• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Kms Bubble Nilai Plus Jingle Terhadap Perilaku Gizi Ibu Dan Pertumbuhan Anak Usia 0-24 Bulan Di Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Kms Bubble Nilai Plus Jingle Terhadap Perilaku Gizi Ibu Dan Pertumbuhan Anak Usia 0-24 Bulan Di Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan merupakan salah satu indikator sensitif kesehatan anak, status gizi dan latar belakang genetiknya. Penyimpangan dari pertumbuhan rata-rata tinggi badan dan berat badan pada anak usia satu tahun pertama dapat menunjukkan adanya masalah kesehatan yang sering disebut dengan gagal tumbuh atau failure to thrive. Penyebabnya bermacam-macam, seperti anak tidak mendapat makanan yang cukup dan bergizi, masalah gangguan kesehatan seperti sulit menelan, alat pencernaan atau usus tidak sempurna (mengecil), lingkungan yang kurang bersih, dan masalah sosial ekonomi (Zamani, 2005).

(2)

Penelitian yang dilakukan oleh Riviera, et.al. (1997) menyimpulkan bahwa gangguan pertumbuhan dapat terjadi pada semua tahapan usia anak balita, tetapi lebih besar kemungkinannya pada usia 0-12 bulan. Penelitian mereka di Guatemala menunjukkan sebanyak 19-34% anak sudah mengalami gangguan pertumbuhan pada usia tiga bulan pertama kehidupannya. Sedangkan yang paling bermasalah adalah ketika anak memasuki usia 9-12 bulan karena sekitar 40-80% pada usia ini mengalami gangguan pertumbuhan. Pada usia tiga sampai enam bulan yang mengalami gangguan pertumbuhan hanya sebanyak 12-19%, dan pada usia 6-9 bulan sebanyak 12-25%.

Dampak dari gangguan pertumbuhan pada usia dini dapat mempengaruhi tingkat intelegensia. Emond, et.al. (2007) dalam penelitiannya di Inggris menyimpulkan bahwa kenaikan berat badan yang tidak memenuhi kenaikan berat badan minimal selama sembilan bulan pertama akan berdampak pada rendahnya intelligence qoutient (IQ) anak ketika memasuki usia sekolah.

Di Indonesia, masalah gagal tumbuh kembang merupakan masalah serius. Hal ini dibuktikan oleh data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010 yang menunjukkan prevalensi gizi buruk dan kurang pada Balita masing-masing sebesar 4,9% dan 13,0% (Kemenkes, 2010). Sementara itu data Riskesdas tahun 2007 menampilkan data status gizi secara lebih rinci yaitu bayi usia 0-5 bulan ditemukan 11,3 % dan 10,1 % prevalensi gizi buruk dan kurang. Pada 6 bulan berikutnya yaitu 11-12 bulan, prevalensi gizi kurang dan buruk mulai menurun menjadi 9,9% (Kemenkes RI, 2008). Data ini menunjukkan bahwa pola kegagalan pertumbuhan pada anak-anak di Indonesia juga mengikuti pola seperti yang terjadi pada negara sedang berkembang lainnya di dunia.

(3)

mengalami gangguan pertumbuhan (Shrimpton et.al. 2001). Di Indonesia, upaya pencegahan anak kurang gizi masuk dalam Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009, dimana pada pasal 142 ayat 1 berbunyi bahwa upaya perbaikan gizi dilakukan pada seluruh siklus kehidupan dengan prioritas pada usia bayi dan balita (Widjono, 2011). Salah satu caranya adalah dengan melakukan pemantauan pertumbuhan menggunakan Kartu Menuju Sehat atau yang disingkat dengan KMS (Griffiths, et.al. 1996).

Melakukan pemantuan pertumbuhan secara rutin, selain dapat menentukan pola normal pertumbuhan anak, juga dapat mengetahui permasalahan dan faktor yang mempengaruhi dan mengganggu pertumbuhan anak sejak dini. Bila gangguan pertumbuhan diketahui secara dini, maka pencegahan dan penanganan gangguan pertumbuhan tersebut dapat diatasi sejak dini (Morley, 1979 & WHO, 1995). Menurut Griffiths, et.al. (1996) kegiatan pemantauan pertumbuhan sudah merupakan kegiatan sentral dari suksesnya proyek gizi masyarakat karena dapat meningkatkan kesadaran dan memotivasi ibu untuk melakukan kegiatan perbaikan gizi. Salah satu cara untuk membuat terlihatnya dampak dari aksi pencegahan kurang gizi dan perbaikan gizi keluarga adalah dengan membuat grafik berat badan setiap bulan, karena naik atau turunnya berat badan (BB) anak dapat digunakan untuk mendorong ibu melakukan praktek positif, memotivasi perubahan, memberi penghargaan dan melakukan perilaku kesehatan yang baru, akan tetapi jika hasil pemantauan pertumbuhan tidak digunakan sebagai data dasar untuk melakukan tindakan dan mengambil keputusan maka program pemantauan menjadi tidak berguna.

Morley adalah orang yang pertama kali memperkenalkan penggunaan grafik tumbuh kembang fisik anak sebagai alat untuk memantau secara longitudinal kecukupan gizi anak. Grafik ini kemudian dikembangkan oleh pakar kesehatan anak, Jellife dan diberi nama “Road To Health” atau KMS (Wijono, 2011). Pengakuan terhadap pentingnya KMS juga

(4)

Education Fund (UNICEF). Dua lembaga di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB) ini sangat menganjurkan penggunaan KMS karena dengan melakukan pemantauan pertumbuhan, keggalan pertumbuhan dapat dideteksi secara dini dan memberikan waktu yang tepat bagi keluarga dan petugas kesehatan untuk melakukan intervensi secara berulang-ulang dan mencegah terjadinya masalah yang lebih buruk (Oswari, 1995).

Kartu Menuju Sehat sudah tidak asing lagi dalam dunia kesehatan anak. Para ahli kesehatan anak mengakui bahwa KMS merupakan alat yang sangat baik dan sederhana untuk mamantau pertumbuhan anak. Program promosi pemantauan pertumbuhan (growth and monitoring promotion) sudah diakui di dunia sebagai salah satu elemen penting dalam strategi

keberlangsungan hidup anak dan perawatan kesehatan dasar (Adenike, 2010). Namun dalam penggunaan KMS di berbagai tempat di dunia, ditemukan banyak permasalahan terutama dalam menginterpretasi hasil penimbangan. Penelitian yang dilakukan oleh Ben-Joseph, et.al. (2009) pada 1000 orang tua balita di Amerika menyimpulkan bahwa walaupun hampir 80% orang tua pernah melihat KMS anak tetapi sebagian besar (77%) dari mereka masih sulit untuk memahami arti data yang terdapat pada grafik KMS. Penelitian yang hampir sama juga dilakukan oleh Roberfroid, et.al. (2007). Mereka mengevaluasi pemahaman ibu-ibu terhadap KMS. Dengan menelaah 20 hasil penelitian dari negara Asia, Africa dan Amerika Latin, mereka menyimpulkan bahwa 30-75% ibu-ibu di Negara-negara tersebut masih rendah pengetahuannya dalam menginterpretasikan data yang terdapat KMS anak.

(5)

tua jika berat badannya turun atau mengalami gangguan pertumbuhan perlu ditampilkan pada KMS, agar mereka tidak terlambat untuk melakukan dan meminta pertolongan.

Masalah tentang rendahnya pengetahuan orang tua membaca data di KMS dan penggunaan KMS sebagai alat untuk memantau pertumbuhan anak juga terjadi di Indonesia, tetapi penelitian khusus untuk mengetahui tingkat pemahaman orang tua terhadap data di KMS masih jarang dilakukan. Hasil Riskesdas 2007 di Indonesia menemukan bahwa hanya 23,3% ibu yang memiliki KMS, 41,7% memiliki tetapi KMS dititip kepada kader dan sisanya (35,0% ), ibu tidak memiliki KMS. Sementara data Riskesdas 2007 untuk Provinsi Sumatera Utara menerangkan hanya 17% ibu yang membawa KMS ke rumah, 32% tidak mempunyai KMS, selebihnya 51% menitipkan KMS pada kader (Kemenkes RI, 2008). Data ini menunjukkan bahwa baik kader maupun ibu balita sama-sama kurang memahami fungsi KMS. Kader lebih mementingkan kelengkapan administrasi di Posyandu daripada menggunakan KMS sebagai media untuk pendidikan kesehatan, karena dalam praktek penggunaan KMS di Posyandu, ibu-ibu balita yang datang ke Posyandu hampir tidak pernah mendapat penjelasan tentang status pertumbuhan anak menurut data KMS anak, padahal kedatangan ibu ke posyandu ingin mendapatkan nasehat dari petugas kesehatan.

Dari hasil pengamatan penulis di lapangan, terdapat beberapa permasalahan lain yang sering ditemukan dalam penggunaan KMS di Posyandu, yaitu 1) kader posyandu sering salah menentukan titik berat badan (plotting) karena jarak antar garis terlalu rapat, 2) angka BB anak ditulis pada titik BB sehingga titik BB anak tidak terlihat, 3) titik-titik BB tidak dihubungkan, 4) penandaan titik BB pada grafik tidak konsisten, kadang menggunakan bulatan hitam (•) dan kadang menggunakan tanda silang (x), 5) KMS disimpan oleh kader

(6)

ada panduan, dan 8) jenis KMS yang digunakan masih bervariasi bahkan masih ditemukan KMS perusahaan makanan/susu formula dan KMS fotocopy. Temuan penulis di atas juga didukung oleh Widjono (2001) yang mengatakan bahwa di Indonesia KMS lebih sering digunakan sebagai alat kelengkapan administrasi daripada sebagai media pendidikan seperti yang diharapkan oleh para ahli gizi masyarakat dan pakar kesehatan anak.

Permasalahan seperti yang kemukakan di atas membuat penulis menciptakan KMS modifikasi yang diberi nama KMS Bubble Nilai. KMS Bubble Nilai adalah KMS hasil modifikasi dari KMS WHO-2005 yang penggunaannya diresmikan oleh WHO pada bulan April 2006. KMS WHO-2005 adalah karena memeliki beberapa kelebihan diantaranya membedakan jenis kelamin, garis kurva menunjukkan pertumbuhan anak yang seharusnya, sampel yang dipilih untuk menghasilkan KMS WHO-2005 ini adalah dari 8440 anak sehat dan mendapat ASI Ekslusif, ibu yang tidak merokok dan tinggal dalam lingkungan yang bersih yang berasal dari enam negara mewakili negara-negara di dunia; USA, Brazil, Ghana, India, Norwegia dan Oman. Selain kelebihan dari segi keterwakilan sampel dan lamanya pelaksanaan survei untuk menghasilkan KMS-WHO 2005, komponen-komponen yang membentuk grafik KMS WHO-2005 juga memiliki makna spesifik yang tidak dimiliki KMS sebelumnya seperti; kurva pertumbuhan yang menunjukkan grafik pertumbuhan seorang anak harus tumbuh, pita-pita warna; warna kuning, hijau, hijau mudah dan garis merah, menunjukan batas-batas status BB dan status gizi, penyajian kenaikan berat badan minimal (KBM) yang menunjukkan target minimal kenaikan berat badan yang harus dicapai yang tidak pernah terdapat pada KMS sebelumnya.

(7)

menggunakan KMS WHO-2005 menyebabkan banyak ibu balita yang tidak memahami fungsi KMS karena mereka tidak pernah mendapat pendidikan/penyuluhan gizi dan tidak dilibatkan untuk mengisi KMS seperti membuat titik BB dan grafik BB. Padahal, menurut Griffiths (1996) dan WHO (1996), kunci sukses dari program pemantauan pertumbuhan adalah pelibatan ibu dalam pengisian KMS dan pemberian nasehat oleh petugas kesehatan tentang tindakan apa yang harus dilakukan ibu setelah mengetahui hasil penimbangan BB anak. Penempatan lembaran KMS WHO-200 pada lembaran bagian belakang buku kesehatan ibu dan anak (buku-KIA) juga membuat ibu menjadi jarang membuka atau melihat data KMS anak. Hasil penelitian Ernoviana, et al. (2006) tentang penggunaan buku KIA menyimpulkan bahwa walaupun distribusi buku KIA mencapai 90% tetapi pemanfaatan buku KIA sebagai media pencatatan kesehatan ibu hanya sekitar 20%, artinya keberadaan KMS WHO-2005 yang terdapat pada buku KIA pasti kurang dimanfaatkan secara maksimal untuk media pendidikan gizi bagi ibu.

(8)

yang menunjukkan berat badan diganti dengan bulatan-bulatan kosong (bubble), dimana setiap satu bulatan bernilai 100 gram. Pada bagian kanan KMS ditampilkan angka 5, 6, 7, 8 dan 10 dimana angka-angka tersebut untuk menunjukkan nilai berat badan berdasarkan posisi pita warna dan status berat badan. Pada bagian belakang KMS terdapat penjelasan tentang cara menerjemahkan nilai dan bentuk tindakan sesuai dengan status berat badan anak serta panduan tahapan pemberian makanan usia 0-12 bulan. Pada bagian pojok bawah kanan terdapat tabel perkembangan motorik anak umur 0-24 bulan dan pojok kiri baha terdapat syair lagu (jingle) berjudul “Mari Belajar KMS Nilai”.

Kemudian berdasarkan klasifikasi pita warna dan status berat badan seperti yang diuraikan dalam buku modul tentang cara interpretasi pertumbuhan yang diterbitkan oleh Direktorat Bina Gizi Dirjen Binkesmas 2011, penulis mengklasifikasikan arti dari nilai 5-10 sebagai berikut : nilai 5 bagian atas = Berat Badan Sangat Lebih (absolutely overweight) dan nilai 5 bagian bawah = Berat Badan Sangat Kurang (absolutly less weight), nilai 6 bagian atas = Berat Badan Lebih (overweight) dan nilai 6 bagian bawah = Berat Badan Kurang (less weight), nilai 7 = Berat Badan Sedang (less normal weight), Nilai 8 atas dan bawah = Berat

Badan Normal (normal weight) dan Nilai 10 = Berat Badan Sangat Normal (absolutely normal weight). Dalam praktek penggunaan KMS Bubble Nilai, ibu-ibu dianjurkan untuk

menentukan titik berat badan dan menggambarkan grafik pertumbuhan anak. Penyimpanan KMS juga ditentukan disatu tempat pada dinding kamar agar grafik pertumbuhan anak dapat terlihat setiap saat dan KMS tidak mudah hilang.

(9)

rendah orang tua kecewa dan akan melakukan segala upaya agar anaknya mendapat nilai baik dan berprestasi. Dengan latar belakang pendidikan ibu-ibu di Indonesia yang mayoritas tammat sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) akan lebih mudah dan cepat memahami arti dari angka tersebut.

Penggunaan nilai dalam bidang kesehatan sudah tidak asing lagi. Beberapa jurnal penelitian tentang manfaat menyajikan informasi risiko kepada pasien, menyimpulkan bahwa dengan menyajikan informasi risiko dapat meningkatkan pengertian pasien tentang risiko yang dialami sehingga dapat membantu mereka untuk mengambil keputusan atau tindakan kesehatan yang harus dilakukan. Fargelin (2007) mengatakan bahwa memahami angka dalam mengomunikasikan status kesehatan adalah penting terutama untuk memahami arti tekstual dan persepsi risiko yang terkandung di dalamnya. Schapira, et.al. (2010) juga mengatakan bahwa interpretasi dan penggunaan angka dalam kesehatan mungkin berbeda-beda berdasarkan budaya dan tempat tinggal. Akan tetapi, penggunaan angka sangat penting dalam aplikasinya dengan keadaan kesehatan karena akan dapat merubah perilaku kesehatan.

Sedangkan penggunaan bubble atau bulatan-bulatan kosong untuk memudahkan ibu dan kader menentukan titik berat badan anak dengan cara menebalkan bulatan dengan pulpen dan menghindari bentuk lain sepeti tanda silang jarang. Ukuran KMS Bubble Nilai juga dua kali lebih besar dari biasa tujuannya agar garis pertumbuhan tidak terlalu rapat dan grafik pertumbuhan lebih jelas kelihatan.

(10)

program Gerakan Scaling Up Nutrition (SUN movement) dengan tujuan menurunkan masalah gizi dengan sasaran 1000 hari pertama kehidupan (270 hari selama kehamilan dan anak usia 24 bulan). Alasan lain adalah bukti dari penelitian yang dilakukan oleh Julia M (2009) yang bertujuan menilai implikasi dari penggunaan KMS WHO-2005 untuk anak-anak di Indonesia menyimpulkan bahwa KMS WHO-2005 merupakan alat yang lebih baik untuk menilai status gizi anak usia 0-24 bulan daripada KMS-NCHS.

Sedangkan alasan penggunaan jingle adalah untuk meningkatkan daya ingat ibu tentang arti dari nilai berat badan anak pada KMS. Jingle tersebut akan dinyanyikan oleh ibu-ibu selama mengikuti pendidikan gizi, agar mereka dengan cepat memahami arti dari nilai berat badan anak dan tidak merasa bosan mengikuti pendidikan gizi selama empat bulan. Biasanya dengan menyanyikan jingle itu membuat orang menjadi merasa senang karena irama dan musiknya gembira.

Beberapa tahun lalu Departemen Kesehatan (Depkes) RI sering menggunakan jingle kepada masyarakat dalam kegiatan promosi program kesehatan ibu dan anak dan cara tersebut sangat efektif karena hampir masyarakat Indonesia hafal syair lagu seperti Aku Anak Sehat, Kurang Vitamin dan Ayo Ke Posyandu, namun beberapa tahun terkahir Depkes RI tidak pernah lagi menggunakan jingle.

(11)

kolom sesuai nilai BB anak dan membaca kolom tindakan apa yang akan dilakukan dan jenis makanan apa yang cocok diberikan seuai usia anak.

(12)

Beberapa negara telah mengaplikasikan saran dari WHO untuk mendisain ulang KMS. Mexico dan India telah mendesain ulang KMS mereka yang dikenal dengan KMS Bubble. Penelitian tentang pengaruh penggunaan KMS bubble juga sudah pernah dilakukan oleh Martinez et. al pada ibu-ibu di Meksiko. Hasil uji coba KMS Bubble dalam sebuah penelitian yang dilakukan terhadap 85 orang ibu yang tinggal di daerah pedesaan Meksiko, mengungkapkan bahwa tingkat pengetahuan gizi ibu dan pemahaman data KMS anak setelah menggunakan KMS Bubble menjadi meningkat secara bermakna. Delapan puluh satu persen anak mengalami kenaikan BB, 12% anak mengalami penurunan BB dan 7% tidak mengalami kenaikan BB yang bermakna. Penggunaan KMS Bubble meluas ke negara lain seperti India: Gujarat, Maharashtra, Tamil Nadu dan Africa : Lesotho (Griffiths & Berg, 1988).

Hasil penelitian Martinez menyimpulkan bahwa dengan mendesain ulang KMS menjadi KMS Bubble dapat merangsang ibu untuk lebih aktif memantau pertumbuhan anak. Proses perubahan perilaku tersebut tentu berkaitan dengan teori perilaku seperti yang dikemukakan oleh Skinner dalam Notoatmodjo (2005). Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan kata lain perilaku manusia terjadi melalui proses terjadinya stimulus terhadap organisme, kemudian stimulus tersebut menghasilkan respons. Dalam penelitian ini, stimulus adalah intervensi pendidikan gizi tentang KMS Bubble Nilai kemudian responsnya adalah perilaku gizi dalam menggunakan KMS Bubble Nilai dan dampaknya terhadap pertumbuhan pada anak.

(13)

yang sudah mengerti fungsi KMS adalah mempunyai pengetauan, sikap dan ketrampilan dan niat untuk mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan, seperti menimbang anak denga rutin, jika anak sakit ibu segera membawa anak berobat ke petugas kesehatan dan memperbaiki pola asuh dan pemberian makan anak.

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-isteri atau suami-isteri dan anaknya atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Peran keluarga khususnya ibu sangat besar dalam menjamin kesehatan anak. Salah satu area fungsi keluarga dalam aspek Biologi adalah memberikan proteksi kepada anak selama masa pertumbuhan dan memberikan makanan yang bergizi kepada seluruh anggota keluarga. Sedangkan dari aspek pendidikan, orang tua harus menggunakan kemampuan pendidikannya untuk mempelajari media komunikasi informasi edukasi (KIE) seperti leaflet dan poster kesehatan ibu dan anak termasuk Kartu Menuju Sehat (Wijono, 2008). Dengan pernyataan ini, maka dalam penelitian ini, peneliti menetapkan sasaran intervensi adalah ibu balita, tidak melalui petugas kesehatan atau kader posyandu.

Lebih lanjut Siregar (2004) mengatakan, di dalam keluarga, ibu berperan dalam mengatur makanan seluruh anggota keluarga, terutama anak bayinya. Oleh karena itu, pendidikan gizi kepada keluarga merupakan kunci untuk merubah gizi keluarga. Pendidikan gizi lebih diutamakan untuk meningkatkan pengetahuan agar dapat merubah perilaku yang salah dan tidak sesuai anjuran.

(14)

untuk meningkatkan pengetahuan dan minat ibu untuk memantau pertumbuhan anaknya. Dia menyarankan agar media praktis pendidikan gizi tersebut dikombinasikan dengan media lain agar ibu-ibu tertarik dan berminat memantau pertumbuhan.

Menurut Notoatmodjo (2007), keefektifan perubahan perilaku melalui pendidikan gizi tergantung pada media yang digunakan. Media tersebut antara lain seperti poster dan leaflet KMS. Dalam penelitian ini, media utama yang digunakan adalah KMS Bubble ukuran A3 ataudua kali lebih besar dari ukuran KMS biasa dan dikombinasikan dengan jingle yang diberi judul “Mari Belajar KMS Nilai”. Namun keefektifan media tidak bermanfaat jika tidak diperkenalkan kepada masyarakat. Oleh karena pada penelitian ini penulis menggunakan penyuluhan gizi sebagai pintu masuk untuk memperkenalkan KMS Bubble Nilai kepada masyarakat khususnya kepada ibu-ibu yang memiliki bayi usia 0-24 bulan di Kabupaten Deli Serdang. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian di Kabupaten Deli Serdang karena Kabupaten Deli Serdang adalah satu dari tujuh kabupaten di Indonesia yang mempunyai peraturan daerah (Perda) tentang kesehatan ibu, bayi, balita dan usia lanjut (KIBBLA). Dengan diterbitkannya Perda nomor 2 tahun 2009 tentang KIBBLA maka seluruh tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan harus bekerja keras untuk menekan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Dengan kehadiran Perda tersebut nantinya akan membantu proses pengadaan media KMS Bubble Nilai untuk digunakan oleh ibu-ibu di Posyandu dan selanjutnya diharapkan akan menurunkan angka kematian bayi.

1.2. Rumusan Masalah

(15)

anak adalah sangat penting agar dapat dilakukan tindakan yang tepat dalam mencegah terjadinya masalah gizi.

Berbagai penelitian melaporkan bahwa pemahaman orang tua terutama ibu dalam menggunakan KMS yang digunakan saat ini masih sangat rendah. Salah satu penyebabnya adalah proses memperkenalkan pentingnya KMS kepada ibu-ibu balita tidak sesuai seperti yang diharapkan. Petugas kesehatan membagikan KMS kepada ibu tanpa diikuti penjelasan tentang manfaat dan cara menggunakannya. Bahkan, KMS yang digunakan saat ini juga masih sering menyulitkan tenaga kesehatan dan kader Posyandu untuk menentukan titik BB, membuat grafik dan memberikan konseling, dan disisi lain ibu-ibu juga terkesan tidak mau tahu tentang informasi yang terdapat pada KMS. Akibatnya fungsi KMS hanya untuk kelengkapan administrasi di Posyandu.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, penulis mengembangkan KMS yang baru yang disebut dengan KMS Bubble Nilai. Pada bagian depan, garis vertikal diganti dengan bulatan-bulatan (bubbles) dan pada bagian kanan yang membati pitawarna diberi nilai 5, 6, 7, 8 dan 10. Pada bagian belakang dilengkapi informasi tentang cara menerjemahkan hasil penimbangan dan panduan pemberian makanan sesuai usia anak. Hasil uji coba KMS KMS Bubble Nilai pada ibu-ibu balita dan kaders Posyandu menyimpulkan tingginya persentase (83,4%) ibu-ibu yang setuju terhadap penggunaan KMS Bubble Nilai untuk menggantikan KMS yang digunakan saat ini. Untuk menilai tingkat efektifitas KMS Bubble Nilai terhadap perilaku gizi dan pertumbuhan anak, peneliti menggunakan KMS tersebut sebagai media utama dalam pendidikan/penyuluhan gizi intensive

(16)

intensif dapat merubah perilaku gizi ibu. Maka dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan KMS Bubble Nilai sebagai media utama pada kegiatan penyuluhan gizi untuk meningkat pengetahuan, sikap dan ketrampilan ibu terhadap KMS serta meningkatkan pertumbuhan anak.

1.2.1.Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kenyataaan dan rumusan masalah, maka pertanyaan umum yang diajukan adalah :

1) Apakah intervensi menggunakan KMS Bubble Nilai dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan gizi gizi ibu ?

2) Apakah intervensi dengan menggunakan KMS Bubble Nilai dapat meningkatkan pola pertumbuhan anak ?

3) Apakah terdapat perbedaan yang bermakna perilaku gizi ibu dan pola pertumbuhan anak antara kelompok ibu-ibu yang menggunakan KMS Bubble Nilai dengan kelompok ibu-ibu yang menggunakan KMS lama (KMS-WHO2005) ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Umum

Mengetahui pengaruh penggunaan KMS Bubble Nilai dan Jinggle terhadap perilaku gizi ibu dan pola pertumbuhan anak.

1.3.2. Khusus

(17)

2. Menilai pengaruh penggunaan KMS Bubble Nilai terhadap sikap ibu terhadapi program penimbangan anak, pengisian KMS, interpretasi hasil penimbangan, pola pemberian makanan anak dan komunikasi dengan petugas kesehatan

3. Menilai pengaruh penggunaan KMS Bubble Nilai terhadap ketrampilan/tindakan ibu dalam mengikuti program penimbangan, pengisian KMS, interpretasi hasil penimbangan, pola pemberian makanan anak dan komunikasi dengan petugas kesehatan

4. Menilai pengaruh penggunaan KMS Bubble Nilai terhadap asupan gizi (kalori) anak

5. Menilai pengaruh penggunaan KMS Bubble Nilai terhadap pertambahan berat badan (BB) anak

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut; 1.4.1. Manfaat Aplikatif

a. Menyajikan bulatan-bulatan kosong (bubbles) sebagai pengganti garis vertikal dan jarak antar garis horizontal lebih jarang akan memudahkan kader Posyandu dan ibu-ibu balita untuk menentukan titik-titik (plotting) berat badan (BB) anak.

b. Menggunakan nilai 5, 6 7, 8 dan 10 akan memudahkan ibu balita menerjemahkan status BB anak. Apabila nilainya rendah atau turun ibu akan melakukan tindakan sesuai anjuran yang terdapat pada KMS Bubble Nilai

c. Menyajikan panduan tahapan dan pola pemberian makanan yang tepat sesuai usia anak dilengkapi dengan jenis makanan yang boleh dan belum boleh diberikan, frekwensi dan porsi makanan akan membantu ibu untuk menyiapkan makanan sesuai anjuran.

(18)

e. Penggunaan KMS Bubble Nilai secara tidak langsung bermanfaat untuk ibu/keluarga agar berusaha mengajar anaknya untuk mencapai nilai 10 di sekolah jika anak sekolah kelak. 1.4.2. Manfaat Program

a. KMS Bubble Nilai dan Jingle dapat digunakan tidak hanya untuk program pemantauan pertumbuhan tetapi juga untuk program kesehatan ibu dan anak (KIA) dan promosi kesehatan. Jika KMS diperkenalkan sejak ibu hamil terlebih tentang pemberian ASI eksklusif dan kenaikan BB minimal, ibu akan berusahan untuk mengkonsumsi makanan bergizi untuk mencegah berat lahir rendah dan untuk mencapai KBM setiap bulan. KMS Bubble Nilai dapat digunakan sebagai media penyuluhan gizi kepada ibu hamil dengan mengajarkan pentingnya gizi untuk memperoleh BB lahir normal dan kenaikan BB minimal setiap bulan.

1.4.3. Pengembangan Model Penyuluhan Kesehatan di Tingkat Puskesmas

a. Mengembangkan model pembinaan gizi masyarakat dengan teknologi sederhana dan memanfaatkan secara maksimal tenaga dan sarana yang ada di Puskesmas sepertisumber-sumber bacaan atau media komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang ada di Puskesmas.

b. Umumnya pelaksanaan penyuluhan kesehatan di tingkat Puskesmas hanya melibatkan 1-2 orang tenaga kesehatan dan waktu pelaksanaanya juga cukup singkat.

Proses pelaksanaan penyuluhan gizi intensif yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai model untuk penyuluhan kesehatan lainnya seperti kesehatan lingkungan dan kesehatan reproduksi bagi anak remaja putri.

1.5. Manfaat Keilmuan

(19)

b. Masukan bagi dosen Promosi Kesehatan bahwa untuk merubah perilaku gizi ibu perlu mengajarkan teori dan difusi inovasi dan teori motivasi prestasi agar ibu-ibu memiliki kemauan yang tinggi untuk merubah perilaku. Untuk merubah perilaku gizi ibu, tidak cukup hanya menggunakan teori perilaku (stimulus dan respon) dan teori gizi (tahapan makanan anak) dalam bentuk ceramah tetapi perlu digabung dengan teori motivasi prestasi yaitu dengan memberikan rewards atau pujian serta makanan tambahan bergizi.

1.6. Kebaharuan (Novelty) Penelitian

KMS Bubble Nilai dan Jingle yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil inovasi dan kreatifas peneliti dengan cara memodifikasi KMS Lama menambahkan konsep nilai dan jingle yang belum pernah dilakukan oleh peneliti lain

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Teori Kredibilitas Sumber ini, dapat diketahui bahwa dalam melakukan persuasi kepada seseorang atau kelompok di tengah- tengah masyarakat, maka

Sehubungan dengan Seleksi Sederhana Pengadaan Jasa Konsultansi Perencanaan Rehabilitasi Jalan Hotmix Dalam Kota, Tahun Anggaran 2014 di lingkungan Dinas Pekerjaaan Umum

Aedes aegypti merupakan salah satu vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).Setiap tahun kasus DBD mengalami peningkatan, maka dari itu pengendalian terhadap

Price to Book Value, Earning Per Share dan Debt to Equity Ratio mempengaruhi harga saham penutupan pada Bank Umum Swasta Nasional Indonesia.. Dengan mengambil

Oleh karena itu, peneliti mencoba melakukan penelitian tindakan kelas ( classroom action research ) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi intensitas dismenorea sebelum diberikan terapi Emotional Freedom Technique (EFT) , menunjukkan

aureus on NA medium. Agar diffusion examination indicates that the concentration of GEN penetrated towards proximal direction at the second day is maximum because adsorbed GEN on

Dalam tugas akhir ini digunakan SVC (Static Var Compensator) yang merupakan salah satu FACTS devices, yang berfungsi menyerap atau menginjeksikan daya reaktif untuk