BAB I : REVIEW ANALISIS VEKTOR
1.
Pendahuluan
Pada bab ini vektor akan dijelaskan melalui dua sisi yaitu - Interpretasi Geometri atau biasa disingkat IG - Aljabar atau biasa disingkat Al
Macam-macam solusi persamaan linier:
- Ada solusi dan merupakan solusi unik (apabila dua garis pada kurva saling berpotongan)
- Ada solusi tetapi solusi tidak unik (apabila dua garis pada kurva saling sejajar) - Tidak ada solusi
2.
Definisi Vektor
Syarat vektor yaitu memiliki arah, besaran, dan memenuhi operasi vektor (penjumlahan, dot product, dan cross product)
3.
Reresentasi Vektor
Untuk vektor sendiri biasa diberikan dengan simbol A atau Â
Dimana jika di interpretasikan dalam aljabar = + + , sedangkan
intrepertasinya dalam geometri menjadi ... Sedangkan untuk | | = √ + +
4.
Operasi Vektor
- Penjumlahan
Aljabar : + = + + +
Interpretasi Geometri (dengan paleogram) - Dot product
besar proyeksi dengan vektor arah proyeksi. - Cross product
Aljabar: = =
Interpretasi Geometri: | | = = | || | s�� � dengan ° � 8 °
Contoh pengaplikasiannya adalah sebagao berikut, 1. untuk dot product: � . =
5.
Rauang Vektor dan Basis
Ruang Vektor
Syaratnya: ada korespondensi 1-1, titik (x,y,z), vektor = + + .
Ruang yang dipenuhi oleh syarat dari titik dan vektor tersebut: R3(Real), V3(Vektor), E3(Euclidian).
Vektor Basis
Merupakan vektor elementasi dasar yang menyusun semua vektor dalam sistem koordinat yang bersesuaian
Kartesian: ̂ , ̂ , ̂ Silinder: ̂ , ̂�, ̂ Bundar: ̂ , ̂�, ̂�
6.
Tambahan
Inner product
| |. | | = ∑= .
Norm (besaran Vektor)
|| || = √ . = √∑=
Dua vektor dinyatakn ortogonal jika inner productnya = 0
∑ . =
=
. c�s � =
BAB II : ANALISIS TENSOR 1
Definisi dari tensor adalah objek geometri atau matematik yang dapat digunakan untuk menggamarkan sifat-sifat fisis dan karakteristiknya.
Contoh tensor adalah � = � yang kemudian bisa dimodifikasi menjadi,
� = . � Vektor = vektor . skalar �′= �°. �′
= �. Skalar = vektor . vektor �° = �′. �′
� = � Vektor = vektor x vektor �′ = �′ �′
Tabel hubungan antara orde tensor dan nilai Euclidiannya:
Tensor orde ke Komponen dalam Euclidiannya
0 1
1 3
2 9
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungannya dapat dilihat melalui rumus:
n adalah nilai euclidian ke-n
o adalah nilai ordenya. (dimana orde 1 disebut skalar, orde 2 disebut vektor, orde 3 disebut dyadic)
Tensor orde kedua ialah ketika sebuah besaran fisis tidak cukup dideskripsikan
de ga satu uah vektor saja. Ke udia operasi i er produ t dari T’ de ga T2 akan menghasilkan vektor dengan arah dan besaran yang baru.
Contoh:
� =� → � = �
F adalah gaya yang merupakan besaran vektor
BAB III : ANALISIS TENSOR 2
TRANSFORMASI KOORDINAT
Transformasi koordinat ortogonal dan linier 1. Transformasi linier
Mislakan = + , dan = +
Kemudian dibuat dalam bentuk matriks menjadi
= ⇒ � = .
( ′′) = ⇒ �′ = .
Dengan m adalah matriks transformasi linier (yang berisi info tentang transformasinya)
Maka setelah ditransformasikan menjadi:
′ = + dan ′= +
2. Transformasi orthogonal adalah transformasi linier yang mensyaratkan |r|
dengan nilai yang tetap
| | = √ + dengan
+ = + + + + + = + +
+ + +
Maka + = , ≠ = , + =
BAB IV : ANALISIS TENSOR 3
CURVILINIER KOORDINATES
Sistem koordinat kurvilinier merupakan sistem koordinat yang garis koordinatnya bisa berupa garis lurus maupun lengkungan. Sistem koordinat ortogonal merupakan sistem koordinat permukaan yang saling tegak lurus. Permukaan koordinat adalah permukaan yang dibentuk dengan mengambil satu variabel sumbu koordinat sebagi konstanta.
Contoh:
1. Pada koordinat cartesian y
x x=4
Diamana z=0 dan x=4, maka akan terlihat bahwa garis A merupakan garis potong antara permukaan koordinat.
2. Pada koordinat silinder
Garis tebal merupakan garis perpotongan antara permukaan koordinat. Dimana garis
– garis tersebut didapat dari pemisalan berikut: Misalkan � =�
BAB V : KOORDINAT UMUM
Koordinat kartesian 3 dimensi (x,y,z) – koordinat umum (q1,q2,q3)
Contoh koordinat polar
Koordinat polar: = = �
Sehingga , � = c�s � , � = s�� �
= + =�� +��� � = c�s � −
s�� � � = �� +��� � = s�� � − c�s � �
Contoh koordinat umum
=�� +�� +��
=�� +�� +��
=�� +�� +��
Menghitung panjang kurva ds yaitu ds2
= + + → = ∑
Untuk koordinat ortogonal, maka panjang koordinatnya menjadi
= ℎ + ℎ + ℎ
� dengan h adalah faktor skala
Untuk koordinat polar, maka panjang koordinatnya menjadi
= ℎ + ℎ� �
ℎ = �� + �� = c�s � + s�� � = → ℎ =
ℎ� = ��� + ��� = c�s � + s�� � = → ℎ� =
∴ = ℎ + ℎ� � = + �
Contoh koordinat silinder
Hubungan variabel koordinat kartesian dengan koordinat silinder
ℎ = �� + �� + �� = c�s � + s�� � + = → ℎ =
ℎ� = ��� + ��� + ��� = c�s � + s�� � + = → ℎ� =
ℎ = �� + �� + �� = + + = → ℎ =
∴ = + � +
Contoh koordinat bola
Hubungan variabel koordinat kartesian dengan koordinat bola
, �, � = s�� � c�s � , , �, � = s�� � s�� �, , �, � = c�s �
ℎ = �� + �� + �� = s�� � c�s � + s�� � s�� � +
c�s � = → ℎ =
ℎ� = ��� + ��� + ��� =
� s�� � + c�s � c�s � + s�� � = → ℎ� =
ℎ� = ��� + ��� + ��� = − s�� � s�� � + s�� � c�s � +
= s�� � → ℎ� = s�� �
∴ = ℎ + ℎ� � + ℎ� � = + � +
s�� � �
Elemen Luas dan Volume Integral Jacobian
= �
= � (merupakan elemen luas permukaan bidang dengan jari-jari a)
= ∫ ∫ ∫= �=� = � = ∫ ∫= �=� � = ∫= � = �
∴ = , �, = = �
Jacobian
Jacobian merupakan matriks yang menentukan elemen variabel koordiant suatu sistem koordinat ke sistem koordianat lain
Contoh: untuk integral volume ∭ , ,
= ∭ [ , , ] =�� , ,, ,
Dimana � , ,
� , , adalah faktor skala jacobian
� =�� , ,, , = ||
Contoh dalam koordinat polar, untuk mencari luas (dA)
, � = c�s �, , � = s�� �
BAB VI : OPERASI VEKTOR DALAM SUMBU KOORDINAT
KURVILINIER
Gradien turunan berarah �∅ dengan ∅adalah besaran fisis skalar.
1. Perubahan besaran yang bergantung pada arahnya �
� ∅ x, y, z
2. Gradien fungsi pada arah vektor satuan � = ∅= �∅. �
3. Sifat gradien tegak lurus dengan permukaan
Gradien pada sistem koordinat umum
�∅ = ℎ ��∅ + ℎ ��∅ + ℎ ��∅
Gradien pada sistem koordinat silinder
�∅ = �∅� + � �∅��+ �∅�
Operasi vektor dalam sumbu koordinat kurvilinier
1. Gradien turunan berarah
�∅ = ℎ ��∅ + ℎ ��∅ + ℎ ��∅ = ∑ = ℎ ��∅
2. Divergensi �. �
Divergensi mendeskripsikan aliran total suatu besaran yang masuk atau keluar dari suatu daerah tertentu. Dan menggambarkan bagaimana suatu vektor menyebar pada suatu titik.
∇ . ∅ = ∇. ∇∅ = �� =ℎ ℎ ℎ [�� ��∅ ℎ ℎℎ +�� ��∅ ℎ ℎℎ +�� ��∅ ℎ ℎℎ ]
Aplikasi operator vektor
gradien merupakan medan skalar yaitu besaran fisis yang memiliki nilai yang spesifik pada titik tertentu di dimensi 3.
Gradien kemiringan menandakan adanya perubahan nilai yang skalar. Contohnya adalah sebagi berikut:
1. Medan skalar
�∅ =��∅ +��∅ +��∅
2. Gradien di suatu titik
Masukan nilai x, y,z pada titik tersebut 3. Turunan berarah
�∅
� = �∅. � dengan u adalah arah
4. Turunan berarah terbesar pada arah tertentu
�∅
� =
BAB VII: FUNGSI - FUNGSI KHUSUS
1. Fungsi faktorial
∝> , ∫ −∝
dimana rumus ini merupakan rumus fungsi faktorial
2. Fungsi gamma
= ∫ − −
Maka secara umum berlaku rumus:
= ∫∞ − − , >
+ = ∫∞ − , > −
Sifat fungsi gamma rekursif
+ = ∫∞ − ⟹ ∫ .
Maka sifat hubungan rekursifnya menjadi
+ = , −
Hubungan rekursif : + = , −
4. Beberapa nilai khusus fungsi gamma Misalkan =?
Selain itu terdapat fungsi khusus lain yaitu:
− − =sin ��
FUNGSI BETA
1. Definisi fungsi beta dalam bentuk integral tentu
, = ∫ − − − , > , >
2. Dalam bentuk trigonometri
Jika dipilih = s�� � = s�� � c�s � �
Jika dipilih = = − = −
4. Hubungan fungsi gamma dan fungsi beta Fungsi gamma dalam variabel bebas t
= ∫∞ − −
��salka� t = y �aka dt = ydy
= ∫∞ − −
= ∫∞ − −
= ∫∞ − −
Kemudian kalikan antara hasil variabel p dan variable q
. = ∫ ∫∞ ∞ − − −( )
Fungsi error sendiri didefinisikan sebagai luas dibawah kurva = − ...
erf =
√�∫ −
Fungsi distribusi normal atau standar gaussian :
Φ = −∞, =
Fungsi error komplementer:
erf =
√�∫ − = − erf
∞
Jika dinyatakan dalam bentuk Φ menjadi:
erf = Φ( √ ) −
Nilai – nilai khusus, sifat – sifat, dan lain – lain
a. Dinyatakan dalam Φ : erf = Φ
√ −
b. erf − = −erf
c. Fungsi error imajiner: erf =
√�∫
f. Untuk nilai x yang sangat kecil, maka fungsi akan didekati dengan ekspansi deret pangkat
erf =
Sifat tambahan dari error function
Ι = ∫ − = √� erf − erf
APROKSIMASI STIRLING
! ~ − √ � untuk nilai n yang sanagta besar, maka nilainya akan mendekati 1
+ = ! = ∫ − ∞
= ∫ � −
∞
= ∫ − = ∫ −
∞ ∞
= ∫ + √ − − √ √
∞
−√
~ √ . − ∫ −
∞
−√
= − √ ∫ − = − √ [√ � − ]
∞
−√
BAB VIII: POLINOMIAL LEGENDRE
Fungsi Legendre atau Persamaan Differensial Legendre
− �� − �� + = = +
− ′′′− ′+ = → ′′− ′′− ′+ =
Ekspansi deret pangkat y:
= + + + ⋯ +
Jumlahkan masing-masing suku ke bawah=0 maka akan didapat,
= − , = − , = −
Hubungan dengan persamaan polinomial legendre
= − = − +!
Ortogonalitas polinom legendre Ortogonal → ∫ =
Untuk polinomial legendre � yang merupakan kumpulan fungsi dari An(x) Maka ortogonalitas An(x) pada selang (a,b) menjadi
∫ =
Normalisasi polinom legendre Norm sendiri berarti besaran
Maka norm A(x) pada selang (a,b) adalah
∫ = ∫ = �
Dimana fungsi x dinyatakan ternormalisasi jika ∫ � �
Aturan Leibniz
Aturan ini merupaka aturan yang digunakan pada differnsial orde tinggi
�
Formula Redigues ≡ fungsi legendre �
� = !�� −
Jika = − maka �
� . = �
Langkah-langkah menggunakan formula rodigues: i. Samakan antara ruas kiri dan ruas kanan
ii. Turunkan i sebanyak (l+1) kali dimana ruas kiri=ruas kanan
FUNSI BESSEL
1. Definisi fungsi bessel
�
� +
�
� + − =
′′+ ′+ − =
Dimana p adalah konstanta (tidak harus integer) yang merupakan orde fungsi bessel yang mempunyai solusi dari persamaan bessel.
2. Solusi persamaan differensial fungsi bessel
Aproksimasi menggunakan metode forbiniues (generalize power series)
= ∑∞ +
Maka persamaan differsnsial bessel menjadi:
∴ ′ ′+ − =
3. Fungs bessel orde pertama
� = [Γ Γ + −Γ Γ + + + ⋯ ]
∴ � = ∑∞ Γ + Γ ± +− ± =
=
4. Hubungan rekursif fungsi bessel a. �
� [ � ] = � −
b. �
� [ − � ] = − � +
d. � − − � + = � ′