• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Tegangan Tidak Seimbang Terhadap Temperatur Motor Induksi Tiga Phasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Tegangan Tidak Seimbang Terhadap Temperatur Motor Induksi Tiga Phasa"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Motor Induksi

Motor induksi merupakan motor arus bolak-balik (AC) yang paling luas

digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industri maupun rumah

tangga. Penamaannya berasal dari kenyataan bahwa arus rotor motor ini bukan

diperoleh dari sumber tertentu, tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai

akibat adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating

magnetic field) yang dihasilkan arus stator [1].

Motor ini memiliki konstruksi yang kuat, sederhana, handal, serta berbiaya

murah. Di samping itu motor ini juga memiliki effisiensi yang tinggi saat

berbeban penuh dan tidak membutuhkan perawatan yang banyak. Akan tetapi jika

dibandingkan dengan motor DC, motor induksi masih memiliki kelemahan dalam

hal pengaturan kecepatan. Dimana pada motor induksi pengaturan kecepatan

sangat sukar untuk dilakukan, sementara pada motor DC hal yang sama tidak

dijumpai.

2.2 Kostruksi Motor Induksi

Motor induksi pada dasarnya memiliki konstruksi stator yang sama

dengan motor sinkron, dan hanya terdapat perbedaan pada konstuksi rotor. Stator

dibentuk dari laminasi – laminasi tipis yang terbuat dari aluminium ataupun besi

tuang, dan kemudian dipasak bersama – sama untuk membentuk inti stator

(2)

konduktor – konduktor yang terisolasi ini kemudian disisipkan ke dalam slot –

slot tersebut.

(a) (b)

Gambar 2.1 (a) Penampang inti stator, (b) Stator motor induksi

Rotor motor induksi tiga phasa dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu rotor

sangkar (squirrel cage rotor) dan rotor belitan (wound rotor). Rotor sangkar

terdiri dari susunan batang konduktor yang dibentangkan ke dalam slot – slot

yang terdapat pada permukaan rotor dan tiap – tiap ujungnya dihubung singkat

dengan menggunakan shorting rings.

Sementara itu pada rotor belitan, rotornya dibentuk dari satu set belitan

tiga phasa yang merupakan bayangan dari belitan statornya. Biasanya belitan tiga

phasa dari rotor ini terhubung Y dan kemudian tiap - tiap ujung dari tiga kawat

rotor tersebut diikatkan pada slip ring yang berada pada poros rotor. Pada

motor induksi rotor belitan, rangkaian rotornya dirancang untuk dapat

disisipkan dengan tahanan eksternal, yang mana hal ini akan memberikan

keuntungan dalam memodifikasi karakteristik torsi – kecepatan dari motor.

2.3 Medan Putar

Perputaran motor pada arus bolak-balik ditimbulkan oleh adanya medan

(3)

putar ini terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dalam fasa banyak,

umumnya phasa tiga [1].

�� =�� sin�� (2.3.1�)

�� = ��sin (�� − 1200) (2.3.1�)

�� =��sin(�� −2400) (2.3.1�)

Gambar 2.2 Gambar 2.3

Arus Tiga Phasa Seimbang Diagram phasor fluksi tiga phasa seimbang

i ii

iii iv

(4)

2.4 Prinsip Kerja Motor Induksi

Ketika medan magnetik memotong konduktor rotor, di dalam konduktor

tersebut akan diinduksikan ggl yang sama seperti ggl yang diinduksikan dalam

lilitan sekunder transformator oleh fluksi primer. Rangkaian rotor merupakan

rangkaian tertutup, baik melalui cincin ujung maupun tahanan luar. Ggl induksi

menyebabkan arus mengalir di dalam konduktor rotor. Sehingga dengan adanya

aliran arus pada konduktor rotor di dalam medan magnet yang dihasilkan stator,

maka akan dibangkitkan gaya ( F ) yang bekerja pada motor.

Untuk memperjelas prinsip kerja motor induksi tiga phasa, maka dapat

dijabarkan dalam beberapa langkah berikut:

1. Pada keadaan beban nol ketiga phasa stator yang terhubung dengan

sumber tegangan tiga phasa yang setimbang akan menghasilkan arus pada

tiap belitan phasa arus pada tiap phasa menghasilkan fluksi bolak – balik

yang berubah -ubah.

2. amplitudo fluksi yang dihasilkan berubah secara sinusoidal dan arahnya

tegak lurus terhadap belitan phasa

3. akibat fluksi yang berputar timbul ggl pada stator motor yang besarnya :

�1 =−� ��

�� (����) (2.2) �1 = 4.44��1� (����) (2.3)

4. Resultan dari ketiga fluksi bolak – balik tersebut menghasilkan medan

putar yang bergerak dengan kecepatan sinkron ns yang besarnya

ditentukan oleh jumlah kutub p dan frekuensi stator f yang dirumuskan :

�� = 120�

(5)

5. fluksi yang berputar tersebut akan memotong batang konduktor pada

rotor. Akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan induksi sebesar E2

yang besarnya

�2 = 4.44��2��(����) (2.5)

Dimana:

E2 = tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam (volt)

N2 = jumlah lilitan rotor Φm = fluksi maksimum (Wb)

6. karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka ggl tersebut

akan menghasilkan arus I2

7. adanya arus I2 di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya F pada

rotor

8. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya F cukup besar untuk memikul

kopel beban, rotor akan berputar searah dengan medan putar stator.

9. perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekati kecepatan

sinkron. Perbedaan kecepatan medan putar stator (ns) dengan kecepatan

rotor (nr) disebut slip (s) dan dinyatakan dengan :

�= ��− ��

�� � 100% (2.6)

10. pada saat rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang

terinduksi pada kumparan rotor akan bervariasi tergantung besarnya slip.

Tegangan induksi ini dinyatakan dengan E2s yang besarnya :

(6)

dimana :

E2s = tegangan induksi rotor dalam keadaan berputar (volt)

f2 = sf = frekuensi rotor ( frekuensi tegangan induksi pada rotor dalam

keadaan berputar )

11. bila ns = nr, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir

pada kumparan rotor, sehingga tidak akan dihasilkan kopel. Kopel akan

dihasilkan jika nr< ns.

2.5 Rangkaian Ekivalen Motor induksi

Operasi dari motor induksi tergantung pada induksi arus dan tegangan di

dalam rangkaian rotor yang berasal dari rangkaian stator karena adanya aksi

transformator. Karena induksi arus dan tegangan pada motor induksi pada

dasarnya sama dengan operasi transformator, maka rangkaian ekivalen motor

induksi akan sangat menyerupai rangkaian ekivalen dari transformator. Motor

induksi disebut juga sebagai singly excited machine, sebab daya hanya disuplai

dari rangkaian stator.

Karena motor induksi tidak memiliki rangkaian medan, maka pada

modelnya tidak akan terdapat sumber tegangan internal EA sebagaimana

dijumpai pada mesin sinkron.

Rangkaian ekivalen per phasa dari transformator dapat menggantikan

operasi dari motor induksi. Sebagaimana halnya pada transformator, maka akan

terdapat tahanan (R1) dan induktansi sendiri (X1) pada belitan stator yang

(7)

Gambar 2.5 Rangkaian ekivalen motor induksi sebagai model transformator

Tegangan stator E1 dikopel terhadap sisi sekunder ER sebagaimana halnya

transformator ideal dengan rasio belitan effektif aeff. Rasio belitan ini dengan

mudah dapat ditentukan pada motor induksi rotor belitan, yang mana pada

dasarnya rasio ini merupakan banyaknya konduktor per phasa pada stator terhadap

jumlah konduktor per phasa pada rotor. Akan tetapi tidak demikian halnya pada

motor induksi sangkar tupai, karena tidak terdapatnya belitan pada rotor motor

tersebut.

Tegangan ER pada rotor akan menghasilkan arus, karena rangkaian

rotornya terhubung singkat. Impedansi rangkaian primer dan arus magnitisasi dari

motor induksi sama halnya dengan komponen - komponen yang dijumpai pada

transformator. Hal yang membedakan rangkaian ekivalen tersebut pada motor

induksi dikarenakan terdapatnya variasi frekuensi pada tegangan rotor (ER),

impedansi rotor RR dan jXR.

Ketika tegangan diberikan pada belitan stator, maka tegangan

akan diinduksikan pada belitan rotornya. Pada umumnya, gerak relatif yang lebih

besar di antara rotor dan medan putar stator, akan menghasilkan tegangan dan

frekuensi rotor yang lebih besar juga. Gerak relatif yang terbesar terjadi saat rotor

dalam keadaaan diam atau disebut juga dalam keadaan blocked rotor. Sebaliknya,

(8)

sama dengan kecepatan sinkron, sehingga tidak terdapat pergerakan relatif.

Magnitud dan frekuensi tegangan induksi rotor pada saat berputar sebanding

dengan slip dari rotornya. Sehingga, besarnya tegangan induksi rotor dalam

kondisi rotor terkunci disebut ERO, sedangkan untuk slip pada suatu putaran

tertentu dirumuskan dengan :

��� = ���� (2.8)

Dan frekuensi induksi pada slip tertentu :

�� = ��� (2.9)

Tahanan dari rotor RR bernilai konstan/ tidak tergantung pada slip,

sementara itu pada reaktansi rotor besarnya akan dipengaruhi oleh slip.

Reaktansi dari rotor tergangtung pada induktansi rotor, frekuensi tegangan

rotor dan arus pada rotor. Bila induktansi rotor LR, maka reaktansi rotor adalah :

XR= ωr LR= 2 π fr LR : fr = sfe

Sehingga

XR = 2 π sfe LR

= s(2 π sfe LR)

=���� (2.10)

LR = induktansi rotor

XRO = reaktansi blok rotor.

(9)

Dari gambar 2.5.2 arus pada rotor dapat ditentukan sebagai :

�� = ��

� +��� (2.11)

�� = ��

� +���� (2.12)

�� = �� �

� +����

(2.13)

Dimana :

IR = arus rotor ( A )

ER = tegangan induksi pada rotor ( V )

RR= tahanan rotor ( Ώ )

XR= reaktansi rotor ( Ώ )

Dalam teori transformator, analisa rangkaian ekivalen sering

disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang magnetisasi atau dengan

memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak

dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan normal, karena

adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus magnetisasi yang sangat

besar (30% sampai 40% dari arus beban penuh). Untuk itu dalam rangkaian

ekivalen RC dapat diabaikan. Rangkaian ekivalennya adalah seperti pada gambar

2.5.3 :

(10)

2.6 Penentuan Parameter Motor induksi

Data yang diperlukan untuk menghitung performansi dari suatu motor

induksi dapat diperoleh dari hasil pengujian tanpa beban, pengujian rotor tertahan,

dan pengukuran tahanan dc lilitan stator.

2.6.1 Pengujian Tanpa Beban (No Load Test)

Pengujian tanpa beban pada motor induksi akan memberikan

keterangan berupa besarnya arus magnetisasi dan rugi – rugi tanpa beban.

Biasanya pengujian tersebut dilakukan pada frekuensi yang diizinkan dan

dengan tegangan tiga phasa dalam keadaan setimbang yang diberikan pada

terminal stator. Pembacaan diambil pada tegangan yang diizinkan setelah

motor bekerja cukup lama, agar bagian – bagian yang bergerak mengalami

pelumasan sebagaimanamestinya. Rugi – rugi rotasional keseluruhan pada

frekuensi dan tegangan yang diizinkan pada waktu dibebani biasanya

dianggap konstan dan sama dengan rugi – rugi tanpa beban.

Pada keadaan tanpa beban, besarnya arus rotor sangat kecil dan hanya

diperlukan untuk menghasilkan torsi yang cukup untuk mengatasi gesekan.

Karenanya rugi – rugi I2R tanpa beban cukup kecil dan dapat

diabaikan. Pada transformator rugi – rugi I2R primernya tanpa beban dapat

diabaikan, akan tetapi rugi – rugi stator tanpa beban motor induksi besarnya

cukup berarti karena arus magnetisasinya lebih besar. Besarnya rugi – rugi

rotasional PR pada keadaan kerja normal adalah :

���� = ��� −3�2���1 (2.14)

Dimana :

(11)

Inl = arus tanpa beban tiap phasa ( A )

R1 = tahanan stator tiap phasa ( ohm )

Karena slip pada keadaaan tanpa beban sangat kecil, maka akan

mengakibatkan tahanan rotor R2/s sangat besar. Sehingga cabang paralel rotor

dan cabang magnetisasi menjadi jXM di shunt dengan suatu tahanan yang

sangat besar, dan besarnya reaktansi cabang paralel karenanya sangat

mendekati XM. Sehingga besar reaktansi yang tampak Xnl yang diukur pada

terminal stator pada keadaan tanpa beban sangat mendekati X1 + XM, yang

merupakan reaktansi sendiri dari stator, sehingga :

Xnl = X1+ XM (2.15)

Maka besarnya reaktansi diri stator, dapat ditentukan dari pambacaan

alat ukur pada keadaan tanpa beban. Untuk mesin tiga phasa yang terhubung

Y besarnya impedansi tanpa beban Znl/ phasa :

Znl = Vnl

�3Inl

(2.16)

Di mana Vnl merupakan tegangan line, pada pengujian tanpa beban.

Besarnya tahanan pada pengujian tanpa beban Rnl adalah :

Rnl = Pnl

3I nl2 (2.17)

Pnl merupakan suplai daya tiga phasa pada keadaan tanpa beban, maka

besar reaktansi tanpa beban

Xnl =�Z nl2 −R2 nl (2.18)

sewaktu pengujian beban nol, maka rangkaian ekivalen motor induksi

(12)

Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen motor induksi pada percobaan beban nol

2.6.2 Pengujian Tahanan Stator ( DC Test )

Untuk menentukan besarnya tahanan stator R1 dilakukan dengan test

DC. Pada dasarnya tegangan DC diberikan pada belitan stator motor induksi.

Karena arus yang disuplai adalah arus DC, maka tidak terdapat tegangan yang

diinduksikan pada rangkaian rotor sehingga tidak ada arus yang mengalir

pada rotor. Dalam keadaan demikian, reaktansi dari motor juga bernilai nol,

oleh karena itu, yang membatasi arus pada motor hanya tahanan stator.

Untuk melakukan pengujian ini, arus pada belitan stator diatur pada

nilai rated, yang mana hal ini bertujuan untuk memanaskan belitan stator pada

temperatur yang sama selama operasi normal. Apabila tahanan stator

dihubung Y, maka besar tahanan stator/ phasa adalah :

�1 = ���

2��� (2.19)

Bila stator dihubung delta, maka besar tahanan stator.

�1 = 3���

2��� (2.20)

Dengan diketahuinya nilai dari R1, rugi – rugi tembaga stator pada

beban nol dapat ditentukan, dan rugi – rugi rotasional dapat ditentukan

sebagai selisih dari daya input pada beban nol dan rugi – rugi tembaga stator.

(13)

motor induksi yang terhubung Y.

Gambar 2.9 Rangkaian pengukuran untuk DC test

2.6.3 Pengujian Rotor Tertahan ( Block Rotor Test )

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan parameter – parameter

motor induksi, dan biasa juga disebut dengan locked rotor test. Pada

pengujian ini rotor dikunci/ ditahan sehingga tidak berputar.

Untuk melakukan pengujian ini, tegangan AC disuplai ke stator dan

arus yang mengalir diatur mendekati beban penuh. Ketika arus telah

menunjukkan nilai beban penuhnya, maka tegangan, arus, dan daya yang

mengalir ke motor diukur.

Rangkaian ekivalen untuk pengujian ini ada pada gambar 2.21

Gambar 2.10 Rangkaian ekivalen motor induksi pada percobaan block rotor test Saat pengujian ini berlangsung s = 1 dan tahanan rotor R2/s = R2.

Karena nilai R2 dan X2 begitu kecil, maka arus input akan seluruhnya

(14)

sirkit pada saat ini terlihat seperti kombinasi seri X1, R1, X2, dan R2. Sesudah

tegangan dan frekuensi diatur, arus yang mengalir pada motor diatur dengan

cepat, sehingga tidak timbul kenaikan temperatur pada rotor dengan cepat.

Daya input yang diberikan kepada motor adalah :

��� = √3���� (2.21)

Dimana :

VT = tegangan line pada saat pengujian berlansung

IL = arus line pada saat pengujian berlangsung

��� = ��

√3� (2.22)

Dimana ZBR = impedansi hubung singkat

��� =���+����

=���cos�+����sin� (2.23)

Tahanan block rotor :

��� =�1+�2 (2.24)

Sedangkan reaktansi block rotor X’BR = X1’ + X2’

X1’ + X2’ adalah reaktansi stator dan rotor pada frekuensi

pengujian

�2 =���− �1 (2.25)

Nilai dari R1 ditentukan dari test DC. Karena reaktansi berbanding

langsung dengan frekuensi, maka reaktansi ekivalen total ( XBR ) pada saat

frekuensi operasi normal

��� =������

����� ���� ′ =

1+�2 (2.25)

(15)

Tabel 2.1 Distribusi reaktansi X1dan X2 pada berbagai desain motor induksi

Desain Kelas X1 X2

A 0.5 XBR 0.5 XBR

B 0.4 XBR 0.6 XBR

C 0.3 XBR 0.7 XBR

D 0.5 XBR 0.5 XBR

Rotor Belitan 0.5XBR 0.5XBR

2.7 Tegangan Tidak Seimbang

Dalam sistem tiga phasa yang seimbang,tegangan line to netral memiliki

magnitude yang sama dan tiap – tiap sudut phasanya berbeda 120 derajat satu

sama lain. Apabila terdapat tegangan tiga phasa yang magnitudnya tidak sama dan

sudut fasanya mengalami pergeseran sehingga tidak berbeda 120 derajat satu

sama lain, maka dikatakan sistem tersebut memiliki tegangan tidak seimbang.

Penyebab tegangan tidak seimbang termasuk impedansi saluran transmisi

dan saluran distribusi yang tidak sama, distribusi beban – beban satu phasa yang

tidak merata dalam jumlah besar, dan lain – lain. Ketika beban tiga phasa

seimbang dihubungkan dengan sistem suplai yang tidak seimbang, maka arus

yang dialirkan ke beban juga tidak seimbang. Oleh karena itu sangat sulit / tidak

mungkin untuk menyediakan suatu sistem suplai seimbang yang sempurna kepada

(16)

ketidakseimbangan tegangan untuk mereduksi pengaruhnya pada beban – beban

konsumen.

I ii

Gambar 2.11 diagram vector tegangan seimbang; diagram vector tegangan tidak seimbang

Metode yang biasa digunakan dalam menganalisa baik arus ataupun

tegangan dalam keadaaan tidak seimbang adalah dengan menggunakan komponen

– komponen simetris yaitu suatu metode yang secara matematis memecahkan

suatu sistem yang tidak seimbang menjadi tiga buah sistem yang seimbang.

Sistem tersebut adalah urutan positif, urutan negatif dan urutan nol. Untuk sistem

yang seimbang sempurna, maka sistem urutan negatife dan urutan nol tidak ada.

i ii iii

(17)

Sistem urutan ini dapat dilukiskan secara fisika. Arah perputaran dari

motor induksi tiga phasa ketika diaplikasikan dengan tegangan urutan negatif

akan berlawanan arah dengan arah perputaran motor induksi sewaktu

diaplikasikan dengan tegangan urutan positif. Sementara itu sistem urutan nol

tidak akan menimbulkan perputaran pada motor induksi, karena tidak ada

pebedaan phasa pada ketiga tegangannnya, sehinggan tidak akan dibangkitkan

medan putar.

Oleh karena itu, ada dua defenisi ketidakseimbangan pada komponen –

komponen simetris, yaitu : Faktor ketidakseimbangan urutan negatif = �2 �1

dan

Faktor ketidakseimbangan urutan nol = �0 �1

dimana ( V1, V2, V0 adalah sistem

urutan positif, urutan negative, dan urutan nol). Sistem arus urutan nol tidak dapat

mengalir pada sistem tiga phasa, misalnya motor induksi, oleh karena itu factor

ketidakseimbangan urutan nol itu sering diabaikan. Adapun ketidakseimbangan

tegangan urutan negatif menunjuk pada besarnya tegangan yang mencoba untuk

memutar arah motor induksi tiga phasa pada arah yang berlawanan terhadap yang

diberikan oleh tegangan urutan positif.

Adapun faktor ketidakseimbangan urutan negatif menurut IEC 60034 – 26

(18)

���2 =

��� +�2���� + �����

3 (2.28)

Dimana : � = −0.5 +�0.0866 ����2 = −0.5− �0.866

Sedangkan menurut NEMA standard MG1. 1993 [3] dan IEEE defenisi

ketidakseimbangan itu adalah :

����������������= ���− ���

��� � 100 % (2.29)

Dimana :

VLL = tegangan line-line yang tertinggi

Vll = tegangan rata-rata dari tegangan line

Sesuai dengan rumusan yang telah diberikan, dapat dilihat bahwa definisi

tegangan tidak seimbang yang diberikan NEMA menghindari penakaian aljabar

kompleks, sehingga kedua rumusan tersebut akan memberikan hasil yang berbeda.

Contoh jika tegangan tidak seimbang

��� = 450∠0�, ��� = 363∠−121.44�,��� = 405∠130�

Maka menurut persamaan 3.2 dan 3.3, maka besarnya Vab1 dan Vab2

adalah :

���1 = 404.625∠2.89� ������2 = 50.217∠−23.98�

Maka besarnya ketidakseimbangan menurut IEC adalah

% ����������������= 50.217

(19)

Sedangkan menurut NEMA adalah :

% ���������������� = 43.8

406.2� 100 = 10.78 %

Tegangan tidak setimbang dalam persentase yang kecil akan menghasilkan

arus tidak seimbang dalam jumlah besar, yang mana hal ini akan menimbulkan

kenaikan temperatur pada motor. Jika tegangan yang tidak setimbang menyuplai

motor induksi, maka daya kuda nominal dari motor harus dikalikan dengan suatu

faktor seperti yang ditunjukkan gambar 2.7.1

Gambar 2.13 Kurva penurunan rating motor induksi (NEMA)

Menurut kurva ini, motor induksi dirancang sedemikian rupa sehingga

mampu menangani ketidaksetimbangan tegangan 1%, dan selanjutnya akan

menurun terganntung pada tingkat ketidaksetimbangan. Operasi pada motor pada

harga ketidaksetimbangan tegangan di atas 5% tidak diizinkan.

(20)

National Electrical Manufacturing Association (NEMA) mendefinisikan

temperature rise adalah kenaikan temperatur diatas temperature ambient. Temperature ambient yaitu temperatur udara disekeliling motor atau dapat dikatakan sebagai suhu ruangan. Penjumlahan dari temperature rise dan

temperature ambient adalah panas keseluruhan panas pada motor. Kelas isolasi temperature pada motor induksi dijelaskan oleh tabel berikut (temperature

ambient tidak lebih dari 400C) :

Tabel 2.2 Temperature rise for large motors with 1.0 sevice factor

No Motor Rating

Faktor penyebab rusaknya isolasi winding adalah panas yang berlebih

pada motor. Panas berlebih yang berlangsung lama pada lilitan akan menyebabkan

stress pada lilitan dan isolasi kawat menjadi rapuh. Jika dibiarkan terlalu lama

akan menyebabkan isolasi pada lilitan akan retak. Jika gejala ini disertai dengan

munculnya partial discharge maka proses penuaan isolasi akan semakin cepat.

Berdasarkan penelitian NEMA usia dari isolasi winding akan berkurang

setengahnya setiap kenaikan 100C dari kondisi normal kerja motor. Akan tetapi

jika motor harus beroperasi 400C di atas temperature normal maka umur

isolasinya menjadi 1/16 dari umur normal yang diperkirakan. Oleh sebab itu

(21)

proteksi untuk mengatasi panas lebih pada motor seperti thermal overload relay.

Sehingga apabila terjadi overheating pada motor relai akan segera bekerja

sehinngga dapat meminimalkan kerusakan pada isolasi motor.

Berikut ini adalah metode dalam menentukan temperatur motor induksi [4] yaitu :

a. Menggunakan thermometer infrared

Metode ini adalah penentuan suhu dengan sensor suhu, atau dengan

thermometer infrared, dengan metode ini instrumen diterapkan pada bagian terpanas dari mesin yang dapat diakses .

b. Mengunakan Embedded Detector

Motor yang menggunakan embedded detector pada lilitannya dapat

dimonitor langsung output yang dideteksi pada peralatan. Output temperature

yang ditunjukkan adalah temperature terpanas dimana lokasi sensor diletakkan.

Perbedaan antara embedded detector dengan thermometer infrared yaitu

embedded detector tertanam di lilitan stator motor sedangkan thermometer

infrared dapat diletakkan dimana saja bagian motor yang paling panas yang

mudah diakses.

c. Mengukur Tahanan Lilitan motor

Metode digunakan untuk motor yang tidak memiliki embedded detector

seperti thermocouple atau resistance temperature detectors (RTDs). Kelebihan

metode ini yaitu dapat dilakukan tanpa harus membongkar kerangka motor

Penentuan temperature dengan metode ini yaitu dengan membandingkan

tahanan lilitan motor pada temperature yang ingin ditentukan (pada saat motor

(22)

ambient). Temperature tahanan yang ingin ditentukan dapat dihitung dengan persamaaan :

�� =�� + �����− ���(�� + �) (2.30)

Dimana : Tt : Temperatur total lilitan (oC)

Tb : Temperatur pada saat motor dingin (oC)

Rt : Tahanan pada saat motor panas (ohm)

Rb : Tahanan pada saat motor dingin (ohm)

K : 234.5 ( konstanta untuk bahan tembaga ) (oC)

Gambar

Gambar 2.1 (a) Penampang inti stator, (b) Stator motor induksi
Gambar 2.4 Medan putar pada motor induksi tiga phasa
Gambar 2.5 Rangkaian ekivalen motor induksi sebagai model transformator
Gambar 2.6 Rangkaian ekivalen rotor motor induksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, saran yang dapat dikemukakan yaitu Seni Barongan harus selalu dipertahankan dan dilestarikan oleh masyarakat Desa Ketileng dan

Muhammad Zein Painan akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan Pascakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan barang sebagai berikut :..

** Biaya penyalinan (fotokopi atau disket) dan/atau biaya pengiriman (khusus kurir dan pos) sesuai dengan standar biaya yang telah ditetapkan. *** Jika ada penghitaman

[r]

Apabila Pemohon Informasi tidak puas dengan keputusan Badan Publik (misal: menolak permintaan Anda atau memberikan hanya sebagian yang diminta), maka pemohon informasi dapat

Demikian keberatan ini saya sampaikan, atas perhatian dan tanggapannya saya ucapkan terima kasih. ** Sesuai dengan Pasal 35 UU KIP, dipilih oleh pengaju keberatan sesuai dengan

Keputusan Hasil Mediasi : diisi dengan tanggal dan isi keputusan hasil mediasi atas sengketa informasi apabila Pemohon menolak keputusan Atasan PPID. Putusan Pengadilan atas

PELAKSANAAN BELANJA MODAL GEDUNG DAN BANGUNAN REHABILITASI DERMAGA DAN TANGKI MINYAK PULAU MERAK.. NOMOR : BA 12 /WBC.O4/PSO/PN/PBJ/2012 TANGGAL : 22