• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Usia Ibu dengan Komplikasi Kehamilan di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Tahun 2014-2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Usia Ibu dengan Komplikasi Kehamilan di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Tahun 2014-2015"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komplikasi Kehamilan

Kehamilan adalah masa mulai dari terjadinya konsepsi hingga janin lahir dengan lama kehamilan normal ialah sekitar 280 hari atau 9 bulan 7 hari. Biasanya janin berimplantasi di segmen atas rahim dengan implantasi plasenta tidak melewati lapisan miometrium dari uterus. Plasentasi janin yang baik serta nutrisi dari ibu yang cukup merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan janin. Berat lahir bayi yang normal adalah sekitar 2500-4000 gram.4,12

Untuk mencapai kondisi kehamilan yang normal, ibu hamil harus menghindari baik faktor dari luar maupun faktor dari dalam yang dapat memperburuk kondisi kehamilannya antara lain nutrisi yang buruk atau berlebihan, ada riwayat merokok dan mengonsumsi alkohol, infeksi pada ibu hamil, usia terlalu muda atau terlalu tua, paritas yang tinggi, riwayat seksio sesarea, riwayat kelainan obstetrik, dan/atau riwayat penyakit medis seperti diabetes melitus.4 Ketika salah satu atau beberapa faktor resiko diatas ada pada seorang ibu hamil, hal tersebut akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi kehamilan yang merupakan kegawatdaruratan obstetrik yang dapat menyebabkan kematian ibu maupun bayi diantaranya plasenta previa, preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat (PJT), aborsi, kehamilan ektopik, kelainan kongenital, penyakit tropoblastik gestasional, dan lain-lain yang dapat mengancam keselamatan ibu maupun janin.4

2.2. Plasenta Previa

2.2.1. Definisi

(2)

5

segmen bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi.13

2.2.2. Epidemiologi

Plasenta previa terjadi pada sekitar 0,5% dari kehamilan dan menyumbang hampir 20% dari semua perdarahan antepartum. Plasenta previa terjadi pada 1% sampai 4% dari wanita dengan riwayat operasi sesar. Karena perdarahan plasenta previa seringkali menyebabkan terjadinya kelahiran, hal tersebut merupakan indikasi sering untuk persalinan prematur.5 Insiden plasenta previa di Amerika Serikat dilaporkan sebanyak 1 dari 300 kelahiran pada tahun 2003, frekuensi di Parkland Hospital dari tahun 1988 hingga tahun 2012 adalah sekitar 0,28% dari 366.000 kelahiran. Frekuensi yang sama dilaporkan dari Kanada , Inggris , dan Israel.4

2.2.3. Etiologi

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui dengan pasti. Namun ada teori yang mengatakan bahwa salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, yang berkemungkinan disebabkan proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi endometrium yang kemudian akan menjadi faktor resiko terhadap kejadian plasenta previa.13

2.2.4. Faktor resiko

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa adalah :4,13 1. Usia ibu

(3)

2. Multiparitas

Resiko plasenta previa meningkat dengan banyaknya kelahiran hidup dari seorang ibu. Sebuah penelitian mengatakan 2,2% insiden plasenta previa terjadi pada wanita

dengan paritas 5 atau lebih, dan meningkat secara signifikan dibandingkan dengan wanita dengan paritas yang rendah.

3. Riwayat seksio sesarea

Banyaknya jumlah kelahiran sesar sangat berpengaruh terhadap insiden plasenta previa. Hasil sebuah studi, insiden plasenta previa terjadi sebanyak 1,3% pada yang mengalami melahirkan sesar satu kali sebelumnya dan 3,4% pada yang melahirkan sesar sebanyak 6 atau lebih sebelumnya

4. Merokok

Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.

2.2.5. Klasifikasi

Berdasarkan letaknya, plasenta previa dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:5 1. Plasenta previa totalis atau komplit, adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum

2. Plasenta previa parsialis, adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum

3. Plasenta previa marginalis, adalah plasenta yang tepinya berada di pinggir ostium uteri internum

4. Plasenta letak rendah, adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dekat tapi tidak sampai ke ostium uteri internum.

(4)

7

Gambar 2.1. Plasenta previa totalis, Plasenta previa parsialis, Plasenta previa

marginalis, dan Plasenta letak rendah.5

2.2.6. Patofisiologi

Belum diketahui dengan jelas mengapa beberapa plasenta berimplantasi di segmen bawah rahim bukan di fundus. Namun beberapa sumber mengatakan jaringan parut pada rahim merupakan predisposisi implantasi plasenta di segmen bawah rahim. Sekitar 90% kasus plasenta previa dengan tipe plasenta letak rendah diawali dengan implantasi embrio pada serviks yang kemudian seiring perjalanan kehamilan plasenta menjauhi serviks dan akhirnya berada di segmen bawah rahim. Meskipun terminologi placenta migration telah digunakan, sebagian besar ahli tidak percaya plasenta benar-benar bergerak. Gerakan plasenta kemungkinan besar karena perkembangan segmen bawah rahim.5

(5)

dibandingkan plasenta previa tipe lain oleh karena plasenta berimplantasi langsung pada ostium uteri internum yang lebih dahulu melebar.13

2.2.7. Gambaran klinis

Perdarahan tanpa rasa nyeri merupakan karakteristik utama dari plasenta previa. Perdarahan biasanya muncul setelah minggu ke-20 kehamilan. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri, kemudian akan kembali terjadi seiring perjalanan waktu kehamilan. Perdarahan pada plasenta previa biasanya terjadi tanpa sebab yang jelas dan tidak disertai dengan rasa nyeri. Pada plasenta letak rendah, perdarahan biasanya terjadi pada waktu kehamilan tua. Perdarahan akan semakin hebat bahkan bisa berlangsung sampai pascapersalinan karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim.4,13

2.2.8. Diagnosa

Diagnosa plasenta previa ditegakkan melalui tahap anamnesis, pemeriksaan fisik dan pencitraan. Berdasarkan anamnesis, didapatkan keterangan bahwa pasien mengalami perdarahan dengan sebab yang tidak jelas dan tanpa disertai nyeri. Biasanya darah yang keluar berwarna merah segar. Pada palpasi abdomen, bagian terbawah janin teraba diatas simfisis akibat plasenta yang terletak pada bagian bawah sehingga menghalangi turunnya janin.13

(6)

9

Gambar 2.2 Plasenta previa totalis. A. Sonogram transabdominal memperlihatkan plasenta (panah putih) menutupi serviks (panah hitam). B. Sonogram transvaginal memperlihatka plasenta (panah), berada diantara serviks dan kepala fetus.4

2.2.9. Penanganan

Wanita dengan plasenta previa ditatalaksana sesuai keadaan klinis masing-masing, tiga faktor yang biasanya dipertimbangkan antara lain usia fetus, persalinan dan jumlah perdarahan yang terjadi.4 Penangan plasenta previa dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu penanganan ekspektif dan penanganan aktif.14

Penanganan ekspektif dilakukan jika umur kehamilan kurang dari 37 minggu, perdarahan sedikit, belum ada tanda-tanda persalinan dan keadaan umum baik dengan kadar Hb 8 gr% atau lebih. Rencana penanganan pada kategori ini terdiri dari istirahat baring mutlak, infus dekstrosa 5% dan elektrolit, pemberian obat (spasmolitik, tokolitik, plasentotrofik, roboransia), pemeriksaan laboratorium (Hb, HCT, golongan darah), pemeriksaan USG, melakukan observasi (perdarahan, tekanan darah, nadi dan denyut jantung janin). Kemudian ditunggu sampai kehamilan 37 minggu dan selanjutnya dilakukan penanganan aktif.14

Penanganan aktif dilakukan pada plasenta previa dengan umur kehamilan ≥ 37

(7)

partus pervaginam hanya dilakukan pada kasus plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan anak sudah meninggal atau prematur. Bila pembukaan serviks sudah sekita 4-5 cm, ketuban dipecahkan (amniotomi). Dan jika his masih lemah berikan oksitosin drips. Bila perdarahan masih terus berlangsung, maka dilakukan seksio sesaria.14

2.2.10. Komplikasi

1. Perdarahan dan syok

Karena pembentukan segmen rahim yang terjadi secara progresif, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak, perdarahan yang terjadi tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi anemia bahkan syok.13

2. Plasenta akreta/ inkreta/ perkreta

Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim yang bersifat tipis memungkinkan jaringan trofoblas menerobos ke dalam miometrium bahkan perimetrium dengan kemampuan invasinya sehingga menyebabkan palsenta inkreta bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium.

3. Kelahiran prematur dan gawat janin

Kelahiran prematur dan gawat janin sulit dihindarkan karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm.

4. Komplikasi lainnya

(8)

11

2.2.11. Prognosis

Penurunan angka kematian maternal dari kejadian plasenta previa telah tercapai pada akhir abad ke-20, meskipun dalam kenyataannya plasenta previa masih sangat berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas maternal. Sedangkan persalinan preterm masih menjadi penyebab terbanyak dari kematian perinatal pada kasus plasenta previa. Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan kecepatan perdarahan serta kesegeraan pertolongannya. Kematian pada ibu dapat dihindari apabila penderita segera memperoleh transfusi darah dan segera lakukan pembedahan seksio sesarea. Prognosis terhadap janin lebih buruk oleh karena kelahiran yang prematur lebih banyak pada penderita plasenta previa melalui proses persalinan spontan maupun melalui tindakan penyelesaian persalinan. Namun perawatan yang intensif pada neonatus sangat membantu mengurangi kematian perinatal.4

2.3. Preeklampsia 2.3.1. Definisi

Preeklampsia adalah sindrom yang dijumpai pada ibu hamil diatas 20 minggu yang

ditandai dengan adanya hipertensi ≥140/90 mmHg atau ada kenaikan tekanan sistolik

≥30mmHg atau kenaikan tekanan diastolik ≥15 mmHg, proteinuria 300mg per 24 jam

atau 30mg/dl dan edema nondependen.15,16

2.3.2. Epidemiologi

Preeklampsia terjadi pada 5% sampai 6% dari semua kelahiran hidup dan dapat terjadi kapanpun setelah minggu ke-20 kehamilan, tapi paling sering terlihat pada trimester ke-3 kehamilan. Sekitar 10% pasien preeklampsia mengalami hemolysis,

elevated liver enzyme, low platelets syndrome (sindrom HELLP), dimana sindrom

(9)

dan hanya mengalami gejala nyeri quadran kanan atas (right upper-quadrant pain).17

2.3.3. Klasifikasi

Preeklampsia dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan gejala kliniknya, yaitu : a. Preeklampsia ringan

Preeklampsia ringan ditandai dengan hipertensi dimana tekanan darah

sistolik/diastolik ≥140/90 mmHg, proteinuria ≥300 mg/24 jam, dan edema generalisata

atau edema pada lengan, muka dan perut.15 b. Preeklampsia berat

Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat jika ditemukan satu atau lebih dari gejala berikut :15,16,18

- tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg. - proteinuria >5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif

- oliguria, yaitu produksi urin <400 cc/ 24 jam - kenaikan kadar kreatinin plasma

- gangguan serebral (sakit kepala menetap) atau gangguan penglihatan

- nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula glisson)

- edema pulmonum dan sianosis

- hemolisis dan peningkatan kadar LDH

- trombositopenia berat : < 100.0000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat

- gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular) : peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase

- pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat - sindrom HELLP

2.3.4. Etiologi dan Faktor Resiko

(10)

13

antara lain implantasi plasenta dengan invasi trofoblas yang abnormal, maladaptasi imunologi antara ibu, plasenta dan janin, maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamasi kehamilan, dan faktor genetik termasuk gen yang

diwariskan dan pengaruh epigenetik.17

Etiologi terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui dengan pasti. Namun terdapat beberapa teori yang menjelaskan penyebab preeklampsia, yaitu : 1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada preeklampsia, invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya tidak terjadi. Hal tersebut menyebabkan lapisan otot arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis cenderung mengalami vasokonstriksi, dan kegagalan remodeling arteri spiralis , sehingga aliran darah uteroplasenta menurun yang berdampak pada hipoksia dan iskemia plasenta.15

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

Kegagalan remodeling arteri spiralis yang terjadi pada pasien dengan preeklampsia akan menyebabkan plasenta mengalami iskemia. Iskemia dan hipoksia yang terjadi tersebut akan menghasilkan oksidan atau yang disebut dengan radikal bebas. Radikal bebas ini akan merusak membran sel sehingga asam lemak tidak jenuh berubah menjadi peroksida lemak yang dapat merusak endotelium pembuluh darah sehingga memicu terjadinya disfungsi endotel.

Disfungsi endotel akan memicu terjadinya penurunan produksi prostasiklin (vasodilator kuat), peningkatan produksi tromboksan (vasokonstriktor kuat) yang dihasilkan oleh agregasi sel-sel trombosit. Perbandingan yang mencolok antara vasokonstriktor dan vasodilator tersebut akan menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah yang hebat sehingga meyebabkan terjadinya hipertensi.15

3. Teori intoleransi imunologik

(11)

jaringan ibu dan plasenta yang memicu terbentuknya blocking antibodies. Dengan terbentuknya blocking antibodies tersebut akan menyebabkan rusaknya plasenta. Maladaptasi imunologik juga diduga diakibatkan oleh rendahnya ekspresi HLA-G pada jaringan trofoblas yang memicu terjadinya reaksi penolakan oleh sistem imun ibu. Peningkatan sitokin proinflamasi akibat reaksi penolakan tersebut akan merusak endotel pembuluh darah ibu sehingga menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah ibu.18

4. Teori adaptasi kardiovaskular

Pembuluh darah pada ibu hamil normal tidak peka terhadap vasopresor, sedangkan pembuluh darah pada ibu dengan preeklampsia sangat peka terhadap vasopresor sehingga terjadi vasokonstriksi. Hal ini disebabkan karena penurunan prostasiklin pada pembuluh darah ibu dengan preeklampsia.15

5. Teori genetik

Adanya keterlibatan faktor genetik pada kejadian preeklampsia terbukti dengan ditemukannya 26% anak perempuan mengalami preeklampsia dari ibu yang mengalami preeklampsia sedangkan hanya 8% pada menantunya.15

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prevalensi kejadian preeklampsia antara lain nulipara, riwayat preeklampsia, usia ibu, kehamilan ganda, obesitas, dan manifestasi dari beberapa penyakit seperti hipertensi kronik, penyakit ginjal, diabetes, atau penyakit vaskular lainnya.4,16,19

2.3.5. Patogenensis

Patogenesis preeklampsia dapat dijelaskan dengan teori 2 tahap (two-stage disorder) yaitu :

1. Tahap 1 atau tahap preklinik, disebabkan oleh kegagalan invasi trofoblas sehingga terjadi gangguan remodeling arteri spiralis/arteri uterina yang menyebabkan vasospasme dan hipoksia;

(12)

15

dan aktivasi endotel.18

Gambar 2.3 Patogenesis preeklampsia.18

2.3.6. Diagnosa

Diagnosis preeklampsia ditegakkan bila ditemukan gejala hipertensi dan proteinuria, yang disebut juga dengan kriteria minimum.

1. Hipertensi, merupakan gejala awal dari preeklampsia, dimana batas tekanan darah sistolik/diastolik adalah 140/90 mmHg yang diukur ketika penderita beristirahat rebah dan miring ke kiri.

Tahap I

Tahap II

Maladaptasi imunologi

Sindrom preeklampsia Respon inflamasi sistemik,

aktivasi endotel Pelepasan faktor

plasenta Stres oksidatif

Hipoksia Radikal bebas

(13)

2. Proteinuria, ditegakkan bila kadar protein ≥300 mg dalam urin 24 jam atau 30 mg/dl

(+1 dipstick) urin sewaktu, atau rasio protein/kreatinin ≥ 0,3.

Gejala-gejala subjektif yang umum ditemukan pada preeklampsia adalah: 1.Sakit kepala hebat yang disebabkan vasospasme atau edema otak;

2.Sakit ulu hati akibat regangan selaput hati oleh perdarahan atau edema

3.Gangguan penglihatan dimana penglihatan menjadi kabur bahkan buta yang disebabkan vasospasme, edema atau ablasi retina.18

2.3.7. Penanganan

a. Preeklampsia ringan

Terapi utama dalam penanganan preeklampsia ringan adalah istirahat ditempat tidur (berbaring/tidur miring), diet cukup protein, rendah karbohidrat dan lemak, roboransia, serta follow up yang dilakukan setiap minggu. Pada pasien preeklampsia ringan yang tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah 2 minggu melakukan pengobatan rawat jalan atau timbul salah satu atau lebih gejala dan tanda preeklampsia berat, maka pasien harus dirawat inap.15

b. Preeklampsia berat

Tujuan dari pengobatan preeklampsia berat adalah untuk mencegah terjadinya eklampsia, menjaga tekanan darah ibu agar tidak terjadi hipertensi persisten, dan memperbesar kemugkinan hidup anak yang lahir. Penanganan preeklampsia berat dapat dilakukan secara konservatif maupun aktif. Perawatan konservatif (delaying

delivery) dilakukan jika usia kehamilan ≤37 minggu dimana kehamilannya

dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal yaitu obat antikejang larutan magnesium sulfat (MgSO4) 20% dengan dosis awal 4 gram dalam 100 cc cairan ringer

(14)

17

atau ditemukan tanda dan gejalan impending eclampsia seperti nyeri kepala hebat, penglihatan kabur, nyeri ulu hati, gelisah dan hiper-refleksia, gagal terapi konservatif, peningkatan tekanan darah dalam 6 jam sejak terapi medisinal dimulai, dan gagal perbaikan setelah 24 jam terapi medisinal dimulai.16,18,20

2.3.8. Komplikasi

Komplikasi dari preeklampsia dapat terjadi pada ibu maupun janin/anak. Komplikasi pada ibu antara lain gangguan serebral, kejang (eklampsia), sindroma HELLP, ruptura hepatis, Koagulasi intravaskuler disseminate (DIC), edema pulmonum, gagal ginjal akut, kebutaan/ablasio retina, solusio plasenta, koma, trombosis vena. Sedangkan komplikasi pada janin/anak antara lain pertumbuhan janin terhambat (PJT), partus prematurus, efek langsung dari hipertensi, tindakan/intervensi yang meningkat, perdarahan serebral, pneumotoraks, dan serebral palsi.16

2.4. Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT)

2.4.1. Definisi

Pertumbuhan janin terhambat (PJT) adalah janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10 persentil, atau lingkaran perut kurang atau sama dengan 5 persentil atau FL/AC > 24. PJT atau Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) merupakan suatu bentuk deviasi atau reduksi pola pertumbuhan janin dimana terjadinya proses patologis yang menghambat janin untuk mencapai potensi tumbuhnya, hal tersebut dapat disebabkan berkurangnya perfusi plasenta, kelainan kromosom, dan faktor lingkungan atau infeksi. Penentuan PJT juga dapat ditentukan secara USG dimana biometri tidak berkembang secara bermakna setelah 2 minggu.21,22

2.4.2. Prevalensi

(15)

pelayanan obstetrik, insidensi PJT masih tinggi pada negara berkembang, di Jakarta ditemukan bahwa pada golongan ekonomi rendah, prevalensi PJT lebih tinggi (14%) dibandingkan dengan golongan ekonomi mengengah atas (5%)19,20. Pada penelitian pendahuluan di 4 senter fetomaternal di Indonesia tahun 2004-2005 didapatkan 571 kecil masa kehamilan (KMK) dalam 14.702 persalinan atau rata-rata 4,40%. Paling sedikit di RS Dr. Soetomo Surabaya 2,08% dan paling banyak di RS Dr. Sardjito Yogyakarta 6,44%.21

2.4.3. Klasifikasi

Pertumbuhan Janin Terhambat dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu :21 a. Tipe simetris

PJT tipe simetris terjadi jika faktor yang menghambat pertumbuhan janin terjadi pada awal kehamilan, yang biasanya disebabkan oleh kelainan kromosom dan infeksi. Pada PJT tipe simetris terjadi pengurangan jumlah sel dan secara permanen akan menghambat pertumbuhan janin sehingga menghasilkan prognosis yang jelek. Penampilan klinis janin dengan PJT proporsinya tampak normal karena berat dan panjangnya sama-sama terganggu.

b. Tipe asimetris

PJT tipe asimetris terjadi jika adanya gangguan pertumbuhan janin pada trimester III atau kehamilan lanjut, yang biasanya disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta. Berbeda dengan tipe simestris, pada tipe ini terjadi pengurangan ukuran sel sehingga prognosisnya lebih baik. Pada PJT asimetris didapatkan lingkaran perut janin kecil sedangkan skeletal dan kepala normal sehingga tubuh tidak proporsional.

2.4.4. Etiologi

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan PJT yaitu:21,24 a. Maternal

(16)

19

b. Plasenta dan tali pusat

Sindroma twin-twin transfusion, kelainan plasenta, solusio plasenta kronik, plasenta previa, kelainan insersi tali pusat, kelainan tali pusat, kembar.

c. Infeksi

HIV, cytomegalovirus, rubella, herpes, toksoplasmosis, sifilis. d. Kelainan kromosom/ genetik

Trisomy 13, 18, dan 21, triploidy, Turner’s syndrome, penyakit metabolisme

2.4.5. Faktor Resiko

Faktor-faktor Risiko PJT antara lain :24

1. Berat badan sebelum hamil dan selama kehamilan yang rendah 2. Merokok dan minum alkohol

3. Ibu dengan usia tua

4. Riwayat komplikasi medik dalam kehamilan 5. Riwayat kelainan obstetrik

2.4.6. Diagnosis

Kejadian PJT meningkat pada ibu yang memiliki faktor resiko terhadap PJT, seperti ibu dengan riwayat melahirkan dengan PJT dan komplikasi obstetrik lainnya. Selain dengan mengetahui faktor resiko yang dimiliki ibu, pemeriksaan yang dilakukan adalah menentukan tinggi fundus uteri (TFU) dengan palpasi, jika TFU didapatkan 3 cm kurang dari normalnya maka dicurigai PJT sehingga perlu dilakukan ultrasound untuk melihat pertubuhan janin yang dilakukan setiap 2-3 minggu. PJT juga bisa diketahui dengan tidak adanya aliran diastolik arteri umbilikalis pada pemeriksaan dengan doppler.25,26

2.4.7. Tatalaksana

(17)

kunjungan prenatal. Pasien dengan riwayat insufisiensi plasenta, preeklampsia, kelainan kolagen vaskular atau penyakit vaskular lainnya diterapi dengan aspirin dosis rendah. Sedangkan pada pasien dengan riwayat trombosis plasenta, trombofilia atau

sindrom antibodi antifosfilipid diterapi dengan heparin dan kortikosteroid.25

2.5. Hubungan Usia Ibu dengan Komplikasi Kehamilan

Usia ibu merupakan salah satu faktor penentu penting terhadap hasil kehamilan. Kehamilan pada usia terlalu muda dan tua merupakan kondisi kehamilan dengan risiko tinggi terhadap kejadian komplikasi kehamilan yang merugikan hasil luaran ibu maupun janin.2 Kehamilan diatas usia 35 tahun menyebabkan wanita terpapar pada komplikasi medik dan obstetrik serta berkemungkinan besar melahirkan anak dengan kelainan genetik dikarenakan semakin tuanya usia ovum yang dihasilkan. Kejadian perdarahan pada usia kehamilan lanjut juga meningkat pada wanita yang hamil di usia > 35 tahun, dengan peningkatan insidensi perdarahan akibat solusio plasenta dan plasenta previa. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menyatakan bahwa kematian maternal akan meningkat 4 kali lipat pada ibu yang hamil pada usia 35 – 39 tahun bila dibanding wanita yang hamil pada usia 20 – 24 tahun. Usia kehamilan yang paling aman untuk melahirkan adalah usia 20 – 30 tahun. Kehamilan dengan usia terlalu muda juga merupakan resiko tinggi untuk mengalami komplikasi kehamilan karena organ reproduksi ibu belum cukup matang untuk mengalami berbagai proses dalam kehamilan. Wanita yang melahirkan pada usia 14 tahun tahun mengalami risiko kematian saat melahirkan sebesar 5 sampai 7 kali. Sedangkan wanita yang melahirkan pada usia antara 15 sampai 19 tahun mengalami risiko kematian saat melahirkan sebsar 2 kali lipat.Tingginya tingkat kematian tersebut disebabkan oleh preeklampsi, perdarahan post partum, sepsis, infeksi HIV dan malaria.3,4

Gambar

Gambar 2.1. Plasenta previa totalis, Plasenta previa parsialis, Plasenta previa
Gambar 2.2 Plasenta previa totalis. A. Sonogram transabdominal memperlihatkan
Gambar 2.3 Patogenesis preeklampsia.18

Referensi

Dokumen terkait

dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi

Universitas

Kedua guru di atas menunjukkan rasa saling menghormati terhadap yang boleh dan yang tidak boleh untuk dikonsumsi muslim, bahkan memberi kesempatan kepada orang lain untuk

modul Bluetooth HC-05 sebagai media komunikasi antara mikrokontroler dengen android smartphone , RTC ( Real Time Clock ), modul sensor arus ACS712, modul sensor

Tutorial 2 Modul 2 (Nyeri Kepala) Defisit Memori dan Gangguan.

Social Sustainability adalah Pengembangan (dan / atau pertumbuhan) yang kompatibel dengan evolusiharmonis yang melibatkan masyarakat sipil demi menciptakan

Diharapkan buku ajar Biologi untuk peserta didik Madrasah Aliyah yang diintegrasikan dengan nilai keislaman dapat memberi kontribusi lebih terhadap proses pembelajaran

Oleh karena itu, penting untuk mendalami kehidupan pekerja rumahan batik yang ada di Kota Pekalongan terutama saat dikaitkan dengan konteks social sustainability