2. Grafik tekstur

(28)

Grafik 3. Grafik tekstur polifoni imitatif

(Sumber : Kerman)

Grafik 4. Grafik tekstur polifoni non imitatif

(29)

Grafik 5. Grafik tekstur homofoni

(Sumber : Kerman)

2.6.3. Key dan Mode

Key berkaitan dengan tonalitas yang mengacu pada kombinasi susunan

interval tertentu. Menurut Kerman (1987) key bisa diawali oleh sebarang nada

sehingga tersusun menjadi sebuah key mayor atau minor. Misalnya, berawal dari

nada C dengan skala interval 1-1-1/2-1-1-1-1/2 akan dihasilkan susunan

C-D-E-F-G-A-B-C dengan nama key C mayor. Jika skala yang sama kita gunakan dengan

nada permulaan D akan dihasilkan susunan D-E-Fis-G-A-B-Cis-D maka kita

dapatkan key D mayor. Bila nada permulaan C dengan skala interval

1-1/2-1-1-1/2-1-1 akan dihasilkan susunan C-D-Es-F-G-As-Bes-C dengan nama key C

minor. Jika skala yang sama kita gunakan dengan nada permulaan A akan

(30)

Posisi nada permulaan yang berbeda-beda dengan skala interval yang sama inilah

yang dimaksud dengan key.

Ronald Pen (1992) mengatakan, secara struktur, delapan buah not yang

menyusun mode menyerupai pola dari langkah penuh (whole step) dan langkah

setengah (hal step) yang terdapat dalam mode mayor dan minor. Setiap mode

memiliki pola half step yang unik. Berikut ini adalah susunan tujuh mode dengan

posisi half step yang berbeda-beda:

Ionian

Dorian

Phrygian

Lydian

Mixolydian

Aeolian

(31)

Gambar 12. Skala mode mayor dan minor

(32)

Musik dengan struktur yang telah dirancang sedemikian rupa diwujudkan

dengan permainan berbagai alat musik. Sebagai contoh adalah ansambel besar

berupa orkestra yang terdiri dari seksi gesek (strings): violin, viola, cello, dan

kontra bas; tiup kayu (woodwind): flut, obo, klarinet, dan bason; tiup logam

(brass): trompet, horn, trombon,dan tuba, dan perkusi (percussion): timpani,

vibrafon, marimba, bell, grand cassa, simbal, dsb.

Gambar 13. Penataan alat musik dalam orkestra

(Sumber : Kerman)

2.7. Bentuk dan Stil Musik (Musical Form dan Musical Style)

Kerman (1987) menyatakan, bahwa bentuk secara umum merupakan

(33)

dinamik, tone color, melodi, tonalitas, dan tekstur61. Sedangkan stil merupakan kebiasaan atau kecenderungan seorang komposer dalam menggunakan ritme,

melodi, harmoni, tone color, bentuk tertentu, dsb62

2.7.1. Bentuk Musik(Form in Music)

.

Bentuk musikal, sebagai pola yang baku, biasanya ditunjukkan dengan

huruf-huruf. Dua faktor yang menghasilkan bentuk musik adalah: repetisi dan

kontras. Bentunya ditulis dengan diagram A B A, A sebagai elemen repetisi dan B

sebagai kontras. Jika pada A terjadi modifikasi maka secara konvensional ditandai

dengan A' sehingga susunan dapat berupa A B A'

2.7.2. Stil Musik(Musical Style)

Menurut Bambang Sugiharto (2013:283) Styleadalah cara

khasmemperlakukan unsur-unsur musikal seperti: melodi, ritme, warna tone,

dinamika, harmoni, tekstur, dan bentuk63

61

Ibid. Hal. 56

62Ibid. Hal. 60

63 Bambang Sugiharto, 2013. “Musik dan Misterinya” dalam buku Untuk Apa Seni? Hal.

283.

. Sugiharto menerangkan bahwa, Style

musik itu berubah-ubah dari zaman ke zaman, meskipun batas perubahan itu tidak

selalu sangat jelas, tidak mendadak dan tegas. Selanjutnya dijelaskan, bahwa

Stylememang bisa menunjuk gaya pribadi seseorang komposer, sekelompok

(34)

tertentu. Menurut periode stilistiknya musik-seni di Barat dapat dibagi ke dalam

kategori sebagai berikut64

1. Abad Pertengahan (450-1450) :

2. Renaisanse (1450-1600)

3. Barok (1600-1750)

4. Klasik (1750-1820)

5. Romantik (1820-1900)

6. Modern (1900-1950)

7. Kontemporer (1950- )

2.8. Musik Diatonis di Sekolah-Sekolah

Pelajaran musik di sekolah-sekolah umum di Indonesia wajib diisi dengan

materi pembelajaran lagu-lagu nasional yang juga kita kenal sebagai lagu-lagu

wajib nasional. Sejak Sekolah Dasar, bahkan Taman Kanak-Kanak, hingga

Sekolah Menengah Tingkat Atas anak-anak Indonesia secara tidak langsung sudah

fasih menyanyikan lagu-lagu yang berdasarkan sistem nada diatonis. Selain dari

pelajaran musik di sekolah, anak-anak Indonesia juga terbiasa dengan

musik-musik populer Indonesia dan Barat (Amerika) yang juga didominasi oleh sistem

nada diatonis.

PaEni (2009) menuliskan, bahwa di sekolah-sekolah pelajaran menyanyi

masuk ke dalam kurikulum, dan isinya adalah menyanyi dalam sistem nada

(35)

diatonik65

Sebagai sebuah karya musik, lagu kebangsaan kita Indonesia Raya

diciptakan oleh Wage Rudolf Soepratman melalui aturan nada yang umum

dikenal di seluruh dunia. Aturan nada yang dikenal di seluruh dunia ini disebut

diatonis (Remy Sylado, 1983:8)

. PaEni berpendapat bahwa orientasi musik anak sekolahan adalah ‘ke

Barat’. Bersama dengan sistem nada diatonik tersebut diperkenalkan pula

instrumen-instrumen musik dari Eropa seperti biola, piano, gitar, dan sebagainya.

Sekali dalam hidup, kita tentu pernah mengalami peristiwa musik.

Setidak-tidaknya setiap upacara bendera khususnya pada hari kemerdekaan

Republik Indonesia tanggal 17 Agustus semua murid Sekolah Dasar, Sekolah

Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Perguruan Tinggi, kantor-kantor

pemerintahan, dan organisasi-organisasi sosial politik serta seluruh rakyat

Indonesia, secara langsung atau pun tidak, tentunya pernah menyanyikan lagu

Indonesia Raya.

66

. Sylado mengatakan bahwa perkataan diatonis

dipetik dari bahasa Latin, diatonicus, maksudnya nada-nada yang terdiri dari tujuh

jenis bunyi yang ditulis di atas garis titi, yaitu do re mi fa sol la si67

2.9. Tetrachord Diatonis dalam Lagu-Lagu Tradisional Minangkabau

.

Karawitan Minangkabau yang berasal dari Darek (Luhak Tanah Datar,

Luhak Agam, Luhak Lima Puluh Kota) juga memiliki sistem tangga nada yang

mirip dengan konsep diatonis seperti yang dikemukakan dalam kajian sejarah

65

Mukhlis PaEni, 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia: Seni Pertunjukan dan Seni

Media. Hal. 102.

66 Remy Sylado, 1983. Apresiasi Musik. Hal. 8

(36)

musik68

a. Lagu Malereang Tabiang:

. Lagu tradisional Minangkabau berikut ini memenuhi konsep dasar

tangga nada diatonis:

Gambar 14. Notasi lagu Malereang Tabiang dari Agam (Bukittinggi)

b. Lagu Duo-duo:

Gambar 15. Notasi Lagu Duo Duo dari Muara Labuh

c. Lagu Tak Tong Tong:

Gambar 16. Notasi lagu Tak Tong Tong dari Darek

d. Lagu Simarantang:

(37)

Notasi 17. Lagu Simarantang dari Kabaupaten 50 Kota

2.10. Musik Diatonis di Indonesia (Awal Penyebaran)

Triyono Bramantyo dalam bukunya Disseminasi Musik Barat Di Timur

mengungkap bagaimana penyebaran musik Barat di Indonesia dan Jepang. Buku

ini sebenarnya merupakan sebuah desertasi yang berjudul Studi Historis

Penyebaran Musik Barat di Indonesia dan Jepang lewat aktivitas misionaris pada

kbad ke16. Tesis ini diselesaikan oleh Triyono Bramantyo di Universitas Osaka,

Jepang pada bulan Desember 1996. Buku ini merupakan studi komparatif tentang

sejarah penyebaran musik Barat di Indonesia dan Jepang pada abad keenam belas

khususnya dari Serikat Yesus.

Fransisco Xaverius (1506-1552) menyadari bahwa orang Indonesia dan

Jepang memiliki kegemaran dalam musik. Xaverius sudah mempersiapkan

katekismus69

69Katekismus: kitab pelajaran agam Kristen dalam bentuk daftar tanya jawab (Bramantyo,

2004:46).

dalam bahasa Melayu untuk misinya di Maluku, Indonesia dan

bahasa Jepang untuk misinya di Kyushu, Jepang. Termasuk dalam katekismus

(38)

Indonesia dan di Jepang sebagai benih dari musik Barat70

Francisco Xafier tiba di Ambon pada tanggal 4 Pebruari1546. Dia sudah

mempersiapkan katekismus dalam bahasa Melayu yang dipahami oleh masyarakat

Maluku. Katekismus itu meliputi Credo, Deklarasi, Pater noster, Ave Maria, dan

Salve Regina

. Selain lagu-lagu

Gregorian juga disebarkan lagu-lagu sekular, khususnya oleh saudagar dan pelaut

Portugis. Disebutkan bahwa musik keroncong mendapat pengaruh dari musik

sado, salah satu jenis musik rakyat Portugis.

71

Francisco Xafier tinggal di Ambon sampai Juni 1546 sambil berkarya di

antara umat Kristen di Morotai dan mengajari anak-anak bernyanyi Credo. Dia

melanjutkan tugasnya dengan harapan bahwa seluruh Ambon akan menjadi

Kristen. Dia merubah kepercayaan banyak penduduk dan mengajar agama Kristen

pada anak-anak dan mengenalkan doa-doa malam untuk orang-orang sekarat dan

pendosa

(Jacobs dalam Bramantyo, 2004:46). Peristiwa ini menandai karya

Jesuit di Maluku.

72

Dari Ambon, Xavier dikirim ke Ternate dan bertugas di sana hingga

September 1546. Di ambon dia menulis katekismus bersajak dalam bahasa

Portugis dan mendirikan Misericordia

(Jacobs dalam Bramantyo, 2004:46).

73

70

Triyono Bramantyo,2004. Hal. viii.

71 Bramantyo, Ibid. hal. 46. Periksa buku Disseminasi Musik Barat Di Timur.

72Bramantyo, Ibid. hal. 46.

73 Misericordia: suatu lembaga amal yang didirikanpada tahun 1498 di Portugal.

di Ternate. Dari Ternate, Xavier

mengunjungi umat Kristen di Moro. Dia menghabiskan waktunya tidak hanya

untuk kegiatan pengajaran agama tetapi juga untuk mengajar anak-anak. Setelah

(39)

bertugas di sana hingga April 1547, sebelum meninggalkan Ambon lagi guna

berlayar kembali ke Malaka dan India74

Selama tinggal di Maluku, Xavier (beserta para Jesuit lainnya) menyadari

bahwa apa yang benar-benar dia lakukan untuk menarik umat Kristen pribumi

bukan hanya lewat ajarannya saja tetapi berbagai macam seperti upacara-upacara,

cahaya lilin, musik ritual gereja (Wicki dalam Bramantyo, 2004:47). Dapat kita

pahami bahwa salah satu usaha Xavier dalam menyebarkan ajaran Kristen—selain

ajaran—adalah melalui musik khususnya musik ritual gereja. Salah satu trik jitu

yang dilakukan oleh Xavier adalah memadukan kecintaan musik pribumi dengan

ritual Katolik. Dengan cara seperti ini akan membuat orang Maluku semakin

familiar dengan musik diatonis. Andaya (dalam Bramantyo, 2004:47)

menggambarkan sebuah contoh dengan menyatakan bahwa “daerah terbuka di

Ternate dan di rumah-rumah, para wanita dan anak-anak sepanjang waktu

menyanyi Creed (Syahadat), Bapa Kami (Pater Noster), Salam Maria (Ave

Maria), Pengakuan (Confiteor), dan doa-doa lain, Firman-firman, dan karya-karya

kerahiman”

(Bramantyo, 2004:47).

75

2.11. Musik Diatonis di Minangkabau (Peran Sekolah Belanda)

.

Penyebaran musik diatonis di Minangkabau tidak melalui misi Kristen

seperti halnya di Maluku dan Flores. Belanda berusaha agar hanya mencampuri

lalu lintas perdagangan dan tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan setempat

74

Bramantyo, Ibid. hal. 47. Untuk lebih lengkapnya silakan buka

(40)

dan kehidupan sehari-hari orang Asia (Denys Lombart, 2005:95)76

Graves menuliskan, bahwa setelah menaklukkan Sumatera Barat pada

tahun 1837, Belanda membutuhkan penduduk setempat, yang memiliki

keterampilan teknis dasar – membaca, menulis, dan pengetahuan berhitung

secukupnya – untuk mengisi struktur birokrasi pemerintah kolonial yang semakin

luas

. Selanjutnya

Lombard menuliskan, selain tidak terpikir untuk mengekspor agama mereka,

orang-orang Belanda juga sama sekali tidak berusaha menyebarluaskan bahasa

mereka.

77

. Kesempatan-kesempatan tersebut diisi oleh golongan menengah. Golongan

inilah yang yang memberikan tanggapan kreatif terhadap kehadiran kekuatan

kolonial dan peluang-peluang baru yang ditawarkannya untuk memperoleh

kekayaan, prestise, kekuasaan, dan kedudukan. Graves (2007:xii) mengatakan,

bahwa golongan menegah ini sangat menyadari bahwa jalan terbaik untuk maju

adalah terdapat dalam upaya adaptasi mereka dengan pemerintah kolonial78

Dengan pernyataan Graves di atas dapat kita pahami bahwa ada

segolongan orang Minangkabau yang telah memiliki pemikiran bahwa jalan

terbaik untuk maju adalah dengan cara beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan

“Barat” dalam hal ini kekuasaan kolonial Belanda. Ini berarti bahwa mempelajari

bahasa Belanda, membaca, menulis, berhitung, berperilaku beradab, berkesehatan dan

untuk itu mereka harus belajar keterampilan dan teknik-teknik baru yang menjadi

prasyarat masuk lapangan kerja baru.

76Denys Lombard, 2005. Nusa Jawa: Silang Budaya, jilid 1 Batas-batas Pembaratan. Hal.

95.

77 Elisabeth E. Graves, 2007. Asal-Usul Elite Minangkabau Modern: Respon Terhadap

Kolonial Belanda Abad XIX /XX. Hal. x.

(41)

yang baik, dan – poin berikut ini menjadi bagian penting bagi tulisan penulis –

mempelajari aspek-aspek lain dari gaya hidup dan budaya Eropa. Poin terakhir

yang berupa gaya hidup dan budaya Eropa tentulah di dalamnya juga termuat hal

kesenian yang di dalamnya terdapat musik Barat atau musik diatonis.

Selain untuk kepentingan Belanda dalam urusan perdagangan dan

administrasi, pendirian Nagari School merupakan akses bagi orang muda

Minangkabau untuk mengenal kebudayaan dan musik Barat (diatonis) secara

khusus, karena di Sekolah Nagari musik Barat diperkenalkan, salah satunya,

melalui nyanyian atau pelajaran musik.

Sekolah Normal School/”Sekolah Radja” Bukittinggi (dalam bahasa

Belanda disebut Kweekschool) didirikan lewat dekrit pemerintah pada tanggal 1

April 1856. Kweekschool menyajikan lebih banyak pelajaran dari pada Sekolah

Nagari yang hanya mengajarkan keterampilan dasar membaca, menulis, dan

berhitung. Kurikulum di Sekolah Radja diarahkan pada semua mata pelajaran –

bahasa Belanda, bahasa Melayu, menulis indah, berhitung, geometri, sejarah dan

geografi Hindia Belanda, sejarah Belanda, ilmu alam, survei, menggambar,

keahlian membuat draf, teknik-teknik pertanian, pedagogi (ilmu mendidik),

menyanyi, dan pendidikan jasmani (Graves, 2007:222)79

Sebuah pemikiran yang masih bersifat sangat umum muncul dari kalangan

menengah Minangkabau dalam rangka mencapai kemajuan. Seperti telah

dituliskan di atas, golongan ini sangat yakin bahwa kemajuan pada masa itu hanya

bisa dicapai dengan jalan beradaptasi dengan pemerintah kolonial. Beradaptasi di .

(42)

sisni dalam arti menyesuaikan diri di mana orang Minang dari golongan menegah

ini merasa nyaman diperlakukan secara profesional atas keterampilan dan

pengetahuan yang dimilikinya. Penulis berkesimpulan bahwa adaptasi yang

dilakukan oleh orang Minangkabau lebih kepada tuntutan atas kesetaraan hak-hak

hidup, sosial, dan ekonomi.

Jika persoalan adaptasi ini kita tarik ke ranah budaya, sesuai dengan

konsep adaptasi, bahwahal yang menghambat atau mengendala suatu teknologi

yang sederhana ternyata sering ditanggulangi atau malah diubah menjadi peluang

oleh budaya yang memilki sistem lebih maju dalam hal ini kebudayaan Barat

(Eropa).

Salah satu putra Minangkabau yang menyelesaikan studi di

Kweekschooladalah Mohammad Sjafei. Ia adalah seorang tokoh pendidikan

nasional Indonesia yang juga mencintai seni musik. Melalui asuhannya

berkembang pula bakat musik dua anak didiknya di INS Kayu Tanam. Mereka

adalah dua bersaudara Boestanoel Arifin Adam dan Irsyad Adam.

2.12. Peran Beberapa Tokoh dalam Memperkenalkan Musik Diatonis Di Minangkabau (Sumatera Barat)

Pada bagian ini penulis memaparkan beberapa orang putra Minangkabau

yang meraih pendidikan musik Barat di Eropa. Kelak mereka berjasa dalam

mendirikan institusi kesenian di Minangkabau. Pendidikan dasar musik mereka

adalah musik Barat. Mereka mengajarkan dan mengembangkan ilmu musiknya

(43)

Mohammad Sjafei pernah bercita-cita untuk mendirikan sekolah musik di

Sumatera Tengah. Cita-cita Mohammad Sjafei untuk mendirikan sekolah musik di

Minangkabau akhirnya terwujud melalui generasi setelah dia, yaitu dua

bersaudara Boestanoel dan Irsyad Adam.

Mohammad Sjafei80 adalah salah seorang figur yang pernah mengenyam pendidikan Belanda. Ayahnya Mara Sutan, seorang pendidik, yang banyak berjasa

kepada pendidikan di Indonesia.

Mohammad Sjafei menamatkan Sekolah Guru (Kweekschool) di

Bukittinggi dalam tahun 1914. Ia juga seorang pemain violin yang baik. Setelah

itu ia menjadi guru pada “Sekolah Kartini” di Batavia (sekarang Jakarta) selama

enam tahun.

Atas biaya sendiri, Mohammad Sjafei melanjutkan pelajaran ke Eropa. Ia

mendalami mata-mata pelajaran ekspresi: menggambar, pekerjaan tangan,

dan seni suara

Mohammad Sjafei mendirikan Ruang Pendidikan model baru di Kayu

Tanam pada tahun 1926 sebagai reaksi terhadap pendidikan yang diberikan pada

sekolah-sekolah pemerintah Belanda. Sekolah itu ia beri nama Indische Nederland

School (INS). M Sjafei meninggal di Jakarta pada tanggal 5 Maret 1969.

. Ia mengunjungi beberapa negara lainnya di Eropa untuk

memperdalam pengetahuannya tentang seluk beluk pendidikan. Ketika pergerakan

kebangsaan memuncak, Mohammad Sjafei memutuskan kembali ke Tanah Air.

Sjafei berpendapat bahwa kemajuan pendidikan adalah hal utama untuk

memperolah kemerdekaan.

80 Tulisan ini penulis kutip dari sebuah buku karangan dra. Emma Zain dan Djaka

(44)

Tujuan INS adalah: 1) memberikan pendidikan kepada rakyat yang ingin

merdeka, 2) memberikan pendidikan yang sesuai dengan keperluan masyarakat,

dan 3) memberikan pendidikan kepada pemuda supaya percaya kepada diri sendiri

dan berani bertanggung jawab.

Azas-azas pendidikan yang digunakan oleh Moh. Sjafei adalah: berpikir

logis dan rasional, keaktifan, pendidikan kemasyarakatan, bakat anak-anak harus

mendapat perindahan, dan memberantas intelektualisme.

Mohammad Sjafei telah berusaha mengubah manusia dan masyarakat. Ia

mementingkan bekerja sebagai alat pendidikan yang baik. Sebagian orang

mengatakan: INS lebih condong kepada kesenian yang tidak diperuntukkan bagi

sekalian anak.

Boestanoel Arifin Adam dan Irsyad Adamadalah dua bersaudara kandung.

Keduanya adalah putra dari bapak Adam BB. Mereka dilahirkan di

Padangpanjang dan dibesarkan dalam keluarga yang menjunjung tinggi

nialai-nilai Islam. Sebagai orang Minangkabau yang Islami Ayah mereka cukup toleran

dalam memberikan kesempatan mempelajari musik Barat.

Irsyad Adam tak seberuntung uwan-nya (abangnya) karena sejak lahir ia

sudah tidak bisa melihat seperti layaknya orang normal alias tuna netra. Tetapi

Irsyad dikaruniai indera pendengaran yang tajam. Waktu kecil, menurut penuturan

ibu adangRohani Adam (kakak perempuan Irsyad), Irsyad sangat senang

mendengarkan bunyi-bunyian. Bahkan, pada suatu hari Irsyad kecil sengaja

membanting sebuah piring kaleng berulang kali. Ia mendengarkan bunyi piring

(45)

Irsyad memang suka menyanyi, bermain harmonika, dan mendengarkan

abangnya, Bustanoel, memainkan violin.

Penulis sengaja datang ke Padangpanjang untuk berjumpa dan

mewawancarai bapak Irsyad Adam. Beliau banyak mengetahui seluk-beluk

kehidupan musik di sumatera Barat sejak pra kemerdekaan sampai sekarang. Daya

ingatnya masih cukup tajam. Beliau masih bisa mengenali suara penulis

walaupaun sudah bertahun-tahun tidak berjumpa. Pak Irsyad baru saja sembuh

dari sakit ketika penulis menjumpainya. Dia terlihat segar untuk ukuran orang

setua dia, tetapi kata-kata yang keluar dari mulutnya agak sedikit kurang jelas

karena dulu beliau pernah menderita stroke ringan yang membuat bibirnya sedikit

bergeser ke kiri. Tetapi penulis masih dapat menangkap kata-kata yang ia ucapkan

dalam bahasa Minang.

Tulisan berikut didapatkan dari wawancara dengan bapak Irsyad Adam di

rumahnya, Padangpanjang pada tanggal 01 Juni 2014 sekitar pukul 09.00-10.30.

Penulis ditemani oleh seorang rekan sesama kuliah dulu yang sekaligus

mengoperasikan alat perekam audiovisual.

Irsyad Adam memulai penuturannya dengan cerita tentang belajar musik.

Irsyad, awalnya, belajar musik khususnya violin kepada abangnya, Boestanul

Arifin. Selain belajar kepada abangnya, Irsyad juga belajar kepada guru dari

abangnya itu, yaitu bapak M Yunus Keucik, seorang Aceh yang beristeri dengan

orang Payakumbuh dan tinggal di Padangpanjang. Irsyad mengatakan bahwa

bapak M Yunus Keucik dulunya adalah murid dari bapak Khatib Sulaiman,

(46)

M Nur. Menurut Irsyad dia pertama kali belajar memainkan klasik dari Lis

Wakidi, kakak dari Dirwan Wakidi.

Pada tahun 1942 Irsyad Adam menempuh pendidikan di INS Kayu Tanam

sebagai murid non formal. Setiap pagi selapas salat subuh ia barsama Boestanul

berangkat ke Kayu Tanam dengan kereta api. Tetapi sejak adanya kecelakaan

kereta api di Silaiang mereka takut naik kereta api dan beralih menggunakan

padati81

Selama menjadi murid di INS, Irsyad sering mengadakan pertunjukan

musik bersama murid-murid lainnya. Pada waktu itu INS sering di datangi tamu

dari luar negeri khususnya anggota Komisi Tiga Negara. Komisi Tiga Negara

terdiri dari Indonesia, Mesir dan India. Mesir dan India adalah dua negara yang

pertama kali mengakui kemerdekaan Republik Indonesia. Irsyad menuturkan

bahwa musik yang disuguhkan kepada tamu-tamu asing yang berkunjung ke INS . Kebetulan kejadian itu sudah di akhir-akhir masa studinya di INS.

Berangkat subuh dan sore harinya kembali ke Padangpanjang. Irsyad belajar di

INS selama tiga setengah tahun.

Sekitar tahun 1947 beberapa orang mendirikan sebuah orkestra di

Padangpanjang. Pada waktu itu Ibu Kota Negara Republik Indonesia berada di

Bukittinggi tetapi kegiatan-kegiatan kesenian dan kebudayaan dipusatkan di

Padangpanjang. Irsyad adalah anggota orkes termuda waktu itu. Ia sering di daulat

sebagai solis di orkestra tersebut. Pada waktu itu menteri Pendidikan untuk

wilayah Sumatera di jabat oleh Mohammad Sjafei, tokoh pendiri INS Kayu

Tanam.

81 Kendaraan tradisional berbentuk gerobak yang ditarik oleh seekor lembu atau bisa juga

(47)

bukanlah musik tradisional Minangkabau tetapi musik Barat. Mengapa

menyambut tamu asing dengan musik barat? Irsyad menjawab, waktu itu dunia

internasional masih menganggap Indonesia sebagai sebuah negeri primitif dan

Belanda menyatakan di PBB bahwa Indonesia belum pantas untuk merdeka.

Maka, dengan pendidikan dan musik Barat kita menyatakan bahwa kita layak

sederajat dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini. Pendidikan dan kesenian

merupakan peluru yang lebih ampuh dari pada peluru senapan, ujar pak Irsyad.

Dengan melihat secara langsung aktifitas pelajar Indonesia di INS Kayu

Tanam, pahamlah para tamu-tamu asing tersebut. Pernyataan Belanda di PBB

berbeda dengan kenyataan yang mereka lihat. Ternyata anak-anak Indonesia

sudah maju bahkan bisa memainkan musik Barat. Mereka mamainkan musik

klasik dan beberapa karya WR Soepratman. Walaupun orkestra belum terlalu rapi

secarat teknis, tetapi mereka sudah memulai memainkan musik diatonis sebagai

sebuah wujud usaha dalam memperjuangkan persamaan hak sebagai masyarakat

dunia yang beradab.

Di Bukittinggi, pada tahun 1947 terdapat orkes simfoni negara.

Anggotanya terdiri dari tentara pengungsi dari Medan dan Siantar yang kemudian

bergabung dengan musisi di Bukittinggi. Konduktornya waktu itu bernama

Khalid. Orkestra inilah yang sering digunakan untuk menyambut dan menghibur

tamu-tamu negara di Bukittinggi. Orkes di Padangpanjang tetap ada, tetapi lebih

kepada orkestra gesek.

Pada tahun 1947 Presiden Soekarno berkedudukan di Yogyakarta dan

(48)

memiliki pelabuhan kapal terbang sebagai peninggalan Jepang tepatnya di Gadut.

Melalui pelabuhan kapal terbang Gadut inilah seorang menteri (menteri baja)

utusan dari Jawaharlal Nehru (perdana menteri India kala itu) masuk ke

Bukittinggi. Hatta mengajak utusan itu menyaksikan orkestra di Padangpanjang

tepatnya di gedung Ruang Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Gedung

Mohammad Sjafei). Irsyad Adam, waktu itu adalah pemain yang paling muda

dalam kelompok orkestra tersebut. Irsyad juga menyebutkan nama Dirwan Wakidi

sebagai salah seorang pemain dalam orkestra tersebut. Pada momen inilah ‘Pak

Nait’ (demikian bunyi sebuah nama yang terucap dari mulut pak Irsyad), utusan

Jawaharlal Nehru itu menyaksikan permainan violin Irsyad. Utusan itu merasa

tertarik dengan permainan violin Irsyad muda yang berbakat. ‘Pak Nait’

mengungkapkan kenginannya kepada pak Hatta untuk menyekolahkan Irsyad ke

luar negeri. Pak Hatta seketika itu juga merestui tawaran dari utusan Nehru

tersebut. Bagaimana dengan orang tuanya? Tanpa persetujuan dari ayah Irsyad

pak Hatta waktu itu langsung mengatakan, “Orang tuanya setuju, saya mau

mengurusi, bertanggung jawab”, kata pak Hatta. Pak Irsyad menceritakan ini

sembari tertawa mengenang masa lalunya. Selanjutnya pak Hatta memberikan

syarat kepada ‘Pak Nait’, bahwa anak ini tentunya tidak bisa berangkat sendirian

karena keterbatasannya. Akhirnya diputuskan untuk menyekolahkan kedua

bersaudara Irsyad dan Boestanul Arifin.

Pada 1947 itu juga terjadi Agresi Militer I Belanda. Perhubungan

komunikasi terputus. Irsyad dan Boestanoel tertunda berangkat ke luar negeri.

(49)

dinyatakan tenang. Setelah itu meletus lagi agresi Militer II Belanda pada tahun

1948. ‘Pak Nait’ kerap ke Indonesia mengantarkan bantuan dan obat-obatan dari

India untuk Indonesia. pada tahun 1950 ‘Pat Nait’ datang ke Jakarta

mengantarkan bantuan pesawat terbang untuk Indonesia, yaitu pesawat Dakota.

Pada saat itu ia teringat kepada dua orang anak muda yang pernah dijanjikannya

untuk bersekolah di luar negeri. Ia bertanya kepada wartawan tentang kedua anak

itu, apakah keduanya masih hidup? Sebab, situasi beberapa tahun terakhir sangat

buruk. Ia ingin menepati janjinya, ujar pak Irsyad. Akhirnya Irsyad mengetahui

berita ini dari surat kabar Haluan bahwa seseorang yang dulu pernah menjanjikan

untuk menyekolahkannya tidak melupakan janji itu.

Bustanoel mengirim telegram ke pak Hatta menanyakan kepastian

keberangkatan mereka. Pak Hatta langsung menanyakan ke India. Ternyata,

Indonesia pun tak ingin lepas tangan yaitu dengan cara memberi izin dan biaya

belajar untuk dua tahun kepada Irsyad dan Boestanoel. ‘Pak Nait’ menyanggupi,

yang penting dia ingin memenuhi janjinya kepada dua pemuda ini. Dengan

demikian berangkatlah Irsyad dan Boestanoel ke India. Selama dua bulan di India,

lalu keduanya berangkat ke Belgia.

Di Jakarta pada tahun 1951, sebelum berangkat ke India, keduanya

berkenalan dengan seorang Melayu Riau yang juga seorang profesor di bidang

biola (violin), namanya Tengku Syarif Abu Bakar. Ia satu-satunya tamatan Eropa

waktu itu. Ketika penulis menanyakan, siapa saja keturunan dari Tengku Syarif

Abu Bakar itu? Pak Irsyad mengatakan, bahwa Tengku Syarif Abu Bakar itu

(50)

Tengku Syarif Abu Bakar banyak memberikan masukan kepada Irsyad dan

Boestanoel tentang sekolah-sekolah musik di Eropa. Tengku menyarankan kepada

mereka berdua untuk memilih sekolah musik di Belgia. Menurut Tengku, di

Belgia-lah waktu itu sekolah musik, untuk violin, yang paling bagus.

Ada sedikit cerita menggelikan dari perjalanan Irsyad dan Boestanoel

menuju Eropa. Karena kendala bahasa, keduanya mempersiapkan serba sedikit

bahasa Inggris dan Jerman. Waktu sebelum berangkat itu, mereka belum tahu

akan bersekolah di negara mana. Waktu itulah muncul usulan dari seseorang di

pemerintahan untuk memilih Mesir sebagai negara tujuan belajar. Pada waktu itu,

keduanya mengiakan saja usulan itu. Akhirnya cerita ini sampai juga ke pak

Hatta. Keduanya berjumpa denga pak Hatta. Beliau menyakan, dalam bahasa

Minang, “Lah bara lamonyo waang di Jakarta?” (sudah berapa lama kalian

tinggal di Jakarta?). Boestanoel menjawab, bahwa mereka sudah sekitar tiga bulan

berada di Jakarta. Mengapa lama sekali kalian di Jakarta? Boestanoel menjawab,

karena berurusan dengan pemerintahan. “Kan ndakpitih urang gaeknyo nan

dipagunoan, doh”, kata Hatta membela mereka, karena sudah lama sekali

keberangkatan mereka tertunda gara-gara birokrasi pemerintahan. Hatta bertanya

dalam bahasa Minang, “Kama waang ka dikirimnyo?”. “KaMesir, pak,” jawab

Boestanoel. “Ka Mesir?,” Hatta kaget bercampur marah. “Dari pado ka Mesir,

rancak jo den sae waang baraja. Kini ang den aja bisuak pulang lai ”.

Ha..ha..ha..,Pak Irsyad tertawa terbahak-bahak mengenang cerita itu. Penulispun

jadi ikut tertawa mendengar kisah lucu mereka dengan seorang tokoh proklamasi

(51)

Hatta menanyakan kapan mereka akan berangkat. Mereka menjawab

tanggal 26. “Surat-surat kalian sudah lengkap?” “Belum, pak”, jawab mereka.

“Baa kok pandai-pandai sajo kalian?”, bentak pak Hatta. “Kami sudah tidak

tahan lagi di sini (Jakarta, penulis), pak”, jawab Boestanoel. Akhirnya, dengan

bantuan pak Hatta, surat-surat untuk keberangkatan mereka ke luar negeri (India)

keluar hari itu juga. Hatta membekali mereka dengan surat untuk pak Soedarsono

duta besar RI untuk India pada waktu itu (1951).

Di India mereka berjumpa dengán ‘Pak Nait’. Mereka berada di India

selama dua bulan. Setelah itu Boestanoel dan Irsyad berangkat ke Belgia. Sebelum

masuk sekolah musik, Irsyad terlebih dahulu masuk sekolah khusus tuna netra

untuk mempelajari huruf Braile di Belgia. Di sekoalah itu ada pelajaran praktek

musiknya dengan persentase 75% dan vak umum 25%. Irsyad dibimbing oleh

seorang guru violin bernama Normans. Dua tahun belajar di sekolah khusus ini,

Irsyad mendaftar ke konservatori di Brussel, Konservatori Kerajaan Belgia. Ia

mengikuti tes dan dinyatakan lulus. Sekitar dua tahun belajar di konservatori, ia

mengikuti concour (semacam lomba dalam ujian) dan berhasil meraih peringkat

terbaik kedua. Pada kesempatan concour yang kedua kali Irsyad berhasil

mendapat peringkat pertama. Concour ini diikuti oleh semua siswa tanpa ada

pembedaan yang berhubungan dengan keterbatasan fisik. Salah satu nomor yang

pernah dimainkan Irsyad dalam concour adalah Simphonie Espagnole karya

Edouard Lalo seorang komposer Perancis. Sedangkan, Boestanoel masuk ke

(52)

Brussel. Setelah kira-kira lima tahun di Belgia Irsyad dan Boestanoel pulang ke

Indonesia pada tahun 1956.

Tahun 1951 berdiri Sekolah Musik Indonesia (SMIND) di Yogyakarta.

Ketika mereka pulang ke Indonesia, waktu itu SMIND dipimpin oleh Amir

Pasaribu. Mereka ditempatkan di Yogyakarta tetapi belum langsung mendapat

tugas. Sebenarnya, kata pak Irsyad, Mohammad Sjafei pun berencana mendirikan

sekolah musik di Sumatera Tengah. Kata pak Irsyad lagi, belum terpikirkan

waktu itu untuk mendirikan sekolah yang berhubungan dengan karawitan

Minangkabau, tetapi yang penting adalah sekolah musik. Tetapi pada waktu itu

meletus pemberontakan PRRI sehingga rencana sekolah musik itu gagal

dilaksanakan. Piano-piano dari pemerintah pusat yang sedianya diperuntukkan

untuk sekolah musik tersebut akhirnya dibagi-bagikan ke SPG (sekolah

Pendidikan Guru).

Sekolah Musik di Yogyakarta belum sepenuhnya bisa menerima pak

Irsyad sebagai guru karena kondisi ketunanetraannya. Akhirnya pak Irsyad

ditempatkan di sekolah tuna netra Departemen Sosial Yogyakarta dengan status

masih pegawai honor. Waktu itu beliau diberi tugas mengajar notasi Braile.

Sedangkan pak Boestanoel di tempatkan di Jakarta.

Seorang wartawan mewawancarai pak Irsyad untuk sebuah surat kabar.

Berita itu sampai ke Nicolai Varvolomeyef, salah satu pelopor berdirinya SMIND

Yogyakarta. Irsyad diminta untuk menghadiri wawancara di SMIND. Atas

rekomendasi Nicolai Varvolomeyef Irsyad diberi kesempatan mengajar di

(53)

Hasan. Di SMIND Irsyad mengajar selama dua tahun. Setelah itu SK-nya keluar

untuk penempatan tugas di Jakarta. Irsyad mengajar di Yayasan Pendidikan Musik

Jakarta selama tiga tahun. Kala itu ketua yayasan YPM adalah Ny. Slamet

Soedibyo dan kepala sekolahnya adalah Wie Chong Lie, tamatan sekolah musik di

Paris. Salah seorang guru biola di YPM sebagai rekan sesama mengajar waktu itu

adalah Adi Darma (Lie Eng Liong), tamatan sekolah musik Belanda.

Ketika ditanyakan siapa muridnya yang terbaik ketika beliau mengajar di

Yoryakarta, pak Irsyad menyebutkan nama Sudomo dan Ati Bagyo. Keduanya

sudah meninggal dunia.

Tahun 1967 Bustanoel dan Irsyad kembali ke Padangpanjang.

Sebelumnya, tahun 1965, di Padangpanjang telah berdiri KOKAR A dan KOKAR

B. KOKAR A beralih menjadi SMKI (sekarang SMK) dan KOKAR B menjadi

ASKI (sekarang ISI Padangpanjang). Di samping musik karawitan Minangkabau,

pada kedua KOKAR ini dipelajari juga teori musik Barat. Di KOKAR B

dipelajari juga Ilmu Bentuk dan Analisa Musik.

ASKI berdiri pada tahun 1967 dengan satu jurusan yaitu Jurusan

Minangkabau. Ketua ASKI waktu itu adalah pak Boestanoel Arifin Adam. Dalam

rapat pimpinan ASKI di Jakarta, dicanangkan akan dibuka jurusan Karawitan dan

Pedalangan. Pak Boestanoel menyampaikan dalam rapat tersebut bahwa Jurusan

Karawitan saja belum jelas perkembangannya konon lagi jurusan Pedalangan.

Kemudian pak Boestanoel mengusulkan agar dibuka Jurusan Musik, yang

sebenarnya sudah sejak tahun 1950-an di idam-idamkan oleh orang Minangkabau.

Gambar

Gambar 1. Tetrakord Dengan Interval Setengah Berada Di Ujung
Gambar 5. Susunan interval tangga nada frigis
Gambar 7. Rentang suara normal sebagaimana dalam sebuah chorus
Gambar 8. Posisi nada-nada keyboard dalam notasi balok
+7

Referensi

Dokumen terkait

Implikatur percakapan merupakan suatu situasi percakapan yang digunakan untuk menyampaikan maksud dan tujuan seseorang dalam berkomunikasi, akan tetapi sewaktu-waktu

Perhitungan nilai KRA untuk data debit hasil model (KRA=9,49) menggambarkan kondisi hidrologi yang baik di Sub DAS Wakung, sedangkan untk nilai KRA dari data debit

kualitas jasa (kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati, dan bukti fisik) pada.. kepuasan konsumen, hubungan kepuasan konsumen pada loyalitas

PBL BLOK 2.3 REPRODUKSI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011... Dr.Eriyati Darwin,SpPA

Republik Indonesia, Jl Percetakan Negara 29 Jakarta Alamat korespondensi: sudibyo_supardi@yahoo.com.. Kemkes, PP IAI, dan Dinkes Provinsi DKI Jakarta. Kesimpulan penelitian

ayam, daging sapi, masih banyak yang berjualan dari pagi sampai sore. Akan tetapi untuk hari selasa dan sabtu pasar tersebut lebih ramai karena memang ada aktivitas

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh persepsi kegunaan, persepsi kemudahan, kecepatan, keamanan dan kerahasiaan serta kesiapan teknologi

Pada criteria kemampuan yang sangat tinggi terjadi perubahan dari 34 orang yang memiliki criteria kemampuan membaca sangat baik (sebelum diterapkan pendekatan