• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus:PT. Perkebunan Nusantara IV, Unit Usaha Gunung Bayu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus:PT. Perkebunan Nusantara IV, Unit Usaha Gunung Bayu)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Corporate Social Responsibility (CSR), Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dan Pembangunan

Sesuai dengan hukum alam, pendapatan yang berasal dari pemanfaatan fasilitas alam akan berkelanjutan bila dayadukung alam tersebut dipelihara. Jika daya dukung lingkungan tersebut rusak, pendapatan masyarakat sekitar akan menurun dan mereka akan menganggap perusahaan sebagai penyebabnya (Ambadar, 2008). Perusahaan dalam beroprasi, tanggung jawab pertama adalah tanggung jawab ekonomi untuk mendapatkan laba.Disamping mendapatkan laba khususnya perusahaan yang memanfaatkan lingkungan dalam pengelolahan perusahaan, pastinya berdampak pada kondisi alam dan akan mempengaruhi kehidupan masayarakat sekitar. Agar perusahaan tetap berjalan dan stabil dan tidak adanya stakeholders yang dirugikan, maka disinilah peran Coorporate Social Responsibility (CSR) dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)

untuk mengatasi dan bertanggung jawab kepada masyarakat sekitar perusahaan.

Masyarakat sekitar perusahaan sebagai bagian dari stakeholders memiliki hak mendapat bantuan dari perusahaan sebagai bentuk wujud tanggung jawab perusahaan untuk pembangunanmasyarakat sehingga tercapai masyarakat yang sejahtera.Pembangunan di Indonesia mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan(Sustainable Development) dan tanggung jawab pada lingkungan, sebagaimana hasil KTT Bumi (Earth Summit) atau lebih dikenal konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro

(2)

pembangunan sosial menurut Midgley (2005), yaitu suatu proses perubahan sosial terencana yang didesain untuk mengangkat kesejahtreraan penduduk secara menyeluruh.

PT. Perkebunan Nusantara IV berstatus perusahaan BUMN mengaplikasikan konsep CSR dengan Program CSR dan juga PKBL. Secara Etimologis pengertian CSR dapat diartikan sebagai tanggung jawab sosial Perusahaan. Definisi dari CSR dapat dilihat dalam pasal 1 butir 3 UUPT yang menyebutkanTanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaatbaik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.

Dalam sejarah munculnya konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau yang sekarang dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) pertama kali dikemukakan oleh Howard R. Bowen pada tahun 1953 pada karyanya yang berjudul Social Responsibilities of the Businessman merupakan tonggak sejarah CSR Modren.

Perkembangan CSR sendiri secara umum terdiri dari 3 (tiga) periode penting yaitu (Solihin, 2008):

1. Perkembangan awal konsep CSR di era tahun 1950-1960-an

(3)

technical interest”. Melalui definisi tersebut, Davis menegaskan adanya tanggung

jawab sosial perusahaan di luar tanggung jawab ekonomi semata. Argumen Davis menjadi sangat relevan dengan keadaan pada saat itu. Dimana pandangan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan masih sangat didominasi oleh pemikiran para ekonom klasik.

2. Perkembangan konsep CSR periode tahun 1970-1980-an

Tahun 1971, Committe for Economic Development (CED) menerbitkan Social Responsibilities of Business Corporations. Penertiban yang dapat dianggap bahwa

kegiatan usaha memiliki tujuan dasar untuk memberikan pelayanan yang konstruktif untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat. Tahun 1970-an juga ditandai dengan pengembangan definisi CSR. Dalam artikel yang berjudul Dimensions of Corporate Social Perfomance. Prakash Sethi memberikan penjelasan atas perilaku

korporasi yang dikenal dengan Social Obligation, Social Responsibility, dan Social Responsiveness. Menurut Sethi, Social Obligation adalah perilaku korporasi yang

didorong oleh kepentingan pasar dan pertimbangan-pertimbangan hukum. Dalam hal ini Social Obligation hanya menekankan pada aspek ekonoi dan hukum saja. Social Responsibility merupakan perilaku korporasi yang tidak hanya menekankan pada

aspek ekonomi dan hukum saja tetapi menyelaraskan Social Obligation dengan norma, nilai dan harapan kinerja yang dimiliki oleh lingkungan sosial. Social Responsiveness merupakan perilaku korporasi yang secara responsif dapat

(4)

perlunya perusahaan untuk memerhatikan kepentingan para pemangku kepentingan dalamm keputusan-keputusan perusahaan yang akan memberikan dampak terhadap para pemangku kepentingan. Kedua, perusahan yang melaksanakan program CSR pada periode 1970-1980 mulai mencari model CSR yang dapat mengukur dampak pelaksanaan CSR oleh perusahaan terhadap masyarakat serta sejauh mana pelaksanaan CSR oleh perusahaan terhadap masyarakat serta sejauh mana pelaksanaan CSR sebagai suatu investasi sosial memberikan kontribusi bagi peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Kebutuhan ini telah mendorong lahirnya konsep Corporate Social Perfomance sebagai penyempurnaan atau konsep CSR sebelumnya. Ketiga, periode tahun 1980-an merupakan periode tumbuh dan berkembangnya perusahaan multinasional (Multinational Corporation-MNC).

3. Perkembangan Konsep CSR di era tahun 1990-an sampai saat iniTahun 1987, Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui World Commision on Environment and Development (WECD) menerbitkan laporan yang berjudul Our Comon Futurejuga

dikenal sebagai The Brundt Land Report Commission untuk menghormati Gro Harlem Brundt Land yang menjadi ketua pada saat itu. Laporan tersebut menjadikan isu-isu lingkungan sebagai agenda politik yang pada akhirnya bertujuan mendorong pengambilan kebijakan pembangunan yang lebih sensitif pada isu-isu lingkungan. Laporan ini menjadi dasar kerja sama multilateral dalam rangka melakukan pembangunan berkelanjutan (sustanable develpoment) menurut The Brutland Commision yang dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan (sustainability development) adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia saat

(5)

perusahaan yang tidak dimiliki kaitan dengan strategi dan pencapaian tujuan jangka panjang. Kotler dan lee menyebutkan beberapa manfaat yang dapat diperoleh perusahaan melalui pelaksanaan CSR yang bersifat strategis ini, seperti peningkataan penjualanan dan market share, memperkuat brand postioning, meningkatkan citra perusahaan, menurunkan biaya operasi, serta meningkatkan daya tarik perusahaan di mata para investor dan analisis keuangan.

Corporate Social Responsibility (CSR) memiliki fungsi sangat penting dalam

mengembangkan lingkungan sosial perusahaan sehingga perkembangan masyarakat akan seiring dengan perkembangan perusahaan (Ambadar, 2008). Program CSR bertujuan untuk mendorong perusahaan agar dapat mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan menjalankan tanggung jawab sosial yang dapat dirasakan masyarakat. Program CSR yang berkelanjutan diharapkan akan dapat membentuk atau menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera dan mandiri. Setiap kegiatan tersebut akan melibatkan semangat sinergi dari semua pihak secara terus menerus membangun dan menciptakan kesejahteraan dan pada akhirnya akan tercipta kemandirian dari masyarakat yang terlibat dalam program tersebut.

(6)

masyarakat miskin yang aktif secara ekonomi.Bentuk Program Kemitraan juga bisa dilakukan dalam bentuk (a) Pemberian pinjaman untuk modal kerja dan/atau pembelian Aktiva Tetap Produktif; (b) Pinjaman khusus bagi UMK yang telah menjadi binaan yang bersifat pinjaman tambahan dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha UMK

Binaan; dan (c) Program pendampingan dalam rangka peningkatan kapasitas (capacity). Sementara itu, Bina

Lingkungan (BL) sepenuhnya berupa bantuan langsung (charity).

Program Bina lingkungan atau BL yang ada dimasyarakat biasanya diberikan perusahaan dalam bentuk bantuan dalam bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, pembuatan dan perbaikan fasilitas umum, kepemudaan dan olahraga, agama, dll. Tujuan dari program PKBL adalah sebagai pedoman dalam pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina lingkungan serta sebagai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan TJSL di lingkungan Perusahaan.Dalam pembangunan sudah menjadi paradigma baru dimana saat ini perusahaan yang akan memulai usaha tidak semata-mata hanya mencari keuntungan saja, tetapi juga mengupayakan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tinggal disekitar perusahaan tersebut. Pembangunan yang berkelanjutan dengan CSRmemiliki keterkaitan dalam hal tujuan perusahaan yang bukan semata-mata mencari keuntungan dan pertumbuhan berkonsekuensi penting. Perusahaan harus mengakui keberadaannya sebagai bagian dari sistem lingkungan dan sistem sosial, oleh karena itu perlu juga mengakui adanya keterbatasan sumber daya alam dan mengasumsikan tanggung jawab bersama atas penggunaan dan pengembangan sumber daya sosial sehingga paham betul dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh setiap tindakan yang diambil (Sukadaet al, 2007).

Pembangunan berkelanjutan suatu perusahaan hanya akan dapat dipertahankan kalau ada keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup yang

(7)

menguntungkan. Dengan begitu, kehadiran perusahaan terasa memberi manfaat bagi masyarakat disekitarnya dan menjadi bagian dalam kehidupan mereka(Ambadar, 2008). Peran perusahaan terhadap pembangunan masyarakat sekitar perusahaan sangatlah berpengaruh. Perusahaan adalah perpanjangan tangan dari pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat sekitar. Tidak bisa dipungkiri masyarakat juga bergantung terhadap perusahaan dikarenakan memerlukan bantuan-bantuan perusahaan melalui Program CSR ataupun PKBL.

Dalam pandangan teori dependensi, pembangunan lebih tepat diartikan sebagai peningkatan standar hidup bagi setiap penduduk di negara dunia ketiga. Oleh karenanya, pembangunan tidak sekedar pelaksanaan program yang melayani kepentingan elite dan penduduk perkotaan, tetapi lebih merupakan program yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk pedesaan, pencari kerja, dan sebagian besar kelas sosial lain yang memerlukan bantuan. Setiap program pembangunan yang hanya menguntungkan sebagian kecil masyarakat dan membebani mayoritas, menurut teori dependensi tidaklah dapat dikatakan sebagai program pembangunan yang sebenarnya.

Salah satu tokoh yang pemikirannya sesuai dengan tema penelitian yaitu Dos Santos (dalam Budiman, 1995). Seperti yang dikemukakan Dos Santos ada 3 (tiga) bentuk ketergantungan adalah sebagai beriku;

(8)

2. Ketergantungan Finansial Industri : pengendalian dilakukan melalui kekuasaan ekonomi dalam bentuk kekuasaan financial-industri.

3. Ketergantungan Teknologis-Industrial: penguasaan terhadap surplus industri dilakukan melalui monopoli teknologi industri. Dos Santos melihat batasan struktural upaya pembangunan industri akan bergantung pada kemampuan sektor ekspor. Hanya dengan ekspor, negara Dunia Ketiga dapat memperoleh devisa yang hendak digunakan sebagai dana untuk membeli barang-barang modal (misalnya mesin), yang merupakan salah satu masukan terpenting pembangunan industrinya. Oleh karena itu negara Dunia Ketiga akan berusaha keras untuk tetap menguasai sektor ekspor tradisional, yang dengan demikian negara Dunia Ketiga dipaksa mempertahankan hubungan dan struktur produksi yang telah ada. Ini merupakan pilihan yang tidak dapat dihindari karena jaringan pemasaran untuk sektor ekspor modren biasanya telah berada di dalam kendali modal asing (Suwarsono dan Alvin, 2006:8-9).

Dalam pandangan teori dependensi dari Dos Santos (Dalam Budiman, 1995) pembangunan lebih tepat diartikan sebagai peningkatan standar hidup bagi setiap penduduk di negara dunia ketiga. Oleh karenanya, pembangunan tidak sekedar pelaksanaan program yang melayani kepentingan elite dan penduduk perkotaan, tetapi lebih merupakan program yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk pedesaan, pencari kerja, dan sebagian besar kelas sosial lain yang memerlukan bantuan. Setiap program pembangunan yang hanya menguntungkan sebagian kecil masyarakat dan membebani mayoritas, menurut teori dependensi tidaklah dapat dikatakan sebagai program pembangunan yang sebenarnya.

(9)

berkaitan dengan sejauh mana perusahaan mampu memberikan dampak ekonomi (langsung/tidak langsung) kepada masyarakat. MenurutBrundtland Report dari

)

Peran perusahaan dalam program tanggung jawab sosial dan lingkungan dilihat dari kepentingan masyarakat yang disasar adalah sebagai pemberi bantuan, berupa kredit lunak, hibah dan pembangunan infrastruktur. Manfaat program secara langsung dan tidak langsung adalah dalam rangka ikut membantu masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan mereka di bidang sosial, ekonomi dan budaya. Pelaksanaan program CSR yang berhasil, dampaknya akan ikut mengangkat kesejahteraan mereka. Sekaligus berkontribusi memberdayakan masyarakat membangun kemandirian.

dalam Radyati (2008) menyatakan bahwa menjaga keberlangsungan berarti memelihara dan memproduksi lagi sumberdaya yang telah dipergunakan. Keyakinan konsumen yang dibangun melalui CSR dapat mendukung pertumbuhan ekonomi (Amri, 2008).Dunia usaha perlu mencari pola-pola kemitraan (partnership) dengan seluruh stakeholder agar dapat berperan dalam pembangunan, sekaligus meningkatkan kinerjanya agar tetap dapat bertahan dan bahkan berkembang menjadi perusahaan yang mampu bersaing.

2.2. Kesejahteraan Masyarakat

(10)

kehidupan masyarakat serta indikator kesejahteraan sesuai dengan kondisi dan dan kebutuhan masyarakat.

a. Masyarakat Ideal

Menurut Soetomo (2014: 26) pada dasarnya setiap masyarakat mempunyai gambaran tentang kondisi masa depan yang diidealkan. Dengan demikian, sebetulnya disadari atau tidak setiap masyarakat mempunyai visi. Secara umum visi adalah kondisi kehidupan yang sejahtera, oleh karena kondisi itu yang menjadi idaman dan dambaan. Sehubungan dengan konsep sejahtera sebagai visi setiap masyarakat ini, dapat dilihat dari persfektif subjektif maupun objektif. Perspektif maksudnya adalah penggambaran kondisi sejahtera berdasarkan kontruksi masyarakat atau komunitas tertentu. Sementara itu, perspektif objektif adalah gambaran kesejahteraan menurut kajian ilmu pengetahuan yang dapat digunakan secara umum, sehingga dapat di generalisasi atau dapat juga merupakan rumusan kesejahteraan berdasarkan pandangan politik dan ideologis tertentu. Dalam perspektif subjektif, gambaran tentang kondisi kehidupan yang sejahtera tidak dapat di geralisasi, oleh karena setiap masyarakat mempunyai kontruksi yang berbeda tentang kondisi sejahtera tersebut. Walaupun kondisi sejahtera merupakan idaman tataran yang lebih operasional, visi masyarakat bukanlah hal yang dapat dianggap seragam. Hal itu disebabkan karena masing-masing mempunyai perspektif yang berbeda sesuai dengan variasi kondisi sosiokultural (Soetomo, 2014: 27).

b. Indikator Kesejahteraan

(11)

Dengan demikian kondisi sejahtera yang diidamkan bukan hanya gambaran kehidupan yang terpenuhi kebutuhan fisik, material, melainkan juga spiritual, bukan hanya pemenuhan kebutuhan jasmaniah melainkan juga rohaniah (Soetomo, 2014: 47).

Kesejahteraan Sosial menurut UU No. 11 Tahun 2009 adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Dalam memahami kesejahteraan masyarakat, tidak cukup dilihat secara individual, karena pemikiran dan kebutuhan warga masyarakat berbeda, apabila disatukan pemahaman tentang kesejahteraan akan melebar. Untuk itu peneliti memfokuskan wujud dari Kesejahteraan masyarakat sesuai dengan program PKBL yang berdampak langsung terhadap tingkat kesejahteraan. Yaitu dari segi ekonomi bagaimana kemandirian serta kestabilan pendapatan masyarakat, dari segi pendidikan dan kesempatan pendidikan dalam segala tingkat pendidikan atau profesional kejuruan, sarana perhubungan serta fasilitas lain yang memudahkan masyarakat sekitar perusahaan dalam mobilitas serta beraktivitas. Kesempatan kerja yang sesuai keinginan dan kecakapanya, berkaitan dengan kualitas SDM pada masyarakat desa dan terakhir fasilitas kesehatan yang memadai.

2.3. Konsep CIPP (Context, Input, Process, Product)Untuk Evaluasi Program

(12)

berbeda satu sama lain, hal ini tergantung dari maksud dan tujuan dari evaluasi tersebut dilaksanakan. Seperti evaluasi program pembelajaran tidak akan sama dengan evaluasi kinerja pegawai. Evaluasi program pembelajaran dilakukan dengan dituan untuk melihat sejauh mana hasil belajar telah tercapai dengan optimal sesuai dengan target dan tujuan pembelajaran itu sediri. Sedangkan evaluasi kinerja pegawai dilakukan dengan tujuan untuk melihat kualitas, loyalitas, atau motivasi kerja pegawai, sehingga akan menentukan hasil produksi. Dengan adanya perbedaan tersebut lahirlah beberapa model evaluasi yang dapat menjadi pertimbangan evaluator dalam melakukan evaluasi. Dari beberapa model evaluasi yang ada, penulis hanya akan membahas model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) yang dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam.

Model evaluasi CIPP dalam pelaksanaannya lebih banyak digunakan oleh para evaluator, hal ini dikarenakan model evaluasi ini lebih komprehensif jika dibandingkan dengan model evaluasi lainnya.Model evaluasi ini dikembangkan oleh Stuffleabem, dkk(1967) di Ohio State University.Model evaluasi ini pada awalnya digunakan untuk mengevaluasi ESEA (The Elementary and Secondary Education Act).CIPP merupakan singkatan dari, context evaluation: evaluasi terhadap konteks, input evaluation: evaluasi terhadap masukan, process evaluation: evaluasi terhadap proses, dan product evaluation : evaluasi terhadap hasil. Keempat singkatan dari CIPP tersebut itulah yang menjadi komponen evaluasi.

2.3.1. Model CIPP(Contex, Input, Process, Product)

1. Context Evaluation (Evaluasi Konteks)

(13)

bahwa, evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek.

2. Input Evaluation (Evaluasi Pemasukan)

Tahap kedua dari model CIPP adalah evaluasi input, atau evaluasi masukan. Menurut Widoyoko (2009: 136), evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternative apayang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi:

a. sumber daya manusia

b. sarana dan peralatan pendukung c. dana atau anggaran

d. berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan.

Menurut Stufflebeam (dalam Arikunto, 2010: 56), mengungkapkan bahwa pertanyaan yang berkenaan dengan masukan mengarah pada pemecahan masalah yang mendorong diselenggarakannya program yang bersangkutan. 3. Process Evaluation (Evaluasi Proses)

Worthen & Sanders 1981 (dalam Widoyoko, 2009: 137) menjelaskan bahwa, evaluasi proses menekankan pada tiga tujuan: “ (1) do detect or predict in procedural design or its implementation during implementation stage, (2) to

provide information for programmed decision, and (3) to maintain a record of

the procedure as it occurs “. Evaluasi proses digunakan untuk menditeksi atau

(14)

koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2010), evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada “apa” (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, “siapa” (who) orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program, “kapan” (when) kegiatan akan selesai. Dalam model CIPP, evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan didalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana.

4. Product Evaluation (Evaluasi Produk/Hasil)

Sax 1980 (dalam Widoyoko, 2009: 598) memberikan pengertian evaluasi produk/hasil adalah “ to allow to project director (or techer) to make decision of program ”. Dari evaluasi proses diharapkan dapat membantu pimpinan

proyek atau guru untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan kelanjutan, akhir, maupun modifikasi program. Sementara menurut Farida Yusuf Tayibnapis (dalam Widoyoko, 2009:14) menerangkan, evaluasi produk untuk membantu membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil yang telah dicapai maupun apa yang dilakukan setelah program itu berjalan.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati secara langsung di PT. Coca Cola Amatil Indonesia Central Java di bagian QMS , pengamatan

Berdasarkan hasil sidik ragam, diketahui bahwa perlakuan lama waktu perendaman kolkisin, konsentrasi kolkisin dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap

'MENAMPILKAN DATA PADA USER FORM 'MENAMPILKAN DATA NO PADA TEXT BOX TNO.Text = ActiveCell.Value 'BERPINDAH KE KOLOM NAMA OUTLET ActiveCell.Offset(0, 1).Select. 'MENAMPILKAN

gulma) Satu kali seminggu dan disesuaikan dengan kondisi media tanam dan lahan d.. Pengendalian

Pengenalan Sistem Informasi. Penerbit

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas dan stabilitas busa Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) secara kontinu dan dinamik terhadap variabel perubahan

Diagram alir proses pembuatan tepung bengkuang Hubungan antara konsentrasi Natrium metabisulfit dan Lama perendaman terhadap kadar air tepung bengkuang Hubungan antara