• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terapi Menulis Ekspresif Untuk Menurunkan Kecemasan Pada Anak Korban Bullying Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Terapi Menulis Ekspresif Untuk Menurunkan Kecemasan Pada Anak Korban Bullying Chapter III V"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini membahas tentang metode penelitian, yang terdiri dari variabel

penelitian, definisi operasional variabel penelitian, desain penelitian, subjek penelitian,

metode pengumpulan data, prosedur penelitian dan analisa data yang digunakan.

A. Variabel Penelitian

Variabel yang terdapat pada penelitian ini meliputi variabel bebas dan variabel

terikat. Variabel bebas adalah variabel yang dimanipulasi dalam penelitian karena

diduga memiliki pengaruh terhadap variabel lain, sedangkan variabel terikat adalah

respon subjek penelitian yang diukur pengaruhnya dari variabel bebas (Seniati, Yulianto

& Setiadi, 2011). Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel tergantung : Kecemasan

2. Variabel bebas : Terapi menulis ekspresif

B. Definisi Operasional

1. Kecemasan adalah perasaan takut dan khawatir disertai dengan gejala fisik,

kognitif dan perilaku terhadap situasi yang dialaminya. Tingkat kecemasan

diukur menggunakan skala kecemasan yang disusun dengan mengadaptasi dan

memodifikasi Spence Children’s Anxiety Scale (SCAS) oleh Susan H. Spence

pada tahun 1997. Tingkat kecemasan dinilai dari simtom kecemasan yang

(2)

panic/agoraphobia, separation anxiety, social phobia, obsessive compulsive,

fear of physical injury. Semakin tinggi skor kecemasan yang diperoleh, maka

semakin tinggi simptom kecemasan yang dimiliki. Begitu pula sebaliknya,

semakin rendah skor kecemasan, maka semakin rendah pula simptom

kecemasan.

2. Terapi menulis ekspresif adalah suatu proses terapeutik melalui kegiatan menulis

yang dilakukan oleh anak sebagai bentuk refleksi dan ekspresi pikiran dan

perasaannya tentang peristiwa bullying yang dialami dengan tujuan untuk

membantu anak mengekspresikan emosi yang berlebihan, menurunkan

ketegangan sebagai akibat dari peristiwa bullying yang dialami, dilakukan

dengan empat tahap yaitu: recognition, examination, feedback, application to the

self.

C. Desain Penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah Pretest Posttest Control

Group Design yang merupakan desain eksperimen dengan melakukan pengukuran atau

observasi awal sebelum dan setelah perlakuan diberikan pada kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol (Latipun, 2004: 123). Adapun skema desain penelitian dapat dilihat

pada tabel 3.1. berikut:

Tabel 3.1. Skema desain penelitian

Kelompok Pengukuran (Pretest)

Perlakuan Pengukuran (Posttest)

KE O1 X O2

(3)

Keterangan:

KE = Kelompok eksperimen KK = Kelompok kontrol

O1 = kecemasan sebelum perlakuan

X = Pemberian terapi menulis ekspresif -X = Tanpa pemberian terapi menulis ekspresif O2 = kecemasan setelah perlakuan

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah anak-anak yang menjadi korban bullying.

Karakteristik dari subjek penelitian ini adalah:

1. Berusia 9-12 tahun. Allen & Marotz (2010) mengatakan bahwa pada masa

kanak-kanak akhir, anak mulai menyenangi keterampilan menulis untuk

kegiatan yang tidak berhubungan dengan akademik.

2. Memiliki IQ normal. Papalia (2010) mengatakan bahwa perkembangan

keterampilan menulis bergerak beriringan dengan perkembangan bahasa dan

menuru Yusuf (2008) salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan

bahasa adalah IQ

3. Memiliki skor kecemasan pada kategori sedang (38 ≤ X < 76) dan kategori

tinggi (X ≥ 76)

E. Metode Penggumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa cara, yaitu:

a. Kuisoner bullying, digunakan untuk mengidentifikasi anak-anak yang menjadi

korban bullying. Kuisoner bullying disusun dengan mengadaptasi dan

memodifikasi The Revised Olweus Bully/Victim Questionnaire yang

(4)

penelitian ini terdiri dari 4 pertanyaan yang menanyakan keterlibatan siswa

sebagai korban bullying.

b. Skala kecemasan, digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan pada anak

korban bullying. Skala ini disusun dengan mengadaptasi dan memodifikasi

Spence Children’s Anxiety Scale (SCAS). Skala kecemasan ini terdiri dari 38

aitem yang mencerminkan simptom kecemasan dari enam area kecemasan yaitu

general anxiety, social anxiety, panic/agoraphobia, obsessive compulsive dan

fear of physical injury dengan pilihan jawaban terdiri dari tidak pernah,

kadang-kadang, sering dan selalu.

c. Tes Colour Progressive Matriks (CPM), digunakan untuk mengetahui golongan

intelektual anak.

d. Lembar tugas

Pengumpulan data lain diperoleh dari lembar tugas yang diberikan kepada

subjek selama proses intervensi berlangsung dan akan dianalisis secara kualitatif

untuk memperkaya data kualitatif.

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu tahap persiapan dan tahap

pelaksanaan penelitian. Berikut ini uraian mengenai kedua tahapan penelitian:

F.1. Tahap Persiapan Penelitian

Langkah-langkah yang dilakuan dalam tahap persiapan ini adalah:

(5)

Skala kecemasan bertujuan untuk mengungkap tingkat kecemasan subjek yang

diperlihatkan dari simptom-simptom kecemasan dari enam area kecemasan yaitu:

1. separation anxiety, Kecemasan yang berlebihan terhadap perpisahan dari

orang-orang yang memiliki kedekatan emosional.

2. social anxiety, Ketakutan yang menetap dan bertahan dari situasi sosial yang dapat

menimbulkan perasaan malu.

3. panic/agoraphobia, Panic yaitu periode dari ketakutan yang intens atau

ketidaknyamanan yang disertai dengan simptom somatik dan kognitif, Agoraphobia

yaitu kecemasan berada di tempat atau situasi yang sulit untuk melarikan diri.

4. obsessive compulsive, Kecemasan dimana pikiran dipenuhi oleh gagasan yang

menetap dan tidak terkontrol, menyebabkan seseorang melakukan tindakan tertentu

berulang-ulang sehingga menimbulkan stres dan menggangu fungsi kehidupan

sehari-hari.

5. fear of physical injury, ketakutan yang menetap dan bertahan terhadap sesuatu yang

dapat dilihat dengan jelas, objek yang terbatas atau situasi tertentu.

6. general anxiety, kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan tentang sejumlah

situasi atau aktivitas, dimana individu sulit untuk mengontrol kekhawatiran tersebut.

Skala dibuat dengan mengadaptasi dan memodifikasi Spence Children’s Anxiety

Scale (SCAS). Distribusi aitem untuk skala kecemasan diuraikan dalam tabel 3.2.

(6)

Tabel 3.2. Blue print skala kecemasan

No Tipe kecemasan Nomer aitem Jumlah

1. Separation anxiety 5, 8, 11, 14, 15, 38 6

2. Social phobia 6, 7, 9, 10, 26, 31 6

3. Obsessive compulsive 13, 17, 24, 35, 36, 37 6

4. Panic/agoraphobia 12, 19, 25, 27, 28, 30, 32,

33, 34 9

5. Fear of physical injury 2, 16, 21, 23, 29 5

6. General anxiety 1, 3, 4, 18, 20, 22 6

Jumlah 38

Berdasarkan tabel 3.2 di atas, jumlah aitem dalam skala kecemasan adalah 38

aitem. Pilihan jawaban terdiri dari tidak pernah, kadang-kadang, sering dan selalu.

Penilaian untuk setiap aitem adalah skor 0 untuk tidak pernah, skor 1 untuk

kadang-kadang, skor 2 untuk sering dan skor 3 untuk selalu. Skor skala ini menunjukkan bahwa

semakin tinggi skor jawaban maka semakin tinggi pula tingkat kecemasan. Sebaliknya,

semakin rendah skor jawaban berarti semakin rendah tingkat kecemasan.

b. Uji coba skala kecemasan

Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur adalah untuk mengetahui sejauh mana

alat ukur dapat mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin diukur dan seberapa jauh

alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran atau menunjukkan

keadaan sebenarnya (Azwar, 2007). Uji coba skala kecemasan dilakukan dengan

menyebarkan skala kecemasan kepada 52 orang anak dengan rentang usia 9-12 tahun

yang mengalami bullying. Dari data yang terkumpul, maka diperoleh hasil sebagai

berikut:

1. Daya beda aitem

Uji daya beda aitem dalam penelitian ini diperlukan karena melalui daya beda

aitem dapat diketahui seberapa cermat suatu alat ukur melakukan fungsinya. Daya

(7)

kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur. Pengujian

daya beda aitem menghendaki dilakukannya komputasi korelasi antara distribusi

skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor itu sendiri.

Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix) (Azwar. 2007).

Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total menggunakan batasan

rix ≥ 0.30. Apabila aitem yang memiliki indeks daya beda sama dengan atau lebih

besar daripada 0.30 jumlahnya melebihi jumlah aitem yang direncanakan untuk

dijadikan skala, maka dapat memilih aitem-aitem yang memiliki indeks daya

diskriminasi aitem tertinggi. Sebaliknya apabila aitem-aitem yang lolos ternyata

masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka dapat mempertimbangkan

untuk menurunkan sedikit batas kriteria 0.30 menjadi 0.25 atau 0.2 (Azwar. 2007).

Pada penelitian ini, koefisien korelasi aitem total (rix) yang digunakan sebagai

batas kriteria adalan rix ≥ 0.30, maka diperoleh hasil sebanyak 29 aitem memiliki rix

≥ 0.3 dan 9 aitem memiliki rix < 0.3. Berikut ini adalah distribusi aitem setelah

dilakukan uji daya beda aitem:

Tabel 3.3. Distribusi aitem setelah uji daya beda aitem

No Tipe Kecemasan Nomer aitem

rix ≥ 0.3 rix < 0.3

1. Separation anxiety 5, 8, 11, 14, 15, 38

2. Social anxiety 6, 7, 10, 26, 31 9

3. Obsessive compulsive 13. 24. 36. 37 17, 35

4. Panic/agoraphobia 19, 25, 28, 30, 32,

34

12, 27, 33

5. Fear of physical injury 2, 16, 21, 23 29

6. General anxiety 1, 4, 20, 22 3, 18

(8)

2. Validitas dan reliabilitas

Validitas merupakan ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam menjalankan

fungsi pengukuran. Suatu alat ukur dikatakan valid jika alat ukur tersebut dapat

memberikan hasil pengukuran yang sesuai dengan maksud dan tujuan diadakannya

pengukuran (Azwar, 2010). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

validitas content. Validitas content dilakukan melalui professional judgement dari

dosen pembimbing dalam proses penyusunan dan telaah aitem sehingga aitem yang

dikembangkan memang mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata,

2000).

Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur yang

mengandung makna kecermatan pengukuran. Koefisien reliabilitas berada dalam

rentang dari 0 sampai 1. Semakin tinggi koefisien reliabilitas yaitu mendekati angka

1 berarti semakin tinggi reliabilitasnya, sebaliknya semakin rendah koefisien yaitu

mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2010). Pada

penelitian ini reliabilitas yang digunakan adalah reliabilitas skor komposit. Nilai

reliabilitas skor skala kecemasan diperoleh dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

Wj = bobot relatif komponen j

Wk = bobot relatif komponen k

Sj = deviasi standar komponen j

Sk = deviasi standar komponen k

(9)

rjk = koefisien reliabilitas antar dua komponen yan berbeda

Maka, nilai koefisien reliabilitas skala kecemasan pada penelitian ini adalah rix=

0.89.

c. Penyusunan modul terapi menulis ekspresif

Pedoman pelaksanaan intervensi disusun oleh peneliti berdasarkan tahapan

proses terapi menulis ekspresif. Adapun topik yang akan dibahas dan tahapan proses

pelaksanaan selama intervensi yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 3.4 dan tabel 3.5

di bawah ini:

Tabel 3.4. Topik terapi menulis ekspresif

Topik Tujuan kegiatan Tujuan

Terapeutik

Pengalaman dibully

a. Mengungkap bentuk bullying yang dialami.

b. Mengeksplor dan megekspresikan pikiran dan perasaan saat mengalami bullying. c. Mengetahui perasaan dan pikiran yang menyebabkan munculnya kecemasan karena mengalami bullying.

Sarana Katarsis dan ekspresi emosi

bullying fisik a. Mengungkap bentuk bullying fisik yang dialami.

b. Mengeksplor dan megekspresikan pikiran dan perasaan saat mengalami bullying

fisik.

c. Mengetahui perasaan dan pikiran yang menyebabkan munculnya kecemasan karena mengalami bully fisik.

Sarana Katarsis dan ekspresi emosi

bullying verbal a. Mengungkap bentuk bullying verbal yang dialami.

b.Mengeksplor dan megekspresikan pikiran dan perasaan saat mengalami bullying

verbal.

c. Mengetahui perasaan dan pikiran yang menyebabkan munculnya kecemasan karena mengalami bully verbal

Sarana Katarsis dan ekspresi emosi

bullying relasi a. Mengungkap bentuk bullying relasi yang dialami.

b. Mengeksplor dan megekspresikan pikiran

(10)

dan perasaan saat mengalami bullying

relasi.

c. Mengetahui perasaan dan pikiran yang menyebabkan munculnya kecemasan karena mengalami bully relasi.

Tabel 3.5. Blue print modul terapi menulis ekspresif

Pertemuan Sesi Kegiatan Tujuan Waktu

(11)

dialami mengalami bully fisik

Berdiskusi tentang ketika dibully fisik dan perubahan yang mengalami bully fisik

(12)

bullying relasi yang mengalami bully relasi

Berdiskusi tentang ketika dibully relasi dan perubahan yang

VI 1 Evaluasi Mengetahui kondisi

subjek setelah intervensi berakhir

30 menit

d. Uji coba modul terapi menulis ekspresif

Uji coba modul dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai waktu yang

dibutuhkan untuk setiap sesinya serta mengetahui apakah subjek penelitian memahami

materi dan instruksi yang disampaikan. Uji coba hanya bersifat kualitatif artinya tidak

dengan kondisi sebenarnya. Berdasarkan evaluasi ada beberap hal yang diperbaiki untuk

menyempurnakan modul, yaitu:

1. Penambahan sesi menulis untuk menstimulus subjek sebelum memulai menuliskan

perasaan dan pikiran. Dari hasil try out, subjek kesulitan untuk memulai menulis,

sehingga peneliti menambahkan sesi menulis dengan topik yang berbeda dari

(13)

F.2. Tahap Pelaksanaan

Prosedur pelaksaan pada penelitian ini, dibagi menjadi 2 tahapan. Diamana

tahap awal adalah tahapan screening dan pemilihan subjek. Setelah ditetapkan siswa

yang akan menjadi subjek penelitian, maka tahapan dilanjutkan ke proses pelaksanaan

intervensi. Berikut uraian dari kedua tahapan tersebut.

a. Screening dan pemilihan subjek penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan screening terhadap

siswa kelas 4,5 dan 6 dengan rentang usia 9-12 tahun di salah satu Sekolah Dasar (SD)

di kota Pekanbaru. Proses screening dilakukan pada tanggal 21 November 2016 sampai

30 November 2016. Dari 75 orang siswa yang mengisi kuisoner bullying, diperoleh

sebanyak 23 orang siswa terindiksi sebagai korban bullying. Selanjutnya kepada 23

orang siswa terebut akan mengisi skala kecemasan untuk mengetahui tingkat kecemasan

siswa.

Skor kecemasan yang diperoleh setiap siswa akan dikelompokkan ke dalam 3

kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Berikut ini adalah langkah-langkah yang

dilakukan:

1. Penyusunan norma kategorisasi skala kecemasan

Penyusunan norma dimasksudkan untuk mempermudah peneliti dalam

menginterpretasi skor kecemasan yang diperoleh subjek sehingga peneliti dapat

mengkategorisasikan tingkat kecemasan pada subjek penelitian. Dari skor kecemasan

(14)

Tabel 3.6. Gambaran skor kecemasan anak korban bullying berdasarkan skor empirik

Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviasi

Kecemasan 23 14 94 39,04 18,24

Vaid N (listwise) 23

Dari tabel 3.6 di atas diperoleh mean 39.04 dengan nilai terendah 14 dan

tertinggi 94. Selanjutnya juga diperoleh gambaran skor kecemasan anak korban bullying

berdasarkan skor hipotetik, sebagai berikut:

Tabel 3.7. Gambaran skor kecemasan anak korban bullying berdasarkan skor hipotetik

Varaibel N Minimum Maximum Mean Std. Deviasi

Kecemasan 23 0 114 57 19

Selanjutnya akan dilakukan pengelompokan skor kecemasan menjadi 3 kategari,

yaitu:

Tabel 3.8. Norma kategori kecemasan

Rentang Nilai Kategori

X < -1SD + M rendah

-1SD + M ≤ X < 1SD + M sedang

X ≥ 1SD + M tinggi

Tabel 3.9. Kategori skor kecemasan

Variabel Kategori Frekuensi Persentase

Kecemasan

Rendah 13 56.52%

Sedang 9 39.13%

Tinggi 1 4,35%

Total 23 100 %

Dari tabel 3.9 di atas, diketahui bahwa sebanya 1 orang siswa kecemasan tinggi,

9 orang siswa memiliki kecemasan yang sedang dan 13 siswa lainnya memiliki

kecemasan yang rendah.

2. Menentukan subjek penelitian

Dari 23 orang siswa yang terindikasi sebagai subjek penelitian, selanjutnya

(15)

tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Maka diperoleh gambaran jumlah siswa

pada setiap kategori yaitu 13 orang memiliki skor kecemasan berada pada kategori

rendah, 9 orang memiliki skor kecemasan berada pada kategori sedang dan 1 orang

memiliki kecemasan berada pada kategori tinggi. Kepada 10 orang siswa yang memiliki

kecemasan sedang dan tinggi, dilakukan tes IQ menggunakan tes CPM. Diperoleh hasil

bahwa kesepuluh siswa tersebut memiliki IQ yang tergolong normal (diatas grade III,

berdasarkan norma CPM). Setelah meminta persetujuan siswa, maka kesepeluh siswa

tersebut menjadi subjek dalam penelitian ini. Namun saat proses terapi berlangsung, 2

orang siswa tidak hadir, sehingga hanya 8 siswa yang mengikuti semua rangkaian

intervensi.

Secara ringkas proses screening dalam pemilihan subjek penelitian dapat dilihat

dari skema di bawah ini:

diberikan kuisoner bullying

diberikan skala stres

dilakukan tes IQ

2 subjek tidak mengikuti intervensi

Gambar 3.1. Skema screening dan pemilihan subjek penelitian Bukan korban

52 orang

Korban

23 orang

Kecemasan tinggi

1 orang

Kecemasan sedang

9 orang

≥ grade III

10 orang

Subjek penelitian

8 orang

Kecemasan rendah 15 orang

Jumlah siswa

(16)

b. Proses pelaksanaan intervensi

Intervensi dilakukan kepada 8 orang siswa yang terindikasi sebagai korban

bullying memiliki tingkat kecemasan tinggi di salah satu Sekolah Dasar (SD) di kota

Pekanbaru. 8 orang subjek tersebut dibagi ke dalam kelompok eksperimen sebanyak 4

orang dan kelompok kontrol sebanyak 4 orang. Pelakasanaan intervensi di lakukan di

sekolah pada pukul 14.00 - 15.30 WIB dan berlangsung selama 6 kali pertemuan dari

tanggal 4 Desember 2016 sampai tanggal 9 Desember 2016.. Penjelasan pada setiap

pertemuan akan dibahas pada bab IV.

G. Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa statistika non

parametrik dengan menggunakan uji Mann Whitney dan (Field, 2005). Analisis data

dengan teknik Mann-Whitney digunakan untuk menguji perbedaan skor antara dua

sampel yang independent (unrelated sample) yaitu untuk menguji apakah ada perbedaan

kecemasan pada saat pretest, dan posttest antara kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Analisis data dengan menggunakan teknik Wilcoxon digunakan untuk menguji

beda skor dari dua sampel yang berpasangan (related sample) yaitu untuk melihat

(17)

BAB IV

HASIL PENELITTIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini berjumlah 8 orang yang terbagi ke dalam kelompok

eksperimen sebanyak 4 orang dan kelompok kontrol sebanyak 4 orang. Penempatan

subjek dalam kedua kempok dilakukan secara random. Adapun gambaran umum subjek

penelitian dapat dilihat dari hasil tabel-tabel di bawah ini:

Tabel 4.1. Karakteristik subjek penelitian

Kelompok Karakteristik

Eksperimen Kontrol

Usia

9 tahun - 1 orang

10 tahun 2 orang 1 orang

11 tahun 1 orang 1 orang

12 tahun 1 orang 1 orang

Pendidikan

4 SD - 2 orang

5 SD 3 orang 1 orang

6 SD 1 orang 1 orang

Jenis kelamin Laki-laki 3 orang 3 orang

perempuan 1 orang 1 orang

Jenis bullying

fisik 4 orang 4 orang

verbal 4 orang 4 orang

relasi 4 orang 4 orang

Frekuensi bullying

1 kali seminggu - -

2 atau 3 kali semingu 3 orang 3 orang Setiap hari 1 orang 1 orang

B. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 6 kali pertemuan, dimana pertemuan pertemuan

adalah pembukaan, pertemuan kedua sampai kelima adalah proses pelaksanaan

(18)

terhadap proses terapi yang telah dilakukan, berlangsung dari tanggal 4 Desember 2016

sampai 9 Desember 2016. Pelaksanaan intervensi dilakukan di ruang kelas dimulai

pukul 14.00 hingga 15.30 WIB. Sebelum dilakukan intervensi, peneliti terlebih dahulu

meminta izin kepada pihak sekolah, tentang rencana intervensi yang akan dilakukan.

Dari hasil screening diperoleh 10 orang siswa yang memenuhi karakteristik subjek

penelitiaan. 10 subjek tersebut kemudian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Akan tetapi 2 diantaranya tidak dapat mengikuti

proses intervensi dikarenakan orangtua tidak dapat menjemput setelah pelaksanaan

intevensi berakhir. Berikut uraian tentang proses pelaksanaan intervensi yaiut terapi

menulis ekspresif.

1. Pertemuan pertama

Pertemuan pertama dilakukan pada tanggal 4 Desember 2016, dimulai setelah

jam pulang sekolah pada pukul 14.00 – 15.30 WIB, dilakukan di salah satu ruang kelas

dengan posisi duduk subjek membentuk lingkaran. Uraian pelaksanaan dapat dilihat

pada tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Proses pelaksanaan pertemuan pertema

Kegiatan Hasil pelaksanaan Observasi

1. Perkenalan Terbentuknya rapport

antara peneliti dan subjek

1. Subjek dapat mengikuti instruksi permainan perkenalan yang peneliti berikan.

2. Tidak terlihat sikap canggung atau malu-malu antara subjek satu dengan yang lainnya.

3. Subjek C terlihat lebih dominan dibandingkan dengan subjek yang

1. Subjek tidak ragu-ragu menjawab bahwa sering merasa cemas.

(19)

berkeringat, jantung berdetak kencang dan merasa gugup

jantungnya berdetak cepat. Subjek A merasa takut bertemu dengan orang yang mengganggunya.

1. Subjek D tiba-tiba merasa tidak enak badan, dan tidak menuliskan perasaan dan pikirannya ketika naik kelas.

2. Subjek B dan C terlihat cukup akrab, mereka terkadang menulis sambil sesekali mengobrol. Berbeda dengan subjek A yang lebih banyak diam selama mengikuti kegiatan. 2. Hari kedua

Pertemuan kedua dilakukan pada tanggal 5 Desember 2016 setelah jam pulang

sekolah, yaitu pukul 14.00 – 15.30 WIB dilaksanakan di salah satu ruang kelas. Subjek

duduk melingkar, namun ketika masuk ke sesi menulis subjek diberi kebebasan untuk

memilih tempat duduk. Uraian proses pelaksanaan intervensi dapat dilihat pada tabel

4.3. berikut:

Tabel 4.3. Proses pelaksanaan pertemnuan kedua

Kegiatan Hasil Pelaksanaan Observasi

Menonton video

Subjek mampu menceritakan kembali video bullying yang ditonton. bentuk-bentuk bullying yang dialami

Setelah subjek menonton video tentang bullying, subjek mengatakan mereka juga sering mengalami hal seperti di dalam video. Mereka juga menyebutkan perasaan saat mereka dibully sambil memperlihatkan mengalami bullying. Mereka

(20)

mengatakan tidak mengalami kesulitan untuk

menuliskannya, merasa senang karena dapat menuliskan perasaan dan pikiran mereka ketika dibully, serta perasaan marah dan rasa cemas karena dibully, yaitu dan D. ia lebih banyak diam, dan ikut berbicara ketika peneliti memberinya

kesempatan. Subjek B cukup aktif selama proses

(21)

3. Hari Ketiga

Pertemuan dilakukan pada tanggal 6 Desember 2016. Dilaksanakan di salah satu

ruang kelas. Pertemuan dimulai pada pukul 14.00 – 15.30 WIB setelah jam pulang

sekolah yang diikuti oleh semua subjek penelitian. Uraian proses pelaksanaan penelitian

dapat dilihat di bawahh ini.

Tabel 4.4. Proses pelaksanaan pertemuan ketiga

Kegiatan Hasil pelaksanaan Obsevasi

Bermain puzzle Subjek mampu menjelaskan mengenai gambar-gambar pada mengalami bully fisik. Subjek menulis dengan fokus dan

mengingat kejadian bullying yang telah mereka alami, mereka mengatakan tidak mengalami kesulitan untuk mengingat dan menuliskannya

Subjek A memilih menjauh dari subjek lain saat menulis dan terlihat fokus saat menulis. Selama proses intervesi nyaman dengan sikap subjek C yaitu mengkritik apa yang dikatakan oleh subjek B. Subjek D sudah lebih aktif dibandingkan dari pertemuan ketika mengalami bullying.

1. Subjek A mengatakan ia tidak

(22)

akan menghiraukan teman yang membullyinya, ia akan diam saja ketika dipanggil teman yang membullynya. tidak perlu mendengarkan ejekan teman tersebut.

3. Subjek C juga mengatakan hal yang sama seperti subjek A dan B, ia akan mengatakan kepada dirinya ketika akan berangkat ke sekolah, bahwa ia tidak perlu takut jika bertemu teman yang

membully, tidak perlu perlu memperdulikan ejekan 4. Subjek D, mengatakan ia akan

bersikap cuek saat bertemu dengan teman yang

membullynya dan mengatakan kepada mereka untuk berhenti

Pertemuan keempat dilakukan pada tanggal 7 Desember 2016. Sama seperti

pada tiga pertemuan sebelumnya, pertemuan keempat juga dimulai pada pukul 14.00

-15.30 WIB di salah satu ruang kelas. Uraian kegiatan yang dilakukan pada pertemuan

(23)

Tabel 4.5. Proses pelaksanaan pertemuan keempat

Kegiatan Hasil pelaksanaan Observasi

Memilih

Subjek B dan C bekerjasama menyelesaikan permainan, selain itu jua terlihat bahwa subjek B jua membantu subje A dan D untuk menyelesaikan

bully verbal yang dialami.

Subjek A dan D secara spontan mengangkat tangan sambil berkata pernah mengalami bully

verbal. Subjek C terlihat membutuhkan waktu untuk mengingat, ia terlihat diam beberapa saat sebelum menulis dan saat menulis. ketika dibully melalu cerita yan dituliskan.

Subjek A dan B memilih menjauh dari subjek lain saat menulis. sedangkan subjek C dan subjek D tidak berpindah tempat duduk. Berbeda dari pertemuan sebelumnya, subjek C tidak langsung menulis, ia terlihat diam beberapa saat seperti sedang mengingat sesuatu sebelum mulai menulis. Menemukan

pikiran positif

Subjek C mengatakan ia akan menganggap apa yang

dilakukan teman terhadap dirinya seperti angin yang lewat, sehingga tidak perlu dihiraukan.

Subjek B dan D memberikan jawaban yang sama dengan subjek C.

5. Hari kelima

Pertemuan kelima dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 2016. Berbededa dari

pertemuan sebelumnya, pertemuan kelima dilakukan pada pukul 09.00 – 10.30 WIB.

(24)

Tabel 4.6. Proses pelaksanaan pertemuan kelima

Kegiatan Hasil pelaksanaan Observasi

Membaca

Subjek B mengatakan bahwa ia pernah difitnah mencuri uang teman sekelas. bentuk bully relasi yang dialami,

Subjek C dan D spontan mengatakan mereka pernah

mengalaminya. Begitu pula dengan subjek B, ia bahkan menjelaskan

bully relasi yang dialami. Mereka terlihat tidak senang dan kesal dengan kejadian terebut. Sedangkan subjek A hanya diam sambil

mendengarkan subjek lain yang ia pikirkan saat itu. Sedangkan pada subjek A

Subjek terlihat itdak nyaman saat mengikuti proses intervensi ketika

Subjek A hanya diam, saat peneliti menanyakan mengenai pikirannya ketika ia merasa cemas karena dibully.

6. Hari keenam

Pada pertemuan keenam, peneliti melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan

intervensi yang telah dilakukan dan mengukur kecemasan subjek setelah intervensi.

(25)

WIB. Peneliti meminta setiap subjek untuk mengisi lembar evaluasi, setelah itu

dilanjutkan dengan mengisi skala kecemasan. Pada pertemuan ini diketahui bahwa

subjek, masih mengalami bullying saat intervensi dilakukan. Selain itu, juga diketahui

bahwa tidak semua subjek mencoba untuk mempraktekkan pikiran positif yang

dikatakannya saat intervensi berlangsung.

C. Hasil Analisa Data

Data yang diperoleh akan dianalisa dengan uji analisis secara nonparametrik

menggunaan uji Mann-Whitney untuk menguji apakah ada perbedaan skor kecemasan

antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Selain itu juga dilakukan uji analisa

dengan mennggunakan uji Wilcoxon untuk melihat apakah ada perbedaan skor

kecemasan antara kondisi pretest dengan posttest pada masing-masing kelompok. Urain

hasil analisis data dibagi menjadi dua bagian, yaitu hasil analis data kelompok dan hasil

analisa data individual.

C.1. Hasil analisis data kelompok

Dari hasil pemberian skala kecemasan pada saat sebelum (pretest) dan sesudah

(posttest) dilkukannya intervensi kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,

maka skor yang diperoleh setiap subjek sebagai berikut:

Tabel 4.7. Distribusi skor kecemasan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Kelompok eksperimen Kelompok kontrol

Subjek skor Subjek skor

Pretest Postets Pretest Postets

A 51 55 E 50 65

B 94 97 F 38 40

C 61 61 G 57 93

(26)

Berdasarkan statistik deskriptif dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

pada tabel 4.7, terlihat bahwa terdapat perbedaan rerata (mean) pretest dan posttest baik

pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa skor

kecemasan masing-masing kelompok dalam setiap tes berbeda.

Tabel 4.8. Statistik deskriptf kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Kondisi pengukuran Kelompok N Mean SD Max Min

Pretest Eksperimen 4 66 19.131 94 51

Kontrol 4 45.75 9.394 57 38

Posttest Eksperimen 4 66,50 20.761 97 52

Kontrol 4 60.75 24.061 93 40

Selanjutnya dilakukan uji komparatif (Mann Whitney) terhadap data penelitian

kecemasan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah dilakukan terapi

menulis ekspresif. Selain itu juga dilakukan uji komporatif (Wilcoxon) antara kondisi

sebelum (pretest) dan (posttest) pada masing-masing kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol. Hasil uji analisa dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini:

Tabel 4.9. Hasil uji komporatif skor kecemasan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Dari tabel di atas menunjukkan adanya perbedaan signifikan kecemasan antara

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan terapi menulis ekspresif

(p < 0.05). Sementara itu, tidak ada perbedaan kecemasan yang signifikan antara

(27)

(p > 0.05). Sedangkan dari uji Wilcoxon diperoleh hasil bahwa pada kelompok

eksperimen tidak terdapat perbedaan kecemasan yang signifikan antara kondisi sebelum

dan sesudah dilakukan terapi menulis ekspreif (p > 0.05). Hal yang sama juga terlihat

pada kelompok kontrol, yaitu tidak ada perbedaan kecemasan yang signifikan antara

kondisi sebelum dan sesudah dilakukan terapi menulis ekspresif (p > 0.05). Hal ini

menunjukkan bahwa terapi menulis ekspresif tidak efektif menurunkan kecemasan pada

anak korban bullying.

C.2. Hasil analisa data individual

Analisa individual dilakukan dengan membandingkan skor kecemasan yang

diperoleh setiap subjek dengan skor rata-rata kelompok terapi menulis ekspreif pada

saat pretest dan posttest. Hasil analisis ini akan disajikan dalam bentuk grafik. Selain

itu hasil analisa individual juga dilengkapi dengan data yang diperoleh dari lembar kerja

subjek. Setiap subjek diberi inisial huruf abjad secara berurutan, yaitu subjek A, B, C

dan D. Berikut adalah gambaran perbandingan skor kecemasan setiap subjek dengan

(28)

Gambar 4.1. Perbandingan skor kecemasan subjek dengan skor rata-rata kelompok

Dari grafik di atas terlihat bahwa pada kondisi pretest skor kecemasan 3 orang

subjek yaitu subjek A, C dan D berada di bawa rata-rata skor kecemasan kelompok.

Begitu pula pada kondisi posttest subjek A, C dan juga memiliki skor kecemasan di

bawah rata-rata skor kecemasan kelompok. Namun bila melihat skor kecemasan

masing-masing subjek, maka terlihat bahwa hanya subjek D yang memperlihatkan

penurunan skor kecemasan pada kondisi pretest dan posttest.

Dari skala kecemasan yang diberikan kepada subjek juga diperoleh gambaran

skor kecemasan subjek berdasarkan tipe kecemasan pada saat kondisi sebelum (pretest)

dan setelah (posttest) dilakukan terapi menulis ekspresif. Berikut distribusi skor

(29)

Tabel 4.10. Skor kecemasan berdasarkan tipe kecemasan

Tipe kecemasan Kondisi pengukuran

Subjek

A B C D

Separation anxiety Pretest 6 12 11 9

posttest 3 18 10 6

Social Phobia Pretest 8 13 7 11

posttest 9 18 9 7

Obsessivecompulsive Pretest 11 14 15 7

posttest 15 13 10 9

Panic/agoraphobia Pretest 6 27 12 13

posttest 9 20 15 14

Fear of physical injury Pretest 8 14 16 7

posttest 8 13 5 5

General anxiety Pretest 4 14 10 11

posttest 11 15 12 11

a. Subjek A

Subjek A merupakan siswa di salah satu sekolah dasar. Saat ini ia duduk di kelas

6 dan berusia 12 tahun. A adalah seorang anak yang pendiam, sedikit tertutup dan

kurang ekspresif. A juga termasuk anak yang lamban terutama dalam menyelesaikan

tugas sekolah jika dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya yang lain. Ketika A

memiliki masalah, A lebih memilih untuk menghindar dari pada menyelesaikannya,

seperti ketika ia diganggu oleh teman, A tidak berani melawan terutama jika teman yang

mengganggu lebih kuat dibandingkan dirinya. Perlakuan bullying yang A alami sudah

terjadi cukup lama sebelum A duduk di kelas 6. Hal tersebut membuat ia merasa takut

dan cemas, sehingga A tidak pernah memberitau guru ataupun orangtua. A takut

dipukul lagi oleh teman yang membullynya, jika ia memberitahu guru atau orangtua.

Saat di rumah subjek A terkadang juga mengalami perlakuan kasar. Hal ini

mempengaruhi keberanian A untuk membela diri ketika berhadapan dengan orang yang

lebih kuat darinya. Ketika A ditegur oleh gurupun, hal tersebut membuat A merasa

(30)

takut untuk pergi ke sekolah, A berpura-pura sakit agar tidak pergi ke sekolah. subjek A

merupakan salah satu korban bullying di sekolahnya. A mengalami bullying hampir

setiap hari dan mengalami bully baik secara fisik, verbal maupun relasi.

Dari gambar 4.1 di atas, terlihat bahwa pada saat pretest skor kecemasan A

adalah 51 (kategori sedang). Pada saat posttest terlihat adanya peningkatan skor

kecemasan yaitu menjadi 55, namun masih berada pada kategori sedang. Terlihat juga

bahwa pada saat pretest dan posttest A memperoleh skor di bawah rata-rata skor

kecemasan kelompok, hal ini menunjukkan bahwa dalam kelompok terapi menulis

ekspresif, subjek A memiliki kecemasan di bawah rata-rata. Selain itu juga diperoleh

gambaran perbedaan skor kecemasan subjek A berdasarkan tipe kecemasan antara

sebelum dan sesudah diberikan menulis ekspresif, seperti pada gambar 4.2. berikut ini:

Gambar 4.2. Perbandingan skor kecemasan subjek A berdasarkan tipe kecemasan pada kondisi pretest dan posttest

Dari gambar 4.2 di atas terlihat bahwa adanya peningkatan skor pada tipe

kecemasasan social phobia, obsessive compulsive, panic/agoraphobia dan general

(31)

pada tipe general anxiety sebesar 7 poin, yaitu skor pada saat pretest sebesar 4 poin dan

saat posttest meningkat menjadi 11 poin. Sedangkan pada tipe kecemasan fear of

physical injury tidak terjadi perubahan skor baik pada kondisi pretest maupun posttest.

Selain itu juga terlihat adanya penurunan skor pada tipe kecemasan separation anxiety

sebesar 3 poin dari kondisi pretest dan posttest.

Berdasarkan lembar kerja pada saat intervensi, diketahui bahwa kejadian

bullying yang dialami subjek A diantaranya, dipukul, dilempar, diancam, dicubit, diejek

dan difitnah. Dari hasil cerita yang ditulis oleh A pada “buku rahasia”, A

mengungkapkan perasaan dan pikirannya saat mengalami bullying. Dari cerita yang

ditulis A, A merasa takut, sedih dan marah karena kejadian bullying yang dialaminya.

Selain itu diketahui juga bahwa A pernah mencoba untuk melawan dengan bertanya

mengapa ia didorong, bukannya mendapat jawaban, tetapi A malah dipukul dan diejek

oleh temannya tersebut. Selain secara verbal, A juga pernah mencoba untuk melawan

secara fisik yaitu berkelahi dengan teman yang membullynya, namun A kembali

mendapat tekanan berupa ancaman dari temannya tersebut. Kejadian tersebut membuat

A merasa takut, A juga tidak berani untuk memberitahu guru ataupun orangtuanya.

Tidak adanya support dari orangtua menambah rasa takut A untuk memberitahu

kejadian bullying yang dialaminya. Subjek A menuliskan bahwa jika orangtua

mengetahui ia terlibat masalah, ia akan dimarahi.

Pada tahap juxtapisition dan application to the self, A berahasil menyampaikan

kecemasan yang dirasakannya, yaitu mengapa ia selalu diganggu, ketakutannya jika

bertemu dengan teman yang membullynya dan ketakutannya jika kejadian bullying yang

(32)

saat ia merasa cemas karena bullying, awalnya ia belum mampu menemukan pikiran

positif tersebut, namun pada pertemuan selanjutnya A sudah mampu melakukannya.

Sebelum berangkat ke sekolah, ia akan mengatakan kepada dirinya jika nanti ia

berjumpa dengan teman yang membullynya tersebut, ia tidak akan memperdulikannya

meskipun ia dipanggil oleh temannya tersebut. Akan tetapi A masih terlihat belum

mampu menggungkapkan pikiran dan perasaannya jika berhadapan dengan temannya

tersebut. A mengatakan, jika ia bertemu dengan teman yang membullynya tersebut, ia

hanya diam dan tidak mengatakan apa-apa. A juga mengatakan, jika ia merasa cemas

dengan kejadian bullying yang dialaminya, ia akan mencoba untuk bersikap tenang, dan

tidak memikirkan hal-hal negatif atau yang aneh-aneh.

Dari hasil observasi selama intervensi berlangsung, diketahui bahwa A adala

satu-satunya subjek laki-laki, subjek A lebih banyak diam saat intervensi berlangsung.

Ia hanya berbicara ketika peneliti bertanya kepadanya. Subjek A juga terlihat berusaha

untuk menghindarai pembicaraan tentang bullying yang dialami, ia mencoba

menghindar dengan bertanya tentang hal lain yang tidak ada hubungannya dengan

kejadian bullying yang dialami. Subjek A selalu pindah tempat duduk ketika mulai

menulis, dibandingkan dengan subjek yang lain, cerita yang dituliskan oleh subjek lebih

singkat dan terlihat tidak banyak perasaan dan pikirannya yang terkesplor saat menulis.

Pada tahap evaluasi, diketahui bahwa subjek A masih mengalami bullying,

ketika ia dibully A hanya diam dan tidak melawan. A juga diketahui tidak

mempraktekkan pikiran posistif yang telah diungkapannya selama intervensi

(33)

meskipun terkadang subjek A masih merasa takut, namun setelah mengikuti intervensi,

ketakutannya sedikit berkurang.

b. Subjek B

Subjek B adalah salah satu siswi di sekolah dasar di Pekanbaru. Saat ini B duduk

di kelas 5 dan berusia 10 tahun. B memiliki tubuh yang cukup besar dibandingkan

dengan teman sekelasnya yang lain. Kemampuan akademik B tergolong rata-rata jika

dibandingkan dengan teman sekelasnya yang lain. Hanya saja sikapnya yang tidak fokus

dan cenderung mengerjakan hal lain saat belajar, membuatnya lamban dalam

mengerjakan tugas. B memiliki sikap kekanak-kanakan, ketika menyampaikan sesuatu,

B terkesesan berlebihan dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian dari lawan

bicaranya. Sikap B yang demikian, membuatnya cukup memiliki banyak masalah

dengan teman-teman, ia cukup sering diganggu oleh temannya. B merupakan salah satu

korban bullying di sekolahnya. Bullying yang dialami oleh B sudah berlangsung cukup

lama yaitu sebelum B duduk di kelas 5. Sebelumnya B pernah berpura-pura sakit agar

tidak pergi ke sekolah, hal ini subjek B lakukan beberapa kali, karena perlakuan

bullying yang dialami. Meskipun sekarang subjek B sudah mulai berani untuk

membalas, namun hal tersebut tidak membuat teman-teman berhenti membullynya.

Subjek B agak sering mengalami bullying yaitu sekitar 2 atau 3 kali dalam seminggu

dan mengalami bullying baik secara fisik, verbal maupun relasi.

Dari gambar 4.1. di atas, terlihat bahwa pada kondisi pretest skor kecemasan

subjek B adalah 94 (kategori tinggi) dan pada kondisi posttest terjadi peningkatan skor

(34)

kedua kondisi yaitu kondisi pretest dan posttest subjek B memperoleh skor di atas

rata-rata skor kelompok terapi menulis ekspresif (mean pretest = 66 dan mean posttest =

66,5). Hal ini berarti bahwa tidak terjadi penurunan kecemasan pada subjek B baik

dilihat berdasarkan skor kecemasan yang diperoleh maupun berdasarkan kategori

kecemasan pada saat pretest dan posttest. Begitu pula saat dibandingkan dengan

rata-rata skor kecemasan kelompok. Berdasarkan skor yang diperoleh subjek B pada skala

kecemasan, juga diperoleh gambaran perbedaan skor kecemasan subjek B berdasarkan

tipe kecemasan anatra kondisi pretest dan posttest, seperti pada gambar 4.3 berikut ini:

Gambar 4.3. Perbandingan skor kecemasan subjek B berdasarkan tipe kecemasan pada kondisi pretest dan posttest

Dari gambar 4.3 di atas, penurun skor kecemasan pada tipe kecemasan obsessive

compulsive dan fear of physical injury yaitu masing-masing sebesar 1 poin (pretest =

(35)

kecemasan, yaitu yaitu pada separation anxiety, social anxiety, dan general anxiety.

Sedangkan pada tipe obsessive compulsive, panic/agoraphobia dan fear of physical

injury terjadi penurunan skor antara kondisi pretest dan posttest. Pada tipe obsessive

compulsive skor kecemasan subjek menurun sebesar 1 poin (pretest = 14, posttest =

13), tipe kecemasan panic/agoraphobia skor kecemasan subjek B menurun sebesar 7

poin (pretest = 27, posttest = 20. Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan

intervensi menulis ekspresif, terjadi penurunan simptom kecemasan pada tipe

kecemasan obsessive compulsive dan fear of physical injury.

Berdasarkan lembar kerja pada saat proses intervensi berlangsung, diketahui

bentuk-bentuk bullying yang dialami oleh subjek B, diantaranya dipukul, dicubit, diejek,

dimintai uang dan ditarik jilbab. Dari cerita yang dituliskan B pada “buku rahasia”,

diketahui bahwa B mampu mengungkapkan perasaannya saat dibully yaitu B merasa

benci dengan teman yang membullynya tersebut. B juga sulit untuk memaafkan mereka.

Hingga pertemuan terakhir, B masih mengatakan bahwa ia tidak bisa memaafkan teman

yang sudah bersikap keterlaluan kepadanya dan masih menyimpan perasaan benci dan

marah. saat mengungkapkan hal tersebut, terdengar adanya tekanan pada intonasi suara

B. Selain itu, dari hasil cerita yang ditulis oleh B juga diketahui bahwa tidak terlihat

usaha B untuk menghentikan teman yang membullynya tersebut atau menuliskan

pikirannya tentang apa yang ingin dan akan ia lakukan agar tidak dibully lagi. B

menuliskan ia tidak memberitahu orangtua tentang kejadian bullying yang dialaminya

karena takut teman yang membullynya akan dimarahi. B juga menuliskan bahwa ia

merasa kasihan kepada teman yang membullynya tersebut, jika orangtuanya

(36)

Pada tahap juxtaposition dan application to the self, B mengungkapkan pikiran

positif untuk mengurangi kecemasannya, melalui pertanyaan yang peneliti berikan. B

mengatakan saat dia akan berangkat ke sekolah, ia berkata kepada dirinya untuk tidak

perlu takut terhadap teman yang membullynya, tidak perlu mendengarkan dan

memperdulikan apa yang mereka katakan atau ia akan langsung bertanya kepada teman

yang membully, mengapa mereka mengganggu dirinya. Selain itu, subjek B mampu

menemukan cara untuk mengalihkan pikiran dan perasaannya dengan melakukan

kegiatan yang ia senangi, salah satunya dengan menggambar.

Dari hasil observasi selama proses intervensi berlangsung, terlihat bahwa subjek

merasa tidak senang dengan sikap subjek C yang selalu mengkritik apa yang

diungkapkan oleh subjek B, seperti saat B memberikan jawaban yang sama dengan C,

maka C mengatakan B meniru jawaban dirinya. Sikap subjek B yang tidak fokus selama

intervensi, terkadang menjadi bahan lelucon bagi subjek C. Subjek B juga terlihat

beberapa kali keluar ruangan selama prooses intervensi, tanpa meminta izin peneliti.

Saat B mengungkapkan pikiran positif, jika berhadapan dengan teman yang membully,

sebelum pelaksanaan dilakukan terlihat subjek B sedang diganggu oleh beberapa orang

temannya, dan subjek B terlihat mencoba untuk melawan.

Selama proses intervensi berlangsung, B mengatakan bahwa ia masih

mengalami bullying. Dari lembar evaluasi yang diberikan, B mengatakan bahwa ia

merasa senang menuliskan tentang perasaannya tentang perlakuan bullying yang

dialaminya, meskipun demikian hal tersebut tidak mengurangi perasaan marah dan

benci terhadap teman yang membullynya. Subjek B menyebutkan bahwa ia masih benci

(37)

c. Subjek C

Subjek C merupakan siswi di salah satu sekolah dasar di Pekanbaru. Saat ini C

berusia 10 tahun dan duduk di kelas 5. C adalah siswi pindahan dari salah satu sekolah

dasar di Sumatera Barat, C pindah ketika naik kelas 2. Kemampuan akademik C

tergolong rata-rata jika dibandingkan dengan teman sekelasnya yang lain. C senang

berbagi dengan temannya yang lain, ia cukup sering memberi jajan kepada beberapa

teman sekelasnya saat jam istirahat ataupun jam pulang sekolah, sehingga membuat C

cukup menjadi pusat perhatian dan dikelilingi oleh beberapa temannya. C memiliki

sikap dominan untuk menjadi pusat perhatian, namun terkadang sikap C tersebut

membuat beberapa teman tidak menyukainya. Selain itu C juga memiliki sifat yang

sensitif dan suka merajuk. C merupakan salah satu korban bullying di sekolahnya. C

megalami bullying baik secara fisik, verbal maupun relasi dan ia mengalaminya sekitar

satu atau dua kali dalam seminggu. Kejadian tersebut membuat C terkadang takut untuk

pergi sekolah dan pernah melakukannya beberapa kali.

Berdasarkan gambar 4.1 di atas, di ketahui bahwa pada kondisi pretest skor

kecemasan subjek C adalah 61 (kategori sedang), kemudian pada kondisi posttest skor

kecemasan subjek C adalah 61 (kategori sedang). Selain bila membandingkan skor

kecemasan yang diperoleh subjek C dengan skor rata-rata kecemasan kelompok terapi

menulis ekspresif, terlihat bahwa pada kedua kondisi yaitu kondisi pretest dan posttest

skor kecemasan subjek C berada di bawah rata-rata skor kecemasan kelompok terapi

menulis ekspresif (mean pretest = 66, mean posttest = 66.5). Hal ini menunjukkan

bahwa tidak terjadi perubahan kecemasan pada subjek C setelah dilakukannya terapi

(38)

kecemasan, juga diperoleh gambaran perbedaan skor kecemasan subjek C berdasarkan

tipe kecemasan anatra kondisi pretest dan posttest, seperti pada gambar 4.4 berikut ini:

Gambar 4.4. Perbandingan skor kecemasan subjek C berdasarkan tipe kecemasan pada kondisi pretest dan posttest

Berdasarkan gambar 4.4 di atas, terlihat bahwa adanya penurunan skor

kecemasan pada kondisi pretest dan posttest pada tiga tipe kecemasan, yaitu separation

anxiety, obsessive compulsive dan fear of physical injury. Penurunan skor kecemasan

setiap tipe kecemasan yaitu separation anxiety sebesar 1 poin, obsessive compulsive

sebesar 5 poin dan fear of physical injury sebesar 11 poin. Hal ini menunjukkan bahwa

setelah dilakukannya terapi menulis ekspresif terlihat adanya penurunan simtom

kecemasan pada tipe kecemasan separation anxiety, obsessive compulsive dan fear of

physical injury. Pada tiga tipe kecemasan yang lainnya memperlihatkan kondisi

sebaliknya, yaitu terlihat adanya peningkatan skor kecemasan yaitu tipe kecemasan

socialphobia, panic/agoraphobia dan general anxiety.

(39)

Berdasarkan lembar kerja pada saat dilakukannya terapi menulis ekspresif

diketahui bahwa bentuk bullying yang dialami oleh C diantaranya diancam, diejek

dengan mengatakan C bodoh dan vespa, dicubit dan digosipkan. Sedangkan dari cerita

yang ditulis oleh C pada “buku rahasia” diketahui bahwa C mampu mengungkapkan

perasaannya saat mengalami bullying diantaranya merasa benci, marah, kesal dan

dendam. C menuliskan kata benci pada setiap cerita yang dituliskan dan pada pertemuan

terakhir C hanya menuliskan perasaan yang dirasakannya saat mengalami bullying.

Selain itu, juga diketahui pada C juga mencoba untuk berbaikan dengan teman yang

jahat kepadanya dengan cara memaafkan teman tersebut.

Pada tahap juxtaposition dan application to the self, C mengatakan bahwa ia

merasa lebih baik karena dapat menceritakan tentang pengalaman bullyingnya. Selain

itu C juga mampu mengungkapkan pikiran positif untuk mengurangi kecemasan karena

dibully. ketika akan berangkat ke sekolah ia akan mengatakan kepada dirinya untuk

bersikap santai, dan tidak memperdulikan teman yang membullynya. Ia juga

mengatakan, tidak apa jika hari ini ia marah karena dibully, namun ia harus tetap sabar

dan tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh teman yang membullynya. Saat C

berjumpa dengan temannya di sekolah, ia tidak perlu menghiraukan mereka.

Dari hasil observasi selama proses terapi menulis ekspresif terlihat bahwa subjek

C cukup dominan dibandingkan dengan subjek yang lainnya. Sikap dominan C tersebut,

membuat subjek lainnya sedikit tidak nyaman. C juga terlihat lebih aktif untuk

menjawab secara spontan setiap pertanyaan yang peneliti tanyakan. Ketika menuliskan

perasaan dan pikirannya ketika dibully, C terlihat fokus, meskipun sesekali juga terlihat

(40)

Dari lembar evaluasi yang diberikan pada hari terakhir pertemuan, diketahui

bahwa setelah menuliskan tentang perasaan dan pikirannya ketika mengalami bullying,

pada awalnya C merasa biasa saja, namun setelah beberapa kali menulis C juga

mengatakan bahwa ia tidak merasa dendam lagi terhadap teman yang membullynya.

d. Subjek D

Subjek D merupakan siswi di salah satu sekolah dasar di kota Pekanbaru. Saat

ini D berusia 10 tahun dan duduk di kelas 5 SD. D memiliki kemampuan akademik

rata-rata dibandingkan dengan teman sekelasnya yang lain. D adalah anak yang pendiam,

ketika D diganggu oleh temannya ia tidak melawan. Jika D tidak bisa menahan diri saat

diganggu, D akan menangis. Selain itu D juga memiliki fisik yang lemah dan sering

sakit. D merupakan salah satu korban bullying di sekolahnya. Kejadian ini sudah lama

D alami, dimulai ketika D duduk di kelas 3 SD. Hal ini membuat D merasa takut dan

terkadang tidak ingin pergi ke sekolah. D juga terkadang berpura-pura sakit untuk tidak

pergi ke sekolah. D merupakan salah satu korban bullying di sekolahnya, D mengalami

bully secara fisik, verbal dan relasi dan hal ini agak sering terjadi yaitu lebih dari satu

kali dalam seminggu.

Berdasarkan gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa pada kondisi pretest dan

posttest pada subjek D. Kondisi pretest menunjukkan skor kecemasan D adalah 58

(kategori sedang) dan pada kondisi posttest skor kecemasan D adalah 52 (kategori

sedang). Hal ini menunjukkan bahwa adanya penurunan skor dari kondisi pretest dan

posttest yaitu sebesar 6, berarti bahwa terapi menulis ekspresif efektif untuk

(41)

rata-rata kelompok, terlihat bahwa skor kecemasan subjek D berada di bawah rata-rata-rata-rata skor

kecemasan kelompok baik pada kondisi pretest (skor = 58, mean = 66) maupun kondisi

posttest (skor = 52, mean = 66,5). Dari hasil skor skala kecemasan, juga diperoleh

gambaran tentang perubahan kecemasan subjek D berdasarkan tipe kecemasan, seperti

pada gambar 4.5 berikut:

Gambar 4.5. Perbandingan skor kecemasan subjek D berdasarkan tipe kecemasan pada kondisi pretest dan posttest

Berdasarkan gambar 4.5 diketahui bahwa dari enam tipe kecemasan, tiga tipe

kecemasan diantaranya menunjukkan adanya penurunan skor pada kondisi posttest yaitu

separation anxiety sebesar 3 poin, social phobia sebesar 4 poin dan fear of physical

injury sebesar 1 poin. Sedangkan pada empat tipe kecemasan lainnya menunjukkan

adanya peningkatan skor yaitu separation anxiety (1 poin), obsessive compulsive (3

poin), panic/agoraphobia (2 poin) dan general anxiety (1 poin).

Dari hasil lembar kerja saat dilakukannya proses terapi menulis ekspresif,

(42)

diancam, di kurung di dalam kelas, di pukul dan difitnah mencuri barang milik teman.

Bullying yang dialami D membuatnya merasa sedih dan sakit hati. Diketahui juga

bahwa ejekan teman terhadap dirinya merupakan bentuk bullying yang sulit D lupakan,

terlihat bahwa D menceritakan kejadian ketika ia diejek sebanyak 2 kali. Sikap orangtua

yang tidak mempercayai tetapi balik memarahi D, membuatnya tidak mau memberitahu

orangtua ketika ia dibully di oleh teman di sekolah. Selain itu juga diketahuhi bahwa

respon D pertama kali ketika dibully adalah menangis, kemudian D melaporkan

kejadian tersbut kepada guru.

Pada tahap juxtaposition dan application to the self, D mampu mengungkapkan

pikiran positifnya untuk mengurangi perasaan cemas baik ketika akan berangkat ke

sekolah maupun saat bertemu dengan teman yang membullynya di sekolah. D

mengatakan ketika ia akan berangkat sekolah, ia akan berkata kepada dirinya untuk

bersikap cuek jika nanti bertemu dengan teman yang membully dan jika nanti ia

bertemu dengan teman tersebut ia akan mengatakan kepada mereka unutk berhenti

membully dirinya.

Dari hasil observasi selama proses terapi menulis ekspresif berlangsung,

diketahui bahwa D sempat mengalami sakit pada pertemuan pertama, namun pada

pertemuan selanjutnya D dapat mengikuti proses terapi. D terlihat tidak terlalu aktif

seperti subjek C, namun terkadang D juga mau menjawab dengan spontan pertanyaan

yang peneliti tanyakan. D terlihat cukup antusias mengikuti rangkaian intervensi.

Sedangkan dari lembar evaluasi diketahui bahwa sebelum subjek D menuliskan

perasaan dan pikirannya tentang bullying yang dialaminya, D merasa sedih, benci, sakit

(43)

dirinya. D juga pada awalnya takut jika ceritanya diketahui oleh orang lain. Setelah D

menuliskan tentang perasaan dan pikirannya ketika dibully, ia merasa senang dan

perasaan sedih, benci serta sakit hatinya sedikit berkurang.

D. Pembahasan

Berdasarkan analisa statistik dengan menggunakan uji Mann Withney diperoleh

hasil niali r = -0,72 dengan signifikasn 0.564 (p > 0.05), yang berarti bahwa tidak

terdapat perbedaan kecemasan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Tidak efektifnya pemberian terapi menulis ekspresif juga terjadi pada penelitian Murti

dan Hamidah (2012) yang juga menggunakan menulis ekspresif untuk mengatasi

permasalahan psikologi. Dari hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa tidak terdapat

perbedaan depresi antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Selain itu, juga

dilakukan uji Wilcoxon untuk mengetahui efek terapi menulis ekspresif antara kondisi

pretest dan posttest pada kelompok eksperimen. Dari analisa statistik diperoleh hasil

nilai r = -0.13 dengan sig = 0.715 (p > 0.05) yang berarti bahwa tidak terdapat

perbedaan kecemasan antara kondisi sebelum (pretest) dan setelah (posttest) diberi

terapi menulis ekspresif. Hal ini menunjukkan bahwa terapi menulis ekspresif tidak

efektif untuk menurunkan kecemasan pada anak korban bullying.

Berdasarkan data yang diperoleh selama proses intervensi berlangsung dan

dikaitkan dengan teori yang ada, maka ditemukan beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi menulis ekspresif tidak efektif untuk menurukan kecemasan pada anak

korban bullying, diantaranya:

(44)

Pada terapi menulis ekspresif, tahapan juxtaposition merupakan tahapan yang

digunakan sebagai sarana bagi subjek untuk memperoleh keadaan baru dan

menginspirasi perilaku, sikap atau nilai yang baru serta membuat subjek memperoleh

pemahaman yang lebih tentang dirinya. Subjek yang telah mendapatkan insight

dimotivasi agar dapat mengaplikasikannya kekehidupan sehari-hari (Malchiodi, 2007).

Pada penelitian ini, proses pencapaian insight tidak berjalan dengan lancar,

materi dan proses pelaksaanan terapi pada tahap ini tidak cukup membantu subjek

memperoleh insight. Pada tahap juxtapotition di penelitian ini subjek diajarkan untuk

menemukan pikiran positif melalui beberapa pertanyaan, kemudian subjek diminta

untuk mengatakan pikiran positif tersebut pada dirinya (self-talk). Hal tersebut tidak

cukup membantu subjek mendapatkan insight dari peristiwa bullying yang dialami.

Subjek tidak mendapatkan pemahaman tentang kelemahan dirinya saat berhadapan

dengan situasi bullying yang menyebabkan munculnya kecemasan dan mendapatkan

pemahaman baru tentang tindakan atau cara-cara yang dapat dilakukan untuk

mengurangi kecemasan dan menghadapi bullying yang dapat diaplikasikan kedalam

kehidupan sehari-hari.

2. Tidak terpenuhinya karakteristik menulis ekspresif

Menulis ekspresif memiliki beberapa karakteristik salah satunya adalah

self-expression yaitu digunakan sebagai wadah untuk mengungkapkan perasaan dan persepsi

menjadi pemahaman diri yang lebih baik atau menghasilkan emosi yang lebih baik,

pemecahan masalah dan perasaan well-being. Berdasarkan hasil menulis ekspresif,

diketahui bahwa subjek belum memperlihatkan self-expression saat mengikuti terapi

(45)

dan pikirannya ketika dibully, namun subjek belum ekspresif untuk mengeksplor tentan

peristiwa bullying yang dialami. Subjek hanya menuliskan tentang bagaimana bullying

yang dialaminya terjadi dan perasaannya saat mengalami hal tersebut. Tidak terlihat

adanya proses kognitif, seperti refleksi diri (memahami, menyadari, mengetahui)

sehingga memunculkan pemahaman diri yang lebih baik ataupun pemecahan masalah.

Sebagaimana yang disampaian oleh Plupth (2012) bahwa pada proses kognitif terjadi

proses menganalisa dan mempelajari hal-hal baru dari pengalaman emosiol yang

dialami.

3. Subjek masih mengalami bullying saat pelaksanaan intervensi.

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu

ketika individu merasa tidak aman yang dikarenakan pengalaman tidak menyenangkan

dari lingkungan (Ramiah, 2003). Bullying adalah salah satu pengalaman yang tidak

menyenangkan dari lingkungan sekolah dan memunculkan perasaan tidak aman bagi

anak. Rigby (dalam Ong, 2003) menyebutkan bahwa bullying salah satunya ditandai

dengan target atau korban merasa tertindas oleh penyerangan yang dilakukan pelaku.

Tinginya pengalaman bullying yang dialami oleh individu berhubungan dengan

peningkatan simptom kecemasan (Porsteinsdottir, 2014).

Dari kuisoner bullying yang diisi oleh subjek, diketahui bahwa subjek A

memiliki frekuensi mengalami bullying yang lebih banyak dari tiga subjek lainnya yaitu

setiap hari. Sedangkan subjek B, C dan D yaitu 2 atau 3 kali seminggu. Selain itu dari

pelaksanaan intervensi yang dilakukan diketahui bahwa selama proses berlangsung

subjek masih mengalami bullying, terutama pada subjek A dan B. Diketahui bahwa

(46)

adalah 94, setelah dilakukan terapi menulis ekspresif (kondisi posttest) kedua subjek

memperlihatkan peningkatan skor kecemasan, yaitu skor subjek A adalah 55 dan subjek

B adalah 94. Hal ini menunjukkan bahwa subjek A dan subjek B memiliki pengalaman

bullying yang lebih banyak dibandingkan dengan subjek C dan D.

4. Jarak dan lamanya waktu menulis

Soper dan Bergen (2001) mengatakan salah satu faktor yang berhubungan

dengan efektivitas menulis ekspresif adalah jarak dan waktu menulis. Penelitian

Smyth’s (1998; Soper & Bergen, 2001) menunjukkan adanya pengaruh yang kuat

terkait dengan jarak dilakukannya menulis ekspresif, namun lamanya waktu

pelaksanaan menulis tidak memperlihatkan pengaruh yang kuat terhadap efektivitas

menulis ekspresif, yaitu menulis sekali seminggu selama satu bulan lebih efektif

dibandingkan dengan menulis 4 kali selama seminggu. Hal ini berarti bahwa menulis

ekspresif lebih efektif ketika jarak antara pertama menulis dengan menulis selanjutnya

lebih jauh. Pada penelitian ini terapi menulis ekspresif dilakukan sebanyak 4 kali yang

dilaksanakan setiap hari secara terus menerus tanpa adanya jeda dengan waktu yang

diberikan kepada subjek selama 30 menit.

5. Perbedaan dan karakteristik individu.

Soper dan Beren (2001) menyebutkan bahwa meskipun mengungkapkan

peristiwa yang dialami melalui kegiatan menulis terlihat relevan dan dapat

digeneralisasikan terhadap usia, jenis kelamin, etnik, kelas sosial dan tingkat

pendidikan, namun terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas

menulis ekspresif diantaranya perbedaan individual dan karakteristik individu. Salah

(47)

lebih banyak informasi, lebih detail, lebih emosional dan lebih banyak menceritakan

situasi interpersonal tentang pengalaman pribadinya dibandingkan dengan anak laki-laki

(Fivush & Buckner, 2003; Fivush, dkk. 2007).

Pada penelitian ini diketahui bahwa terapi diikuti oleh 1 orang anak laki-laki dan

3 orang anak perempuan. Berdasarkan hasil terapi diketahui bahwa subjek perempuan

lebih banyak mengungkap informasi, lebih detail, emosional dibandingkan dengan

subjek laki-laki dan diketahui dari hasil pengukuran kecemasan setelah menulis ekspresi

bahwa kecemasan pada subjek laki-laki yaitu subjek A memperlihatkan peningkatan

kecemasan dibandingkan dengan subjek perempuan.

Meskipun menulis ekspresif tidak efektif menurunkan kecemasan, namun satu

dari empat subjek memperlihatkan penurunan kecemasan, yaitu pada subjek D. Dari

hasil pengukuran skor kecemasan diketahui bahwa skor kecemasan subjek D pada

kondisi pretest adalah 58 menurun menjadi 52 pada kondisi posttest. Adanya

penurunan simptom kecemasan pada subjek D. Hal ini terjadi karena selain adanya

proses katarsis melalui menulis ekspresif, proses terapi juga memberikan rasa percaya

diri dan keberanian bagi subjek D, terutama untuk mengungkapkan pikirannya

mengenai pristiwa bullying yang dialami.

Selain itu dari hasil yang diperoleh selama proses intervensi dapat dikatakan

bahwa secara umum menulis ekspresif membantu anak melepaskan atau

mengungkapkan perasaan yang dirasa saat mengalami bullying. Fivush (2007)

mengatakan bahwa ketika individu mengalami kesulitan atau hambatan untuk

mengungkapkan pikiran dan emosi yang menganggu, maka ketika pikiran dan emosi

(48)

proses terapi diketahui bahwa subjek sebelumnya tidak pernah mengungkapkan atau

menceritakan tentang pengalaman bullying yang dialaminya karena tidak mendapatkan

dukungan dari orang terdekatnya, sebagian dari mereka bahkan balik dimarahi karena

terlibat masalah di sekolah. Pada saat menulis ekspresif terlihat bahwa subjek mampu

mengungkapkan emosi-emosi yang dirasakannya ketika dibully, seperti marah, kesal,

benci, sedih. Setelah subjek mengungkapkan perasaan tersebut, subjek merasa sedikit

lebih baik, merasa senang dapat mengungkapkannya melalui menulis, subjek juga

merasa perasaan marah, kesal dan bencinya sedikit berkurang dibandingkan sebelum

subjek melakukan menulis ekspresif. Hal ini terlihat dari lembar evaluasi yang ditulis

oleh subjek di pertemuan terakhir.

E. Keterbatasan Penelitian

Terdapat keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya:

1. Kurangnya kontrol terhadap kemungkinan subjek masih mengalami bullying

ketika mengikuti terapi.

2. Kurangnya aktivitas yang dapat membantu pencapaian insight pada subjek terkait pengalaman bullying yang dialami, sehingga subjek tidak hanya

mengungkapkan perasaan dan pikirannya saat dibully tetapi juga memperoleh

pengetahuaan baru tentang kemampuan yang dimiliki ketika kembali

(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan

yaitu sebagai berikutt:

1. Tidak terdapat perbedaan kecemasan antara kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol setelah diberikan terapi menulis ekspresif, hal ini berarti

bahwa menulis ekspresif tidak efektif untuk menurunkan kecemasan.

2. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi menulis ekspresif tidak efektif

menurunkan kecemasan anak korban bullying, yaitu pencapaian insight pada

subjek tidak berjalan dengan lancar, tidak terpenuhinya karakteristik menulis

ekspresif, subjek masih mengalami bullying saat pelaksanaan intervensi, jarak

dan lamanya waktu menulis serta perbedaan dan karakteristika individu.

3. Menulis ekspresif dapat digunakan sebagai media katarsis untuk

mengungkapkan pikiran dan perasaan yang mengganggu tentang kejadian

emosional yang dialami.

B. SARAN

B.1. Saran Metodologis

Beberapa saran yang dapat diberikan bagi peneliti selanjutnya yang akan

melakukan penelitian yang terkait dengan intervensi menulis ekspresif dan kecemasan

Gambar

Tabel 3.1. Skema desain penelitian
Tabel 3.2. Blue print Tipe kecemasan  skala kecemasan  Nomer aitem
Tabel 3.3. Distribusi aitem setelah uji daya beda aitem Nomer aitem
Tabel 3.4. Topik terapi menulis ekspresif Tujuan kegiatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode analisis ini relevan digunakan untuk menganalisis suatu hubungan pengaruh, dalam hal ini adalah bauran promosi dengan variabel ukur biaya periklanan, personal

Eigenface memiliki tahapan untuk proses pengenalan wajah, dimana tahap pertama menyiapkan data himpunan matriks, setelah itu ambil nilai tengah atau bisa disebut

[r]

Adapun tugas Bagian Pemotongan adalah bertanggung jawab atas semua proses pemotongan seluruh spare part yang akan dihasilkan..

Investasi pada modal bank, entitas keuangan dan asuransi diluar cakupan konsolidasi secara ketentuan, net posisi short yang diperkenankan, dimana Bank tidak memiliki lebih dari

Rogers (dalam Burns, 1979) menyatakan konsep diri meliputi unsur-unsur persepsi individu terhadap karakteristik dan kemampuan sendiri, pandangan individu tentang

Untuk pengukuran kadar bioetanol, campuran bioetanol yang berada di dalam substrat hasil fermentasi dipisahkan dari mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae, nutrisi

Puji dan syukur atas segala kasih karunia Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat, berkat serta penyertaan selama seluruh proses ini, sehingga akhirnya saya dapat