• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Diri Remaja di SMP Swasta Sultan Iskandar Muda Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep Diri Remaja di SMP Swasta Sultan Iskandar Muda Medan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Diri

2.1.1. Defenisi Konsep Diri

Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya,

yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan

berkembang dari pengalaman yang terus-menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari

konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi

dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari (Agustiani, 2006).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “konsep” memiliki arti ide ,

gambaran, proses atau apapun yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

sesuatu. Istilah “diri” memiliki arti bagian dari individu, badan yang terpisah dari

orang lain. Konsep diri dapat diartikan sebagai gambaran individu mengenai

dirinya sendiri atau penilaian terhadap diri sendiri (KBBI, 2008).

Konsep diri merupakan gambaran dari keyakinan yang dimiliki orang

tentang diri mereka sendiri meliputi karakter fisik, psikologis, sosial dan

emosional, aspirasi dan prestasi (Hurlock,1978). Konsep diri adalah

konseptualisasi individu terhadap dirinya sendiri. Ini merupakan perasaan

subjektif individu dan kombinasi yang kompleks dari pemiliran yang

disadari/tidak disadari, sikap, dan persepsi (Potter & Perry,2009).

Hidayat (2008) menyatakan bahwa konsep diri (self-concept) merupakan

bagian dari masalah psikososial yang tidak didapatkan sejak lahir, semua tanda,

7

(2)

keyakinan dan pendirian yang merupakan suatu pengetahuan individu tentang

dirinya yang dapat memengaruhi hubungannya dengan orang lain termasuk

karakter, kemampuan, nilai, ide dan tujuan.

William H. Fits (1971, dalam Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa

konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, konsep diri seseorang

merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan

lingkungan. Fits juga mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap

tingkah laku seseorang. Tingkah laku individu akan mudah diramalkan dan

dipahami dengan mengetahui konsep dirinya. Pada umumnya ketika seseorang

mempersepsikan, bereaksi, memberikan arti dan penilaian serta membentuk

abstraksi terhadap dirinya, maka hal ini menunjukkan suatu kesadaran diri (self

awareness) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat

dirinya seperti yang ia lakukan terhadap dunia di luar dirinya.

Dari beberapa defenisi konsep diri yang telah dikemukakan, maka dapat

disimpulkan bahwa konsep diri merupakan gambaran atau penilaian individu

terhadap dirinya sendiri. Hal ini senada dengan Widyastuti (2014), yang

menyatakan bahwa aspek yang paling penting dari kita adalah diri kita sendiri,

dimana kita mengetahui siapa kita, apa jenis kelamin kita, apa yang kita rasakan

dan memori apa yang telah kita alami, dan sebagainya.

2.1.2. Perkembangan Konsep Diri

Perkembangan konsep diri merupakan suatu proses seumur hidup yang

kompleks dan melibatkan banyak faktor. Teori perkembangan psikososial Erikson

(1963) menunjukkan kegunaannya dalam memahami tugas utama yang dihadapi

(3)

individu pada berbagai tahapan perkembangan. Setiap tahapan membangun tugas

untuk tahap sebelumnya. Keberhasilan menyelesaikan setiap tahap akan

membentuk konsep diri yang kuat.

Perawat belajar untuk mengenali kegagalan individu dalam mencapai

tahapan perkembangan yang sesuai umur, atau penurunan individu pada tahapan

awal dalam suatu proses krisis. Pemahaman tentang hal ini membuat perawat

mampu memberikan pelayanan individual dan menentukan intervensi

keperawatan yang sesuai. Potter & Perry (2009) menyatakan bahwa konsep diri

selalu berubah berdasarkan pada hal-hal seperti perasaan mampu melakukan

sesuatu, reaksi penerimaan seseorang terhadap tubuhnya, persepsi dan interpretasi

berkelanjutan dari pemikiran dan perasaan seseorang, hubungan personal dan

profesional, akademi dan identitas yang berkaitan dengan pekerjaan, karakteristik

personal yang memengaruhi harapan diri, persepsi terhadap kejadian yang

berdampak pada dirinya, menguasai pengalaman baru dan sebelumnya, etnik, ras

dan identitas spiritual.

2.1.3. Komponen Konsep Diri

2.1.3.1. Citra Tubuh (body image)

Citra Tubuh (body image) mencakup sikap individu terhadap tubuhnya

sendiri, termasuk penampilan fisik, struktur, dan fungsinya (Hidayat, 2008).

Sebagian besar laki-laki dan wanita mengalami beberapa tingkat ketidakpuasan

terhadap tubuhnya yang dapat memengaruhi citra tubuh dan konsep diri secara

keseluruhan (Potter & Perry, 2009). Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan

kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti

(4)

pubertas dan penuaan terlihat lebih jelas terhadap citra tubuh dibandingkan

dengan aspek-aspek konsep diri lainnya. Cara pandang oranglain terhadap tubuh

seseorang dan umpan balik yang ditawarkan juga berpengaruh terhadap citra

tubuh (Potter & Perry, 2009).

Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara

internal dan eksternal dan dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang

karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan orang lain

(Potter & perry, 2005). Citra tubuh juga dipengaruhi oleh nilai sosial budaya.

Budaya dan masyarakat menentukan norma-norma yang diterima luas mengenai

citra tubuh dan dapat memengaruhi sikap seseorang, misalnya berat tubuh yang

ideal, warna kulit, tindik tubuh serta tato dan sebagainya (Hidayat, 2008).

2.1.3.2. Ideal Diri (self ideal)

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku

berdasarkan beberapa standar personal. Ideal diri terdiri dari aspirasi, tujuan,

nilai-nilai dan standart perilaku yang dianggap ideal dan berusaha untuk mencapainya

(Potter & Perry, 2009). Ideal diri berkembang dari masa kanak-kanak yang dapat

dipengaruhi oleh orang terdekat/penting yang mengharapkan suatu pencapaian.

Ketika seseorang memiliki ideal diri yang sesuai dengan persepsinya maka orang

tersebut tidak ingin berubah dari kondisi saat ini, sebaliknya jika ideal dirinya

tidak sesuai dengan persepsi dirinya maka ia akan terpacu untuk memperbaiki

dirinya. Tetapi jika idel dirinya terlalu tinggi dan tidak dapat dicapai maka ia akan

memiliki harga diri rendah (Stuart & Sudden, 1998).

(5)

2.1.3.3. Harga Diri (self esteem)

Harga Diri (self esteem) adalah evaluasi diri kita secara keseluruhan atau

rasa keberhagaan diri (Widyastuti, 2014). Harga diri dapat diperoleh melalui

penghargaan dari diri sendiri maupun dari orang lain. Perkembangan harga diri

juga ditentukan oleh perasaan diterima, dicintai, dihormati oleh orang lain serta

keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya (Hidayat, 2008).

Sumber-sumber terpenting dalam pembentukan atau perkembangan harga

diri adalah pengalaman dalam keluarga, umpan balik terhadap performance dan

perbandingan sosial (Widyastuti, 2014). Rasa ketidakmampuan untuk memenuhi

harapan orangtua, kritikan yang tajam, kedisiplinan yang tidak konsisten, dan

persaingan dengan saudara kandung yang tidak terselesaikan dapat menurunkan

harga diri pada anak-anak (Potter & Perry, 2009).

Harga diri bersifat positif saat seseorang merasa mampu, berguna dan

kompeten . Harga diri seorang anak berhubungan dengan penilaian anak terhadap

efektifitasnya disekolah, dalam keluarga dan lingkungan masyarakat. Secara

umum, seseorang yang konsep dirinya mendekati ideal dirinya akan memiliki

harga diri yang tinggi, sedangkan seseorang yang konsep dirinya berbeda jauh

dengan ideal dirinya akan memiliki harga diri rendah (Potter & Perry, 2009).

2.1.3.4. Peran Diri (self role)

Peran diri adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat

yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap,

perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya

dimasyarakat (Hidayat, 2008). Penampilan peran merupakan cara individu

(6)

melakukan peran yang berarti, peran yang dimaksud mencakup peran sebagai

orangtua, pengawas atau teman dekat dll (Potter & Perry, 2009).

Peran mencakup harapan atau standart perilaku yang telah diterima oleh

keluarga, komunitas dan kultur. Apabila harapan tersebut dapat terpenuhi maka

rasa percaya diri seseorang akan meningkat, sebaliknya apabila harapan tersebut

tidak dapat terpenuhi maka akan mengakibatkan terganggunya konsep diri

seseorang. Contoh peran yang tidak dapat ditolak yaitu; jenis sex dan umur

sedangkan contoh peran yang dapat dipilih yaitu; pekerjaan, pacar, pendidikan

dan sebagainya.

2.1.3.5. Identitas Diri (self identity)

Identitas diri adalah penilaian individu tentang dirinya sebagai suatu

kesatuan yang utuh meliputi perasaan internal dan individualitas, menyeluruh dan

konsistensi seseorang pada waktu dan situasi yang berbeda (Potter & Perry, 2009).

Identitas sering kali didapat melalui pengamatan sendiri dan dari apa yang

didengar seseorang dari orang lain mengenai dirinya (Hidayat, 2008).

Anak belajar tentang nilai, perilaku dan peran yang diterima sesuai kultur.

Anak mengidentifikasi pertama kali dengan orangtua, kemudian dengan guru serta

teman sebaya. Untuk membentuk identitas, anak harus mampu untuk membawa

semua perilaku yang dipelajari ke dalam keutuhan yang koheren , konsisten dan

unik (Erickson, 1963 dalam Potter & Perry, 2009).

Pembentukan identitas sangat diperlukan demi hubungan yang intim karena

identitas seseorang dinyatakan dalam hubungannya dengan orang lain. Seksualitas

merupakan bagian dari identitas. Identitas seksual merupakan konseptualitas

(7)

seseorang atas dirinya sebagai pria atau wanita dan mencakup orientasi seksual

(Hidayat, 2008).

Karakteristik identitas diri yaitu; seseorang kenal dirinya beda dan terpisah

dengan orang lain, mengakui dan sadar akan jenis kelaminnya, tahu dan

menghargai dirinya (peran,nilai, perilaku), menghargai diri sendiri sama dengan

penghargaan lingkungan sosial, sadar akan hubungan masa lalu, saat ini dan yang

akan datang, dan mempunyai tujuan yang realistis.

2.1.4. Jenis-Jenis Konsep Diri

Coulhoun & cocella (1990) membagi konsep diri menjadi dua, yaitu:

2.1.4.1. Konsep Diri Positif

Dasar dari konsep diri yang positif adalah lebih kepada bagaimana

individu tersebut menerima dirinya sendiri, bukan mengenai bagaimana individu

memiliki kebanggaan yang besar tentang dirinya. Konsep diri yang positif

mengenal dirinya dengan baik sekali, dapat menerima sejumlah fakta yang sangat

bermacam-macam tentang dirinya sendiri, menerima dirinya sendiri secara apa

adanya. Dan dengan menerima dirinya sendiri, dia juga dapat menerima orang

lain.

Dalam hal pengharapan, seseorang dengan konsep diri positif akan

merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realistis, artinya individu tersebut

memiliki pengharapan tentang kehidupannya sebagai individu.

(8)

2.1.4.2. Konsep Diri Negatif

Seseorang yang memiliki konsep diri negatif tidak banyak mengetahui

tentang dirinya sendiri. Konsep diri negatif terbagi dalam dua jenis .

Pertama, pandangan seseorang tentang dirinya sendiri benar-benar tidak

teratur. Individu tersebut tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri,

tidak dapat mengenali dirinya dan mengetahui apa kekuatan dan kelemahannya.

Konsep diri mereka kerap kali menjadi tidak teratur untuk sementara waktu dan

ini terjadi pada saat transisi dari peran anak ke peran orang dewasa.

Kedua, konsep diri negatif yang terlalu stabil dan terlalu teratur dengan

kata lain kaku. Mungkin karena di didik dengan sangat keras, sehingga individu

tersebut menciptakan citra diri yang buruk. Individu dengan konsep diri negatif

selalu menilai dirinya negatif, apapun yang diperoleh oleh individu tersebut

tampaknya tidak berharga dibandingkan dengan apa yang diperoleh oleh orang

lain.

2.1.5. Dimensi Konsep Diri

Fits (1971 dalam Agustiani, 2006) membagi konsep diri dalam dua dimensi

pokok, yaitu:

2.1.5.1.Dimensi Internal

Dimensi Internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal

frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya

sendiri berdasarkan dun ia didalam dirinya. Dimensi ini terdiri dalam tiga bentuk:

(9)

1. Diri Identitas (identity self)

Bagian diri ini merupakan aspek paling mendasar pada konsep diri dan

mengacu pada pertanyaan, “Siapakah saya?”. Dengan bertambahnya

usia dan interaksi dengan lingkungannya, pengetahuan individu

tentang dirinya juga bertambah, sehingga ia dapat melengkapi

keterangan tentang dirinya dengan lebih kompleks.

2. Diri Pelaku (behavioral self)

Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingka lakunya, yang

berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”.

Bagian ini berkaitan erat dengan identitas diri.

3. Diri Penerimaan/Penilai (judging self)

Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan

evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara

diri identitas dan diri pelaku.

2.1.5.2. Dimensi Eksternal

Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan

aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain diluar dirinya.

Dimensi yang dikemukakan oleh Fits (1971) dimensi eksternal yang bersifat

umum bagi semua orang dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu:

1. Diri Fisik (physicl self)

Diri fisik menyagkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya

secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai

(10)

kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak

menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus).

2. Diri etik-moral (moral-ethical self)

Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari

standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut

persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan

seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang

dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk.

3. Diri Pribadi (personal self)

Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang

keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau

hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana

individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa

dirinya sebagai pribadi yang tepat.

4. Diri Keluarga (family self)

Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam

kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan

seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap dirinya sebagai

anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang

dijalankannya sebagai anggota dari suatu keluarga.

5. Diri Sosial (social self)\

Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya

dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya.

(11)

2.1.6. Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri

Menurut Hidayat (2008) faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri

yaitu:

2.1.6.1. Lingkungan

Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan fisik dan

lingkungan psikologis. Lingkungan fisik adalah segala sarana yang dapat

menunjang perkembangan konsep diri, sedangkan lingkungan psikologis adalah

segala lingkungan yang dapat menunjang kenyamanan dan perbaikan psikologis

yang memengaruhi konsep diri.

2.1.6.2. Pengalaman Masa Lalu

Adanya umpan balik dari orang-orang penting, situasi stresor

sebelumnya, penghargaan diri dan pengalaman sukses atau gagal sebelumnya,

pengalaman penting dalam hidup, atau faktor yang berkaitan dengan masalah

stresor, usia, sakit yang diderita, atau trauma, semuanya dapat memengaruhi

perkembangan konsep diri.

2.1.6.3. Tingkat Tumbuh Kembang

Adanya dukungan mental yang cukup akan membentuk konsep diri yang

cukup baik. Sebaliknya, kegagalan selama masa tumbuh kembang akan

membentuk konsep diri yang kurang memadai.

(12)

2.2. Remaja

2.2.1. Defenisi Remaja

Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

dewasa, yaitu saat anak tidak mau diperlakukan sebagai anak, tetapi dari segi

fisiknya belum dapat dikatakan sebagai orang dewasa (Marliani, 2016).

Wong (2008) menjelaskan bahwa remaja merupakan suatu periode transisi

antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, merupakan waktu kematangan fisik,

kognitif, sosial dan emosional yang cepat pada anak laki-laki untuk

mempersiapkan diri menjadi laki-laki dewasa dan pada anak perempuan untuk

mempersiapkan diri menjadi wanita dewasa.

Notoatdmojo (2007) menjelaskan bahwa masa remaja merupakan salah

satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan

atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang meliputi perubahan

biologik, psikologik, dan sosial. Masa remaja pada umumnya dimulai pada usia

10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun.

Soetjiningsih (2004) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa

peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan

seksual, yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan usia 20 tahun.

2.2.2. Batasan Masa Remaja

2.2.2.1. Remaja menurut hukum

a. Dalam hubungan dengan hukum, hanya undang-undang perkawinan yang

mengenal konsep remaja, walaupun tidak secara terbuka. Usia minimal

untuk suatu perkawinan menurut undang-undang adalah 16 tahun untuk

(13)

wanita dan 19 tahun untuk pria (Pasal 7 Undang-Undang No.1 tahun 1974

tentang Perkawinan).

b. Menurut Undang-Undang No.4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak,

disebutkan bahwa remaja adalah anak yang belum mencapai usia 21 tahun

dan belum menikah.

c. Menurut Undang-Undang Perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah

mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat

tinggal.

d. Menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1979, anak dianggap

remaja apabila cukup matang, yaitu umur 16 tahun untuk perempuan dan

19 tahun untuk anak laki-laki.

e. Menurut dinas kesehatan, anak dianggap remaja apabila sudah berumur 18

tahun, yaitu sesuai dengan saat lulus sekolah menengah.

2.2.2.2. Remaja menurut sudut perkembangan fisik

Sebagai tahap perkembangan fisik, pada tahap remaja, alat-alat kelamin

mencapai kematangannya dan keadaan tubuh pun memperoleh bentuk yang

sempurna, tumbuh ke arah kematangan, baik secara fisik maupun kematangan

sosial psikologis.

2.2.2.3. Batasan remaja menurut WHO

Menurut Muangman (Sarlito, 1991), WHO membatasi remaja pada anak

yang telah mencapai umur 10-18 tahun, yang memiliki karakteristik berikut:

a. Ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai

kematangan seksual.

(14)

b. Terjadi perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak

menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari kebergantungan sosial-ekonomi yang penuh pada

keadaan yang relatif lebih mandiri.

2.2.2.4. Remaja ditinjau dari faktor sosial psikologis

Menurut Sarlito (1991), selain tanda-tanda seksualnya, salah satu ciri

remaja adalah perkembangan psikologis dan identifikasi dari kanak-kanak

menjadi dewasa. Puncak perkembangan jiwa itu ditandai dengan adanya proses

perubahan dari kondisi entropy ke kond isi negentropy.

a. Entropy, yaitu keadaan ketika kesadaran manusia belum tersusun rapi.

Selama masa remaja, kondisi entropy ini secara bertahap disusun,

diarahkan, dan distrukturkan kembali, sehingga lambat laun terjadi kondisi

negative entropy atau negentropy.

b. Negentropy, yaitu keadaan ketika isi kesadaran tersusun dengan

baik/pengetahuan yang satu berkaitan dengan perasaan atau sikap.

2.2.2.5. Defenisi remaja untuk masyarakat Indonesia

Menurut Sarlito (1991), tidak ada profil remaja Indonesia yang seragam

dan berlaku secara nasional. Hal ini dikarenakan Indonesia terdiri atas berbagai

macam suku, adat dan tingkatan sosial-ekonomi serta pendidikan. Akan tetapi,

sebagai pedoman umum batas usia remaja Indonesia adalah usia 11-24 tahun dan

belum menikah. Remaja sering memperlihatkan keadaan berikut:

a. Kegelisahan

b. Pertentangan

(15)

c. Berkeinginan besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahuinya

d. Keinginan menjelajah alam sekitar yang lebih luas

e. Mengkhayal dan berfantasi

f. Menyenangi aktifitas berkelompok

2.2.3. Ciri-ciri masa remaja

Ada delapan ciri yang melekat pada remaja, yaitu:

2.2.3.1. Periode yang penting

Dikatakan periode yang penting karena akibatnya yang langsung terhadap

sikap dan perilaku, akibat jangka panjang, serta akibat fisik dan psikologis. Hal ini

disebabkan perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya

perkembangan mental, terutama pada masa remaja. Semua perkembangan itu

menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai

dan minat baru.

2.2.3.2. Periode peralihan

Dimaksudkan sebagai sebuah perilaku dari satu tahap perkembangan ke

tahap berikutnya, dan apa yang terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada

apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Pada masa ini remaja bukan lagi

seorang anak juga bukan orang dewasa. Oleh karena itu, jangan sampai

kekanak-kanakan dan jangan berperilaku seperti orang dewasa.

2.2.3.3. Masa perubahan

Selama masa remaja perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung

pesat seiring dengan perubahan fisik yang terjadi. Ada lima perubahan yang

bersifat universal, yaitu:

(16)

a. Meningginya emosi

b. Perubahan tubuh

c. Minat dan peran yang diharapkan kelompok sosial

d. Minat dan pola perilaku berubah maka nilai-nilai juga berubah

e. Sebagian remaja bersifat ambivalen terhadap setiap perubahan

2.2.3.4. Usia bermasalah

Masalah masa remaja sering sulit diatasi, baik oleh pria maupun wanita.

Hal ini disebabkan sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak sering

diselesaikan oleh orangtua atau guru sehingga pada umumnya remaja tidak

berpengalaman dalam mengatasi masalah. Selain itu, hal ini disebabkan pula

remaja merasa dirinya mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya

sendiri, menolak bantuan orangtua atau guru.

2.2.3.5. Masa mencari identitas

Erickson menyatakan bahwa identitas diri yang dicari remaja bertujuan

untuk menjelaskan dirinya, peranannya dalam masyarakat, sebagai anak atau

orang dewasa, kemampuan percaya diri, sekalipun latar belakang ras, agama

ataupun nasionalnya. Pencarian identitas ini memengaruhi perilaku remaja. Salah

satu cara untuk menguatkan identitasnya adalah menggunakan simbol status

dalam bentuk motor, mobil, pakaian, dan pemilihan barang-barang yang mudah

terlihat atau menarik perhatian oranglain.

2.2.3.6. Usia yang mudah menimbulkan ketakutan

Ketakutan ini berkaitan dengan stereotip budaya masyarakat yang

beranggapan bahwa remaja adalah kelompok yang tidak dapat dipercaya,

(17)

cenderung merusak dan merasa menang sendiri, dan sulit diatur, sehingga perlu

pengawasan ekstra dari orang dewasa. Stereotipe ini juga memengaruhi konsep

diri dan sikapnya terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.

2.2.3.7.Masa yang tidak realistis

Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang

ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita yang tidak

realistis. Tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga keluarga dan

teman-temannya. Hal ini menyebabkan meningginya emosi dan kecewa jika orang lain

mengecewakannya serta jika tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya

sendiri.

2.2.3.8.Ambang masa dewasa

Remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan

status orang dewasa yaitu merokok, minum, psikotropika, dan berpakaian serta

bertindak seperti orang dewasa.

2.2.4. Jenis-jenis masa remaja

Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

2.2.4.1. Masa remaja awal (12-15 tahun)

Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan

berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak bergantung

pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan

kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.

(18)

2.2.4.2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)

Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru.

Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih

mampu mengarahkan diri sendiri. Pada masa ini remaja mulai mengembangkan

kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan impulsivitas, dan membuat

keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin

dicapai. Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.

2.2.4.3. Masa remaja akhir (19-22 tahun)

Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang

dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan

mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi

matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga

menjadi ciri dari tahap ini (Agustiani, 2006)

2.2.5. Tugas Perkembangan Remaja

Pikunas (1976, dalam Agustiani 2006) mengemukakan beberapa tugas

perkembangan yang penting pada tahap pertengahan dan akhir masa remaja, yaitu:

a. Menerima bentuk tubuh orang dewasa yang dimiliki dan hal-hal yang

berkaitan dengan fisiknya

b. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan figur-figur otoritas

c. Mengembangkan ketrampilan dalam komunikasi interpersonal, belajar

membina relasi dengan teman sebaya dan orang dewasa, baik secara

individu maupun dalam kelompok

d. Menemukan model untuk identifikasi

(19)

e. Menerima diri sendiri dan mengandalkan kemampuan dan sumber-sumber

yang ada pada dirinya

f. Memperkuat kontrol diri berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang

ada

g. Meninggalkanbentuk-bentuk reaksi dan penyesuaian yang

kekanak-kanakan

2.2.6. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja

Pertumbuhan dan perkembangan remaja menurut Kyle (2014) yaitu:

2.2.6.1. Pertumbuhan Fisik

Faktor diet, olahraga dan herediter memengaruhi tinggi badan, berat

badan, dan cairan tubuh anak remaja. Selama awal remaja, terjadi peningkatan

presentase lemak tubuh dan proporsi kepala, leher, dan tangan mencapai proporsi

orang dewasa . Pertumbuhan berlangsung dengan cepat tetapi kecepatannya

menurun dipertengahan dan akhir masa remaja. Rata-rata anak laki-laki akan

mendapatkan tambahan 10-30 cm tinggi badan dan 7-30 kg berat badan

sedangkan anak perempuan akan mendapatkan tambahan tinggi badan sebesar

5-20 cm dan 7-25 kg berat badan selama masa remaja.

2.2.6.2. Maturasi Sistem Organ

a. Sistem Neurologi

Selama masa remaja, terjadi kelanjutan pertumbuhan otak meskipun

ukuran otak tidak meningkat secara signifikan. Neuron tidak meningkat

jumlahnya, tetapi pertumbuhan selubung mielin memungkinkan proses

neural menjadi lebih cepat.

(20)

b. Sistem Pernapasan

Pada masa remaja, terlihat peningkatan ukuran diameter dan panjang paru.

Frekuensi pernapasan menurun dan mencapai frekuensi pernapasan orang

dewasa sebesar 15-20 kali per menit. Volume pernapasan dan kapasitas

vital meningkat. Volume dan kapasitas lebih besar pada anak laki-laki

dibandingkan anak perempuan, yang dapat dihubungkan dengan

peningkatan ukuran dada dan bahu pada anak laki-laki.

c. Sistem Kardiovaskular

Terjadi peningkatan ukuran dan kekuatan jantung. Tekanan darah sistolik

meningkat dan frekuensi jantung menurun. Volume darah mencapai kadar

yang lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, yang

mungkin disebabkan massa otot anak laki-laki lebih besar.

d. Sistem Gastrointestinal

Remaja memiliki serangkaian gigi permanen lengkap dengan perkecualian

geraham keempat yang terakhir (gigi bungsu) yang dapat muncul antara

usia 17-20 tahun. Hati, limpa, ginjal dan saluran cerna membesar selama

growth spurt di awal masa remaja, tetapi fungsinya tidak berubah. Sostem

ini telah matang diawal usia sekolah.

e. Sistem Muskuloskeletal

Osifikasi sistem skeletal tidak lengkap sampai akhir masa remaja pada

anak laki-laki. Osifikasi lebih maju pada anak perempuan dan terjadi pada

usia yang lebih dini. Selama growth spurt, massa otot dan kekuatan otot

meningkat. Pada tahap perkembangan yang sama, perkembangan otot

(21)

umumnya lebih besar pada anak laki-laki. Selama pertengahan masa

remaja, leher, bahu, dada, dan pinggul akan meningkat.

f. Sistem Integumen

Selama masa remaja, kulit menjadi tebal dan keras. Dibawah pengaruh

androgen, kelenjar sebasae menjadi lebih aktif, terutama di wajah,

punggung, dan genitalia. Kelenjar keringat eksokrin dan apokrin berfungsi

di tingkat dewasa selama masa remaja. Kelenjar keringat eksokrin terdapat

diseluruh tubuh dan memproduksi keringat yang membantu

menghilangkan panas tubuh melalui evaporasi. Kelenjar keringat apokrin

ditemukan di aksila, genital dan ara anal dan payudara yang memproduksi

keringat sebagai respon terhadap folikel rambut.

2.2.6.3. Perkembangan Psikososial

Erickson (1963), mengatakan bahwa selama masa remaja akan mencapai

sensasi/rasa identitas. Saat remaja mencoba banyak peran berbeda terkait dengan

hubungannya dengan teman sebaya, keluarga, komunitas dan masyarakat, ia ingin

mengembangkan sensasi individual dirinya sendiri. Jika remaja tidak berhasil

membentuk sensasi dirinya sendiri, ia akan mengalami sensasi kebingungan atau

difusi peran. Kebudayaan remaja menjadi sangat penting bagi remaja. Melalui

keterlibatannya dengan kelompok remaja, remaja menemukan dukungan dan

bantuan untuk mengembangkan identitasnya sendiri.

2.2.6.4. Perkembangan Kognitif

Piaget (1969), menyatakan bahwa remaja berkembang dari kerangka kerja

pikir konkret menjadi kerangka berpikir abstrak. Masa remaja adalah periode

(22)

operasional formal. Selama periode ini, remaja mengembangkan kemampuan

untuk berpikir diluar dari saat ini; yaitu, ia dapat menggabungkan konsep berpikir

yang benar-benar ada dan konsep yang mungkin ada. Pemikiran remaja menjadi

logis, terorganisasi dan konsisten. Ia mampu memikirkan sebuah masalah dari

seluruh sudut pandang, mengurutkan kemungkinan solusi saat menyelesaikan

masalah . Tidak semua remaja mencapa pemiliran operasional formal pada saat

yang sama.

2.2.6.5. Perkembangan Moral dan Spiritual

Selama masa remaja, anak remaja mengembangkan serangkaian nilai dan

moral diri mereka sendiri. Kohlbergh (1984), mengatakan bahwa remaja

mengalami tahap pascakonvensional perkembangan moral. Sebagian besar pilihan

mereka berdasarkan pada emosi sementara mereka mempertanyakan standar

masyarakat. Saat mereka berkembang disepanjang masa remaja, remaja menjadi

lebih tertarik dalam spiritualisme agama mereka dibandingkan dalam praktik

sebenarnya dalam agama mereka. Remaja mencari sosok ideal dan dapat

memperlihatkan emosi kuat disertai intropeksi (Ford, 2007).

2.2.6.6. Perkembangan Emosional dan Sosial

Remaja menjalani perubahan yang sangat besar dalam perkembangan

emosional dan sosial saat mereka tumbuh dan matang menjadi orang dewasa.

Area yang dipengaruhi mencakup hubungan remaja dengan orangtua, konsep diri

dan citra tubuh,pentingnya teman sebaya dan seksualitas dan berkencan.

(23)

2.3. Konsep Diri pada Remaja

Istilah konsep diri merujuk pada pengetahuan yang disadari mengenai

berbagai persepsi diri, seperti karakteristik fisik, kemampuan, nilai, ideal diri dan

pengharapan serta ide-ide dirinya sendiri dalam hubungannya dengan orang lain.

Konsep diri dan harga diri seringkali terkait dengan citra tubuh. Remaja

mempersepsikan tubuh mereka sebagai sesuatu yang berbeda dari teman sebaya

atau kurang ideal dapat melihat diri mereka secara negatif. Karakteristik seksual

penting bagi konsep diri remaja. Semua perubahan tubuh ini penting dalam

konsep diri remaja (Kyle, 2014).

Konsep diri secara bertahap menjadi lebih individual dan menjadi lebih

berbeda dari konsep diri orang lain. Walaupun remaja yang lebih muda

menggambarkan diri mereka dalam bentuk yang sama dengan teman sebaya,

namun seiring dengan berlanjutnya masa remaja, remaja menggambarkan dirinya

sendiri ke dalam bentuk karakteristik yang istimewa (Wong, 2008).

2.3.1. Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri Remaja

Syarif (2015) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang

memengaruhi konsep diri remaja yaitu:

2.3.1.1. Usia Kematangan

Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang

hampir dewasa mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat

menyesuaikan diri dengan baik.

(24)

2.3.1.2. Penampilan Diri

Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri

meskipun perbedaan yang menambah daya tarik fisik.

2.3.1.3. Nama dan Julukan

Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompoknya menilai

namanya buruk atau bila mereka memberi nama julukan yang bernada cemoohan.

2.3.1.4. Hubungan Keluarga

Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seseorang

anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin

mengembangkan pola kepribadian yang sama.

2.3.1.5. Teman-teman Sebaya

Teman sebaya mempengaruhi pada kepribadian remaja dalam dua cara,

yaitu konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep

teman-teman tentang dirinya, dan ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan

ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.

2.3.1.6. Kreativitas

Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain

dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas dan

identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya.

2.3.1.7. Cita-cita

Bila remaja mempunyai cita-cita yang realistik tentang kemampuannya

akan lebih banyak mengalami kebehasilan. Ini akan menimbulkan kepercayaan

(25)

diri dan kepuasan diri yang lebih besar yang memberikan konsep diri yang lebih

baik.

Referensi

Dokumen terkait

Titik berat bidang gabungan Mempersiapka n tugas dan mendiskusikan nya dalam kelompok Menyelesai kan permasalah an titik berat dan mendiskusi kannya Kemampuan dalam

1693-5241 Fakultas Ekonomi dan Bisnis UB bekerjasama dengan Asosiasi Ilmuwan Manajemen Indonesia Terakreditasi B 11 Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan. 2301-8968 Program

Berdasarkan uji coba yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan histogram remapping dengan distribusi normal pada tahap pra pemrosesan dalam pendekatan

results-oriented accountability, drawing on lessons learned while teaching a seminar on accountability and highlighting the development of accountability policy in North Carolina..

Oleh karena itu baik muhkam dan mutasyabih dengan memandang pengertian secara mutlak sebagaimana diatas tersebut tidak menafikan satu dengan yang

Arus hubungan yang positif menandakan bahwa penggunaan media sosial memiliki pengaruh pada capaian pembelajaran mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang,

Memahami konsep yang berkaitan dengan aturan pangkat, akar, dan logaritma, fungsi aljabar sederhana, persamaan, dan pertidaksamaan kuadrat, sistem persamaan linier,

Adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan langsung terhadap