• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin (NGAL) dan Cystatin C Serum Terhadap Deteksi Cedera Ginjal Akut pada Pasien Sepsis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin (NGAL) dan Cystatin C Serum Terhadap Deteksi Cedera Ginjal Akut pada Pasien Sepsis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah cedera ginjal akut (CGA) dalam literatur barat dikenal sebagai acute

kidney injury (AKI), diciptakan oleh sebuah panel besar pakar internasional untuk

menggantikan istilah sebelumnya "gagal ginjal akut" (acute renal failure, ARF). CGA di unit perawatan intensif (UPI) sering dijumpai dan insidennya akhir-akhir ini meningkat dan berhubungan dengan peningkatan yang substansial dalam morbiditas dan mortalitas. CGA terjadi pada sekitar 7% dari seluruh pasien rawat inap dan sampai dengan 36% - 67% dari pasien kritis tergantung pada definisi yang digunakan. Berdasarkan studi pada lebih dari 75.000 orang dewasa dengan sakit kritis, CGA yang lebih parah terjadi pada 4% sampai 25% dari seluruh pasien yang masuk UPI. Rata-rata, 5% sampai 6% dari pasien UPI dengan CGA memerlukan terapi pengganti ginjal (TPG). Sepsis merupakan penyebab paling sering dari CGA di unit perawatan intensif. Pada penelitian multisenter di beberapa UPI yang melibatkan hampir 30 ribu pasien menyebutkan bahwa CGA yang berhubungan dengan sepsis dan presentasinya yang lebih parah yaitu sepsis berat dan syok sepsis, memberikan kontribusi 50% dari total kasus CGA di UPI. (Dennen, 2010) (Uchino,2005)

(2)

Sampai dengan saat ini dijumpai lebih dari 35 definisi CGA yang terdapat dalam berbagai literatur. Kelompok The Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) mengembangkan sistem untuk diagnosis dan klasifikasi dari berbagai gangguan akut fungsi ginjal yang dirangkum dalam akronim RIFLE yang merupakan singkatan untuk menggambarkan tingkat keparahan :Risk, injury, dan Failure, dan dua hasil luaran, Loss dan End-Stage Renal Disease (ESRD). Ketiga tingkat keparahan didefinisikan atas dasar perubahan dalam serum kreatinin atau produksi urin. Dari 2 hal tersebut (serum kreatinin atau produksi urin), yang terburuk yang akan digunakan. Kedua kriteria hasil luaran, loss dan ESRD, didefinisikan berdasarkan berapa lama hilangnya fungsi ginjal.Klasifikasi yang lebih baru untuk CGA berdasarkan sistem RIFLE telah diusulkan oleh Acute Kidney Injury

Network (AKIN). Sistem penentuan stadium baru ini berbeda dari klasifikasi

RIFLE dalam hal : mengurangi kebutuhan untuk kreatinin awal tetapi memerlukan setidaknya dua nilai kreatinin dalam waktu 48 jam, CGA didefinisikan sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba (dalam waktu 48 jam), saat ini didefinisikan sebagai peningkatan mutlak dalam kreatinin serum ≥ 0,3mg/dl (≥ 26,4 ìmol/l), persentase kenaikan kreatinin serum ≥ 50% (1,5 kali lipat dari awal), atau penurunan produksi urin (oliguria < 0,5 ml/kg/jam untuk > 6jam), yang pada klasifikasi RIFLE dimasukkan dalam Risk menjadi stadium 1 pada AKIN, dan juga mempertimbangkan peningkatan kreatinin serum ≥ 0,3mg/dl (≥ 26,4ìmol/l), klasifikasi RIFLE Injury menjadi stadium 2 dan Failure menjadi stadium 3, termasuk pasien yang memerlukan terapi pengganti ginjal terlepas dari stadium mereka berada pada saat terapi pengganti ginjal. Dua kelas hasil luaran yaitu loss dan ESRD dihapus pada klasifikasi AKIN. (Bellomo, 2004) (Mehta, 2007)

The 2011 Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) Clinical

Practice Guideline for Acute Kidney Injury (AKI) bertujuan untuk membantu

praktisi merawat orang dewasa dan anak-anak yang berisiko CGA atau dengan CGA, termasuk cedera ginjal akut yang disebabkan obat kontras (Contrast

Induced-Acute Kidney Injury). Definisi dan stadium CGA didasarkan pada kriteria

(3)

klinisi tersebut masih menggunakan kriteria kreatinin dan output urin untuk menggambarkan ringan beratnya disfungsi ginjal. Sayangnya, kreatinin merupakan indikator yang kurang dapat diandalkan selama perubahan akut pada fungsi ginjal. Pertama, konsentrasi kreatinin serum tidak mungkin berubah sampai sekitar 50% dari fungsi ginjal telah hilang. Kedua, kreatinin serum tidak akurat menggambarkan fungsi ginjal sampai keadaan stabil telah tercapai, yang mungkin memerlukan beberapa hari. (Kellum, 2012)

Oleh karena itu saat ini dibutuhkan penanda biologis dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yang dapat mendeteksi CGA lebih awal sebelum terjadi peningkatan kreatinin agar intervensi terapi dapat juga dilakukan lebih cepat. Saat ini terdapat beberapa penanda biologis yang telah digunakan untuk deteksi awal CGA seperti cystatin c, NGAL, KIM-1, IL-18, dan lainnya. Penanda biologis ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. (Uchino, 2005)

Devarajan pada tahun 2008 meneliti tentang penanda baru pada penyakit ginjal menggunakan NGAL. Insidensi dari cedera ginjal akut dan penyakit ginjal kronis telah mencapai proporsi epidemic. Dalam kedua situasi tersebut, intervensi awal secara signifikan dapat memperbaiki prognosis. Walaupun begitu, biomarker non invasive, prediktif, dan penanda lebih awal telah memperbaiki kemampuan kita untuk memberikan terapi efektif yang potensial terhadap kondisi klinis yang umum dijumpai. Saat ini telah didapati biomarker yang menjanjikan untuk mendeteksi cedera ginjal akut dan penyakit ginjal kronis yaitu neutrophil

gelatinase-associated lipocalin (NGAL). (Devarajan, 2008)

(4)

sampel klinis dari penelitian kohort dengan sampel yang besar dan dari beragam situasi klinis lainya. (Devarajan,2008)

Dai pada tahun 2015 meneliti tentang nilai diagnostic dari NGAL, Cystatin C, dan soluble triggering receptor yang diekspresikan pada sel myeloid-1 pada pasien yang dirawat di ICU dengan sepsis yang berhubungan dengan cedera ginjal akut. 121 pasien dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok dengan sepsis yang menjadi non-CGA sepsis (n= 57) dan kelompok sepsis dengan CGA (n= 55). Spesimen plasma dan urin dikumpulkan pada saat pasien masuk dan setiap 24 jam selama 2 jam, kemudian diperiksa kadar NGAL, Cystatin C, dan TREM-1. Lalu kemudian hasilnya dibandingkan yaitu pada saat masuk, pada saat didiagnosis, dan 24 jam sebelum diagnosis. Didapati bahwa kedua plasma dan urin dari NGAL, Cystatin C, dan TREM-1 secara signifikan berhubungan dengan perkembangan CGA pada pasien dengan sepsis. Dibandingkan dengan kelompok sepsis non-CGA, pada kelompok sepsis dengan CGA didapati kadar biomarker tersebut meningkat secara signifikan pada saat diagnosis dan 24 jam sebelum didiagnosis CGA (P <0.01). Nilai diagnostic dan prediktif dari NGAL plasma dan NGAL urin didapati baik, dan Cystatin C, TREM-1 plasma dan Cystatin C, TREM-1 urin didapati cukup. Sehingga plasma dan urin dari NGAL, Cystatin C, dan TREM-1 dapat digunakan sebagai biomarker diagnostic dan prediktif pada pasien dengan sepsis yang dirawat di ICU. (Dai, 2015)

(5)

Cystatin C adalah anggota super famili cystatin dari inhibitor protease sistein dengan berat molekul rendah 13,3 kDa yang disintesis oleh semua sel berinti pada tingkat produksi konstan. Hal ini disaring secara bebas di glomerulus dan tidak diserap, meskipun dimetabolisme oleh tubulus ginjal, yang membatasi kegunaannya bila pengukuran dilakukan pada urin. Kebanyakan studi yang dilakukan menunjukkan cystatin C menjadi prediktor laju filtrasi glomerulus yang lebih baik dibandingkan kreatinin.8 Rosental S dkk (2004) melakukan penelitian pada 85 pasien yang berisiko tinggi untuk berkembang menjadi CGA menggunakan kriteria RIFLE, kreatinin serum dan cystatin C diukur setiap hari. 44 pasien yang mengalami CGA, peningkatan cystatin C (>50% dari baseline) mendahuluinya peningkatan kreatinin sebesar 1,5 hari. (Herget-Rosenthal, 2004)

Hasil penelitian yang berbeda ditunjukkan oleh Royakkers dkk (2009) yang melakukan penelitian pada 151 pasien di UPI untuk mengevaluasi apakah serum dan urin cystatin c dapat memprediksi cedera ginjal akut lebih awal dan kebutuhan akan terapi pengganti ginjal. Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa baik serum maupun urin cystatin c merupakan penanda biologis yang buruk untuk prediksi cedera ginjal akut dan kebutuhan akan terapi pengganti ginjal.(Royakkers, 2011)

Mishra dkk. secara prospektif mengambil sampel urin dan serum serial dari 71 anak menjalani cardiopulmonary bypass untuk koreksi bedah penyakit jantung bawaan. Dua puluh anak berkembang menjadi CGA, didefinisikan sebagai peningkatan 50% kreatinin serum. Kadar NGAL urin pada 2 jam menjalani CPB hampir secara sempurna memprediksi pasien akan berkembang menjadi CGA (AUC-ROC 0,998). NGAL serum lebih inferior daripada NGAL urin untuk identifikasi CGA. (Mishra, 2005)

(6)

menjanjikan untuk dimasukkan dalam penanda biologis CGA urin. (Liangos, 2006)

Parikh dkk (2005) menunjukkan pada penelitiannya bahwa IL-18 urin secara signifikan mengalami up regulasi hingga 48 jam sebelum peningkatan serum kreatinin pada pasien dengan sindrom gangguan pernapasan akut yang berkembang menjadi CGA, dengan AUC 0, 73, dan mewakili prediktor independen kematian pada kelompok ini.(Parikh, 2005)

Aydogdu dkk, secara prospektif mengambil sampel darah dan urin serial dari 151 pasien yang menderita sepsis di ICU. Enam puluh enam pasien yang menderita sepsis tanpa AKI. Kadar NGAL plasma setelah 8 hari perawatan ICU meningkat (AUC-ROC 0,44) dan kadar NGAL urin setelah 8 hari perawatan ICU juga meningkat (AUC-ROC 0,80). Dengan sensitivitas 88% dan spesifisitas 73%. Sementara kadar plasma Cystatin C setelah 8 hari perawatan ICU meningkat (AUC-ROC 0,82) dan kadar urin Cystatin C setelah 8 hari perawatan ICU meningkat (AUC-ROC 0,86). Dengan sensitivitas 85% dan spesifisitas 80%. (Aydogdu, 2013)

(7)

1.2 Rumusan Masalah

Apakah NGAL serum memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibanding cystatin C serum dalam mendiagnosa cedera ginjal akut (CGA) pada pasien sepsis yang dirawat di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.3 Hipotesis

NGAL serum memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibanding cystatin C serum dalam mendiagnosa cedera ginjal akut (CGA) pada pasien sepsis yang dirawat di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Untuk memperoleh alternatif penanda biologis yang baik untuk mendiagnosa cedera ginjal akut (CGA) pada pasien sepsis di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.4.2 Tujuan khusus

a) Untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas serum NGAL dalam mendiagnosa cedera ginjal akut pada pasien sepsis di RSUP Haji Adam Malik Medan.

b) Untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas serum cystatin C dalam mendiagnosa cedera ginjal akut pada pasien sepsis di RSUP Haji Adam Malik Medan.

(8)

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber rujukan tambahan dalam penelitian lanjutan tentang penanda biologis dalam mendiagnosa cedera ginjal akut pada pasien sepsis di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.5.2 Manfaat Pelayanan

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi portal e-commerce kain troso di Kabupaten Jepara ini mampu mengakomodasi pengusaha kain troso di kabupaten Jepara dalam hal mempromosikan produk mereka

bahwa mayoritas responden menyatakan setuju terhadap pernyataan tersebut. Pada pernyataan ketiga , “ Saya berusaha mengkreasikan konsep

Golongan remaja pada hari ini tidak boleh menghabiskan masa dengan melepak dan melakukan perbuatan yang negatif.. 6 Apabila berbincang, ahli-ahli mesyuarat menyuarakan pendapat

Di antara ciri- ciri

Penggunaan mulsa plastik secara nyata berpengaruh meningkatkan hasil biji jagung per tanaman, tetapi tumpangsari dengan kacang gude (C. cajan) pada

Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh perencanaan program terhadap efektivitas corporate social responsibility dikarenakan

Bahan: 2 helai kertas lukisan, berus gigi lama, bekas pembancuh warna, warna poster, gunting2. Bidang: Membuat corak dan rekaan Tajuk: Corak

Penelitian siklisasi lateks karet alam dengan katalis asam sulfat ini dilakukan untuk mengetahui kinetika reaksi siklisasi lateks karet alam dan nilai konstanta