BAB 1 PENDAHULUAN
1.6. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) Regional Meeting on Revitalizing Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan
tentang perlunya melakukan “Primary Health Care Reforms”. Intinya adalah reformasi universal coverage, service delivery, public policy dan leadership. Revitalisasi PHC akan berdampak pada puskesmas untuk penetapan fungsi
puskesmas yang dapat menjawab arah kebijakan pembangunan kesehatan yang
mengutamakan promotif dan preventif dengan tanpa mengabaikan upaya kuratif dan
rehabilitatif.
Kenyataannya, hingga kini masih ditemui fenomena umum dimana puskesmas
masih berfokus pada pendekatan kuratif dari pada promotif dan preventif. Selain itu
persepsi masyarakat yang masih menganggap puskesmas hanya sebagai penyedia
pengobatan bagi orang sakit atau sebagai fasilitas untuk melaksanakan rujukan ke
tingkat yang lebih tinggi. Paradigma sehat yang selalu mengutamakan pendekatan
promotif dan preventif masih sangat sukar dipahami dan diadopsi masyarakat dan
penyedia layanan di puskesmas.
Paradigma penyedia layanan di puskesmas masih berfokus pada
penyembuhan dan pemulihan dengan penekanan pada kuratif dan rehabilitatif dan
sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama dimana peran puskesmas
dimaknai sebagai kontak pertama pada pelayanan kesehatan yang mampu menggeser
paradigma yang ada dengan mengedepankan paradigma sehat.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang, peningkatan taraf
hidup masyarakat, peningkatan perhatian terhadap pemenuhan hak asasi manusia
serta peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat menyebabkan
peningkatan tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Oleh
karena kondisi ini memberikan dampak pula pada pelayanan kesehatan masyarakat
(Jumardi, 2010).
Dalam Kepmenkes RI No. 128 Tahun 2004 dinyatakan bahwa ada tiga fungsi
puskesmas yang sejalan dengan fokus pembangunan kesehatan yaitu: sebagai pusat
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat
pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan
yang bersifat pribadi (private goods), sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat
bersifat publik (public goods). Pelayanan kesehatan perorangan tersebut adalah rawat
jalan dan bagi puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap. Sementara pelayanan
kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah promosi kesehatan, pemberantasan
penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga,
keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan
masyarakat lainnya.
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan telah berhasil menyediakan
Setiap kecamatan di Provinsi Sumatera Utara telah memiliki paling sedikit sebuah
puskesmas. Lebih dari 40% desa telah dilayani oleh sarana pelayanan kesehatan
pemerintah. Pada tahun 2013 tersedia 569 unit puskesmas, 2.085 unit puskesmas
pembantu yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
Dengan demikian setiap 100.000 penduduk Provinsi Sumatera Utara, rata-rata
dilayani oleh 4 puskesmas atau satu puskesmas melayani 23.225 jiwa penduduk dan
satu puskesmas pembantu melayani 3-4 desa. Pemerataan sarana pelayanan kesehatan
dasar diikuti dengan penambahan sarana pelayanan kesehatan rujukan (rumah sakit),
dengan penyediaan upaya pelayanan medis spesialistik. Pada tahun 2012, di Sumatera
Utara terdapat 201 rumah sakit baik pemerintah dan swasta. Hampir di setiap ibu kota
kabupaten/kota telah memiliki rumah sakit pemerintah (kecuali kabupaten
pemekaran, yaitu Nias Utara, Nias Barat, dan Kota Gunung Sitoli) (LAKIP, 2013).
Pembangunan kesehatan memprioritaskan upaya promotif dan preventif yang
dipadukan secara seimbang dengan upaya kuratif dan rehabilitatif. Perhatian khusus
diberikan kepada pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin, penduduk di daerah
terpencil, perbatasan dan kepulauan serta daerah bencana, dengan memperhatikan
aspek kesetaraan dan keadilan.
Seiring diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional, terjadi lonjakan
kunjungan ke puskesmas untuk layanan pengobatan. Peran puskesmas cenderung
bergeser ke arah layanan kesehatan perorangan kuratif dan rehabilitatif. Pergeseran
orientasi ini menyebabkan kurangnya penyediaan informasi bagi masyarakat
rentan terhadap penyakit atau kondisi yang sebetulnya bisa dicegah dengan perilaku
hidup sehat. Puskesmas diposisikan sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama. Puskesmas menjadi ujung tombak pemberdayaan masyarakat dalam
menjaga kesehatannya melalui upaya promotif dan preventif.
Berkaitan dengan pentingnya aspek kesehatan dalam rangka pembangunan
nasional yang disesuaikan pada kondisi sosial budaya dan geografis penduduk
Indonesia, maka pada bulan November 1967 Pemerintah Republik Indonesia
merumuskan program kesehatan terpadu sesuai dengan kondisi sosial dan
kemampuan rakyat Indonesia yang dinamakan dengan puskesmas (Pusat Kesehatan
Masyarakat) sebagai suatu pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif
dan preventif secara terpadu dan menyeluruh dan mudah dijangkau oleh masyarakat.
Dewasa ini puskesmas telah didirikan di hampir seluruh pelosok tanah air dan
bahkan untuk menjangkau seluruh wilayah kerjanya, puskesmas induk dibantu oleh
puskesmas pembantu dan puskesmas keliling. Tercatat pada tahun 2015 jumlah
puskesmas di seluruh Indonesia adalah 7.277 unit dan puskesmas pembantu sebanyak
2.587 unit serta puskesmas keliling 5.084 unit (perahu 716 unit dan ambulance 1.302)
(Warta Kesehatan Indonesia Edisi Oktober 2014). Adapun jumlah puskesmas yang
ada di seluruh wilayah Kota Medan sebanyak 39 unit puskesmas Induk dan 41 unit
puskesmas pembantu yang tersebar di semua kecamatan.
Puskesmas merupakan organisasi kesehatan tingkat kecamatan. Berhasil
tidaknya puskesmas mencapai visi dan misinya secara berkelanjutan sangat
berkualitas adalah SDM yang minimal memiliki empat karakteristik yaitu (1)
competency (knowledge, skill, abilities dan experince) yang memadai; (2)
commitment organisasi; (3) selalu bertindak cost – effectiveness dalam setiap aktivitasnya, dan (4) congruence of goals yaitu bertindak selaras antara tujuan
pribadinya dengan tujuan organisasi (Lako dan Sumaryati, 2002).
Upaya kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas adalah upaya kesehatan
wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Sekurang-kurangnya ada enam jenis
pelayanan kesehatan masyarakat tingkat dasar yang harus dilaksanakan yaitu upaya
promosi kesehatan, pelayanan kesehatan ibu dan anak dan pelayanan keluarga
berencana, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular
dan pelayanan pengobatan dasar. Upaya promosi kesehatan masyarakat yang bersifat
peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) masih kurang. Upaya
pemberdayaan kesehatan masyarakat belum terselenggara secara menyeluruh, terpadu
dan berkesinambungan (Departemen Kesehatan, 2009).
Berbagai upaya kesehatan telah dilakukan pemerintah dalam rangka
penyediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat yang bersifat
peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) masih belum optimal di puskesmas. Sampai saat ini upaya kesehatan masih dititikberatkan pada upaya kuratif
sehingga masih dirasakan kurangnya upaya kesehatan promotif dan preventif
Promosi kesehatan puskesmas merupakan upaya puskesmas melaksanakan
pemberdayaan kepada masyarakat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan
kesehatan setiap individu, keluarga serta lingkungannya secara mandiri dan
mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat (UKBM) (Departemen
Kesehatan RI, 2010).
Tenaga promosi kesehatan masyarakat puskesmas adalah tenaga kesehatan
masyarakat yang diberikan tugas untuk menangani program promosi kesehatan
masyarakat di puskesmas sebagai bagian dari tugas pokok puskesmas adalah
melaksanakan upaya kesehatan masyarakat di wilayah kerja puskesmas dan
melakukan pembinaan kesehatan masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2004).
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor 114/Menkes/SK/VII/2005,
tentang pedoman pelaksanaan promosi kesehatan di perkotaan disebutkan bahwa
standar khusus promosi kesehatan untuk puskesmas perkotaan menurut Standar
Ketenagaan (Permenkes 75 tahun 2014) adalah minimal 2 orang tenaga kesehatan
sementara daerah pedesaan 1 orang.
Pusat promosi kesehatan dalam perkembangannya melihat beberapa hal yang
perlu dibenahi sesuai dengan tugas pokok promosi kesehatan dan kebijakan promosi
kesehatan serta masalah-masalah yang menyangkut kesehatan. Masalah yang penting
dan perlu disikapi adalah kurangnya fokus dan konsistensi program promosi
kesehatan dalam pencapaian indikator PHBS: 65 % tahun 2010, sukar merubah
promosi kesehatan, koordinasi antar pusat dan propinsi serta antar propinsi dengan
daerah yang masih kurang serta terbatasnya sumber daya yang dapat menunjang
upaya promosi kesehatan (Departemen Kesehatan, 2007).
Target pencapaian program promosi kesehatan berdasarkan kewenangan
wajib dan Standart Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan kabupaten/kota.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tatanan rumah tangga sebesar 90%,
pemberian ASI eksklusif sebesar 80%, posyandu purnama sebesar 40% sesuai dengan
target pencapaian secara nasional (Hapsara, 2004).
Pelayanan promotif dan preventif harusnya menjadi lebih diperhatikan
terutama untuk mendukung diberlakukannya JKN yang diselenggarakan oleh Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS). Fungsi inti dari BPJS adalah pengumpulan
iuran, pengelompokkan resiko dan pembayaran provider. Sebesar apapun biaya
kesehatan yang dikumpulkan melalui iuran tentu akan habis jika tidak disertai usaha
promotif dan preventif (Rustianto, 2013).
Dalam sistem kesehatan nasional, puskesmas diposisikan sebagai fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama. Puskesmas menjadi ujung tombak
pemberdayaan masyarakat dalam menjaga kesehatannya melalui upaya promotif dan
preventif. Seiring dengan diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),
terjadi lonjakan kunjungan ke puskesmas untuk layanan pengobatan. Peran
puskesmas cenderung bergeser ke arah layanan kesehatan perorangan kuratif dan
rehabilitatif. Pergeseran orientasi ini menyebabkan kurangnya penyediaan informasi
Masyarakat menjadi rentan terhadap penyakit atau kondisi yang sebetulnya bisa
dicegah dengan perilaku hidup sehat, seperti diare, ISPA dan kekurangan gizi.
Pencapaian target program promosi kesehatan dan penyehatan lingkungan
Dinas Kesehatan Kota Medan menunjukkan bahwa persentase rumah sehat sebesar
196.975 (38%) dari 518.657 rumah yang diperiksa. Dari 196.975 rumah tangga yang
dipantau terdapat 154.574 (78,5%) rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan
sehat. Belum mencapai target yang telah ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kota
Medan yaitu 90% (Profil Dinas Kesehatan Kota Medan, 2014).
Dari data profil Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2015 terlihat dari sepuluh
jenis penyakit terbanyak masih didominasi oleh penyakit yang bisa dicegah melalui
tindakan promotif dan preventif seperti penyakit infeksi saluran pernapasan bagian
atas sebanyak 14.875 kasus (27,1%), penyakit gastritis sebanyak 13.453 kasus
(24,4%), penyakit hipertensi sebanyak 12.658 kasus (23%), penyakit kulit alergi
sebanyak 8.774 kasus (15,9%), anemia sebanyak 2.852 kasus (5,2%), penyakit diare
sebanyak 1.589 kasus (2,8%), penyakit malaria sebanyak 857 kasus (1,6%).
Sedangkan di puskesmas Helvetia Medan tahun 2015 didominasi oleh
beberapa penyakit yang bisa dicegah melalui tindakan promotif dan preventif seperti
infeksi saluran pernapasan bagian atas sebanyak 1.577 kasus (30,3%), hipertensi
sebanyak 1.203 kasus (23,1%), gastritis sebanyak 980 kasus (18,8%), penyakit kulit
sebanyak 655 kasus (12,6%), penyakit diare sebanyak 426 kasus (8,2%), anemia
Dari 39 Puskesmas yang ada di Kota Medan, Puskesmas Helvetia merupakan
puskesmas yang paling banyak peserta JKN. Terdapat 66.542 peserta JKN kelompok
apapun, termasuk Jamkesmas dan Askes Sosial. Puskesmas Helvetia menempati
urutan pertama sebagai peserta terbanyak JKN terbanyak dari seluruh Puskesmas
yang ada di kota Medan. Puskesmas Helvetia memiliki jumlah kunjungan rata-rata
157 orang/hari, baik peserta JKN maupun pasien umum. Berdasarkan hasil survei
pendahuluan di Puskesmas Helvetia dengan wawancara terhadap pasien peserta JKN,
masih kurangnya diberikan penyuluhan kesehatan perorangan yang meliputi paling
sedikit mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan pengelolaan faktor
resiko penyakit.
Upaya preventif di Puskesmas Helvetia Medan sebagai tambahan di era JKN
yaitu adanya kegiatan Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit Kronis) yang
dirancang untuk memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif bagi
masyarakat berupa pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan gula darah dan
kolesterol serta senam yang dilakukan setiap hari Jumat setiap minggunya di halaman
puskesmas. Kegiatan ini didanai oleh BPJS yang besarnya Rp. 500.000, per bulan.
Pelaksanaan promosi dan preventif di Puskesmas Helvetia Medan masih
sangat minim, idealnya pelaksanaan dimulai dari ruangan pendaftaran, ruang tunggu,
ruang pemeriksaan, ruang pengambilan obat sampai masyarakat pulang,
kenyataannya di Puskesmas Helvetia Medan hal itu tidak terlaksana. Poster di ruang
tunggu, ruang pemeriksaan dan ruang pengobatan masih sangat minim. Poster-poster
tulisan yang dibuat oleh petugas promosi sendiri. Demikian halnya dengan peralatan
yang dapat menunjang pelaksanaan promosi dan preventif kesehatan masih jauh dari
yang diharapkan.
Hasil wawancara singkat dengan petugas promosi kesehatan pada tanggal 17
Pebruari 2016 di puskesmas Helvetia Medan menyatakan bahwa kurang berjalannya
promosi kesehatan masyarakat di puskesmas disebabkan beberapa hal yaitu tenaga
kesehatan pada program promosi kesehatan di puskesmas masih dibebani dengan
tugas lain seperti memberi imunisasi, melaksanakan kegiatan administrasi,
memeriksa dan memberikan terapi terhadap pasien. Kondisi ini juga mengakibatkan
pencapaian target promosi kesehatan belum optimal.
Beberapa penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa pelayanan promotif
dan preventif tidak berjalan dengan baik di beberapa puskesmas seperti penelitian
yang dilakukan oleh Ummiyum tentang implementasi pelayanan promotif dan
preventif di Puskesmas Tapian Dolok kabupaten Simalungun tahun 2015 belum
berjalan secara maksimal sehingga cakupan pelayanan masih rendah dan diakibatkan
oleh karena kualitas dan kuantitas dari tenaga, dana dan sarana prasarana promotif
dan preventif masih kurang memadai di puskesmas.
Sementara menurut penelitian Purwindah (2006), tentang pengaruh upaya
promotif dan preventif keluarga dan infeksi terhadap kejadian kurang protein (KEP)
menyatakan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap KEP adalah upaya preventif
(kecukupan energi dan protein) dan infeksi di wilayah kerja Puskesmas Gedangan
Sedangkan penelitian Marjianto (2012), tentang hubungan kegiatan promotif
dan preventif kesehatan gigi dan mulut yang dilaksanakan oleh perawat gigi dengan
prevalensi karies gigi siswa SD/MI wilayah Puskesmas di kota Surabaya,
menyimpulkan bahwa kegiatan promotif tidak memiliki hubungan dengan prevalensi
karies gigi dan tidak ada hubungan kegiatan preventif kesehatan gigi dan mulut
dengan karies.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas yang dikaitkan dengan dasar
pentingnya promosi kesehatan di puskesmas dalam upaya meningkatkan pelayanan
kesehatan masyarakat. Maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan
judul penelitian : bagaimana pelaksanaan pelayanan promotif dan preventif dalam era
JKN di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2016.
1.7. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pelaksanaan
pelayanan promotif dan preventif dalam era Jaminan Kesehatan Nasional
melalui indikator masukan (Input), proses (Process), dan keluaran (output).
Gambar 1.1 Fokus Penelitian
Berdasarkan gambar di atas maka dapat dirumuskan definisi fokus penelitian
sebagai berikut:
1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan
(UKP) agar dapat berjalan dengan baik meliputi: komitmen, tenaga kesehatan,
pendanaan serta sarana prasarana.
a. Komitmen adalah rangkaian konsep dan azas yang menjadi garis besar
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan
cara bertindak. Dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan
kelompok sektor swasta serta individu.
b. Tenaga kesehatan adalah tenaga kesehatan yang memiliki latar belakang
pendidikan di bidang kesehatan seperti dokter, dokter gigi, sarjana
pelayanan promotif dan preventif melalui Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM) ataupun Upaya Kesehatan Perorangan (UKP).
c. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan
untuk pelaksanaan pelayanan promotif dan preventif.
d. Sarana dan prasarana termasuk di dalamnya ruangan atau tempat untuk
melaksanakan UKM dan UKP, media dan peralatan pendukung
terlaksananya layanan promotif dan preventif.
2. Proses (process) adalah kegiatan-kegiatan layanan promotif dan preventif
melalui upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan
(UKP) di puskesmas.
a. Upaya kesehatan masyarakat adalah kegiatan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan puskesmas untuk meningkatkan kesehatan, memelihara
kesehatan, mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan
yang ada di masyarakat seperti promosi kesehatan, penyuluhan kesehatan
pada ibu dan anak, pemberantasan penyakit menular, pengendalian
penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular, perbaikan gizi
dan penyehatan lingkungan.
b. Upaya kesehatan perorangan adalah kegiatan yang dilakukan oleh tenaga
medis ataupun paramedis di puskesmas untuk menyembuhkan penyakit
dan memulihkan kesehatan perorangan tanpa mengabaikan kegiatan
perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu
dengan rawat inap.
3. Keluaran (output) adalah hasil dari suatu pelaksanaan pelayanan promotif dan
preventif. Diharapkan adanya peningkatan pelayanan promotif dan preventif
melalui upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan
(UKP) terutama dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di fasilitas
kesehatan tingkat pertama yakni puskesmas.
a. Pelayanan promotif adalah upaya yang dilakukan puskesmas untuk
meningkatkan derajat kesehatan individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
b. Pelayanan preventif adalah upaya yang dilakukan puskesmas untuk
mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan terhadap individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat.
1.8. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan:
Bagaimana pelaksanaan pelayanan promotif dan preventif dalam era JKN di
Puskesmas Hevetia Medan Tahun 2016.
1.9. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pelayanan promosi kesehatan
1.10. Manfaat Penelitian
1.10.1.Sebagai bahan informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam
mewujudkan pembangunan kesehatan terutama dalam era Jaminan Kesehatan
Nasional.
1.10.2.Sebagai masukan bagi tenaga promosi kesehatan di Puskesmas Helvetia Kota
Medan dalam mendukung fungsi utama puskesmas untuk mewujudkan
pembangunan kesehatan terutama dalam era Jaminan Kesehatan Nasional.
1.10.3.Sebagai bahan untuk menambah wawasan ilmu kesehatan masyarakat
terutama di bidang administrasi dan kebijakan kesehatan dalam pelaksanaan
pelayanan promotif dan preventif dalam era Jaminan Kesehatan Nasional.