• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Alergen Pada Anak Dengan Dermatitis Atopik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Alergen Pada Anak Dengan Dermatitis Atopik"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Atopi dan dermatitis atopik

Atopi berasal dari bahasa Yunani ‘atopos’ yang berarti ‘tidak pada tempatnya’, atau ‘berbeda’. Arthur Coca pada tahun 1923 yang pertama kali menggunakan istilah atopy dalam tulisannya pada klasifikasi reaksi hipersensitivitas yang ditulis bersama dengan Robert Cooke.13

DA merupakan salah satu dari penyakit atopi, sedangkan yang lainnya yaitu asma, rhinitis alergi dan konjungtivitis alergi. Penyakit atopi ini merupakan penyakit kronik yang paling sering terjadi pada anak-anak. Perbedaan antara atopi dan penyakit atopi merupakan hal yang penting. Anak dengan atopi memproduksi antibodi IgE spesifik setelah paparan dengan alergen-alergen dari lingkungan, dikenal dengan sensitisasi alergen. DA, asma dan rhinokunjungtivitis merupakan sindroma klinis dimana masing-masing didefinisikan dari kumpulan gejala dan tanda yang umum mengarah sebagai penyakit atopi. Sementara umumnya anak-anak dengan kondisi tersebut mempunyai riwayat atopi, beberapa tidak, dan sebaliknya beberapa anak dengan riwayat atopi bisa tidak mengalami manifestasi penyakit atopi.2,14

(2)

2.2 Dermatitis atopik 2.2.1 Definisi

DA adalah penyakit kulit kronik yang hilang timbul dengan rasa gatal, yang paling sering terjadi selama masa bayi dan kanak-kanak. Umumnya dikaitkan dengan abnormalitas fungsi barier kulit, sensitisasi alergen dan infeksi kulit berulang. DA umumnya timbul pada tahun pertama kehidupan dan sering dikaitkan dengan riwayat keluarga yang mengalami atopi.1,10 DA merupakan kondisi yang sulit untuk didefinisikan dikarenakan kurangnya alat diagnostik dan gambaran klinis yang bervariasi. Definisi yang diikuti yaitu berdasarkan konsensus dari berbagai kelompok. Ruam pada DA yaitu papul yang pruritik yang berkembang menjadi ekskoriasi dan likenifikasi, dengan distribusi khas pada daerah fleksural.2,16

2.2.2 Epidemiologi

Perkembangan kajian epidemiologi DA sangat lambat, hal ini dikarenakan morfologi lesi, predileksi dan onset DA yang bervariasi. DA sulit didefinisikan maka prevalensi DA dilaporkan berdasarkan kriteria berbagai konsensus. Perbedaan ini menyebabkan studi banding antar negara menjadi tidak mudah, variasi dapat ditemukan berkisar 0,7% sampai 20%.17

(3)

merupakan penyakit yang tinggi prevalensinya baik pada negara berkembang maupun negara maju.2

Prevalensi DA pada anak di Amerika, Eropa Utara dan Barat sekitar 10 sampai 20%. Insidensi kumulatif DA pada anak di Denmark meningkat 4-6 kali lipat sejak tahun 1960an, menjadi 15-18% prevalensinya pada tahun 1990an dan terlihat masih terus meningkat.Di Australia didapatkan prevalensi DA pada anak usia 2 tahun berkisar 28,7%.2,17

Prevalensi pada anak etnis Asia belum banyak dilaporkan. Prevalensi DA pada anak usia 7 sampai 16 tahun di Singapur berkisar 20,8%. Prevalensi DA di Korea yang dilakukan tiap 5 tahun sejak tahun 1995 menunjukkan prevalensi kumulatif DA pada anak-anak usia sekolah dasar mengalami peningkatan dari 19,7% pada tahun 1995 sampai 35,6% pada tahun 2010. 4,8

Begitu pula di Indonesia, DA meningkat pesat pada dekade terakhir. Pada tahun 2013 dari laporan 5 rumah sakit yang melayani dermatologi anak yaitu RS dr Hasan Sadikin Bandung, RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS H. Adam Malik Medan, RS Kandou Manado, RSU Palembang, RSUD Sjaiful Anwar Malang tercatat sejumlah 261 kasus diantara 2356 pasien baru (11,8%).3

(4)

belum jelas. Namun, hasil-hasil penelitian tersebut akan mengarahkan strategi pencegahan penyakit.17

2.2.3 Etiologi dan Patogenesis

Secara umum, etiologi DA dianggap multifaktorial, termasuk diantaranya interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. DA merupakan penyakit kulit inflamasi yang diakibatkan oleh interaksi antara gen yang mengalami kerentanan genetik dalam pertahanan barier kulit, defek pada sistem imun bawaan, dan peningkatan respon imunologi terhadap alergen dan antigen mikroba.2,4,18

Dari studi genetik pada keluarga dengan atopi, telah diidentifikasi kromosom 11q dan 5q yang mempengaruhi produksi IgE. Kromosom 5q23-35 terdiri dari beberapa gen yang berperan dalam patogenesis alergi, termasuk gen yang mengkode sitokin Th2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13 dan granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF). Kromosom 11q13c yang mengkode β subunit high affinity IgE receptor (FcεR1-β). Mutasi FLG yang mengkode protein barier epidermal, fillagrin, telah menunjukkan predisposisi utama dalam DA.2,19

(5)

Dikenal beberapa konsep yang menjelaskan patogenesis DA, diantaranya konsep ‘inside-out’ dari patogenesis berfokus pada abnormalitas imun sebagai yang utama, sementara teori ‘outside-in’ mempertimbangkan disfungsi barier epidermal (bentuk imunitas bawaan) sebagai peran yang utama. Beberapa abnormalitas imunologi telah dicatat pada individu-individu dengan DA. Pada fase akut DA, sel-sel langerhans epidermal diaktifasi oleh ikatan alergen, seperti makanan, aeroalergen, dan superantigen mikrobial, aktifasi limfosit T dari T helper 2 (Th2), mengakibatkan peningkatan ekspresi dari interleukin 4, 5 dan 13 yang meningkatkan eosinofil dan produksi Ig E. Pada DA kronis, fenotip sitokin Th1 tampak sebagai interferon yang dominan. Pergantian dari fase fenotip akut dari sitokin sel Th2 menjadi sitokin sel Th0/1 dari lesi kronis melibatkan infiltrasi sel dendrit epidermal inflamasi (IDEC) ke epidermis dan produksi 12 dan IL-18.2,20,21

(6)

Gambar 2.1 Disfungsi imunitas bawaan pada penderita DA.

Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan no 24.

(7)

ekstrinsik. DA ekstrinsik biasanya terdapat peningkatan kadar IgE, dan IgE spesifik alergen, respon klinis yang signifikan terhadap alergen dari lingkungan.4,9

2.2.4 Peran alergen dalam dermatitis atopik

Alergen memegang peranan penting dalam DA, baik secara instrinsik atau ekstrinsik. Alergen-alergen ini memprovokasi inflamasi kulit melalui IgE

dependent dan reaksi imunitas yang diperantarai sel. Alergen makanan telah diketahui berkontribusi pada aktifitas penyakit DA, terutama pada bayi dan anak-anak. Namun peranan alergen hirupan masih terus diteliti. Dalam klinis, melakukan identifikasi alergen pada penderita DA merupakan strategi ideal untuk mengontrol DA yang lebih baik dan penghindaran dari atopic march. Atopic march merupakan suatu konsep yang berkembang untuk menjelaskan progresifitas dari DA yang kemudian menjadi rhinitis alergi dan asma pada anak di kemudian hari pada umur tertentu.25,26

DA merupakan kelainan kulit yang kompleks. Dengan faktor patogenesis utama adalah abnormalitas imunologi, khususnya interaksi dari berbagai alergen. Dari observasi klinis, alergen memberi banyak laporan tentang hubungannya dengan tanda dan gejala DA.2,9

(8)

Langerhan–Ig E yang telah menangkap alergen mengaktifasi sel Th2 pada kulit yang atopi, serta bermigrasi ke limph node untuk menstimulasi sel T naive untuk menghasilkan sel Th2 sistemik lebih banyak.9

Peran alergen makanan dalam DA masih kontroversi, meski telah lebih banyak diteliti dibandingkan dengan peran alergen hirup dalam DA.11,27 Beberapa penelitian menunjukkan antigen dari makanan yang ditelan dapat berpenetrasi ke barier saluran cerna, selanjutnya ditranspor ke dalam aliran darah menuju sel mast pada kulit.9,10

Pengaruh alergi makanan terhadap DA lebih sering pada bayi dan anak. Jenis alergen makanan yang tersering berbeda-beda pada tiap penelitian, dipengaruhi oleh usia sampel, pola diet atau makanan yang biasa dikonsumsi serta jenis pajanan lingkungan dari suatu daerah.28 Dari penelitian oleh Eigemann yang dilakukan di Swiss mendapatkan alergen makanan tersering pada anak dengan DA yaitu telur, susu sapi dan kacang tanah.29 Menurut Lokanata, susu sapi, telur, ikan laut dan udang berperan dalam DA pada anak.30 Alergi telur dikatakan yang sangat tinggi prevalensinya pada anak dengan DA, namun dari penelitian yang lain coklat merupakan alergen yang terbanyak memberi hasil positif dari UTK pada anak dengan DA.31,32

(9)

2.2.5 Gambaran klinis dan diagnosis

Gejala pruritus, penyakit yang berlangsung kronis, dan morfologi penyakit yang spesifik sesuai umur serta distribusi lesi tetap merupakan gambaran klinis DA yang paling penting. Pruritus yang intens yang dapat berlangsung intermiten atau berlangsung sepanjang hari ataupun memburuk pada malam hari. Lesi DA akut berupa papul eritematosa, ekskoriasi, vesikel diatas kulit yang eritematosa, dan eksudat serosa. DA subakut ditandai dengan papul yang berskuama, ekskoriasi dan eritematosa. Sedangkan pada DA kronis gambaran klinisnya berupa plak yang menebal, likenifikasi dan papul fibrotik. Pada DA kronis ketiga tingkat reaksi kulit dapat ditemukan, pada semua tahap DA, pasien umumnya memiliki kulit yang kering dan reaktif.2

DA dapat dibagi menjadi 3 fase berdasarkan umur pasien dan distribusi lesi. Pembagian tersebut yaitu DA infantil, masa anak-anak, dan dewasa yang akan dijelaskan sebagai berikut:3,22,35

1. DA infantil (0-2 tahun). Umumnya akut berupa lesi eritematosa, papul, vesikel, erosi, eksudasi dan krusta, dengan distribusi dominan pada wajah, kulit kepala, dan bagian ekstensor dari ekstremitas.

2. DA pada anak (2 tahun- remaja). Lesi berdistribusi pada lipatan fleksural dari ekstremitas, lesi lebih bersifat kronis, lebih kering, berupa plak eritematosa, skuama, batas tidak tegas dapat disertai eksudat, krusta dan ekskoriasi.

(10)

sebagai eksim pada tangan, distribusinya yaitu lipatan fleksural, wajah, leher, lengan atas, punggung serta bagian dorsal tangan.

Tidak terdapat satu pun gambaran klinis maupun uji laboratorium yang dapat menentukan diagnosis. Sehingga, diagnosis ditetapkan berdasarkan berbagai kriteria diantaranya kriteria UK working party dan kriteria Hanifin-Rajka. Hanifin dan Rajka membuat suatu kriteria diagnostik mayor maupun minor berdasarkan pengalaman mereka. Kriteria yang paling sesuai di Indonesia adalah kriteria Hanifin Rajka dikarenakan memiliki kriteria mayor dan minor, sehingga lebih sensitif dalam menentukan diagnosis DA. Kriteria Hanifin-Rajka yaitu sebagai berikut: 3,36

Kriteria mayor: 1. Pruritus

2. Morfologi dan distribusi khas yaitu likenifikasi pada pasien dewasa, erupsi di daerah wajah atau ekstensor pada pasien bayi dan anak

3. Dermatitis kronis atau kronik residif

4. Riwayat atopi pada diri atau keluarga (asma bronkial, rhinitis alergik, dermatitis atopik)

Kriteria minor: 1. Xerosis

2. Iktiosis/ hiperlinear palmar/ keratosis pilaris 3. Reaksi tipe cepat (tipe 1) pada uji kulit 4. IgE serum meningkat

(11)

6. Kecenderungan infeksi kulit (khususnya Staphylococcus aureus dan Herpes simplek), imunitas selular yang terganggu.

7. Kecenderungan mengalami dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki. 8. Eksema pada puting susu

9. Kheilitis

10.Konjungtivitis berulang

11.Lipat Dennie-Morgan pada daerah infraorbital 12.Keratokonus

13.Katarak subskapsular anterior 14.Kegelapan pada orbita

15.Muka pucat atau eritema 16.Pityriasis alba

17.Lipatan pada leher sisi anterior 18.Gatal bila berkeringat

19.Intoleransi terhadap wol dan pelarut lemak 20.Aksentuasi perifolikular

21.Intoleransi makanan

22.Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan emosi

23.White dermographism atau delayed blanch

(12)

Tim UK working party yang terdiri dari 16 orang dokter, mengusulkan daftar minimal untuk kriteria diagnostik untuk mendiagnosis DA yang dapat dipercaya berdasarkan penyempurnaan dari kriteria Hanifin Rajka yang asli, dimana telah menunjukkan validitas baik untuk basis rumah sakit maupun basis komunitas. Kriteria UK ini dapat digunakan secara mudah, hanya memerlukan waktu 2 menit. Penggunaannya dapat dikonfirmasikan pada geografi yang berbeda. Berikut kriteria UK untuk diagnosis DA.16

Harus ada:

Kondisi kulit yang gatal (atau laporan orang tua tentang anak yang menggaruk atau menggosok kulit) dalam 12 bulan terakhir

Ditambah terdapat 3 atau lebih kriteria berikut:

a. Riwayat keterlibatan lipat kulit (siku depan, lutut bagian belakang, tumit bagian depan, sekitar leher, atau sekitar mata)

b. Riwayat asma atau hay fever (atau riwayat penyakit atopik pada garis keturunan pertama bila anak berusia kurang dari 4 tahun)

c. Riwayat kulit kering secara umum dalam setahun terakhir.

d. Onset dibawah umur 2 tahun (tidak digunakan bila anak berumur dibawah 4 tahun)

e. Dermatitis fleksural yang terlihat (termasuk dermatitis yang mengenai dagu atau dahi dan bagian luar dari ekstremitas pada anak dibawah 4 tahun)

(13)

2.2.6 Uji tusuk kulit dalam dermatitis atopik

Pada anak yang menderita DA dapat dilakukan uji tusuk kulit untuk menentukan adanya antibodi IgE spesifik sebagai respon dari alergen-alergen yang umum terdapat di lingkungan.37 UTK dapat dilakukan pada umur berapa saja mulai dari bayi sampai usia lanjut.38,39

UTK dilakukan dengan menusuk sejumlah kecil ekstrak alergen ke epidermis superfisial pada daerah lengan bawah untuk menimbulkan reaksi hipersensitifitas. Saat IgE terikat pada sel mast, maka kulit akan mengenali alergen, kemudian sel mast akan mengeluarkan histamin dan mediator lainnya yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga timbul reaksi indurasi (wheal) dan kemerahan (flare) pada kulit. Berbagai alergen dapat diuji secara bersamaan karena hasil reaksi terhadap masing-masing alergen terlokalisir pada area yang dilakukan uji tusuk. Uji tusuk kulit ini relatif murah, minimal invasif dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat.37

Terdapat beberapa manfaat bila anak dengan DA dilakukan uji tusuk kulit yaitu, dapat mendeteksi keterkaitan alergi makanan, identifikasi makanan yang menyebabkan kekambuhan DA, skrining resiko hipersensitifitas terhadap makanan pada anak, identifikasi dini pasien yang mengalami penyakit alergi pada saluran pernafasan.10

(14)

Dermatophagoides farinae dan Blomia tropicalis), serbuk sari, bulu kucing, bulu anjing, lateks dan rumput dan alergen makanan yang terdiri dari susu sapi, tomat, soya, putih telur, kuning telur, ikan, coklat, jagung, kacang, tiram dan terigu.37

Uji tusuk kulit ini menentukan keberadaan antibodi IgE spesifik, apakah alergen ini yang mengeksaserbasi gejala DA maka hasil yang positif dari uji tusuk ini harus dipertimbangkan bersama dengan pemeriksaan anamnesis juga tindakan reduksi paparan alergen seperti uji coba penghindaran tungau debu maupun food challenge, dapat menentukan alergen yang berperan.27,37

2.2.7 Penatalaksanaan

Lima (5) penatalaksanaan Dermatitis Atopi berdasarkan Panduan Diagnosis dan Tata laksana Dermatitis Atopik di Indonesia yaitu :3

2.2.7.1 Edukasi dan pemberdayaan pasien serta pengasuh

Penjelasan mencakup semua masalah yang berkaitan dengan DA: apa itu DA, gejala, penyebab, faktor pencetus, prognosis, dan tata laksana serta perawatan kulit pasien DA.

2.2.7.2 Menghindari dan memodifikasi faktor pencetus lingkungan / modifikasi gaya hidup

(15)

2.2.7.3 Memperkuat dan mempertahankan fungsi sawar kulit yang optimal

Untuk memperbaiki sawar kulit dapat diberikan pelembab. Pelembab yang ideal adalah :

a. Efektif menghidrasi stratum korneum, serta menurunkan dan mencegah TEWL (TransepidermalWater Loss)

b. Dapat membuat kulit lembut, supel dan menurunkan TEWL c. Mengembalikan dan memperbaiki sawar lipid

d. Elegan dan dapat diterima secara kosmetik

e. Melembabkan kulit sensitif dengan bahan hipoalergenik, bebas pewangi dan nonkomedogenik

f. Harga terjangkau g. Tahan lama

h. Dapat diabsorpsi dengan cepat dan segera menghidrasi kulit

2.2.7.4 Menghilangkan penyakit kulit inflamasi

Untuk inflamasi dapat digunakan anti inflamasi topikal (kortikosteroid topikal dan inhibitor kalsineurin topikal) serta antibiotik topikal bila diperlukan.

2.2.7.5 Mengendalikan dan mengeliminasi siklus gatal-garuk

(16)

2.3 Kerangka Teori

Gambar 2.2 Kerangka Teori Genetik

• Riwayat atopi

• Disfungsi barier kulit

• abnormalitas imunologis

Lingkungan

• Paparan iritan

Paparan alergen

Dermatitis Atopik

Uji Tusuk Kulit

Uji Ig E spesifik

Tata laksana

• Edukasi

Menghindari dan memodifikasi faktor pencetus lingkungan

• memperkuat dan mempertahankan fungsi sawar kulit yang optimal

• Menghilangkan penyakit kulit inflamasi

(17)

2.4. Kerangka Konsep

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Gambar

Gambar 2.1 Disfungsi imunitas bawaan pada penderita DA.
Gambar 2.2 Kerangka Teori

Referensi

Dokumen terkait

- that is, largely occasional - poetry produces a tricky interaction between literary ambition and epideictic function, and the ways in which successive generations of English

Analisis data dengan deskriptif dan Analisis Medan Kekuatan (Force Field Analysis/FFA). Hasil menunjukkan 1) potensi pertanian Kelompok Tani Sumber Klopo I yakni:

Salah satu caranya adalah dengan mulai memilih, membeli, dan menggunakan produk-produk kayu dan turunannya seperti kertas dan tisu yang diproduksi secara lestari,

Perbedaan tarif angkutan kota (mikrolet) berdasarkan biaya operasi kendaraan antara trayek Terminal Kupang-Penfui dan Trayek Terminal Kupang-Perumnas dipengaruhi oleh

Pada tataran sintaksis terdapat juga kesalahan-kesalahan yang pada umumnya terdapat di kalangan orang dewasa seperti penggunaan reduplikasi (bentuk jamak) setelah

Angkatan Darat adalah daftar tanda pangkat yang digunakan di Tentara Nasional.. Indonesia Angkatan Darat hingga saat

Revolusi digerakkan secara menyelurh dan bersama-sama oleh suatu konsorium yang terdiri dari para tokoh nasional (birokrasi pemerintah, dunia usaha, tokoh agama,

28 Kementrian Agama RI, Alquran dan Terjemahannya (Jakarta: PT.. Bagaimana ia akan dapat menganjurkan dan mendidik anak untuk berbakti kepada Tuhan kalau ia sendiri