• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENAPISAN AWAL KOMPONEN BIOAKTIF DARI KERANG DARAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENAPISAN AWAL KOMPONEN BIOAKTIF DARI KERANG DARAH"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENAPISAN AWAL KOMPONEN BIOAKTIF DARI KERANG DARAH (Anadara granosa) SEBAGAI SENYAWA ANTIBAKTERI

Ella Salamah1, Komariah Tampubolon dan Ika Pranata Wahyu Daluningrum1 ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengekstrak komponen aktif pada kerang darah dengan tiga jenis pelarut yaitu heksana, etil asetat dan metanol, menguji ekstrak sebagai senyawa antibakteri, mengamati zona hambat yang dihasilkan pada penyimpanan suhu 10oC dan 30oC selama tujuh hari serta analisis fitokimia terhadap ekstrak yang menunjukkan aktivitas antibakteri paling baik.

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu analisis proksimat kerang darah, ekstraksi senyawa aktif dari kerang darah, uji aktivitas antibakteri dari ekstrak yang dihasilkan terhadap bakteri E. coli dan S. aureus dengan konsentrasi ekstrak 2%, 3,5%, 5% dan 6,5% serta analisis fitokimia terhadap ekstrak yang memiliki aktivitas antibakteri paling baik.

Penelitian ini menunjukkan hasil analisis proksimat kerang darah mempunyai kadar air 81,82%, kadar abu 2%, kadar protein 11,84%, kadar lemak 0,6% dan kadar karbohidrat 3,75%. Ekstrak kerang darah dengan pelarut heksana adalah 3,00±1,40 mg, dengan pelarut etil asetat adalah 107,50±3,50 mg dan dengan pelarut metanol adalah 995,50±0,70 mg. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat mampu menghasilkan zona hambat pada S. aureus untuk konsentrasi 2%, 3,5%, 5% dan 6,5% masing-masing 3 mm, 4 mm, 6 mm dan 7 mm, serta menghambat E. coli dengan zona hambat masing-masing konsentrasi 1 mm, 2 mm, 3 mm dan 4 mm. Ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol tidak menunjukkan penghambatan pada konsentrasi 2% dan 3,5%, tetapi pada konsentrasi 5% dan 6,5% menghasilkan zona hambat sebesar 0,5 mm dan 1 mm pada E. coli dan S. aureus. Kemampuan penghambatan ekstrak kerang darah dari pelarut etil asetat yang lebih baik daripada pelarut metanol berarti senyawa antibakteri yang terdapat pada kerang darah bersifat semi polar karena larut dalam pelarut etil asetat.

Hasil pengamatan diameter zona hambat selama tujuh hari pada suhu 10oC dan suhu 30oC menunjukkan bahwa pada suhu 10oC E. coli mulai tumbuh pada hari keempat pengamatan dan S. aureus mulai tumbuh pada hari ketiga pengamatan. Pada suhu 30oC E. coli mulai tumbuh kembali pada hari ketiga pengamatan dan S. aureus mulai tumbuh pada hari kedua pengamatan. Kemampuan E. coli dan S. aureus untuk tumbuh kembali selama pengamatan berarti ekstrak kerang dari pelarut etil asetat mengalami penurunan aktivitas penghambatan dengan semakin lamanya kontak ekstrak dengan bakteri uji. Analisis fitokimia terhadap ekstrak etil asetat kerang darah menunjukkan hasil bahwa ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat mengandung senyawa alkaloid dan steroid tetapi tidak mengandung senyawa flavonoid.

Kata kunci: Kerang darah, Antibakteri, Ekstraksi bertingkat PENDAHULUAN

Kerang darah banyak ditemukan di sepanjang pantai di daerah tropis dengan substrat lumpur halus atau kadang-kadang pasir berlumpur dan dilindungi atau berasosiasi dengan pohon-pohon bakau. Pathansali (1966) diacu dalam Erianto (2005) menyebutkan bahwa habitat ideal untuk kerang darah adalah lumpur halus berukuran kurang dari 0,124 mm, terlindung dari ombak dan dengan salinitas antara 18-30‰.

Inswiasri et al. (1995) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kerang darah memiliki kandungan protein yang cukup tinggi (±20%) sehingga banyak dibudidayakan untuk mencukupi kebutuhan protein yang berasal dari hewan, selain itu kerang darah memiliki kemampuan menyerap Cd dari perairan lebih tinggi daripada jenis kerang yang lain, sehingga biasa digunakan sebagai bioindikator pencemaran logam berat pada perairan dibandingkan jenis kerang lainnya. Trilaksani dan Nurjanah (2004) diacu dalam Erianto (2005) menyebutkan bahwa bagian yang dapat dimakan dari kerang terdiri dari mantel 3-5%, kaki 5-7%, otot adduktor 2,5-3%, sedangkan siphon, insang dan organ pencernaan merupakan bagian yang tidak dapat dimakan sebesar 4-7%.

1

(2)

Ninda (2008) dalam artikelnya menyatakan bahwa kerang mampu membantu melawan bakteri dan beberapa jenis penyakit. Tan dan Ng (2008) juga menyebutkan bahwa beberapa daerah berpantai di Malaysia dan Thailand telah membudidayakan kerang darah, namun belum terlalu populer. Pada daerah tersebut, kerang darah telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk penyakit kolera, hepatitis A dan disenteri. Pemanfaatan kerang darah sebagai obat tradisional tersebut memberikan dugaan bahwa kerang darah memiliki suatu senyawa aktif yang bersifat antibakteri. Senyawa antibakteri adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri (Irianto 2006). Senyawa-senyawa aktif dari kerang darah yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam bidang farmasi, pangan, industri, dan lain-lain

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya senyawa antibakteri pada kerang darah (Anadara granosa) melalui proses ekstraksi bertingkat, sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai antara lain:

1. Mengekstrak komponen aktif dari kerang darah (Anadara granosa) dengan ekstraksi bertingkat dengan pelarut non polar, semi polar dan polar.

2. Menguji aktivitas ekstrak yang dihasilkan sebagai senyawa antibakteri pada bakteri

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

3. Mengamati zona hambat ekstrak yang memiliki aktivitas terbaik pada penyimpanan suhu 10oC dan 30oC.

4. Mengetahui komponen penyusun senyawa aktif pada kerang darah (Anadara granosa) dari ekstrak terbaik melalui analisis fitokimia.

METODOLOGI

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga bulan November 2008 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratourium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi serta Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.

Bahan yang digunakan sebagai sampel adalah kerang darah (A. granosa) yang diambil dari pasar ikan Muara Angke, Jakarta Utara. Bahan untuk ekstraksi adalah pelarut teknis (heksana, etil asetat dan metanol). Bahan untuk uji aktivitas antibakteri adalah kloramfenikol sebagai antibakteri standar, NB (Nutrient Broth), TSA (Trypticase Soy Agar), media MHA (Mueller Hinton Agar), bakteri uji (Escherichia coli dan

Staphylococcus aureus), akuades, korek api, spiritus dan alkohol 70%. Sedangkan bahan untuk analisis fitokimia antara lain H2SO4 2N, pereaksi Dragendorff, pereaksi

Meyer, pereaksi Wagner, kloroform, H2SO4 pekat, anhidrida asetat, serbuk magnesium

dan amil alkohol.

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu analisis proksimat kerang darah, ekstraksi senyawa aktif dari kerang darah, uji aktivitas antibakteri dari ekstrak yang dihasilkan, mengamati zona hambat yang dihasilkan pada penyimpanan suhu 10oC dan 30oC selama tujuh hari dan analisis fitokimia. Analisis proksimat kerang darah meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat. Ekstraksi senyawa bioaktif dari kerang darah dilakukan secara bertingkat dengan tiga pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya, yaitu heksana (non polar), etil asetat (semi polar) dan metanol (polar). Ekstrak yang telah diperoleh kemudian diuji aktivitasnya sebagai senyawa antibakteri terhadap bakteri E. coli dan S. aureus. Ekstrak dengan kemampuan penghambatan paling baik kemudian diamati zona hambatnya selama tujuh hari pada suhu 10oC dan 30oC dan dianalisis fitokimia untuk mengetahui komponen-komponen yang terdapat dalam ekstrak.

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Proksimat

Kerang darah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kerang darah yang diambil dari pasar ikan Muara Angke, Jakarta Utara pada bulan September 2008.

(3)

Analisis proksimat yang dilakukan pada kerang darah meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat. Data analisis proksimat kerang darah ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data proksimat kerang darah Tabel 2. Kadar proksimat kerang

Komponen Kadar (%)* Komponen Kadar (%)**

Air Abu Protein Lemak Karbohidrat 81,82 2,00 11,84 0,60 3,75 Air Abu Protein Lemak Karbohidrat 85 2,3 8,0 1,1 3,6

*Hasil penelitian **Poedjiadi (1994)

Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2, diketahui bahwa kadar air, kadar abu dan kadar lemak kerang darah contoh lebih rendah apabila dibandingkan dengan kadar air, kadar abu dan kadar lemak kerang secara umum. Tetapi kadar protein dan kadar karbohidrat kerang darah contoh lebih tinggi daripada kadar protein dan kadar karbohidrat kerang seecara umum. Perbedaan kadar proksimat kerang darah contoh dengan kerang pada umumnya diduga karena terjadinya perbedaan waktu dan lokasi pengambilan contoh. Dugaan tersebut diperkuat oleh pernyataan Trilaksani dan Nurjanah (2004) diacu dalam Erianto (2005) yang menjelaskan bahwa perbedaan komposisi kimia kerang darah terjadi karena adanya perbedaan waktu dan lokasi pengambilan contoh. Komposisi kimia kerang sangat bervariasi, tergantung pada spesies, jenis kelamin, umur, musim dan habitat.

Ekstraksi Komponen Bioaktif

Tahap ekstraksi merupakan tahap awal ekstraksi senyawa bioaktif dari kerang darah. Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode ekstraksi bertingkat menurut Darusman et al. (1994). Pelarut yang digunakan dalam metode ini berturut-turut adalah heksana (non polar), etil asetat (semi polar) dan metanol (polar). Kesempurnaan esktraksi bertingkat tergantung pada jenis ekstraksi yang dilakukan, terutama apabila ekstraksi dilakukan secara berulang dengan jumlah pelarut sedikit demi sedikit.

Tabel 3. Berat ekstrak kasar kerang darah (A. granosa)

Jenis pelarut Berat ekstrak (mg)

Heksana Etil asetat Metanol 3,00±1,40 107,50±3,50 995,50±0,70

Pelarut metanol dapat menghasilkan rendemen paling besar diduga karena kemampuan metanol dalam mengikat komponen-komponen dari kerang darah lebih baik daripada pelarut etil asetat dan heksana. Hasil tersebut didukung pernyataan yang menjelaskan bahwa metanol merupakan pelarut alkohol paling sederhana yang dapat membentuk ikatan hidrogen, dapat bercampur dengan air hingga kelarutan tak terhingga, sehingga metanol sering digunakan sebagai pelarut dalam proses isolasi senyawa organik (Fessenden dan Fessenden 1997). Ekstrak yang dihasilkan dari ekstraksi dengan pelarut heksana memiliki nilai yang rendah dikarenakan heksana merupakan pelarut non polar yang biasa digunakan untuk memisahkan lipid dari bahan. Rendemen hasil ekstraksi kerang darah ditunjukkan pada Gambar 1.

0,0538 0,4978 0,0015 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60

Heksana Etil asetat Metanol

Je nis Pe larut R en d em en ( % ) Ren d emen Eks tra k Keran g Da rah

(4)

Uji Aktivitas Antibakteri

Uji pendahuluan aktivitas antibakteri

Ekstrak kerang darah yang telah diperoleh dari proses ekstaksi selanjutnya diuji aktivitasnya sebagai senyawa antibakteri terhadap dua jenis bakteri patogen yang mewakili bakteri gram positif dan bakteri gram negatif, yaitu S. aureus (OD = 0,723) dan E. coli (OD = 0,788). Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah dengan konsentrasi ekstrak 2% disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah pada konsentrasi 2% Jenis bakteri

Diameter zona hambat (mm) Ekstrak kerang

darah dengan pelarut etil asetat

Ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol Kontrol (kloramfenikol) E. coli S. aureus 6 7 - - 23 28

Ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol tidak menunjukkan aktivitas penghambatan baik pada pertumbuhan E. coli maupun S. aureus, hal ini diduga karena komponen aktif kerang darah yang berpotensi sebagai senyawa antibakteri pada ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol lebih rendah apabila dibandingkan dengan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat, selain itu diduga karena konsentrasi ekstrak yang digunakan terlalu rendah sehingga tidak menunjukkan aktivitas antibakteri. Pelarut etil asetat merupakan pelarut organik yang banyak digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi senyawa antimikroba, misalnya ekstraksi senyawa antimikroba dari daun ketimun dan babadotan (Gunawan et al. 1999) dan ekstraksi senyawa antibakteri dari produk gambir (Pambayun et al. 2007).

Uji aktivitas antibakteri dengan berbagai konsentrasi

Uji aktivitas antibakteri pada media MHA dari ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol pada beberapa konsentrasi dilakukan berdasarkan uji pendahuluan aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah. Konsentrasi ekstrak kerang darah yang digunakan adalah 2%, 3,5%, 5% dan 6,5% (modifikasi Darusman et al. 1994).

Tabel 5. Aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah pada berbagai konsentrasi

Konsentrasi ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat (%) Zona hambat (mm) E. coli S. aureus 2 3,5 5 6,5 1 2 3 4 3 4 6 7 Konsentrasi ekstrak kerang

darah dengan pelarut

metanol (%) Zona hambat (mm) E. coli S. aureus 2 3,5 5 6,5 - - 0,5 1 - - 0,5 1 Konsentrasi kloramfenikol (%) Zona hambat (mm) E. coli S. aureus 2 3,5 5 6,5 25 27 31 36 31 38 41 43

Diameter zona hambat yang dihasilkan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol pada E. coli selalu lebih

(5)

kecil apabila dibandingkan dengan diameter zona hambat S. aureus. Dugaan diperkuat oleh pernyataan yang disampaikan Alakomi et al. (2000) diacu dalam Adolf (2006) yang menjelaskan bahwa E. coli memiliki lapisan tambahan pada dinding sel yang disebut membran luar terdiri dari lapisan lipopolisakarida yang berfungsi sebagai penghalang masuknya senyawa-senyawa yang tidak diperlukan sel.

Zona hambat yang dihasilkan oleh kloramfenikol lebih besar apabila dibandingkan dengan zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol dan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat. Hal ini dikarenakan kloramfenikol mampu menghambat pertumbuhan bakteri dalam spektrum yang luas dalam konsentrasi rendah.

Pengamatan zona hambat pada penyimpanan suhu 10oC dan 30oC

Aktivitas desinfektan bergantung dari beberapa faktor, antara lain konsentrasi desinfektan, jumlah dan tipe mikroorganisme, serta perlakuan suhu dan pH. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan diameter zona hambat selama tujuh hari pada suhu 10oC dan suhu 30oC dengan tujuan mengetahui kemampuan ekstrak dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat karena ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat menunjukkan kemampuan penghambatan lebih baik apabila dibandingkan dengan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol.

Suhu 10oC

Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri dan efektivitas kerja senyawa antibakteri. Suhu dibawah suhu optimum pertumbuhan dapat menekan laju metabolisme dan apabila suhu cukup rendah maka metabolisme dan pertumbuhan bakteri akan terhenti. Tetapi bakteri mempunyai kemampuan yang unik untuk dapat bertahan hidup pada keadaan yang sangat.

Tabel 6. Pengamatan zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat pada penyimpanan suhu 10oC

Konsentras i ekstrak

Kekeruhan zona hambat

E. coli S. aureus H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 2% + + + ++ ++ ++ ++ - - + + + + + 3,5% + + + ++ ++ ++ ++ - - + + + + + 5% - - - - + + + - - - + + 6,5% - - - - + + + - - - - Keterangan : (-) = jernih (+) = sedikit keruh (++) = keruh (+++) = lebih keruh

Zona hambat yang terbentuk baik pada E. coli maupun S. aureus terus mengalami peningkatan kekeruhan diduga karena terjadi penurunan efektivitas ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dalam menghambat pertumbuhan kedua bakteri tersebut.

peningkatan kekeruhan pada zona hambat yang dihasilkan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dalam menghambat pertumbuhan S. aureus diduga karena terjadi penurunan aktivitas kerja dari senyawa antibakteri serta kemampuan bakteri uji dalam berkembang biak pada suhu 10oC. Tetapi E. coli tidak mampu tumbuh pada suhu 10oC, sehingga bakteri yang tumbuh pada area zona hambat diduga merupakan bakteri kontaminasi dari alat selama penelitian.

Zona hambat yang dihasilkan kloramfenikol terhadap E. coli dan S. aureus

yang masih jernih dan stabil hingga akhir pengamatan menunjukkan bahwa kloramfenikol mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif. Hasil ini didukung oleh pernyataan bahwa kloramfenikol merupakan senyawa antibiotik yang paling stabil dan masih banyak digunakan oleh masyarakat di

(6)

negara-negara berkembang karena harganya yang murah dan aktivitas yang baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri pada spektrum luas apabila dibandingkan dengan antibiotik lainnya (Syah et al. 2005).

Tabel 7. Pengamatan zona hambat kloramfenikol pada penyimpanan suhu 10oC Konsentrasi

kloramfenikol

Kekeruhan zona hambat

E. coli S. aureus H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 2% - - - + + - - - + 3,5% - - - + - - - + 5% - - - - 6,5% - - - - Keterangan : (-) = jernih (+) = sedikit keruh (++) = keruh (+++) = lebih keruh Suhu 30oC

Zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat terhadap E. coli

dan S. aureus pada penyimpanan suhu 30oC terus mengalami peningkatan kekeruhan. Zona hambat yang ditunjukkan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dalam menghambat pertumbuhan S. aureus pada hari pertama adalah jernih pada konsentrasi ekstrak 2%, 3,3%, 5% dan 6,5% (Tabel 8).

Tabel 8. Pengamatan zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat pada penyimpanan suhu 30oC

Konsentrasi ekstrak

Kekeruhan zona hambat

E. coli S. aureus H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 2% + + ++ ++ ++ + ++ + ++ + - + ++ ++ ++ + ++ + ++ + 3,5% + + ++ ++ ++ + ++ + ++ + - + ++ ++ ++ ++ + ++ + 5% - - + + ++ ++ ++ + - - + + ++ ++ ++ 6,5% - - + + + ++ ++ - - + + + ++ ++ Keterangan : (-) = jernih (+) = sedikit keruh (++) = keruh (+++) = lebih keruh

Peningkatan kekeruhan zona hambat diduga karena kemampuan penghambatan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat telah mengalami penurunan, sehingga bakteri kembali mengalami pertumbuhan. Havsteen (2002) diacu dalam Sabir (2005) menjelaskan bahwa semakin lama waktu kontak senyawa antibakteri dengan bakteri uji, maka akan terjadi penurunan aktivitas antibakteri. Sumber lain menyebutkan bahwa semakin rendah suhu yang digunakan maka waktu untuk membunuh mikroorganisme tersebut akan semakin lama. Tetapi pada uji aktivitas antibakteri, peningkatan suhu akan mengurangi tegangan permukaan sehingga mengurangi viskositas dan akhirnya mengurangi absorpsi. Akibat berkurangnya absorpsi ini, efektivitas desinfektan akan berkurang (Irianto 2006).

Zona hambat yang dihasilkan oleh kloramfenikol dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan bakteri S. aureus cenderung stabil dari awal hingga akhir pengamatan, diduga karena kloramfenikol merupakan antibiotik yang efektif dalam menghambat pertumbuhan kedua jenis bakteri uji. Dugaan ini diperkuat oleh pernyataan kloramfenikol merupakan antibiotik berspektrum luas yang aktif dalam menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Pelczar dan Chan 1988).

(7)

Tabel 9. Pengamatan zona hambat kloramfenikol pada penyimpanan suhu 30oC Konsentrasi

kloramfenikol

Kekeruhan zona hambat

E. coli S. aureus H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 2% - - - - + + + - - - + + 3,5% - - - - + + + - - - + 5% - - - + + - - - + 6,5% - - - + - - - + Keterangan : (-) = jernih (+) = sedikit keruh (++) = keruh (+++) = lebih keruh Analisis Fitokimia

Analisis fitokimia merupakan analisis yang diterapkan untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam suatu bahan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tetapi memiliki efek menguntungkan bagi manusia (Astawan dan Kasih 2008).

Tabel 10. Analisis fitokimia ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat

Jenis senyawa Hasil Tanda

Alkaloid : Wagner Meyer Dragendorff (+) (+) (+)

Terbentuk endapan coklat Terdapat endapan putih Terdapat endapan jingga

Steroid (+) Larutan berwarna hijau

Flavonoid (-) Tidak terbentuk warna kekuningan pada

lapisan amil alkohol

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat mengandung senyawa metabolit sekunder yang berupa alkaloid dan steroid, sedangkan senyawa flavonoid menunjukkan hasil negatif dalam ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat. Verpoorte dan Alfermann (2000) menyebutkan bahwa alkaloid pada tumbuhan berfungsi sebagai pelindung dari prodator karena bersifat racun pada satwa misalnya serangga, sebagai zat perangsang dan pengatur tumbuh dan membantu aktivitas metabolisme dan reproduksi tumbuhan. Yunus (1998) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa alkaloid memiliki sifat farmakologis, salah satunya adalah memperlebar saluran pernafasan pada penderita sesak nafas.

Steroid merupakan senyawa yang dapat dijumpai hampir pada semua makhluk hidup kecuali pada bakteri. Steroid telah banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, seperti sebagai bahan terapeutik yaitu bahan untuk pengobatan suatu penyakit (Fessenden dan Fessenden 1997).

Uji flavonoid terhadap ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat tidak menunjukkan hasil positif. Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang berperan sebagai faktor pertahanan alam, seperti mencegah serangan bakteri, yang ditemukan pada sebagian besar tumbuhan

KESIMPULAN DAN SARAN

Ekstraksi kerang darah mengahasilkan ekstrak dengan pelarut heksana (3,00±1,40 mg), ekstrak dengan pelarut etil asetat (107,50±3,50 mg) dan ekstrak dengan pelarut metanol (995,50±0,70 mg). Uji pendahuluan aktivitas antibakteri dengan konsentrasi ekstrak 2% menunjukkan hasil bahwa ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat mampu menghambat pertumbuhan E. coli dengan diameter zona hambat sebesar 6 mm dan menghambat pertumbuhan S. aureus dengan diameter zona hambat sebesar 7 mm, sedangkan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol tidak menunjukkan penghambatan pada kedua bakteri uji.

(8)

Uji aktivitas antibakteri dilakukan pada ekstrak dengan konsentrasi 2%, 3,5%, 5% dan 6,5%. Daya hambat rendah ditunjukkan oleh ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dalam menghambat pertumbuhan E. coli pada setiap konsentrasi ekstrak dan daya hambat sedang dalam menghambat S. aureus. Ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol tidak menunjukkan penghambatan pada konsentrasi 2% dan 3,5%, tetapi menunjukkan penghambatan lemah pada konsentrasi ekstrak 5% dan 6,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa senyawa antibakteri pada kerang darah diduga bersifat semi polar karena larut dalam pelarut etil asetat. Pengamatan zona hambat selama tujuh hari pada suhu 10oC dan 30oC menunjukkan penurunan efektivitas antibakteri dari ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat yang ditandai dengan terjadi pertumbuhan kembali bakteri uji.

Analisis fitokimia terhadap ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat menunjukkan hasil positif terhadap senyawa alkaloid dan steroid, tetapi menunjukkan hasil negatif terhadap senyawa flavonoid.

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah perlu dilakukan pemisahan dan pemurnian masing-masing komponen dari ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dan pengkajian lain dari ekstrak kerang darah, misalnya sebagai senyawa antioksidan.

DAFTAR PUSTAKA

Adolf JN. 2006. Kajian mekanisme antibakteri ekstrak andaliman (Zanthozylum acanthopodium DC) terhadap bakteri patogen pangan [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Darusman LK, Sajuthi D, Sutriah K, Pamungkas D. 1994. Ekstraksi komponen bioaktif sebagai bahan obat dari karang-karangan, bunga karang, dan ganggang di Perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu (Tahap II: Fraksinasi dan Bioassay). Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian; Jakarta, Januari 1994. Jakarta: DIKTI-Depdikbud. hlm 18-29. Erianto D. 2005. Analisis pengolahan dan pengembangan budidaya kerang darah

(Anadara granosa) di Kecamatan Kuala Indragiri Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Fessenden RJ, Fessenden JS. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Maun S, Anas K, Sally TS, penerjemah; Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari Fundamental of Organic Chemistry.

Gunawan PW, Yulinah E, Soediro I. 1999. Uji Antiinfeksi pada Punggung Kelinci dan Telaah Fitokimia Ekstrak Etil Asetat dan Etanol Daun Ketimun dan Babadotan [tesis]. Bandung: Sekolah Farmasi ITB.

Inswiasri, Agustina L, Tri T. 1995. Kandungan logam kadmium dalam biota laut jenis kerang-kerangan dari Teluk Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran 103:19-21. Irianto K. 2006. Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 1. Bandung: Yrama

Widya.

Gambar

Tabel 1.  Data proksimat kerang darah      Tabel 2.  Kadar proksimat kerang
Tabel 5.  Aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah pada berbagai konsentrasi
Tabel  6.  Pengamatan  zona  hambat  ekstrak  kerang  darah  dengan  pelarut  etil  asetat pada penyimpanan suhu 10 o C
Tabel 7.  Pengamatan zona hambat kloramfenikol pada penyimpanan suhu 10 o C  Konsentrasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel persamaan variasi leksikal bahasa Melayu yang dipakai di Kecamatan Pulau Merbau dapat dilihat untuk merealisasikan makna ‘adik’, pada Desa Teluk Ketapang menggunakan kata

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan sifat-sifat dari baja, baik sifat fisis maupun sifat mekanis setelah mengalami proses pack carburizing

Dalam kedua jenis hukum tersebut memberikan sanksi pidana mati terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan sama-sama dalam jenis pembunuhan yang dilakukan secara

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), masker merupakan alat untuk menutup muka atau kain penutup mulut dan hidung seperti yang dipakai oleh dokter atau

Strategi dasar dalam pengembangan kawasan agroindustri terintegrasi berbasis ekspor di Provinsi Jambi harus memperhatikan beberapa hal yaitu (1) fokus pada pengembangan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dapat

Terutama nitrogen yang dapat membuat tanaman menjadi lebih hijau karena mengandung banyak butir-butir hijau yang penting dalam proses fotosintesa Nitrogen juga

Hasil penelitian menunjukkan 17 responden (56,7 persen) berada pada kriteria sedang dengan jumlah skor antara interval 21-24. Kriteria sedang menuunjukkan bahwa