BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang metode penelitian, yang terdiri dari variabel
penelitian, definisi operasional variabel penelitian, desain penelitian, subjek penelitian,
metode pengumpulan data, prosedur penelitian dan analisa data yang digunakan.
A. Variabel Penelitian
Variabel yang terdapat pada penelitian ini meliputi variabel bebas dan variabel
terikat. Variabel bebas adalah variabel yang dimanipulasi dalam penelitian karena
diduga memiliki pengaruh terhadap variabel lain, sedangkan variabel terikat adalah
respon subjek penelitian yang diukur pengaruhnya dari variabel bebas (Seniati, Yulianto
& Setiadi, 2011). Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel tergantung : Kecemasan
2. Variabel bebas : Terapi menulis ekspresif
B. Definisi Operasional
1. Kecemasan adalah perasaan takut dan khawatir disertai dengan gejala fisik,
kognitif dan perilaku terhadap situasi yang dialaminya. Tingkat kecemasan
diukur menggunakan skala kecemasan yang disusun dengan mengadaptasi dan
memodifikasi Spence Children’s Anxiety Scale (SCAS) oleh Susan H. Spence
pada tahun 1997. Tingkat kecemasan dinilai dari simtom kecemasan yang
panic/agoraphobia, separation anxiety, social phobia, obsessive compulsive,
fear of physical injury. Semakin tinggi skor kecemasan yang diperoleh, maka
semakin tinggi simptom kecemasan yang dimiliki. Begitu pula sebaliknya,
semakin rendah skor kecemasan, maka semakin rendah pula simptom
kecemasan.
2. Terapi menulis ekspresif adalah suatu proses terapeutik melalui kegiatan menulis
yang dilakukan oleh anak sebagai bentuk refleksi dan ekspresi pikiran dan
perasaannya tentang peristiwa bullying yang dialami dengan tujuan untuk
membantu anak mengekspresikan emosi yang berlebihan, menurunkan
ketegangan sebagai akibat dari peristiwa bullying yang dialami, dilakukan
dengan empat tahap yaitu: recognition, examination, feedback, application to the
self.
C. Desain Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah Pretest Posttest Control
Group Design yang merupakan desain eksperimen dengan melakukan pengukuran atau
observasi awal sebelum dan setelah perlakuan diberikan pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol (Latipun, 2004: 123). Adapun skema desain penelitian dapat dilihat
pada tabel 3.1. berikut:
Tabel 3.1. Skema desain penelitian
Kelompok Pengukuran (Pretest)
Perlakuan Pengukuran (Posttest)
KE O1 X O2
Keterangan:
KE = Kelompok eksperimen KK = Kelompok kontrol
O1 = kecemasan sebelum perlakuan
X = Pemberian terapi menulis ekspresif -X = Tanpa pemberian terapi menulis ekspresif O2 = kecemasan setelah perlakuan
D. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah anak-anak yang menjadi korban bullying.
Karakteristik dari subjek penelitian ini adalah:
1. Berusia 9-12 tahun. Allen & Marotz (2010) mengatakan bahwa pada masa
kanak-kanak akhir, anak mulai menyenangi keterampilan menulis untuk
kegiatan yang tidak berhubungan dengan akademik.
2. Memiliki IQ normal. Papalia (2010) mengatakan bahwa perkembangan
keterampilan menulis bergerak beriringan dengan perkembangan bahasa dan
menuru Yusuf (2008) salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan
bahasa adalah IQ
3. Memiliki skor kecemasan pada kategori sedang (38 ≤ X < 76) dan kategori
tinggi (X ≥ 76)
E. Metode Penggumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa cara, yaitu:
a. Kuisoner bullying, digunakan untuk mengidentifikasi anak-anak yang menjadi
korban bullying. Kuisoner bullying disusun dengan mengadaptasi dan
memodifikasi The Revised Olweus Bully/Victim Questionnaire yang
penelitian ini terdiri dari 4 pertanyaan yang menanyakan keterlibatan siswa
sebagai korban bullying.
b. Skala kecemasan, digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan pada anak
korban bullying. Skala ini disusun dengan mengadaptasi dan memodifikasi
Spence Children’s Anxiety Scale (SCAS). Skala kecemasan ini terdiri dari 38
aitem yang mencerminkan simptom kecemasan dari enam area kecemasan yaitu
general anxiety, social anxiety, panic/agoraphobia, obsessive compulsive dan
fear of physical injury dengan pilihan jawaban terdiri dari tidak pernah,
kadang-kadang, sering dan selalu.
c. Tes Colour Progressive Matriks (CPM), digunakan untuk mengetahui golongan
intelektual anak.
d. Lembar tugas
Pengumpulan data lain diperoleh dari lembar tugas yang diberikan kepada
subjek selama proses intervensi berlangsung dan akan dianalisis secara kualitatif
untuk memperkaya data kualitatif.
F. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu tahap persiapan dan tahap
pelaksanaan penelitian. Berikut ini uraian mengenai kedua tahapan penelitian:
F.1. Tahap Persiapan Penelitian
Langkah-langkah yang dilakuan dalam tahap persiapan ini adalah:
Skala kecemasan bertujuan untuk mengungkap tingkat kecemasan subjek yang
diperlihatkan dari simptom-simptom kecemasan dari enam area kecemasan yaitu:
1. separation anxiety, Kecemasan yang berlebihan terhadap perpisahan dari
orang-orang yang memiliki kedekatan emosional.
2. social anxiety, Ketakutan yang menetap dan bertahan dari situasi sosial yang dapat
menimbulkan perasaan malu.
3. panic/agoraphobia, Panic yaitu periode dari ketakutan yang intens atau
ketidaknyamanan yang disertai dengan simptom somatik dan kognitif, Agoraphobia
yaitu kecemasan berada di tempat atau situasi yang sulit untuk melarikan diri.
4. obsessive compulsive, Kecemasan dimana pikiran dipenuhi oleh gagasan yang
menetap dan tidak terkontrol, menyebabkan seseorang melakukan tindakan tertentu
berulang-ulang sehingga menimbulkan stres dan menggangu fungsi kehidupan
sehari-hari.
5. fear of physical injury, ketakutan yang menetap dan bertahan terhadap sesuatu yang
dapat dilihat dengan jelas, objek yang terbatas atau situasi tertentu.
6. general anxiety, kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan tentang sejumlah
situasi atau aktivitas, dimana individu sulit untuk mengontrol kekhawatiran tersebut.
Skala dibuat dengan mengadaptasi dan memodifikasi Spence Children’s Anxiety
Scale (SCAS). Distribusi aitem untuk skala kecemasan diuraikan dalam tabel 3.2.
Tabel 3.2. Blue print skala kecemasan
No Tipe kecemasan Nomer aitem Jumlah
1. Separation anxiety 5, 8, 11, 14, 15, 38 6
2. Social phobia 6, 7, 9, 10, 26, 31 6
3. Obsessive compulsive 13, 17, 24, 35, 36, 37 6
4. Panic/agoraphobia 12, 19, 25, 27, 28, 30, 32,
33, 34 9
5. Fear of physical injury 2, 16, 21, 23, 29 5
6. General anxiety 1, 3, 4, 18, 20, 22 6
Jumlah 38
Berdasarkan tabel 3.2 di atas, jumlah aitem dalam skala kecemasan adalah 38
aitem. Pilihan jawaban terdiri dari tidak pernah, kadang-kadang, sering dan selalu.
Penilaian untuk setiap aitem adalah skor 0 untuk tidak pernah, skor 1 untuk
kadang-kadang, skor 2 untuk sering dan skor 3 untuk selalu. Skor skala ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi skor jawaban maka semakin tinggi pula tingkat kecemasan. Sebaliknya,
semakin rendah skor jawaban berarti semakin rendah tingkat kecemasan.
b. Uji coba skala kecemasan
Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur adalah untuk mengetahui sejauh mana
alat ukur dapat mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin diukur dan seberapa jauh
alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran atau menunjukkan
keadaan sebenarnya (Azwar, 2007). Uji coba skala kecemasan dilakukan dengan
menyebarkan skala kecemasan kepada 52 orang anak dengan rentang usia 9-12 tahun
yang mengalami bullying. Dari data yang terkumpul, maka diperoleh hasil sebagai
berikut:
1. Daya beda aitem
Uji daya beda aitem dalam penelitian ini diperlukan karena melalui daya beda
aitem dapat diketahui seberapa cermat suatu alat ukur melakukan fungsinya. Daya
kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur. Pengujian
daya beda aitem menghendaki dilakukannya komputasi korelasi antara distribusi
skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor itu sendiri.
Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix) (Azwar. 2007).
Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total menggunakan batasan
rix ≥ 0.30. Apabila aitem yang memiliki indeks daya beda sama dengan atau lebih
besar daripada 0.30 jumlahnya melebihi jumlah aitem yang direncanakan untuk
dijadikan skala, maka dapat memilih aitem-aitem yang memiliki indeks daya
diskriminasi aitem tertinggi. Sebaliknya apabila aitem-aitem yang lolos ternyata
masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka dapat mempertimbangkan
untuk menurunkan sedikit batas kriteria 0.30 menjadi 0.25 atau 0.2 (Azwar. 2007).
Pada penelitian ini, koefisien korelasi aitem total (rix) yang digunakan sebagai
batas kriteria adalan rix ≥ 0.30, maka diperoleh hasil sebanyak 29 aitem memiliki rix
≥ 0.3 dan 9 aitem memiliki rix < 0.3. Berikut ini adalah distribusi aitem setelah
dilakukan uji daya beda aitem:
Tabel 3.3. Distribusi aitem setelah uji daya beda aitem
No Tipe Kecemasan Nomer aitem
rix ≥ 0.3 rix < 0.3
1. Separation anxiety 5, 8, 11, 14, 15, 38
2. Social anxiety 6, 7, 10, 26, 31 9
3. Obsessive compulsive 13. 24. 36. 37 17, 35
4. Panic/agoraphobia 19, 25, 28, 30, 32,
34
12, 27, 33
5. Fear of physical injury 2, 16, 21, 23 29
6. General anxiety 1, 4, 20, 22 3, 18
2. Validitas dan reliabilitas
Validitas merupakan ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam menjalankan
fungsi pengukuran. Suatu alat ukur dikatakan valid jika alat ukur tersebut dapat
memberikan hasil pengukuran yang sesuai dengan maksud dan tujuan diadakannya
pengukuran (Azwar, 2010). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
validitas content. Validitas content dilakukan melalui professional judgement dari
dosen pembimbing dalam proses penyusunan dan telaah aitem sehingga aitem yang
dikembangkan memang mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata,
2000).
Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur yang
mengandung makna kecermatan pengukuran. Koefisien reliabilitas berada dalam
rentang dari 0 sampai 1. Semakin tinggi koefisien reliabilitas yaitu mendekati angka
1 berarti semakin tinggi reliabilitasnya, sebaliknya semakin rendah koefisien yaitu
mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2010). Pada
penelitian ini reliabilitas yang digunakan adalah reliabilitas skor komposit. Nilai
reliabilitas skor skala kecemasan diperoleh dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
Wj = bobot relatif komponen j
Wk = bobot relatif komponen k
Sj = deviasi standar komponen j
Sk = deviasi standar komponen k
rjk = koefisien reliabilitas antar dua komponen yan berbeda
Maka, nilai koefisien reliabilitas skala kecemasan pada penelitian ini adalah rix=
0.89.
c. Penyusunan modul terapi menulis ekspresif
Pedoman pelaksanaan intervensi disusun oleh peneliti berdasarkan tahapan
proses terapi menulis ekspresif. Adapun topik yang akan dibahas dan tahapan proses
pelaksanaan selama intervensi yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 3.4 dan tabel 3.5
di bawah ini:
Tabel 3.4. Topik terapi menulis ekspresif
Topik Tujuan kegiatan Tujuan
Terapeutik
Pengalaman dibully
a. Mengungkap bentuk bullying yang dialami.
b. Mengeksplor dan megekspresikan pikiran dan perasaan saat mengalami bullying. c. Mengetahui perasaan dan pikiran yang menyebabkan munculnya kecemasan karena mengalami bullying.
Sarana Katarsis dan ekspresi emosi
bullying fisik a. Mengungkap bentuk bullying fisik yang dialami.
b. Mengeksplor dan megekspresikan pikiran dan perasaan saat mengalami bullying
fisik.
c. Mengetahui perasaan dan pikiran yang menyebabkan munculnya kecemasan karena mengalami bully fisik.
Sarana Katarsis dan ekspresi emosi
bullying verbal a. Mengungkap bentuk bullying verbal yang dialami.
b.Mengeksplor dan megekspresikan pikiran dan perasaan saat mengalami bullying
verbal.
c. Mengetahui perasaan dan pikiran yang menyebabkan munculnya kecemasan karena mengalami bully verbal
Sarana Katarsis dan ekspresi emosi
bullying relasi a. Mengungkap bentuk bullying relasi yang dialami.
b. Mengeksplor dan megekspresikan pikiran
dan perasaan saat mengalami bullying
relasi.
c. Mengetahui perasaan dan pikiran yang menyebabkan munculnya kecemasan karena mengalami bully relasi.
Tabel 3.5. Blue print modul terapi menulis ekspresif
Pertemuan Sesi Kegiatan Tujuan Waktu
dialami mengalami bully fisik
Berdiskusi tentang ketika dibully fisik dan perubahan yang mengalami bully fisik
bullying relasi yang mengalami bully relasi
Berdiskusi tentang ketika dibully relasi dan perubahan yang
VI 1 Evaluasi Mengetahui kondisi
subjek setelah intervensi berakhir
30 menit
d. Uji coba modul terapi menulis ekspresif
Uji coba modul dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai waktu yang
dibutuhkan untuk setiap sesinya serta mengetahui apakah subjek penelitian memahami
materi dan instruksi yang disampaikan. Uji coba hanya bersifat kualitatif artinya tidak
dengan kondisi sebenarnya. Berdasarkan evaluasi ada beberap hal yang diperbaiki untuk
menyempurnakan modul, yaitu:
1. Penambahan sesi menulis untuk menstimulus subjek sebelum memulai menuliskan
perasaan dan pikiran. Dari hasil try out, subjek kesulitan untuk memulai menulis,
sehingga peneliti menambahkan sesi menulis dengan topik yang berbeda dari
F.2. Tahap Pelaksanaan
Prosedur pelaksaan pada penelitian ini, dibagi menjadi 2 tahapan. Diamana
tahap awal adalah tahapan screening dan pemilihan subjek. Setelah ditetapkan siswa
yang akan menjadi subjek penelitian, maka tahapan dilanjutkan ke proses pelaksanaan
intervensi. Berikut uraian dari kedua tahapan tersebut.
a. Screening dan pemilihan subjek penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan screening terhadap
siswa kelas 4,5 dan 6 dengan rentang usia 9-12 tahun di salah satu Sekolah Dasar (SD)
di kota Pekanbaru. Proses screening dilakukan pada tanggal 21 November 2016 sampai
30 November 2016. Dari 75 orang siswa yang mengisi kuisoner bullying, diperoleh
sebanyak 23 orang siswa terindiksi sebagai korban bullying. Selanjutnya kepada 23
orang siswa terebut akan mengisi skala kecemasan untuk mengetahui tingkat kecemasan
siswa.
Skor kecemasan yang diperoleh setiap siswa akan dikelompokkan ke dalam 3
kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Berikut ini adalah langkah-langkah yang
dilakukan:
1. Penyusunan norma kategorisasi skala kecemasan
Penyusunan norma dimasksudkan untuk mempermudah peneliti dalam
menginterpretasi skor kecemasan yang diperoleh subjek sehingga peneliti dapat
mengkategorisasikan tingkat kecemasan pada subjek penelitian. Dari skor kecemasan
Tabel 3.6. Gambaran skor kecemasan anak korban bullying berdasarkan skor empirik
Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviasi
Kecemasan 23 14 94 39,04 18,24
Vaid N (listwise) 23
Dari tabel 3.6 di atas diperoleh mean 39.04 dengan nilai terendah 14 dan
tertinggi 94. Selanjutnya juga diperoleh gambaran skor kecemasan anak korban bullying
berdasarkan skor hipotetik, sebagai berikut:
Tabel 3.7. Gambaran skor kecemasan anak korban bullying berdasarkan skor hipotetik
Varaibel N Minimum Maximum Mean Std. Deviasi
Kecemasan 23 0 114 57 19
Selanjutnya akan dilakukan pengelompokan skor kecemasan menjadi 3 kategari,
yaitu:
Tabel 3.8. Norma kategori kecemasan
Rentang Nilai Kategori
X < -1SD + M rendah
-1SD + M ≤ X < 1SD + M sedang
X ≥ 1SD + M tinggi
Tabel 3.9. Kategori skor kecemasan
Variabel Kategori Frekuensi Persentase
Kecemasan
Rendah 13 56.52%
Sedang 9 39.13%
Tinggi 1 4,35%
Total 23 100 %
Dari tabel 3.9 di atas, diketahui bahwa sebanya 1 orang siswa kecemasan tinggi,
9 orang siswa memiliki kecemasan yang sedang dan 13 siswa lainnya memiliki
kecemasan yang rendah.
2. Menentukan subjek penelitian
Dari 23 orang siswa yang terindikasi sebagai subjek penelitian, selanjutnya
tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Maka diperoleh gambaran jumlah siswa
pada setiap kategori yaitu 13 orang memiliki skor kecemasan berada pada kategori
rendah, 9 orang memiliki skor kecemasan berada pada kategori sedang dan 1 orang
memiliki kecemasan berada pada kategori tinggi. Kepada 10 orang siswa yang memiliki
kecemasan sedang dan tinggi, dilakukan tes IQ menggunakan tes CPM. Diperoleh hasil
bahwa kesepuluh siswa tersebut memiliki IQ yang tergolong normal (diatas grade III,
berdasarkan norma CPM). Setelah meminta persetujuan siswa, maka kesepeluh siswa
tersebut menjadi subjek dalam penelitian ini. Namun saat proses terapi berlangsung, 2
orang siswa tidak hadir, sehingga hanya 8 siswa yang mengikuti semua rangkaian
intervensi.
Secara ringkas proses screening dalam pemilihan subjek penelitian dapat dilihat
dari skema di bawah ini:
diberikan kuisoner bullying
diberikan skala stres
dilakukan tes IQ
2 subjek tidak mengikuti intervensi
Gambar 3.1. Skema screening dan pemilihan subjek penelitian Bukan korban
52 orang
Korban
23 orang
Kecemasan tinggi
1 orang
Kecemasan sedang
9 orang
≥ grade III
10 orang
Subjek penelitian
8 orang
Kecemasan rendah 15 orang
Jumlah siswa
b. Proses pelaksanaan intervensi
Intervensi dilakukan kepada 8 orang siswa yang terindikasi sebagai korban
bullying memiliki tingkat kecemasan tinggi di salah satu Sekolah Dasar (SD) di kota
Pekanbaru. 8 orang subjek tersebut dibagi ke dalam kelompok eksperimen sebanyak 4
orang dan kelompok kontrol sebanyak 4 orang. Pelakasanaan intervensi di lakukan di
sekolah pada pukul 14.00 - 15.30 WIB dan berlangsung selama 6 kali pertemuan dari
tanggal 4 Desember 2016 sampai tanggal 9 Desember 2016.. Penjelasan pada setiap
pertemuan akan dibahas pada bab IV.
G. Analisa Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa statistika non
parametrik dengan menggunakan uji Mann Whitney dan (Field, 2005). Analisis data
dengan teknik Mann-Whitney digunakan untuk menguji perbedaan skor antara dua
sampel yang independent (unrelated sample) yaitu untuk menguji apakah ada perbedaan
kecemasan pada saat pretest, dan posttest antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Analisis data dengan menggunakan teknik Wilcoxon digunakan untuk menguji
beda skor dari dua sampel yang berpasangan (related sample) yaitu untuk melihat
BAB IV
HASIL PENELITTIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini berjumlah 8 orang yang terbagi ke dalam kelompok
eksperimen sebanyak 4 orang dan kelompok kontrol sebanyak 4 orang. Penempatan
subjek dalam kedua kempok dilakukan secara random. Adapun gambaran umum subjek
penelitian dapat dilihat dari hasil tabel-tabel di bawah ini:
Tabel 4.1. Karakteristik subjek penelitian
Kelompok Karakteristik
Eksperimen Kontrol
Usia
9 tahun - 1 orang
10 tahun 2 orang 1 orang
11 tahun 1 orang 1 orang
12 tahun 1 orang 1 orang
Pendidikan
4 SD - 2 orang
5 SD 3 orang 1 orang
6 SD 1 orang 1 orang
Jenis kelamin Laki-laki 3 orang 3 orang
perempuan 1 orang 1 orang
Jenis bullying
fisik 4 orang 4 orang
verbal 4 orang 4 orang
relasi 4 orang 4 orang
Frekuensi bullying
1 kali seminggu - -
2 atau 3 kali semingu 3 orang 3 orang Setiap hari 1 orang 1 orang
B. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 6 kali pertemuan, dimana pertemuan pertemuan
adalah pembukaan, pertemuan kedua sampai kelima adalah proses pelaksanaan
terhadap proses terapi yang telah dilakukan, berlangsung dari tanggal 4 Desember 2016
sampai 9 Desember 2016. Pelaksanaan intervensi dilakukan di ruang kelas dimulai
pukul 14.00 hingga 15.30 WIB. Sebelum dilakukan intervensi, peneliti terlebih dahulu
meminta izin kepada pihak sekolah, tentang rencana intervensi yang akan dilakukan.
Dari hasil screening diperoleh 10 orang siswa yang memenuhi karakteristik subjek
penelitiaan. 10 subjek tersebut kemudian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Akan tetapi 2 diantaranya tidak dapat mengikuti
proses intervensi dikarenakan orangtua tidak dapat menjemput setelah pelaksanaan
intevensi berakhir. Berikut uraian tentang proses pelaksanaan intervensi yaiut terapi
menulis ekspresif.
1. Pertemuan pertama
Pertemuan pertama dilakukan pada tanggal 4 Desember 2016, dimulai setelah
jam pulang sekolah pada pukul 14.00 – 15.30 WIB, dilakukan di salah satu ruang kelas
dengan posisi duduk subjek membentuk lingkaran. Uraian pelaksanaan dapat dilihat
pada tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2 Proses pelaksanaan pertemuan pertema
Kegiatan Hasil pelaksanaan Observasi
1. Perkenalan Terbentuknya rapport
antara peneliti dan subjek
1. Subjek dapat mengikuti instruksi permainan perkenalan yang peneliti berikan.
2. Tidak terlihat sikap canggung atau malu-malu antara subjek satu dengan yang lainnya.
3. Subjek C terlihat lebih dominan dibandingkan dengan subjek yang
1. Subjek tidak ragu-ragu menjawab bahwa sering merasa cemas.
berkeringat, jantung berdetak kencang dan merasa gugup
jantungnya berdetak cepat. Subjek A merasa takut bertemu dengan orang yang mengganggunya.
1. Subjek D tiba-tiba merasa tidak enak badan, dan tidak menuliskan perasaan dan pikirannya ketika naik kelas.
2. Subjek B dan C terlihat cukup akrab, mereka terkadang menulis sambil sesekali mengobrol. Berbeda dengan subjek A yang lebih banyak diam selama mengikuti kegiatan. 2. Hari kedua
Pertemuan kedua dilakukan pada tanggal 5 Desember 2016 setelah jam pulang
sekolah, yaitu pukul 14.00 – 15.30 WIB dilaksanakan di salah satu ruang kelas. Subjek
duduk melingkar, namun ketika masuk ke sesi menulis subjek diberi kebebasan untuk
memilih tempat duduk. Uraian proses pelaksanaan intervensi dapat dilihat pada tabel
4.3. berikut:
Tabel 4.3. Proses pelaksanaan pertemnuan kedua
Kegiatan Hasil Pelaksanaan Observasi
Menonton video
Subjek mampu menceritakan kembali video bullying yang ditonton. bentuk-bentuk bullying yang dialami
Setelah subjek menonton video tentang bullying, subjek mengatakan mereka juga sering mengalami hal seperti di dalam video. Mereka juga menyebutkan perasaan saat mereka dibully sambil memperlihatkan mengalami bullying. Mereka
mengatakan tidak mengalami kesulitan untuk
menuliskannya, merasa senang karena dapat menuliskan perasaan dan pikiran mereka ketika dibully, serta perasaan marah dan rasa cemas karena dibully, yaitu dan D. ia lebih banyak diam, dan ikut berbicara ketika peneliti memberinya
kesempatan. Subjek B cukup aktif selama proses
3. Hari Ketiga
Pertemuan dilakukan pada tanggal 6 Desember 2016. Dilaksanakan di salah satu
ruang kelas. Pertemuan dimulai pada pukul 14.00 – 15.30 WIB setelah jam pulang
sekolah yang diikuti oleh semua subjek penelitian. Uraian proses pelaksanaan penelitian
dapat dilihat di bawahh ini.
Tabel 4.4. Proses pelaksanaan pertemuan ketiga
Kegiatan Hasil pelaksanaan Obsevasi
Bermain puzzle Subjek mampu menjelaskan mengenai gambar-gambar pada mengalami bully fisik. Subjek menulis dengan fokus dan
mengingat kejadian bullying yang telah mereka alami, mereka mengatakan tidak mengalami kesulitan untuk mengingat dan menuliskannya
Subjek A memilih menjauh dari subjek lain saat menulis dan terlihat fokus saat menulis. Selama proses intervesi nyaman dengan sikap subjek C yaitu mengkritik apa yang dikatakan oleh subjek B. Subjek D sudah lebih aktif dibandingkan dari pertemuan ketika mengalami bullying.
1. Subjek A mengatakan ia tidak
akan menghiraukan teman yang membullyinya, ia akan diam saja ketika dipanggil teman yang membullynya. tidak perlu mendengarkan ejekan teman tersebut.
3. Subjek C juga mengatakan hal yang sama seperti subjek A dan B, ia akan mengatakan kepada dirinya ketika akan berangkat ke sekolah, bahwa ia tidak perlu takut jika bertemu teman yang
membully, tidak perlu perlu memperdulikan ejekan 4. Subjek D, mengatakan ia akan
bersikap cuek saat bertemu dengan teman yang
membullynya dan mengatakan kepada mereka untuk berhenti
Pertemuan keempat dilakukan pada tanggal 7 Desember 2016. Sama seperti
pada tiga pertemuan sebelumnya, pertemuan keempat juga dimulai pada pukul 14.00
-15.30 WIB di salah satu ruang kelas. Uraian kegiatan yang dilakukan pada pertemuan
Tabel 4.5. Proses pelaksanaan pertemuan keempat
Kegiatan Hasil pelaksanaan Observasi
Memilih
Subjek B dan C bekerjasama menyelesaikan permainan, selain itu jua terlihat bahwa subjek B jua membantu subje A dan D untuk menyelesaikan
bully verbal yang dialami.
Subjek A dan D secara spontan mengangkat tangan sambil berkata pernah mengalami bully
verbal. Subjek C terlihat membutuhkan waktu untuk mengingat, ia terlihat diam beberapa saat sebelum menulis dan saat menulis. ketika dibully melalu cerita yan dituliskan.
Subjek A dan B memilih menjauh dari subjek lain saat menulis. sedangkan subjek C dan subjek D tidak berpindah tempat duduk. Berbeda dari pertemuan sebelumnya, subjek C tidak langsung menulis, ia terlihat diam beberapa saat seperti sedang mengingat sesuatu sebelum mulai menulis. Menemukan
pikiran positif
Subjek C mengatakan ia akan menganggap apa yang
dilakukan teman terhadap dirinya seperti angin yang lewat, sehingga tidak perlu dihiraukan.
Subjek B dan D memberikan jawaban yang sama dengan subjek C.
5. Hari kelima
Pertemuan kelima dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 2016. Berbededa dari
pertemuan sebelumnya, pertemuan kelima dilakukan pada pukul 09.00 – 10.30 WIB.
Tabel 4.6. Proses pelaksanaan pertemuan kelima
Kegiatan Hasil pelaksanaan Observasi
Membaca
Subjek B mengatakan bahwa ia pernah difitnah mencuri uang teman sekelas. bentuk bully relasi yang dialami,
Subjek C dan D spontan mengatakan mereka pernah
mengalaminya. Begitu pula dengan subjek B, ia bahkan menjelaskan
bully relasi yang dialami. Mereka terlihat tidak senang dan kesal dengan kejadian terebut. Sedangkan subjek A hanya diam sambil
mendengarkan subjek lain yang ia pikirkan saat itu. Sedangkan pada subjek A
Subjek terlihat itdak nyaman saat mengikuti proses intervensi ketika
Subjek A hanya diam, saat peneliti menanyakan mengenai pikirannya ketika ia merasa cemas karena dibully.
6. Hari keenam
Pada pertemuan keenam, peneliti melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan
intervensi yang telah dilakukan dan mengukur kecemasan subjek setelah intervensi.
WIB. Peneliti meminta setiap subjek untuk mengisi lembar evaluasi, setelah itu
dilanjutkan dengan mengisi skala kecemasan. Pada pertemuan ini diketahui bahwa
subjek, masih mengalami bullying saat intervensi dilakukan. Selain itu, juga diketahui
bahwa tidak semua subjek mencoba untuk mempraktekkan pikiran positif yang
dikatakannya saat intervensi berlangsung.
C. Hasil Analisa Data
Data yang diperoleh akan dianalisa dengan uji analisis secara nonparametrik
menggunaan uji Mann-Whitney untuk menguji apakah ada perbedaan skor kecemasan
antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Selain itu juga dilakukan uji analisa
dengan mennggunakan uji Wilcoxon untuk melihat apakah ada perbedaan skor
kecemasan antara kondisi pretest dengan posttest pada masing-masing kelompok. Urain
hasil analisis data dibagi menjadi dua bagian, yaitu hasil analis data kelompok dan hasil
analisa data individual.
C.1. Hasil analisis data kelompok
Dari hasil pemberian skala kecemasan pada saat sebelum (pretest) dan sesudah
(posttest) dilkukannya intervensi kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,
maka skor yang diperoleh setiap subjek sebagai berikut:
Tabel 4.7. Distribusi skor kecemasan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Kelompok eksperimen Kelompok kontrol
Subjek skor Subjek skor
Pretest Postets Pretest Postets
A 51 55 E 50 65
B 94 97 F 38 40
C 61 61 G 57 93
Berdasarkan statistik deskriptif dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
pada tabel 4.7, terlihat bahwa terdapat perbedaan rerata (mean) pretest dan posttest baik
pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa skor
kecemasan masing-masing kelompok dalam setiap tes berbeda.
Tabel 4.8. Statistik deskriptf kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Kondisi pengukuran Kelompok N Mean SD Max Min
Pretest Eksperimen 4 66 19.131 94 51
Kontrol 4 45.75 9.394 57 38
Posttest Eksperimen 4 66,50 20.761 97 52
Kontrol 4 60.75 24.061 93 40
Selanjutnya dilakukan uji komparatif (Mann Whitney) terhadap data penelitian
kecemasan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah dilakukan terapi
menulis ekspresif. Selain itu juga dilakukan uji komporatif (Wilcoxon) antara kondisi
sebelum (pretest) dan (posttest) pada masing-masing kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Hasil uji analisa dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini:
Tabel 4.9. Hasil uji komporatif skor kecemasan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Dari tabel di atas menunjukkan adanya perbedaan signifikan kecemasan antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan terapi menulis ekspresif
(p < 0.05). Sementara itu, tidak ada perbedaan kecemasan yang signifikan antara
(p > 0.05). Sedangkan dari uji Wilcoxon diperoleh hasil bahwa pada kelompok
eksperimen tidak terdapat perbedaan kecemasan yang signifikan antara kondisi sebelum
dan sesudah dilakukan terapi menulis ekspreif (p > 0.05). Hal yang sama juga terlihat
pada kelompok kontrol, yaitu tidak ada perbedaan kecemasan yang signifikan antara
kondisi sebelum dan sesudah dilakukan terapi menulis ekspresif (p > 0.05). Hal ini
menunjukkan bahwa terapi menulis ekspresif tidak efektif menurunkan kecemasan pada
anak korban bullying.
C.2. Hasil analisa data individual
Analisa individual dilakukan dengan membandingkan skor kecemasan yang
diperoleh setiap subjek dengan skor rata-rata kelompok terapi menulis ekspreif pada
saat pretest dan posttest. Hasil analisis ini akan disajikan dalam bentuk grafik. Selain
itu hasil analisa individual juga dilengkapi dengan data yang diperoleh dari lembar kerja
subjek. Setiap subjek diberi inisial huruf abjad secara berurutan, yaitu subjek A, B, C
dan D. Berikut adalah gambaran perbandingan skor kecemasan setiap subjek dengan
Gambar 4.1. Perbandingan skor kecemasan subjek dengan skor rata-rata kelompok
Dari grafik di atas terlihat bahwa pada kondisi pretest skor kecemasan 3 orang
subjek yaitu subjek A, C dan D berada di bawa rata-rata skor kecemasan kelompok.
Begitu pula pada kondisi posttest subjek A, C dan juga memiliki skor kecemasan di
bawah rata-rata skor kecemasan kelompok. Namun bila melihat skor kecemasan
masing-masing subjek, maka terlihat bahwa hanya subjek D yang memperlihatkan
penurunan skor kecemasan pada kondisi pretest dan posttest.
Dari skala kecemasan yang diberikan kepada subjek juga diperoleh gambaran
skor kecemasan subjek berdasarkan tipe kecemasan pada saat kondisi sebelum (pretest)
dan setelah (posttest) dilakukan terapi menulis ekspresif. Berikut distribusi skor
Tabel 4.10. Skor kecemasan berdasarkan tipe kecemasan
Tipe kecemasan Kondisi pengukuran
Subjek
A B C D
Separation anxiety Pretest 6 12 11 9
posttest 3 18 10 6
Social Phobia Pretest 8 13 7 11
posttest 9 18 9 7
Obsessivecompulsive Pretest 11 14 15 7
posttest 15 13 10 9
Panic/agoraphobia Pretest 6 27 12 13
posttest 9 20 15 14
Fear of physical injury Pretest 8 14 16 7
posttest 8 13 5 5
General anxiety Pretest 4 14 10 11
posttest 11 15 12 11
a. Subjek A
Subjek A merupakan siswa di salah satu sekolah dasar. Saat ini ia duduk di kelas
6 dan berusia 12 tahun. A adalah seorang anak yang pendiam, sedikit tertutup dan
kurang ekspresif. A juga termasuk anak yang lamban terutama dalam menyelesaikan
tugas sekolah jika dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya yang lain. Ketika A
memiliki masalah, A lebih memilih untuk menghindar dari pada menyelesaikannya,
seperti ketika ia diganggu oleh teman, A tidak berani melawan terutama jika teman yang
mengganggu lebih kuat dibandingkan dirinya. Perlakuan bullying yang A alami sudah
terjadi cukup lama sebelum A duduk di kelas 6. Hal tersebut membuat ia merasa takut
dan cemas, sehingga A tidak pernah memberitau guru ataupun orangtua. A takut
dipukul lagi oleh teman yang membullynya, jika ia memberitahu guru atau orangtua.
Saat di rumah subjek A terkadang juga mengalami perlakuan kasar. Hal ini
mempengaruhi keberanian A untuk membela diri ketika berhadapan dengan orang yang
lebih kuat darinya. Ketika A ditegur oleh gurupun, hal tersebut membuat A merasa
takut untuk pergi ke sekolah, A berpura-pura sakit agar tidak pergi ke sekolah. subjek A
merupakan salah satu korban bullying di sekolahnya. A mengalami bullying hampir
setiap hari dan mengalami bully baik secara fisik, verbal maupun relasi.
Dari gambar 4.1 di atas, terlihat bahwa pada saat pretest skor kecemasan A
adalah 51 (kategori sedang). Pada saat posttest terlihat adanya peningkatan skor
kecemasan yaitu menjadi 55, namun masih berada pada kategori sedang. Terlihat juga
bahwa pada saat pretest dan posttest A memperoleh skor di bawah rata-rata skor
kecemasan kelompok, hal ini menunjukkan bahwa dalam kelompok terapi menulis
ekspresif, subjek A memiliki kecemasan di bawah rata-rata. Selain itu juga diperoleh
gambaran perbedaan skor kecemasan subjek A berdasarkan tipe kecemasan antara
sebelum dan sesudah diberikan menulis ekspresif, seperti pada gambar 4.2. berikut ini:
Gambar 4.2. Perbandingan skor kecemasan subjek A berdasarkan tipe kecemasan pada kondisi pretest dan posttest
Dari gambar 4.2 di atas terlihat bahwa adanya peningkatan skor pada tipe
kecemasasan social phobia, obsessive compulsive, panic/agoraphobia dan general
pada tipe general anxiety sebesar 7 poin, yaitu skor pada saat pretest sebesar 4 poin dan
saat posttest meningkat menjadi 11 poin. Sedangkan pada tipe kecemasan fear of
physical injury tidak terjadi perubahan skor baik pada kondisi pretest maupun posttest.
Selain itu juga terlihat adanya penurunan skor pada tipe kecemasan separation anxiety
sebesar 3 poin dari kondisi pretest dan posttest.
Berdasarkan lembar kerja pada saat intervensi, diketahui bahwa kejadian
bullying yang dialami subjek A diantaranya, dipukul, dilempar, diancam, dicubit, diejek
dan difitnah. Dari hasil cerita yang ditulis oleh A pada “buku rahasia”, A
mengungkapkan perasaan dan pikirannya saat mengalami bullying. Dari cerita yang
ditulis A, A merasa takut, sedih dan marah karena kejadian bullying yang dialaminya.
Selain itu diketahui juga bahwa A pernah mencoba untuk melawan dengan bertanya
mengapa ia didorong, bukannya mendapat jawaban, tetapi A malah dipukul dan diejek
oleh temannya tersebut. Selain secara verbal, A juga pernah mencoba untuk melawan
secara fisik yaitu berkelahi dengan teman yang membullynya, namun A kembali
mendapat tekanan berupa ancaman dari temannya tersebut. Kejadian tersebut membuat
A merasa takut, A juga tidak berani untuk memberitahu guru ataupun orangtuanya.
Tidak adanya support dari orangtua menambah rasa takut A untuk memberitahu
kejadian bullying yang dialaminya. Subjek A menuliskan bahwa jika orangtua
mengetahui ia terlibat masalah, ia akan dimarahi.
Pada tahap juxtapisition dan application to the self, A berahasil menyampaikan
kecemasan yang dirasakannya, yaitu mengapa ia selalu diganggu, ketakutannya jika
bertemu dengan teman yang membullynya dan ketakutannya jika kejadian bullying yang
saat ia merasa cemas karena bullying, awalnya ia belum mampu menemukan pikiran
positif tersebut, namun pada pertemuan selanjutnya A sudah mampu melakukannya.
Sebelum berangkat ke sekolah, ia akan mengatakan kepada dirinya jika nanti ia
berjumpa dengan teman yang membullynya tersebut, ia tidak akan memperdulikannya
meskipun ia dipanggil oleh temannya tersebut. Akan tetapi A masih terlihat belum
mampu menggungkapkan pikiran dan perasaannya jika berhadapan dengan temannya
tersebut. A mengatakan, jika ia bertemu dengan teman yang membullynya tersebut, ia
hanya diam dan tidak mengatakan apa-apa. A juga mengatakan, jika ia merasa cemas
dengan kejadian bullying yang dialaminya, ia akan mencoba untuk bersikap tenang, dan
tidak memikirkan hal-hal negatif atau yang aneh-aneh.
Dari hasil observasi selama intervensi berlangsung, diketahui bahwa A adala
satu-satunya subjek laki-laki, subjek A lebih banyak diam saat intervensi berlangsung.
Ia hanya berbicara ketika peneliti bertanya kepadanya. Subjek A juga terlihat berusaha
untuk menghindarai pembicaraan tentang bullying yang dialami, ia mencoba
menghindar dengan bertanya tentang hal lain yang tidak ada hubungannya dengan
kejadian bullying yang dialami. Subjek A selalu pindah tempat duduk ketika mulai
menulis, dibandingkan dengan subjek yang lain, cerita yang dituliskan oleh subjek lebih
singkat dan terlihat tidak banyak perasaan dan pikirannya yang terkesplor saat menulis.
Pada tahap evaluasi, diketahui bahwa subjek A masih mengalami bullying,
ketika ia dibully A hanya diam dan tidak melawan. A juga diketahui tidak
mempraktekkan pikiran posistif yang telah diungkapannya selama intervensi
meskipun terkadang subjek A masih merasa takut, namun setelah mengikuti intervensi,
ketakutannya sedikit berkurang.
b. Subjek B
Subjek B adalah salah satu siswi di sekolah dasar di Pekanbaru. Saat ini B duduk
di kelas 5 dan berusia 10 tahun. B memiliki tubuh yang cukup besar dibandingkan
dengan teman sekelasnya yang lain. Kemampuan akademik B tergolong rata-rata jika
dibandingkan dengan teman sekelasnya yang lain. Hanya saja sikapnya yang tidak fokus
dan cenderung mengerjakan hal lain saat belajar, membuatnya lamban dalam
mengerjakan tugas. B memiliki sikap kekanak-kanakan, ketika menyampaikan sesuatu,
B terkesesan berlebihan dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian dari lawan
bicaranya. Sikap B yang demikian, membuatnya cukup memiliki banyak masalah
dengan teman-teman, ia cukup sering diganggu oleh temannya. B merupakan salah satu
korban bullying di sekolahnya. Bullying yang dialami oleh B sudah berlangsung cukup
lama yaitu sebelum B duduk di kelas 5. Sebelumnya B pernah berpura-pura sakit agar
tidak pergi ke sekolah, hal ini subjek B lakukan beberapa kali, karena perlakuan
bullying yang dialami. Meskipun sekarang subjek B sudah mulai berani untuk
membalas, namun hal tersebut tidak membuat teman-teman berhenti membullynya.
Subjek B agak sering mengalami bullying yaitu sekitar 2 atau 3 kali dalam seminggu
dan mengalami bullying baik secara fisik, verbal maupun relasi.
Dari gambar 4.1. di atas, terlihat bahwa pada kondisi pretest skor kecemasan
subjek B adalah 94 (kategori tinggi) dan pada kondisi posttest terjadi peningkatan skor
kedua kondisi yaitu kondisi pretest dan posttest subjek B memperoleh skor di atas
rata-rata skor kelompok terapi menulis ekspresif (mean pretest = 66 dan mean posttest =
66,5). Hal ini berarti bahwa tidak terjadi penurunan kecemasan pada subjek B baik
dilihat berdasarkan skor kecemasan yang diperoleh maupun berdasarkan kategori
kecemasan pada saat pretest dan posttest. Begitu pula saat dibandingkan dengan
rata-rata skor kecemasan kelompok. Berdasarkan skor yang diperoleh subjek B pada skala
kecemasan, juga diperoleh gambaran perbedaan skor kecemasan subjek B berdasarkan
tipe kecemasan anatra kondisi pretest dan posttest, seperti pada gambar 4.3 berikut ini:
Gambar 4.3. Perbandingan skor kecemasan subjek B berdasarkan tipe kecemasan pada kondisi pretest dan posttest
Dari gambar 4.3 di atas, penurun skor kecemasan pada tipe kecemasan obsessive
compulsive dan fear of physical injury yaitu masing-masing sebesar 1 poin (pretest =
kecemasan, yaitu yaitu pada separation anxiety, social anxiety, dan general anxiety.
Sedangkan pada tipe obsessive compulsive, panic/agoraphobia dan fear of physical
injury terjadi penurunan skor antara kondisi pretest dan posttest. Pada tipe obsessive
compulsive skor kecemasan subjek menurun sebesar 1 poin (pretest = 14, posttest =
13), tipe kecemasan panic/agoraphobia skor kecemasan subjek B menurun sebesar 7
poin (pretest = 27, posttest = 20. Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan
intervensi menulis ekspresif, terjadi penurunan simptom kecemasan pada tipe
kecemasan obsessive compulsive dan fear of physical injury.
Berdasarkan lembar kerja pada saat proses intervensi berlangsung, diketahui
bentuk-bentuk bullying yang dialami oleh subjek B, diantaranya dipukul, dicubit, diejek,
dimintai uang dan ditarik jilbab. Dari cerita yang dituliskan B pada “buku rahasia”,
diketahui bahwa B mampu mengungkapkan perasaannya saat dibully yaitu B merasa
benci dengan teman yang membullynya tersebut. B juga sulit untuk memaafkan mereka.
Hingga pertemuan terakhir, B masih mengatakan bahwa ia tidak bisa memaafkan teman
yang sudah bersikap keterlaluan kepadanya dan masih menyimpan perasaan benci dan
marah. saat mengungkapkan hal tersebut, terdengar adanya tekanan pada intonasi suara
B. Selain itu, dari hasil cerita yang ditulis oleh B juga diketahui bahwa tidak terlihat
usaha B untuk menghentikan teman yang membullynya tersebut atau menuliskan
pikirannya tentang apa yang ingin dan akan ia lakukan agar tidak dibully lagi. B
menuliskan ia tidak memberitahu orangtua tentang kejadian bullying yang dialaminya
karena takut teman yang membullynya akan dimarahi. B juga menuliskan bahwa ia
merasa kasihan kepada teman yang membullynya tersebut, jika orangtuanya
Pada tahap juxtaposition dan application to the self, B mengungkapkan pikiran
positif untuk mengurangi kecemasannya, melalui pertanyaan yang peneliti berikan. B
mengatakan saat dia akan berangkat ke sekolah, ia berkata kepada dirinya untuk tidak
perlu takut terhadap teman yang membullynya, tidak perlu mendengarkan dan
memperdulikan apa yang mereka katakan atau ia akan langsung bertanya kepada teman
yang membully, mengapa mereka mengganggu dirinya. Selain itu, subjek B mampu
menemukan cara untuk mengalihkan pikiran dan perasaannya dengan melakukan
kegiatan yang ia senangi, salah satunya dengan menggambar.
Dari hasil observasi selama proses intervensi berlangsung, terlihat bahwa subjek
merasa tidak senang dengan sikap subjek C yang selalu mengkritik apa yang
diungkapkan oleh subjek B, seperti saat B memberikan jawaban yang sama dengan C,
maka C mengatakan B meniru jawaban dirinya. Sikap subjek B yang tidak fokus selama
intervensi, terkadang menjadi bahan lelucon bagi subjek C. Subjek B juga terlihat
beberapa kali keluar ruangan selama prooses intervensi, tanpa meminta izin peneliti.
Saat B mengungkapkan pikiran positif, jika berhadapan dengan teman yang membully,
sebelum pelaksanaan dilakukan terlihat subjek B sedang diganggu oleh beberapa orang
temannya, dan subjek B terlihat mencoba untuk melawan.
Selama proses intervensi berlangsung, B mengatakan bahwa ia masih
mengalami bullying. Dari lembar evaluasi yang diberikan, B mengatakan bahwa ia
merasa senang menuliskan tentang perasaannya tentang perlakuan bullying yang
dialaminya, meskipun demikian hal tersebut tidak mengurangi perasaan marah dan
benci terhadap teman yang membullynya. Subjek B menyebutkan bahwa ia masih benci
c. Subjek C
Subjek C merupakan siswi di salah satu sekolah dasar di Pekanbaru. Saat ini C
berusia 10 tahun dan duduk di kelas 5. C adalah siswi pindahan dari salah satu sekolah
dasar di Sumatera Barat, C pindah ketika naik kelas 2. Kemampuan akademik C
tergolong rata-rata jika dibandingkan dengan teman sekelasnya yang lain. C senang
berbagi dengan temannya yang lain, ia cukup sering memberi jajan kepada beberapa
teman sekelasnya saat jam istirahat ataupun jam pulang sekolah, sehingga membuat C
cukup menjadi pusat perhatian dan dikelilingi oleh beberapa temannya. C memiliki
sikap dominan untuk menjadi pusat perhatian, namun terkadang sikap C tersebut
membuat beberapa teman tidak menyukainya. Selain itu C juga memiliki sifat yang
sensitif dan suka merajuk. C merupakan salah satu korban bullying di sekolahnya. C
megalami bullying baik secara fisik, verbal maupun relasi dan ia mengalaminya sekitar
satu atau dua kali dalam seminggu. Kejadian tersebut membuat C terkadang takut untuk
pergi sekolah dan pernah melakukannya beberapa kali.
Berdasarkan gambar 4.1 di atas, di ketahui bahwa pada kondisi pretest skor
kecemasan subjek C adalah 61 (kategori sedang), kemudian pada kondisi posttest skor
kecemasan subjek C adalah 61 (kategori sedang). Selain bila membandingkan skor
kecemasan yang diperoleh subjek C dengan skor rata-rata kecemasan kelompok terapi
menulis ekspresif, terlihat bahwa pada kedua kondisi yaitu kondisi pretest dan posttest
skor kecemasan subjek C berada di bawah rata-rata skor kecemasan kelompok terapi
menulis ekspresif (mean pretest = 66, mean posttest = 66.5). Hal ini menunjukkan
bahwa tidak terjadi perubahan kecemasan pada subjek C setelah dilakukannya terapi
kecemasan, juga diperoleh gambaran perbedaan skor kecemasan subjek C berdasarkan
tipe kecemasan anatra kondisi pretest dan posttest, seperti pada gambar 4.4 berikut ini:
Gambar 4.4. Perbandingan skor kecemasan subjek C berdasarkan tipe kecemasan pada kondisi pretest dan posttest
Berdasarkan gambar 4.4 di atas, terlihat bahwa adanya penurunan skor
kecemasan pada kondisi pretest dan posttest pada tiga tipe kecemasan, yaitu separation
anxiety, obsessive compulsive dan fear of physical injury. Penurunan skor kecemasan
setiap tipe kecemasan yaitu separation anxiety sebesar 1 poin, obsessive compulsive
sebesar 5 poin dan fear of physical injury sebesar 11 poin. Hal ini menunjukkan bahwa
setelah dilakukannya terapi menulis ekspresif terlihat adanya penurunan simtom
kecemasan pada tipe kecemasan separation anxiety, obsessive compulsive dan fear of
physical injury. Pada tiga tipe kecemasan yang lainnya memperlihatkan kondisi
sebaliknya, yaitu terlihat adanya peningkatan skor kecemasan yaitu tipe kecemasan
socialphobia, panic/agoraphobia dan general anxiety.
Berdasarkan lembar kerja pada saat dilakukannya terapi menulis ekspresif
diketahui bahwa bentuk bullying yang dialami oleh C diantaranya diancam, diejek
dengan mengatakan C bodoh dan vespa, dicubit dan digosipkan. Sedangkan dari cerita
yang ditulis oleh C pada “buku rahasia” diketahui bahwa C mampu mengungkapkan
perasaannya saat mengalami bullying diantaranya merasa benci, marah, kesal dan
dendam. C menuliskan kata benci pada setiap cerita yang dituliskan dan pada pertemuan
terakhir C hanya menuliskan perasaan yang dirasakannya saat mengalami bullying.
Selain itu, juga diketahui pada C juga mencoba untuk berbaikan dengan teman yang
jahat kepadanya dengan cara memaafkan teman tersebut.
Pada tahap juxtaposition dan application to the self, C mengatakan bahwa ia
merasa lebih baik karena dapat menceritakan tentang pengalaman bullyingnya. Selain
itu C juga mampu mengungkapkan pikiran positif untuk mengurangi kecemasan karena
dibully. ketika akan berangkat ke sekolah ia akan mengatakan kepada dirinya untuk
bersikap santai, dan tidak memperdulikan teman yang membullynya. Ia juga
mengatakan, tidak apa jika hari ini ia marah karena dibully, namun ia harus tetap sabar
dan tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh teman yang membullynya. Saat C
berjumpa dengan temannya di sekolah, ia tidak perlu menghiraukan mereka.
Dari hasil observasi selama proses terapi menulis ekspresif terlihat bahwa subjek
C cukup dominan dibandingkan dengan subjek yang lainnya. Sikap dominan C tersebut,
membuat subjek lainnya sedikit tidak nyaman. C juga terlihat lebih aktif untuk
menjawab secara spontan setiap pertanyaan yang peneliti tanyakan. Ketika menuliskan
perasaan dan pikirannya ketika dibully, C terlihat fokus, meskipun sesekali juga terlihat
Dari lembar evaluasi yang diberikan pada hari terakhir pertemuan, diketahui
bahwa setelah menuliskan tentang perasaan dan pikirannya ketika mengalami bullying,
pada awalnya C merasa biasa saja, namun setelah beberapa kali menulis C juga
mengatakan bahwa ia tidak merasa dendam lagi terhadap teman yang membullynya.
d. Subjek D
Subjek D merupakan siswi di salah satu sekolah dasar di kota Pekanbaru. Saat
ini D berusia 10 tahun dan duduk di kelas 5 SD. D memiliki kemampuan akademik
rata-rata dibandingkan dengan teman sekelasnya yang lain. D adalah anak yang pendiam,
ketika D diganggu oleh temannya ia tidak melawan. Jika D tidak bisa menahan diri saat
diganggu, D akan menangis. Selain itu D juga memiliki fisik yang lemah dan sering
sakit. D merupakan salah satu korban bullying di sekolahnya. Kejadian ini sudah lama
D alami, dimulai ketika D duduk di kelas 3 SD. Hal ini membuat D merasa takut dan
terkadang tidak ingin pergi ke sekolah. D juga terkadang berpura-pura sakit untuk tidak
pergi ke sekolah. D merupakan salah satu korban bullying di sekolahnya, D mengalami
bully secara fisik, verbal dan relasi dan hal ini agak sering terjadi yaitu lebih dari satu
kali dalam seminggu.
Berdasarkan gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa pada kondisi pretest dan
posttest pada subjek D. Kondisi pretest menunjukkan skor kecemasan D adalah 58
(kategori sedang) dan pada kondisi posttest skor kecemasan D adalah 52 (kategori
sedang). Hal ini menunjukkan bahwa adanya penurunan skor dari kondisi pretest dan
posttest yaitu sebesar 6, berarti bahwa terapi menulis ekspresif efektif untuk
rata-rata kelompok, terlihat bahwa skor kecemasan subjek D berada di bawah rata-rata-rata-rata skor
kecemasan kelompok baik pada kondisi pretest (skor = 58, mean = 66) maupun kondisi
posttest (skor = 52, mean = 66,5). Dari hasil skor skala kecemasan, juga diperoleh
gambaran tentang perubahan kecemasan subjek D berdasarkan tipe kecemasan, seperti
pada gambar 4.5 berikut:
Gambar 4.5. Perbandingan skor kecemasan subjek D berdasarkan tipe kecemasan pada kondisi pretest dan posttest
Berdasarkan gambar 4.5 diketahui bahwa dari enam tipe kecemasan, tiga tipe
kecemasan diantaranya menunjukkan adanya penurunan skor pada kondisi posttest yaitu
separation anxiety sebesar 3 poin, social phobia sebesar 4 poin dan fear of physical
injury sebesar 1 poin. Sedangkan pada empat tipe kecemasan lainnya menunjukkan
adanya peningkatan skor yaitu separation anxiety (1 poin), obsessive compulsive (3
poin), panic/agoraphobia (2 poin) dan general anxiety (1 poin).
Dari hasil lembar kerja saat dilakukannya proses terapi menulis ekspresif,
diancam, di kurung di dalam kelas, di pukul dan difitnah mencuri barang milik teman.
Bullying yang dialami D membuatnya merasa sedih dan sakit hati. Diketahui juga
bahwa ejekan teman terhadap dirinya merupakan bentuk bullying yang sulit D lupakan,
terlihat bahwa D menceritakan kejadian ketika ia diejek sebanyak 2 kali. Sikap orangtua
yang tidak mempercayai tetapi balik memarahi D, membuatnya tidak mau memberitahu
orangtua ketika ia dibully di oleh teman di sekolah. Selain itu juga diketahuhi bahwa
respon D pertama kali ketika dibully adalah menangis, kemudian D melaporkan
kejadian tersbut kepada guru.
Pada tahap juxtaposition dan application to the self, D mampu mengungkapkan
pikiran positifnya untuk mengurangi perasaan cemas baik ketika akan berangkat ke
sekolah maupun saat bertemu dengan teman yang membullynya di sekolah. D
mengatakan ketika ia akan berangkat sekolah, ia akan berkata kepada dirinya untuk
bersikap cuek jika nanti bertemu dengan teman yang membully dan jika nanti ia
bertemu dengan teman tersebut ia akan mengatakan kepada mereka unutk berhenti
membully dirinya.
Dari hasil observasi selama proses terapi menulis ekspresif berlangsung,
diketahui bahwa D sempat mengalami sakit pada pertemuan pertama, namun pada
pertemuan selanjutnya D dapat mengikuti proses terapi. D terlihat tidak terlalu aktif
seperti subjek C, namun terkadang D juga mau menjawab dengan spontan pertanyaan
yang peneliti tanyakan. D terlihat cukup antusias mengikuti rangkaian intervensi.
Sedangkan dari lembar evaluasi diketahui bahwa sebelum subjek D menuliskan
perasaan dan pikirannya tentang bullying yang dialaminya, D merasa sedih, benci, sakit
dirinya. D juga pada awalnya takut jika ceritanya diketahui oleh orang lain. Setelah D
menuliskan tentang perasaan dan pikirannya ketika dibully, ia merasa senang dan
perasaan sedih, benci serta sakit hatinya sedikit berkurang.
D. Pembahasan
Berdasarkan analisa statistik dengan menggunakan uji Mann Withney diperoleh
hasil niali r = -0,72 dengan signifikasn 0.564 (p > 0.05), yang berarti bahwa tidak
terdapat perbedaan kecemasan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Tidak efektifnya pemberian terapi menulis ekspresif juga terjadi pada penelitian Murti
dan Hamidah (2012) yang juga menggunakan menulis ekspresif untuk mengatasi
permasalahan psikologi. Dari hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa tidak terdapat
perbedaan depresi antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Selain itu, juga
dilakukan uji Wilcoxon untuk mengetahui efek terapi menulis ekspresif antara kondisi
pretest dan posttest pada kelompok eksperimen. Dari analisa statistik diperoleh hasil
nilai r = -0.13 dengan sig = 0.715 (p > 0.05) yang berarti bahwa tidak terdapat
perbedaan kecemasan antara kondisi sebelum (pretest) dan setelah (posttest) diberi
terapi menulis ekspresif. Hal ini menunjukkan bahwa terapi menulis ekspresif tidak
efektif untuk menurunkan kecemasan pada anak korban bullying.
Berdasarkan data yang diperoleh selama proses intervensi berlangsung dan
dikaitkan dengan teori yang ada, maka ditemukan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi menulis ekspresif tidak efektif untuk menurukan kecemasan pada anak
korban bullying, diantaranya:
Pada terapi menulis ekspresif, tahapan juxtaposition merupakan tahapan yang
digunakan sebagai sarana bagi subjek untuk memperoleh keadaan baru dan
menginspirasi perilaku, sikap atau nilai yang baru serta membuat subjek memperoleh
pemahaman yang lebih tentang dirinya. Subjek yang telah mendapatkan insight
dimotivasi agar dapat mengaplikasikannya kekehidupan sehari-hari (Malchiodi, 2007).
Pada penelitian ini, proses pencapaian insight tidak berjalan dengan lancar,
materi dan proses pelaksaanan terapi pada tahap ini tidak cukup membantu subjek
memperoleh insight. Pada tahap juxtapotition di penelitian ini subjek diajarkan untuk
menemukan pikiran positif melalui beberapa pertanyaan, kemudian subjek diminta
untuk mengatakan pikiran positif tersebut pada dirinya (self-talk). Hal tersebut tidak
cukup membantu subjek mendapatkan insight dari peristiwa bullying yang dialami.
Subjek tidak mendapatkan pemahaman tentang kelemahan dirinya saat berhadapan
dengan situasi bullying yang menyebabkan munculnya kecemasan dan mendapatkan
pemahaman baru tentang tindakan atau cara-cara yang dapat dilakukan untuk
mengurangi kecemasan dan menghadapi bullying yang dapat diaplikasikan kedalam
kehidupan sehari-hari.
2. Tidak terpenuhinya karakteristik menulis ekspresif
Menulis ekspresif memiliki beberapa karakteristik salah satunya adalah
self-expression yaitu digunakan sebagai wadah untuk mengungkapkan perasaan dan persepsi
menjadi pemahaman diri yang lebih baik atau menghasilkan emosi yang lebih baik,
pemecahan masalah dan perasaan well-being. Berdasarkan hasil menulis ekspresif,
diketahui bahwa subjek belum memperlihatkan self-expression saat mengikuti terapi
dan pikirannya ketika dibully, namun subjek belum ekspresif untuk mengeksplor tentan
peristiwa bullying yang dialami. Subjek hanya menuliskan tentang bagaimana bullying
yang dialaminya terjadi dan perasaannya saat mengalami hal tersebut. Tidak terlihat
adanya proses kognitif, seperti refleksi diri (memahami, menyadari, mengetahui)
sehingga memunculkan pemahaman diri yang lebih baik ataupun pemecahan masalah.
Sebagaimana yang disampaian oleh Plupth (2012) bahwa pada proses kognitif terjadi
proses menganalisa dan mempelajari hal-hal baru dari pengalaman emosiol yang
dialami.
3. Subjek masih mengalami bullying saat pelaksanaan intervensi.
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu
ketika individu merasa tidak aman yang dikarenakan pengalaman tidak menyenangkan
dari lingkungan (Ramiah, 2003). Bullying adalah salah satu pengalaman yang tidak
menyenangkan dari lingkungan sekolah dan memunculkan perasaan tidak aman bagi
anak. Rigby (dalam Ong, 2003) menyebutkan bahwa bullying salah satunya ditandai
dengan target atau korban merasa tertindas oleh penyerangan yang dilakukan pelaku.
Tinginya pengalaman bullying yang dialami oleh individu berhubungan dengan
peningkatan simptom kecemasan (Porsteinsdottir, 2014).
Dari kuisoner bullying yang diisi oleh subjek, diketahui bahwa subjek A
memiliki frekuensi mengalami bullying yang lebih banyak dari tiga subjek lainnya yaitu
setiap hari. Sedangkan subjek B, C dan D yaitu 2 atau 3 kali seminggu. Selain itu dari
pelaksanaan intervensi yang dilakukan diketahui bahwa selama proses berlangsung
subjek masih mengalami bullying, terutama pada subjek A dan B. Diketahui bahwa
adalah 94, setelah dilakukan terapi menulis ekspresif (kondisi posttest) kedua subjek
memperlihatkan peningkatan skor kecemasan, yaitu skor subjek A adalah 55 dan subjek
B adalah 94. Hal ini menunjukkan bahwa subjek A dan subjek B memiliki pengalaman
bullying yang lebih banyak dibandingkan dengan subjek C dan D.
4. Jarak dan lamanya waktu menulis
Soper dan Bergen (2001) mengatakan salah satu faktor yang berhubungan
dengan efektivitas menulis ekspresif adalah jarak dan waktu menulis. Penelitian
Smyth’s (1998; Soper & Bergen, 2001) menunjukkan adanya pengaruh yang kuat
terkait dengan jarak dilakukannya menulis ekspresif, namun lamanya waktu
pelaksanaan menulis tidak memperlihatkan pengaruh yang kuat terhadap efektivitas
menulis ekspresif, yaitu menulis sekali seminggu selama satu bulan lebih efektif
dibandingkan dengan menulis 4 kali selama seminggu. Hal ini berarti bahwa menulis
ekspresif lebih efektif ketika jarak antara pertama menulis dengan menulis selanjutnya
lebih jauh. Pada penelitian ini terapi menulis ekspresif dilakukan sebanyak 4 kali yang
dilaksanakan setiap hari secara terus menerus tanpa adanya jeda dengan waktu yang
diberikan kepada subjek selama 30 menit.
5. Perbedaan dan karakteristik individu.
Soper dan Beren (2001) menyebutkan bahwa meskipun mengungkapkan
peristiwa yang dialami melalui kegiatan menulis terlihat relevan dan dapat
digeneralisasikan terhadap usia, jenis kelamin, etnik, kelas sosial dan tingkat
pendidikan, namun terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas
menulis ekspresif diantaranya perbedaan individual dan karakteristik individu. Salah
lebih banyak informasi, lebih detail, lebih emosional dan lebih banyak menceritakan
situasi interpersonal tentang pengalaman pribadinya dibandingkan dengan anak laki-laki
(Fivush & Buckner, 2003; Fivush, dkk. 2007).
Pada penelitian ini diketahui bahwa terapi diikuti oleh 1 orang anak laki-laki dan
3 orang anak perempuan. Berdasarkan hasil terapi diketahui bahwa subjek perempuan
lebih banyak mengungkap informasi, lebih detail, emosional dibandingkan dengan
subjek laki-laki dan diketahui dari hasil pengukuran kecemasan setelah menulis ekspresi
bahwa kecemasan pada subjek laki-laki yaitu subjek A memperlihatkan peningkatan
kecemasan dibandingkan dengan subjek perempuan.
Meskipun menulis ekspresif tidak efektif menurunkan kecemasan, namun satu
dari empat subjek memperlihatkan penurunan kecemasan, yaitu pada subjek D. Dari
hasil pengukuran skor kecemasan diketahui bahwa skor kecemasan subjek D pada
kondisi pretest adalah 58 menurun menjadi 52 pada kondisi posttest. Adanya
penurunan simptom kecemasan pada subjek D. Hal ini terjadi karena selain adanya
proses katarsis melalui menulis ekspresif, proses terapi juga memberikan rasa percaya
diri dan keberanian bagi subjek D, terutama untuk mengungkapkan pikirannya
mengenai pristiwa bullying yang dialami.
Selain itu dari hasil yang diperoleh selama proses intervensi dapat dikatakan
bahwa secara umum menulis ekspresif membantu anak melepaskan atau
mengungkapkan perasaan yang dirasa saat mengalami bullying. Fivush (2007)
mengatakan bahwa ketika individu mengalami kesulitan atau hambatan untuk
mengungkapkan pikiran dan emosi yang menganggu, maka ketika pikiran dan emosi
proses terapi diketahui bahwa subjek sebelumnya tidak pernah mengungkapkan atau
menceritakan tentang pengalaman bullying yang dialaminya karena tidak mendapatkan
dukungan dari orang terdekatnya, sebagian dari mereka bahkan balik dimarahi karena
terlibat masalah di sekolah. Pada saat menulis ekspresif terlihat bahwa subjek mampu
mengungkapkan emosi-emosi yang dirasakannya ketika dibully, seperti marah, kesal,
benci, sedih. Setelah subjek mengungkapkan perasaan tersebut, subjek merasa sedikit
lebih baik, merasa senang dapat mengungkapkannya melalui menulis, subjek juga
merasa perasaan marah, kesal dan bencinya sedikit berkurang dibandingkan sebelum
subjek melakukan menulis ekspresif. Hal ini terlihat dari lembar evaluasi yang ditulis
oleh subjek di pertemuan terakhir.
E. Keterbatasan Penelitian
Terdapat keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya:
1. Kurangnya kontrol terhadap kemungkinan subjek masih mengalami bullying
ketika mengikuti terapi.
2. Kurangnya aktivitas yang dapat membantu pencapaian insight pada subjek terkait pengalaman bullying yang dialami, sehingga subjek tidak hanya
mengungkapkan perasaan dan pikirannya saat dibully tetapi juga memperoleh
pengetahuaan baru tentang kemampuan yang dimiliki ketika kembali
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
yaitu sebagai berikutt:
1. Tidak terdapat perbedaan kecemasan antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol setelah diberikan terapi menulis ekspresif, hal ini berarti
bahwa menulis ekspresif tidak efektif untuk menurunkan kecemasan.
2. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi menulis ekspresif tidak efektif
menurunkan kecemasan anak korban bullying, yaitu pencapaian insight pada
subjek tidak berjalan dengan lancar, tidak terpenuhinya karakteristik menulis
ekspresif, subjek masih mengalami bullying saat pelaksanaan intervensi, jarak
dan lamanya waktu menulis serta perbedaan dan karakteristika individu.
3. Menulis ekspresif dapat digunakan sebagai media katarsis untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan yang mengganggu tentang kejadian
emosional yang dialami.
B. SARAN
B.1. Saran Metodologis
Beberapa saran yang dapat diberikan bagi peneliti selanjutnya yang akan
melakukan penelitian yang terkait dengan intervensi menulis ekspresif dan kecemasan