• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERIAN VITAMIN E ORAL TIDAK BERPENGARUH TERHADAP KADAR ESTRADIOL PADA WANITA POSTMENOPAUSE.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBERIAN VITAMIN E ORAL TIDAK BERPENGARUH TERHADAP KADAR ESTRADIOL PADA WANITA POSTMENOPAUSE."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

PEMBERIAN VITAMIN E ORAL TIDAK

BERPENGARUH TERHADAP KADAR

ESTRADIOL PADA WANITA

POSTMENOPAUSE

ASTRID TANUMIHARDJA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

TESIS

PEMBERIAN VITAMIN E ORAL TIDAK

BERPENGARUH TERHADAP KADAR

ESTRADIOL PADA WANITA

POSTMENOPAUSE

ASTRID TANUMIHARDJA NIM 1490761008

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

PEMBERIAN VITAMIN E ORAL TIDAK

BERPENGARUH TERHADAP KADAR

ESTRADIOL PADA WANITA

POSTMENOPAUSE

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

ASTRID TANUMIHARDJA NIM 1490761008

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL ……….

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And, FAACS Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And

NIP 194612131971071001 NIP 194402011964091001

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana

pada Tanggal………..

(5)

No:……….

Tanggal ………

Panitia Penguji Usulan Penelitian Tesis adalah:

Ketua : Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And, FAACS

Sekretaris : Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And

Anggota :

1. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, Msc, Sp.GK

2. Prof. dr. IGM. Aman, SpFK

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama, penulis hendak mengucapkan Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang

Maha Esa atas berkat dan rahmat yang diberikanNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis yang berjudul PEMBERIAN VITAMIN E ORAL TIDAK

BERPENGARUH TERHADAP KADAR ESTRADIOL PADA WANITA

POSTMENOPAUSE dengan sebaik-baiknya. Tesis ini dibuat sebagai prasyarat

menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar Magister pada Program

Magister Program Studi Ilmu Biomedik, kekhususan Anti-Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Selama proses penelitian ini, penulis mendapat banyak pelajaran dan

pengalaman berharga yang telah memperkaya wawasan penulis dalam segi ilmiah

maupun social yang berguna bagi hidup penulis. Semuanya itu tidak lepas dari

peran serta orang-orang di sekitar penulis yang senantiasa mendukung dan

membantu penulis pada saat-saat yang sulit. Penulis menyadari bahwa tesis ini

dapat terselesaikan oleh karena bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak,

maka penulis hendak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD.

KEMD atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk

mengenyam pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana

2. Direktur Program Pascasarjana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi,

Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk

mengenyam pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana

3. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK, ketua Program

Studi Biomedik, selaku penguji yang banyak memberikan penulis

masukan yang bermanfaat dalam penyususan tesis ini.

4. Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp. And, FAACS selaku

(7)

penulis ketika menghadapi kesulitan dalam menyusun tesis ini serta

atas segala masukan beliau dalam penyusunan dan perbaikan tesis ini.

5. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And selaku pembimbing II,

atas segala perhatian, kesabaran dan kesediaannya untuk dihubungi

setiap saat ketika penulis mengalami kesulitan serta atas

masukan-masukan yang berguna dalam penyusunan dan perbaikan tesis ini.

6. Prof. dr. IGM. Aman, SpFK selaku penguji, yang dengan sabar

memberikan banyak masukan serta bimbingan dalam perbaikan tesis

ini

7. Dr. dr. Desak Made Wihandani, MKes selaku penguji yang telah

memberikan koreksi dan masukan yang sangat berguna bagi perbaikan

tesis ini.

8. Drs. Ketut Tunas selaku staf pengajar statistik Pasca Sarjana Biomedik

Universitas Udayana yang telah membantu penulis dalam membaca

data dan mengolah statistik penelitian.

9. Seluruh dosen Pascasarjana Biomedik Universitas Udayana yang tlah

membimbing penulis dalam menempuh pendidikan dari awal hingga

selesainya tesis ini

10.Seluruh staf Program Magister Ilmu Biomedik Kekhususan Anti-Aging Medicine Universitas Udayana yang selalu siap membantu ketika penulis mengalami kesulitan dan hambatan dalam menyelesaikan tesis.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pak Edy, Geg Wah, Geg

Eni, Mbok Amie, Mbok Yethi dan seluruh staff lainnya atas kebaikan

yang penulis terima.

11.Seluruh peserta yang telah bersedia menjadi sampel penelitian penulis

atas kerjasama selama penelitian berlangsung, sehingga tesis dapat

(8)

12.Kedua orang tua, tunangan, kakak serta seluruh keluarga dan sahabat

penulis atas semua dukungan, doa, pengertian dan kasih yang tiada

taranya kepada penulis selama masa pendidikan hingga penyelesaian

tesis.

13.dr. Cheria Valentina, dr. Adeline Ivana Dewi, dr. Sissy Yunita, dr.

Monica Pranoto, dr. Astrid Karina, dr. Ivonne Kurniawan, dr. Ellen

Destrisa, sebagai sejawat sekaligus sahabat yang berjuang bersama

sejak awal kuliah hingga selesainya tesis ini

14.Teman sejawat mahasiswa Program Magister Ilmu Biomedik

Kekhususan Anti-Aging Medicine angkatan IX atas kekompakan, perhatian dan dukungan yang tiada henti untuk satu sama lain.

15.Semua pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhir kata, penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kata

sempurna, sehingga saran dan masukan yang membangun dari berbagai pihak

sangatlah diharapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi

perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran terutama di bidang Anti-Aging Medicine (AAM) dan bagi masyarakat luas. Semoga Tuhan memberkati kita semua.

Denpasar, 2 Juni 2016

(9)

ABSTRAK

PEMBERIAN VITAMIN E ORAL TIDAK BERPENGARUH TERHADAP KADAR ESTRADIOL PADA WANITA POSTMENOPAUSE

Hormon estrogen memiliki peranan penting dalam kehidupan wanita, diantaranya membantu perkembangan karakteristik seks sekunder wanita, mengatur fungsi reproduksi (menstruasi, libido, kesuburan). Oleh sebab itu, penurunan hormon estrogen pada wanita dapat mengakibatkan menopause. Organ tubuh manusia yang mengandung reseptor estrogen di antaranya adalah otak, hati, payudara, kulit, tulang serta pembuluh darah. Bila terjadi penurunan hormon estrogen (menopause), organ-organ tersebut akan memberikan reaksi yang menimbulkan gejala-gejala menopause. Salah satu suplemen mikronutrien yang berguna dalam mengatasi gejala menopause adalah Vitamin E. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek dari pemberin Vitamin E oral terhadap kadar hormon estradiol pada wanita menopause.

Penelitian ini merupakan penelitian double blind randomized clinical trial

dengan menggunakan Pre-Post Test Control Group Design. Data dikumpulkan dari 31 wanita menopause. Semua subyek diambil darahnya pada awal dan akhir penelitian untuk diperiksakan kadar hormon Estradiol (E2). Subyek dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok kontrol terdiri dari 15 orang dan kelompok perlakuan terdiri dari 16 orang. Kelompok kontrol diberikan plasebo (vitamin B1/tiamin) dan kelompok perlakuan diberikan vitamin E (tokoferol) untuk dikonsumsi setiap hari selama 12 minggu. Masing-masing kelompok diberikan vitamin untuk satu minggu, sehingga terjadi pertemuan dengan peneliti selama 12 kali.

Uji perbandingan setelah diberi perlakuan mendapatkan rerata kadar estrogen kelompok kontrol adalah 13,283,27 dan kelompok perlakuan adalah 12,030,61. Analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney menunjukkan nilai U= 91,50 dan nilai p= 0,160 yang berarti bahwa rerata kadar estrogen pada kedua kelompok setelah diberi perlakuan tidak berbeda secara bermakna (p>0,05). Pada akhir penelitian, didapatkan rerata kadar estrogen kelompok kontrol mengalami penurunan dari 17,586,50 menjadi 13,283,27 dan rerata kadar estrogen kelompok perlakuan mengalami penurunan dari 15,792,84 menjadi 12,030,61. Analisis kemaknaan dengan menggunakan uji Wilcoxon menunjukkan penurunan tersebut secara statistik signifikan (p<0,05).

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian Vitamin E oral tidak mempengaruhi kadar hormon estradiol (E2) pada wanita menopause. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar bagi penelitian lebih lanjut yang lebih spesifik dalam mempelajari terapi untuk mengatasi keluhan wanita menopause.

(10)

ABSTRACT

ORAL VITAMIN E HAD NO EFFECT ON ESTRADIOL HORMONE IN POSTMENOPAUSAL WOMEN

Estrogen hormone holds an important role in women’s life, including help

promoting secondary sex characteristic, regulates reproductive function (i.e. menstruation, libido, fertility). Thus, decrease estrogen hormone in women leads to menopause. Human organ which contain estrogen receptor include brain, liver, breast, skin, bones and also blood vessels. Therefore, if decrease in estrogen hormone happens (menopause), those organs will give reaction which cause menopausal symptoms. One of the micronutrients supplement which are being said have a role in overcome menopausal symptoms is Vitamin E. The aim of this research is to figure out the effect of oral Vitamin E against estradiol hormones in menopausal women.

This study was a double blind randomized clinical trial research with Pre-Post Test Control Group Design. The data was gathered from 31 menopausal women. At the beginning and the end of the research, blood samples were taken from all the subjects to test their Estradiol (E2) hormone. Subjects were divided into two groups, 15 people as control group and 16 people as experimental group. For 12 weeks, the control group was given placebo (Vitamin B1/Thiamine) and the experimental group was given Vitamin E (Tocopherol) to be consumed daily. Each group was given vitamin every week, thus there were 12 times meeting between researcher and subject.

The comparison test after the treatment, showed that the mean of Estrogen level in the control group was 13.283.27 and the mean in the experimental group was 12.030.61. Analyis of significance using Mann-Whitney test showed the U

= 91.50 and the p = 0.160. This means that the mean of Estrogen level on the two groups after the treatment did not have a statistically significant difference (p>0.05). The findings at the end of the study showed that the mean of Estrogen level in the control group was decreased from 17.586.50 to 13.283.27 and the mean of Estrogen level in the experimental group was decreased from 15.792.84 to 12.030.61. Analysis of significance using Wilcoxon test showed that the decrease was statistically significant (p<0.05).

It was concluded that oral Vitamin E had no effect on estradiol (E2) hormone level in menopausal women. The result of this research is expected to be used as a basic of further and a more specific research that studied therapy to overcome menopausal symptoms.

(11)

DAFTAR ISI

II.1.4. Perubahan Sistem Tubuh Pada Proses Menua……….11

II.β. Sistem Reproduksi Wanita……….11

II.γ. Estrogen………..14

II.γ.1. Struktur, Sintesis dan Sekresi………..14

II.γ.β. Fungsi dan Efek………...15

II.3.3. Estrogen pada Masa Kehidupan Wanita………..17

(12)

II.4.1. Definisi menopause……….17

(13)

IV.7.4. Prosedur Pengambilan Data………...40

IV.8. Analisis Data……….40

BAB V. HASIL PENELITIAN………..41

V.1. Analisis Deskriptif...………...41

V.β. Uji Normalitas Data………...4β V.γ. Uji Komparabilitas Data……….4β V.γ.1. Analisis Komparabilitas Sebelum Perlakuan………..4β V.3.2. Analisis Komparabilitas Setelah Perlakuan………....4γ V.4. Uji Efek Perlakuan……….44

BAB VI. PEMBAHASAN PENELITIAN………46

VI.1. Subyek Penelitian………..46

VI.2. Pengaruh Pemberian Vitamin E Terhadap Kadar Hormon Estradiol pada Wanita Menopause………....47

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN……….51

VII.1. Kesimpulan………..51

VII.β. Saran………....51

(14)

DAFTAR TABEL

β.1. Recommended Daily Allowance Vitamin E.………..β6 5.1. Hasil Analisis Deskriptif……….41 5.β. Hasil Uji Normalitas Data Kadar Estrogen……….4β

5.3. Perbedaan Rerata Kadar Estrogen Antar Kelompok Sebelum Diberi

Perlakuan………4γ

5.4. Perbedaan Rerata Kadar Estrogen Antar Kelompok Setelah Diberi

Perlakuan………4γ

(15)

DAFTAR GAMBAR

β.1. Mekanisme Umpan Balik Secara Umum……….………...1γ β.β. Pengaturan Aktivitas Hormon Ovarium………….……….14 β.γ. Sintesis Estradiol……….………15 β.4. Kadar Estrogen pada Masa Kehidupan Wanita………..17 β.5. Fase Klimakterium……….……….β0 β.6. Patofisiologi Menopause………..……….………..β1 β.7. Patofisiologi Transisi Menopause……….………..ββ β.8. Struktur Kimia Vitamin E……….………..β5 4.1. Skema Rancangan Penelitian………..γ1 4.β. Skema Alur Penelitian….………...……….γ9

5.1. Grafik Perbandingan Kadar Estrogen Sebelum dan Setelah Perlakuan Antar

(16)

DAFTAR SINGKATAN

IGF-1 : Insulin-like Growth Factor

DHEA : Dehydroepiandrosterone

T3 : Triiodothyronine

PTH : Parathyroid Hormone

IU : International Unit

PGE2 : Prostaglandin E2

PGI2 : Prostaglandin I2

AAM : Anti-Aging Medicine

HbA1C: Hemoglobin A1C (Glycated Haemoglobin) g : Gram

(17)

DAFTAR LAMBANG

α : Alfa

β : Beta : Gamma

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuisioner Pola Hidup………55

Lampiran β. Surat Keterangan Isi Kandungan E400®………..58 Lampiran γ. Informed Consent………..59 Lampiran 4. Case Report Form………..6β

Lampiran 5. Surat Pernyataan untuk Pelaksaan Penelitian………6γ

Lampiran 6. Pengemasan Ulang Vitamin E dari Sofgel….………...64 Lampiran 7. Hasil Analisis Deskriptif………...65 Lampiran 8. Uji Normalitas Data………...66

Lampiran 9. Uji Mann-Whitney kadar Estradiol antar kelompok Sebelum dan

Setelah Perlakuan………...66

Lampiran 10. Uji Wilcoxon kadar Estradiol masing-masing kelompok Antara

(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Secara alamiah, proses penuaan merupakan sesuatu yang pasti terjadi pada

setiap makhluk hidup. Manusia menganggap bahwa menjadi tua merupakan hal

yang harus terjadi, sudah ditakdirkan dan merupakan masalah yang harus dialami.

Namun dengan adanya perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran, ditemukan

konsep baru berupa kekhususan Ilmu Kedokteran Anti-Penuaan atau Anti Aging

Medicine (AAM). Konsep tersebut mengemukakan bahwa proses penuaan

merupakan penyakit yang, seperti penyakit lainnya, dapat diobati dan dicegah.

Inilah pandangan baru yang harus ditanamkan pada manusia masa kini, yaitu usia

boleh bertambah namun kemampuan fisik dan psikis tetap baik sehingga kualitas

hidup juga tetap baik.

Penuaan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal (radikal

bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem

kekebalan yang menurun, genetik) dan faktor eksternal (gaya hidup tidak sehat,

diet tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, stress, kemiskinan)

(Pangkahila, 2007).

Gangguan hormon yang terjadi pada tubuh seseorang yang menua di

antaranya adalah penurunan hormon-hormon (IGF-1, DHEA, testosterone, T3),

(20)

2

peningkatan PTH dan homosistein serum, serta terjadinya “ovarian failure” pada

wanita di mana kadar hormon-hormon ovarium menurun (Setiati et al., 2009).

Salah satu hormon ovarium yang menurun pada proses penuaan adalah

hormon estrogen. Hormon estrogen memiliki peranan penting dalam kehidupan

wanita, diantaranya mempromosikan perkembangan karakteristik seks sekunder

wanita serta bentuk tubuh wanita (payudara dan pinggul), serta berperan dalam

pengaturan siklus menstruasi, lubrikasi vagina, mempengaruhi libido wanita,

hingga menginisiasi ovulasi (Pangkahila, 2015). Sedangkan pada pria, hormon

estrogen dibutuhkan untuk meregulasi fungsi reproduksi yang penting untuk

maturasi sperma dan juga diperlukan untuk libido yang sehat (Pangkahila, 2015).

Oleh sebab itu, penurunan dari hormon estrogen dapat memberikan efek dan

keluhan yang dapat diperburuk oleh gaya hidup yang tidak sehat, seperti kurang

berolahraga, nutrisi yang tidak adekuat, kurang tidur, efek samping obat tertentu

serta keracunan karena lingkungan tidak sehat (Pangkahila, 2007).

Penurunan hormon estrogen pada wanita berdampak pada sebuah masa

yaitu menopause, yang ditandai dengan gejolak panas (“hot flushes”), keringat

banyak, rasa kedinginan, sakit kepala, berdebar-debar, mudah tersinggung,

depresi, sulit tidur, hingga risiko aterosklerosis dan osteoporosis yang meningkat

(Jacoeb, 2009).

Arti dari menopause adalah berhentinya siklus menstruasi untuk

selamanya, umumnya terjadi pada median usia 50-51 tahun. Namun bukan hanya

(21)

gejala-3

gejala yang jika dibiarkan dapat mengganggu kualitas hidup (Pangkahila, 2007;

Setiati dan Laksmi, 2009).

WHO mencatat bahwa wanita menopause berjumlah sekitar 467 juta jiwa

di dunia pada tahun 1990 dan diperkirakan jumlah tersebut akan melonjak

mencapai 1.2 milyar jiwa pada tahun 2030 (Hill, 1996). Rata-rata wanita

Indonesia memasuki masa menopause sekitar usia 50 tahun. Namun sebagian

wanita dapat mengalaminya pada usia lebih awal atau lebih lanjut. Ada beberapa

faktor yang mempengaruhi kapan terjadinya menopause, yaitu faktor fisik dan

psikis seperti operasi ovarium, stress, gaya hidup, obat-obatan (Pangkahila, 2007;

Setiati dan Laksmi, 2009).

Untuk meredakan gejala menopause, terdapat beberapa cara yang dapat

digunakan seorang wanita. Terapi sulih hormon merupakan pilihan utama dengan

menormalkan kembali kadar-kadar hormon yang tidak seimbang. Selain itu,

melakukan aktivitas fisik yang rutin juga dapat membantu meringankan gejala

menopause. Makanan seperti buah-buahan, serta suplemen yang mengandung

antioksidan dan vitamin juga dapat membantu meringankan gejala menopause.

Terapi konvensional terhadap gejala menopause adalah Hormone

Replacement Therapy (HRT). Namun akibat dari beberapa efek samping seperti

breast tenderness dan pendarahan, serta adanya risiko kanker payudara dan

tromboemboli, tercetus pencarian terhadap terapi alternatif yang efektif dan aman

dalam menanggulangi gejala menopause (Miquel, 2006; Ziaei, 2007).

Salah satu dari alternatif tersebut adalah penggunaan suplemen vitamin.

(22)

4

pada wanita menopause (Palmas, 2006). Vitamin E telah direkomendasikan

sebagai terapi bagi hot flush pada beberapa studi di masa lampau (Ziaei, 2007).

Dosis yang dianjurkan adalah 400-800 IU/hari (Kasper et al., 2005).

Vitamin E memiliki karakteristik farmakologis sebagai antioksidan kuat

penginhibisi oksidasi, antiinflamasi dan menghambat aktivasi protein kinase-C,

juga meningkatkan pelepasan prostasiklin sehingga membantu dilatasi pembuluh

darah dan menurunkan agregasi trombosit (Dennehy dan Tsourounis, 2010).

Terdapat beberapa teori mengenai mekanisme vitamin E dalam

memperbaiki kadar estradiol dan ovarium. Vitamin E dikatakan dapat

meningkatkan fungsi adrenal sehingga dapat meningkatkan produksi hormon,

terutama estrogen (Doshi dan Agarwal, 2013). Sifat antioksidan dari vitamin E

dapat mencegah stress oksidatif yang dapat memperbaiki fungsi endokrin

hipofisis serta mencegah kerusakan ovarium (Mehranjani et al., 2010; Molavi et

al., 2014). Selain itu, vitamin E dikatakan dapat meningkatkan produksi PGE2

dan PGI2 untuk memodulasi aktivitas aromatase pada jaringan adiposa (salah

satunya pada payudara) yang dapat meningkatkan konsentrasi serum estradiol

(Palmas, 2006; Traber dan Atkinson, 2007).

Dalam sebuah review article mengenai efek menguntungkan dari vitamin

E pada menopause, ditemukan hasil yang berlawanan. Studi yang mempelajari

pemberian 400IU vitamin E selama 4 minggu pada wanita sehat yang

mendapatkan hasil yang positif mengenai pengurangan hot flushes. Sedangkan

studi lain yang mempelajari pemberian 800IU vitamin E terhadap wanita

(23)

5

mendapatkan hasil signifikan dari pengurangan hot flushes (Dennehy dan

Tsourounis, 2010).

Selain itu, beberapa data lain menyatakan bahwa vitamin E tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap kadar hormon estrogen. Penelitian yang

dilakukan di Amerika Serikat membandingkan pemberian conjugated estrogen,

suplementasi vitamin E dan conjugated estrogen yang diberikan bersamaan

dengan vitamin E pada wanita postmenopause. Hasil yang ditemukan adalah

bahwa pemberian vitamin E saja tidak meningkatkan hormon estrone dan 17-β

-estradiol secara signifikan, jika dibandingkan dengan pemberian conjugated

estrogen (Kong Koh et al., 1999). Penelitian yang dilakukan pada wanita yang

mengidap kanker payudara dan diberikan tamoxifen, pemberian vitamin E tidak

memberikan perubahan yang signifikan terhadap level total estrogen (Peralta et

al., 2008).

Oleh karena kontroversi dari data-data tersebut, penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui efek dari pemberian suplemen vitamin E dalam pengaruhnya

dengan kadar hormon estrogen pada wanita menopause. Pada penelitian ini, dua

intervensi (plasebo dan suplemen vitamin E) akan diberikan selama 12 minggu.

Diharapkan dengan pemberian suplemen vitamin E, kadar estrogen (yang diukur

dalam bentuk estradiol) pada wanita menopause dapat meningkat sehingga dapat

mengurangi gejala menopause dan akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup.

I.2. Rumusan Masalah

Apakah pemberian suplemen vitamin E secara oral dapat meningkatkan kadar

(24)

6

I.3. Tujuan Penelitian

Untuk membuktikan efek dari suplemen vitamin E secara oral dalam

meningkatkan kadar estradiol pada wanita post-menopause.

I.4. Manfaat Penelitian

Data-data hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan

dalam memberikan informasi ilmiah mengenai vitamin E oral dalam kaitannya

(25)

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

II.1. Penuaan (Aging) II.1.1. Definisi Penuaan

Menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat

menjadi frail (lemah, rentan) diakibatkan berkurangnya sebagian besar cadangan

sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan

kematian secara eksponensial (Setiati et al., 2009).

Secara garis besar, ilmu gerontologis menyebutkan bahwa bertambahnya

umur (aging) merupakan sebuah proses yang berkaitan dengan waktu, di mana

tubuh mengalami perubahan secara bertahap. Di saat seseorang menjadi tua

(senescence), kemampuan sel dalam tubuhnya untuk membelah dan berkembang

untuk memperbaiki diri serta mempertahankan fungsi normal menghilang

sehingga seiring waktu dapat menyebabkan kematian. Selama penuaan, setiap

sistem organ dalam tubuh mengalami penurunan kemampuan untuk

mempertahankan homeostatis yang dikenal dengan istilah homeostenosis (Setiati

et al., 2009).

II.1.2. Faktor Penuaan

Beberapa faktor yang mempengaruhi proses penuaan yang dialami

seseorang dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor

internal yaitu radikal bebas, berkurangnya hormon, proses glikosilasi, metilasi,

(26)

2

apoptosis, penurunan sistem kekebalan tubuh, serta genetik. Faktor eksternal yang

utama yaitu gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi

lingkungan, stress, kemiskinan (Pangkahila, 2007).

Faktor-faktor tersebut di atas itulah yang membuat seseorang menjadi tua,

sakit dan akhirnya meninggal. Oleh sebab itu bila faktor penyebab tersebut dapat

dihindari, dicegah, diperlambat, maka kualitas hidup seseorang saat mengalami

penuaan dapat dipertahankan. Selanjutnya, usia harapan hidup bisa menjadi lebih

panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007).

II.1.3. Teori Proses Penuaan

Teori proses penuaan yang dialami manusia pada dasarnya dapat dibagi

menjadi 2 kelompok yaitu, teori wear and tear dan teori program (Pangkahila,

2007).

Prinsip dari teori wear and tear adalah tubuh menjadi lemah lalu

meninggal akibat penggunaan dan kerusakan yang terjadi terus-menerus.

Penggunaan organ tubuh yang secara biasa (tidak dengan penyalahgunaan) pada

akhirnya akan terakumulasi dan menyebabkan kerusakan. Teori ini meyakini

bahwa pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tidak terlambat dapat

membantu mengembalikan proses penuaan dengan cara merangsang kemampuan

tubuh untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan organ tubuh dan sel

(Pangkahila, 2007).

Teori wear and tear sendiri meliputi beberapa teori, yaitu teori kerusakan

(27)

3

1. Teori kerusakan DNA mengemukakan bahwa proses penyembuhan

tingkat molekuler yang tidak sempurna mengakibatkan penimbunan

kerusakan molekul terus-menerus. Kerusakan dapat berupa strand

break, covalent modification dan/atau chromosomal rearrangement

yang dapat diakibatkan oleh radiasi (UV), polutan, asap rokok,

mutagen kimia maupun free radical dan proses glikosilasi. Gangguan

repair (penyembuhan) ini dapat menyebabkan accelerated aging

(percepatan proses penuaan).

2. Teori glikosilasi mengemukakan bahwa proses glikosilasi

non-enzimatik yang menghasilkan pertautan glukosa-protein, yang disebut

advance glycation end product (AGEs), menyebabkan penumpukan

protein dan makromolekul lain termodifikasi sehingga menyebabkan

penuaan. AGEs akan menumpuk pada jaringan seperti kolagen

(kekakuan arteri), lensa mata (mengakibatkan katarak). Hal-hal

tersebut umumnya dialami lebih cepat oleh penderita Diabetes, oleh

sebab itu Diabetes sering dianggap sebagai model biologik penuaan

dini.

3. Teori radikal bebas menyebutkan bahwa produk hasil metabolisme

oksidatif yang sangat reaktif (radikal bebas) dapat bereaksi dengan

komponen penting seluler (protein, DNA, lipid) sehingga menjadi

tidak berfungsi dan mengganggu fungsi sel lain. Radikal bebas

merupakan molekul sebagai bahan yang dihasilkan selama terjadi

(28)

4

purine dan pyrimidine. Pengaruh radikal bebas secara molekuler

berupa serangkaian peristiwa yang menyebabkan oksidasi organik oleh

oksigen molekuler. Mengakibatkan kerusakan fungsi seluler melalui

mutasi DNA, cleavage of DNA dan agregasi biomolekul melalui

cross-linking reaction.

Teori program meliputi teori terbatasnya replikasi sel, proses imun dan

teori neuroendokrin (Pangkahila, 2007; Setiati et al., 2009):

1. Teori terbatasnya replikasi sel

Pada setiap DNA, di ujungnya terdapat telomer yang terdiri dari

hexanucleotide. Dalam replikasi sel, telomer akan memendek setiap terjadi

pembelahan sel. Setelah sejumlah pembelahan sel, telomer yang terpakai

maksimal dan akhirnya pembelahan sel berhenti. Mekanisme tersebut

menyatakan bahwa telomer menentukan rentang usia sel dan pada

akhirnya rentang usia organisme (manusia) sendiri.

2. Proses imun

Berhubungan dengan involusi kelenjar thymus. Kelenjar sumber sel T

penting bagi sistem imun. Seiring usia, fungsi sel T menurun walaupun

jumlahnya tidak berkurang secara dramatis. Sel T memproduksi limfokin

(interleukin). Pada kelainan yang terjadi pada usia lanjut, interleukin yang

berperan.

3. Teori neuroendokrin

Berdasarkan peranan hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon

(29)

5

membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu kemudian

mengeluarkan hormon. Pada saat manusia menjadi tua, produksi hormon

menjadi lebih sedikit dan kadarnya menurun sehingga fungsi tubuh

terganggu. Salah satu contoh jelasnya adalah menopause, dimana

menurunnya estrogen menyebabkan menopause (menunjukkan kegagalan

fungsi ovarium akibat proses penuaan, selanjutnya kualitas hidup dapat

menurun akibat berbagai keluhan yang muncul)

II.1.4. Perubahan Sistem Tubuh Pada Proses Menua

Beberapa perubahan yang terjadi akibat proses penuaan terdapat pada

seluruh sistem tubuh, meliputi sistem kognitif, imun, penglihatan, penghiduan,

pendengaran dan keseimbangan, sistem saraf (pusat dan perifer) hingga gangguan

kardiovaskular, muskuloskeletal dan sistem endokrin (Setiati et al., 2009).

Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin dalam proses penuaan adalah

toleransi glukosa terganggu, di mana hal tersebut ditandai dengan kadar gula

darah puasa dan postprandial yang meningkat, serum insulin dan HbA1C yang

meningkat serta berkurangnya IGF-1. Selain daripada itu, terjadi penurunan

hormon DHEA, testosteron (bebas dan bioavailable) dan T3 disertai peningkatan

PTH dan homosistein serum. Penurunan produksi vitamin D oleh kulit dan

ovarian failure” yang disertai dengan penurunan hormon ovarium (Setiati et al.,

2009).

II.2. Sistem Reproduksi Wanita

Aktivitas dari sistem reproduksi wanita dikontrol oleh hormon yang

(30)

6

wanita jauh lebih rumit dibandingkan pria, sebab harus mengkoordinasi siklus

ovarium dan uterus. Hormon yang bersirkulasi mengontrol siklus reproduksi

wanita, mengkoordinasi siklus uterin dan ovarium untuk memastikan fungsi

reproduksi tepat (Martini, 2006b).

Hormon-hormon reproduksi pada wanita meliputi (Martini, 2006a):

1. Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH)

Berasal dari hipotalamus, menstimulasi produksi Gonadotropin.

2. Gonadotropin

Terdiri dari Follicle-Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing

Hormone (LH), berfungsi meregulasi aktivitas dari gonad (testis dan

ovarium). FSH bertugas mempromosikan perkembangan folikel pada

wanita, bersama dengan LH menstimulasi sekresi estrogen dan

progesteron melalui ovarium. LH bertugas untuk menginduksi ovulasi.

Produksi FSH diinhibisi oleh inhibin (hormon peptida yang dilepaskan

oleh sel di testis dan ovarium).

3. Estrogen

Diproduksi oleh ovarium, distimulasi oleh FSH dan LH. Estradiol

merupakan bentuk yang paling penting. Berfungsi untuk mendukung

maturasi folikel, karakteristik seks sekunder wanita.

(31)

7

Diproduksi oleh korpus luteum, distimulasi oleh FSH dan LH. Bertugas

mempersiapkan uterus untuk implantasi dan mempersiapkan kelenjar

payudara untuk sekresi.

Gambar 2.1. Mekanisme Umpan Balik Secara Umum (Martini et al., 2006a)

Mekanisme umpan balik (feedback) merupakan pengaruh hormon steroid

seks terhadap hipotalamus-hipofisis. Profil hormon yang seimbang dari siklus

yang baik ditentukan oleh keberhasilan sistem umpan balik antara ovarium dan

(32)

8

Gambar 2.2. Pengaturan Aktivitas Hormon Ovarium (Martini et al., 2006b)

II.3. Estrogen

II.3.1. Struktur, Sintesis dan Sekresi

Estrogen terdapat pada laki-laki dan perempuan, namun kadarnya pada

wanita usia reproduktif secara signifikan lebih tinggi sehingga disebut sebagai

hormon seks primer wanita (Pangkahila, 2015).

Estrogen merupakan hormon steroid dengan 10 atom C dan dibentuk

terutama dari 17-ketosteroid androstendion. Selain di ovarium, estrogen juga

disintesis di adrenal, plasenta, testis, jaringan lemak dan susunan saraf pusat

(Jacoeb, 2009).

Estrogen yang dihasilkan oleh adrenal disebut juga estrogen residu.

(33)

9

pengeluarannya melalui tinja. Pada organ sasaran seperti uterus, vagina, serviks,

payudara maupun hipofisis, hipotalamus, estrogen diikat reseptor yang terdapat

dalam sitoplasma dan diangkut ke dalam inti sel (Jacoeb, 2009).

Estrogen alamiah yang terpenting adalah estradiol (E2), estron (E1) dan

estriol (E3). Secara biologis, estradiol adalah yang paling aktif. Perbandingan

khasiat biologis dari ketiga hormon tersebut E2:E1:E3 = 10:5:1 (Jacoeb, 2009).

Estradiol merupakan estrogen utama yang diproduksi oleh ovarium sebelum

menopause (Pangkahila, 2015). Selain itu, estradiol merupakan jenis estrogen

yang berjumlah paling banyak dan memiliki efek jelas pada jaringan target

(Martini et al., 2006b).

Estradiol merupakan hormon yang dominan sebelum ovulasi. Dalam

sintesis estradiol, androstenedion pertama-tama dikonversi menjadi testosterone

yang kemudian dikonversi menjadi estradiol oleh enzim aromatase. Sintesis dari

estron dan estriol langsung dari androstenedion (Martini et al., 2006).

Gambar 2.3. Sintesis estradiol (Martini et al., 2006b)

II.3.2. Fungsi dan Efek

(34)

10

1. Estradiol memicu proliferasi serta menginisiasi perbaikan dan

perkembangan endometrium, juga memperkuat kontraksi otot uterus.

2. Estradiol yang meningkat pada fase folikuler akan meninggikan

sekresi getah serviks, dan pada saat ovulasi akan membantu getah

serviks menjadi lebih encer dan bening sehingga memudahkan

penyesuaian, memperlancar perjalanan spermatozoa dan meninggikan

kelangsungan hidup.

3. Estradiol menyebabkan perubahan selaput vagina, meningkatkan

produksi getah dan meningkatkan kadar glikogen, sehingga terjadi

peningkatan produksi asam laktat oleh bakteri Doderlein. Hal ini

menurunkan pH sehingga menurunkan risiko terjadinya infeksi.

4. Estradiol memicu sintesis selain reseptor FSH dalam sel-sel granula,

juga reseptor LH dalam sel-sel teka. Selain itu, juga mengatur

kecepatan pengeluaran ovum dan mempersiapkan spermatozoa dalam

genitalia wanita agat dapat menembus selubung ovum.

5. Estradiol menstimulasi pertumbuhan otot dan tulang

6. Estradiol menjaga karakteristik seks sekunder wanita (distribusi

rambut tubuh dan lokasi deposit jaringan adiposa seperti payudara dan

pinggul)

7. Estradiol mempengaruhi aktivitas Sistem Saraf Pusat (SSP) terutama

pada hipotalamus, di mana estrogen berfungsi untuk meningkatkan

(35)

11

8. Estradiol menjaga fungsi dari kelenjar dan organ reproduksi

aksesorium

II.3.3. Estrogen pada Masa Kehidupan Wanita

Pada masa kehidupan seorang wanita, kadar hormon estrogen akan

berubah-ubah sesuai masa reproduksinya. Perubahan-perubahan fisiologis yang

terjadi akibat perbedaan kadar hormon estrogen ini perlu diketahui wanita

sehingga dapat mempersiapkan diri bila mengalaminya (Iswayuni, 2011).

Gambar 2.4. Kadar Estrogen pada Masa Kehidupan Wanita (Rachman,2009)

II.4. Menopause

II.4.1. Definisi Menopause

Menopause berarti berhentinya siklus menstruasi selamanya. Rata-rata

wanita Indonesia memasuki masa menopause berusia 50 tahun. Tetapi beberapa

dapat mengalaminya lebih awal atau lebih akhir. Terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhinya, yaitu faktor fisik dan psikis. Penyakit tertentu, operasi indung

telur, stres, obat-obatan serta gaya hidup adalah faktor-faktor yang mempengaruhi

(36)

12

Diagnosis menopause dapat dibuat setelah terdapat amenorea

sekurang-kurangnya satu tahun. Berhentinya haid dapat didahului oleh siklus haid yang

lebih panjang, dengan perdarahan yang berkurang. Menopause memiliki

hubungan dengan menarche. Semakin dini menarche terjadi, semakin lambat

menopause timbul dan sebaliknya. Pada abad ini, umumnya nampak bahwa

menarche semakin dini timbul dan menopause semakin lambat terjadi, sehingga

masa reproduksi menjadi lebih panjang (Sastrawinata, 2009).

II.4.2. Klimakterium dan Menopause

Masa klimakterium dapat dibagi menjadi (Pangkahila, 2007; Setiati dan

Laksmi, 2009; Setiyohadi, 2009):

1. Masa pramenopause

Sekitar 10 tahun sebelum terjadinya menopause, perubahan telah terjadi

berupa ketidakteraturan siklus menstruasi. Fase pramenopause biasanya

dimulai pada usia 40 tahun, ditandai dengan ketidakteraturan siklus haid

(memanjang, sedikit atau banyak) yang kadang disertai rasa nyeri. Pada

fase ini, kadar FSH dan estrogen tinggi, namun kadar LH normal.

2. Masa perimenopause

Merupakan masa peralihan dari pramenopause menuju menopause, yang

ditandai dengan siklus haid yang semakin tidak teratur (lebih pendek atau

lebih panjang) dan 40% bersifat anovulatorik dengan jumlah pendarahan

(37)

13

dan estrogen bervariasi. Pada fase ini, gejala vasomotor kadang sudah

timbul.

3. Masa menopause

Pada fase menopause (berhentinya haid), jumlah folikel yang mengalami

atresia semakin banyak dimana kadar FSH tinggi (>40nIU/ml) dan

estradiol rendah (<30pg/ml). Seseorang dikatakan menopause bila sudah 1

tahun amenorea.

4. Masa pascamenopause

Pada fase pascamenopause, kadar estrogen dan androgen berkurang

namun bukan tidak ada sama sekali. Kadar estradiol berkisar antara

20-30pg/ml dan gonadotropin meningkat karena produksi inhibin oleh folikel

berhenti. Kadar estradiol yang rendah menyebabkan atrofi endometrium

dan tidak terjadi haid lagi. Ovarium tetap mensekresi testosterone

androstenedion yang diproduksi kelenjar adrenal, sedangkan pembentukan

estrogen ekstraglandular (terutama pada jaringan adiposa, dalam bentuk

estron) menjadi jalur utama sintesis estrogen pascamenopause.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada ovarium selama masa

klimakterium termasuk sklerosis pembuluh darah, berkurangnya jumlah folikel

dan menurunnya sintesis steroid seks. Penurunan fungsi ovarium tersebut

menyebabkan berkurangnya kemampuan ovarium untuk menjawab rangsangan

gonadotropin. Hal tersebut mengakibatkan terganggunya interaksi

hipotalamus-hipofisis. Diawali oleh kegagalan fungsi korpus luteum dan diikuti menurunnya

(38)

14

negatif terhadap hipotalamus. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya FSH dan

LH. Secara endokrinologis, masa klimakterium ditandai dengan turunnya kadar

estrogen dan meningkatnya pengeluaran gonadotropin (Jacoeb, 2009).

Gambar 2.5. Fase Klimakterium (Sastrawinata, 2009)

II.4.3. Patofisiologi menopause

Pembentukan oosit seorang wanita mencapai puncaknya pada usia gestasi

20 minggu. Jumlah itu akan menurun secara bertahap sepanjang hidup

diakibatkan oleh proses ovulasi pada tiap siklus menstruasi dan apoptosis. Proses

tersebut terus-menerus terjadi hingga wanita mencapai usia 50, di mana jumlah

dan fungsi folikel ovarium mencapai jumlah kritis dan mengakibatkan insufisiensi

korpus luteum, siklus menstruasi anovulaktorik yang akhirnya akan menjadi

oligomenorea. Proses tersebut bernama deplesi folikel primordial (Sherwood,

2004; Speroff, 2005; Iswayuni, 2011).

Seorang wanita dikatakan telah memasuki masa menopause saat folikel

sudah tidak tersedia lagi. Namun selain habisnya folikel, berat ovarium juga

menurun hingga setengah sampai sepertiga dari berat sebelumnya. Proses penuaan

juga mengubah sistem vaskularisasi sehingga mengakibatkan terjadinya sklerosis

(39)

15

bukan hanya diakibatkan oleh penuaan ovarium, namun juga oleh penuaan

hipotalamus. Menopause didahului oleh beberapa periode progresif dari

kegagalan ovarium yang ditandai oleh menurunnya level estrogen. Produksi

ovarium estrogen menurun hingga tidak ada lagi. Proses penuaan dan penurunan

fungsi ovarium menyebabkan ovarium tidak mampu lagi menjawab rangsangan

hipofisis untuk menghasilkan hormon steroid. Namun, wanita postmenopausal

sebetulnya masih memiliki estrogen yang berasal dari jaringan adiposa, liver dan

korteks adrenal. Estrogen juga berfungsi untuk membantu memodulasi aksi dari

epinefrin dan norepinefrin pada dinding arteri. Berkurangnya estrogen pada masa

menopause mengakibatkan kontrol dari aliran darah tidak stabil, terutama pada

pembuluh. Peningkatan aliran darah melalui pembuluh ini yang akan

mengakibatkan suatu gejala bernama “hot flush” (Sherwood, 2004; Speroff,

2005; Iswayuni, 2011).

(40)

16

Gambar 2.7. Patofisiologi Transisi Menopause (Dull, 2009)

II.4.4. Gejala Menopause

Gejala menopause dapat dibagi menjadi (Pangkahila, 2007):

1. Gejala umum fisik

Hot flushes (gejolak panas), keringat malam hari, gangguan tidur, rasa

(41)

17

sering BAK, menjadi gemuk pada daerah pinggang dan perut (obesitas

sentral), rambut menipis, kulit berkerut.

2. Gejala umum psikis

Cemas, gelisah, mudah tersinggung, daya konsentrasi menurun, memori

menurun

3. Gejala seksual

Dorongan seksual menurun, epitel vagina menipis, perlendiran vagina

berkurang saat terangsang sehingga dapat menyebabkan dispareunia.

Dikarenakan gejala-gejala tersebut, banyak wanita menopause mengalami

gangguan dan penurunan kualitas hidup yang tajam. Oleh karena itu, gejala-gejala

tersebut jangan dibiarkan. Wanita menopause harus mendapat pengobatan yang

benar sehingga keluhan dapat dihilangkan dan kualitas hidup menjadi baik

kembali (Pangkahila, 2007).

II.4.5. Terapi Menopause

Terdapat beberapa jenis terapi yang diketahui dapat membantu mengatasi

gejala menopause. Pada fase perimenopause, kontrasepsi oral kombinasi

dikatakan dapat bermanfaat (Kasper et al., 2005).

Pada fase paska-menopause, penggunaan terapi hormon butuh

pertimbangan akan keuntungan risiko yang dapat terjadi. Terapi jangka pendek

(<5tahun) mungkin bermanfaat dalam mengontrol gejala menopause selama tidak

ditemukan kontraindikasi. Kontraindikasi absolut termasuk perdarahan

pervaginam, penyakit liver/hepar yang aktif, tromboemboli vena, memiliki

(42)

18

(>400mg/dL), penyakit empedu yang aktif, penjakit jantung koroner merupakan

kontraindikasi relatif. Penggunaan jangka panjang (>5 tahun) harus dimonitor

dengan seksama dan hati-hati (Kasper et al., 2005).

Terapi alternatif untuk mengatasi gejala menopause meliputi SSRIs,

klonidin (0.1-0.2 mg/hari), vitamin E (400-800 IU/hari), produk berbahan dasar

kedelai (Kasper et al., 2005).

Sebuah penelitian yang dilakukan di New York mempelajari efek dari

pemberian multivitamin yang mengandung vitamin C, Folat, vitamin B6 dan B12

secara oral dalam waktu singkat pada wanita menopause yang obese. Pada

penelitian tersebut, hasil yang ditemukan adalah bahwa kadar level estradiol

peserta penelitian mengalami peningkatan setelah pemberian suplementasi

vitamin (Palmas, 2006).

II.5. Vitamin E

II.5.1. Definisi Vitamin E

Vitamin E merupakan nama yang diberikan kepada sebuah kumpulan dari

8 molekul yang terdiri dari cincin kromanol dengan sebuah rantai samping

alifatik. Terdiri dari 2 kelompok, yaitu tokoferol dan tokotrienol (tergantung dari

rantai samping saturated atau unsaturated). Pada tiap kelompok, masing-masing

memiliki 4 isomer yaitu α, , , δ (Tucker dan Townsed, 2005).

Tokoferol dengan isomer α merupakan jenis yang paling sering

ditemukan. Walaupun , , δ juga diserap oleh manusia melalui intestinal, namun

(43)

19

natural paling potent dalam menetralisir ROS (Reactive Oxygen Species) dan RNS

(Reactive Nitrogen Species) (Tucker dan Townsed, 2005).

Gambar 2.8. Struktur Kimia dari Vitamin E (Smolarek dan Suh, 2011)

Absorpsi dari vitamin E terdapat pada usus halus bersama dengan nutrisi

lainnya yang larut lemak. Konsentrasi dari serum vitamin E (α-tokoferol)

tergantung liver, yang mengambil nutrisi setelah bentuk lainnya diabsorpsi

intestinal. Liver akan mensekresi hanya α-tokoferol melalui hepatik α-tokoferol

transfer protein; liver memetabolisme dan mensekresi bentuk vitamin E lainnya

sehingga konsentrasi darah dan seluler bentuk vitamin E lainnya lebih rendah

daripada α-tokoferol (Azzi, 2007).

II.5.2. Fungsi Vitamin E

Beberapa efek farmakologis dari vitamin E termasuk menginhibisi

oksidasi, inflamasi dan protein kinase C. Vitamin E juga dapat meningkatkan

pelepasan prostasiklin yang membantu dilatasi pembuluh darah dan menurunkan

(44)

20

Vitamin E merupakan antioksidan larut lemak yang dapat menghentikan

terbentuknya produksi ROS ketika lemak sedang teroksidasi. α-tokoferol

dikatakan sebagai pemecah rantai radikal, yang dikarenakan sifat hidrofobiknya,

beroperasi pada lingkungan lemak (Azzi, 2007).

Selain itu, vitamin E juga memiliki kemampuan untuk menurunkan risiko

penyakit kardiovaskuler. Hal ini dimediasi melalui inhibisi terhadap sintesis

kolesterol dan oksidasi LDL-kolesterol (Doshi dan Agarwal, 2013). II.5.3. Dosis Vitamin E

Isi suplemen vitamin E lebih dominan α-tokoferol dalam bentuk RRR-α

-tokoferol yang dikatakan aman bila dikonsumsi di bawah upper limit intake yaitu

1000mg/hari (Hathcock et al., 2005).

Tabel 2.1.

Recommended Daily Allowance Vitamin E

Vitamin E (ekuivalen dengan α-tokoferol)

RDA (Recommended Daily Allowance)

dikonsumsi seseorang secara aman. Dosis yang semakin tinggi digunakan untuk

mengobati defisiensi vitamin E. Karena vitamin E adalah vitamin yang larut

lemak, suplemen lebih terabsorbsi bila dikonsumsi bersamaan dengan makanan.

(45)

21

Bila dikonsumsi dalam dosis tinggi, vitamin E dapat memiliki efek

berbahaya pada tubuh. Terutama bila dosis vitamin E mencapai >1000mg/hari, di

mana dapat menyebabkan perdarahan seperti efek antikoagulan pada tubuh serta

dapat meningkatkan risiko cacat lahir. Maka dari itu, penggunaan vitamin E

dalam menurunkan gejala atau efek menopause, penting untuk menggunakannya

dalam dosis yang sesuai (Doshi dan Agarwal, 2013).

II.5.4. Vitamin E Dan Menopause

Vitamin E (α-tokoferol) dapat digunakan untuk mencegah timbulnya

penyakit yang berhubungan dengan penurunan estrogen akibat usia. Kaya dengan

antioksidan, vitamin E dapat menargetkan radikal bebas dan menetralkan stress

oksidatif. Selain itu, ditemukan bahwa pada wanita postmenopause yang tidak

mengkonsumsi vitamin E dalam diet mereka memiliki tingkat penanda stress

oksidatif dan malonaldehid yang meningkat, serta level enzim antioksidan,

katalase dan superoksid dismutase menurun (Mehranjani, 2010; Doshi dan

Agarwal, 2013; Molavi, 2014).

Terdapat dua teori mengenai hubungan Vitamin E dengan menopause.

Teori pertama menyatakan bahwa pemberian Vitamin E dapat meningkatkan

kadar estrogen. Beberapa studi menyatakan bahwa Vitamin E adalah aromatase

modulator yang dapat meningkatkan produksi PGE2 (Prostaglandin E2) dan PGI2

(Prostaglandin I2; prostasiklin) pada sistem in vitro dengan meningkatkan

ketersediaan asam arakidonat (arachidonic acid). Hal tersebut dapat

(46)

22

satunya payudara) yang pada akhirnya meningkatkan konsentrasi serum estradiol

(jalur exogenous estrogen) (Palmas, 2006; Traber dan Atkinson, 2007).

Teori lainnya menyatakan bahwa Vitamin E menurunkan kadar estrogen.

Sebuah studi (Siler et al., 2004) menyatakan bahwa Vitamin E secara signifikan

menurunkan ekspresi dari aromatase sehingga mengakibatkan penurunan sintesis

estrogen. Studi lainnya (Lee et al., 2009) menyatakan Vitamin E mengikat

Gambar

Gambar 2.2. Pengaturan Aktivitas Hormon Ovarium (Martini et al., 2006b)
Gambar 2.3. Sintesis estradiol (Martini et al., 2006b)
Gambar 2.4. Kadar Estrogen pada Masa Kehidupan Wanita (Rachman,2009)
Gambar 2.6. Patofisiologi Menopause (Davis, 2015)
+4

Referensi

Dokumen terkait

a. Pastikan bahwa media dan/atau APE yang akan digunakan dalam pembelajaran, sudah tersedia sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian, baik ketersediaan jenis maupun

Penulisan ilmiah ini menjelaskan mengenai perancangan program aplikasi pendaftaran dan pembayaran siswa SLTP Harjamukti dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0

Pembuatan Penulisan Ilmiah ini menggunakan Aplikasi software Visual Basic 6 dengan Ms.Access 2003 sebagai aplikasi datbasenya.Data-data diambil langsung dari lokasi penelitian

2015, yang dibentuk berdasarkan Keputusan Karo Sarpras Polda Bali selaku Kuasa Pengguna Anggaran Nomor : Kep/08/XII/2014 tanggal 30 Desember 2014 tentang Penunjukan dan

Dari penjelasan tersebut diatas, Penulis mengambil kesimpulan bahwa bila proses pendaftaran siswa dan penyimpanan datanya dilakukan dengan sistem manual memiliki beberapa

Setelah batas akhir waktu upload dokumen penawaran secara elektronik melalui Lpse Polda Bali, penyedia yang mengupload dokumen penawaran tidak ada sehingga menyebabkan lelang

Hukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi

Perumusan strategi dimulai dengan penentuan faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman strategis bagi agribisnis teh Indonesia. Faktor kekuatan strategis