• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tuhan Lokal yang tak dianggap Analisis t

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tuhan Lokal yang tak dianggap Analisis t"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Tuhan Lokal yang tak dianggap

(Analisis terhadap Pengakuan Iman dan Aturan Siasat Gereja HKBP terkait dengan mitologi ke-tuhanan dalam budaya batak)

Kontekstualisasi merupakan istilah yang dipopulerkan sekitar sekitaran akhir abad ke-20.Kemunculan istilah ini sering dikaitkan dengan seorang teolog bernama Shoki Coe. Adapun tujuan dari munculnya istilah ini dikaitkan dengan dengan tujuan dari pendidikan teologi di dunia ketiga. Sebelum munculnya isitilah ini,lama dikenal Indigenisasi.Dimana budaya menyambut injil dengan terbuka. Tetapi tampaknya istilah indigenisasi tampaknya tidak bisa mengakomodir keseluruhan yang ingin dicapai sehubungan dengan upaya mendaratkan kabar baik dikonteks lokal.

Istilah yang muncul belakangan ini,yaitu kontekstualisasi tidak juga hanya sebatas mengganti kulit luarnya.Karena seringkali banyak yang salah paham mengenai kontekstualisasi.Ada yang berpendapat ketika dalam gereja semua pelayannya sudah orang lokal dan tidak lagi pendeta dari barat maka ini sudah kontekstualisasi.Ketika dalam gereja,sudah dipakai alat musik tradisional sebagai pengiring ketika ibadah,maka sudah dianggap kontekstualisasi.Padahal bukan sebatas inilah maksud daripada kontekstualisasi.Ada hal-hal yang dicakup oleh kontekstualisasi yang bukan sebatas persoalan pergantian pekerja gereja dari yang sebelumnya barat ke lokal,pemakaian alat musik tradisional untuk mengiringi ibadah.

Meminjam pemikiran Gerrit Singgih dalam bukunya Dari Israel ke Asia menjelaskan ada beberapa hal yang sekiranya dicakup oleh yaitu,mengenai kontekstualisasi.Yaitu yang pertama kontekstualisasi bukan Praktis,tetapi Praxis.Kontekstualisasi adalah masalah bagaimana orang Kristen memahami diri di dalam situasinya yang riil dan konkret,supaya pada waktu yang sama,karyanya pun riil dan konkret.Kedua,bukan sekedar mengenai wujud luar kebudayaan dan tidak sekedar tampilan luar,tetapi lebih pada isi.Karena Isi mempengaruhi bagian luar. Menyangkut Makna dan peranan musik dalam suatu ibadah gerejawi dan bagaimana hal ini dapat dihubungkan dengan Hakikatnya.

Kemudian kontekstualisasi mencari kesamaan antara Iman Kristen dan Kebudayaan.Tidak ada sesuatu dari luar yang dapat diterima tanpa ada kesesuaian dengan apa yang di dalam.Lalu yang keempat meliputi Kategori-Kategori Teologi-Etis.Suatu istilah mencakup arti sebenarnya dalam Alkitab lalu dioalah oleh para ahli lalu hasilnya dibawa kekonteks Setempat.Mengenai Kontekstualisasi, Gerrit Singgih juga mengatakan bahwa masalah kontekstualisasi bukan sekedar bagaimana menerapkan pola ke dalam situasi setempat,melainkan juga apakah pola ini mempunyai titik pertemuan dengan pandangan hidup atau pandangan dunia setempat.Yang terakhir mengenai kontekstualisasi,yaitu konteks lokal juga harus dilihat memiliki benih-benih penyelamatan.1Melihat pemikiran Singgih tersebut,kita diajak untuk memikirkan

(2)

ulang kontekstualisasi yang kita pahami selama ini.Lebih pada isi dan bukan sebatas hanya pada bagian kulit luar saja.Makna yang dalam dan apa yang dicakup oleh kontekstualisasi ini kadangkala diabaikan oleh banyak orang.

HKBP salah satu gereja yang ada di Indonesia sendiri telah berupaya sejak lama untuk mengkontekstualkan perangkat gerejawinya.Termasuk di dalamnya Pengakuan iman dan juga Hukum Penggembalaan gereja. Dimulai sejak penyusunan pengakuan iman sendiri tahun 1951, pembaharuan pun kembali dilakukan tahun 1996. Sedangkan hukum penggembalaan gereja disusun sejak tahun 1987 yang dipergunakan hingga kini.Upaya-upaya kontekstualisasi yang tidak hanya sebatas bagian luar saja terus diupayakan oleh HKBP.Meski begitu tetap saja, penghargaan terhadap kebudayaan lokal kurang mendapat perhatian dalam Pengakuan Iman maupun Hukum Penggembalaan HKBP.Yang dimaksud budaya lokal yaitu budaya batak yang mayoritas jemaat memiliki suku batak.HKBP memang tidak bisa dipisahkan dengan budaya batak.Karena namanya sendiri erat dengan ke-batak-an.Kurangnya titik temu antara budaya lokal dan juga terhadap penghargaan terhadapnya ini lah yang coba saya telisik dalam paper ini.

Dalam paper ini,sistematika tulisan ini yaitu akan dimulai dari sejarah pengakuan iman HKBP,lalu akan difokuskan pada bagian mengenai pandangan akan kebudayaan. Kemudian akan dijelaskan mengenai Hukum Penggembalaan termasuk di dalamnya perihal apa saja yang dikenakan penggembalaan.Fokus akan tetap diberikan pada perhatiannya terhadap budaya lokal. Pertanyaan yang coba dijawab yaitu,seberapa besar gereja HKBP berupaya dalam melihat hubungan dan titik temu antara budaya batak yang kemudian tercermin dari pengakuan iman dan hukum penggembalaannya. Setelah itu,saya akan analisis mempergunakan model relasi Kristus dan Kebudayaan yang dicetuskan oleh R Niehbuhr dan juga Model Teologi Kontekstual Stephen B Bevans.Lalu berdasarkan analisa itu,saya akan akan coba berusaha rekomendasikan pengakuan iman yang lebih memperhatikan budaya lokal sebagai titik tolaknya. Sebagai Pembanding saya coba akan lihat pengakuan iman GPM (Gereja Protestan Maluku) yang sudah coba mencari titik temu iman kepercayaan lokal dengan iman kristen.

Pengakuan Iman HKBP

Upaya untuk merumuskan pengakuan iman yang lahir dari konteks lokal membawa HKBP pada lahirnya Pengakuan Iman HKBP di tahun 1951. Pengakuan iman ini berisikan poin-poin yang disusun berkaitan dengan kondisi yang dihadapi kala itu.Adapun poin-poin-poin-poin di dalamnya mencakup mengenai Allah,Dosa,Gereja,Pelayan Gereja,Iman,Tata Gereja,Hukuman pada hari kiamat. Kala itu konteks yang mengiringi lahirnya pengakuan iman ini yaitu aneka ragam bahaya kerohanian yang dirasa mengancam gereja,yang datang dari agama lain,dari ajaran keduniawian,dari suara-suara pemecah-belahan dan dari pengacau di tengah gereja itu sendiri.2

Adapun tahun 1987, ada kerinduan untuk memperbaharui pengakuan iman yang sudah dipergunakan kurang lebih 36 tahun itu.Pembaharuan yang dilakukan,bukanlah merubah secara

(3)

keseluruhan isi.Penambahan lebih bersifat dominan.Dalam Pengakuan Iman tahun 1996, ditambahan pasal mengenai manusia,masyarakat dan juga kebudayaan dan lingkungan hidup.Mengenai pemahaman mengenai budaya lokal,saya akan taruhkan perbedaan antara pengakuan iman tahun 1951 dan tahun 1996 dalam tabel di bawah ini.

Pengakuan Iman 1951 Pengakuan Iman 1996

Mengenai budaya lokal tidak terlalu disinggung dalam pengakuan ini. Hanya saja sikap-sikap sehubungan dengan budaya dan khususnya mengenai ketuhanan lokal ada disinggung.Khususnya dalam Pasal 1 Tentang Allah. “Menolak dan melawan ajaran dan kebiasaan yang menyebut Allah:Nenek (Ompung) dan yang memandang,bahwa Tuhan adalah pemurah saja.

Dalam Pasal 5 mengenai kebudayan dan Lingkungan Hidup disaksikan bahwa:

1.Allah memberikan bahasa,alat-alat musik,kesenian,pengetahuan kepada manusia sebagai alat untuk memuji Allah dan memelihara persahabatan antar manusia agar melalui kebudayaan,kerajaan Allah semakin besar.Tetapi budaya yang bercampur kekafiran dan bertentangan dengan firman harus ditolak

Dari tabel di atas kita dapat lihat bahwa,dalam pengakuan iman HKBP 1951 belum terlalu ditemukan mengenai penghargaan akan kebudayaan.Kecurigaan akan budaya masih sangat kental.Sedangkan di dalam pengakuan iman tahun 1996,sudah ada penghargaan terhadap kebudayaan termasuk budaya lokal dengan dasar bahwa untuk menyembah Allah. Ada kata yang mengenai “budaya yang bercampur kekafiran”.Mengenai ini akan dibahas dalam RPP HKBP/Hukum siasat/penggembalaan gereja.

Hukum Penggembalaan Gereja HKBP (Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon)

Adapun mengenai Hukum Penggembalaan dan siasat HKBP,sudah ada semenjak tahun 1952.Tetapi karena dirasakan kurang mencakup banyak hal,maka diadakan pembaharuan.Dalam Rapat Sinode Pusat tahun 1984,dibentuklah satu komisi yang khusus untuk menyiapkan pembaharuan baru tersebut.Sehingga bolejjhlah jadi hukum penggembalaan yang kini dipergunakan HKBP. Adapun yang dimaksud daripada hukum penggembalaan dan siasat HKBP ini yaitu aturan-aturan yang dibuat untuk menghukum dan juga mengajarkan pada jemaat yang melanggar kekudusan dari gereja.Jemaatlah haruslah kudus dan mengikuti aturan yang telah disusun HKBP.Melalui hukum penggembalaan dan siasat gereja ini, dituntunlah tiap orang yang bersalah dan yang melakukan dosa,dengan harapan perubahan yang lebih baik.Adapun yang menjalankan hukum ini adalah pendeta,sedangkan yang dikenakan hukum adalah jemaat dan juga majelis jemaat.

Hukum penggembalaan dan siasat HKBP memiliki tujuh pasal.3 Dimana tiap pasalnya

terbagi-bagi lagi.Pasal pertama berisikan mengenai Pengertian Hukum penggembalaan dan siasat,kemudian dalam pasal kedua mengenai siapa yang terkena hukum penggembalaan.Lalu

(4)

pasal ketiga,keempat,kelima dan keenam berisikan mengenai apa-apa saja yang membuat umat dapat dikenakan hukum penggembalaan gereja.Kemudian bagian pasal ketujuh berisikan kesimpulan dari yang sudah dijelaskan dari awal hingga akhir.Masing-masing pasal terbagi menjadi bagian-bagian yang tetap masih ada hubungan dengan garis besar pasal tersebut. Bagian-bagian ini lebih memperjelas saja. Saya akan fokuskan diri perihal hukum penggembalaan yang dikenakan pada jemaat yang berhubungan dengan penyembahan pada tuhan budaya lokal batak.

Pasal mengenai hukuman yang dijatuhkan perihal jemaat yang berhubungan dengan tuhan dalam budaya lokal batak sebelum kekeristenan masuk,terdapat dalam pasal ketiga sub bagian pertama.Bagian ini mengenai Hukum Taurat yang pertama.Adapun bunyi dari hukum ini semua berbahasa batak,tetapi untuk memudahkan mengerti maka akan saya artikan tentu dengan keterbatasan saya dalam tabel dibawah ini.

RPP Bahasa Batak Pasal 3 sub bagian 1 C Bahasa Indonesia Na Marsomba tu mulajadi na bolon,debata

siasii,debata Batara Guru,marsomba tu soripada, debata mangala bulan I, I ma na marurat di ugamo hasipelebeguon.

Yang menyembah pada Sang Awal yang Maha Besar,Dewa Pengasihan,Dewa pendiri segala kerajaan atas dunia ini,dewa nasib manusia,dewa penguasa segala ilmu putih dan ilmu hitam, kesemuanya itu yang ada dalam agama yang menyembah roh jahat/hantu. Di atas kita dapat melihat bahwa perihal mengenai penyembahan terhadap ilah-ilah lokal akan dikenakan hukum penggembalaan dan siasat dari Gereja.Kesemuanya yang disebutkan diatas adalah nama-nama ilah lokal batak,ketika kekeristenan belum hadir di Sumatera Utara.Mengenai sejarah dan asal-usul ilah-ilah lokal itu akan dijelaskan lebih lanjut dibagian selanjutnya.

Dewa-Dewa di dalam Mitologi Batak

Dalam kepercayaan batak toba sebelum masuknya agama Kristen, Mulajadi na Bolon adalah Tuhan Yang Maha Esa dengan kuasa kemuliannya di banua atas ( Dunia Atas).4 Adapun

wujud pancaran dari kekuasaannya yaitu Debata Natulo (Dewa yang tiga),disebut sebagai

Batara Guru (Lambang Hitam) yang menandakan kebijakanNya,Debata Sori menandakan kesucian dengan lambing putih serta Debata Balabulan menandakan kekuatan dengan lambangnya berwarna merah. Dalam mitologi batak,burung laying-layang berkedudukan seperti kurir atau penghubung antara langit dengan bumi.5 Melalui burung laying-layang inilah Debata

mulajadi nabolon nantinya mulai memberitahukan kepada Boru deak parujar yakni putri seorang

4 Dalam keyakinan masyarakat batak dahulu, dunia ini terdiri atas tiga,yaitu dunia atas,dunia tengah dan dunia bawah. Dunia atas ditempati oleh Mulajadi na bolon,dunia bawah yang ditempati kini oleh manusia dan dunia bawah dimana penuh kengerian dan menjadi tempat roh-roh yang jahat. Lih dalam buku Drs.DJ Gultom dalam buku Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak. Hanya saja mengenai dunia bawah saya rasa masih simpang siur. Jika dalam buku ini dikatakan bahwa dunia bawah adalah Api neraka tetapi dalam

(5)

dewa yang berada di bumi untuk kemudian tercipta manusia pertama.Sehingga mengenai konsep manusia pertama dalam kekeristenan tampaknya bukan hal baru bagi kepercayaan suku batak tempo lalu.

Ciptaan pertama dari Mulajadi Na Bolon adalah Manuk-manuk Hulambujati (Ayam yang bernama Hulambujati).Ayam ini memiliki paruh yang terbuat dari besi dan taji sebesar kepompong kupu-kupu raksasa yang terbuat dari tembaga.Kemudian dalam mitologi batak adapula disebut sebagai debata asiasi (Dewa pengasihan) yang bukan ciptaan dari Mulajadi Na Bolon,tetapi nantinya menjadi penghubung antara Batara Guru dengan wujud pancaran kuasa kebijakan itu menemui manusia.

Dalam perkembangan selanjutnya akan kepercayaan ini,pemimpin pelaksana acara spiritual adalah pemimpin parmalim6.Dia yang dianggap manusia suci dan cerdik pandai,yang

dapat mengetahui sabda dari penghuni banua atas melalui alam ciptaannya yaitu kejadian alam itu sendiri.Dengan meneliti kejadian alam maka parmalim mengetahui sabda dari penghuni

banua atas.Dalam perkembangan selanjutnya,tumbuh interpretasi baru dalam hal kepercayaan ini.Jika pada mulanya hubungan mendasar hanya diadakan untuk penghuni banua atas maka dalam perkembangan ada hubungan alam lingkungan dengan kehidupan manusia.Titik tolak pertama adalah agar manusia dapat berhubungan dengan penghuni banua atas,manusia itu harus bersih dengan sesajennya yang bersih pula yakni lingkungannya. Kemudian hal ini akhirnya mengarah pada animisme dan dinamisme.Meski begitu pemujaan yang dilakukan oleh orang batak dahulu dengan tetap tujuannya untuk berhubungan dalam persekutuan dengan penghuni

banua atas.

Memilih tempat pemujaan itu,bukan untuk menyembah tempat itu,tetapi adalah di dorong oleh kejiwaan,bahwa tempat itu merupakan sarana yang memudahkan mereka dapat lebih mudah menyatukan tondi (Roh) dalam hubungan persekutuan dengan penghuni banua atas.Tetapi interpretasi yang kurang tepat diberikan oleh para misionaris barat,hingga menyebut kepercayaan ini sebagai sipele begu (Berhubungan dengan Roh Jahat/ hantu).Padahal kepercayaan batak toba sejajar dengan monotheisme di Timur Tengah,Brahma Atman di India,Tien di Tiongkok.7Pandangan bahwa Parmalim/kepercayaan suku batak dahulu merupakan sipele begu

ini yang tampaknya masih menjiwai pemahaman tim penyusun RPP/Hukum Penggembalaan dan Siasat Gereja yang telah kita lihat di atas.Dengan mengatakan bahwa keyakinan masyarakat batak dahulu adalah “ugamo sipele beguon”(Agama menyembah Roh Jahat/Hantu),tampaknya penyusun RPP masih mengikuti pemahaman missionaris barat yang kala itu mengkategorikannya demikian.Banyak missionaris barat yang masih terjebak pada sikap radikal yang menolak kebudayaan.Dalam hal ini budaya lokal,termasuk di dalamnya mengenai kepercayaan tempo lalu

5 Dr A Lumbantobing,Makna Wibawa Jabatan dalam Gereja Batak (Jakarta:BPK Gunung Mulia,1957) hal 8

6 Parmalim merupakan nama kepercayaan dahulu yang eksis di kalangan orang-orang batak .

(6)

orang batak. Adapun mengenai tipologi sikap-sikap terhadap budaya,pernah dipetakan oleh R Niehbuhr dalam bukunya yang fenomenal Christ and Culture.

Kristus dan Kebudayaan

Richard Niehbuhr,seorang Teolog Amerika mencoba memetakan sikap-sikap gereja mengenai kebudayaan.Dalam bukunya yang terkenal Christ and Culture,dia berupaya melihat,bagaimana gereja-gereja yang ada di Amerika, melihat relasi antara Kristus dengan Kebudayaan.Kebudayaan yang dimaksud disini mencakup hasil-hasil kerja manusia,yang terbatas pada adat semata.Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitiannya, dia menyimpulkan ada lima sikap terhadap budaya.Kelima sikap itu yakni yang pertama Sikap Radikal, dalam sikap ini,sama sekali tidak mengakui ada hubungan antara iman dan budaya.Iman datang dari atas, dari Tuhan,sedangkan budaya datang dari bawah,dari manusia.Yang datangnya dari atas itu murni,sedangkan yang dari bawah itu cemar karena berdosa.Sikap ini banyak dipraktikkan oleh missionaris yang datang ke Indonesia.Termasuk para missionaris Jerman yang melakukan Penginjilan di tanah batak8

Sikap yang kedua yakni akomodatif.Sikap ini merupakan kebalikan dari sikap radikal.Disini tidak ada pertentangan sama sekali antara iman dan kebudayaan.Nilai-nilai yang menjadi dambaan masyarakat dianggap sebagai nilai-nilai yang juga dikejar dalam penghayatan iman.Jika mau dicontohkan,missionaris yang datang ke Indonesia bersikap akomodatif terhadap budaya mereka sendiri,tetapi tidak pada budaya lokal dimana injil dia sampaikan.Lalu yang ketiga sikap sintetik,dimana baik injil maupun kebudayaan diterima dalam kesatuan yang saling mengisi.Gereja Roma Katolik biasanya berada di sikap ini.Yang ke-empat yaitu sikap dualistik, ini juga kerapkali ditampilkan oleh HKBP.Dalam sikap ini,orang mengakui dan hidup dalam dua dunia,seperti katak,yang dapat hidup di dua dunia,air dan darat.Dunia yang pertama adalah Kerajaan Allah sedangkan dunia yang kedua adalah masyarakat.Nilai-nilai diantara keduanya tidak dibayangkan berhubungan satu dengan yang lain. Sehingga mengenai adat,meskipun ada yang dilarang dalam HKBP,tetapi dalam kenyataannya,jemaat melakukan hal tersebut dan tidak ada dikenakan Hukum penggembalaan. Sikap yang terakhir yaitu kebudayaan dapat diterima,tetapi tetap terbuka kemungkinan bahwa iman dapat menghakimi kebudayaan dan adat istiadat.Gereja aliran calvinis yang tampak menganut sikap ini.

Model Teologi Sintesis Stephen Bevans

Stephen Bevans coba memetakan enam model teologi kontekstual yang di gereja-gereja Barat.Ke-enam model itu yakni Model terjemahan,Praxis,Anthropologis,Sintesis,Transendental dan model budaya tandingan.Saya akan lebih fokuskan pada model teologi kontekstual sintesis.9Dalam model teologi kontekstual sintesis secara sadar memadukan pendekatan

terjemahan,sikap mendengarkan dengan sungguh-sungguh konteks dimana seseorang berteologi

8 Gerrit Singgih, Iman dan Adat Istiadat:Sebuah Pergumulan Klasik dalam buku Berteologi dalam Konteks.

(7)

sangat diperhatikan,sekaligus juga mengindahkan secara sungguh-sungguh dinamika epistemologi dari model praksis. Metode dasar dari model ini ialah dialog/percakapan dengan tradisi,dengan konteks, dengan keniscayaan praksis.

Jika mau dikaitkan dengan pengakuan iman dan hukum penggembalaan HKBP,maka menurut model ini, konteks haruslah diperhatikan dengan sungguh-sungguh.Jangan sampai injil diperlawanankan dengan kebudayaan.Tetapi mengenai injil dan budaya harus dicari titik temu yang dapat menghubungkan keduanya.Dalam budaya,entah bagaimana sudah ada unsur keselamatan itu.Mengacu pada Gerrit Singgih,budaya yang ada baiknya diakomodir dalam hubungannya dengan injil. Model sintesis pun turut memperhatikan dialog antara budaya dengan injil haruslah terjadi.Bukan dipertentangkan,atau diperhadap-hadapkan.Seakan antara injil dan budaya tidak bisa diperjumpakan.

Menuju Pengakuan Iman Kontekstual

Sebagai contoh perbandingan dalam penyusunan pengakuan iman yang kontekstual,saya akan coba lihat dari pengakuan Iman Gereja Protestan Maluku (GPM),Saya memilih GPM,karena dalam pengakuan imannya,budaya lokal sudah mendapat perhatian dan bahkan diakomodir dalam isi pengakuan iman mereka. Secara khusus dalam pokok-pengakuan iman GPM tahun 2005, penghargaan terhadap ketuhanan lokal itu sudah diakomodir.” percaya kepada Allah dalam hubungan dengan tete nene moyang” merupakan salah satu isi dari dokumen

gerejawi GPM. “tete nene moyang” merupakan sebutan pada nenek moyang dalam suku di

Maluku.10 Bagi orang-orang di Maluku, nenek moyang mendapatkan tempat yang tinggi. Berfungsi sebagai perantara antara manusia yang hidup di dunia dengan yang Ilahi disebut upu. Keyakinan ini menjiwai seluruh kehidupan orang-orang di Maluku,bahkan setelah kekeristenan masuk,hal ini tidak hilang,melainkan diendapkan dalam diri tiap-tiap orang di Maluku.

Karena tidak bisa dipisahkan dari worldview orang-orang Maluku, GPM sebagai denominasi gereja Kristen besar di sana,mulai mengakomodir kedalam pengakuan imannya.Adapun maksud daripada tindakan ini,tidak lain dan tidak bukan agar injil lebih lagi dapat dipahami dan dijiwai oleh umat di Maluku. Kepercayaan lokal dahulu, dianggap sangat berperan penting dalam jati diri umat.Sehingga upaya untuk memisahkan dan bahkan dengan arogan mengkafirkan keyakinan lokal yang lama dihidupi orang-orang di Maluku bukanlah tindakan yang bijaksana. Tindakan kurang bijaksana itu pula yang sepertinya ditampilkan HKBP melalui pengakuan iman dan Hukum Penggembalaan dan Siasat gereja yang telah dibahas diatas.

Seyogyanya, HKBP bisa mengakomodir konsep mengenai ketuhanan yang lama dihidupi oleh masyarakat batak.Bukannya menampilkan diri mengambil sisi yang sama sekali

berhadap-10 Mengenai “tete nenek Moyang” dapat dilihat lebih lanjut dalam

https://tounusa.wordpress.com/2011/08/26/kedudukan-tete-nene-moyang-dalam-pengakuan-iman-gpm-beberapa-tanggapan-kontekstual/ . Dalam paper ilmiah, penggunaan domain wordpress sejatinya tidak diperkenankan.Tetapi saya kesulitan mencari tulisan lain sehubungan dengan Analisis terhadap Pengakuan iman GPM,oleh sebab itu segala

(8)

hadapan dengan budaya lokal.Kontekstualisasi yang diupayakan haruslah juga mencari titik temu perjumpaan injil dengan kebudayaan lokal,bukan malahan saling meniadakan dan saling mengsubordinasikan.Penyematan pada kepercayaan lokal dulu sebagai agama yang berkonotasi kekafiran haruslah dikaji lebih mendalam.Jangan sampai hal tersebut merupakan warisan peninggalan missionaris barat yang memang seringkali kurang simpati dengan budaya lokal.Akhirnya karena hal tersebut,maka konsep-konsep ketuhanan lokal juga tidak dipandang penting untuk di masukkan kedalam pengakuan iman.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan didasari pada asumsi bahwa tambahan modal yang semakin berkurang, menurut teori neoklasik bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi daerah miskin lebih tinggi dari

Pada hukum waris adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-asas hukum waris, tentang harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikkannya dari

Sedangkan menurut Suharsimi (2013:272) menyatakan bahwa metode observasi adalah format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan

Ketika kompetisi meningkat khususnya pada keahlian dan pengetahuan karyawan, maka efektivitas dan efisiensi dari manajemen penggajian dan fungsi manajemen sumber

Perbedaan penelitian terdahulu dengan peneliti sekarang adalah variabel yang digunakan dalam penelitian sekarang yaitu FDR, NPF dan ROE sedangkan dalam penelitian terdahulu

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA). KABUPATEN

to Learn Math at the Students of SMP State 53 Palembang Marhamah Fajriyah Nasution, Faculty of Teacher Training and Education of Sriwiiaya University.

Pada suhu 26°C diperlukan waktu 25 hari untuk virus dari saat terinfeksi ke dalam tubuh nyamuk sampai dengan virus tersebut berada dalam kelenjar ludahnya dan siap ditularkan,