• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Kehamilan Dalam Perspektif Budaya Jawa Di Desa Labuhan Labo Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Asuhan Kehamilan Dalam Perspektif Budaya Jawa Di Desa Labuhan Labo Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2015"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Budaya

Kata “kebudayaan” berasal dari (bahasa sansekerta) buddhayah yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”. Menurut EB Tylor mendefinisikan kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan mencakup semuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan dan bertindak (Soekanto, 2006).Setiap manusia mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri. Kebudayaan sedikitnya mempunyai tiga wujud yaitu : wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma, dan peraturan-peraturan, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia (Koentjaraningrat, 2005).

Goodenough dalam Dumatubun (2002) mengemukakan bahwa kebudayaan adalah suatu sistem kognitif yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, dan nilai

(2)

yang berada dalam pikiran anggota-anggota individual masyarakat. Ini berarti bahwa kebudayaan berada dalam “tatanan kenyataan yang ideasional”, merupakan perlengkapan mental yang oleh anggota-anggota masyarakat dipergunakan dalam proses-proses orientasi, transaksi, pertemuan, perumusan gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku sosial nyata dalam masyarakat, dan digunakan sebagai pedoman bagi anggota-anggota masyarakat untuk berperilaku sosial yang baik/pantas dan sebagai penafsiran bagi perilaku orang-orang lain. Manusia dalam menghadapi lingkungan senantiasa menggunakan berbagai model tingkah laku yang selektif (selected behaviour) sesuai dengan tantangan yang dihadapi. Pola perilaku tersebut didasarkan pada sistem kebudayaan yang diperoleh dan dikembangkan serta diwariskan secara turun temurun.

(3)

Dalam melakukan tindakan pada suatu interaksi sosial, seseorang dipandu nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut adalah prinsip-prinsip yang berlaku pada suatu masyarakat tentang apa yang baik, apa yang benar dan apa yang berharga yang harusnya dimiliki dan dicapai oleh warga masyarakat. Sistem nilai mencakup konsep-konsep abstrak tentang apa yang dianggap baik, dan apa yang dianggap buruk dan itulah sesungguhnya inti dari suatu kebudayaan (Badrujaman, 2008).

Khusus dalam mengatur hubungan antar manusia, kebudayaan dinamakan pula struktur normatif atau menurut istilah Ralp Linton designs for living (garis-garis atau petunjuk dalam hidup). Artinya kebudayaan adalah suatu garis-garis pokok tentang perilaku atau blue print of behaviour yang merupakan peraturan-peraturan mengenai apa yang seharusnya dilakukan, apa yang dilarang, dan lain sebagainya.

(4)

Perilaku terwujud secara nyata dari seperangkat pengetahuan kebudayaan. Sistem budaya, berarti mewujudkan perilaku sebagai suatu tindakan yang kongkrit dan dapat dilihat, yang diwujudkan dalam sistem sosial. Berbicara tentang konsep perilaku, hal ini berarti merupakan satu kesatuan dengan konsep kebudayaan. Perilaku kesehatan seseorang sangat berkaitan dengan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma dalam lingkungan sosialnya, berkaitan dengan terapi, pencegahan penyakit (fisik, psikis, dan sosial) berdasarkan kebudayaan masing-masing Dumatubun (2002). Selain dengan pengamalan perilaku dalam konteks budaya, pengamalan perilaku setiap individu sangat erat kaitannya dengan “belief, kepercayaan” sebagai bagian nilai budaya masyarakat bersangkutan (Ngatimin, 2005).

Nilai-nilai sosial budaya memiliki arti penting bagi manusia dan masyarakat penganutnya, didalamnya tercakup segala sesuatu yang mengatur hidup mereka termasuk tatacara mencari pengobatan bila sakit. Kekurangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kesehatan disertai pengalaman hidup sehari-hari yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya membuat mereka mencari pemecahan timbulnya penyakit, penyebaran dan cara pengobatan menuju kearah percaya akan adanya pengaruh roh halus dan tahyul.

(5)

Perilaku merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan sekelompok orang untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma kelompok yang bersangkutan. Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit maupun menyembuhkan diri dari penyakit Kalangi (1994). Oleh karena itu dalam memahami suatu masalah perilaku kesehatan harus dilihat dalam hubungannya dengan kebudayaan, organisasi sosial, dan kepribadian individu-individunya.

2.1.1. Pengertian Budaya

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan nilai memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

(6)

derajat kesehatan. Perilaku yang dimaksud adalah meliputi semua perilaku seseorang atau masyarakat yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, angka kesakitan dan angka kematian. Perilaku sakit (ilness behavior) adalah cara seseorang bereaksi terhadap gejala penyakit yang biasanya dipengaruhi oleh pengetahuan, fasilitas, kesempatan, kebiasaan, kepercayaan, norma, nilai, dan segala aturan (social law) dalam masyarakat atau yang biasa disebut dengan budaya. Beberapa perilaku

dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pelayanan kebidanan di komunitas diantaranya :

1. Health Believe: Tradisi-tradisi yang diberlakukan secara turun-temurun.

2. Life Style : Gaya hidup yang berpengaruh terhadap kesehatan. Contohnya gaya hidup kawin cerai di lombok atau gaya hidup perokok (yang juga termasuk bagian dari aspek sosial budaya).

3. Health Seeking Behavior : Salah satu bentuk perilaku sosial budaya yang mempercayai apabila seseorang sakit tidak perlu pelayanan kesehatan, akan tetapi cukup dengan membeli obat di warung atau mendatangi dukun.

(7)

komunikasi, tindakan sosial, kegiatan ekonomi dan politik, dan teknologi, semua itu berdasarkan pola-pola budaya (Mulyana, 2002).

Budaya berfungsi sebagai “alat” yang paling efektif dan efisien dalam menghadapi lingkungan kebudayaan bukan sesuatu yang dibawa bersama kelahiran, melainkan diperoleh dari proses belajar dari lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Hubungan antara manusia dengan lingkungannya dijembatani oleh kebudayaan yang dimilikinya. Dilihat dari segi kebudayaan dapat dikatakan bersifat adaptif karena melengkapi manusia dengan cara-cara menyesuaikan diri pada kebutuhan fisiologis dari diri mereka sendiri, penyesuaian pada lingkungan yang bersifat fisik geografis maupun lingkungan sosialnya.

Kenyataan bahwa banyak kebudayaan bertahan malah berkembang menunjukkan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang dikembangkan oleh suatu masyarakat disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan tertentu dari lingkungannya, dengan kata lain; kebiasaan masyarakat manusia yang berlainan mungkin akan memilih cara-cara penyesuaian yang berbeda terhadap keadaan yang sama. Kondisi seperti itulah yang menyebabkan timbulnya keaneka ragaman budaya (Sutrisno,M. 2006).

(8)

yang semakin canggih, budaya kesehatan di masa lalu berbeda dengan kebudayaan kesehatan di masa sekarang dan mendatang.

Perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor perubahan budaya kesehatan dalam masyarakat. Sebagai contoh, masyarakat dahulu saat akan melakukan persalinan minta bantuan oleh dukun bayi dengan peralatan sederhana, namun saat ini masyarakat lebih banyak yang mendatangi bidan atau dokter kandungan dengan peralatan yang serba canggih. Bahkan mereka bisa tahu bagaimana keadaan calon bayi mereka di dalam kandungan melalui USG. Saat ini masyarakat lebih memaknai kesehatan. Banyaknya informasi kesehatan yang diberikan melalui penyuluhan dan promosi kesehatan membuat masyarakat mengetahui pentingnya kesehatan. Melalui kesehatan kita bisa melakukan berbagai macam kegiatan yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

2.1.2. Budaya Jawa

(9)

Timur, juga ada di daerah perantauan orang Jawa yaitu di

Budaya suku jawa secara turun temurun salah satunya adalah adat-istiadat, pantang makanan dan kebiasaan yang sering kali mencegah orang memanfaatkan makanan yang tersedia bagi mereka. Kebiasaan makanan beragam dalam konteks budaya, mengubah kebiasaan, bukan hal yang mudah, mengingat dari semua kebiasaan yang paling sulit diubah adalah kebiasaan makanan. Kepercayaan-kepercayaan kita terhadap apa yang dapat dimakan atau tidak boleh dimakan, keyakinan yang berhubungan dengan kesehatan dan ritual, ini telah ditanamkan sejak usia muda. Kebiasaan makan sebagaimana halnya dengan kebiasaan-kebiasaan lain hanya dapat dimengerti dalam konteks budaya secara menyeluruh (Saptandari P, 2012).

(10)

2.1.3. Asuhan Kehamilan Berdasarkan Aspek Budaya Jawa

Dalam konteks kehamilan dan kelahiran, setiap masyarakat memiliki cara-cara budaya mereka sendiri untuk memahami dan menanggapi peristiwa pertumbuhan janin dan kelahiran bayi, yang sudah dipraktekan jauh sebelum masuknya system medis di lingkungan komuniti mereka. Berbagai kelompok masyarakat juga mempunyai cara tersendiri dalam mengatur aktivitas mereka saat menghadapi wanita yang hamil dan bersalin (Swasono, 1998).

Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian antropologi, kehamilan dan persalinan tidak hanya dilihat dari aspek biologis dan fisiologis saja, tetapi dilihat juga sebagai proses yang mencakup seperti pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, wilayah kelahiran berlangsung, para pelaku/penolong persalinan, cara pencegahan bahaya dan pusat kekuatan dalam mengambil keputusan mengenai pertolongan serta perawatan bayi dan ibunya.Adat-istiadat atau budaya yang dilakukan oleh masyarakat suku jawa dalam asuhan kehamilan meliputi :

(11)

yang berarti Tutup. Hakekat mitoni ini adalah mendoakan calon bayi serta ibu yang mengandungnya agar sehat selamat saat kelahiran nanti (Raffles, 2014). Menurut kepercayaan masyarakat jawa, penciptaan fisik bayi tersebut sudah sempurna pada saat berumur tujuh bulan dalam kandungan. Upacara mitoni merupakan upacara yang diselenggarakan ketika kandungan dalam usia tujuh bulan. Berikut ini urut-urutan/ tata cara mitoni:

a) Siraman pada calon ibu dan calon ayah,

b) Memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain calon ibu yang dilakukan oleh calon ayah.

c) Berganti pakaian.

d) Brojolan/memasukkan kelapa gading muda ke dalam kain calon ibu.

e) Memutus atau menggunting daun kelapa muda/janur yang melilit perut calon ibu, maknanya adalah mematahkan segala bencana yang menghadang kelahiran bayi.

f) Kenduri/brokohan. (Bayuandhy, 2015).

(12)

ikan dempet karena dapat menyebabkan bayinya lahir dengan kembar siam, jangan makan mangga kwueni dan durian karena dapat menyebabkan keguguran, jangan sering bersedih dan menangis karena akan menyebabkan anaknya nanti jadi cengeng, jangan makan atau mandi di malam hari karena dapat menyebabkan si anak kelak mudah kena sawan, jangan menertawakan/melecehkan orang cacat, karena cacatnya orang tersebut bias menurun pada anaknya, jangan makan dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir akan mempersulit persalinan dimana bayi besar sehingga sulit untuk lahir dan jangan makan jantung pisang, karena dapat menyebabkan anaknya nanti makin lama makin kecil (Achmad, 2014).

(13)

3) Pijat Perut saat hamil.Terapi pijat ini dilakukan oleh si dukun pada saat kehamilan memasuki umur 5 bulan. Pemijatan ini dilakukan secara rutin dua minggu sekali atau satu bulan sekali dimulai kandungan berumur 5 bulan, karena janin sudah mulai bergerak, sehingga perlu dilakukan pemijatan yang bertujuan untuk mengatur posisi janin yang normal pada saat akan dilahirkan.

Pijat perut yang diyakini oleh masyarakat suku jawa bertujuan agar posisi janin tetap pada tempatnya, hanya saja perlakuan itu tidak sepenuhnya aman. Pijat merupakan seni perawatan dan pengobatan yang telah dipraktekkan sejak berabad-abad silam dari awal kehidupan manusia di dunia. Kedekatan ini disebabkan karena pijat berhubungan erat dengan proses kehamilan dan proses kelahiran manusia (Roesli, 2001). Secara fisiologis, pijatan merangsang dan mengatur tubuh, memperbaiki aliran darah dan kelenjer getah bening, sehingga oksigen, zat makanan, dan sisa makanan dibawa secara efektif ke dan dari jaringan tubuh dan plasenta.

(14)

Salah dalam pengurutan bisa membahayakan kondisi ibu dan sang janin. Dokter spesialis kebidanan dan kandungan, Firmansyah, mengatakan; pijat daerah perut saat hamil tidak dianjurkan. “Perut tidak boleh diurut karena berisiko”. Menurutnya, banyak risiko yang bisa timbul jika melakukan pemijatan pada perut ibu hamil. Pertama, posisi janin yang semula sudah bagus malah bisa berbalik menjadi tidak normal, tali pusat bisa melilit hingga mengganggu janin, serta keadaan lain yang bisa membahayakan ibu janin. Belum lagi, dalam perut, selain rahim, ada organ-organ lain seperti usus, lambung, dan organ-organ penting lainnya.

(15)

2.1.4. Penelitian Terdahulu tentang Sosial Budaya dalam Kehamilan

Faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab akibat dan kondisi sehat sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan seringkali membawa dampak positif maupun negatif. Rofi’i (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Kepercayaan Wanita Jawa tentang Perilaku atau Kebiasaan yang dianjurkan dan dilarang selama Hamil di Semarang menyatakan bahwa ibu hamil menyakini dampak apabila melakukan perilaku atau kebiasaan yang dianjurkan selama hamil seperti makan dicobek yang besar, ngepel saat hamil tua, diberi minyak kelapa, acara mitoni anak pertama akan memberikan kesehatan dan keselamatan kepada bayi yang dikandung dan ibu akan mudah melahirkan. Sebaliknya apabila melakukan kebiasaan yang dilarang akan memberikan dampak yang tidak baik bagi ibu dan bayi yang dikandung seperti membunuh binatang saat hamil akan mengakibatkan keguguran, merendam baju atau pakaian atau cucian piring atau gelas akan mengakibatkan bayi yang dikandung akan pindah. Memotong ayam atau menyembelih sapi saat hamil juga diyakini akan mengakibatkan kecacatan bagi bayi yang dikandung.

(16)

(benturan) dan karena psikologis (misalnya shock, stres, pingsan). Kesimpulannya membunuh atau menganiaya binatang tidak ada hubungannya dengan kecacatan atau keguguran janin. Agama melarang menyakiti binatang atau membunuhnya kecuali atas alasan yang hak (yang dibenarkan), baik saat hamil atau tidak hamil (Subakti, 2007).

Begitu juga pada kebiasaan membawa gunting kecil/pisau/benda tajam lainnya di kantung baju si Ibu agar janin terhindar dari marabahaya. Faktanya hal ini tidak ada hubungannya dengan proses kehamilan maupun kelahiran justru lebih membahayakan apabila benda tajam itu melukai si Ibu. Hal ini kurang lebih menyiratkan bahwa sebagai orang hamil kita harus selalu mempersiapkan diri sebaik mungkin. Selalu membawa barang-barang tertentu ketika bepergian yang berguna saat proses kelahiran tentunya merupakan saran yang baik. Pada zaman dulu, mungkin gunting dianggap cukup berguna dalam proses kelahiran, contohnya untuk menggunting kain atau tali pusar bayi ketika sudah lahir. Bayangkan barang tersebut tak tersedia saat diperlukan, tentu akan repot sekali. Sehingga mitos ini berlaku sampai sekarang tinggal bagaimana kita menyikapinya (Subakti, 2007).

Sebuah penelitian menunjukkan beberapa tindakan/praktik yang membawa

resiko infeksi seperti “ngolesi” (membasahi vagina dengan rninyak kelapa untuk

memperlancar persalinan), “kodok” (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus

untuk rnengeluarkan plasenta) atau “nyanda” (setelah persalinan, ibu duduk dengan

(17)

menyebabkan perdarahan dan pembengkakan) (Iskandar dan Meiwita, 1996 dalam

Khazanah, 2011).

Penelitian yang dilakukan Emiliana dan M Hakimi (2011) di Kecamatan Banyuurip bahwa walaupun kuat dalam beragama dan tekun beribadah, masyarakat Bayuurip masih melakukan patangan-pantangan makanan tertentu berkenaan dengan kehamilan. Hal serupa juga dinyatakan oleh Fauziah (2011) yaitu perempuan hamil di Aceh harus menghormati berbagai ketentuan misterius tertentu yang disebut pantang. Keteledoran memenuhi pantang tersebut diyakini berakibat buruk terhadap perempuan hamil maupun calon bayi. Perempuan hamil di Aceh diharuskan mematuhi berbagai mitos selama kehamilan disebabkan karena perempuan akan menjadi pihak yang dipersalahkan jika terjadi gangguan kehamilan. Mitos tentang kehamilan dipercaya mempunyai peranan positif sebagai bentuk pengawasan terhadap kehamilan.

(18)

Tradisi budaya Jawa seperti minum jamu, pantang makanan tertentu, pijat untuk kebugaran ibu setelah melahirkan masih dijalankan. Nuansa budaya Jawa tercermin dalam berbagai ritual budaya yang diwarnai oleh agama (islam) yaitu mulai dari mitoni (munari), krayanan (brokohan), resikan (walikan) dan kekahan (aqiqah). Kelalain orang tua mematuhi pantangan tertentu akan berdampak yang tidak baik bagi janin yang dikandung seperti bibir sumbing dikaitkan dengan perilaku orang tua yang tidak baik sebelum hamil (Suryawati, 2007).

(19)

Sri Handayani (2010) juga menuliskan kebiasaan pada masyarakat Biak Numfor (Irian), suami isteri yang tengah menantikan kelahiran bayinya dilarang makan daging hewan tertentu diantaranya kura-kura. Pantangan yang hubungannya dengan asosiatif atau adat memantang yang berhubungan dengan pantangan perbuatan atas dasar keyakinan sifat ghoib, karena terdapat sejumlah pantangan perbuatan yang melarang wanita hamil dan suaminya melakukan hal-hal tertentu yang secara ghoib diaggap dapat berakibat buruk bagi bayi mereka, sebagai contoh di Kemantan Kabupaten Kebalai, seorang wanita hamil pantang masuk hutan karena akan diintai harimau, pantang keluar waktu maghrib akan menyebabkan beranak hantu, pantang menjalin rambut bila keluar rumah akan menyebabkan leher bayi terlilit tali pusatnya sendiri, pantang duduk di tanah atau di batu, akan sulit melahirkan, pantang bernadzar yang hebat-hebat karena kelak air liur bayinya akan meleleh terus.

Budaya pantang makana pada ibu hamil sebenarnya justru merugikan

kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Misalnya ibu hamil dilarang

makan telur dan daging, padahal telur dan daging justru sangat diperlukan untuk

pemenuhan kebutuhan gizi ibu hamil dan janin. Berbagai pantangan tersebut akhirnya

menyebabkan ibu hamil kekurangan gizi seperti anemia dan kurang energi kronis

(KEK). Dampaknya, ibu mengalami pendarahan pada saat persalinan dan bayi yang

dilahirkan memiliki berat badan rendah (BBLR) yaitu bayi lahir dengan berat kurang

dari 2.5 kg. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi.

(20)

Hasil penelitian menunjukkan makanan pantangan dari golongan hewani (udang, cumi dan ikan pari) termasuk makanan yang mengandung zat besi golongan hem yaitu zat besi yang berasal dari haemoglobin dan mioglobin. Zat besi pada pangan hewani lebih tinggi penyerapannya yaitu 20-30%, sedangkan dari sumber nabati hanya 1-6%. (Arief, 2008)

Penelitian di University of Tsukuba, Jepang bahkan membuktikan kandungan sulfur pada durian bisa menghambat metabolisme alkohol dan bisa memicu kematian. Semua itu bahaya yang ada pada durian jika memakannya terlalu banyak atau dibarengi dengan makanan tinggi kolesterol lainnya seperti daging atau alkohol (Boy,2011 dalam Khairunnisa, 2011).

(21)

2.2. Konsep Kehamilan 2.2.1. Pengertian Kehamilan

Kehamilan (pregnancy) adalah suatu masa yang dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin Prawirohardjo (2009). Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan bersalin. Federasi Obstetri Ginekologi Internasional mendefenisikan kehamilan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua dalam 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester ketiga dalam 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40) (Prawirohardjo, 2009).

(22)

2.2.2. Periode Masa Kehamilan

Dalam siklus kehamilan terbagi menjadi tiga periode/ triwulan sebagai berikut:

1) Kehamilan trimester pertama (1-3 bulan). Awal kehamilan atau masa trimester pertama merupakan saat yang rawan bagi perkembangan janin, karena biasanya banyak wanita tidak menduga kalau dirinya sedang hamil. Kehamilan baru diketahui ketika usia janin sudah menginjak waktu lebih dari satu bulan. Sementara itu, jika mereka tidak sadar sedang hamil, mereka akan mengkonsumsi berbagai macam makanan serta obat yang bisa merusak perkembangan bayi dalam kandungan, karena itulah janin pada umur 1-3 bulan ini sangat rentan keguguran. Saat masa subur, jika sel telur dibuahi maka akan terjadi penempelan sel telur yang berbentuk semacam bola pada dinding rahim calon ibu. Masa ini adalah masa rawan, karena janin masih berupa cikal bakal. Jika Janin selamat, maka bola sel telur itu akan terus berkembang. Perkembangan sel telur ini akan membentuk seperti udang yang masih berukuran kecil. Sel telur berbentuk udang kecil ini akan semakin berkembang saat memasuki usia kehamilan dua bulan yang disertai dengan penyusunan organ vital jantung serta susunan saraf pusat sejak kehamilan bulan pertama.

(23)

kaki jug mulai terbetuk, seiring dengan terlihat jelasnya tali pusat serta munculnya otot-otot. Pertumbuhan semakin sempurna pada bulan ketiga dimana jantung sudah mencapai bentuk yang sempurna. Selain jantung, organ-organ lain juga ikut sempurna seperti kaki serta tangan. Bulan ketiga juga mulai terbentuk organ baru seperti telinga, pemisahan jari-jari tangan serta kaki yang mengikuti pembentukan kaki serta tangan lainnya. Sementara organ-organ vital lainnya baru akan terbentuk pada akhir bulan ketiga dan akan semakin sempurna pada bulan keempat, karena perkembangannya sudah mulai sempurna.

(24)

mencapai 45 gram tapi akan meningkat drastis setelah bulan keempat yaitu sampai 160 gram. Benar-benar perkembangan yang pesat. Jika hamil dengan umur lima bulan, maka siap-siaplah untuk merasakan tendangan lembut pada perut. Penyebabnya, hormon yang mulai aktif sehingga memicu aktivitas bayi. Yang paling penting, pada umur lima bulan bayi akan mulai membentuk selaput putih yang melapisi tubuh serta kulitnya yang kemudian kita kenal dengan ari-ari. Berat badan bayi semakin bertambah pada bulan ini hingga mencapai 650 gram dengan panjang sekitar 12 inci. Gerakan akan semakin terasa karena pada umur enam bulan ini bayi mulai berubah posisi. Untuk merangsang pertumbuhan janin supaya berkembang dengan baik ,maka mulai umur enam bulan ini, disiapkan musik-musik lembut karena bayi sudah mulai bisa mendengar.

(25)

dalam kelengkapan serta fungsi organ-organ tubuh ataupun penambahan berat badannya. Bayi juga sudah mulai bisa mengambil sesuatu dan menahannya, sementara dilain pihak janin juga sudah memiliki reflek menghisap yang baik sebagai bekalnya menyusu saat lahir nanti. Calon bayi juga sudah siap dilahirkan mulai bulan delapan, dimana paru-parunya telah sepenuhnya berkembang, sistem kekebalan tubuh berfungsi, otaknya sedang bekerja dan beratnya sudah mencapai 2,3 kilogram atau lebih besar tergantung gennya. Lidah bayi juga sudah mulai mengecap rasa, entah itu rasa asam ataupun manis. Idealnya bayi akan lahir pada umur delapan sampai sembilan bulan, saat ia sudah mencapai pertumbuhan yang cukup dan fisiknya telah tumbuh dengan sempurna. Sangat penting untuk menyadari semua perubahan yang terjadi dengan bayi dalam tubuh. Ketika otaknya sedang berkembang, sangatlah penting bagi ibu untuk melatih diri agar mendapatkan nutrisi yang baik dan mengkosumsi vitamin prenatal setiap hari, sesuai dengan saran dokter. Istirahat yang cukup dan menjaga diri sendiri terutama jauh dari rokok, alkohol serta obat-obatan karena bisa menyebabkan kerusakan yang signifikan pada bayi.

2.2.3. Perubahan Psikologis dalam Kehamilan

(26)

kegelisahan dan kecemasan tentang kehamilannya Niven (1992). Kegelisahan dan kecemasan selama kehamilan merupakan kejadian yang tidak terelakkan, merupakan fenomena yang hampir selalu menyertai kehamilan, merupakan bagian dari suatu proses penyesuaian yang wajar terhadap perubahan fisik dan psikologis mendasar yang terjadi selama kehamilan. Selanjutnya timbulnya kecemasan dan kegelisahan tersebut mengawali terjadinya perubahan psikologis berupa peningkatan sensitivitas nyeri, dimana nilai ambang nyeri menurun, artinya dengan stimuli kecil saja wanita hamil sudah merasakan nyeri.

Semakin tinggi tingkat kecemasan, semakin rendah nilai ambang nyeri, menyebabkan semakin berat nyeri yang dipersepsi Reeder (1997). Begitu beratnya asumsi masyarakat terhadap kecemasan dan nyeri kehamilan serta persalinan sehingga mempengaruhi budaya lokal, antara lain timbulnya tradisi upacara ‘tingkepan’ atau ‘mitoni’ (peringatan 7 bulan kehamilan) dalam masyarakat etnis Jawa. Menurut tradisi tersebut upacara itu dimaksudkan sebagai tolak bala demi keselamatan dan kesehatan ibu dan bayinya selama kehamilan, saat kelahiran dan sesudahnya. ibu hamil yang mengalami kecemasan tetapi mendapat dukungan emosional dan fisik dari suaminya sebagaimana yang diharapkan, akan kecil kemungkinannya mengalami komplikasi psikologis akibat kehamilan.

(27)

dari kejadian diluar tubuh. Apabila ibu hamil tidak mampu beradaptasi dengan beban ekstra tersebut, akan mengalami kecemasan (Notosoedirdjo, 1996).

Selain itu adanya perubahan hormonal ini menyebabkan emosi perempuan selama kehamilan cenderung berubah-ubah, sehingga tanpa ada sebab yang jelas seorang wanita hamil merasa sedih, mudah tersinggung, marah atau justru sebaliknya merasa sangat bahagia. Kartono (1992) mengatakan bahwa semakin bertambah beratnya beban kandungan dan bertambah banyaknya rasa tidak nyaman secara fisik, maka kondisi psikologis ibu hamil juga ikut terganggu, sehingga dapat mengalami kecemasan. Hal tersebut juga didukung hasil penelitian Darmayanti (2003) yang menunjukkan bahwa 80% ibu hamil mengalami rasa khawatir, was-was, gelisah, takut dan cemas dalam menghadapi kehamilannya. Perasaan-perasaan yang muncul antara lain berkaitan dengan keadaan janin yang dikandung, ketakutan dan kecemasan dalam menghadapi persalinannya, serta perubahan fisik dan psikis yang terjadi.

(28)

Ambarwati (2004). Ibu hamil yang mengalami rasa cemas berlebihan akan berdampak buruk sehingga dapat memicu terjadinya rangsangan kontraksi atau sebaliknya tidak ada kontraksi yang bisa menyebabkan perdarahan saat persalinan sehingga dapat menyebabkan kematian bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat.

Kecemasan yang dialami oleh ibu hamil sampai menjelang masa persalinan selain karena faktor fisik dan psikologis juga kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti faktor-faktor sosial. Faktor sosial yang dapat menyebabkan kecemasan tersebut seperti pengalaman melahirkan, dukungan sosial, hubungan suami istri dan keluarganya Pitt (1994). Untuk menurunkan rasa cemas tersebut ibu hamil sangat memerlukan suatu dukungan antara lain

1. Support Keluarga.

dapat diikuti dengan karena itu, selam suami ketika ibu merasa takut dan khawatir dengan kehamilannya.

2. Dukungan Suami.

(29)

masalah yang dialaminya selam ”What Your Partner Might Need From You During Pregnancy” terbitan Allina

Hospitals dan Clinics (2001), Amerika Serikat, mengatakan keberhasilan seorang istri dalam mencukupi kebutuhan ASI untuk bayinya kelak sangat ditentukan oleh seberapa besar peran dan keterlibatan suami dalam m menemani istri memeriksakan kehamilannya, tidak membuat masalah dalam berkomunikasi.

3. Dukungan Keluarga.

pasangan menjadi kandung maupun mertua me mertua sering berkunjung, selur serta menyelenggarakan ritual adat istiadat.

4. Dukungan Lingkungan

keselamatan ibu da ketika

5. Support Tenaga Kesehatan. Tenag

(30)

tenaga memberikan kesempatan kepada bahwa ibu dapat menghadapi yang pernah dirasakan sendiri dan memutuskan apa yang harus diberitahukan pada ibu dalam menghadapi kehamilannya.

6. Rasa Aman dan Nyaman Selama Kehamilan.

masalah yang terjadi selama dan tenaga

2.2.5. Kebutuhan Nutrisi pada Ibu Hamil

Dalam masa kehamilan dibagi menjadi tiga periode yaitu bulan ke 1 sampai 3 disebut trimester satu. Bulan selanjutnya yaitu 4-6 trimester dua. Bulan ke 7 sampai kelahiran bayi disebut trimester tiga. Dalam setiap trimester memiliki pertumbuhan bayi yang berbeda sehingga nutrisi yang dibutuhkan berbeda Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi sesuai trimester kehamilan.

(31)

mual dan muntah yang pada umumnya dialami pada trimester pertama. Karbokidrat yang dibutuhkan sebanyak 2000 kilo kalori yang bisa didapat dari nasi, roti, gantum dan sereal dll. Kalsium juga memiliki peranan dalam pembentukan tulang rangka janin yang didapat dari: susu, yogurt dan jenis makana lain yang mengandung protein untuk pertumbuhan sel otak.Vitamin A, B1, B2, B3 dan B6 sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang janin, selain itu vitamin B12 dalam pembentukan sel darah.

2. Trtimester dua. Pada trimester ini memiliki kemampuan perkembangan yang sangat pesat, sehingga harus diimbangi dengan asupan nutrisi. Pada awal trimester kedua asupan kalori memang masih perlu ditingkatkan mengingat banyaknya organ yang akan terbentuk. Jangan lupa asupan zat besi dan vitaminC dalam mengoptimalkan pembentukan sel darah merah dalam mendukung jantung dan system peredaran darah janin yang sedang berkembang pada minggu ke 17. Asam lemak omega 3 dibutuhkan untuk pembentukan otak janin diakhir trimester dua. Hindari asupan yang mengandung kafein yang tinggi, kopi dan teh karena kafein beresiko mengganggu perkembangan system saraf pusat. Ibu hamil perlu menambah asupan makanan dengan 300 kalori/hari. Pilih makanan yang banyak mengandung serat seperti sayuran hijau dan buah-buahan. Banyak minum 8-10 gelas/hari untuk menghindari sembelit dan wasir yang banyak diderita oleh ibu hamil.

(32)

juga untuk cadangan energi dalam persalinan nantinya. Gizi seimbang tidak boleh dikesampingkan oleh ibu hamil baik secara kuantitas dan kwalitasnya. Pertumbuhan otak janin akan terjadi cepat sekali pada dua bulan terakhir menjelang persalinan oleh karena itu jaga jangan sampai ibu hamil kekurangan nutrisi yang berkwalitas tinggi.

Kebutuhan ibu hamil akan nutrisi lebih tinggi dibandingkan saat sebelum hamil dan kebutuhan tersebut semakin bertambah pada saat ibu menyusui bayinya. Kecukupan gizi ibu hamil dan pertumbuhan kandungannya dapat diukur berdasarkan kenaikan berat badannya. Fase pemenuhan gizi ibu dan bayi yang paling efektif harus dimulai sebelum masa kehamilan dan kemudian berfokus pada 12 minggu pertama masa kehamilan. (Wibowo, 2012 dalam Sulistiyanti, 2013). Kebutuhan energi dan zat gizi pada tubuh akan meningkat karena kondisi kehamilan mengakibatkan terjadinya peningkatan metabolisme energi pada ibu hamil. Pada dasarnya semua zat gizi memerlukan tambahan ketika seseorang mengalami kondisi hamil. Namun kekurangan energi dari protein dan beberapa mineral seperti zat besi dan kalsium seringkali terjadi pada ibu hamil. Kekurangan energi kronik yang diderita oleh ibu hamil mempunyai resiko yang tinggi dan komplikasi pada kehamilan. Resiko dan komplikasi meliputi anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal dan mudah terkena penyakit infeksi (Lubis, 2003).

(33)

pada wanita terhubung dengan keperluan pertumbuhan janin tersebut. Sehingga wanita hamil memerlukan tambahan kalori di atas keadaan normal biasanya. Namun, adanya kepercayaan dalam budaya dapat berhubungan dengan kebiasaan makan, kebiasaan mempertahankan kesehatan, kebiasaan sakit, serta gaya hidup (Mubarak, 2007 dalam Sulistiyanti (2013).

Menurut Simanjuntak (2005), setiap trimester kebutuhan ibu akan makanan berbeda – beda. Pada kehamilan trimester pertama umumnya timbul keluhan seperti rasa mual, ingin muntah, pusing-pusing, selera makan berkurang, tetapi ibu hamil harus tetap makan, dan untuk menghindari rasa mual dan muntah posi makanan kecil akan tetapi frekuensi makan sering. Pada trimester kedua mulai dibutuhkan tambahan kalori untuk pertumbuhan serta perkembangan janin serta untuk mempertahankan kesehatan si ibu. Hendaknya lebih banyak memakan bahan makanan sumber protein. Bahan makanan sumber protein adalah ikan, daging, telur, kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti tempe, tahu, dan lain - lain. Pada trimester ketiga, pada saat ini nafsu makan sudah baik sekali cenderung untuk merasa lapar terus menerus sehingga perlu diperhatikan agar tidak terjadi kegemukan.

(34)

dimakan. Makanan merupakan konstruksi sosial yang dibangun oleh masyarakat melalui budaya setempat. Bukan hanya masalah gizi yang terdapat dalam makanan, namun juga persoalan tentang budaya yang meliputi ketersediaan makan, kebiasaan makan, pantangan makan dan pengambilan keputusan.

2.3. Konsep Asuhan Kehamilan 2.3.1. Pengertian

Asuhan Kehamilan adalah pemeriksaan kehamilan untuk melihat dan memeriksa keadaan ibu dan janin yang dilakukan secara berkala diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yangditemukan selama kehamilan Yulifah ( 2009).

Asuhan kehamilan merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan Depkes RI (2010). Asuhan kehamilan merupakan suatu program berkesinambungan selama kehamilan, persalinan, kelahiran dan nifas yang terdiri atas edukasi, screening, deteksi dini, pencegahan, pengobatan, rehabilitasi yang bertujuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman, sehingga ibu mampu merawat bayi dengan baik (Sosroatmodjo, 2010).

2.3.2. Tujuan Asuhan Kehamilan

(35)

mungkin terjadi selama hamil termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan; mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin; mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif; mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.

Tujuan asuhan kehamilan meliputi; mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan pendidikan, nutrisi, kebersihan diri, dan proses kelahiran bayi; mendeteksi dan menatalaksanakan komplikasi medis, bedah, atau obstetri selama kehamilan; mengembangkan persiapan persalinan serta kesiapan menghadapi komplikasi; membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan nifas normal dan merawat anak secara fisik, psikologis dan sosial (Kusniyati, 2009)

2.3.3. Standar Asuhan Kehamilan

(36)

Pelayanan asuhan kehamilan yang diberikan petugas kesehatan yang profesional pada ibu hamil sesuai dengan standar antenatal care yang telah ditetapkan dengan standar minimal “7T”, meliputi :

1. Timbang Berat Badan dan Pengukuran Tinggi Badan. Total pertambahan berat badan pada kehamilan yang normal adalah 11,5 - 16 kg. Adapun tinggi badan menentukan ukuran panggul ibu, ukuran normal tinggi badan yang baik untuk ibu hamil yaitu >145 cm (Yeyeh, 2009).

2. Ukur Tekanan Darah. Tekanan darah perlu diukur untuk mengetahui perbandingan nilai dasar selama masa kehamilan, tekanan darah yang adekuat perlu untuk mempertahankan fungsi plasenta, tetapi tekanan darah sistolik 140 mmHg atau diastolik 90 mmHg pada saat awal pemeriksaan dapat mengindikasi potensi hipertensi (Yeyeh, 2009).

3. Ukur Tinggi Fundus Uteri. Apabila usia kehamilan di bawah 24 minggu pengukuran dilakukan dengan jari, tetapi apabila kehamilan di atas 24 minggu memakai pengukuran Mc. Donald yaitu dengan cara mengukur tinggi fundus uteri memakai cm dari atas simfisis ke fundus uteri kemudian ditentukan sesuai rumusnya (Depkes RI, 2007).

(37)

kemudian, akan tetapi untuk memaksimalkan perlindungan maka dibuat jadwal pemberian immunisasi pada ibu ( Prawirdjohardjo, 2005).

5. Zat Besi pada ibu hamil. Fe merupakan zat nutrisi yang gunanya untuk mencegah defisiensi zat besi, bukan menaikkan kadar haemoglobin.Wanita hamil perlu menyerap zat besi rata-rata 60/hr.Kebutuhan hanya meningkat secara signifikan pada trimester dua, karena absorsi usus yang tinggi. Fe diberikan 1 kali/hr setelah rasa mual hilang, diberikan sebanyak 90 tablet selama kehamilan.Tablet Fe sebaiknya tidak diminum dengan the atau kopi, karena akan mengganggu penyerapan.jika ditemukan anemia diberikan 2-3 tablet/hr.Selain itu untuk memastikannya dilakukan pemeriksaan Haemoglobin ( Hb) yang dilakukan 2 kali selama kehamilan yaitu: pada saat kunjungan awal dan pada usia kehamilan 28 minggu atau jika ada ditemukan tanda-tanda anemia (Dep Kes RI, 2006).

(38)

7. Temu wicara. Dalam rangka persiapan rujukan Temu wicara ditujukan untuk ibu hamil dengan masalah kesehatan atau komplikasi yang membutuhkan rujukan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan konsultasi atau melakukan kejasama penanganan (Yulifah,dkk, 2009).

Dalam program kesehatan ibu dan anak melalui pendekatan tim kesehatan menyebutkan bahwa kebijakan pelayanan antenatal merupakan kebijakan umum dalam memberikan pelayanan antenatal sesuai dengan standar pada jenjang pelayanan yaitu : meningkatkan peran serta masyarakat (suami, keluarga, dan kader) dalam menunjang penyelenggaraan pelayanan antenatal dan pencegahan resiko tinggi melalui kegiatan bimbingan dan penyuluhan kesehatan, meningkatkan mutu dan jumlah tenaga pelaksana maupun peralatan fasilitas pelayanan antenatal, melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali yaitu pada triwulan pertama 1 kali, triwulan kedua 1 kali, dan pada triwulan ketiga 2 kali, serta meningkatkan system rujukan kehamilan resiko tinggi (Depkes, 2007).

2.3.4. Pelaksanaan Asuhan Kehamilan

(39)

teratur jika ibu hamil hanya melakukan pemeriksaan kehamilan < 2 kali kunjungan (WHO, 2006).

Kunjungan ibu hamil atau kontak ibu hamil merupakan kunjungan dengan tenaga profesional untuk mendapatkan pelayanan perawatan antenatal sesuai standar yang ditetapkan. Kunjungan antenatal care tidak hanya mengandung arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi setiap kontak tenaga kesehatan (di posyandu, polindes/poskesdes, kunjungan rumah) dengan ibu hamil untuk memberikan pelayanan antenatal sesuai standar (Meilani,dkk, 2009). Kunjungan ANC yang dimaksud adalah:

1. K-1 (Kunjungan Pertama) adalah kunjungan/ kontak pertama ibu hamil dengan petugas kesehatan pada trimester pertama selama masa kehamilan yang dimaksudkan untuk diagnosis kehamilan. National Institute Clinical Excellence /NICE, (2008) merekomendasikan agar kunjungan antenatal pertama dilakukan pada usia kehamilan 10 minggu.

2. K-2 (Kunjungan Kedua) adalah kunjungan/ kontak kedua ibu hamil dengan petugas kesehatan pada trimester kedua selama masa kehamilan. Pemeriksaan terutama untuk menilai resiko kehamilan atau cacat bawaan.

(40)

4. K-4 (Kunjungan keempat) adalah kunjungan/ kontak keempat ibu hamil dengan petugas kesehatan pada trimester ke tiga selama masa kehamilan pemeriksaan terutama ditujukan kepada penilaian kesejahteraan janin dan fungsi plasenta serta persiapan persalinan (Rukiah dan Yulianti, 2014).

2.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesehatan Ibu Hamil 2.4.1. Faktor Fisik

a) Status Kesehatan

Selama kehamilan seorang wanita mengalami perubahan secara fisik seperti uterus akan membesar karena didalamnya telah tumbuh janin, tentunya dengan adanya perubahan tersebut keadaan kesehatan ibu akan berubah pula karena tubuh ibu dipersiapkan untuk mendukung perkembangan dari kehidupan yang baru dan untuk menyiapkan janin hidup di luar kandungan. Keadaan ini dapat diperberat dengan adanya status yang buruk atau penyakit yang diderita klien seperti penyakit jantung, asma dan diabetes. Ibu hamil rawan mengalami kenaikan kadar gula darah yang tidak pernah dialami sebelum hamil. Karena gangguan ini juga bisa dialami ibu hamil yang sebelumnya tidak punya riwayat diabetes. Gejala diabetes terhadap kehamilan dapat menyebabkan janin mengalami kelainan kongenital, partus prematurus, hidramnion, preeklamsia (Rukiah dan Yulianti, 2014).

b) Status Gizi

(41)

inilah yang menjadi tugas seorang bidan untuk menerangkannya di setiap ibu berkunjung. Kebutuhan ibu hamil akan nutrisi lebih tinggi dibandingkan saat sebelum hamil dan kebutuhan tersebut semakin bertambah pada saat ibu menyusui bayinya. Kecukupan gizi ibu hamil dan pertumbuhan kandungannya dapat diukur berdasarkan kenaikan berat badannya. Untuk memenuhi kebutuhan akan nutrisi maka ibu harus makan makanan yang banyak mengandung gizi karena makanan tersebut diperlukan untuk pertumbuhan janin, plasenta, buah dada dan kenaikan metabolisme dan apabila kekurangan dapat menyebabkan terjadinya abortus (pada kehamilan trimester I) atau terjadiya partus premeturus atau kelahiran anak pertama.

(42)

komplikasi pada kehamilan. Resiko dan komplikasi meliputi anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal dan mudah terkena penyakit infeksi (Lubis, 2003).

c) Gaya Hidup

Subtance abuse, perokok, hamil diluar nikah, kehamilan tidak diharapkan. Cara

hidup yang serba sibuk dan terburu-buru seperti yang banyak dijalani oleh para wanita pada masa kini, dapat memperbesar kemungkinan bahkan kadang-kadang langsung menyebabkan salah satu gejala kehamilan yang tidak enak yaitu rasa mual di pagi hari, keletihan, sakit punggung, dan gangguan pencernaan.

Subtance abuse (Konsumsi alkohol). Beberapa jenis obat-obatan bisa menghambat

terjadinya kehamilan atau membahayakan bayi dalam kandungan. Pada hakekatnya semua wanita tahu tentang akibat dari meminum alkohol. Resiko dari minum alkohol yang terus-memerus, tentunya juga berhubungan dengan dosis yang akan menyebabkan berbagai masalah yang serius seperti meningkatkan resiko keguguran, lahir prematur, berat lahir rendah, komplikasi selama masa persiapan kelahiran, persalinan. Di Amerika Serikat, penggunaan alkohol selama kehamilan merupakan penyebab terbesar dari keterbelakangan mental dan cacat lahir. Makin cepat seorang peminum menghentikan kebiasaanya selama kehamilan akan lebih kecil resikonya pada bayi.

(43)

Infant Death Sindrome) atau Crib Death atau kematian diranjang bayi. Asap rokok

dapat menyebabkan suplai Oksigen dan nurisi kepada janin melalui plasenta berkurang.

Hamil diluar Nikah/Kehamilan tidak diharapkan. Hamil tidak diharapkan adalah kehamilan yang oleh karena suatu sebab maka keberadaanya tidak diinginkan oleh salah satu pihak ataupun keduanya. Najman (1991) menemukan bahwa kecemasan post partum dan depresi lebih banyak terjadi pada kehamilan yang tidak direncanakan atau tidak diharapkan. Ryan dan Dunn (1988) melakukan penelitian tentang begaimanakah penyelesaian terhadap kehamilan diluar nikah.

2.4.2. Faktor Psikologis

(44)

tidak diharapkan. Oleh karena itu, pemantauan kesehatan psikologis pasien sangat perlu dilakukan.

- Stressor eksternal. Pemicu stress yang berasal dari luar bentuknya sangat

bervariasi, misalnya masalah ekonomi, konflik keluarga, pertengkaran dengan suami, tekanan dari lingkungan (respon negative dari lingkungan pada kehamilan lebih dari 5 kali) dan masih banyak kasus yang lain.

b. Support Keluarga. Setiap tahap usia kehamilan, ibu akan mengalami perubahan baik yang bersifat fisik maupun psikologis. Ibu harus melakukan adaptasi pada setiap perubahan yang terjadi dimana sumber stress terbesar terjadi dalam rangka melakukan adaptasi terhadap kondisi tertentu. Dalam menjalani proses itu ibu hamil sangat membutuhkan dukungan yang intensif dari keluarga dengan cara menunjukkan perhatian dan kasih sayang.

Menurut Suryawati (2007) yang mengutip pendapat Muis (1996) dalam penelitiannya di Kota Semarang menyebutkan bahwa para orang tua/mertua sangat berperan dalam menentukan, menasehati dan menyarankan anaknya/menantunya untuk periksa hamil pada bidan atau memilih dukun bayi sebagai penolong persalinan.

(45)

yang bisa dijadikan tempat bersandar bagi klien dalam masalah kesehatan. Klien dengan riwayat ini biasanya tumbuh dengan kepribadian yang tertutup.

d. Partner Abuse. Kekerasan dapat terjadi baik secara fisik, psikis, ataupun sexual sehingga dapat terjadi rasa nyeri dan trauma. Hasil penelitian menunjukkan bahwa korban kekerasan terhadap perempuan adalah wanita yang telah bersuami. Setiap bentuk kekerasan yang dilakukan oleh pasangan harus selalu diwaspadai oleh tenaga kesehatan jangan sampai kekerasan yang terjadi akan membahayakan ibu dan bayinya.. Efek kekerasan pada ibu hamil bisa dalam bentuk langsung maupun tidak langsung, yang langsung antara lain: trauma dan kerusakan fisik pada ibu dan bayinya misalnya solutio plasenta, fraktur tulang, ruptur uteri dan perdarahan. Sedangkan efek yang tidak langsung adalah reaksi emosional, peningkatan kecemasan, depresi, rentan terhadap penyakit. Trauma pada kehamilan juga dapat menyebabkan nafsu makan yang menurun dan peningkatan frekuensi merokok serta meminum alkohol. Kebanyakan wanita hamil yang mengalami kekerasan adalah karena pendidikan yang rendah, umur yang terhitung masih muda dan hamil diluar nikah (Rukiah dan Yulianti, 2014).

2.4.3. Faktor Lingkungan, Sosial Budaya dan Ekonomi

(46)

penyuluhan yang menggunakan media efektif. Namun, tenaga kesehatan juga tidak boleh mengesampingkan adanya kebiasaan yang sebenarnya menguntungkan bagi kesehatan. Jika menemukan adanya adat yang sama sekali tidak berpengaruh buruk terhadap kesehatan, tidak ada salahnya memberikan respon yang positif dalam rangka menjalin hubungan yang sinergis dengan masyarakat (Rukiah dan Yulianti, 2014).

(47)

b. Fasilitas Kesehatan. Adanya fasilitas kesehatan yang memadai akan sangat menguntungkan kualitas pelayanan kepada ibu hamil. Deteksi dini terhadap kemungkinan adanya penyulit akan lebih tepat, sehingga langkah antisipatif akan lebih cepat diambil. Fasilitas kesehatan ini sangat menentukan atau berpengaruh terhadap upaya penurunan angka kesehatan ibu (AKI). Untuk mencapai suatu kondisi yang sehat diperlukan adanya sarana dan prasarana (fasilitas kesehatan) yang memadai (Rukiah dan Yulianti, 2014).

Di daerah pedesaan, orang Jawa kebanyakan masih mempercayai dukun beranak

untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Beberapa

penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat

praktik-praktik persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu. Sebuah penelitian

menunjukkan beberapa tindakan/praktik yang membawa resiko infeksi seperti

“ngolesi” (membasahi vagina dengan rninyak kelapa untuk memperlancar

persalinan), “kodok” (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk

rnengeluarkan plasenta) atau “nyanda” (setelah persalinan, ibu duduk dengan

posisi bersandar dan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat

menyebabkan perdarahan dan pembengkakan) (Iskandar dan Meiwita, 1996 dalam

Khazanah, 2011).

(48)

sosial ekonomi terbukti sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan fisik dan psikologis ibu hamil. Pada ibu hamil dengan tingkat sosial yang baik otomatis akan mendapatkan kesejahteraan fisik dan psikologis yang baik pula. Status gizi pun akan meningkat karena nutrisi yang didapatkan berkualitas, selain itu ibu tidak akan terbebani secara psikologis mengenai biaya persalinan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari setelah bayinya lahir. Ibu akan lebih fokus untuk mempersiapkan fisik dan mentalnya sebagai seorang ibu. Sementara pada ibu hamil dengan kondisi ibu hamil yang lemah akan mendapatkan banyak kesulitan terutama masalah pemenuhan kebutuhan primer (Rukiah dan Yulianti, 2014).

2.5. Landasan Teori

(49)

Menurut Ramona T Marcer (2003),Teori ini lebih fokus pada stress antepartum (sebelum melahirkan) dalam pencapaiaan peran ibu, marcer membagi teorinya menjadi dua pokok bahasan:

a. Efek stress Anterpartum. Stress Anterpartum adalah komplikasi dari resiko kehamilan dan pengalaman negatif dari hidup seorang wanita. Penilitian mercer menunjukkan ada enam faktor yang berhubungan dengan status kesehatan ibu yaitu: 1). Hubungan Interpersonal, 2). Peran keluarga, 3). Stress anterpartum, 4).Dukungan social, 5). Rasa percaya diri, 6). Penguasaan rasa takut, ragu dan depresi.

Maternal role menurut mercer adalah bagaimana seorang ibu mendapatkan identitas baru yang membutuhkan pemikiran dan penjabaran yang lengkap dengan dirinya sendiri.

b. Pencapaian peran ibu. Peran ibu dapat di capai bila ibu menjadi dekat dengan bayinya termasuk mengekspresikan kepuasan dan penghargaan peran, lebih lanjut mercer menyebutkan tentang stress anterpartum terhadap fungsi keluarga, baik yang positif ataupun yang negative. Bila fungsi keluarganya positif maka ibu hamil dapat mengatasi stress anterpartum, stress anterpartum karena resiko kehamilan dapat mempengaruhi persepsi terhadap status kesehatan, dengan dukungan keluarga dan bidan maka ibu dapat mengurangi atau mengatasi stress anterpartum.

(50)

bahwa menarche, kehamilan, nifas, dan monopouse merupakan hal yang fisiologis. Perubahan yang di alami oleh ibu, selama kehamilan terkadang dapat menimbulkan stress anterpartum, sehingga bidan harus memberikan asuhan kepada ibu hamil agar ibu dapat menjalani kehamilannya secara fisiologis (normal), perubahan yang di alami oleh ibu hamil antara lain adalah: a). Ibu cenderung lebih tergantung dan lebih memerlukan perhatian sehingga dapat berperan sebagai calon ibu dan dapat memperhatikan perkembangan bayinya, b). Ibu memerlukan sosialisasi, c). Ibu cenderung merasa khawatir terhadap perubahan yang terjadi pada tubuhnya, d). Ibu memasuki masa transisi yaitu dari masa menerima kehamilan kehamilan ke masa menyiapkan kelahiran dan menerima bayinya.

Empat tahapan dalam melaksanakan peran ibu menurut Mercer:

1) Anticipatory. Saat sebelum wanita menjadi ibu, di mana wanita mulai melakukan penyesuaian social dan psikologis dengan mempelajri segala sesuatuyang di butuhkan untuk menjadi seorang ibu.

2) Formal. Wanita memasuki peran ibu yang sebenarnya, bimbingan peran di butuhkan sesuai dengan kondisi system social

3) Informal. Di mana wanita telam mampu menemukan jalan yang unik dalam melaksanakan perannya

(51)

melahirkan, tetapi menurut Mercer mulainya peran ibu adalah setelah bayi bayi lahir 3-7 bulan setelah dilahirkan.

Wanita dalam menjalankan peran ibu di pengaruhi oleh 3 faktor sebagai berikut:

1. Faktor ibu :a). Umur ibu pada saat melahirkan, b). Persepsi ibu pada saat melahirkan pertama kali, c).Stress social, d).Memisahkan ibu pada anaknya secepatnya, e).Dukungan social, f).Konsep diri, g).Sifat pribadi, h).Sikap terhadap membesarkan anak, i).Status kesehatan ibu.

2. Faktor bayi: a).Temperament, b).Kesehatan bayi.

3 Faktor-faktor lainnya: a).Latar belakang etnik, b).Status perkawinan, 3).Status ekonomi.

(52)

Mercer menegaskan bahwa umur, tingkat pendidikan, ras, status perkawinan, status ekonomi dan konsep diri adalah faktor-faktor yang sangat berpengaruh dalam pencapaiaan peran ibu.Tujuan teori ini: Memberikan dukungan selama hamil untuk mengurangi lemahnya lingkungan, dukungan sosial serta kurangnya kepercayaan diri, agar tercipta peran bidan yang di harapkan oleh mercer dalam teorinya yaitu membantu wanita dalam melaksanakan tugas dan adaptasi peran dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaiaan peran ibu dan kontribusi dari stress antepartum (Asrinah, shinta, dkk, 2010).

2.6. Kerangka Pikir

Gambar 2.1. Kerangka Pikir

Sumber : Asrinah 2010;Mercer 2003;Bloom (1974); Rukiah dan Yulianti (2014). Asuhan Kehamilan :

1. Timbang Berat badan 2. Ukur Tekanan Darah 3. Ukur Tinggi Fundus Uteri 4. Pemberian Zat Besi

5. Pemberian Tetanus Toxoid 6. Temu Wicara 3. Larang jenis makanan tertentu 4. Kebiasaan Pijat Perut

5. Kebiasaan Ritual Tujuh bulanan 6. Pantang perilaku/perbuatan ibu

hamil dan suami

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan pengertian tersebut berhubungan dengan slogan dalam iklan ini yang menyatakan bahwa slogan “laki kalah sama pelangi” mencerminkan Tim kuning

[r]

Dengan dibuatnya website ini diharapkan dapat menyajikan informasi yang dapat diakses dari berbagai tempat, dengan desain yang sederhana namun menarik sehingga user tidak bosan

Pejabat pembina kepegawaian pada tingkat Unit Eselon I Pusat, Kantor Wilayah Provinsi, Kantor Kementerian Agama kセ@ upaten/Kota, Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri,

Alat yang minim menghambat pekerjaan pustakawan dalam melestarikan bahan pustaka, kurangnya tenaga ahli menyebabkan kerusakan bahan pustaka tidak dapat tertangani

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai impostor phenomenon pada mahasiswa psikologi Universitas Surabaya angkatan 2004 dan 2005, dan mengetahui

Iowa Infant Feeding Attitude Scale merupakan instrumen yang valid dan reliabel digunakan untuk menilai persepsi positif dan negatif tentang pemberian ASI eksklusif para ibu

Sedangkan berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Kajoran I, pada bulan Februari 2016 dengan metode wawancara, didapatkan hasil bahwa dari