• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Metode dan Fermentasi Terhadap Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung Ubi Jalar Oranye Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Metode dan Fermentasi Terhadap Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung Ubi Jalar Oranye Chapter III V"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan

Agustus 2016 di Laboratorium Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Analisa protein dan

kadar amilosa dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian Tanaman Padi,

Subang.

Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah ubi jalar oranye dengan tingkat

kematangan yang optimal dengan ciri ubi jalar berwarna oranye cerah. Bahan lain

adalah air, garam komersil

merk

dolphin

®

, ragi roti

merk

saf-instant

®

, dan

yoghurt komersil

natural set

merk

biokul

®

. Bahan kimia yang digunakan dalam

penelitian ini adalah hexan, H

2

SO

4

, NaOH, K

2

SO

4

, HCl, etanol 95%, akuades,

kloroform, KOH, Na

2

SO

4

, alkohol, DNS (Dinitrosalisilat), CaCO

3

, indikator

fenolftalein, ether, asam asetat, CuSO

4

, glukosa standar,

β

-karoten murni, amilosa

murni, larutan iod, dan phenol.

Alat penelitian

(2)

tabung, pipet skala, labu pisah, cawan porselen, cawan aluminium, kertas

Whatman no. 1, no. 2, dan no. 41, desikator, waterbath, pemanas listrik Maspion,

oven Memmert (tipe BMV 30), kromameter Konica Minolta (tipe CR-400, Jepang),

tanur Carbolite Furnaces (tipe EML 11/2) dan spektrofotometer UV (Genesys 20).

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap

(RAL), yang terdiri dari dua faktor, yaitu:

Faktor I

: Metode Fermentasi (F)

F

1

= Fermentasi Alami (Dengan Air)

F

2

= Fermentasi dengan Ragi Roti

F

3

= Fermentasi dengan BAL

Faktor II

: Lama Fermentasi (L)

L

1

= 24 Jam

L

2

= 48 Jam

L

3

= 72 Jam

Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination

(Tc) adalah

3 x 3 = 9 setiap sampel diulang sebanyak 3 kali dengan jumlah sampel seluruhnya

27 sampel.

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua

faktorial dengan model sebagai berikut:

(3)

ijk

: Hasil pengamatan dari faktor F pada taraf i dan faktor L pada taraf

ke-j dalam ulangan ke-k

µ

: Efek nilai tengah

α

i

: Efek faktor F pada taraf ke-i

β

j

: Efek faktor L pada taraf ke-j

(αβ)

ij

: Efek interaksi faktor F pada taraf ke-i dan faktor L pada taraf ke-j

ε

ijk

: Efek galat dari faktor F pada taraf ke-i dan faktor L pada taraf ke-j dalam

ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji

dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji

Least Significant Range

(LSR).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan tepung ubi jalar dilakukan dengan cara memilih ubi jalar oranye

dengan bentuk umbi yang lonjong, kulit umbi berwarna cokelat dan tidak

terkelupas, serta daging umbi berwarna oranye. Ubi jalar oranye yang telah disortir

kemudian dicuci dan dikupas kulitnya, diiris menggunakan slicer dan difermentasi

dalam 3 jenis metode fermentasi yaitu fermentasi alami, fermentasi dengan ragi roti,

dan fermentasi dengan BAL.

Fermentasi Alami

(4)

Fermentasi menggunakan Ragi Roti

2 kg chips ubi jalar oranye direndam dalam air sebanyak 6 liter yang telah

ditambahkan ragi roti sebanyak 0,5 % (30 g) dalam baskom putih dan ditutup.

Skema pembuatan tepung ubi jalar oranye dengan metode fermentasi ragi roti dapat

dilihat pada Gambar 3.

Fermentasi menggunakan BAL

BAL yang digunakan dalam fermentasi chips ubi jalar berasal dari yoghurt

komersil (Biokul

natural set

®

). Yoghurt yang digunakan mengandung BAL

sebanyak 3,4369 x 10

9

CFU/g sehingga untuk menambahkan BAL sebanyak

1 x 10

7

CFU/g dalam 6 liter air dilakukan perhitungan sebagai berikut:

1 x 10

7

CFU/g =

X

6000 g

X = 6 x 10

10

CFU

6 x 10

10

CFU = 3,4369 CFU/g x g yoghurt

g yoghurt =

3,4369 x 10

6 x 10

10

CFU

9

CFU/g

= 17,4575 g

Sehingga yoghurt yang dibutuhkan untuk 6 liter air sebanyak 17,5 g.

2 kg chips ubi jalar oranye direndam dalam 6 liter air garam 0,85 % yang

telah ditambahkan BAL sebanyak 1 x 10

7

CFU/g (17,5 g) dalam baskom putih dan

ditutup. Skema pembuatan tepung ubi jalar oranye dengan metode fermentasi

bakteri asam laktat dapat dilihat pada Gambar 4.

(5)

diketahui dengan cara mematahkan chips ubi jalar oranye. Pengeringan dilakukan

selama ± 28 jam.

Chips

ubi jalar yang telah kering kemudian dihaluskan

menggunakan

disc mill dan diayak menggunakan ayakan 60 mesh hingga

dihasilkan tepung ubi jalar. Tepung ubi jalar yang dihasilkan dikemas dalam plastik

polietilen sebelum dianalisis. Masing-masing perlakuan dilakukan ulangan

sebanyak 3 kali.

Pengamatan mutu tepung ubi jalar meliputi karakteristik fisik, kimia, dan

fungsional. Karakteristik fisik tepung ubi jalar oranye yang diamati yaitu

pengujian warna (Metode Hunter, Hutchings, 1999), densitas kamba

(Okaka dan Potter, 1977), serta uji organoleptik warna dan aroma (Soekarto, 1985).

Karakteristik kimia tepung ubi jalar oranye yang diamati yaitu kadar air

(AOAC, 1995) dan derajat asam (Dewan Standarisasi Nasional, 1994).

Pengujian sifat fungsional tepung meliputi daya serap air dan minyak

(Sathe dan Salunkhe, 1981),

swelling power (Leach, dkk.,

1959), kelarutan atau

solubility (Anderson, 1982), dan baking expansion (Demiate, dkk., 2000).

Pengamatan dan Metode Pengukuran Data

(6)

Masing-masing parameter diberikan bobot variabel (BV) dengan angka

0

1. Besar bobot ditentukan berdasarkan tingkat kepentingan parameter. Semakin

tinggi tingkat kepentingan maka semakin tinggi nilai bobot variabel yang diberikan.

Bobot normal (BN) setiap parameter ditentukan dengan cara membagi BV dengan

jumlah semua bobot variabel. Nilai efektivitas (Ne) diperoleh dengan rumus:

Ne =

Nilai Perlakuan (NP) - Nilai Terburuk (NBr)

Nilai Terbaik (NB

k

) - Nilai Teburuk (NBr)

Nilai hasil dari masing-masing parameter ditentukan dari hasil perkalian antara nilai

efektivitas (Ne) dengan bobot normal (BN). Nilai hasil dari tiap parameter

dijumlahkan untuk mengetahui total nilai hasil. Total Nh yang tertinggi

menunjukkan hasil perlakuan terbaik.

Tepung ubi jalar dengan mutu terbaik selanjutnya dianalisis kadar

β

-karoten (Apriyantono,

dkk., 1989), kadar abu (Sudarmadji, dkk., 1997),

kadar protein (metode Kjeldahl, AOAC, 2005), kadar lemak (AOAC, 1995),

kadar serat kasar (AOAC, 1995), kadar pati dengan metode hidrolisis asam

(Apriyantono, dkk., 1989), amilosa dan amilopektin (SNI-6128-2008), gula reduksi

(Apriyantono, dkk., 1989), total gula (Apriyantono, dkk., 1989), derajat

polimerisasi dan dextrose equivalent (Apriyantono, dkk., 1989).

Karakteristik Fisik

Warna (Metode Hunter)

Pengujian warna dilakukan berdasarkan metode Hutchings (1999). Warna

diukur menggunakan alat

chromameter

Minolta (tipe CR 200, Jepang). Sampel

diletakkan pada wadah yang telah tersedia, kemudian ditekan tombol start dan akan

(7)

±

100 (putih). Notasi “a”

menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau

dengan nilai “+a” (positif) dari

0 sampai + 100 u

ntuk warna merah dan nilai “–a”

(negatif) dari 0 sampai

80 untuk warna hijau. Notasi “b” menyatakan warna

kromatik campuran biru-

kuning dengan nilai “+b” (positif) dari

0 sampai

+ 70 untuk warna kuning dan nilai

“–b”

(negatif) dari 0 sampai

80 untuk warna

biru sedangkan L menyatakan ketajaman warna. Semakin tinggi ketajaman warna,

semakin tinggi nilai L. Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung

o

Hue dengan

rumus :

o

Hue = tan

-1

. Jika hasil yang diperoleh:

18

o

54

o

maka produk berwarna red (R)

54

o

90

o

maka produk berwarna yellow red (YR)

90

o

126

o

maka produk berwarna yellow (Y)

126

o

162

o

maka produk berwarna yellow green (YG)

162

o

198

o

maka produk berwarna green (G)

198

o

234

o

maka produk berwarna blue green (BG)

234

o

270

o

maka produk berwarna blue (B)

270

o

306

o

maka produk berwarna blue purple (BP)

306

o

342

o

maka produk berwarna purple (P)

342

o

18

o

maka produk berwarna red purple (RP)

Densitas kamba

(8)

Densitas Kamba (g/ml) =

Volume sampel (ml)

Berat sampel (g)

Uji organoleptik warna dan aroma

Pengujian organoleptik warna dan aroma dilakukan berdasarkan metode

Soekarto (1985). Penilaian organoleptik warna dan aroma tepung ubi jalar

dilakukan dengan cara menyajikan sampel yang telah diberi kode secara acak lalu

diuji oleh 20 panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang

ditentukan berdasarkan skala hedonik 1-9 seperti pada Tabel 3. Format uji

organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 3. Skala hedonik warna dan aroma

Skala hedonik

Keterangan

1

Sangat tidak suka sekali

Karakteristik Kimia

Kadar air

(9)

Kadar Air (%) =

Berat sampel awal - berat sampel akhir

Berat sampel awal

x 100%

Derajat asam modifikasi

Pengujian derajat asam dilakukan berdasarkan metode Dewan Standarisasi

Nasional (1994). Sampel ditimbang sebanyak 1 g dimasukkan kedalam labu ukur

100 ml dan ditambahkan alkohol yang telah dinetralkan dengan fenolftalein hingga

batas tera. Sampel selanjutnya ditutup dengan aluminium foil dan dikocok

menggunakan penggosok mekanik selama 1 jam. Setelah itu sampel disaring

dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 1, hasil saringan diambil 50 ml

dan diberikan 3 tetes indikator fenolftalein dan dititrasi dengan NaOH 0,05 N.

Derajat asam adalah banyaknya ml NaOH 0,05 N yang diperlukan untuk meniter

1 g contoh, dengan demikian formulanya adalah sebagai berikut.

Derajat Asam

(%) =

100/50 x ml NaOH x N NaOH

Berat Contoh (g)

x 100%

Karakteristik Fungsional

Daya serap air dan minyak

Pengujian daya serap air dan minyak dilakukan berdasarkan metode

Sathe dan Salunkhe (1981). 1 g pati ditempatkan pada tabung sentrifugasi yang

telah diketahui beratnya kemudian ditambahkan 10 ml air atau minyak dan dikocok

hingga homogen. Setelah itu dilakukan sentrifugasi pada 4000 RPM selama

40 menit. Air atau minyak dituang dan ditimbang berat tabung dan pastanya.

DSA/DSM (g/g) =

(

berat akhir - berat tabung)

Berat

bahan kering

-

berat bahan kering

(10)

Swelling power

Pengujian

swelling power dilakukan berdasarkan metode Leach, dkk.

(1959). Tepung ubi jalar sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam aquadest 10 ml

kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 90 °C selama 30 menit. Larutan

disentrifus dengan kecepatan 2200 rpm selama 30 menit sehingga terpisah antara

supernatan dan pasta. Supernatan dan pasta dipisah untuk kemudian diambil pasta

dan ditimbang berat pasta. Swelling power dihitung dengan menggunakan rumus:

Swelling Power (%) =

Berat pasta

Berat sampel kering

x

100%

Kelarutan (

solubility

)

Pengujian

kelarutan

(solubility)

dilakukan

berdasarkan

metode

Anderson (1982). 1 g tepung ubi jalar dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan

ditambahkan 10 ml aquadest, kemudian dikocok hingga tercampur merata.

Campuran dipanaskan dalam waterbath suhu 90 °C selama 30 menit dan disentrifus

dengan kecepatan 2200 rpm selama 30 menit. Supernatan dikumpulkan dan

dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang telah diketahui beratnya, kemudian

dikeringkan pada oven suhu 105 °C hingga beratnya konstan. Berat padatan

supernatan kering ditimbang.

Kelarutan air (%) =

Berat padatan supernatan kering

Berat sampel kering

x

100%

Baking expansion

(11)

selama 25 menit. Hasil panggangan kemudian didinginkan, ditimbang, kemudian

dilapisi permukaannya dengan pencelupan dalam parafin. Volume hasil

panggangan ditentukan dengan mencelupkan sampel dalam gelas ukur berisi air,

hingga seluruh bagian terendam dan peningkatan volume tercatat.

Baking expansion (ml/g) =

Peningkatan volume

massa hasil panggangan

x

100%

Pengujian Perlakuan Terbaik

β

- karoten modifikasi

Pengujian β

-karoten dilakukan berdasarkan metode Apriyantono, dkk.

(1989). Kurva standar dibuat dengan menimbang dengan teliti

5 mg β

-karoten

murni lalu dimasukkan kedalam labu 100 ml dan ditambahkan kloroform hingga

batas tera. Selanjutnya diambil larutan masing-masing 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml dan

seterusnya kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan

kloroform 9 ml, 8 ml, 7 ml, 6 ml dan seterusnya. Absorbansi dibaca pada panjang

gelombang 450 nm dan dicatat.

Pengujian kadar

β

- karoten

(12)

Perhitungan kurva standar

Dicari persamaan linear dan regresi, dimana nilai r > 0,9 di kurva,

dimasukkan absorbansi sampel dan didapat konsentrasi sampel, kandungan

β

-karoten sampel dihitung dengan rumus :

β-karoten (mg/100 g) =

Konsentrasi sampel x FP x 100

g sampel

Kadar abu

Pengujian kadar abu dilakukan berdasarkan metode Sudarmadji, dkk.

(1997). Sampel yang telah dikeringkan hingga berat konstan selanjutnya ditimbang

sebanyak 5 g. Sampel dimasukkan kedalam cawan porselen yang telah diketahui

berat awalnya dan dibakar selama 1 jam dalam tanur dengan suhu 100 °C, 2 jam

dengan suhu 300 °C kemudian 2 jam dengan suhu 500 °C. Cawan porselen

didinginkan kemudian dikeluarkan dari tanur dan dimasukkan kedalam desikator

selama 15 menit kemudian ditimbang. Kadar abu diperoleh dengan rumus:

Kadar Abu (%) =

Bobot sampel awal (g)

Bobot abu (g)

x 100%

Kadar protein (Metode Kjeldahl)

(13)

dalamnya 2

4 tetes indikator (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan

metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1). Ujung tabung

kondensor harus terendam dalam labu larutan HBO

3

, kemudian dilakukan destilasi

hingga sekitar 125 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung kondensor kemudian

dibilas dengan sedikit air destilat dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi

dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna. Penetapan blanko dilakukan

dengan cara yang sama.

Kadar Protein (%) =

(A - B) x N HCl x 14 x 6,25

Berat sampel

x 100%

A = ml titrasi sampel

B = ml titrasi blanko

14 = berat atom nitrogen

6,25 = faktor konversi

Kadar lemak

(14)

Kadar Lemak (%) =

Berat sampel

Berat lemak

x 100%

Kadar serat kasar

Pengujian kadar serat kasar dilakukan berdasarkan metode AOAC (1995).

Sampel sebanyak 2 g dimasukan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml kemudian

ditambahkan 50 ml H

2

SO

4

0,325 N, dihidrolisis selama 30 menit pada suhu 100 °C.

Setelah itu didinginkan dan ditambahkan kembali NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml

dan dihidrolisis kembali selama 30 menit. Sampel disaring menggunakan kertas

saring Whatman No. 41 yang telah diketahui beratnya. Kertas saring tersebut dicuci

berturut-turut dengan akuades mendidih, 25 ml H

2

SO

4

0,325 N, kemudian akuades

mendidih dan yang terakhir dicuci dengan etanol 95%. Kertas saring yang telah

dicuci selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C selama satu jam,

pengeringan dilakukan hingga berat konstan.

berat kertas saring akhir (g)

berat kertas awal (g)

Kadar serat kasar (%) =

x 100%

Kadar pati (Hidrolisis Asam)

Pengujian kadar pati dilakukan berdasarkan metode Apriyantono, dkk.

(1989). Terlebih dahulu pereaksi DNS dibuat dengan cara dilarutkan 10,6 g asam

3,5-dinitrosalisilat dan 19,8 g NaOH ke dalam 1416 ml air ditambahkan ke dalam

larutan tersebut 306 g NaK-tartarat, 7,6 ml fenol (cairkan pada suhu 50 °C) dan

8,3 g Na-metabisulfit, dicampur merata. Pereaksi DNS distandarisasi dengan cara

(15)

HCl 0,1 N yang dibutuhkan 5-6 ml, jika kurang dari itu ditambahkan 2 g NaOH

untuk setiap kekurangan 0,1 ml HCL 0,1 N.

Setelah itu dilakukan persiapan sampel dengan cara ditimbang pati

sebanyak 5 g yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml,

selanjutnya ditambahkan 50 ml alkohol 80 % dan diaduk selama 1 jam. Suspensi

tersebut disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan air sampai volume filtrat

250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang.

Residu pati yang terdapat pada kertas saring dicuci sebanyak 5 kali dengan

10 ml ether. Ether dibiarkan menguap dari residu, kemudian dicuci kembali dengan

150 ml alkohol 10% untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang terlarut.

Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer

dengan cara pencucian dengan 200 ml air dan ditambahkan 20 ml HCl 25%.

Kemudian erlenmeyer ditutup dengan penangas balik dan dipanaskan di atas

penangas air sampai mendidih selama 2,5 jam pada suhu 100

°C. Residu dibiarkan

dingin dan dinetralkan dengan larutan NaOH 45% hingga ± pH 7 dan diencerkan

sampai volume 500 ml. Campuran disaring kembali dengan kertas saring.

Setelah persiapan sampel selesai diukur gula reduksi dengan cara diambil

1 ml sampel dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, ditambahkan 3 ml

pereaksi DNS. Sampel ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit dan

dibiarkan

dingin

sampai

suhu

ruang.

Sampel

dibaca

menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.

(16)

tanda tera lalu diaduk menggunakan magnetik stirer. Selanjutnya masing-masing

larutan glukosa standart dipipet sebanyak 1, 2, 4, 6 dan 8 ml dimasukkan ke dalam

tabung reaksi dan masing-masing ditambahkan akuades 9, 8, 6, dan 2 ml.

Setelah itu campuran tersebut dikocok atau dihomogenkan. Masing-masing

dari campuran tersebut diambil 1 ml dan ditambahkan 3 ml DNS kemudian dikocok

dan dipanaskan selama 5 menit dan didiamkan selama 30 menit. Selanjutnya

intensitas

warna

yang

terbentuk

diukur

absorbansinya

menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Kurva standar dibuat dengan

memplot konsentrasi glukosa terhadap absorbansinya.

Kadar Pati (%) =

Konsentrasi sampel (mg/ml) x FP x 100%

Berat sampel (g) x 1000

x

0,9

Kadar amilosa dan amilopektin

Pengujian kadar amilosa dan amilopektin dilakukan berdasarkan metode

Dewan Standarisasi Nasional (2008). Sampel sebanyak 0,1 g dimasukkan ke dalam

tabung reaksi selanjutnya ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N.

Campuran tersebut dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit hingga semua

terlarut kemudian didinginkan. Selanjutnya campuran tersebut dipindahkan ke

dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda tera. Kemudian

5 ml larutan dipipet ke dalam labu takar 100 ml dan tambahkan 1 ml asam asetat

1 N, 2 ml larutan iod dan akuades hingga tanda tera. Lalu dikocok dan didiamkan

(17)

Penetapan kurva standar amilosa dilakukan dengan cara menimbang 40 mg

amilosa murni (amilosa kentang), kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi

lalu ditambahkan 1 ml etanol 95 % dan 9 ml NaOH 1 N. Campuran tersebut

dipanaskan ke dalam air mendidih selama 10 menit sampai semua bahan terlarut,

kemudian didinginkan. Campuran tersebut dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml

dan ditambahkan akuades hingga tanda tera. Larutan campuran dipipet ke dalam

labu takar 100 ml masing-masing 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, dan 5 ml. Lalu ke dalam

labu takar tersebut ditambahkan asam asetat 1 N berturut-turut 0,2 ml, 0,4 ml,

0,6 ml, 0,8 ml, 1 ml serta masing-masing 2 ml larutan iod. Kemudian ditambahkan

akuades sampai tanda tera. Larutan dihomogenkan dengan menggunakan magnetik

stirer lalu dibiarkan selama 20 menit, diukur absorbansinya dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm yaitu hubungan panjang

gelombang yang memberikan absorbansi maksimum untuk warna biru.

Kadar Amilosa (%)

=

Konsentrasi amilosa (mg/ml) x FP x 0,001

Berat sampel (g)

x

100%

Kadar Amilopektin (%) = kadar pati (%) - kadar amilosa (%)

Total gula

(18)

tidak berbau alcohol. Tetapkan volume larutan hingga volume tertentu

menggunakan aquades. Setelah persiapan sampel selesai, diukur total gula dengan

cara diambil 1 ml sampel, ditambahkan 0,5 ml larutan fenol 5 %, ditambahkan

dengan cepat 2,5 ml larutan asam sulfat pekat dengan cara menuangkan secara

tegak lurus ke permukaan larutan. Dibiarkan selama 10 menit, dikocok. Diukur

absorbansinya pada 490 nm. Dibuat kurva standar. Kemudian ditentukan total gula

sampel.

Total Gula (%) =

Konsentrasi sampel x FP

Berat sampel (g) x 1000

x

100

%

Gula reduksi

Pengujian gula reduksi dilakukan berdasarkan metode Apriyantono, dkk.

(1989). Terlebih dahulu pereaksi DNS dibuat dengan cara melarutkan 10,6 g asam

3,5-dinitrosalisilat dan 19,8 g NaOH ke dalam 1416 ml air. Selanjutnya ke dalam

larutan tersebut ditambahkan 306 g NaK-tartarat. 7,6 ml fenol (cairkan pada suhu

50 °C) dan 8,3 g Na-metabisulfit, dicampur merata. Larutan distandarisasi dengan

cara dititrasi 3 ml pereaksi DNS dengan HCL 0,1 N dan indikator fenolftalein.

Dibutuhkan 5-6 ml HCL 0,1 N, jika kurang dari itu ditambahkan 2 g NaOH untuk

setiap kekurangan 0,1 ml HCL 0,1 N.

(19)

alkohol. Tetapkan volume larutan hingga volume tertentu menggunakan aquades.

Setelah persiapan sampel selesai diukur gula reduksi dengan cara diambil 1 ml

sampel dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, ditambahkan 3 ml

pereaksi DNS. Ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit. Dibiarkan dingin

sampai suhu ruang. Digunakan aquadest sebagai blanko. Dibuat kurva standar.

Penetapan kurva standar menggunakan larutan glukosa standart dengan

konsentrasi 0,05-0,5 mg/ml dilakukan dengan cara menimbang 50 mg glukosa,

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Ditambahkan akuades sampai

tanda tera dan diaduk dengan menggunakan magnetik stirer. Selanjutnya

masing-masing dipipet sebanyak 1, 2, 4 dan 6 ml dimasukkan ke dalam tabung

reaksi dan masing-masing ditambahkan akuades 9, 8, 6, dan 4 ml. Setelah itu

campuran tersebut dikocok atau dihomogenkan. Masing-masing dari campuran

tersebut diambil 1 ml dan ditambahkan 3 ml DNS kemudian dikocok dan

dipanaskan selama 5 menit. Didiamkan selama 30 menit. Selanjutnya diukur

absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.

Kurva standar dibuat dengan memplot konsentrasi glukosa terhadap absorbansinya.

Gula reduksi

(%) =

Konsentrasi sampel x FP

Berat sampel (g) x 1000

x

%

Dextrose equivalent

(DE)

(20)

DE =

Gula reduksi

Total Gula

x 100%

Derajat polimerisasi (DP)

Pengujian derajat polimerisasi (DP) dilakukan berdasarkan metode

Apriyantono, dkk. (1989). Derajat polimerisasi merupakan indikasi dari nilai

rata-rata unit monomer dari molekulnya. Ini menunjukkan nilai dari unit glukosanya.

DP dihitung dengan menggunakan rumus :

(21)

Gambar 1. Skema pembuatan tepung ubi jalar oranye

F1 = Fermentasi Alami (Dengan Air) F2 = Fermentasi dengan Ragi Roti F3 = Fermentasi dengan BAL

-

Daya Serap Air dan Minyak

-

Swelling Power

(22)

Gambar 2. Skema pembuatan tepung ubi jalar oranye dengan metode fermentasi

alami

Perendaman dengan air sebanyak 6 L

Pengirisan dengan slicer, tebal 3 mm

Pengayakan dengan ayakan 60 mesh

Pengupasan dan Pencucian

Lama fermentasi

L

1

= 24 jam

L

2

= 48 jam

L

3

= 72 jam

Pencucian dan penirisan

Tepung ubi jalar

ungu

Ubi jalar oranye

Pengeringan dengan suhu 50 °C sampai kering

(23)

Gambar 3. Skema pembuatan tepung ubi jalar oranye dengan metode fermentasi

ragi roti

Pengirisan dengan slicer, tebal 3 mm

Pengayakan dengan ayakan 60 mesh

Pengupasan dan Pencucian

Lama fermentasi

L

1

= 24 jam

L

2

= 48 jam

L

3

= 72 jam

Pencucian dan penirisan

Tepung ubi jalar

ungu

Ubi jalar oranye

Pengecilan ukuran

Pengeringan dengan suhu 50

o

C sampai kering

Perendaman dengan air 6 L yang

(24)

Gambar 4. Skema pembuatan tepung ubi jalar oranye dengan metode fermentasi

bakteri asam laktat

Pengecilan ukuran

Pengeringan dengan suhu 50

o

C sampai kering

Perendaman dengan air garam 0,85 %

yang telah berisi BAL yoghurt

sebanyak 1x10

7

CFU/ml

Pengirisan dengan slicer, tebal 3 mm

Pengayakan dengan ayakan 60 mesh

Pengupasan dan Pencucian

Lama fermentasi

L

1

= 24 jam

L

2

= 48 jam

L

3

= 72 jam

Pencucian dan penirisan

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Metode dan Lama Fermentasi Terhadap Karakteristik Fisik

Tepung Ubi Jalar Oranye

Karakteristik fisik tepung ubi jalar oranye dari hasil penelitian meliputi

warna (ºHue) dengan kromameter, densitas kamba, nilai organoleptik warna dan

aroma. Pengaruh metode dan lama fermentasi terhadap karakteristik fisik dari

tepung ubi jalar oranye dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4. Pengaruh metode fermentasi terhadap karakteristik fisik yang diamati

Parameter

Metode Fermentasi (F)

F

1

F

2

F

3

Alami

Ragi roti

BAL

Warna (ºHue)

83,16±3,85

79,61±4,06

80,38±3,62

Densitas kamba (g/ml)

0,48±0,01

0,49±0,01

0,48±0,01

Nilai organoleptik warna

6,33±0,86

6,76±1,04

6,86±0,99

Nilai organoleptik aroma

6,42±0,42

6,01±0,70

6,18±0,28

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standar deviasi.

Tabel 5. Pengaruh lama fermentasi terhadap karakteristik fisik yang diamati

Parameter

Lama Fermentasi (L)

L

1

L

2

L

3

24 jam

48 jam

72 jam

Warna (ºHue)

82,67±2,28

a

82,28±3,38

a

78,20±4,69

b

Densitas kamba (g/ml)

0,49±0,01

a,A

0,48±0,01

b,A

0,47±0,01

c,B

Nilai organoleptik warna

6,24±0,55

b

6,32±0,82

b

7,39±1,04

a

Nilai organoleptik aroma

6,35±0,38

6,19±0,37

6,07±0,75

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standar deviasi. Angka yang

diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) (huruf besar) dengan uji LSR.

Warna (°

Hue)

Tabel 4 menunjukkan metode fermentasi memberikan pengaruh berbeda

tidak nyata (P>0,05) terhadap warna (°Hue) tepung. Tabel 5 menunjukkan lama

fermentasi memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap warna (°Hue)

(26)

antara metode dan lama fermentasi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap warna (°Hue) tepung. Hubungan lama fermentasi dengan warna

dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Hubungan lama fermentasi dengan warna (°Hue) tepung (error bar:

± standar deviasi)

Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin lama fermentasi menyebabkan

penurunan nilai

°Hue tepung. Nilai

°Hue 54-90 menunjukkan warna kuning

kemerahan sedangkan nilai

°Hue 90-126 menunjukkan warna kuning

(Hutching, 1999). Penurunan nilai

°Hue menyebabkan warna tepung yang

dihasilkan cenderung kuning kemerahan. Kerusakan karotenoid dapat disebabkan

oleh adanya proses oksidasi karotenoid dan dikatalis oleh enzim lipoksigenase yang

secara alami terdapat dalam umbi-umbian. Lipoksigenase berhubungan dengan

penurunan kualitas umbi-umbian karena enzim ini dapat mengkatalis oksidasi

lemak sehingga menimbulkan aroma tidak enak (langu) serta hilangnya pigmen

karoten. Lipoksigenase pada kondisi pH netral dapat mengkatalis oksidasi

karotenoid (Baysal dan Demirdoven, 2007). Salah satu cara yang dapat dilakukan

(27)

untuk inaktivasi enzim ini adalah dengan mengatur pH lingkungan. pH asam dapat

digunakan untuk menginaktivasi enzim ini (Rahman, 2007). Asam-asam organik

yang dihasilkan selama proses fermentasi mampu menurunkan pH lingkungan

sehingga menyebabkan enzim lipoksigenase pada ubi jalar oranye menjadi tidak

stabil dan oksidasi pigmen karotenoid dapat di minimalisir.

Densitas kamba

Tabel 4 menunjukkan metode fermentasi memberikan pengaruh berbeda

tidak nyata (P>0,05) terhadap densitas kamba tepung. Tabel 5 menunjukkan lama

fermentasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap densitas

kamba tepung. Hasil analisis ragam pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa interaksi

antara metode dan lama fermentasi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap densitas kamba tepung. Hubungan lama fermentasi dengan

densitas kamba dapat dilihat pada Gambar 6.

(28)

Gambar 6 menunjukkan semakin lama fermentasi akan menurunkan

densitas kamba tepung. Densitas kamba merupakan massa partikel yang menempati

volume tertentu. Semakin tinggi densitas kamba menunjukkan produk semakin

padat (Rohmah, 2012). Selama proses fermentasi dengan cara perendaman, granula

pati akan menyerap air dan membengkak (Anggraeni dan Yuwono, 2014). Enzim

isoamilase yang dihasilkan ragi roti dan enzim pullulanase yang dihasilkan oleh

BAL menyebabkan terputusnya rantai cabang amilopektin yang dapat

meningkatkan rasio amilosa dalam pati.

Amilosa memiliki kemampuan menyerap air yang lebih besar namun juga

dapat melepaskan air dengan mudah (Yuwono, dkk., 2013). Ketika dikeringkan, air

dalam granula pati akan lebih mudah menguap dan menyisakan granula pati dengan

ukuran yang lebih besar akibat pembengkakan. Granula pati yang membengkak ini

menyebabkan tekstur bahan yang lebih berpori sehingga fermentasi yang semakin

lama menghasilkan volume yang lebih besar dengan berat bahan yang ringan.

Volume yang semakin besar akan menurunkan densitas kamba sehingga fermentasi

yang semakin lama dapat menurunkan densitas kamba tepung.

Nilai organoleptik warna

(29)

lama fermentasi dengan nilai organoleptik warna tepung dapat dilihat pada

Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan lama fermentasi dengan nilai organoleptik warna tepung

(error bar: ± standar deviasi)

(30)

Nilai organoleptik aroma

Tabel 4 menunjukkan metode fermentasi memberikan pengaruh berbeda

tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai organoleptik aroma tepung. Tabel 5

menunjukkan lama fermentasi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05)

terhadap nilai organoleptik aroma tepung. Hasil analisis ragam pada Lampiran 9

menunjukkan bahwa interaksi metode dan lama fermentasi memberikan pengaruh

berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai organoleptik aroma tepung. Hubungan

metode dan lama fermentasi dengan nilai organoleptik aroma tepung dapat dilihat

pada Gambar 8.

Gambar 8. Hubungan interaksi metode dan lama fermentasi dengan nilai

organoleptik aroma (error bar: ± standar deviasi)

Gambar 8 menunjukkan bahwa peningkatan lama fermentasi pada metode

fermentasi alami tidak berpengaruh terhadap nilai organoleptik aroma, tetapi pada

fermentasi dengan ragi cenderung menurunkan nilai organoleptik aroma sedangkan

6,49a,A 6,62a,A

(31)

pada fermentasi dengan BAL cenderung meningkatkan nilai organoleptik aroma

tepung. Penurunan nilai organoleptik aroma tepung dengan fermentasi ragi terjadi

karena penggunaan metode ini memberikan aroma alkohol yang kurang disukai

oleh panelis. Selama fermentasi, khamir Saccharomyces cereviceae

memproduksi

alkohol dari perombakan glukosa yang dihasilkan oleh pemecahan enzimatik

sukrosa, maltosa, pati maupun karbohidrat (Koswara, 2009

b

). Semakin lama

fermentasi menyebabkan semakin banyak alkohol yang diproduksi dari hasil

metabolit khamir sehingga aroma alkohol semakin kuat dan kurang disukai panelis.

(32)

Pengaruh Metode dan Lama Fermentasi Terhadap Karakteristik Kimia

Tepung Ubi Jalar Oranye

Karakteristik kimia tepung ubi jalar oranye dari hasil penelitian meliputi

kadar air dan derajat asam. Pengaruh metode dan lama fermentasi terhadap

karakteristik kimia dari tepung ubi jalar oranye dapat dilihat pada Tabel 6 dan

Tabel 7.

Tabel 6. Pengaruh metode fermentasi terhadap karakteristik kimia yang diamati

Parameter

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standar deviasi. Angka yang

diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) (huruf besar) dengan uji LSR.

Tabel 7. Pengaruh lama fermentasi terhadap karakteristik kimia yang diamati

Parameter

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standar deviasi.

Kadar air

(33)

Gambar 9. Hubungan metode fermentasi dengan kadar air tepung (error bar:

± standar deviasi)

Gambar 9 menunjukkan bahwa kadar air tertinggi terdapat pada fermentasi

ragi dengan kadar air 8,16 % diikuti dengan fermentasi alami 7,31 % dan fermentasi

BAL 6,81 %. Kadar air pada tepung dengan fermentasi ragi lebih tinggi dari kedua

fermentasi lainnya disebabkan oleh aktivitas hidrolitik

Saccharomyces cerevisiae

yang melepaskan air sebagai bagian dari hasil metabolismenya (Tope, 2014).

Pelepasan air selama proses hidrolisis glukosa ini menyebabkan peningkatan kadar

air pada produk (Aditiya, dkk., 2014).

Derajat asam

Tabel 6 menunjukkan metode fermentasi memberikan pengaruh berbeda

sangat nyata (P<0,01) terhadap derajat asam tepung. Tabel 7 menunjukkan lama

fermentasi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap derajat

asam tepung. Hasil analisis ragam pada Lampiran 12 menunjukkan interaksi

metode dan lama fermentasi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05)

(34)

terhadap derajat asam tepung. Hubungan metode fermentasi dengan derajat asam

tepung dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Hubungan metode fermentasi dengan derajat asam tepung (error bar:

± standar deviasi)

Gambar 10 menunjukkan fermentasi ragi memiliki nilai derajat asam

terendah yaitu 0,84 % dibandingkan dengan fermentasi alami dan fermentasi BAL

dengan derajat asam sebesar 2,97 % dan 3,18 %. Hal ini dikarenakan fermentasi

alami dan fermentasi BAL menggunakan bakteri asam laktat dalam fermentasinya.

Selama proses fermentasi, bakteri asam laktat akan memproduksi asam organik

seperti asam laktat dan asam asetat yang mampu menciptakan suasana asam pada

produk (Rattanachaikunsopon dan Phumkhachorn, 2010). Bakteri asam laktat

memanfaatkan gula pada bahan untuk menghasilkan asam laktat serta adanya enzim

pektinolitik dan selulolitik yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat mampu

menghancurkan dinding sel pati sehingga terjadi pembebasan granula pati.

Selanjutnya granula pati akan dihidrolisis oleh mikroba untuk menghasilkan

monosakarida yang digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam-asam

(35)

organik seperti asam laktat (Anggraeni dan Yuwono, 2014). Metode fermentasi ragi

menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae yang menghasilkan enzim zymase

untuk merombak glukosa pada bahan menjadi alkohol dan karbondioksida

(Koswara, 2009

b

). Hal ini menyebabkan derajat asam pada metode ini lebih rendah

dibandingkan fermentasi alami dan fermentasi BAL.

Pengaruh Metode dan Lama Fermentasi Terhadap Karakteristik Fungsional

Tepung Ubi Jalar Oranye

Karakteristik fungsional tepung ubi jalar oranye dari hasil penelitian

meliputi daya serap air, daya serap minyak, swelling power, kelarutan (solubility),

dan

baking expansion. Pengaruh metode dan la;ma fermentasi terhadap

karakteristik fungsional dari tepung ubi jalar oranye dapat dilihat pada Tabel 8 dan

Tabel 9.

Tabel 8. Pengaruh metode fermentasi terhadap karakteristik fungsional yang

diamati

Swelling power (g/g)

8,27±0,15

8,60±0,22

8,43±0,46

Kelarutan (solubility) (%)

1,68±0,17

1,68±0,02

1,76±0,06

Baking expansion (ml/g)

0,96±0,11

1,00±0,09

1,00±0,09

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standar deviasi.

Tabel 9. Pengaruh lama fermentasi terhadap karakteristik fungsional yang diamati

Parameter

Lama Fermentasi (L)

L

1

L

2

L

3

24 jam

48 jam

72 jam

Daya serap air (g/g)

1,75±0,11

1,85±0,13

1,74±0,14

Daya serap minyak (g/g)

1,31±0,07

1,35±0,08

1,34±0,08

Swelling power (g/g)

8,22±0,26

b

8,46±0,27

ab

8,62±0,34

a

Kelarutan (solubility) (%)

1,64±0,08

1,67±0,06

1,81±0,10

Baking expansion (ml/g)

0,91±0,08

b,B

1,02±0,06

a,A

1,03±0,11

a,A Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standar deviasi. Angka yang

(36)

Daya serap air dan minyak

Tabel 8 dan Tabel 9 menunjukkan metode dan lama fermentasi memberikan

pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya serap air dan minyak tepung.

Hasil analisis ragam pada Lampiran 13 dan Lampiran 14 menunjukkan interaksi

metode dan lama fermentasi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05)

terhadap daya serap air dan minyak tepung.

Swelling power

Tabel 8 menunjukkan metode fermentasi memberikan pengaruh berbeda

tidak nyata (P>0,05) terhadap swelling power tepung. Tabel 9 menunjukkan lama

fermentasi memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap swelling power

tepung. Hasil analisis ragam pada Lampiran 15 menunjukkan interaksi metode dan

lama fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap

swelling power tepung. Hubungan lama fermentasi dengan swelling power tepung

dapat dilihat pada Gambar 11.

(37)

Gambar 11 menunjukkan peningkatan lama fermentasi meningkatkan nilai

swelling power tepung. Hal ini disebabkan oleh modifikasi pati yang terjadi selama

proses fermentasi mempengaruhi porositas dan struktur granula pati sehingga

menyebabkan peningkatan penyerapan air oleh granula pati (Putri, dkk., 2011;

Oloyede, dkk., 2016). Peningkatan penyerapan air ini menyebabkan peningkatan

swelling power

tepung. Menurut Hartanti, dkk. (2013) kandungan amilosa dalam

tepung juga menyebabkan perubahan swelling power. Tepung dengan kandungan

amilosa yang tinggi akan memiliki kemampuan swelling

yang lebih besar karena

amilosa menyerap air lebih banyak sehingga pengembangan volume juga semakin

besar.

Kelarutan (s

olubility

)

Tabel 8 dan Tabel 9 menunjukkan metode dan lama fermentasi memberikan

pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kelarutan (solubilty) tepung. Hasil

analisis ragam pada Lampiran 16 menunjukkan interaksi metode dan lama

fermentasi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kelarutan

(solubility) tepung.

Baking expansion

Tabel 8 menunjukkan metode fermentasi memberikan pengaruh berbeda

tidak nyata (P>0,05) terhadap baking expansion tepung. Tabel 9 menunjukkan lama

fermentasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

baking expansion

tepung. Hasil analisis ragam pada Lampiran 17 menunjukkan

(38)

(P>0,05) terhadap

baking expansion

tepung. Hubungan lama fermentasi dengan

baking expansion tepung dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Hubungan lama fermentasi terhadap

baking expansion

tepung

(error bar: ± standar deviasi)

Gambar 12 menunjukkan peningkatan lama fermentasi meningkatkan

baking expansion tepung. Bertolini, dkk., (2001) mengatakan bahwa

pengembangan pada saat pemanggangan dapat terjadi karena adanya peningkatan

tekanan oleh penguapan air.

Baking expansion

dihasilkan oleh pembentukan

struktur matriks amorf (tidak beraturan) dengan ikatan hidrogen. Struktur matriks

amorf disusun oleh amilosa sedangkan amilopektin menyusun bagian kristalin pati.

Pada saat gelatinisasi, daerah amorf akan menyerap air lebih awal karena amilosa

lebih hidrofilik sehingga peningkatan baking expansion dapat dihubungkan dengan

peningkatan amilosa. Tepung yang memiliki kandungan amilosa lebih tinggi akan

(39)

Pemilihan Metode dan Lama Fermentasi yang Menghasilkan Tepung Ubi

Jalar Oranye dengan Mutu Terbaik

Berdasarkan hasil pengujian tepung ubi jalar oranye dengan metode dan

lama fermentasi yang berbeda, maka pengambilan tepung terbaik dilihat dari

parameter nilai organoleptik aroma, warna, swelling power, dan baking expansion.

Penentuan perlakuan terbaik diambil menggunakan metode indeks efektivitas

menurut deGarmo, dkk. (1984) yang dapat dilihat pada Lampiran 18. Dari

parameter tersebut diperoleh perlakuan terbaik, yaitu tepung ubi jalar dengan

metode fermentasi BAL dan lama fermentasi 72 jam. Selanjutnya dilakukan

pengujian karakteristik kimia tepung ubi jalar perlakuan terbaik meliputi kadar

β

-karoten, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar pati,

kadar amilosa dan amilopektin, total gula, gula reduksi, derajat polimerasi, dan

dextrose equivalent. Karakteristik kimia tepung ubi jalar kontrol dan tepung dari

hasil perlakuan terbaik dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik kimia tepung ubi jalar kontrol dan tepung dari hasil

perlakuan terbaik

Komposisi

Perlakuan

Kontrol

Fermentasi BAL 72 jam

β

-karoten (mg/100 g)

23,32±2,57

26,09±3,71

Kadar abu (%)

1,99±0,22

1,31±0,15

Kadar protein (%)

4,90±0,54

2,94±0,15

Kadar lemak (%)

1,73±0,13

1,18±0,04

(40)

Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa tepung ubi jalar oranye dengan

fermentasi BAL 72 jam mengalami peningkatan β

-karoten, kadar pati, dan kadar

amilosa serta penurunan kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat, kadar

amilopektin, total gula, dan gula reduksi dibandingkan dengan tepung ubi jalar

kontrol.

β

-karoten tepung ubi jalar kontrol dan fermentasi adalah 23,32 mg/100 g

dan 26,09 mg/100 g.

Kandungan β

-karoten tepung fermentasi lebih tinggi

disebabkan karena asam-asam organik yang dihasilkan selama proses fermentasi

dapat menurunkan pH sehingga mampu mengurangi kemampuan enzim

lipoksigenase dalam mengkatalis reaksi oksidasi

β

-karoten dan kehilangan

β

-karoten selama pengolahan dapat diminimalisir (Rahman, 2007).

Kadar abu tepung ubi jalar oranye kontrol dan fermentasi adalah 1,99 % dan

1,31 %. Penurunan kadar abu terjadi karena adanya beberapa mineral yang larut

dalam air seperti kalium dan natrium (Koswara, 2009

c

). Pada pembuatan tepung,

adanya proses perendaman

chips

ubi jalar mengakibatkan larutnya kalium dan

natrium sehingga mineral tersebut terbuang pada proses.

(41)

Kadar lemak tepung ubi jalar oranye kontrol dan fermentasi adalah 1,73 %

dan 1,18 %. Penurunan ini diakibatkan oleh adanya aktivitas lipolitik. Aktivitas

lipolitik ini dikendalikan oleh enzim lipase yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat

sehingga dihasilkan asam lemak dan gliserol. Gliserol bersifat larut dalam air

sehingga hilang akibat perendaman dan pencucian

chips

ubi jalar oranye

(Nisa dan Wardani, 2016; Hayek dan Ibrahim, 2013).

Kadar serat kasar tepung ubi jalar oranye kontrol dan fermentasi adalah

3,88 % dan 3,43 %. Penurunan ini terjadi karena bakteri asam laktat mampu

menghidrolisis serat menjadi lebih sederhana yaitu monosakarida (glukosa)

(Kurniati, dkk., 2012). Kadar pati tepung ubi jalar oranye kontrol dan fermentasi

adalah 56,30 % dan 68,14 %. Aktivitas BAL dalam merombak serat kasar, lemak,

serta total gula dan gula reduksi mengakibatkan penurunan pada parameter tersebut

dan menyebabkan peningkatan persentase pati dalam tepung. Hal ini juga

berpengaruh pada peningkatan persentase amilosa dan amilopektin dalam tepung.

Kadar amilopektin tepung ubi jalar kontrol dan fermentasi adalah 35,77 % dan

42,21 % sedangkan kadar amilosa tepung ubi jalar kontrol dan fermentasi adalah

20,59 % dan 25,96 %.

(42)

tanpa perlakuan fermentasi (Rahmawati, dkk., 2015). Penurunan pada gula reduksi

juga terjadi karena mikroba memanfaatkan gula reduksi dalam bahan sebagai

sumber energi untuk pertumbuhannya (Andarti, dkk., 2015)

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian pengaruh metode dan lama fermentasi terhadap

karakteristik fisikokimia dan fungsional tepung ubi jalar oranye, maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :

1.

Metode fermentasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

terhadap karakteristik kimia (kadar air dan derajat asam) dan memberikan

pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap karakteristik fisik (warna

°Hue, densitas kamba, organoleptik warna, dan organoleptik aroma) serta

karakteristik fungsional (daya serap air dan minyak, swelling power, kelarutan

(solubility), dan baking expansion).

(44)

(kadar air dan derajat asam), dan karakteristik fungsional (daya serap dan

minyak, swelling power, kelarutan (solubility), dan baking expansion).

4.

Berdasarkan hasil pengujian organoleptik aroma, warna,

swelling

power,

baking

expansion, daya serap air dan minyak maka produk tepung ubi jalar

oranye yang terbaik adalah tepung dengan metode fermentasi BAL dengan lama

fermentasi 72 jam.

5.

Tepung ubi jalar yang diperoleh dari hasil fermentasi dengan BAL selama 72

jam memiliki kandungan

β

-karoten, pati, dan amilosa yang lebih tinggi serta

kadar abu, protein, lemak, serat kasar, amilopektin, total gula, dan gula reduksi

yang lebih rendah dibandingkan tepung ubi jalar kontrol (tanpa fermentasi)

Saran

1.

Perlu dilakukan peremajaan terhadap starter bakteri asam laktat sebelum

digunakan untuk fermentasi ubi jalar oranye.

2.

Perlu dilakukan penelitian tentang perubahan warna tepung yang berhubungan

dengan degradasi β

-karoten selama proses fermentasi.

Gambar

Tabel 3. Skala hedonik warna dan aroma
Gambar 1. Skema pembuatan tepung ubi jalar oranye
Gambar 4. Skema pembuatan tepung ubi jalar oranye dengan metode fermentasi bakteri asam laktat
Tabel 4. Pengaruh metode fermentasi terhadap karakteristik fisik yang diamati
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gangguan pertumbuhan pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan bukan hanya disebabkan oleh kekurangan air untuk bahan fotosintesis, namun dengan adanya cekaman

Thanks God for the blessing, mercy and compassionate given to the researcher, so that the researcher can accomplish this skripsi entitled “A Correlation between

Evaluasi sistem distribusi air minum serta perencanakan pengembangan sistem distribusi air minum Kecamatan Muara Enim ini dilakukan dengan menggunakan program Epanet versi 2.0

JUDUL : MAHASISWA UGM JUARA MIKROBIOLOGI INTERNASIONAL. MEDIA :

This may indicate that respondents have a good understanding of the difference between conventional and Islamic banks as well as the concept of riba as they

CTK dengan pembeli dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis (lisan) perjanjian secara tertulis oleh para pihak dituangkan dalam suatu perjanjian akta di bawah tangan

Further variables (potential) manufacturing industry agglomeration, population, income per capita (YCap t ) and a per capita income of the previous year (YCap t−1 ) a

Analisis kajian mendapati wujud hubungan yang signifikan dan sederhana kukuh pada aras p &lt; 0.05 antara kompetensi emosi dengan kepimpinan distributif (r =