• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Fenomenologi Komunikasi Empatik Orangtua dan Anak Penderita Kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Fenomenologi Komunikasi Empatik Orangtua dan Anak Penderita Kanker di Yayasan Onkologi Anak Medan"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Paradigma Penelitian

Paradigma yang digunakan untuk mengkaji penelitian yang berjudul komunikasi empatik orangtua dan anak penderita kanker ini adalah paradigma interpretif. Paradigma interpretif berdasarkan pada keyakinan bahwa individu (manusia) merupakan makhluk yang secara sosial dan simbolik membentuk dan mempertahankan realita mereka sendiri. Tujuan dari pengembangan teori dalam paradigma ini untuk menghasilkan deskripsi, pandangan-pandangan dan penjelasan tentang peristiwa sosial tertentu sehingga peneliti mampu mengungkap sistem interpretasi dan pemahaman (makna) yang ada dalam lingkungan sosial (Gunawan, 2013: 56).

(2)

yang bersatu dan teratur. Teori interpretif ditujukan untuk memahami pengalaman hidup manusia atau menginterpretasikan makna-makna.

Perspektif interpretif tumbuh berdasarkan ketidakpuasan dengan teori post-positivis. Perspektif positivis dipandang terlalu umum, terlalu mekanis dan tidak mampu menangkap keruwetan, nuansa dan kompleksitas dari interaksi manusia. Perspektif interpretif mencari sebuah pemahaman bagaimana kita membentuk dunia pemaknaan melalui interaksi dan bagaimana kita berperilaku terhadap dunia yang kita bentuk itu. Teori interpretif mendekati dunia dan pengetahuan dengan cara yang sangat berbeda dengan cara teori post-positivis.

(3)

Pendekatan interpretif diadopsi dari orientasi praktis. Pendekatan interpretif merupakan sebuah sistem sosial yang memaknai perilaku secara detail langsung mengobservasi. Interpretif melihat fakta sebagai sesuatu yang unik dan memiliki konteks dan makna yang khusus sebagai esensi dalam memahami makna sosial. Interpretif melihat fakta sebagai hal yang cair (tidak kaku) yang melekat pada sistem makna dalam pendekatan interpretif.

Fakta- fakta tidaklah imparsial, objektif dan netral. Fakta merupakan tindakan yang spesifik dan kontekstual yang bergantung dari pemaknaan sebagian orang dalam situasi sosial. Interpretif menyatakan situasi sosial mengandung ambiguisitas yang besar. Perilaku dan pernyataan dapat memiliki makna yang banyak dan dapat dinterpretasikan dengan berbagai cara.

Intersubjetif adalah pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain. Kajian fenomenologi pada komunikasi empatik yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak yang menderita kanker mencoba mencari pemahaman bagaimana orangtua mengkonstruksi makna dan konsep-konsep penting tentang proses komunikasi empatik yang dapat memotivasi diri anak dalam proses kesembuhan dari penyakit kanker.

(4)

internalisasikan melalui sosialisasi dan yang mungkin mereka melakukan interaksi dan komunikasi (Mulyana, 2001:63).

Interpretif mengorganisasi subjektifitas atau keunggulan pengalaman individu dan menganggap pemahaman individu amat penting terhadap suatu peristiwa. Teori ini juga menggambarkan pikiran aktif dalam membuka arti pengalaman dalam bentuk teks atau artefak dari berbagai jenis, dan fenomena yang diamati,diobservasi dan diinterpretif secara tentatif dan relatif.cakupan dari teori interpretif adalah phenomenologydanhermeneutics.

Peneliti disini melakukan pemahaman terhadap fenomena komunikasi empatik orangtua dengan anak yang menderita kanker sebagai perilaku komunikasi Orangtua melalui fenomenologi dan memfokuskan diri untuk mengetahui dua aspek penting yang biasa disebut dengan “logos”nya fenomenologi, yakni “intentionality” dan “bracketing”.

(5)

prasangka, teori, filsafat, agama, bahkan “common sense” sehingga dirinya mampu menerima gejala yang dihadapi sebagaimana adanya (Cresswell, 2013:55).

2.2 Penelitian Sejenis Terdahulu

Penelitian ini membutuhkan kajian-kajian terdahulu untuk membantu peneliti dalam mengembangkan ide penulisan, oleh karenanya peneliti mengutip beberapa tulisan dari peneliti lain terkait kajian komunikasi empatik orangtua dengan anak penderita kanker, penelitian pertama yaitu penelitian dalam bentuk jurnal kesehatan yang dilakukan oleh Eiser,et al pada tahun 2005 dengan judul” Quality of Life in Children Newly Diagnosed with Cancer and Their Mothers” penelitian yang dilakukan pada ibu dan pasien dengan metode penelitian cross sectional, yang dilakukan dengan observasi analitik, penelitian ini menyimpulkan bahwa kualitas hidup ibu yang mempunyai anak dengan kanker lebih rendah dari anaknya. Penelitian ini tentu saja nantinya berbeda karena peneliti tidak membandingkan kualitas hidup ibu dengan anaknya.

(6)

Penelitian yang ketiga adalah penelitian yang dilakukan A, Cho, Kim & Kim dengan judul “The Report of Coping Strategies and Psychosociall Adjustment in Korean Mothers of Children with Cancer“ jurnal kesehatan yang dipublikasikan pada tahun 2009. Penelitian ini menggunakan metode quasi experimental dan menemukan bahwa berpandangan positif terbukti efektif untuk penerimaan diri yang lebih baik pada Ibu-ibu di Korea yang mempunyai anak dengan kanker. Peneliti disini bedanya tidak memberikan perlakuan pada responden.

(7)

Penelitian berikutnya yaitu jurnal penelitian yang dilakukan oleh Elcigil,et al pada tahun 2010 yaitu“Determining the Burden of Mothers with Children Who Have Cancer” dalam penelitian deskriptif kualitatif ini melihat bagaimana seorang ibu mengalami stress dan tidak mampu mengatasi stres secara efektif dalam merawat anak dengan kanker. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti karena peneliti tidak meneliti ibu yang mengalami stres akan tetapi lebih menekankan pada komunikasi empatik orangtua dengan anak penderita kanker.

(8)

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Caudhry & Siddiqui di Pakistan tahun 2012 dengan judul “Health Related Quality of Life Assessment in Pakistan Paedriatic Cancer Patiens Using PedsQL TM 4,0 Generic Core and PedsQL Cancer Module”jurnal penelitian kesehatan dengan metodecross section dan observasi analitik yang menyimpulkan bahwa ada perbedaan antara kualitas hidup anak dengan kanker dan orangtuanya dibandingkan dengan kualitas hidup anak yang sehat beserta orangtuanya. Kualitas hidup pada anak dengan kanker mempunyai nilai yang rendah. Perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah karena peneliti tidak membandingkan akan tetapi hanya melihat proses komunikasinya antara orangtua dengan anak yang menderita kanker.

Penelitian yang terakhir yaitu penelitian yang dilakukan oleh Zhang Tie-ling et al, pada tahun 2013 yang berjudul “Patients After Colostomy Relationship Between Quality of Life and Acceptance of Disability and Social Support” jurnal kesehatan yang menggunakan metode penelitian desain cross section ini menghasilkan ada hubungan antara kualitas hidup dengan penerimaan diri dan dukungan sosial pada pasien yang dilakukan kolostomi. Perbedaan penelitian cukup jelas karena peneliti meneliti orangtua dengan anak yang menderita kanker sedangkan jurnal meneliti pasien kanker yang dilakukan kolostomi.

(9)

penelitian ini dari penelitian sebelumnya adalah terkait komunikasi empatik yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu proses jalinan empati yang terjalin pada orangtua dan anak penderita kanker. Luapan emosi dan juga kesedihan menjadi hal utama yang mengikat mereka sebagai sebuah bentuk dari kajian komunikasi empatik. Penderita kanker yang diteliti disini merupakan kelompok anak yang masih sangat belia dan berjuang untuk melawan penyakit mematikan ini. Anak-anak penderita kanker merupakan pasien yang berobat di RSUP H. Adam Malik Medan dan tinggal di Yayasan Onkologi Anak Medan (YOAM) pada saat proses pengobatan.

2.3 Uraian Teori

Berdasarkan pemikiran induktif yang bermaksud untuk membangun pengetahuan-pengetahuan baru yang orisinal, penelitian kualitatif selalu dikonotasikan sebagai penelitian yang menolak penggunaan teori sebagai acuan penelitian. Penggunaan teori sebagai acuan dianggap dapat mengurangi orisinalitas temuan dari penelitian kualitatif. Hal ini dipertegas oleh Van Wynsberghe dan Khan (2007) yang dikutip dari buku Metode Penelitian Kualitatif (Gunawan, 2013: 130) yang berpendapat pada penelitian studi kualitatif, teori digunakan untuk menentukan arah, konteks, maupun posisi hasil penelitian. Kajian teori dapat dilakukan di bagian depan, tengah dan belakang proses penelitian.

(10)

mengenai kelompok-kelompok marginal) dan terakhir sebagai poin akhir penelitian (Cresswell, 2013:93-95). Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

2.3.1 Komunikasi Antar Pribadi

Pada dasarnya, komunikasi antar pribadi merupakan suatu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat didalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana diungkapkan oleh Devito (1989) yang dikutip dari buku Komunikasi Antar pribadi (Harapan, 2014: 4) bahwa komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.

Richard L. Weaver II (dalam Budyatna dan Ganiem, 2011: 15-21) menyebutkan dalam kegiatan komunikasi antar pribadi terdapat delapan karakteristik yang membedakannya dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, yakni:

a. Melibatkan paling sedikit dua orang; Komunikasi antar pribadi melibatkan tidak lebih dari dua individu yang dinamakan a dyad. Apabila kita mendefinisikan komunikasi antar pribadi dalam arti jumlah orang yang terlibat, haruslah diingat bahwa komunikasi antar pribadi sebetulnya terjadi antara dua orang yang merupakan bagian dari kelompok yang lebih besar.

(11)

c. Tidak harus tatap muka. Bagi komunikasi antarprbadi yang sudah terbentuk, adanya saling pengertian antara dua individu, kehadiran fisik dalam berkomunikasi tidaklah terlalu penting. Bentuk idealnya memang adanya kehadiran fisik dalam berinteraksi secara antar pribadi, walaupun tanpa kehadiran fisik masih dimungkinkan.

d. Tidak harus bertujuan. Komunikasi antar pribadi tidak harus selalu disengaja atau dengan kesadaran. Gerak tubuh seseorang dalam sebuah proses komunikasi mungkin menjadi sebuah penanda bahwa dalam pesan yang disampaikan terdapat suatu hal tersembunyi yang terlontar begitu saja tanpa adanya niat dan diluar kesadaran diri.

e. Menghasilkan beberapa pengaruh atau effect. Efek atau pengaruh itu tidak harus segera dan nyata, tetapi harus terjadi. Berbagai reaksi dapat dilihat secara langsung ketika seseorang berbicara dengan orang lainnya baik itu reaksi tertarik, marah, kesal, tawa maupun bahagia.

f. Tidak harus melibatkan atau menggunakan kata-kata. Komunikasi antar pribadi kerap menggunakan pesan nonverbal dalam interaksi yang terjalin diantara dua orang individu. Pesan-pesan nonverbal seperti tatapan dan sentuhan serta senyuman memiliki makna yang jauh lebih besar daripada kata-kata.

(12)

h. Dipengaruhi oleh kegaduhan ataunoise. Kegaduhan atau noise ialah setiap rangsangan atau stimulus yang mengganggu dalam proses pembuatan pesan. Kegaduhan/kebisingan atau noise dapat bersifat eksternal, internal atau semantik.

Konteks antar pribadi sangat kaya akan hasil penelitian dan teori, dan mungkin merupakan konteks yang paling luas dibandingkan dengan konteks lainnya. Konteks antar pribadi banyak membahas tentang bagaimana suatu hubungan dimulai, bagaimana mempertahankan suatu hubungan dan keretakan suatu hubungan (West and Turner, 2011: 36). Pada hakikatnya komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal mengubah sikap, pendapat, atau perilaku sesorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan dan arus balik bersifat langsung. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga, pada saat komunikasi dilancarkan. Komunikator mengetahui pasti apakah komunikasi itu positif atau negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak, ia dapat memberikan kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

2.3.1.1 Sifat-Sifat Komunikasi Antar Pribadi

(13)

tidak semua bentuk interaksi yang dilakukan antara dua orang dapat digolongkan ke dalam komunikasi antar pribadi.

Ada tujuh sifat yang menunjukan bahwa sesuatu komunikasi antara dua orang merupakan sikap komunikasi antar pribadi dan bukannya komunikasi lainnya yang terangkum dari pendapat Effendy (2007:.46). Sifat-sifat komunikasi antar pribadi itu sendiri adalah: (1) melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan non-verbal; (2) melibatkan pernyataan ataupun ungkapan yang spontan, scripted, dan contrived; (3) tidak statis, namun dinamis; (4) melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi dan koherensi (pernyataan satu dan harus berkaitan dengan sebelumnya); (5) dipandu oleh tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik; (6) komunikasi antar pribadi merupakan satu kegiatan dan tindakan; dan (7) melibatkan didalamnya bidang persuasif.

2.3.1.2 Efektivitas Komunikasi Antar Pribadi

(14)

Menurut Effendy (2003:219) Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menimbulkan sikap, opini ataupun perilaku. Efek komunikasi yang timbul pada komunikan diklasfikasikan sebagai berikut:

a. Efek kognitif yaitu efek yang berkaitan dengan pikiran, nalar atau rasio. Dengan efek ini diharapkan komunikan yang semula tidak mengerti menjadi mengerti, yang semula tidak tau membedakan mana yang salah dan yang benar.

b. Efek afektif adalah efek yang berhubungan dengan perasaan. Misalnya yang semula tidak senang menjadi senang, yang semula rendah diri menjadi memiliki rasa percaya diri.

c. Efek behavioral yakni efek yang menimbulkan etika untuk berprilaku tertentu dalam arti kata melakukan suatu tindakan atau kegiatan yang bersifat fisik atau jasmani.

Ketiga jenis efek ini adalah hasil proses psikologi yang berkaitan satu sama lain, secara terpadu. Efek behavioral tidak mungkin timbul pada komunikan apabila sebelumnya dia tidak tahu atau tidak mengerti disertai rasa senang dan berani.

Menurut Tubbs dan Moss (Rakhmat, 2004:13) komunikasi yang efektif menimbulkan 5 hal yaitu:

a. Pengertian, artinya penerimaan yang cermat dari isi stimulus/pesan seperti yang dimaksud oleh komunikator.

(15)

inilah yang menyebabkan hubungan kita menjadi hangat, akrab dan menyengkan.

c. Pengaruh pada sikap. Komunikasi seringkali dilakukan dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain. Komunikasi yang efektif ditandai dengan perubahan sikap, perilaku atau pendapat komunikan sesuai dengan kehendak komunikator.

d. Hubungan sosial yang baik. Komunikasi juga ditunjukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia juga adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri.

e. Tindakan Efektifitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang dilakukan komunikan.

Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Menurut Rakhmat (2004:129) ada tiga faktor menumbuhkan hubungan interpersonal, yaitu:

1. Percaya.

Definisi ini menyebutkan tiga unsur percaya, yaitu:

a. Ada situasi yang menimbulkan resiko. Bila orang menaruh kepercayaan kepada orang lain, ia akan menghadapi resiko.

b. Orang yang menaruah kepercayaan pada orang lain berarti menyadari bahwa akibat-akibatnya bergantung pada perilaku orang lain.

(16)

Selain itu, faktor kepercayaan juga berhubungan dengan karakterisitik dan maksud orang lain, hubungan kekuasaan, serta sifat dan kualitas komunikasi.

2. Sikap Suportif

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam berkomunikasi. Orang dikatakan defensif bila tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatis; dan tentunya akan menggagalkan komunikasi interpersonal. Jack R. GIBB menyebutkan enam prilaku sportif, yaitu sebagi berikut:

Tabel 2. 1

Perilaku Defensif dan Suportif dari Jack Gibb

Iklim Defernsif Iklim Suportif

(17)

2.3.1.3Self Disclosure

Proses mengungkapkan informasi pribadi kita kepada orang lain atau sebaliknya disebut dengan self disclosure. Salah satu tipe komunikasi dimana informasi mengenai diri (self) yang biasanya disembunyikan diri orang lain, kini dikomunikasikan kepada orang lain. Josep Luft mengemukakan teori Self Disclosure berdasarkan pada modal interaksi model interaksi manusia yang di sebut Johari Window.

Gambar 2.1

Johari Window

Sumber: Rakhmat (2004:135)

Menurut Luft, orang memiliki atribut yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri (1), hanya diketahui orang lain (2), diketahui oleh dirinya sendiri dan orang lain (3), dan tidak diketahui oleh siapapun (4). Kuadaran 1 (satu) mencerminkan keterbukaan akan semakin membesar. Jika komunikasi antara dua orang berlangsung dengan baik, maka akan terjadi disclosure yang mendorong informasi mengenai diri masing-masing ke dalam kuadaran terbuka. Kuadran 4 (empat) sulit untuk diketahui. Merupakan alam bawah sadar yang hanya akan dapat diketahui melalui berbagai

Diketahui oleh diri Tidak diketahui oleh diri sendiri oleh diri sendiri

Diketahui oleh orang lain

Tidak diketahui orang lain

1 2

Terbuka Buta

3 4

(18)

Menurut De Vito (2008:128) ada beberapa keuntungan dari self disclosure yakni:

1. Memahami diri sendiri secara lebih mendalam

2. Meningkatkan kemampuan untuk menghadapi rasa bersalah ketika terlibat dalam sebuah permasalahan

3. Energy releaseakan hal-hal sulit yang dialami

4. Meningkatkan efisiensi dan berkomunikasi dengan orang sekitarnya 5. Membina hubungan yang bermakna melalui komunikasi antar pribadi 6. Kesehatan fisiologis karena lebih terbuka dan mengurangi beban pikiran 2.3.1.4 DimensiSelf Disclosure

Self disclosure memiliki berbagai dimensi menurut Joseph A. Devito (2008: 40) menyebutkan ada 5 dimensi self disclosure, yaitu (1) ukuran self-disclosure, (2) valensiself-disclosure, (3) kecermatan dan kejujuran, (4) maksud dan tujuan, dan (5) keakraban. Ini berbeda dengan dimensi yang dikemukakan oleh Fisher (1986) yang menyebutkan dua sifat pengungkapan yang umum dalam self-disclosure adalah memperhatikan jumlah (seberapa banyak informasi tentang diri yang diungkapkan) dan valensi (informasi yang diungkapkan bersifat positif atau negatif). Apabila diperbandingkan, fokus yang dikemukakan Fisher hanya pada jumlah atau dalam istilah Devito “ukuran” dan valensi saja.

(19)

1. Ukuran/jumlahself-disclosure

Hal ini berkaitan dengan seberapa banyak jumlah informasi diri kita yang diungkapkan. Jumlah tersebut bisa dilihat berdasarkan frekuensi kita menyampaikan pesan-pesan self-disclosure atau bisa juga dengan menggunakan ukuran waktu, yakni berapa lama kita menyampaikan pesan-pesan yang mengandung self-disclosure pada keseluruhan kegiatan komunikasi kita dengan lawan komunikasi kita. Misalnya, dalam percakapan antara anak dan orang tuanya, tentu tidak sepanjang percakapan di antara keduanya. Taruhlah berlangsung selama 30 menit itu bersifat self-disclosure. Mungkin hanya 10 menit saja dari waktu itu yang percakapannya menunjukkan self-disclosure, seperti saat anak menyatakan kekhawatirannya nilai rapornya jelek untuk semester ini atau tatkala si anak menyatakan tengah jatuh hati pada seseorang.

2. ValensiSelf-disclosure

(20)

3. Kecermatan dan Kejujuran

Kecermatan dalam self-disclosure yang kita lakukan akan sangat ditentukan oleh kemampuan kita mengetahui atau mengenal diri kita sendiri. Apabila kita mengenal dengan baik diri kita maka kita akan mampu melakukan self-disclosure dengan cermat. Bagaimana kita akan bisa menyatakan bahwa kita ini termasuk orang yang bodoh apabila kita sendiri tidak mengetahui sejauh mana kebodohan kita itu dan tidak bisa juga merumuskan apa yang disebut pandai itu. Kejujuran, disamping itu merupakan hal yang penting yang akan mempengaruhi self-disclosurekita. Kita oleh karenanya mengemukakan apa yang kita ketahui maka kita memiliki pilihan, seperti menyatakan secara jujur, dengan dibungkus kebohongan, melebih-lebihkan atau cukup rinci bagian-bagian yang kita anggap perlu. Banyak orang memilih untuk berbohong atau melebih-lebihkan untuk hal-hal yang bersifat pribadi, namun self-disclosureyang kita lakukan akan bergantung pada kejujuran kita. Misalnya, kita bisa melihat perilaku orang yang hendak meminjam uang. Orang yang hendak berhutang biasanya mengungkapkan permasalahan pribadinya seperti tak memiliki uang untuk belanja besok hari, anaknya sakit atau biaya sekolah anaknya. Self-disclosure sering pula kemudian berwujud penderitaan itu dilebih-lebihkan untuk memancing iba orang yang akan dipinjami.

4. Maksud dan Tujuan

(21)

disebut sebagai curhat itu. Kita mengungkapkan diri kita dengan tujuan tertentu, oleh karena menyadari adanya maksud dan tujuan self-disclosure itu maka kita pun melakukan kontrol atas self-disclosure yang kita lakukan. Orang yang melebih-lebihkan atau berbohong dalam melakukan self-disclosure pada satu sisi bisa dipandang sebagai salah satu bentuk kontrol supaya self-disclosure-nya mencapai maksud atau tujuan yang diinginkannya.

5. Keakraban

Fisher mengungkapkan bahwa keakraban merupakan salah satu hal yang serta kaitannya dengan komunikasi self-disclosure. Apa yang diungkapkan itu bisa saja hal-hal yang sifatnya pribadi atau intim misalnya mengenai perasaan kita, tetapi bisa juga mengenai hal-hal yang sifatnya umum, seperti pandangan kita terhadap situasi politik mutakhir di tanah air atau bisa saja antara hal yang intim/pribadi dan hal yang impersonal publik.

(22)

peripheral, yang mana semakin lama akan makin masuk ke lapisan berikutnya. Kita mulai berbicara mengenai keyakinan agama kita, aspirasi dan tujuan hidup kita, akhirnya konsep diri kita sebagai lapis terdalam “bawang” kepribadian itu. Hal tersebut menunjukkan bahwa self-disclosure tidak berlangsung secara tiba-tiba. Informasi yang kita sampaikan tidak seluruh berisikan informasi yang sifatnya pribadi, bisa saja bercampur-baur dengan informasi yang bersifat umum atau berada pada tataran periferal.

(23)

2.3.1.5 Hubungan Orangtua dan Anak

Kelangsungan hidup anak-anak tergantung pada hubungan dengan orang dewasa. Bayi manusia, pada kenyataannya, ketergantungannya pada orang lain lebih lama daripada ketergantungan bayi spesies makhluk lain atas induknya. Pada hewan tingkat rendah, kelangsungan hidup spesies dan kemampuan komunikasi yang diperlukan sebagian besar telah terjamin melalui warisan (Steward, 2014:69).

Pada manusia hubungan orangtua-anak terlihat sangat jelas dalam sebuah keluarga inti. Anak-anak merupakan hasil perkawinan, buah cinta yang mendalam dari sepasang suami dan istri. Anak-anak adalah wujud dari kesatuan mereka. Maka hubungan diantara mereka tentu membedakannya dengan anak-anak yang bukan kelahirannya, atau antara anak-anak dengan orangtua yang bukan melahirkan mereka. Hubungan jenis ini memang ditandai dengan prinsip hubungan darah yang ketat sekali dengan rasa emosional yang mendalam maupun rasa kita daripada mereka sangat tinggi. Banyak dari kita yang kurang mengerti bagaimana cara yang baik dalam berkomunikasi dengan anggota keluarganya sendiri khususnya antara suami dan istri serta orangtua dan anak. Kesalahpahaman sering terjadi antara kedua belah pihak dikarenakan belum mengetahui sebenarnya tentang tipe keluarganya dan cara berkomunikasi dari tipe-tipe keluarga yang ada, sehingga kesalahpahaman akan sering terjadi di dalam berkomunikasi antar anggota keluarga.

(24)

anak-anak. Berdasarkan pendapat Fitzpatrick (Kurniawati, 2014:47-52) cara orangtua berinteraksi dengan anaknya akan tercermin dengan sikap dan perilaku pada seorang anak, meskipun dampaknya tidak terlihat secara langsung. Teman sepermainan pertama seorang anak adalah saudara laki-laki dan saudara perempuannya. Dari interaksi tersebut seorang anak akan memperoleh pelajaran berharga tentang bagaimana ia menjalin hubungan dengan teman dan oranglain nantinya. Seseorang yang tumbuh tanpa interaksi dengan saudara merupakan hal yang tidak menguntungkan karena dia terlewat suatu peluang untuk berlatih dan mengembangkan keahlian dalam menjalin suatu hubungan,

Masing-masing keluarga memiliki tipe-tipe orangtua tertentu yang ditentukan oleh cara-cara mereka menggunakan ruang, waktu, dan energi mereka serta tingkatan mengungkapkan perasaan mereka, menggunakan kekuasaan dan membagi filosofi yang umum tentang pernikahan mereka. Sebuah tipe skema keluarga tertentu yang digabungkan dengan orientasi komunikasi atau kesesuaian akan menghasilkan tipe pernikahan tertentu.Tipe-tipe pernikahan adalah tradisional, mandiri dan terpisah. Setiap tipe pernikahan bekerja dengan cara-cara yang sangat berbeda.

(25)

Disamping pengetahuan ini, sebuah skema keluarga akan mencakup bentuk orientasi atau komunikasi tertentu. Ada dua tipe yang menonjol: pertama adalah orientasi percakapan (conversation orientation) dan yang kedua orientasi kesesuaian (conformity Orientation). Beragam skema akan menciptakan tipe-tipe keluarga yang berbeda. Fitzpatrick dan koleganya telah mengenali empat tipe keluarga yakni:

1. Konsensual

Tipe keluarga yang memiliki tingkat percakapan dan kesesuaian yang tinggi, keluarga konsensual sering berbicara tetapi pemimpin keluarga biasanya salah satu orangtua yang membuat keputusan. Keluarga ini mengalami tekanan dalam menghargai komunikasi yang terbuka sementara mereka juga menginginkan kekuasaan orangtua yang jelas. Para orangtua biasanya menjadi pendengar yang baik bagi anak-anak mereka, tetapi mengambil keputusan dan selanjutnya menjelaskannya kepada anak-anak sebagai usaha untuk membantu mereka memahami pemikiran dibalik keputusan tersebut.

Orangtua dalam keluarga konsensual cenderung memiliki orientasi pernikahan yang tradisional, ini berarti bahwa mereka akan lebih konvensional dalam cara mereka memandang pernikahan serta lebih menempatkan nilai pada stabilitas dan kepastian dalam hubungan peran daripada keragaman dan spontanitas.

2. Pluralis

(26)

mengendalikan anak-anaknya, bahkan opini dinilai berdasarkan segi kelayakannya dan setiap orang ikut serta dalam pengambilan keputusan keluarga.

Orangtua dari keluarga pluralistis cenderung digolongkan orangtua yang mandiri, karena mereka biasanya tidak kaku dalam memandang pernikahan. Kemandirian membuat suami dan istri tidak terlalu saling bergantung dan cenderung menghasilkan anak-anak yang berpikiran mandiri. Walaupun tipe orangtua ini dapat menghabiskan waktu bersama dan banyak berbagi, mereka menghargai otonomi mereka masing masing dan sering kali memiliki ruangan yang berbeda di rumah untuk kegiatan mereka sendiri. Pernikahan yang mandiri biasanya selalu dibicarakan ulang karena mereka tidak mengandalkan peran-peran konvensional. Layaknya pernikahan tradisonal, pernikahan mandiri juga ekspresif, mereka saling memberi respon terhadap isyarat masing-masing dan mereka biasanya saling memahami dengan baik, yang menjelaskan mengapa mereka menghargai komunikasi yang terbuka.

3. Protektif

Keluarga yang rendah dalam percakapan, tetapi tinggi dalam kesesuaian, akan banyak kepatuhan akan tetapi sedikit komunikasi. Orangtua dalam keluarga ini tidak melihat perlunya menghabiskan banyak waktu untuk berbicara, dan tidak menjelaskan apa yang meneyebabkan munculnya keputusan, untuk alasan ini orangtua tersebut cenderung digolongkan sebagai orangtua yang terpisah, mereka saling bertentangan dalam peran dan hubungan mereka.

(27)

terpisah sebagai”bercerai secara emosional”, mereka memiliki opini sendiri dan dapat menjadi sering bertengkar, tetapi pertengkarannya tidak akan lama, karena mereka cepat pulih dari konflik. Tipe pasangan ini memiki sikap waspada, mereka banyak bertanya, tetapi hanya memberikan sedikit nasihat, oleh sebab itu dapat ditebak bahwa mereka tidak ekspresif dan tidak memahami emosi dengan baik.

4. Laissez-faireatau toleran

Rendah dalam percakapan dan kesesuaian, tidak suka ikut campur dan tidak peduli dengan apa yang dilakukan anggota keluarga yang lain, dan mereka benar-benar tidak mau membuang waktu untuk membicarakannya. Orangtua dalam keluarga ini cenderung memiliki orientasi yang bercampur, kombinasi dari orangtua yang mandiri dan terpisah. Fitzpatrick menunjukkan beberapa gabungan tipe terpisah-tradisional, tradisional-mandiri, atau mandiri-terpisah. Karakterisasi dari tipe-tipe campuran sebenarnya lebih kompleks. Sebuah implikasi yang kuat dari teori ini adalah bahwa pola dan tipe hubungan yang berbeda penting bagi fungsi keluarga yang efektif.

(28)

Gambar 2.2

2.3.2. Komunikasi Verbal dan Non Verbal

Bahasa Verbal maupun Non verbal sebagai bentuk pesan yang digunakan oleh manusia untuk mengadakan kontak dengan realitas lingkungannya mempunyai persamaan yaitu:

1. Menggunakan sistem lambang atau simbol

2. Merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh individu manusia

3. Orang lain juga memberikan arti pada simbol yang dihasilkan tadi. 2.3.2.1 Komunikasi Verbal

(29)

informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat, dan bertengkar (Hardjana,2003: 22).

Komunikasi Verbal terkait dengan pemakaian simbol-simbol bahasa yang berupa kata atau rangkaian kata yang mengandung makna tertentu. Makna kata tidak semua terletak pada kata itu sendiri, melainkan ada pada diri manusia.

Bahasa memungkinkan kita untuk berfikir secara abstrak, kualitas bahasa juga memungkinkan kita untuk berpikir tentang konsep-konsep abstrak seperti keadilan, integritas, dan kehidupan keluarga yang sehat. Kita menggunakan konsep luas untuk mengatasi memasuki dunia pemikiran konseptual, karena kita berpikir abstrak, kita tidak harus mempertimbangkan setiap objek yang spesifik dan pengalaman individual. Bahasa adalah stereotipe kemampuan kita untuk mendistorsi pemikiran dan merupakan sebuah institusi sosial yang dirancang, dimodifikasi dan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan kultur atau subkultur yang terus menerus berubah.

2.3.2.2 Komunikasi Non Verbal

(30)

simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara.

Para ahli di bidang komunikasi nonverbal biasanya menggunakan definisi "tidak menggunakan kata" dengan ketat, dan tidak menyamakan komunikasi non verbal dengan komunikasi nonlisan. Contohnya, bahasa isyarat dan tulisan tidak dianggap sebagai komunikasi non verbal karena menggunakan kata, sedangkan intonasi dan gaya berbicara tergolong sebagai komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal juga berbeda dengan komunikasi bawah sadar, yang dapat berupa komunikasi verbal ataupun non verbal. Tubuh merupakan sumber utama pesan non verbal, Pesan–pesan ini dikomunikasikan

dengan penampilan umum , warna kulit, pakaian, gerakan tubuh, postur,

ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan dan parabahasa (Samovar,2010:339).

Adapun jenis jenis perilaku Non Verbal adalah:

1.penampilan (Objection)

Komunikasi objek yang paling umum adalah penggunaan pakaian. Orang

sering dinilai dari jenis pakaian yang digunakannya, walaupun ini dianggap termasuk

salah satu bentuk stereotipe. Misalnya orang sering lebih menyukai orang lain yang cara berpakaiannya menarik. Selain itu, dalam wawancara pekerjaan seseorang yang berpakaian rapi cenderung lebih mudah mendapat pekerjaan daripada yang tidak. Contoh lain dari penggunaan komunikasi objek adalah seragam.

2.Gerakan Badan (Kinesics)

(31)

untuk menggantikan suatu kata atau frasa, misalnya mengangguk untuk mengatakan ya; untuk mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu; menunjukkan perasaan, misalnya memukul meja untuk menunjukkan kemarahan; untuk mengatur atau menngendalikan jalannya percakapan; atau untuk melepaskan ketegangan.

3.Persepsi indera (Sensorics)

Sensorik adalah adalah bidang yang mempelajari sentuhan sebagai

komunikasi non verbal. Sentuhan dapat termasuk: bersalaman, menggenggamtangan, berciuman, sentuhan di punggung, mengelus-elus, pukulan, dan lain-lain. Masing-masing bentuk komunikasi ini menyampaikan pesan tentang tujuan atau perasaan dari sang penyentuh. Sentuhan juga dapat menyebabkan suatu perasaan pada sang penerima sentuhan, baik positif ataupun negatif.

4.penggunaan ruang dan jarak (Proxemics)

Proxemics adalah tata bahasa ruang, yaitu jarak yang anda gunakan ketika berkomunikasi dengan orang lain, termasuk juga tempat atau lokasi posisi Anda berada. Pengaturan jarak menentukan seberapa jauh atau seberapa dekat tingkat keakraban Anda dengan orang lain, menunjukkan seberapa besar penghargaan, suka atau tidak suka dan perhatian Anda terhadap orang lain, selain itu juga menunjukkan simbol sosial. Dalam ruang personal, dapat dibedakan menjadi 4 ruang interpersonal :

1 Jarak intim

Jarak dari mulai bersentuhan sampai jarak satu setengah kaki. Biasanya jarak

(32)

2 Jarak personal

Jarak yang menunjukkan perasaan masing - masing pihak yang

berkomunikasi dan juga menunjukkan keakraban dalam suatu hubungan,

jarak ini berkisar antara satu setengah kaki sampai empat kaki.

3 Jarak sosial

Dalam jarak ini pembicara menyadari betul kehadiran orang lain, karena itu

dalam jarak ini pembicara berusaha tidak mengganggu dan menekan orang

lain, keberadaannya terlihat dari pengaturan jarak antara empat kaki hingga

dua belas kaki.

4 Jarak publik

Jarak publik yakni berkisar antara dua belas kaki sampai tak terhingga

5.Sikap terhadap waktu (Chronomics)

Chronomics adalah adalah bidang yang mempelajari penggunaan waktu

dalam komunikasi non verbal. Penggunaan waktu dalam komunikasi non verbal

meliputi durasi yang dianggap cocok bagi suatu aktivitas, banyaknya aktivitas

yang dianggap patut dilakukan dalam jangka waktu tertentu, serta ketepatan

waktu.

6.Parabahasa

Parabahasa adalah atauparalanguageadalah unsur non verbal dalam suatu

ucapan, yaitu cara berbicara. Ilmu yang mempelajari hal ini

(33)

itu, penggunaan suara-suara pengisi seperti "mm", "e", "o", "um", saat berbicara

juga tergolong unsur vokalik, dan dalam komunikasi yang baik hal-hal seperti ini

harus dihindari

2.3.3 Komunikasi Empatik

Kemampuan manusia dalam berkomunikasi secara empatik, kelihatannya mulai sirna dari diri individu dalam masyarakat kontemporer. Belakangan, kemampuan komunikasi empatik makin dibutuhkan untuk memperbaiki berbagai kegagalan komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi sosial ataupun komunikasi antarbudaya, yang tak jarang dalam kehidupan sehari-hari telah menyulut kesalahpahaman, sikap saling menghakimi, saling menyalahkan, bahkan memicu terjadinya konflik.

Kata empati (empathy) sendiri berasal dari kata einfuhlung yang semula digunakan oleh seorang psikolog Jerman. Kata ini secara harfiah berarti merasa terlibat (feeling into). Empati (empathy) menurut Onong Uchjana Effendy adalah kemampuan memproyeksikan diri kepada orang lain. Dengan lain perkataan, empati adalah kemampuan menghayati perasaan orang lain atau merasakan sesuatu yang dirasakan orang lain (Effendy, 2002:7).

(34)

understood to build the skills of empathetic listening that inspires openness and trust).

Ada baiknya kita telusuri lagi satu persatu defenisi-defenisi empati hingga kita memiliki kesimpulan yang general tentang empati (Suciati, 2015:83-85):

1. Ivey mendefenisikan empati sebagai melihat dunia melalui mata orang lain, mendengar seperti orang lain mendengar, merasakan dan menghayati dunia internal mereka. Namun orang yang berempati tetap menjadi diri sendiri bukan kehilangan identitasnya.

2. Rogers, menyatakan bahwa empati tidak hanya bersifat kognitif, tetapi juga meliputi emosi dan pengalaman.

3. Decety dan Meyer menyatakan bahwa empati adalah rasa kesamaan perasaan yang dialami oleh diri dan orang lain, tanpa ada kebingungan antara satu dengan lainnya.

4. Frans de Waal mendefenisikan empati sebagai kapasitas untuk dipengaruhi oleh dan pengalaman kedaan emosi orang lain serta mengidentifikasi dengan yang lain.

5. Prosen H mendefenisikan empati sebagai bagian dari terapis, yaitu pemahaman emosional yang memungkinkan seseorang sebagai terapis untuk beresonansi dengan pasien seseorang secara mendalam dan emosional, sehingga mempengaruhi pendekatan terapi dan aliansi dengan pasien.

(35)

7. Schwartz menyatakan bahwa kita mengakui oranglain berempati ketika kita merasa bahwa mereka telah secara akurat bertindak atau entah mengakui secara nyata atau tidak nyata nilai kita atau motivasi, pengetahuan kita, dan ketrampilan atau kompetensi kita terutama karena mereka mengakui pentingnya tindakan kita dengan cara yang dapat kita toleransi dari yang mereka akui. 8. Lampert menyatakan bahwa empati adalah apa yang terjadi pada kita ketika

kita meninggalkan tubuh kita sendiri dan menemukan diri kita baik sesaat atau jangka waktu yang lebih lama dalam pikiran orang lain. Kita mengamati realitas melalui matanya, emosinya dan berbagi rasa sakitnya.

Berdasarkan defenisi dari beberapa pakar diatas, maka dapat kita rumuskan empati sebagai penghayatan perasaan orang lain, tanpa kehilangan identitas diri, sudut pandang empati terletak pada posisi orang lain. Agar komunikasi berjalan efektif, para pelaku komunikasi harus memperhatikan dan menerapkan prinsip komunikasi empatik, yaitu (Covey, 2015: 306-310):

1. Prinsip adalah keseluruhan, bukan sebagian. Kejadian itu harus dimaknai sebagi keseluruhan, bukan dipisah-pisah.

(36)

pihak-yang diperlukan sehingga mendapat gambaran pihak-yang lebih lengkap terhadap sesuatu yang akan kita komunikasikan.

3. Berusaha mengerti, baru dimengerti. Dengan mengerti duduk permasalahan yang sebenarnya, serta mengerti lawan bicara, akan lebih mudah bagi memahami sesuatu yang dikomunikasikan orang tersebut, dan akan lebih mudah pula bagi untuk memberikan pendapat, masukan yang mudah dimengerti lawan bicara. 4. Diagnosa sebelum merespon. Sebelum memberikan pendapat, masukan atau

jawaban, diagnosis terlebih dahulu secara teliti permasalahan yang dihadapi lawan bicara. Setelah menemukan akar permasalahannya, akan lebih mudah untuk membantu memberikan jawaban, solusi ataupun masukan yang diperlukan lawan bicara.

(37)

lawan bicaranya (apa keinginan mereka, apa permasalahan mereka, apa yang mereka perlukan dari kita). Jika telah dipahami mereka, tentunya bisa dikomunikasikan hal yang kiranya dapat menarik perhatian mereka, dan sesuatu yang kiranya mau mereka terima, beli, ataupun dukung.

6. Kontak mata. Kontak mata merupakan bagian yang penting dalam berkomunikasi. Dengan melibatkan kontak mata dengan orang yang diajak bicara, hal ini memberi kesan dan pesan kepada orang tersebut bahwa sungguh-sungguh terhadap sesuatu yang dikomunikasikan. Kesungguh-sungguhan ini akan mendorong lawan bicara memperhatikan dengan seksama apapun yang komunikasikan. Mereka juga lebih percaya karena kesungguhan yang diperlihatkan sehingga akan lebih mudah bagi mereka memberikan dukungan ataupun memberikan jawaban ”Ya”, atau melakukan apapun yang dianjurkan kepada mereka.

(38)

8. Saling Menyukai

.

Komunikasi akan efektif, jika orang-orang yang terlibat

dalam komunikasi tersebut saling menyukai. menyukai orang lain yang diajak berkomunikasi merupakan awal kemampuan berkomunikasi yang efektif. Jika berjumpa dengan seseorang dan reaksinya bermusuhan, afek (emosi) yang akan ditimbulkan pada diri kita adalah marah, sedangkan jika reaksi awalnya menghargai dan menyenangkan, dan emosi yang ditimbulkan adalah positif. Sebuah penelitian menunjukan bahwa ketika menjumpai seseorang yang disukai, dia terlihat sebagai orang yang menarik.

Hal ini karena aspek terpenting dari perasaan menyenangi adalah harapan yang memperkuat perasaan terhadapnya. Komunikasi baru dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Dapat dinyatakan pula bahwa komunikasi akan lebih efektif bila para komunikan saling menyukai. Seorang yang dikatakan berhasil dalam komunikasi empatik adalah seorang yang sanggup menumbuhkan dan memperkuat rasa harga diri komunikan. Kata-kata kunci yang bisa dijadikan pedoman dalam komunikasi empatik adalah memahami, kepedulian, penghargaan, dan perhatian terhadap orang lain. Berkomunikasi secara emphatik, kita berkomunikasi dengan masuk ke dalam

kerangka acuan orang lain. Kita memandang keluar melewati kerangka acuan itu, kita

melihat dunia dengan cara mereka melihat dunia, kita memahami paradigma mitra

komunikasi kita, kita mengerti bagaimana perasaan mereka. Untuk melakukan hal ini

kita memerlukan pemahaman tentang “perasaan, fikiran, atau karakter” mitra

(39)

Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan

(message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver)

menerimanya. Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan,

kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita.

Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis

atau penolakan dari penerima.

Empati bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif

atau siap menerima masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif.

Banyak sekali dari kita yang tidak mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik

dari orang lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi

satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik (feedback) yang

merupakan arus balik dari penerima pesan. Adapun yang merupakan bagian dari

Komunikasi Empatik adalah Emosi Positif.

2.3.3.1 Emosi Positif

Emosi adalah salah satu kondisi keberadaan manusia yang memiliki akar evolusi sangat panjang. Jauh sebelum manusia berevolusi sehingga memiliki fungsi-fungsi kognitif yang canggi, paling canggih dibandingkan dengan spesies lain di muka bumi. Manusia telah mewarisi dan mengembangkan sistem emosi yang kompleks, yang membantu mereka untuk bertahan hidup, saling bertukar informasi vital dan melanjutkan keturunan.

(40)

alamiah (nature) mereka, di ana mereka tak punya pilihan atasnya dan tak dapat mengambil jarak daripadanya. Pada manusia, emosi merupakan bagian integral dari keberadaan mereka, tetapi di saat yang sama, dengan berkembangnya kemampuan kognitif dan metakognitif yang canggih, menjadi mungkin bagi manusia untuk mengambil jarak dan menelaah emosinya sendiri. Meskipun tidak dapat (dan tidak perlu) melepaskan diri dari emosi, manusia dapat menentukan sikap pada emosinya sendiri, ia dapat berpikir tentang emosinya, mencoba memahaminya dan menguasainya (Arif, 2016: 45-46).

Menurut teori klasik, emosi adalah penghayatan seseorang akan pola perubahan fisiologis tubuhnya dalam menanggapi peristiwa penting dalam kehidupannya, yaitu peristiwa-peristiwa yang akan memiliki dampak besar terhadap kesejahteraannya atau berpotensi menimbulkan perubahan besar di dunianya. Ketika terjadi suatu peristiwa penting, yang sangat mungkin punya dampak besar bagi kesejahteraan seorang pribadi, pribadi itu akan mengalami perubahan fisiologis yang signifikan.

Proses sebuah emosi selalu didahului oleh persepsi akan adanya potensi perubahan signifikan dalam dunia si pribadi, yaitu perubahan yang dapat memiliki dampak besar terhadap kesejahteraannya-baik menurunkan maupun menaikkan kesejahteraan. Perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud dengan persepsi ada 2 yakni persepsi yang bersifat langsung dan tidak langsung.

(41)

jantung dapat dipicu oleh rasa takut, rasa marah atau rasa bahagia, tetapi kebanyakan orang akan dapat membedakan dengan baik, emosi apa yang dirasakannya.

Bersamaan dengan pola perubahan fisiologis yang mengawali munculnya aneka emosi, tubuh juga menunjukkan perubahan-perubahan non-fisiologi yang juga penting, misalnya ekspresi wajah, gestur dan gerak tubuh. Tubuh sangatlah ekspresif mengkomunikasikan apa yang sedang terjadi pada dunia seseorang, dan emosi-emosi yang menyertainya. Seseorang yang memiliki empati tinggi dan/atau telah memiliki latihan yang cukup dalam keterampilan observasi akan dapat turut merasakan emosi orang lain dan mendapat pemahaman (insight) tentang apa yang sedang terjadi dalam dunia orang tersebut (Arif, 2016: 51).

Sejauh ini, Barbara Fredrickson (dalam Arif, 2016: 65-66) telah meneliti sepuluh macam emosi positif. Setiap emosi dipicu oleh persepsi tentang pola peristiwa tertentu, di mana tiap peristiwa spesifik menyampaikan informasi tertentu. Informasi tersebut pada gilirannya mengubah fisiologi dan membangkitkan dorongan untuk melakukan tindakan membangun yang spesifik.

(42)

Tabel 2.2 Sukacita (Joy) Rasa aman berada di

(43)

2.3.4Teori Komunikasi Emosional

Allen Dittman telah mengemukaan suatu teori penting mengenai komunikasi perasaan. Ia membagi paradigma ini dalam 3 bagian:

1. Informasi Perasaan

Menurut Dittman emosi adalah keadaan seseorang dalam bentuk perilaku yang menyimpang dan perilaku yang biasa di tampilkan setiap hari. Penjelasan ini meyakinkan kita bahwa setiap orang sering mempunyai perilaku menyimpang karena selalu menginformasikan perasaannya. Dittman mengatakan bahwa perilaku yang tidak biasanya di lakukan oleh setiap oran dalam keadaan biasa, misalnya menangis,tertawa, merupakan suatu informasi perasaan yang dimilikinya.

Bahkan kata Dittman pengetahuan seseorang juga menyimpang dari kebiasaan berfikir, pengalaman, pengetahuan umum yang dimilikinya dan juga masyarakat umum yang di sebut ideosinkretik. Semua ini disebabkan karena pengaruh situasi dan kondisi serta emosi yang di miliki orang itu.

2. Tanda/isyarat Perasaan

Ada pula syarat yang di gunakan untuk menyatakan perasaaan yakni menggunakan isyarat/tanda tertentu. Dittman mengelompokannya atas:

(44)

sebagai tanda tidak setuju dan perlahan-lahan mengubah isyarat perasaan menjadi anggukan kepala menjadi tanda setuju.

b) Adanya tingkat kesadaran waktu orang berkomunikasi. Menurut Dittman suatu isyarat emosi di tentukan oleh derajat kesadaran orang. Jika stimulus yang datang dari luar sangat kuat maka isyarat emosi yang di sampaikanya juga mantap, sebaliknya jika stimulus luar lemah maka isyarat emosi yang disampaikanya juga hampir tidak berarti. Terakhir menurut Dittman dalam menyampaikan isyarat terkandung niat mengawasi isyarat atau tanda tertentu di dalam berkomunikasi. Kadang-kadang ketika orang berkomunikasi terlihat suasana spontan sempat mewarnai perilaku mereka. Semua ini sebenarnya ingin menggambarkan hubungan yang ada di dalam partisipan dalam komunikasi antar pribadi itu. Untuk mencegah adanya isyarat atau tanda emosi menjadi tidak berarti maka setiap orang harus mengawasi setiap perilaku nonverbal dalam pengungkapan perasaannya itu. Ini pula yang di maksudkan pada saat mana seseorang perlu harus tertawa terbahak-bahak, saat mana harus mengguman sekuat-kuat dan tidak berguman sama sekali. Inilah yang di maksudkan dengan pengawasan penggunaan isyarat untuk maksud tertentu.

Pokok pikiran utama Dittman yang terakhir adalah dalam berkomunikasi antar pribadi setiap orang menggunakan saluran tertentu untuk menyatakan perasaannya kepada pihak lain.

(45)

Hal ketiga yang di ulas dittman dalam teorinya adalah saluran menyatakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang. Bagi Dittman saluran menyatakan perasaan sebagian besar menggunakan raut muka yang dimiliki seseorang. Meskipun masih ada bentuk pernyataan nonverbal lainya seperti gerak-gerik anggota tubuh, ruang antar pribadi, penyuaraan dan lain-lain yang seluruhnya tergantung daripada situasi maupun kebudayaan partisipan komunikasi.

Menurut Dittman pernyataan emosi melalui saluran tertentu di bagi ke dalam:

a. audible : adalah saluran bahasa dan paranguilistik

b. visual : termasuk pernyataan raut wajah, gerakan anggota tubuh

c.psyco-psysiological: adalah berbagai tanda yang memancar dari fungsi gerakan-gerakan tubuh seperti terengah-engah, memukul-mukul kepala (gambaran ketakutan dan kebingungan).

Menurut (Ronald Brian:1989.207-233) ada empat komponen dalam menggambarkan emosi dalam diri kita yaitu:

1.Perubahan Fisiologis, dimana emosi tersebut dapat mengganggu fisik seseorang bahkan seseorang yang tingkat emosinya terlalu tinggi dan tidak dapat mengendalikannya dengan baik cenderung lebih besar mengalami penyakit darah tinggi, pusing kepala dan sebagainya.

(46)

3.Interpretasi Kognitif, dalam hal ini dihubungkan dengan fisiologis seseorang yang lagi takut misalnya dengan jantung yang berdebar-debar, keringat dingin, waswas, cemas dimana hampir mengejutkan mirip dengan perubahan fisik yang menyertai kegembiraan dan suka cita, akan sangat sulit untuk menentukan apakah seseorang gemetar karena ketakutan, atau karena sedang bergembira. Pengakuan bahwa komponen tubuh yang paling emosi serupa menyebabkan beberapa psikolog menyimpulkan bahwa pengalaman ketakutan, bahagia sukacita atau kemarahan mengerucut dari label pemkanaan yang kita berikan kepada fisik yang sama.

4.Ekspresi Verbal dimana emosi dalam diri kita maknai melalui kata-kata atau makna yang berarti seperti lagi baik, sangat baik atau tidak baik, seringkali kita menggambarkan kondisi diri kita melalui ungkapan-ungkapan seperti saat kita bertemu dengan orang yang selalu bisa membuat lelucon dan kita tertawa lalu kita ucapkan setiap kali aku melihatmu aku selalu ingin tertawa karena kita mengingat lelucon-leluconnya.

2.3.5. Teori Pertukaran kasih sayang

(47)
(48)

konsekuensi-bahwa perasaan-perasaan penuh kasih sayang dan pernyataan-pernyataan penuh kasih sayang adalah berbeda pengalaman yang sering kali akan tetapi tidak selalu berbeda. 2.3.6. Teori Pertalian

Dengan teori pertalian kita dapat melihat bagaimana interaksi orangtua dan anak mempengaruhi perkembangan kepribadian (Ainsworth&Bowlby,1991)

Teori tersebut telah diterapkan dalam berbagai hubungan meliputi sepanjang hidup termasuk hubungan orangtua dengan anak-anak pasangan dan saudara-saudara kandung.

Hal yang paling pokok yang dapat dilihat dalam teori ini adalah bahwa umat manusia memiliki kecenderungan pembawaan lahir untuk membentuk pertalian-pertalian dengan orang lain, dimulai sejak masa kecil dan berlanjut sepanjang umur.pengamatan yang dilakukan Bowlby memiliki kesimpulan bahwa kehilangan kasih sayang keibuan memiliki konsekuensi-konsekuensi yang tidak disukai oleh anak-anak, yang berlangsung sepanjang umur.

(49)

Satu cirri menentukan bahwa teori pertalian ini terpisah dari teori-teori yang lain adalah teori ini menyelidiki pola-pola terpadu tentang kognisi,emosi dan perilaku sepanjang umur.sebagai tambahan teori ini menelaskan bagaimana orang mengembangkan gaya –gaya pertalian yang berbeda, juga bagaimana gaya-gaya pertalian itu dapat dimodifikasi.ciri-ciri ini dan konsep utama dalam teori pertalian dihimpun dalam lima prinsip yang membantu menjelaskan hubungan antara pertalian dengan komunikasi.

Prinsip yang pertama adalah bahwa interaksi awal dengan ; para pengasuh mengarah kepada perlindungan (atau kegelisahan), yang menentukan tingkatan bagi pengembangan kepribadian dan kemudian pertalian-pertalian. Anak-anak yang terlindungi merespons terhadap situasi yang asing menjadi agak menderita pada perpisahan awal , tetapi kemudian dengan mengadaptasi kepada lingkungan dan menjadi bahagia ketika pengasuh kembali. Prinsip yang kedua memedomani teori pertalian bahwa model-model merupakan skema kognitif yang menggambarkan pengalaman seseorang berinteraksi dengan orang lain model tersebut tentang mawas diri keadaan dimana seseorang memiliki citra positif vs negative mengenai dirinya. Prinsip yang ketiga bahwa orang dengan gaya – gaya pertalian yang berbeda dalam arti mengenai persepsi-persepsi, pengalaman-pengalaman emosional dan komunikasi yang semuanya mempengaruhi kualitas hubungan-hubungan seseorang.

(50)

secara tetap diperkuat. Akhirnya prinsip yang kelima dan relatif baru ialah bahwa gaya pertalian dapat beubah-ubah sesuai fungsi tentang bentuk hubungan dan pasangan relasional.

2.3.7 Kanker Pada Anak

Secara umum, kanker dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu kanker yang berbentuk cair yang disebut dengan kanker darah atau leukemia dan kanker yang berbentuk padat, yang terlihat sebagai benjolan. Kanker yang paling banyak menyerang anak-anak adalah kanker darah atau leukemia, yaitu sekitar 25-30% dari seluruh penderita kanker anak, kemudian disusul oleh kanker retina mata, kanker kelenjar getah bening, kanker saraf, kanker ginjal, kanker otot dan kanker tulang (Mumpuni, 2016: 67-68).

Kanker pada anak tidak bisa dicegah karena kanker ini menyerang pada saat bayi dilahirkan. Diduga penyebabnya adalah penyimpangan pertumbuhan sel karena cacat secara genetik. Ada beberapa penyebab kanker pada anak yaitu:

1. Faktor genetik. Risiko kanker pada anak akan semakin tinggi jika orang tuanya juga penderita kanker.

2. Radiasi. Ibu hamil yang sering terkena radiasi (misalnya radiasi rontgen), maka janinnya berisiko terkena kanker.

(51)

4. Faktor lingkungan. Asap rokok, polusi udara dan lingkungan yang tidak besih juga dapat memicu tumbuhnya kanker pada anak.

Pada umumnya pencegahan hanya dilakukan dengan menghindarkan anak-anak dari pemicu kanker seperti asap rokok yang dapat memicu kanker paru-paru. Menghindari infeksi yang dapat menyebabkan kanker hati, menghindari sinar matahari yang terik yang dapat menyebabkan kanker kulit dan makanlah makanan yang sehat agar terhindar dari kanker usus besar.

Penanganan kanker pada anak dapat diobati oleh dokter ahli dengan salah satu atau kombinasi dari beberapa cara berikut, yaitu:

1. Pembedahan. Pembedahan bisa dilakukan dengan menggunakan laser.

2. Penyinaran dengan menggunakan sinar X dosis tinggi atau sinar berenergi tinggi lainnya untuk membunuh sel-sel kanker dan memperkecil ukurannya. 3. Kemoterapi dengan menggunakan obat-obatan (busa berbentuk pil atau

suntikan) untuk membunuh sel kanker.

4. Pemberian imunoterapi yang merupakan pengiriman zat untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

Ada beberapa cara untuk mengenali kanker anak lebih dini, yakni dengan memperhatikan ciri-ciri sebagai berikut (Mumpuni, 2016:67):

1. Mata terlihat seperti kucing, tampak lebar, menonjol, mata merah, mata silau jika terkena cahaya dan sering keluar kotoran mata.

(52)

4. Tangan atau kaki bengkak, biasanya disertai demam atau nyeri terutama di malam hari.

5. Pusing, muntah yang menyemprot, gangguan keseimbangan dan lumpuh. 6. Adanya benjolan juga bisa menjadi tanda penyebaran leukemia.

2.3.8 Hambatan dalam Komunikasi

Hambatan dapat diartikan gangguan atau rintangan. Dalam konteks komunikasi dikenal pula gangguan (mekanik atau semantik), gangguan ini masih termasuk dalam hambatan komunikasi (Effendy, 1993: 45). Efektifitas komunikasi akan sangat bergantung pada seberapa besar hambatan komunikasi yang terjadi.

Didalam setiap kegiatan komunikasi, dapat dipastikan akan menghadapi berbagai hambatan. Hambatan dalam kegiatan komunikasi yang manapun tentu akan mempengaruhi efektifitas proses komunikasi tersebut.

Hambatan umum antarpribadi yang terjadi dalam komunikasi meliputi hambatan internal dan hambatan eksternal, yakni:

1. Hambatan Internal adalah hambatan yang berasal dari dalam diri individu yang terkait kondisi fisik dan psikologis. Contohnya, jika seseorang mengalami gangguan pendengaran maka ia akan mengalami hambatan komunikasi. Demikian pula seseorang yang sedang tertekan (depresi) tidak akan dapat melakukan komunikasi dengan baik.

(53)

Contohnya, suara gaduh dari lingkungan sekitar dapat menyebabkan komunikasi tidak berjalan lancar. Contoh lainnya, perbedaan latar belakang sosial budaya dapat menyebabkan salah pengertian.

3. Hambatan komunikasi secara interaksi, dalam proses komunikasi tentunya komunikan berinteraksi. Dalam interaksi inilah biasanya terjadi hambatan yang dapat menyebabkan komunikasi tidak efektif. Hambatan yang terjadi biasanya disebabkan adanya ketidaksiapan mental waktu dan kondisi seseorang. Selain itu, faktor kurang percaya terhadap cerita atau pesan yang disampaikan oleh komunikator juga menjadi penghambat dalam interaksi berkomunikasi, dan pada akhirnya proses penyampaian pesan tidak berhasil dengan baik.

4. Hambatan komunikasi secara situasional, dalam berkomunikasi, seorang komunikator hendaknya memperhatikan situasi. Hambatan timbul oleh faktor situasi apabila komunikan sedang berada pada kondisi yang tidak ingin mendengarkan sebuah informasi atau pesan. Selain itu, seorang komunikator harus memperhatikan situasi yang berhubungan dengan kondisi seorang komunikan, misalnya seorang komunikator hendaknya tidak menyampaikan sebuah pesan atau informasi yang sifatnya mengecewakan apabila situasi komunikannya sedang sakit atau tidak sehat.

(54)

diantara keduanya, proses komunikasi empatik orangtua pada anak yang menderita kanker dapat dilakukan dengan memberikan informasi. Informasi diberikan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh anak serta menggunakan bahasa yang positif dan tidak negatif. Selain memberikan informasi, dapat dilakukan dengan menggambarkan sebuah permasalahan yang dilihat dengan sikap baik, agar anak tidak merasa cemas apa yang sedang mereka alami. Selain itu, jangan berikan komentar tentang karakter atau kepribadiannya.

Dalam keluarga tentu memiliki karakteristik masing-masing, yang kemudian terbagi menjadi beberapa tipe keluarga untuk kemudian dilihat berdasarkan hubungan yang telah terjalin antara orangtua dan anak penderita kanker, begitupun dengan jenis kanker yang diderita anak yang berbeda-beda. Hasil wawancara nantinya tetap disesuaikan dengan tujuan penelitian, yaitu:

1. Upaya komunikasi empatik yang bagaimana yang dilakukan orangtua dengan anak penderita kanker ..

2. Proses komunikasi empatik yang dilakukan orang tua dengan anak penderita kanker dan ,

3. Hambatan dalam komunikasi empatik antara orang tua dan anak penderita kanker.

(55)

akan mengalamai noise atau hambatan yang dapat mengganggu jalannya proses tersebut dengan baik.

Gambar

Tabel 2. 1
Gambar 2.1Johari Window
Gambar 2.2
Tabel 2.2Emosi Positif
+2

Referensi

Dokumen terkait

Karena gas refrigeran ini melewati pipa dengan diameter kecil dari pipa kapiler ini merupakan hamabatan dari peredaran gas refrigeran tersebut dan mengakibatkan tekanan pada

(c) Jika jarak Bumi lebih dekat dengan Matahari, keadaan suhu Bumi akan menjadi sangat panas dan tidak dapat.. menampung sebarang jenis hidupan

Pemilihan Umum Nomor 5 Tahun 2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur , Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota

Pada penelitian ini menggunakan sensor DHT 11 untuk menguur suhu ruang dan pada penelitian ini hanya mengatur suhu ruang dengan menggunakan 1 subjek yakni pendingin,

Aplikasi adalah sebuah „mahakarya Symphony Orchestra‟ dari pelaku Teknologi Informasi, yang merupakan hasil kerjasama antara sumber daya manusia, tools dan

Tiap orang telah memiliki sejumlah potensi, bakat, karunia, kemampuan yang melekat pada dirinya masing-masing, hanya saja ada yang menyadarinya dan ada yang

Persepsi perangkat desa Kecamatan Mawasangka untuk indikator kedua yakni penyediaan informasi yang jelas secara umum, perangkat desa selaku pengelola keuangan desa

Kajian ini penulis bertujuan untuk membuat perancangan website Sistem informasi Pendaftaran PKM FIMIPA USU, merupakan sebuah website yang digunakan untuk mengakses dan