BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Karo merupakan kabupaten yang memiliki catatan bencana alam terbanyak di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo yang terletak di kawasan dataran tinggi Sumatera Utara memiliki potensi bencana alam yang cukup tinggi. Kabupaten Karo memiliki dua buah gunung yang sampai saat ini masih aktif, yaitu Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak. Hal ini lah yang menyebabkan Kabupaten Karo sering mengalami bencana alam gunung meletus. Tercatat dari tahun 2010 hingga saat ini terdapat enam kali kejadian bencana alam gunung meletus yang menimpa Kabupaten Karo yang disebabkan oleh meletusnya Gunung Api Sinabung.
Gunung Sinabung yang telah “tertidur” selama 400 tahun, pada tahun
2010 kembali aktif dan mengakibatkan terjadinya erupsi di Kabupaten Karo. Selang tiga tahun kemudian, Gunung Sinabung tersebut pun kembali meletus dan mengakibatkan terjadinya erupsi yang cukup besar di daerah sekitar gunung Sinabung sehingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
beberapa hari, pada tanggal 29 September 2013 status diturunkan menjadi level 2, Waspada. Namun demikian, aktivitas tidak berhenti dan kondisinya fluktuatif. Memasuki bulan November, terjadi peningkatan aktivitas dengan intensitas letusan yang semakin menguat, sehingga pada tanggal 3 November 2013 pukul 03.00 status dinaikkan kembali menjadi Siaga. Letusan terjadi berkali-kali setelah itu, dan disertai luncuran awan panas sampai 1,5 km. Pada tanggal 20 November 2013 terjadi enam kali letusan sejak dini hari. Erupsi (letusan) terjadi lagi empat kali pada tanggal 23 November 2013 sejak sore, dilanjutkan pada hari berikutnya, sebanyak lima kali. Terbentuk kolom abu setinggi 8000 m di atas puncak gunung. Akibat rangkaian letusan ini, Kota Medan yang berjarak 80 km di sebelah timur terkena hujan abu vulkanik. Pada tanggal 24 November 2013 pukul 10.00 status Gunung Sinabung dinaikkan ke level tertinggi, level 4 (Awas). Penduduk dari 21 desa dan 2 dusun harus diungsikan ke daerah yang lebih aman. Hujan abu mencapai kawasan Sibolangit dan Berastagi. Tidak ada korban jiwa dilaporkan, tetapi Status menjadi level 4 (Awas), ini terus bertahan hingga memasuki tahun 2014. Guguran lava pijar dan semburan awan panas masih terus terjadi sampai 3 Januari 2014. Mulai tanggal 4 Januari 2014 terjadi rentetan kegempaan, letusan, dan luncuran awan panas terus-menerus sampai terjadi.
(https://www.semedan.com/2016/05/erupsi-gunung-sinabung-paling-terlama-di-indonesia.html)
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terdapat 17 orang meninggal dunia dan 33.210 orang mengungsi akibat bencana gunung meletus ini. (http://dibi.bnpb.go.id/data-bencana/lihat-data/per-halaman=100;halaman=1)
kilometer dari puncak gunung. Hal tersebut dikarenakan keadaan desa yang rusak parah setelah terjadinya erupsi Gunung Sinabung. Begitu juga dengan masyarakat yang berada di radius tujuh kilometer, untuk sektor Selatan-Tenggara Gunung Sinabung. Wilayah tersebut meliputi Pasarpinter, Gurukinayan-simpang, Sibintun/Perjumaan, Batukejan, Lau Betuken Tiga Pancur, Desa Tiga Pancur-Pejumaan, Tigabogor, Desa Pintumbesi, dan Desa Jeraya. Untuk sektor Tenggara-Timur dengan radius enam kilometer, terdapat Desa Kutatengah. Smentara warga yang berada di luar sektor tersebut namun berpotensi menerima hujan abu lebat dan lontara material vulkanik meliputi Dessa Sukanalu, Sigarang-garang, Kutarakyat, Kutagugung, Lau Kawar, dan Mardinding. Warga yang tinggal di radius tiga kilometer, yaitu Desa Sukameriah di Kecamatan Payung, Desa Bekerah dan Simecem di Kecamatan Namanteran wajib direlokasi. Sementara diluar radius tiga kilometer terdapat empat desa dan satu dusun yang juga harus direlokasi. Terdiri dari Desa Gurukinayan di Kecamatan Payung, Desa Kutatonggal di Kecamatan Namanteran, Desa Berastepu, dan Desa Gambersera Dusun Sibintun di Kecamatan Simpang Empat.
(https://www.ekuatorial.com/id/2015/06/one-village-blanketed-by-volcanic-ash-of-sinabung-eruption/#!/story=post-10919&loc=3.122004354411925,98.59542846679688,11)
Berastepu (611 KK/ 1.752 jiwa), Gamber (185 KK/ 589 Jiwa) dan Guru Kinayan (778 KK/ 2.265 Jiwa). (https://www.bnpb.go.id/home/detail/2493/Dampak-Erupsi-Gunung-Sinabung-Lebih-dari-1,49-Trilyun-Rupiah-)
Banyak pihak yang membantu para korban bencana Erupsi Gunung Sinabung, mulai dari instansi pemerintah seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Utara, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Aparat Kepolisian, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Mahasiswa, serta Komuitas Masyarakat seperti Komunitas Motor Tua Medan, Komunitas Wartawan, dan Komunitas Fotografi Sendal Jepit Medan.
Salah satu komunitas yang berperan penting membantu korban erupsi Gunung Sinabung adalah Komunitas Fotografi Sendal Jepit. Komunitas ini merupakan komunitas fotografer Medan yang mengabadikan peristiwa Bencana Erupsi Gunung Sinabung mulai dari Erupsi Gunung Sinabung, suasana pengungsian, dampak setelah erupsi, keadaan daerah yang telah di terpa erupsi gunung sinabung, masyarakat korban bencana, dan anak-anak korban bencana alam Erupsi Gunung Sinabung.
Berdasarkan urian diatas, Maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan mengambil judul tentang Kepedulian Sosial Komunitas Fotografi Sendaljepit Medan Pada Masyarakat Korban Bencana Alam Erupsi Gunung Sinabung 2013.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana Bentuk Kepedulian Sosial Komunitas Fotografi Sendaljepit terhadap Masyarakat Korban Bencana Alam Erupsi Gunung Sinabung (pada erupsi Gunung Sinabung tahun 2013)?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, yaitu: Untuk mengetahui bagaimana bentuk Kepedulian Sosial Komunitas Fotografi Sendaljepit terhadap Masyarakat Korban Bencana Alam Erupsi Gunung Sinabung (pada erupsi Gunung Sinabung tahun 2013)?
1.4 Manfaat Penelitian
komunitas fotografi sandal jepit kepada korban bencana alam erupsi gunung sinabung.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU, khususnya di bidang sosiologi serta dapat menambah masukan bagi pemerintah dan lembaga-lembaga sosial agar dapat berkontribusi langsung dalam membantu masyarakat korban bencana.
1.5 Definisi Konsep
Kejelasan dan penetapan kata-kata kunci dalam sebuah penelitian sangatlah penting karena kata-kata kunci tersebut nantinya akan dijadikan konsep yang kemudian akan dicarikan rujukan teorinya. Hal ini bertujuan agar pembaca segera menangkap secara jelas tentang maksud penelitian yang sebenarnya, yakni kata-kata (konsep) yang ada dalam rumusan permasalahan penelitian tersebut. Maka peneliti harus menjelaskan, memberi penegasan arti, pengertian konsep, dan definisi konseptual dari kata-kata tersebut. Sehingga terdapat beberapa definisi konseptual dalam penelitian antara lain:
1. Solidaritas Sosial
Menurut Durkheim “solidaritas adalah perasaan saling percaya antara para anggota dalam suatu kelompok atau komunitas. Kalau orang saling percaya maka mereka akan menjadi satu/menjadi persahabatan, menjadi saling hormat menghormati, menjadi terdorong untuk bertanggung jawab dan memperhatikan kepentingan sesamanya. (Durkheim dalam Soedijati, 1995:25).
2. Altruisme
Altruisme merupakan istilah yang diambil dari kata autrui yang merupakan bahasa Spanyol yang mempunyai arti orang lain. Sedangkan dalam bahasa Latin altruisme berasal dari kata alter yang berarti yang lain atau lain. Dalam bahasa Inggris altruisme disebut altruism yang berarti mementingkan kepentingan orang lain. Lebih jelasnya lagi dalam kamus ilmiah menerangkan bahwa istilah altruisme mempunyai arti suatu pandangan yang menekankan kewajiban manusia memberikan pengabdian, rasa cinta, dan tolong-menolong terhadap sesama/orang lain.
Orang yang mementingkan kepentingan orang lain dari pada kepentingan kepentingan dirinya disebut altruis. Pandangan tentang mementingkan orang lain disebut altruisme. Sedangkan sifat mengutamakan keprntingan orang lain disebut altruistis/altruistik.
3. Masyarakat Korban
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang
yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), di mana
kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa
Arab, musyarak. Sedangkan korban adalah: “mereka yang menderita jasmaniah
dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan diri
sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang
menderita. Dalam hal ini masyarakat korban adalah warga Kabupaten Karo yang