• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Bank Dalam Rangka Pencegahan Pembiayaan Terorisme

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Bank Dalam Rangka Pencegahan Pembiayaan Terorisme"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbankan merupakan salah satu lembaga yang mampu menyokong sistem perekonomian negara agar suatu negara memiliki sistem perekonomian yang stabil serta dapat meningkatkan taraf hidup rakyat. Oleh karena itu, sistem perbankan harus dikelola dengan baik sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan. Jika sistem perbankan tidak dikelola dengan baik hal tersebut akan menimbulkan terganggungnya sistem perekonomian negara dan berdampak sistematik atau setidaknya dapat menghambat jalannya lalu lintas sektor finansial.

Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan–badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan untuk menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan pengkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.1 Keberadaan bank dalam kehidupan masyarakat dewasa ini mempunyai peran yang cukup penting, dikarenakan lembaga perbankan khususnya bank umum merupakan inti sari dari sistem keuangan setiap negara. Kegiatan perbankan di Indonesia diselenggarakan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Untuk mencapai tujuan spiritualistis tersebut, perbankan di Indonesia berasaskan demokrasi ekonomi yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.2

Prinsip kehati-hatian (prudential principle) adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian ini tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya

1

Chatamarrasjid Ais, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Edisi Revisi (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 7.

2

Chatamarrasjid Ais, Loc. Cit.

(2)

disebut UU Perbankan).3

Contoh terhadap kasus-kasus yang telah berlalu berkaitan dengan pengelolaan perbankan yang banyak dipermasalahkan publik dimana kasus ini tergolong besar misalnya kasus Bank Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Dalam melaksanakan tugasnya sebagai lembaga intermediasi dan agen pembangunan masyarakat, perbankan di Indonesia tidak hanya menggunakan prinsip kehati-hatian saja, akan tetapi juga mengedepankan prinsip kepercayaan, prinsip kerahasian, dan prinsip mengenal nasabah. Prinsip-prinsip tersebut sangat perlu untuk tetap dilaksanakan oleh perbankan guna menghindari kemungkinan-kemungkinan terburuk dalam penyelenggaraan sistem perbankan.

4

Sehubung dengan itu telah terjadi pula krisis ekonomi global pada tahun 2008 di Amerika Serikat yang berdampak pada perekonomian global di beberapa negara di dunia.5

Kasus–kasus perbankan yang terjadi di Amerika Serikat menyangkut persoalan kredit perumahan atau disebut dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) telah dijadikan sekuritas beragun KPR menjadi produk derivative dan dijual kepada konsumen dengan harga tinggi.

Krisis ini diakibatkan oleh tidak mampunya Bank Sentral Amerika Serikat (federal reserve bank) mengidentifikasi potensi macetnya kredit perumahan berkualitas rendah (suhprime marigage).

6

Menyikapi persoalan–persoalan perbankan, maka di Amerika Serikat dibentuk lembaga otoritas jasa keuangan yang bekerja sama dengan federal reserve bank. Secara global, negara-negara lain pun melakukan perbaikan sistem manajemen perbankannya dengan membentuk lembaga otoritas yang bersifat independen dan berwenang mengatur dan mengawasi bank-bank untuk menghindari terjadinya sistem pengelolaan perbankan yang tidak sehat dan sebagai antisipasi terjadinya krisis moneter. Ide pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disingkat OJK) di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1998 yang ditegaskan dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia (selanjutnya disebut UU BI) dan pada awal

4

BLBI adalah dana yang disalurkan oleh BI ke bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas dalam operasinya sehari-hari.

5

Yusri Fijannarto, Penanganan Bank Bermasalah Oleh Bank Indonesia Melalui Mekanisme Ball Out (Study Implementasi Undang-Undang Bank Indonesia Dalam Kasus Bank Century), Tesis, Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2011, hlm. 1.

6

(3)

pembentukannya disebut dengan Lembaga Pengawasan Jasa Keuangan (LPJK).7 Ketentuan pada Bab XIII Tentang Ketentuan Peralihan tepatnya di Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UU OJK) ditentukan khusus untuk perbankan bahwa, :”Sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengjaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK”. Hal ini berarti pengaturan dan pengawasan sektor perbankan mulai diperankan oleh OJK sebagai lembaga yang independen dalam hal melakukan penyidikan, pengaturan, dan pengawasan bank-bank setelah tanggal 31 Desember 2013.8

Undang-Undang OJK mengamanatkan tugas dan wewenang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 UU OJK yang jika ditelaah tugas dan wewenang tersebut cukup berat dan luas yang harus ditemban oleh lembaga OJK itu sendiri. Kemudian dalam Pasal 20 UU OJK ditentukan pula bahwa tugas mengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tersebut dilaksanakan oleh Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disingkat OJK). Dalam melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut DK-OJK menetapkan Peraturan DK-OJK, Peraturan Dewan Komisioner, dan/atau Keputusan Dewan Komisioner. Sehingga perannya dari sisi mengatur perbankan ada tiga yakni Peraturan OJK, Peraturan DK, dan Keputusan DK. Apabila ditelaah ketentuan-ketentuan dalam UU OJK lebih lanjut cukup luas tugas dan kewenangan yang harus dilakukan oleh OJK baik untuk perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Sementara jika ditelaah mengenai tugas dan kewenangan Bank Indonesia (selanjutnya disebut BI) berdasarkan UU BI cukup luas juga apalagi BI merupakan lembaga yang secara hukum ketatanegaraan dicantumkan dalam konstitusi,9

7

Pasal 34 UU No. 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia: Ayat (1): Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-undang. Ayat (2): Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2002.

8

Bismar Nasution, “Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan”, Makalah Disampaikan pada Sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan Industri Jasa Keuangan yang Terintegrasi., Dilaksanakan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dan Bekerjasama Dengan Universitas Medan Era, Hotel Santika Medan, Tanggal 19 Juni 2012 (selanjutnya disebut Bismar Nasution 1), hlm 2.

9

Bismar Nasution, ”Implementasi Pasal 34 Undang-Undang Tentang Bank Indonesia dan Dampaknya Pada Perananan dan Fungsi Bank Indonesia Di Bidang Moneter, Sistem Pembayaran dan Stabilitas Keuangan”, Buletin. Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 8, Nomor 3, September 2010 (selanjutnya disebut Bismar Nasution 2), hlm. 11.

(4)

sebagaimana ditentukan dalam konstitusi, menurut Bismar Nasution harus dipertahankan kedudukannya, termasuk tidak ada undang-undang yang akan datang yang dapat mencabut fungsi dan tugas BI. Mengingat peranan dan tugas BI sangat penting dan berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan bebangsa dan bernegara, terutama yang berhubungan dengan masalah ekonomi, perbankan, dan keuangan.10

Lembaga OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UU OJK. Lembaga ini bersifat independen dan lebih akuntabel untuk tindakan yang dilakukan dalam pengaturan dan pengawasan secara transparan dalam menjalankan tugasnya,11 hal ini berarti kedudukannya berada diluar kewenangan pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tugas dan wewenang yang ditentukan dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 UU OJK adalah menyangkut tugas pengaturan dan pengawasan yang harus dilaksanakan secara terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan khususnya perbankan. Tugas pengawasan bank oleh lembaga OJK, harus bertitik tolak kepada ketentuan yang mengatur tentang BI sebagai Bank Sentral sebagaimana telah ditentukan dalam konstitusi.12

Bank sebagai media jasa keuangan yang mempunyai banyak pilihan dalam bertransaksi memungkinkan timbulnya suatu tindakan kriminal. Contohnya transaksi untuk pembiayaan kegiatan terorisme. Tindak pidana terorisme merupakan kejahatan internasional yang membahayakan keamanan dan perdamaian dunia serta merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Tindakan terorisme merupakan suatu tindakan yang terencana, terorganisisr, dan berlaku dimana saja dan kepada siapa saja. Tindakan teror ini bisa dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai kehendak yang melakukan, yakni teror yang berakibat fisik dan/atau non fisik (psikis). Tindakan teror fisik biasanya berakibat pada fisik (badan) seseorang bahkan sampai pada kematian. Sedangkan non fisik (psikis) bisa dilakukan dengan penyebaran isu, ancaman, penyanderaan, menakut-nakuti dan sebagainya. Akibat dari tindakan teror tersebut dapat mengakibatkan orang atau sekelompok orang menjadi Artinya lembaga OJK pada prinsipnya tidak boleh melakukan perannya sebagai lembaga pengawas yang membawahi BI sebagai Bank Sentral secara keseluruhan dengan memposisikan pusat kendali perbankan ada di lembaga OJK.

10Ibid

, hlm. 12. 11

Bismar Nasution 1, Op. Cit., hlm.3 12

(5)

merasa tidak aman dan dalam kondisi rasa takut. Tidak hanya itu, bahkan dapat berdampak atau berakibat luas pada kehidupan ekonomi, politik, dan kedaulatan suatu negara.13

1. Bagaimanakah bentuk keterlibatan bank dalam pembiayaan terorisme?

Salah satu hal yang dapat dilakukan guna menghindari terjadinya tindak pidana terorisme adalah dengan mencegah jantung pelaksanaan kegiatan terorisme itu sendiri, yaitu pembiayaan yang dilakukan untuk pelaksanaan kegiatan terorisme.

Penerapan program anti pencegahan pembiayaan terorisme oleh perbankan tetap berpedoman pada penerapan manajemen risiko yang terkait dengan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme dan standar internasional Financial Action Task Force (selanjutnya disebut FATF) yang menetapkan kebijakan dan langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi sistem keuangan global dari pencucian uang dan pendanaan terorisme, yang dikenal sebagai Revised 40 Recommendations dan 9 Special Recommendations (Revised 40+9) Financial Action Task Force (FATF). Rekomendasi tersebut juga dijadikan acuan bagi masyarakat internasional untuk menilai kepatuhan suatu negara terhadap pelaksanaan program anti pencucian uang dan khususnya pencegahan pendanaan terorisme.

Berdasarkan paparan di atas, maka menarik untuk dilakukan penelitian tentang “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Bank Dalam Rangka Pencegahan Pembiayaan Terorisme”. Menariknya penelitian ini menyangkut masalah tugas pengawasan lembaga OJK terhadap bank guna mencegah pembiayaan terorisme.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang menarik diteliti dalam penelitian ini adalah:

2. Bagaimanakah kewajiban hukum bank dalam rangka pencegahan pembiayaan terorisme?

3. Bagaimanakah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap bank dalam rangka pencegahan pembiayaan terorisme?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

(6)

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dilakukan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan memahami sejauh mana bentuk keterlibatan bank dalam pembiayaan terorisme.

2. Untuk mengetahui dan memahami kewajiban hukum bank dalam rangka pencegahan pembiayaan terorisme.

3. Untuk mengetahui dan memahami pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap bank dalam rangka pencegahan pembiayaan terorisme.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini secara teoritis dan praktis sebagai berikut :

1. Secara teoritis bermanfaat bagi akademisi sebagai bahan kajian penelitian dan pengkajian lebih lanjut dan bermanfaat bagi masyarakat umum khususnya bank.

2. Secara praktis bermanfaat bagi bank untuk menghindari keterlibatan bank dalam pembiayaan tindak kejahatan terorisme sehingga tidak akan terjadi tindak pidana terorisme dan akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat umum.

D. Keaslian Penelitian

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap judul dan masalah yang sama, maka peneliti melakukan pemerikaan judul skripsi yang sama dengan “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Bank Dalam Rangka Pencegahan Pembiayaan Terorisme”. Ternyata berdasarkan hasil pemeriksaan yang diperoleh dari Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tidak ditemukan judul dan permasalahan yang sama dengan penelitian ini artinya belum pernah dilakukan peneliti lain dalam topik dan permasalahan yang sama. Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dikatakan memiliki keaslian dan jauh dari unsur plagiat serta sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yakni kejujuran, rasional, objektif dan terbuka serta sesuai dengan prosedur menemukan kebenaran ilmiah sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

(7)

Bank merupakan lembaga finansial atau keuangan. Pasal 1 angka 1 UU Perbankan menyatakan bahwa perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup tentang kelembagaan, kegiatan usahanya, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sementara itu, mengenai definisi bank itu sendiri dinyatakan dalam Pasal 1 angka 2 yaitu bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Definisi seperti ini tampaknya bersifat sangat umum sehingga perlu dipahami lebih dalam lagi dari ketentuan dan pasal-pasal selanjutnya dan juga dari pengertian umum yang diakui secara internasional. Definisi bank menurut Hermansyah adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang-orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya kepada bank.14

Sentosa Sembiring berpendapat untuk memberikan definisi tentang bank diperlukan penjabaran, karena untuk memberikan definisi tentang bank dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Sentosa Sembiring memberikan definisi sederhana bank sebagai suatu badan hukum, yaitu “Suatu badan usaha yang berbadan hukum yang bergerak di bidang jasa keuangan”. Bank sebagai Badan Hukum berarti secara yuridis adalah merupakan subyek hukum yang berarti dapat mengikatkan diri dengan pihak ketiga.15 OP. Simorangkir mendefinisikan bank cenderung mengarah kepada pemberian kredit. Bank adalah sebagai salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberian kredit dilakukan baik dengan modal bank sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral.16 Rumusan mengenai pengertian bank yang lain, dapat juga kita temui dalam kamus istilah hukum Fockema Andrea yang mengatakan bahwa bank adalah suatu lembaga atau orang pribadi yang menjalankan perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari dan kepada pihak ketiga. Berhubung dengan adanya cek yang hanya dapat diberikan kepada banker sebagai tertarik, maka bank dalam arti luas adalah orang atau lembaga yang dalam pekerjaannya secara teratur menyediakan uang untuk pihak ketiga.17

14

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Ditinjuau Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 7.

15

Sembiring Sentosa, Hukum Perbankan (Bandung: Mandar Maju 2000), hlm. 2. 16

Ibid. hlm 1. 17

(8)

G.M. Verryn Stuart dalam bukunya Bank Politik, berpendapat bahwa bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral.18

Bank sebagai suatu badan hukum menerima dan menyalurkan dana ke masyarakat untuk melaksanakan suatu kegiatan usaha yang nantinya akan dilakukan oleh masyarakat di dalam suatu negara. Dalam hal kegiatan usaha bank pada pokoknya meliputi tiga bentuk kegiatan yaitu menghimpun dana dari masyarakat, menyalurkan dana kepada masyarakat, dan juga memberikan jasa keuangan. Bank berfungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary) dengan usaha utama menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran. Dua fungsi utama yakni menghimpun dan menyalurkan dana dari dan ke masyarakat tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sebagai suatu badan usaha, bank akan selalu berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari usaha yang dijalankan. Sebaliknya sebagai lembaga keuangan, bank mempunyai kewajiban pokok untuk menjaga kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi, dan perluasan kesempatan kerja.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah diugkapkan di atas, maka dapat dipahami bahwa bank itu sendiri merupakan suatu badan usaha di bidang keuangan yang mana menarik dan juga menyalurkan uang dari masyarakat dan ditujukan kepada masyarakat, penyaluran dana ke masyarakat dilakukan melalui pemberian kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Jika dikaitkan dengan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 1 angka 1 UU Perbankan, jelas bahwa bank merupakan lembaga keuangan yang berbadan hukum dan fungsinya sebagai perantara dari masyarakat yang kelebihan dana ke masyarakat yang kekurangan atau membutuhkan dana.

19

Bank selain sebagai fungsi perantara, juga berfungsi sebagai penyedia jasa, dimana dalam fungsi ini bank nantinya tidak hanya akan mengelolah dananya sendiri melainkan juga akan mengelolah dana-dana dari masyarakat, hal ini memicu agar bank mengelolah dana-dana masyarakat dengan baik dan semaksimal mungkin guna menarik minat masyarakat untuk mau menempatkan dananya di bank sehingga nantinya bank tidak akan mengalami kekurangan dana. Fungsi sebagai penyalur dana berkaitan dengan peran bank dalam lalu lintas peredaran uang dengan menciptakan instrumen keuangan, seperti misalnya menciptakan uang kartal oleh bank sentral, uang giral yang dapat diambil atau

18Ibid

, hlm 9. 19

(9)

dipindahtangankan atau dipindahbukukan oleh bank umum dan juga instrumen-instrumen lain yang menyerupai uang seperti kartu bank (bank card) atau berbentuk Authomatic Teller Machine (ATM) dan berbagai bentuk lainnya.20

Lembaga Otoritas Jasa Keuangan dibentuk untuk memenuhi amanat dari Pasal 34 UU BI.

2. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan

21

Tugas pokoknya untuk melakukan pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap bank-bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya, berarti kedudukannya berada di luar institusi pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada BPK serta DPR. Rimawan mengatakan bahwa pengawasan diperlukan karena adanya potensi moral hazard (penyelewengan / penyalahgunaan) oleh para pelaku ekonomi yang tentunya berdampak negatif terhadap perekonomian.22

Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dengan demikian OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya Pasal 1 angka 1 UU OJK mendefinisikan makna OJK adalah “lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Selanjutnya bahwa dalam struktur organisasi OJK memiliki Dewan Komisioner (DK) adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial. Dimana dalam struktur organisasi OJK dibawah DK terdapat Kepala Eksekutif yaitu anggota DK yang bertugas memimpin pelaksanaan pengawasan kegiatan jasa keuangan dan melaporkan pelaksanaan tugasnya sebagai DK.

20

Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan (Jakarta:PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 174. 21

Pasal 34 UU No.23 Tahun 1999 jo UU No.3 Tahun 2004 jo UU No.6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia (UUBI), menentukan:

a. Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang.

b. Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010.

(10)

saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.23

Struktur organisasi OJK yang akan dibentuk terdiri dari sembilan orang anggota DK OJK sebagai unsur pimpinan tertinggi, dua orang dari ex- officio.24

Amanat dari UU OJK mengamanatkan pembentukan suatu forum yang disebut dengan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). Ditentukan dalam Pasal 1 angka 25 UU OJK definisi FKSSK adalah forum koordinasi yang dibentuk untuk menjaga stabilitas sistem keuangan yang anggotanya terdiri atas Menteri Keuangan selaku koordinator merangkap anggota, Gubernur Bank Indonesia selaku anggota, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota, dan Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota. berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 25 UU OJK di atas, dapat dipahami makna bahwa keanggotaan dari lembaga OJK terdiri dari Menteri Keuangan sebagai koordinator, Gubernur BI, DK OJK, dan DK LPS masing-masing sebagai anggota forum. Dalam forum ini harus dijalankan melalui koordinasi demikian juga halnya koordinasi dilaksanakan sehari-hari dalam menjalankan tugas dan kewenangan antar lembaga. Setidaknya melalu koordinasi dapat meminimalisir kendala-kendala yang membuat terhambatnya sistem perbankan.

Ditentukan dalam Pasal 1 angka 20 UU OJK, ex-officio adalah jabatan seseorang pada lembaga tertentu karena tugas dan kewenangannya pada lembaga lain. Ex-officio di lembaga OJK tidak dilakukan melalui seleksi di DPR melainkan bersifat pengangkatan (langsung diangkat) sebagaimana anggota DK OJK setelah melalui seleksi di Bank Indonesia. Terdapat pula dalam struktur OJK yakni Dewan Kehormatan yang menurut Pasal 1 angka 21 UU OJK disebut dengan Komite Etik yaitu organ pendukung DK yang bertugas mengawasi kepatuhan DK, pejabat, dan pegawai OJK terhadap kode etik.

25

23

Chatamarrasjid Ais, Op Cit, hlm. 217 24

Lufti Zen Fuadi, “Sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dari Bapepam-LK”, Seminar Sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, bertempat di Tiara Medan Hotel & Convention Centre, Medan, Tanggal 8 Juni 2012. Bandingkan juga dengan: Muslimin Anwar (Dosen Pasacasarjana FE UI),

“Peran Otoritas Jasa Keuangan Negara G-20”, Artikel Berita Kolom Probis Rakyat Indonesia, Tanggal 7 April 2009, hlm. 1.

3. Pengertian pembiayaan terorisme

(11)

Indonesia merupakan negara yang berdaulat, tujuan negara Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial, hal itu sesuai dengan apa yang telah tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Hal tersebut menunjukkan kalau Indonesia turut serta dalam menciptakan dan melaksanakan perdamaian dunia sebagai suatu kondisi yang dikatakan ideal dalam suatu negara. Dengan demikian, segala hal yang dianggap oleh Indonesia bertentangan dengan pencapaian kedamaian maka harus diberantas dengan segala upaya.

Terorisme merupakan salah satu tindakan yang menjadi suatu ancaman bagi kelangsungan negara di dunia. Sebagai suatu tindak kejahatan, terorisme jelaslah bertentangan dengan ideologi dan tujuan negara Republik Indonesia. Pemberantasan terorisme harus ditingkatkan guna menghindari maraknya terorisme di dunia khususnya di Indonesia. Dalam hal memerangi terorisme di Indonesia tidaklah cukup hanya dengan menggunakan kekuatan senjata atau dengan pasukan pertahanan negara, melainkan yang menjadi sasaran pencegahan terorisme salah satunya adalah melemahkan pembiayaan terorisme itu sendiri. Jika kita menelaah lebih lanjut, terorisme akan semakin berkembang jika organisasinya mendapatkan pembiayaan yang cukup atau bahkan berlebih. Oleh karena itu, perang terhadap pembiayaan terorisme merupakan langkah yang penting dalam memerangi terorisme itu sendiri. Tindak pidana terorisme masuk dalam konvensi internasional yang relatif baru. Bahkan Indonesia sendiri mengatur kejahatan pendanaan terorisme tahun 2002. Namun demikian, kejahatan terorisme seperti pemboman masih marak terjadi.

Tindak pidana terorisme diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 jo. Undang-Undang No.15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme (selanjutnya disebut UU Tindak Pidana Terorisme). Dalam UU Tindak Pidana Terorisme tersebut menyebutkan terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban serta merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara karena terorisme merupakan kejahatan yang bersifat internasional yang menimbulkan bahaya terhadap keamanan penduduk setiap bangsa, perdamaian dunia, serta merugikan kesejahteraan rakyat sehingga dianggap perlu memberantas secara berencana dan berkesinambungan sehingga hak asasi orang banyak dilindungi dan dijunjung tinggi.

F. Metode Penelitian

(12)

Jenis metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan khususnya dalam UU OJK. Sifat penelitian adalah deskriptif analisis yaitu dengan menggambarkan hasil analisis terhadap norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam UU OJK dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara pasal-pasal terkait yang menyangkut masalah pengawasan OJK terhadap bank.

2. Data penelitian

Data pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang No. 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang-Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 jo Undang-Undang No. 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 jo Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Undang-Undang No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 12/20/PBI/2010 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Pengkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku, makalah-makalah seminar, artikel, jurnal, makalah lepas dari internet maupun karya-karya tulisan yang menyangkut OJK, perbankan, serta terorisme dari internet.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder misalnya Kamus Bahasa Indonesia dan Kamus Bahasa Inggris.

3. Teknik pengumpulan data

(13)

yang sedang diteliti kemudian disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan.

4. Analisis data

Data-data yang diperoleh, akan dianalisis secara kualitatif yakni memilih norma-norma dan kaidah-kaidah serta pasal-pasal yang terpenting dalam UU OJK kemudian menjelaskannya, menguraikannya, memaparkannya dalam bentuk sistematis dari data-data tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Data tersebut dijelaskan hubungannya antara berbagai jenis data, sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, juga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan dan dapat dilakukan penarikan kesimpulan.26

Bab IV berjudul Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Bank Dalam Rangka Pencegahan Pembiayaan Terorisme. Pada bab ini akan dibahas apa yang menjadi pokok dari semua bab sesuai dengan judul yang telah diangkat di atas yaitu mengenai Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Bank Dalam Rangka Pencegahan Pembiayaan Terorisme. Lebih lanjut lagi dalam bab ini akan menjabarkan mengenai sistem pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap industri jasa keuangan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan dan penjabaran tulisan ini maka penelitian ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan sistematika sebagai berikut :

Bab I merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II berjudul Bentuk Keterlibatan Bank Dalam Pembiayaan Terorisme. Pada bab ini akan dibahas mengenai konsepsi dasar mengenai bentuk-bentuk keterlibatan bank dalam pembiayaan terorisme yaitu antara lain akan mengulas terlebih dahulu mengenai tinjauan umum tentang terorisme. Selanjutnya juga akan membahas mengenai pengaturan dan pengawasan bank di Indonesia.

Bab III berjudul Kewajiban Hukum Bank Dalam Rangka Pencegahan Pembiayaan Terorisme. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai 4O+Recommendition dari FATF. Selanjutnya akan dibahas juga mengenai kewajiban hukum bank dalam rangka pencegahan pembiayaan terorisme.

26

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Kelas yang ketiga bertujuan membuat grafiknya, kelas yang keempat untuk menyeleksi fungsi dan kelas yang lima dan keenam untuk menyimpan tumpukan dalam membuat sebuah notasi

Pemain harus memasukkan bola sebanyak-banyaknya kedalam ring, semakin banyak bola yang dimasukkan kedalam ring maka semakin besar nilai yang diperoleh pemain.Pada tahap

[r]

Sehubungan dengan point 1 tersebut di atas, Pokja ULP memutuskan bahwa Pelelangan Pekerjaan Perencanaan Pembangunan Gedung Kantor SAR Timika Tahap-II dinyatakan GAGAL

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Untuk mengetahui pengaruh secara simultan dan parsial insentif, budaya kerja, lingkungan kerja terhadap

Pada dasarnya upaya pemerin tah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam keselama tan pasien di fasilitas pelayanan kese hatan telah dituangkan dalam

Jadi untuk ketiga saluran pemasaran cabai rawit di Kecamatan Kanigoro semuanya efisien karena nilai share harga yang di terima petani semuanya lebih dari

penulisan fakta-fakta yang ditulis oleh Tirto.id lebih baik dibandingkan Kumparan, fakta berupa kutipan sumber selalu disertakan pada setiap informasi yang disampaikan,