• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan praktikum lapangan biologi laut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "laporan praktikum lapangan biologi laut"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKTIVITAS MAKROALGA DI PANTAI SEPANJANG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Aryochepridho 14/365092/PN/13668

Intisari

Intisari ditulis dalam bahasa Indonesia dengan jenis huruf Arial ukuran 10 pt, spasi tunggal. Intisari bukanlah penggabungan beberapa paragraf tetapi merupakan ringkasan yang utuh dan lengkap yang menggambarkan isi tulisan. Intisari memuat judul serta uraian singkat tentang tujuan, metode, hasil dan kesimpulan penelitian. Panjang intisari maksimum 250 kata, ditulis dengan jarak satu spasi. Intisari harus dilengkapi dengan kata kunci maksimal lima kata.

Kata kunci: kata kunci 1, kata kunci 2, kata kunci 3, kata kunci 4, kata kunci 5

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Tumbuhan talus ialah tumbuh tumbuhan yang belum dapat dibedakan dalam tiga bagian utamanya, yang disebut akar, batang dan daun. Tubuh yang berupa talus itu

mempunyai struktur dan bentuk dengan variasi yang sangat besar. Tumbuhan yang memiliki ciri utama berbentuk talus dimasukkan ke dalam Divisi Thallophyta.

Untuk mempelajari Tumbuhan talus yang dalam hal ini Divisi Algae, baik secara morfologi maupun habitat, perlu diadakannya pengamatan secara langsung terhadap objek yang akan diteliti dengan PKL (Praktik Kerja Lapangan), sehinggga mahasiswa dapat lebih mudah untuk mengidentifikasi baik ciri–ciri mofologi (penampakan luar) maupun habitatnya, dalam hal ini maka Praktik Kerja Lapangan dengan mengamati spesies–spesies tumbuhan dari Divisi Algae di pantai kondang merak Malang, sebagai Prakyik Kerja Lapangan (PKL) secara terorganisir.

Pentingnya dilakukannya Praktik Kerja Lapangan (PKL) Sistematika Tumbuhan Algae secara terorganisir adalah agar mahasiswa mengetahui tumbuhan-tumbuhan tingkat rendah dari Sub Divisi Algae secara langsung untuk diamati bagian-bagian dan ciri-ciri khususnya kemudian digunakan sebagai acuan dalam mengidentifikasi. Selain itu agar mahasiswa mengetahui warna, bentuk dan habitat asli dari Sub Divisi Algae, karena pada waktu praktikum di laboratorium warna dan bentuk preparat sudah berubah karena sudah diawetkan, sehingga kami harus melihat preparat yang morfologi dan habitat dalam bentuk aslinya.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum biologi laut adalah untuk mengetahui komposisi jenis, densitas, frekuensi jenis dan penutupan alga di suatu wilayah serta mengetahui indeks diversitas makroalga di suatu wilayah perairan.

1.3 Tinjauan Pustaka

(2)

Daerah intertidal terletak paling pinggir dari bagian ekosistem pesisir dan laut dan berbatasan dengan ekosistem darat. Intertidal merupakan daerah pasang surut (intertidal) yang dipengaruhi oleh kegiatan pantai dan laut. Kondisi komunitas pasang surut tidak banyak perubahan kecuali pada kondisi ekstrim tertentu dapat merubah komposisi dan kelimpahan organisme intertidal. Daerah ini merupakan daerah yang paling sempit namun memiliki keragaman dan kelimpahan organisme yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan habitathabitat laut lainnya (Yulianda, 2013).

Gerakan ombak di zona intertidal mempunyai pengaruh terbesar terhadap organisme dan komunitas dibandingkan dengan daerah laut lainnya. Pengaruh ini terlihat nyata baik secar langsung maupun tidak langsung. Aktivitas ombak mempengaruhi kehidupan pantai secara langsung yaitu pengaruh mekaniknya yang dapat menghancurkan dan menghanyutkan benda yang terkena dan kegiatan ombak memperluas batas zona intertidal. Kegiatan ombak juga mempunyai pengaruh lain yaitu mencampur dan mengaduk gas-gas atmosfer ke dalam air, sehingga ombak meningkatkan kandungan oksigen terlarut dalam air (Nybakken 1992).

Pembagian daerah komunitas hayati lebih terlihat pada daerah intertidal bercadas/berkarang daripada ditempat lain, karena batu karang menyediakan substrat untuk melekat serta perlindungan untuk biota yang subur. Jarak vertikal didaerah tersebut bervariasi sifatnya dan terbentuk jarak horizontal yang lebih pendek daripada yang ada didaerah lapisan bawah yang lunak (Mc Connaughey dan Zotolli 1983).

Menurut Ramimohartarto dan Juana (2001) beberapa sifat khusus biota daerah intertidal antara lain:

a. Algae

Dilengkapi dengan holdfast sebagai alat untuk melekat pada substrat agar tidak hanyut terkena gerakan ombak. Algae dilengkapi juga dengan air bladder sebagai alat untuk mengapung. Algae renik hidup plankltonik atau bersimbiosis dengan karang atau avertebrata lainnya, misalnya zooxanthela yang berwarna coklat hidup dalam polip karang.

b. Cacing

Hidup dalam liang-liang batu dan karang. Cacing biasanya berasosiasi dengan karang dan berperan dalam proses eroso yang dilakukan hewan secar alami.

c. Padang Lamun

Adaptasi bentuk padang lamun dapat dilihat dengan tipe populasinya yaitu:

1) Tumbuh-tumbuhan yang panjang, berdaun tebal sampai dengan populasi yang padat hidup di bagian dalam dan terlindung suatu teluk kecil.

2) Tumbuh-tumbuhan yang pendek, berdaun tipis meliputi populasi yang tumbuh jarang pada terumbu karang terbuka yang dangkal.

Bentuk-bentuk adaptasi organisme intertidal menurut Nybakken (1992) antara lain: 1. Adaptasi terhadap kehilangan air

Dengan cara pindah ke daerah yang lembab, cepat menyerap air merapatkan cangakang, dll.

2. Adaptasi terhadap keseimbangan panas

Dengan memperbesar ukuran tubuh relative, memperluas cangkang, memperbanyak uliran pada cangkang, warna organisme, persediaan air, dll.

3. Adaptasi terhadap tekanan mekanik (gerakan ombak)

Dengan melekat kuat pada substrat, menyatukan diri pada dasar perairan, membuat alat pelekat yang kuat tetapi tidak permanen, kaki kuat dan besar dll.

(3)

Mempunyai tonjolan organ pernapasan, memasukkan organ pernapasan ke dalam rongga perlindungan, menutup operculum atau mengaitkan diri dll.

5. Adaptasi cara makan

Dengan cara aktif jika pasang naik dan tubuhnya terendam air. 6. Adaptasi terhadap tekanan salinitas

Dengan cara melindungi tubuh dari kekeringan. 7. Adaptasi reproduksi

Dengan menghasilkan telur atau larva planktonik yang terapung bebas dan dengan daur perkembangbiakan yang seirama dengan munculnya arus pasang surut tertentu.

Pantai Sepanjang merupakan salah satu pantai terpanjang di antara deretan pantai yang ada di selatan Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta. Pantai ini terletak di Desa Kemadang Kecamatan Tanjungsari (Koordinat GPS: S8°8'0.2" E110°33'11.3"). Karakter utama pantai adalah memiliki substrat yang disominasi oleh karang mati dan pasir serta pada beberapa tempat bercampur dengan lumpur. Pada daerah pasang surut, paparan cahaya matahari sangat mempengaruhi keberadaan makro alga. Makro alga pada daerah pasang surut ini sangat membutuhkan cahaya matahari untuk melangsungkan fotosintesis. BIOEDUKASI Volume 6, Nomor 1 Halaman 12-21 ISSN: 1693-2654 Februari 2013 13 Kondisi lingkungan dan substrat yang demikian merupakan habitat yang cocok bagi tanaman makro alga atau rumput laut.

Makroalga adalah tumbuhan tidak berpembuluh yang tumbuh melekat pada substrat di dasar laut. Tumbuhan ter sebut tidak memiliki akar, batang, daun, buah dan bunga sejati (Jana, 2006). Peran makroalga dalam ekologi perairan sebagai produsen primer. Produsen primer adalah organisme yang dapat menghasilkan suatu makanan yang berada pada tingkat tropik terendah (Odum, 1993). Fungsi utama makroalga adalah sebagai makanan yang kayaakan protein bagi organisme laut maupun manusia karena makroalga merupakan satu satunya tumbuhan dengan struktur asam amino lengkap (Raharjo, 1982).

Kehidupan biota laut, baik tumbuh-tumbuhan, hewan maupun mikroba, dimana pun ia terdapat selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Adapun beberapa faktor ekologis yang mempengaruhi kehidupan alga seperti keadaan substrat dasar perairan, cahaya, suhu, salinitas, kekeringan, nutrien dan gerakan air. Tiap spesies alga memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap faktor-faktor ekologis tersebut. Faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh bersama-sama dan sederajat, atau satu faktor lebih menonjol pengaruhnya daripada faktor yang lain. Seperti pada muara sungai, faktor salinitas lebih menonjol pengaruhnya daripada faktor-faktor lain dalam kaitannya dengan sebaran biota dari sungai ke laut dan sebaliknya (Raharjo, 1982).

Metode Penelitian

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Biologi Laut ini dilakukan pada hari Sabtu, 31 Oktober 2015 pukul 11.00 – 17.00. Bertempat di Pantai Sepanjang Gunung Kidul Yogyakarta. Pada praktikum ini lokasi Pantai Sepanjang dibagi menjadi 11 stasiun dan setiap kelompok dibagi lagi menjadi 4 zona pengamatan berdasarkan jarak 10 meter dari bibir pantai.

2.2 Pengambilan Data

(4)

Setiap transek diambil beberapa plot dengan ukuran 1 m x 1 m (kuadrat plot). Penempatan plot adalah 10 m, 20 m, 30 m, dan 40 m dari garis pantai. Fungsi dari kuadrat plot adalah untuk menentukan tingkat tutupan alga berdasarkan luasan plot serta mengidentifikasi ragam flora yang terdapat didalam plot. Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah ; kuadrat plot, termometer, rafia, penggaris, pasak, pena waterproof, kertas, plastik clip, kertas label, kertas pH, botol film, kamera dan pelampung. Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ; sampel air laut tiap zona, dan sampel flora yang belum teridentifikasi

2.3 Analisis data

Pada setiap stasiun pengamatan dilakukan analisis data parameter fisik perairan pantai seperti suhu udara, suhu air, pH, salinitas dan substat yang terkandung di dasarnya. Selain itu setiap plot dihitung jumlah spesies alga yang ditemukan serta luas penutupannya, serta jumlah individu/koloni. Berdasarkan dari hasil jumlah spesies alga yang telah didapat serta jumlah individu/koloninya maka dapat didapatkan nilai frekuensi alga, frekuensi relatif alga, densitas alga, dan densitas relatif alga. Nilai frekuensi alga dihitung menggunakan rumus Fi = Ji/K, dimana Fi adalah frekuensi spesies ke-i, Ji adalah jumlah plot dimana terdapat spesies ke-i dan K adalah jumlah total plot yang diamati (Soegianto, 1994). Nilai frekuensi relatif alga dapat dihitung dengan rumus Rfi = [Fi / ∑ F ] x 100% , dimana Rfi adalah frekuensi Relatif Jenis, Fi adalah frekuensi jenis ke-i, dan ∑F adalah jumlah total petak contoh (Bengen, 2000). Nilai densitas alga dapat dihitung menggunakan rumus D = n/A, dimana D adalah densitas, n adalah total jumlah individu spesies tertentu dan A adalah total area sampel (Nurmiyati, 2013). Terakhir adalah nilai densitas relatif alga dapat dihitung dengan rumus Dfi = [Di / ∑ D ] x 100% , dimana Dfi adalah frekuensi Relatif Jenis, Di adalah densitas jenis ke-i, dan ∑D adalah jumlah total densitas (Aslan, 1991). Identifikasi jenis dilakukan di lapangan dengan menggunakan buku-buku identifikasi alga dan dilakukan konfirmasi di laboratorium.

Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil

(terlampir)

3.2 Pembahasan

Praktikum lapangan biologi laut kali ini dilaksanakan di Pantai Sepanjang Kabupaten Gunung Kidul. Pantai ini mempunyai daerah yang selalu terendam air meskipun pada saat surut. Pantai ini memiliki daerah berbatu karang yang terendam air, di sana terdapat banyak biota air laut yang hidup baik flora maupun fauna.

Sebagian besar algae tumbuh pada daerah intertidal berbatu karang, karena daerah ini sangat cocok untuk melekatkan diri guna mempertahankan diri dari hempasan ombak. Selain algae, juga terdapat formasi pes-caprae yang terlihat di kedua pantai ini sangat banyak. Tumbuhan yang paling banyak mendominasi adalah Ipomea pes-caprae yang banyak tumbuh di belakang garis pasang pantai.

Pola penyebaran organisme dan zona yang beragam disebabkan oleh pasang-surut, kemiringan dan keterbukaan. Satu ciri khas kebanyakan pantai berbatu adalah genangan-pasang dari berbagai ukuran, kedalaman, dan lokasi. Ada tiga faktor fisik utama yang dapat berubah-ubah dalam genangan-pasang yaitu suhu, salinitas dan konsentrasi oksigen.

(5)

daerah ini sangat cocok untuk melekatkan diri guna mempertahankan diri dari hempasan ombak.

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan oleh kelompok 5 diperoleh makroalga sebanyak 4 jenis spesies alga, masing masing termasuk ke dalam 2 divisi yang berbeda yakni 3 spesies di Chlorophyta dan 1 spesies berada pada divisi Rhodophyta. Adapun spesies yang di dapat dan diamati yaitu Ulva sp; Caulerpa sp; Enteromorpha sp; dan Acanthopora sp. Spesies yang termasuk ke dalam divisi Chlorophyta adalah Ulva sp; Caulerpa sp; Enteromorpha sp, dan pada divisi Rodhophyta yakni Acanthopora sp.

A. Komposisi Jenis 1. Ulva sp.

Spesies ini ditemukan di seluruh stasiun. Nilai densitas yang didapatkan di stasiun 5 dengan nilai sebesar (Frekuensi = 152). Ulva sp. beradaptasi dengan mempunyai holdfast yang kuat untuk menahan gempuran ombak yang besar dan kelas Chlorophyceae ini menyerap sinar matahari yang berwarna merah, karena sinar ini digunakan untuk

malakukan fotosintesis. Data dari pengamatan menunjukkan bahwa Ulva sp. tipe tumbuhan

berkoloni, soliter dan agregasi. Ulva sp. berasosiasi dengan Turbinaria sp. Acanthopora sp.

Enteromorpha sp. Dictyota sp. Sargassum sp. Gigartina sp. Gelidium sp. (tipe hubungannya kompetisi) dan karang (tipe hubungannya komensalisme).

Hasil praktikum menunjukkan bahwa Ulva sp. menunjukkan nilai penting yang sangat

tinggi diperairan tersebut dalam arti bahwa spesies ini keberadaannya diperairan tersebut sangat penting dalam komunitas tersebut. Ulva sp. memepunyai peranan yang sangat penting dalam menyediakan makanan, menyediakan oksigen dan lain-lain. Kelas

Chlorophyceae kecenderungan hidup di daerah-daerah pinggiran dan menggunakan sinar merah untuk fotosintesis. Algae ini keberadaannya juga dipengaruhi oleh faktor fisik antara lain suhu, salinitas, aktifitas ombak, kondisi substrat, turbiditas, waktu bersentuhan dengan udara bebas, konsentrasi pemangsaan dan ketersediaan nutrient bagi perkembangannya. Data dari grafik layang-layang kelas Chlorophyceae ini dikethui bahwa penyebarannya lebih merata pada stasiun I dan II.

2. Caulerpa sp.

(6)

3. Enteromorpha sp.

Spesies ini ditemukan di semua stasiun, namun stasiun yang diamati yakni stasiun 5 dengan nilai (f = 194). Enteromorpha sp tipe tumbuhnya berkoloni, soliter dan agregasi, berasosiasi dengan Ulva sp. Turbinaria sp. Acanthopora sp. Dictyota sp. Sargassum sp. Gigartina sp. Gelidium sp. (tipe hubungannya kompetisi), Ophiutrichoides sp. Sea grass, Soft coral, Crustacea, Pisces (tipe hubungannya predasi) dan karang dan favites sp.(tipe hubungannya komensalisme).

4. Acanthopora sp.

Spesies ini memiliki ciri thallus berwarna cokelat tua, silindris dengan percabangan yang tidak teratur. Pada permukaan thallus utama dan percabangannya muncul bintik-bintil seperti duri tumpul yang rapat. Sehingga bentuk thallus ini seperti gimbal, rimbun pada ujung rumpun thallusnya.

Pesentase tutupan pada stasiun 7 plot satu sebesar 68,75%, pada plot 2 sebesar 81,25%, plot 3 sebesar 81,25 %, dan pada plot 4 sebesar 25%. Pada stasiun 7 spesies yang paling dominan adalah Enteromorpha yaitu sebanyak 194 spesies.

B. Frekuensi

Nilai frekuensi Ulva sp. dari semua stasiun adaah 0,6363 dan nilai frekuensi relatifnya adalah 26,9230. Untuk spesies Caulerpa sp. nilai frekuensinya adalah 0,14 dan frekuensi relatifnya adalah 5,77. Selanjutnya nilai frekuensi spesies Enteromorpha sp. adalah 0,5 dan frekuensi relatifnya adalah 64,41. Dan untuk spesies Acanthopora sp. frekuensinya bernilai 0,4318 dan frekuensi relatifnya bernilai 18,2693.

C. Nilaidominansi

Spesies yang paling dominan dilihat dari nilai densitasnya adalah Enteromorpha sp. Spesies ini bentuk tubuhnya seperti mempunyai ukuran yang kecil dan berbentuk seperti usus yang saling mengikat. Sel bagian tengah dan ujung berisi satu pireoid pada masing-masing sel. Kloroplasnya sering memiliki bentuk seperti mangkuk yang tampak dibagian permukaan dengan ukuran yang berbeda panjangnya pada masing-masing sel. Bentuk dan susunan sel sama dengan tumbuhan tingkat tinggi. Umumnya hidup pada rataan terumbu karang yang selalu tergenang pada saat air surut terendah. Enteromorpha sp. banyak digunakan sebagai sayuran, makanan ikan dan juga bermanfaat sebagai penyusun daerah intertidal dan penyuplai oksigen yang terdapat di dalamnya karena spesies ini melakukan proses fotosintesis yang hasilnya adalah oksigen. Faktor yang mempengaruhi Enteromorpha sp. mendominasi di perairan pantai sepanjang adalah karena spesies ini mendapatkan asupan nutrisi yang mencukupi untuk hidupnya dan karena adanya faktor musiman juga yang mempengaruhi spesies ini dapat mendominasi di daerah tersebut dibandingkan dengan spesies lainnya.

D. KondisiHidrologi

Kondisi hidrologi dari pada stasiun 5 sangatlah beragam pada setiap plotnya, untuk plot pertama diperoleh data untuk suhu air sebesar 290C, untuk suhu udara sebesar 310C,

pH sebesar 8 (basa), salinitas 350/

00 dan subsatratnya pesir. Untuk plot kedua diperoleh hasil

untuk suhu air sebesar 280C, suhu udara sebesar 300C, pH sebesar 8, salinitas 350/ 00 dan

substratnya berbatu. Untuk plot 3 dan 4 keseluruhan nilainya hampir sama yaitu untuk suhuu aiir sebesar 250C, suhu udara 280C, pH 8, salinitas 350/

00 dan substratnya berkarang.

(7)

(1994) menyatakan bahwa salinitas perairan untuk budidaya rumput laut jenis Eucheuma sp, berkisar antar 28-34 ppt. Sedangkan menurut Soegiarto et al., (1978), kisaran salinitas yang baik untuk Eucheuma sp adalah 32-35 ppt.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian, maka diketahui bahwa komposisi makroalga yang menyusun ekosistem di pantai Sepanjang pada stasiun pengamatan 5 terdiri dari spesies Ulva sp.,

Caulerpa sp. Enteromorpha sp., dan Acanthopora sp. Spesies yang paling dominan dilihat

dari nilai densitasnya adalah Enteromorpha sp. Faktor yang mempengaruhi Enteromorpha

sp. mendominasi di perairan pantai sepanjang adalah karena spesies ini mendapatkan asupan nutrisi yang mencukupi untuk hidupnya dan karena adanya faktor musiman juga yang mempengaruhi spesies ini dapat mendominasi di daerah tersebut dibandingkan dengan spesies lainnya.

Saran

Demi mendapatkan hasil yang lebih akurat, diharapkan pengamatan dilakukan lebih dari sehari.

Daftar Pustaka

Aslan, L. M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta: Kanisius

McConnaughey, B., R. Zotolli. 1983. PEngantar Biologi laut. the C.V. Osby Company, MIssouri. (pp. 23-25)

Nybakken, James W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta Odum, Eugene P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Prees Raharjo, S dan H.S.Sanusi.1982. Oseanografi Perikanan I. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.141 halaman.

Romimohtarto, Kasijan dan Sri Juwana. 2001. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta.

Soegiarto AW, Sulistijo, Mubarak H. 1978. Rumput Laut Algae. Manfaat, Potensi dan Usaha Budidayanya. Jakarta: Lembaga Oseanologi Nasional. LIPI. 87 hlm

Referensi

Dokumen terkait

Perbandingan pati-alginat optimum yang berpotensi untuk dapat digunakan sebagai bahan pengkapsul probiotik adalah pada perbandingan pati- alginat 1:3 (1% pati : 3%

Kompetensi Fungsional (Functional Competencies) merupakan kompetensi yang menjelaskan tentang kemampuan peran tertentu yang diperlukan dan biasanya dihubungkan dengan keterampilan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toksisitas subkronis Ekstrak Curcuma Bebas Minyak Atsiri (ECBA) yang diberikan secara per oral pada pemakaian jangka panjang dengan

2 Transformator kering yang mempunyai gawai proteksi arus lebih pada sambungan sekunder dengan kemampuan atau setelan tidak lebih dari 125% dari arus sekunder pengenal

Pada metode box-cut contour mining ini (Gambar 1.5) lapisan tanah penutup yang sudah digali, ditimbun pada daerah yang sudah rata di sepanjang garis singkapan hingga membentuk

mendapatkan fee sebagai pengelola dari iuran peserta maupun sebagai tugas dari negara, sedangkan dana yang ada sepenuhnya milik peserta sehingga akad pada pengelola BPJS dalam