• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Bauran Pemasaran 7P Terhadap Tingkat Penjualan Jasa Pada Rumah Sakit Umum Vina Estetica Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Bauran Pemasaran 7P Terhadap Tingkat Penjualan Jasa Pada Rumah Sakit Umum Vina Estetica Medan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Jasa

Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa itu sendiri mempunyai banyak arti, dari mulai pelayanan personal sampai jasa sebagai suatu produk. Jadi pada dasarnya, jasa merupakan semua aktivitas ekonomi yang

hasilnya bukan berbentuk fisik atau konstruksi, yang umumnya dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan dan memberikan nilai tambah (seperti misalnya

kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen (Lupiyoadi, 2006:5).

Menurut Kotler dan Keller (2008:36), jasa adalah setiap tindakan atau

kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apa pun. Produksi jasa bisa

berkaitan dengan produk fisik atau sebaliknya.

Menurut Payne dalam Yazid (2005:3), jasa adalah aktivitas ekonomi yang mempunyai sejumlah elemen (nilai atau manfaat), yang melibatkan sejumlah

(2)

produksi suatu jasa bisa memiliki atau bisa juga tidak mempunyai kaitan dengan produk fisik.

Menurut Berry dalam Yazid (2005:2), jasa merupakan deeds (tindakan,

prosedur, aktivitas), proses-proses, dan unjuk kerja yang intangibel.

Dari definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa dalam jasa selalu ada

interaksi antara pihak konsumen selaku penerima jasa dengan pihak produsen selaku penyedia jasa.

2.1.2 Karakteristik Jasa

Jasa tidak dapat ditimbun seperti barang-barang lain, hal ini disebabkan jasa memiliki karakteristik-karakteristik yang unik. Menurut Tjiptono (2005:18), jasa

memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Tidak Berwujud (Intangibility)

Jasa berbeda dengan barang. Jika barang merupakan suatu objek, alat, atau

benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja, atau usaha. Bila barang dapat dimiliki, maka jasa hanya dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki. Jasa bersifat

intangible, artinya tidak dapat dilihat, dirasa diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli. Konsep intangible ini sendiri memiliki dua pengertian, yaitu :

a. Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa

b. Sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diformulasikan, atau dipahami

secara rohaniah.

(3)

Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus

dalam pemasaran jasa. Keduanya mempengaruhi hasil dari jasa tersebut. Dalam hubungan penyedia jasa dan pelanggan ini, efektivitas individu yang menyampaikan

jasa merupakan unsur penting. Dengan demikian, kunci keberhasilan bisnis pada jasa ada pada proses rekrutmen, kompensasi, pelatihan, dan pengembangan karyawannya.

3. Keragaman (Variability)

Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan

dimana jasa tersebut dihasilkan. Ada tiga faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa yaitu kerja sama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa, moral/motivasi karyawan dalam melayani pelanggan, dan beban kerja perusahaan.

4. Tidak Tahan Lama (Perishability)

Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Kursi

pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau jam tertentu tanpa pasien di tempat praktik dokter gigi akan berlalu/hilang begitu saja karena tidak dapat disimpan. Dengan demikian bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan

berlalu begitu saja.

Dalam hal manajemen permintaan, penyedia jasa memiliki lima alternatif

(4)

Kedua, meningkatkan permintaan pada periode sepi. Ketiga, ’menyimpan’ permintaan dengan sistem reservasi dan janji (appointments). Keempat, menerapkan sistem antrian sehingga pelanggan harus menunggu giliran untuk dilayani. Kelima,

mengembangkan jasa atau pelayanan komplementer.

Dalam rangka mengelola penawaran, juga terdapat lima alternatif strategi

yang bisa dilakukan. Pertama, menggunakan karyawan paruh-waktu pada periode sibuk sehingga perusahaan dapat melayani permintaan pelanggan. Kedua, menyewa atau berbagi fasilitas dan peralatan tambahan dengan perusahaan lain. Ketiga,

menjalankan aktivitas downtime selama periode permintaan sepi. Keempat, melakukan pelatihan silang terhadap para karyawan sehingga setiap karyawan

memiliki berbagai keterempilan dan dapat saling membantu, apabila di departemen lain ‘super sibuk’, sementara di departemennya sendiri sedang menganggur. Kelima, meningkatkan partisipasi pelanggan.

5. Lack of Ownership

Lack of Ownership merupakan perbedaan dasar antara barang dan jasa. Pada pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya. Di lain pihak, pada pembelian jasa, pelanggan mungkin hanya memiliki akses personal atas suatu jasa untuk jangka waktu yang terbatas.

2.1.3 Bauran Pemasaran Jasa

Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan alat bagi pemasar yang terdiri

(5)

implementasi strategi pemasaran dan positioning yang ditetapkan dapat berjalan sukses. Bauran pemasaran pada produk barang yang kita kenal selama ini berbeda dengan bauran pemasaran untuk produk jasa. Hal ini terkait dengan perbedaan

karakteristik jasa dan barang. Bauran pemasaran produk barang mencakup 4P yaitu : product, price, place, dan promotion. Sedangkan untuk jasa, para pakar pemasaran menambah tiga unsur P lagi yaitu : people, process, dan physical evidence, serta satu unsur C yaitu customer service.

Menurut Tjiptono (2005:30), bauran pemasaran jasa adalah seperangkat alat

yang dapat digunakan pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan kepada pelanggan.

Ada tujuh unsur bauran pemasaran jasa menurut Lupiyoadi (2006:70) antara lain :

1. Produk (Product), merupakan keseluruhan konsep objek atau proses yang

memberikan sejumlah nilai kepada konsumen. Yang perlu diperhatikan dalam produk adalah konsumen tidak hanya membeli fisik dari produk itu saja tetapi

membeli manfaat dan nilai dari produk tersebut yang disebut “The Offer.” Terutama pada produk jasa yang kita kenal tidak menimbulkan beralihnya kepemilikan dari penyedia jasa kepada konsumen. Yang dimaksud dalam

pembahasan produk jasa disini adalah Total Produk, yang terdiri atas : a. Produk inti (core product)

(6)

c. Produk tambahan (augmented product) d. Produk potensial (potential product)

Tiga unsur selain core product merupakan unsur yang potensial untuk

dijadikan nilai tambah bagi konsumen sehingga produk tersebut berbeda dengan produk yang lain. Pemasar harus dapat mengembangkan nilai tambah

dari produknya selain keistimewaan dasarnya, supaya dapat dibedakan dan bersaing dengan produk lain, dengan kata lain memiliki citra tersendiri.

2. Harga (Price), strategi penentuan harga sangat signifikan dalam pemberian

nilai kepada konsumen dan mempengaruhi citra produk, serta keputusan konsumen untuk membeli. Penentuan harga juga berhubungan dengan

pendapatan dan turut mempengaruhi penawaran atau saluran pemasaran. Akan tetapi hal terpenting adalah keputusan dalam penentuan harga harus konsisten dengan strategi pemasaran secara keseluruhan.

Keputusan penetapan harga mempengaruhi jumlah penjualan yang dilakukan oleh perusahaan dan berapa banyak pendapatan yang diperoleh (Cannon, et

al., 2009:176). Tujuan penetapan harga harus mengalir dari, dan sesuai dengan tujuan pemasaran dan tingkat perusahaan. Tujuan penetapan harga harus dinyatakan secara eksplisit karena tujuan tersebut berpengaruh langsung

terhadap kebijakan penentuan harga, begitu pula dengan metode yang digunakan untuk menentukan harga (Cannon, et al., 2009:178). Adapun

(7)

1. Tujuan yang berorientasi laba

a. Target imbal hasil, tujuan ini menentukan tingkat laba yang spesifik

sebagai tujuan dan sering kali jumlah ini dinyatakan sebagai persentase

penjualan atau persentase investasi modal.

b. Memaksimalkan laba, tujuan ini berusaha untuk mendapatkan laba

sebanyak mungkin. Penetapan harga untuk mencapai laba yang maksimal tidak selalu menghasilkan harga tinggi. Harga yang rendah mungkin memperluas ukuran pasar serta menghasilkan penjualan dan

laba yang lebih besar.

2. Tujuan yang berorientasi penjualan

a. Pertumbuhan penjualan dalam nilai uang atau unit. b. Pertumbuhan dalam pangsa pasar.

3. Tujuan yang berorientasi status quo a. Persaingan pasar.

b. Kompetisi non-harga.

Menurut Cannon et al. (2009:184), salah satu keputusan pertama yang harus dibuat oleh seorang manajer pemasaran adalah apakah harus menggunakan kebijakan satu harga atau harga fleksibel.

1. Kebijaksanaan satu harga (one price policy), berarti menawarkan harga yang sama untuk semua pelanggan yang membeli produk dalam kondisi yang

(8)

2. Kebijaksanaan harga fleksibel (flexible price policy), berarti menawarkan produk dan kuantitas yang sama kepada pelanggan yang berbeda dengan harga yang berbeda.

3. Kebijaksanaan tingkat harga-sepanjang siklus kehidupan produk.

a. Kebijakan harga skimming (skimming price policy) berusaha untuk

menjual kepada puncak pasar-puncak dari kurva permintaan-dengan harga tinggi sebelum menyasar pelanggan yang lebih peka akan harga.

b. Kebijakan penetapan harga penetrasi (penetration pricing policy)

berusaha untuk menjual di seluruh pasar dengan satu harga rendah.

c. Transaksi harga perkenalan (introductory price dealing) yaitu

potongan harga temporer untuk mempercepat produk baru memasuki pasar dan membuat pelanggan mencobanya.

Menurut Rewoldt et al. (2002:48), tindakan penetapan harga yang

berbeda-beda untuk produk yang sesungguhnya sama adalah kebijaksanaan pembedaan harga. Alasan pembedaan harga ini pada umumnya adalah untuk

meningkatkan strategi promosi perusahaan itu. Masing-masing perusahaan mungkin memakai kebijaksanaan pembedaan harga ini untuk mencapai sasaran yang unik mereka sendiri. Akan tetapi, ada beberapa tujuan umum

yang ingin dicapai oleh Rumah Sakit Umum Vina Estetica Medan dalam menggunakan strategi pembedaan harga ini, yaitu untuk segmentasi pasar,

(9)

Menurut Cannon et al. (2009:192), diskon (discounts) adalah pengurangan dari harga dalam daftar yang diberikan oleh penjual kepada pembeli yang menyerahkan sejumlah fungsi pemasaran atau menyediakan

sendiri fungsi tersebut.

1. Diskon kuantitas, adalah diskon yang ditawarkan untuk mendorong

para pelanggan membeli dalam jumlah yang lebih besar. Ada dua tipe diskon kuantitas yaitu :

a. Diskon kuantitas tidak-kumulatif. Jenis diskon ini hanya

berlaku untuk pesanan individual. Diskon seperti ini mendorong pesanan yang lebih besar tetapi tidak mengikat seorang pembeli kepada penjual setelah satu

pembelian.

b. Diskon kuantitas kumulatif. Jenis diskon kuantitas ini berlaku untuk pembelian selama periode yang ada dan diskon tersebut

biasanya meningkat ketika jumlah pembelian meningkat. Diskon kumulatif mendorong pembelian ulang dengan mengurangi biaya pelanggan untuk

pembelian tambahan .

2. Diskon dagang-fungsional, merupakan potongan harga dalam daftar yang diberikan kepada para anggota saluran untuk pekerjaan yang akan

(10)

3. Diskon musiman (seasonal discounts), adalah diskon yang ditawarkan untuk mendorong para pembeli melakukan pembelian lebih awal daripada yang dibutuhkan oleh permintaan saat ini.

4. Diskon dan allowances promosi, yaitu seperti diskon, diberikan kepada konsumen, pelanggan, atau anggota saluran akhir karena melakukan

sesuatu atau menerima sesuatu yang lebih sedikit.

3. Tempat (Place), merupakan gabungan antara lokasi dan keputusan atas saluran distribusi, dalam hal ini berhubungan dengan bagaimana cara penyampaian

jasa kepada konsumen dan dimana lokasi yang strategis. Lokasi berarti berhubungan dengan dimana perusahaan harus bermarkas dan melakukan

operasi atau kegiatannya. Dalam hal ini ada tiga jenis interaksi yang mempengaruhi lokasi, yaitu :

a. Konsumen mendatangi pemberi jasa (perusahaan) : apabila

keadaannya seperti ini maka lokasi menjadi sangat penting. Perusahaan sebaiknya memilih tempat yang dekat dengan konsumen

sehingga mudah dijangkau, dengan kata lain harus strategis.

b. Pemberi jasa mendatangi konsumen : dalam hal ini lokasi tidak terlalu

penting, tetapi yang harus diperhatikan adalah penyampaian jasa harus

tetap berkualitas.

c. Pemberi jasa dan konsumen tidak bertemu secara langsung : berarti

(11)

seperti telepon, komputer, atau surat. Dalam hal ini lokasi menjadi sangat tidak penting selama komunikasi antara kedua belah pihak terlaksana dengan baik.

4. Promosi (Promotion), hal yang perlu diperhatikan dalam promosi adalah pemilihan bauran promosi (promotion mix) yang terdiri atas :

a. Iklan (advertising)

b. Penjualan perorangan (personel selling) c. Promosi penjualan (sales promotion) d. Hubungan masyarakat (public relation)

e. Informasi dari mulut ke mulut (word of mouth) f. Surat pemberitahuan langsung (direct mail)

Pemasar dapat memilih sarana yang dianggap sesuai untuk mempromosikan jasa mereka. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam promosi,

yaitu :

a. Identifikasi terlebih dahulu audiens targetnya b. Tentukan tujuan promosi

c. Kembangkan pesan yang disampaikan

d. Pilih bauran promosi.

5. Orang (People), yang berfungsi sebagai penyedia jasa sangat mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan. Keputusan dalam ‘orang’ ini berarti berhubungan

(12)

Pentingnya ‘orang’ dalam pemasaran jasa berkaitan erat dengan pemasaran internal. Pemasaran internal adalah interaksi atau hubungan antara setiap karyawan dan departemen dalam suatu perusahaan yang dalam hal ini dapat

diposisikan sebagai konsumen internal dan pemasok internal. Tujuan dari adanya hubungan tersebut adalah untuk mendorong ‘orang’ dalam kinerja

memberikan kepuasan kepada konsumen. Terdapat empat kriteria peranan yang mempengaruhi konsumen, yaitu :

a. Contactors : ‘orang’ disini berinteraksi langsung dengan konsumen dalam frekuensi yang cukup sering dan sangat mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli.

b. Modifiers : ‘orang’ disini tidak secara langsung mempengaruhi konsumen tetapi cukup sering berhubungan dengan konsumen, contoh: resepsionis.

c. Influencers : ‘orang’ disini mempengaruhi konsumen dalam keputusan membeli tetapi tidak secara langsung kontak dengan konsumen.

d. Isolateds : ‘orang’ disini tidak secara langsung ikut serta dalam bauran pemasaran dan juga tidak sering bertemu dengan konsumen. Contoh : karyawan bagian administrasi penjualan, sumber daya manusia

(SDM), dan pemrosesan data.

6. Proses (Process), merupakan gabungan semua aktivitas, umumnya terdiri atas

(13)

jasa dihasilkan dan disampaikan kepada konsumen. Proses dapat dibedakan dalam dua cara, yaitu :

a. Kompleksitas, berhubungan dengan langkah-langkah dan tahapan

proses

b. Keragaman, berhubungan dengan adanya perubahan dalam

langkah-langkah atau tahapan proses.

Sehubungan dengan dua cara tersebut, terdapat empat alternatif mengubah proses yang dapat dipilih oleh pemasar, yaitu :

a. Mengurangi keragaman, berarti terjadi pengurangan biaya,

peningkatan produktivitas, dan kemudahan distribusi

b. Menambah keragaman, berarti memperbanyak kustomisasi dan

fleksibilitas dalam produksi yang dapat mengakibatkan naiknya harga c. Mengurangi kompleksitas, berarti cenderung lebih terspesialisasi d. Menambah kompleksitas, berarti lebih cenderung ke penetrasi pasar

dengan cara menambah jasa yang diberikan.

7. Bukti Fisik (Physical Evidence), merupakan unsur tangible dari jasa yang dapat dilihat dalam berbagai bentuk, misalnya brosur paket liburan yang atraktif dan memuat foto lokasi liburan dan tempat menginap, penampilan staf yang rapi

dan sopan, seragam pilot dan pramugari yang mencerminkan kompetensi

mereka, dekorasi internal dan eksternal bangunan yang atraktif, ruang tunggu

(14)

Dari semua unsur-unsur bauran pemasaran di atas, maka yang harus lebih diperhatikan dalam pengembangannya adalah :

1. Konsistensi, berhubungan dengan keserasian/kecocokan secara logis dan

penggunaannya antara unsur satu dengan unsur lanilla dalam bauran pemasaran

2. Integrasi, terdapat hubungan yang harmonis di antara unsur-unsur dalam

bauran pemasaran

3. Leverage (pengungkit), hal ini berhubungan dengan pengoptimalan kinerja tiap unsur bauran pemasaran secara lebih profesional sehingga lebih mendukung bauran pemasaran untuk mendapatkan daya saing.

Menurut Zeithaml dan Bitner dalam Yazid (2005:18), dalam pemasaran jasa, ada elemen-elemen lain yang bisa dikontrol dan dikoordinasikan untuk keperluan komunikasi dengan dan memuaskan

konsumen jasa selain elemen 4 P pada bauran pemasaran barang sebagaimana yang sudah kita kenal. Elemen-elemen tersebut terdiri atas :

a. Partisipan atau orang (People), adalah semua pelaku yang

memainkan sebagian penyajian jasa dan karenanya mempengaruhi persepsi pembeli. Yang termasuk dalam elemen ini adalah

(15)

b. Bukti Fisik (Physical Evidence), adalah lingkungan fisik dimana

jasa disampaikan dan dimana perusahaan dan konsumennya berinteraksi, serta setiap komponen tangibel memfasilitasi

penampilan atau komunikasi jasa tersebut.

c. Proses (Process), yaitu semua prosedur aktual, mekanisme, dan

aliran aktivitas dengan mana jasa disampaikan yang merupakan sistem penyajian atau operasi jasa.

2.1.4 Pengertian Penjualan

Penjualan merupakan pembelian sesuatu (barang atau jasa) dari suatu pihak kepada pihak lainnya dengan mendapatkan ganti uang dari pihak tersebut. Penjualan

juga merupakan suatu sumber pendapatan perusahaan, semakin besar penjualan maka semakin besar pula pendapatan yang diperoleh perusahaan.

Menurut Kotler (2005:457), penjualan adalah suatu proses dimana kebutuhan

pembeli dan kebutuhan penjual dipenuhi, melalui antar pertukaran informasi dan kepentingan. Sedangkan menurut Marom (2002:28), penjualan artinya penjualan

barang dagangan sebagai usaha pokok perusahaan yang biasanya dilakukan secara teratur.

Berdasarkan definisi dari para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

penjualan adalah persetujuan kedua belah pihak antara penjual dan pembeli, dimana penjual menawarkan suatu produk dengan harapan pembeli dapat menyerahkan

(16)

disepakati. Dalam suatu perusahaan kegiatan penjualan adalah kegiatan yang penting, karena dengan adanya kegiatan penjualan tersebut maka akan terbentuk laba yang dapat menjamin kelangsungan hidup perusahaan.

Menurut Swastha (2005:404), tujuan umum penjualan yang dimiliki perusahaan antara lain :

a. Mencapai volume penjualan tertentu b. Mendapat laba tertentu

c. Menunjang pertumbuhan perusahaan

Faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan menurut Swastha (2005:406) antara lain:

1. Kondisi dan Kemampuan Penjual

Kondisi dan kemampuan terdiri dari pemahaman atas beberapa masalah penting yang berkaitan dengan produk yang dijual, jumlah dan sifat dari tenaga penjual adalah:

a. Jenis dan karakteristik barang atau jasa yang ditawarkan

b. Harga produk atau jasa

c. Syarat penjualan, seperti: pembayaran, pengiriman.

2. Kondisi Pasar

Pasar sebagai kelompok penbelian atau pihak yang menjadi sasaran dalam penjualan

(17)

Modal atau dana sangat diperlukan dalam rangka untuk mengangkut barang dagangan ditempatkan atau untuk membesar usahanya.

4. Kondisi Organisasi Perusahaan

Pada perusahaan yang besar, biasanya masalah penjual ini ditangani oleh bagian tersendiri, yaitu bagian penjualan yang dipegang oleh orang-orang yang ahli dibidang

penjualan.

5. Faktor-faktor lain

Faktor-faktor lain seperti periklanan, peragaan, kampanye, dan pemberian hadiah

sering mempengaruhi penjualan karena diharapkan dengan adanya faktor-faktor tersebut pembeli akan kembali membeli lagi barang yang sama.

2.1.5 Rumah Sakit

2.1.5.1 Pengertian Rumah Sakit

Berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI.No.983/Menkes/SK/XI/1992

menyebutkan bahwa rumah sakit adalah tempat yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar spesialistik dan subspesialistik serta memberikan

pelayanan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

2.1.5.2 Klasifikasi Rumah Sakit

Menurut Trisnantoro (2004: 8), terdapat berbagai jenis pemilik rumah sakit di Indonesia, antara lain :

(18)

Ada dua jenis pemilikan rumah sakit pemerintah, yaitu rumah sakit milik pemerintah pusat (Rumah Sakit Umum Pusat atau RSUP) dan rumah sakit milik pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota (Rumah Sakit Umum Daerah atau

RSUD). Kedua jenis rumah sakit pemerintah ini mempengaruhi gaya manajemen rumah sakit masing-masing. Rumah sakit pemerintah pusat, mengacu kepada

Departemen Kesehatan (Depkes), sementara rumah sakit pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota mengacu pada stakeholder utamanya yaitu pimpinan daerah dan lembaga perwakilan masyarakat daerah. Rumah sakit pemerintah pusat sebagian

adalah rumah sakit pendidikan yang cukup besar dengan hubungan khusus ke Fakultas Kedokteran. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) mempunyai keunikan

karena secara teknis medis berada di bawah koordinasi Depkes, sedangkan secara kepemilikannya sebenarnya berada di bawah pemerintah provinsi atau kabupaten atau kota dengan pembinaan urusan kerumahtanggaan dari Departemen Dalam Negeri

(Depdagri).

2. Rumah Sakit Milik Militer

Sejarah menunjukkan bahwa sebagian rumah sakit di Indonesia berasal dari program pelayanan kesehatan milik militer di masa kolonial Belanda. Rumah sakit-rumah sakit militer tersebut misi utama sebenarnya untuk kesehatan militer dan

persiapan perang. Pihak militer menganggap bahwa pelayanan rumah sakit bukan urusan pokok sehingga pendanaan rumah sakit tersebut sangat terdesentralisasi dan

(19)

3. Rumah Sakit Swasta Milik Yayasan Keagamaan dan Kemanusiaan

Di Indonesia, pemilikan rumah sakit oleh yayasan mempunyai sejarah panjang yang bersumber dari masa kolonial Belanda, terutama rumah sakit Kristen

dan Katolik. Di berbagai kota, rumah sakit swasta besar dimiliki oleh lembaga-lembaga keagamaan. Dalam perkembangannya, rumah sakit keagamaan Kristiani

yang berasal dari semangat misionaris tersebut saat ini justru terkenal sebagai rumah sakit untuk kelas menengah ke atas, atau dalam arti lain tarif sebagian besar kelas perawatannya adalah mahal. Hal ini wajar terjadi karena untuk biaya operasional,

bantuan dari charity funds sudah berkurang tajam. Di beberapa rumah sakit misionaris, boleh dikatakan dana sumber pendanaan dari kemanusiaan sudah

mendekati nol persen. Walaupun demikian, rumah sakit keagamaan tersebut masih berusaha memberikan pelayanan kesehatan untuk orang miskin dengan konsep subsidi silang. Salah satunya adalah Rumah Sakit Umum Vina Estetica Medan, yang

melakukan kebijakan pembedaan harga untuk tiap rawatan di kelas yang berbeda. Rumah Sakit Umum Vina Estetica Medan pernah menangani pasien yang

sama sekali tidak mampu membayar. Adapun kebijakan yang diambil pihak rumah sakit adalah dengan memberikan tenggang waktu kepada pasien untuk melunasi tagihan rumah sakit selama maksimal 3 bulan. Akan tetapi, setelah waktu yang

ditentukan, pasien tidak juga mampu membayar tagihan rumah sakit. Oleh sebab itu, setelah mempertimbangkan berbagai hal, termasuk kondisi ekonomi pasien yang

(20)

rumah sakit. Hal ini membuktikan bahwa Rumah Sakit Umum Vina Estetica Medan memiliki tingkat kemanusiaan yang tinggi. Di sisi lain, pihak rumah sakit tetap membebankan tarif yang telah ditetapkan kepada pasien yang tidak mempunyai

masalah dalam hal pembayaran.

4. Rumah Sakit Swasta Milik Dokter

Kepemilikan rumah sakit oleh dokter biasanya bersumber dari prestasi klinis seorang dokter. Sebagai contoh, seorang dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan dapat memiliki rumah sakit melalui perluasan klinik spesialis kebidanan

dan penyakit kandungannya. Perluasan klinik ini dimulai dari kesehatan anak dengan membentuk rumah sakit ibu dan anak. Kemudian dapat berkembang menjadi RSU.

Adapula rumah sakit khusus yang dimiliki oleh dokter misalnya rumah sakit mata, rumah sakit jiwa, dan lain-lain.

5. Rumah Sakit Swasta Milik Perusahaan yang Mencari Keuntungan

Rumah sakit saat ini sudah dianggap sebagai tempat yang menarik dan potensial untuk menghasilkan keuntungan. Dengan demikian, berbagai perusahaan,

terutama yang bersifat konglomerasi memandang perlu untuk mendirikan rumah sakit yang menguntungkan.

Sejarah rumah sakit ini masih singkat, tetapi dengan naluri bisnis yang baik

dan kekuatan modal dan sistem manajemennya, rumah sakit milik perusahaan ini dapat menggantikan peran rumah sakit keagamaan di masa mendatang, apabila rumah

(21)

mencari keuntungan relatif lebih mudah dibandingkan dengan rumah sakit keagamaan atau rumah sakit pemerintah. Sistem manajemen perusahaan dengan mudah dapat diterapkan.

6. Rumah Sakit Milik Badan Usaha Milik Negara

Beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mempunyai rumah sakit,

misalnya Pertamina. Dengan sifat sebagai organ BUMN, maka keadaan rumah sakit tersebut sangat bergantung pada kondisi keuangan induknya. Rumah Sakit Pertamina Pusat terkenal sebagai rumah sakit yang mempunyai peralatan dengan teknologi

tinggi karena Pertamina mampu membiayainya dan mempunyai segmen masyarakat yang menuntut penyediaan peralatan dengan teknologi tinggi.

Isu tentang strategi besar PT Pertamina saat ini, juga mempengaruhi rumah sakit-rumah sakit Pertamina yang tersebar di seluruh Indonesia. Dapat diramalkan apabila Pertamina mempunyai strategi efisiensi maka sebagian rumah sakit

diharuskan berubah menjadi pusat keuntungan. Hal ini tentu menuntut keterampilan manajerial yang berbeda dibandingkan ketika rumah sakit-rumah sakit Pertamina

dikelola sebagai cost-centre. 2.2 Penelitian Terdahulu

Wahyudi (2007) melakukan penelitian dengan judul "Pengaruh Bauran

Pemasaran Jasa Terhadap Keputusan Konsumen dalam Memilih Jasa Penginapan (Studi Pada Pengguna Jasa Penginapan Hotel Puri Perdana Blitar)". Penelitian

(22)

keputusan konsumen dalam memilih jasa penginapan (studi pada pengguna jasa penginapan hotel Puri Perdana Blitar) secara parsial maupun secara simultan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional, yang

mana dalam rancangan tersebut akan dapat diketahui apakah ada pengaruh bauran pemasaran jasa dengan keputusan pembelian konsumen.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pelanggan yang menggunakan fasilitas layanan yang disediakan oleh hotel Puri Perdana Blitar (tamu hotel yang menginap) dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung mulai 01 Juni – 31 Agustus 2007

sebanyak 7.938 orang. Teknik sampel dalam pengambilan data menggunakan convenience sampling (cara dipermudah), sehingga dengan menggunakan rumus Slovin dihasilkan jumlah sampel 100 responden. Teknik analisis penelitian yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan uji hipotesis menggunakan uji t dan uji F.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1). Berdasarkan distribusi frekuensi, rata-rata responden memberikan penilaian setuju atau cukup baik terhadap

pelaksanaan bauran pemasaran jasa (produk, harga, distribusi/lokasi, promosi, orang, proses, dan layanan pelanggan) hotel Puri Perdana Blitar, (2). Berdasarkan distribusi frekuensi, rata-rata responden memberikan penilaian cukup tinggi atau setuju bahwa

faktor-faktor keputusan pembelian konsumen (faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis) dapat menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk memilih

(23)

pemasaran jasa (produk, harga, distribusi/lokasi, promosi, orang, proses, dan layanan pelanggan) secara simultan terhadap keputusan konsumen dalam memilih jasa penginapan pada hotel Puri Perdana Blitar, (4). Terdapat pengaruh positif yang

signifikan bauran pemasaran jasa (produk, harga, distribusi/lokasi, promosi, orang, proses, dan layanan pelanggan) secara parsial terhadap keputusan konsumen dalam

memilih jasa penginapan pada hotel Puri Perdana Blitar.

Penelitian Arifin (2007) dengan judul "Pengaruh Unsur-Unsur Bauran Pemasaran Jasa Terhadap Kepuasan Konsumen Melalui Keputusan Pembelian di

GAMA Ayam Goreng dan Steak Watugong Malang", bertujuan untuk mengetahui pengaruh langsung bauran pemasaran jasa terhadap keputusan pembelian, pengaruh

langsung pembelian terhadap kepuasan konsumen, dan pengaruh tidak langsung bauran pemasaran jasa terhadap kepuasan konsumen melalui keputusan pembelian.

Penelitian memiliki tiga variabel yaitu variabel bebas bauran pemasaran jasa,

variabel intervening keputusan pembelian dan variabel terikat kepuasan konsumen. Populasi penelitian ini sebanyak 5524 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan

menerapkan accidental sampling dengan sampel sebanyak 135 responden. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dan analisisnya menggunakan analisis jalur (path analysis).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Terdapat pengaruh secara langsung dan signifikan antara produk terhadap keputusan pembelian di GAMA Ayam Goreng

(24)

pengaruh secara langsung dan signifikan antara harga terhadap keputusan pembelian di GAMA Ayam Goreng dan Steak Watugong Malang, dengan pengaruh sebesar 0,116, (3) Tidak terdapat pengaruh secara langsung dan signifikan antara tempat

terhadap keputusan pembelian di GAMA Ayam Goreng dan Steak Watugong Malang, dengan pengaruh sebesar 0,129, (4) Terdapat pengaruh secara langsung dan

signifikan antara promosi terhadap keputusan pembelian di GAMA Ayam Goreng dan Steak Watugong Malang, dengan pengaruh sebesar 0,377, (5) Tidak terdapat pengaruh secara langsung dan signifikan antara orang terhadap keputusan pembelian

di GAMA Ayam Goreng dan Steak Watugong Malang, dengan pengaruh sebesar 0,011, (6) Tidak terdapat pengaruh secara langsung dan signifikan antara proses

terhadap keputusan pembelian di GAMA Ayam Goreng dan Steak Watugong Malang, dengan pengaruh sebesar 0,089, (7) Tidak terdapat pengaruh secara langsung dan signifikan antara bukti fisik terhadap keputusan pembelian di GAMA Ayam

Goreng dan Steak Watugong Malang, dengan pengaruh sebesar 0,129, (8) Terdapat pengaruh secara langsung dan signifikan antara keputusan pembelian terhadap

kepuasan konsumen di GAMA Ayam Goreng dan Steak Watugong Malang, dengan pengaruh sebesar 0,678, (9) Terdapat pengaruh secara tidak langsung dan signifikan antara produk terhadap kepuasan konsumen melalui keputusan pembelian di GAMA

Ayam Goreng dan Steak Watugong Malang, dengan pengaruh sebesar 0,111, (10) Pengaruh tidak langsung harga terhadap kepuasan konsumen melalui keputusan

(25)

konsumen melalui keputusan pembelian sebesar 0,087, (12) Pengaruh tidak langsung promosi terhadap kepuasan konsumen melalui keputusan pembelian sebesar 0,256, (13) Pengaruh tidak langsung orang terhadap kepuasan konsumen melalui keputusan

pembelian sebesar 0,007, (14) Pengaruh tidak langsung proses terhadap kepuasan konsumen melalui keputusan pembelian sebesar 0,060, (15) Pengaruh tidak langsung

bukti fisik terhadap kepuasan konsumen melalui keputusan pembelian sebesar 0,087. Dimana hanya variabel produk dan promosi yang mempunyai pengaruh secara langsung terhadap keputusan pembelian dan tidak langsung terhadap kepuasan

konsumen melalui keputusan pembelian secara positif dan signifikan.

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual atau kerangka pemikiran adalah pondasi utama dimana sepenuhnya proyek penelitian itu ditujukan, dimana hal ini merupakan jaringan hubungan antarvariabel yang secara logis diterangkan, dikembangkan, dan

dielaborasi dari perumusan masalah yang telah diidentifikasi melalui proses wawancara, observasi, dan survei literatur (Kuncoro, 2009:52).

Bauran pemasaran 7P yang terdiri dari produk, harga, tempat, promosi, orang, proses, dan bukti fisik merupakan seperangkat alat yang dapat digunakan pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan kepada pelanggan (Tjiptono,

(26)

Bukti Fisik (X7)

Berdasarkan teori pendukung dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Sumber : Tjiptono (2005), Marom (2002), diolah penulis.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.4 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2008:93)

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran yang telah disusun,

maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Bauran pemasaran 7P berpengaruh terhadap tingkat penjualan jasa pada Rumah Sakit Umum Vina Estetica

Medan.

Produk (X1)

Harga (X2)

Tempat (X3)

Promosi (X4)

Orang (X5)

Proses (X6)

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian media sosial yang terkoneksi dengan jaringan internet dan juga smartphone telah tumbuh menjadi gaya hidup baru yang kemudian amat tepat dikatakan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada dua siklus ini, dapat disimpulkan bahwa perenapan metode field trip dalam pembelajaran menulis puisi.. BASASTRA

Berdasarkan hasil perhitungan harga pokok pesanan kue nastar dengan menggunakan metode full costing pada pengrajin kue-kue kering Ibu Suhartini yang telah dilakukan penulis

[r]

dibawah ini yang merupakan contoh bentuk kasih sayang pada adik adalah

Penilaian terhadap aspek teknis dan teknologi pada pembukaan cabang baru Pondok Bakso mas Nano sudah terlebih dahulu berkoordinasi dengan pihak keamanan dan pihak

Peserta PLPG menyiapkan bahan media pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran yang di ampu di sekolah masing-masing2. Peserta PLPG harus membawa laptop

Untuk itu diminta agar Saudara membawa semua asli dokumen persyaratan kualifikasi. Demikian surat ini disampaikan untuk menjadi perhatian dan kami ucapkan