• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kadar Formalin dan Zat Pewarna Pada Mie Sagu yang di Jual di Pasar Tradisional Bengkalis Riau Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kadar Formalin dan Zat Pewarna Pada Mie Sagu yang di Jual di Pasar Tradisional Bengkalis Riau Tahun 2012"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Mie Sagu

Mie sagu digolongkan kedalam mie basah dan mie kering, diman man sagu merupakan makanan berbentuk khas mie yang tidak dikeringkan dan ada juga yang dikeringkan. Mie sagu yang basah paling cepat mengalami kerusakan atau pembusukan terutama terutama karena dalam pembutan tidak menggunakan bahan pengawet sehingga pemakaiannya untuk diolah lebih lanjut menjadi mie siap saji dibandingkan yang kering.

2.1.1. Bahan Baku Mie Sagu

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan mie sagu adalah tepung sagu, air, telur, garam, perasa, dan minyak makan. Semua bahan harus dalam kondisi baik, misalnya tepung sagu harus dalam kondisi tidak berbau apek, bewarna normal, bersih, bebas jamur dan serangga. Air merupakan komponen penting dalam mempengaruhi bentuk, tekstur, bau dan rasa juga harus dalam kondisi baik, begitu juga dengan bahan-bahan lainnya.

2.2. Pengertian Pangan

(2)

a) Pangan Segar

Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan, yang dapat dikonsumsi langsung atau disajikan bahan baku pengolahan pangan. Misalnya beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar.

b) Pangan Olahan

Makanan atau pangan olahan tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut.

c) Pangan Siap Saji

Pangan siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah diolah dan biasanya langsung disajikan ditempat usaha atau diluar tempat usaha atas dasar pesanan.

Pangan yang dikonsumsi secara teratur setiap hari tidak hanya sekedar memenuhi ukuran kuantitas saja namun juga harus memenuhi unsur kualitas, unsur kuantitas sering dikaitkan dengan jumlah makanan yang harus dikonsumsi. Bagi mereka, ukuran cukup mungkin adalah kenyang. Atau yang penting sudah makan. Sedangkan ukuran kualitas adalah terkait dengan nilai-nilai intrinsik dalam makanan tersebut sepertinya keamanannya, gizi dan penampilan makanan tersebut.

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (UU RI,1996).

(3)

kekhawatiran akan keamanan zat kimia yang biasa digunakan dalam pengawetan pangan telah mendorong sejumlah Negara untuk membatasi atau melarang penggunaan dalam pangan (WHO,1991).

2.3. Bahan Tambahan Pangan

2.3.1. Pengertian dan Tujuan Penggunaan

Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/XI/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biayanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, dan penyimpanan.

Tujuan pengguanan bahan tambahan pangan adalah meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preperasi bahan pangan.

(4)

2.3.2. Jenis-Jenis Bahan Tambahan Pangan

pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu bahan tambahan pangan yang ditambah dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, citarasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan dalam proses produksi, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penangannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida herbisida, fungisida, dan rodentsia), antibiotic, dan hidro karbon aromatic polisiklis.

(5)

Penggolongan Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan oleh Departemen Kesehatan yang diatur dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, yaitu:

1. Antioksidan (Antioxidant) 2. Antikempal (Anticaking Agent)

3. Pengatur Keasaman(Acidity Regulato ) 4. Pemanis Buatan (Artificial sweetetrner)

5. Pemutih dan Pematang Telur (Flour Treatment Agent)

6. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener) 7. Pengawet (Preservative)

8. Pengeras (Firming Agent) 9. Pewarna (Colour)

10.Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer) 11.Sekuasteran (Sequesterant)

Bahan Tambahan Pangan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut :

1. Natrium Tetraborat (Boraks) 2. Formalin (Formaldehyd)

3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils) 4. Kloramfenicol (Chloramfenicol)

5. Kalium Klorat (POttasium Chlorate)

(6)

8. P-Phenethylcarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea 9. Asam salisilat dan garamnya (Salicyclic Acid and its salt) 2.4. Bahan Pengawet

2.4.1. Pengertian Bahan Pengawet

Pengawetan yaitu suatu teknik atau tindakan yang digunakan oleh manusia pada bahan pangan sedemikian rupa, sehingga bahan tersebut tidak mudah rusak. Istilah awet merupakan pengertian relative terhadap daya awet alamiah dalam kondisi yang normal. Daya keawetan bahan berbeda beberapa hari beberapa bulan.

Dalam pangan dapat diawetkan dalam keadaan segar atau berupa bahan olahan. Dalam teknologi pangan, pengertian pengawetan tidak sekedar memperpanjang umur pakai dan daya guna bahan, tetapi pengawetan sering merupakan bagian dari pengolahan hasil pertanian yang tidak terpisahkan. Pengawetan dapat merupakan bagian utama proses pengolahan.

(7)

2.4.2. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet

Secara ideal, bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba yang penting dan kemudian memecah senyawa yang berbahaya menjadi tidak berbahaya dan tidak toksik. Bahan pengawet akan mempengaruhi dan menyeleksi jenis mikroba yang dapat hidup pada kondisi tersebut. Derajat penghambatan terbaik kerusakan bahan pangan oleh mikroba bervariasi dengan jenis bahan pengawet yang digunakan dan besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrasi bahan pengawet yang digunakan.

Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut:

1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat pathogen maupun yang tidak phatogen.

2. Memperpanjang umur simpan pangan

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.

4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkulitas rendah. 5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan pengguanaan bahan yang salah

satu atau tidak memenuhiu persyaratan.

6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan. 2.4.3. Jenis Bahan Pengawet

(8)

Zat pengawet anorganik yang masih sering digunakan adalah sulfite, hydrogen, peroksida, nitrat dan nitrit. Selain untuk mencegah tumbuhnya bakteri Clostridium botulinum, senyawa juga berfungsi untuk mempertahankan warna dan menghambat pertumbuhan mikroba pada proses curing daging.

2. Zat Pengawet Organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organic ini digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yangn sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah asam sorbet, asam propionate, asam benzoate, asam asetat dan epoksida.

Pengawet yang berasal dari senya organic biasanya digunakan untuk produk-produk olahan nabati seperti roti, sari buah, minuman ringan serta selai dan jeli.

2.5. Formalin

2.5.1. Pengertian Formalin

(9)

Formalin mempunyai banyak nama kimia yang biasa yang kita dengar masyarakat, diasntaranya formol, methylene aldehyde, paraforin, morbicid, oxomethane, polyoxymethyleneglycols, methanol, formofrom, superlysoform formic aldehyde, formalith, tetraoxymethylene, methyl oxide, karsan, trioxane, oxymethylene dan methylene glycol (Nurheti, 2007).

Formalin yang biasa ditambahkan pada makanan adalah larutan 30-50% gas formaldehid, untuk stabilitas dalam larutan formalin biasanya mengandung methanol 10-15%. Formalin mempunyai bau yang menyengat dan dapat menimbulakan pedih pada mata. Senyawa ini termasuk golongan aldehid yang paling sederhana karena hanya mempunyai satu atom karbon (Murtini dan Widyaningsih, 2006).

2.5.2. Fungsi Formalin

(10)

berbagai pengawet konsumen seperti pembersih rumah tangga ciaran pencuci piring pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet.

Di dalam industri perikanan, formalin digunakan menghilangkan bakteri yang biasa hidup disisik ikan. Formalin diketahui sering digunakan dan efektif dalam pengobatan penyakit ikan akibat ektoparasit seprti fluke dan kulit lender. Meskipun demikian, bahan ini juga sangat beracun bagi ikan. Ambang batas amannya sangat rendaah sehingga terkadang ikan yang diobati malah mati akibat formalin dari pada akibat penyakitnya. Formalin banyak digunakan dalam pengawetan sampel ikan untuk keperluan penelitian dan identifikasi. Di dunia kedokteran formalin digunaknan dalam pengawetan mayat (Yuliarti, 2007).

2.5.3. Sifat Formalin

Formaldehid adalah salah satu zat tambahan makanan yang dilarang. Dipasaran zat ini dikenal dengan nama formalin dengan rumus CH20. Formalin

(11)

dengan fenol, keton, dan resin. Bila menguap di udara,berupa gas tidak bewarna, dengan bau yang tajam menyengat. (Mark, 2009).

Pengawet ini memiliki unsure aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein, karenanya ketika disiramkan ke makanan seperti tahu, formalin akan mengikuti unsur protein mulai dari bagian permukaan tahu hingga terus meresap kebagian dalamnya. Dengan matinya protein setelah terikat unsur kimia dari formalin maka bila ditekan tahu teras lebih kenyal. Selain itu protein yang telah mati tidak akan diserang oleh bakteri pembusuk yang menghasilakn senyawa asam, itilah sebabnya tahu atau makanan berformalin lainnya menjadi lebih awet.

(12)

2.5.4. Dampak Penggunaan Formalin Terhadap Kesehatan

Sangat kita pahami bahwa formalin sangat berbahaya jika digunakan tidak sewajarnya mengingat formalin zat yang bersifat karsiogonik atau bias yang menyebabkan kanker. Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing menunjukkan bahwa pemberian formalin pada dosis tertentu pada jangka panjang bias mengakibatkan kanker saluran cerna seperti adenocarcinoma pylorus, preneoplastic, hyperplasia pylorus dan adenocarcinoma duodenum. Penelitian menyebutkan peningkatan resiko kanker laring (tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan.

Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dibuang keluar bersama cairan tubuh. Dengasn demikian keberadaan formalin dalam darah sulit dideteksi. Kekebalan tubuh sangat berperan pada berdampak tidaknya formalin didalam tubuh. Jika kekebalan tubuh atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin formalin berkadar rendah sekalipun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan. Anak-anak, khisusnya bayi dan balita, adalah salah satu kelompok usia yang rentan mengalami gangguan ini.

(13)

memudahkan bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh dan sulit dikeluarkan. Hal ini juga lebih mengganggu pada penderita gangguan saluran cerna yang kronis seperti pada penderita autism, penderita alergi dan sebagainya. (Yuliarti, 2007).

Efek samping penggunaan formalin tidak secara langsung akan terlihat. Efek ini hanya terlihat secara kumulatif, kecuali jika seseoarang mengalami keracunan formalin dengan dosis tinggi. Keracunan formalin bisa menyebabkan iritasi lambung dan alergi. Formalin juga bersifat karsinogen (bersifat kanker) dan mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel). Dalam kadar yang sangat tinggi formalin bias menyebabkan kegagalan peredaran darah yang ber muara pada kematian.

Efek akut penggunaan formalin adalah :

1. Tenggorokan dan perut terasa terbakar, tenggorokan terasa sakit untuk menelan

2. Mual, muntah dan diare

3. Mungkin terjadi pendarahan dan sakit perut yang hebat 4. Sakit kepala dan hipotensi (tekanan darah rendah) 5. Kejang, tidak sadar hingga koma; dan

6. Kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pancreas, serta sistem susunan saraf pusat dan ginjal.

Sementara, efek kronis akibat penggunaan formalin adalah : 1. Iritasi pada saluran pernapasan

2. Muntah-muntah dan kepala pusing 3. Rasa terbakar pada tenggorokan

(14)

5. Bila dikonsumsi menahun dapat mengakibatkan kanker

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, berikut adalah dampak buruk formalin bagi tubuh manusia :

a. Kulit : Iritatif, kulit kemerahan, kulit seperti terbakar, alergi kulit b. Mata : Iritatif, mata merah, dan berair dan hingga kebutaan c. Hodung : Mimisan

d. Saluran Penapasan : Iritasi lambung, mual, muntah, mules e. Hati : Kerusakan hati

f. Paru-paru : radang paru-paru karena zat kimia (pneumonitis)

g. Saraf : Sakit kepala, lemas, susah tidur, sensitive, sukar konsentrasi, mudah lupa

h. Ginjal : Kerusakan ginjal

i. Organ Reproduksi : Kerusakan tesis dan ovarium, gangguan menstruasi sekunder

2.6. Bahan Pengawet Pengganti Formalin

Menurut BPOM-RI (2006), formalin alternative pangganti formalin yang sudah diuji cobakan dibeberapa UKM adalah formula 1/20 Na-asetat. Dalam

(15)

Menurut Sukesi (2006). Unutk mengurangi kandungan formalin, ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kandungan formalin tersebut dalam makanan yang bersangkutan dengan tidak mengeluarkan biaya, hanya bagaimana cara memperlakukan bahan makanan itu sebelum dikonsumsi. Formalin dalam makanan tidak dapat dihilangkan, namun dapat diminimalisir. Deformalinisasi dapat dilakukan untuk mengurangi kadar formalin pada makanan, yaitu dengan melakukan perendaman bahan makanan kedalam tiga macam larutan yaitu : air, air garam dan air leri. Perndaman yang dilakukan dalam air selama 60 menit mampu menurunkan kadar formalin sampai 61,25%. Dengan air leri mampu menurunkan kadar formalin sampai 66,03%, sedangkan pada air garam dapat mengurangi kadar formalin hingga 89,53%. Deformalisasi pada mie baiknya dilakukan perendaman air panas selama 30 menit

2.7. Zat Pewarna

2.7.1. Definisi Zat Pewarna

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.

(16)

Menurut Syah (2005), penambahan bahan pewarna pada makanan umumnya bertujuan :

1. Untuk memberi kesan menarik bagi konsumen 2. Menyeragamkan warna makanan

3. Mensetabilkan warna selama penyimpanan

Hidayat (2006), menambahkan pewarna makanan harus memiliki syarat aman dikonsumsi, artinya kandungan bahan pada pewarna tersebut tidak mengakibatkan gangguan pencernaan maupun kesehatan saat dikonsumsi dalam jumlah sedikit ataupun banyak serta tidak menunjukkan bahaya apabila dikonsumsi secara terus menerus.

Menurut Syah (2005) ada beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan :

1. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara, atau temperaturyang ekstrim akibat proses pengolahan dan penyimpanan.

2. Memperbaiki variasi alami warna. Produk pangan yang salah warna akan diasosiasikan dengan kualitas rendah. Tujuan penambahan warna untuk menutupi kualitas yang buruk sebetulnya sebetulnya tidak diterima apalagi menggunakan warna berbahaya.

3. Membuat identitas produk pangan. Identitas eskrim strawbery adalah merah. Permen rasa min akan berwarna hijau muda.

(17)

5. Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selamaproduk simpan.

Menurut Hidayat (2006) bahan pewarna yang diedarkan, pada kemasannya harus menunjukkan adanya tanda yang telah yang telah ditentukan oleh pemerintah melalui keputusan Dirjen POM No.01415/B/SK/IV/1991 tentang Tanda Khusus Makanan, garis tepi bewarna hitam dengan huruf M yang menyentuh garis tepi (pasal 3 ayat 1). Tanda khusus harus diletakkan sedemikian rupa agar mudah terlihat (ayat 2) dan ukuran yang sesuai dengan kemasan, tebal garis minimal 1 mm (ayat 3).

2.7.2. Jenis Zat Pewarna

Menurut Hidayat (2006). Berdasarkan sumbernya di kenal dua jenis pewarna yang termasuk dalam golongan tambahan pangan, yaitu :

1. Pewarna Alami

Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nutrisi (karotenoid, ribflavin, dan kolabamin), merupakan bumbu atau pemberi rasa kebahan olahannya. Konsumen sekarang ini banyak menginginkan bahan alami yang masuk dalam daftar diet mereka. Banyak pewarna olahan makanan yang tadinya menggunakan pewarna sintetik berpindah kewarna alami.

(18)

untuk warna merah. Pewarna alami ini aman untuk dikonsumsi namun mempunyai kelemahan, yaitu ketersediaan bahannya yang terbatas dan warnanya tidak homogen sehingga tidak cocok digunakan industri makanan dan minuman. Penggunaan bahan alami untuk produk misal akan membuat biaya produk menjadi lebih mahal dan lebih sulit karna sifat karena sifat pewarna alami tidak homogen sehingga sulit menghasilkan warna yang stabil. (Syah, 2005).

Menurut Hidayat (2006), jenis-jenis pewarna alami yang biasa digunakanuntuk mewarnai alami :

a. Karoten, menghasilkan warna jingga sampai merah. Biasanya digunakan untuk

mewarnai produk-produk minyak dan lemak seperti minyak goreng dan

margarin. Dapat diperoleh dari wortel, pepaya, dan sebagainya.

b. Biksin, memberikan warna kuning seperti mentega. Biksin diperoleh dari biji pohon bixa orellana yang terdapat didaerah tropis dan sering digunakan untuk mewarnai mentega, margarine, dan minyak jagung. c. Karamel, berwarna coklat gelap dan merupakan hasil dari hidrolisis

(pemecahan) karbohidrat, gula pasir, laktosa. Karamel terdiri dari 3 jenis, yaiuu karamel tahan asam yang sering digunakan untuk minuman berkarbonat, karamel cair untuk roti dan biskuit, serta karamel kering. d. Klorofil, menghasilkan warna hijau, diperoleh dari daun. Banyak

(19)

e. Antosianin, penyebab warna merah, orange, ungu, dan biru banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti bunga mawar, pacar air, kembang sepatu, bunga tasbih, krisan, buah apel, chery, strowbery, buah manggis, umbi ubi jalar, dan anggur.

f. Kurkumin, berasal dari kunyit sebagai salah satu bumbu dapur sekaligus pemberi warnakuning pada makanan.

2. Pewarna Sintetis

Di Negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakansebagai pewarna pangan. Zat pewarna yang diizinkan pengguaannya dalam pangan disebut sebagai permitted color atau certifed color (Cahyadi, 2008).

Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya, yang disebut dengan proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap terhadap zat pewarna tersebut. Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun.

(20)

ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan disamping itu, harga zat pewarna untuk pangan. Di samping itu warna dari zat pewarna tekstilatau kulit biasanya lebih menarik.

Tabel 2. Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan Di Indonesia

Nama (Indonesia) Nama (Inggris) Batas Maksimum Penggunaan Biru berlian Brillian blue FCF : CI 100 mg/kg

Coklat HT Chocolate brown HT 300 mg/kg Eritrosin Food red 2 Erritrosin :

CI Indigotin Green 4 Indigotin : CI.

Food

300 mg/kg Ponceau 4R Blue I Ponceaeu 4R :

CI

300 mg/kg

Karmoisin Carmoisine 300 mg/kg

Merah alura Allura red 300 mg/kg

Kuning kuinolin Quinoline yellow CI. Food yellow 13

300 mg/kg Kuning FCF Sunset yellow FCF CI.

Food yellow 3

300 mg/kg Riboflavina

Tartrazine

Riboflavina Tartrazine 300 mg/kg

Sumber : Peraturan Menkes RI, Nomer 722/Menkes/Per/IX/1988 2.8. Dampak Zat Pewarna Buatan Terhadap Kesahatan

(21)

Pemakaian zat pewarna pangan sintetis dalam pangan walaupun mempunyai dampak positip bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak negitip terhadap kesehatan manusia (Cahyadi, 2008).

Menurut Yuliarti (2007), beberapa jenis pewarna makanan yang harus dibatasi pengguannya diantaranya amaranth, allura merah, citrus merah, caramel, erithosin, indogorine, karbon hitam,ponceou SX, fast greenFCF,dan kurkumin.

Amaranth dalam jumlah besar dapat menimbulkan tumor, reaksi alergi pada pernapasan dan dapat mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak. Allura merah biasa memicu kanker limpa, sedangkan caramel dapat menimbulkan efek pada sistem saraf dan dapat dan dapat menyebabkan gangguan kekebalan. Pengguaan tartrazine secara berlebihan menyebabkan reaksi alergi, asma, dan hiperaktif pada anak.

Fast Green FCF yang berlebihan akan menyebabkan reaksi alergi dan produksi tumor, sedangkan sunset yellow dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah, dan gangguan pencernaan. indigotis dalam dosis tertentu akan dapat mengakibatkan sensitivitas pada penyakit yang disebabkan oleh virus serta mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak dan efek yang kurang baik pada otak dan prilaku, sedangkan Ponceueo SX dapat mengakibatkan kerusakan sistem urin, kemudian karbon hitam dapat memicu timbulnya tumor.

(22)

1. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang. 2. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam waktu jangka lama

3. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan tubuh yang berbeda-beda, yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan sehari-hari, dan keadaan fisik.

4. Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna sintetis secara berlebihan

5. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan.

Bahan pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan (food grade) harus dibatasi jumlahnya karena pada dasrnya setiap benda sintetis yang masuk kedalam tubuh kita akan mempengaruhi kesehatan jika digunakan dalam dosis tertentu dalam jangka waktu tertentu.

Tabel 3. Bahan Pewarna

Bahan Pewarna Nomer Indeks Warna (C.I.No)

Citrus red No. 2 12156

Ponceau 3 R (Red G) 1655

(23)

Sumber : Peraturan Menkes RI. Nomer 722/Menkes/Per/IX/1988

Dari berbagai jenis pewarna tekstil yang disalah gunakan sebagai pewarna makanan, yang paling banyak digunakan adalah Rhodamin B dan Methnyl Yellow. Padahal keduanya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang mungkin baru muncul bertahun-tahun setelah kita mengkonsumsinya. Rhodamin B sebenarnya adalah pewarna untuk kertas, tekstil, dan reagensia untuk pengujian antimony, cobalt dan bismut. Zat warna sintetis adalah berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna merah keunguan, dalam larutan bewarna merah terang berpendar (berfluorescensi). Bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. Bila Rhodamin B tersebut masuk melalui makanan maka akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan air kencing berwarna merah ataupun merah muda (Yuliarti,2007).

Methanyl Yellow adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk berwarna kuning kecoklatan, larut dalam air. Methanyl Yellow dapat menimbulkan tumor dalam berbagai jaringan hati, kandung kemih, saluran pencernaan atau jaringan kulit.

2.9. Tahapan Pembuatan Mie Sagu Tahapan pembutan mie sagu yaitu : 1. Pencampuran Bahan

(24)

2. Pengulenan Adonan

Adonan yang sudah berbentuk gumpalan selanjutnya diuleni. Pengulenan pengulenan ini dapat menggunakan alat kayu berbentuk silendris. Pengulenan dilakukan secar berulang-ulang sampai adonan kalis ( halus ).

3. Pembentukan Lembaran

Adonan yang kalis sebagian dimasukkan ke dalam mesin pembuat mie untuk mendapatkan lembaran-lembaran. Pembentukan lembaranini di ulang beberapa kali untuk mendapatkan lembaran yang tipis ( tebal 0,8 mm ) 4. Pembentukan mie sagu

Proses pembentukan / pemotongan mie sagu dilakukan dengan alat pencetak mie ( roll press ) manual dengan tenaga atau yang digerakkan oleh tenaga listrik. Lembaran adonan yang tipis dimasukkan kedalam alat pencetak sehingga terbentuk mie sagu yang panjang.

5. Perebusan

Mie sagu yang telah dibentuk dimasukkan dalam panci yang berisi air mendidih. Mie direbus selama 2 menit sambil diaduk perlahan. Perebusan jangan terlalu lama karena akan membuat mie sagu menjadi lembek.

6. Pendingingan

Mie sagu hasil perebusan kemudian ditriskan, selanjutnya didinginkan secara cepat dengan disiran air dingin, agar mie sagu tidak lengket diberi minyak goring sambil diduk-aduk hingga merata.

(25)

Mie sagu dijemur atau di open untuk mendepatkan mie sagu yang kering. 2.9.1. Gambaran Pembuatan Mi Sagu

.

Sumber : Pedoman Teknis Pengolahan Mie Sagu,2006 Penirisan

Pencampuran Minyak

kacang/goreng

Adonan awal Tepung sagu Pencampuran dalam

molen Tepung sagu

Mi sagu

Pengemasn dengan karung dan plastik

Tawas, air, dan pewarna

(26)

Gambar

Tabel 2. Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan Di Indonesia
Tabel 3. Bahan Pewarna

Referensi

Dokumen terkait

Dengan melihat kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan oleh pelanggan maka penulis dapat menganalisa kebutuhan proses yang dapat diterapkan dalam sistem ini. Adapun

[r]

Dengan perencanaan produksi yang baik maka perusahaan dapat memenuhi permintaan sesuai dengan keinginan konsumen dan perusahaan juga dapat memberikan batas waktu kepada konsumen

Demikian surat pengumuman ini disampaikan untuk diketahui dan bagi peserta yang termasuk dalam Daftar Pendek Konsultan (shortlist) dapat mengikiuti proses seleksi tahap

Pelaksanaan IKM agar dilaksanakan secara periodik untuk mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan secara berkala dan memperoleh gambaran secara obyektif mengenai

Berita Acara Pemberian Penjelasan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari. Dokumen Pengadaan, Apabila dalam Berita Acara Pemberian Penjelasan ini

Pada penelitian ini, proses klasifikasi hutan mangrove dilakukan dengan menggunakan metode klasifikasi yang menghasilkan nilai akurasi terbesar pada proses analisis