BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Bank
Menurut undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan : Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Menurut UU RI No 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang
perbankan, dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan,
yaitu menghimpun dana,menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya.
Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank
sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan
menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas jasa yang
menarik seperti, bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat. Kegiatan
menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat. Sedangkan
jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan
utama tersebut. Inilah beberapa manfaat perbankan dalam kehidupan (Bastian,
1. Sebagai model investasi, yang berarti, transaksi derivatif dapat dijadikan
sebagai salah satu model berinvestasi. Walaupun pada umumnya
merupakan jenis investasi jangka pendek (yield enhancement).
2. Sebagai cara lindung nilai, yang berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi
sebagai salah satu cara untuk menghilangkan risiko dengan jalan lindung
nilai (hedging), atau disebut juga sebagai risk management.
3. Informasi harga, yang berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai
sarana mencari atau memberikan informasi tentang harga barang komoditi
tertentu dikemudian hari (price discovery).
4. Fungsi spekulatif, yang berarti, transaksi derivatif dapat memberikan
kesempatan spekulasi (untung-untungan) terhadap perubahan nilai pasar
dari transaksi derivatif itu sendiri.
5. Fungsi manajemen produksi berjalan dengan baik dan efisien, yang
berarti, transaksi derivatif dapat memberikan gambaran kepada
manajemen produksi sebuah produsen dalam menilai suatu permintaan dan
kebutuhan pasar pada masa mendatang.
Dalam menjalankan kegiatannya bank mempunyai peran penting dalam
sistem keuangan (Bastian, 2006) :
1. Pengalihan aset adalah pengalihan dana atau aset dari unit surplus ke unit
devisit, yaitu sumber dana yang diberikan pada pihak peminjam berasal
pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur sesuai
pangalih aset yang likuid dari unit surplus (lender) kepada unit defisit
(borrower).
2. Transaksi (transaction), yaitu bank memberikan berbagai kemudahan
kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi. Dalam ekonomi
modern, transaksi barang dan jasa tidak pernah terlepas dari transaksi
keuangan. Untuk itu produk-produk yang dikeluarkan oleh bank (giro,
tabungan, depsito, saham dan sebagainya) merupakan pengganti uang dan
dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
3. Likuiditas (liquidity), yaitu unit surplus dapat menempatkan dana yang
dimilikinya dalam bentuk produk-produk berupa giro, tabungan, deposito,
dan sebagainya. Produk-produk tersebut masing-masing mempunyai
tingkat likuiditas yang berbeda-beda. Dengan demikian bank memberikan
fasilitas pengelolaan likuiditas kepada pihak yang mengalami surplus
likuiditas dan menyalurkannya kepada pihak yang mengalami kekurangan
likuiditas.
4. Efisiensi (efficiency) yaitu dimana peranan bank sebagai broker adalah
menemukan peminjam dan pengguna modal tanpa mengubah produknya.
Disini bank hanya memperlancar dan mempertemukan pihak-pihak yang
saling membutuhkan. Adanya informasi yang tidak simetris (asymmetric
information) antara peminjam dan investor menimbulkan masalah insentif.
Peran bank menjadi penting untuk memecahkan masalah insentif tersebut.
Untuk itu jelas peran bank dalam hal ini yaitu menjembatani dua pihak
sempurna, sehingga terjadi efisiensi biaya ekonomi. Peranan Bank
Indonesia dalam Perbankan.
Fungsi bank secara lebih spesifik menurut Budisantoso dan Triandaru
(2006) adalah:
1. Agent of trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan atau trust, baik
dalam penghimpunan maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau
menitipkan dananya di bank bila dilandasi adanya unsur kepercayaan.
Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya
pada debitur atau masyarakat bila dilandasi adanya unsur kepercayaan.
2. Agent of development
Kegiatan perekonomian masyarakat pada sektor moneter dan sektor riil
tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut saling berinteraksi dan
mempengaruhi. Tugas bank sebagai penghimpun dan penyalur dana sangat
diperlukan untuk kelancaran mobilisasi dana untuk pembangunan
ekonomi.
3. Agen of service
Selain melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga
memberikan penawaran jasa-jasa yang lain kepada masyarakat,
diantaranya jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa
2.1.1 Penggolongan Bank Menurut Kepemilikannya
Menurut Budisantoso dan Triandaru (2006) Jenis bank berdasarkan
kepemilikannya dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Bank milik pemerintah
Bank milik pemerintah merupakan bank yang akte pendiriannya maupun
modal bank ini sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga
keuntungannya dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh bank milik
pemerintah adalah Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank
Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Tabungan Negara (BTN). Contoh bank
milik pemerintah daerah antara lain Bank DKI, Bank Jabar, Bank Jateng,
Bank Jatim, Bank DIY, Bank Riau, Bank Sulawesi Selatan, dan Bank
Nusa Tenggara Barat.
2. Bank milik swasta nasional
Bank milik swasta nasional merupakan bank yang seluruh atau sebagian
besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional, sehingga keuntungannya
menjadi milik swasta pula. Contoh bank milik swasta nasional antara lain
Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Mega, Bank Danamon, Bank Bumi
Putra, Bank Internasional Indonesia, Bank Niaga, dan Bank Universal.
3. Bank milik koperasi
Bank milik koperasi merupakan bank yang kepemilikan saham-sahamnya
oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Contoh bank milik
4. Bank milik asing
Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri,
atau seluruh sahamnya dimiliki oleh pihak asing (luar negeri). Contoh
bank milik asing antara lain ABN AMRO Bank, American Express Bank,
Bank of America, Bank of Tokyo, Bangkok Bank, City Bank, Hongkong
Bank, dan Deutsche Bank.
5. Bank milik campuran
Bank milik campuran merupakan bank yang sahamnya dimiliki oleh pihak
asing dan pihak swasta nasional dan secara mayoritas sahamnya dipegang
oleh warga Negara Indonesia. Contoh bank campuran adalah Bank
Finconesia, Bank Merincorp, Bank PDFCI, Bank Sakura Swadarma, Ing
Bank, Inter Pacifik Bank, dan Mitsubishi Buana Bank.
2.1.2 Kinerja Keuangan Bank
Pengukuran-pengukuran yang digunakan untuk menilai kinerja tergantung
pada bagaimana unit organisasi akan dinilai dan bagaimana sasaran akan dicapai.
Sasaran yang ditetapkan pada tahap perumusan strategi dalam sebuah proses
manajemen strategis (dengan memperhatikan profitabilitas, pangsa pasar, dan
pengurangan biaya, dari berbagai ukuran lainnya) harus betul-betul digunakan
untuk mengukur kinerja perusahaan selama masa implementasi strategi (Hunger
& Wheelen, 2003).
Kinerja keuangan pada dasarnya merupakan merupakan hasil yang dicapai
suatu perusahaan dengan mengelola sumber daya yang ada dalam perusahaan
manajemen (Farid dan Siswanto, 1998 dalam Desfian,2005). Demikian juga
halnya dengan kinerja perbankan dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai suatu
bank dengan mengelola sumber daya yang ada dalam bank seefektif mungkin dan
seefisien mungkin guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan manajemen
(Desfian, 2005).
Penilaian kinerja perbankan menjadi sangat penting dilakukan karena
operasi perbankan sangat peka terhadap maju mundurnya perekonomian suatu
negara (Setyani, 2002). Kinerja perbankan dapat dinilai dengan pendekatan
analisa rasio keuangan. Tingkat kesehatan bank diatur oleh Bank Indonesia dalam
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP 31 Mei 2004 kepada semua
bank umum yang melaksanakan kegiatan us aha secara konvensional perihal
sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum dan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang sistem penilaian tingkat
kesehatan bank umum, bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank
secara triwulan untuk posi si bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
Apabila diperlukan Bank Indonesia meminta hasil penilaian tingkat
kesehatan bank tersebut secara berkala dan sewaktu-waktu untuk posisi penilaian
tersebut terutama untuk menguji ketepatan dan kecukupan hasil analisis bank.
Penilaian tingkat kesehatan bank dimaksud diselesaikan selambat lambatnya 1
(satu) bulan setelah posisi penilaian atau dalam jangka waktu yang ditetapkan
oleh pengawas bank terkait. Penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian
terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas asset, manajemen, rentabilitas,
gunakan untuk mengukur kinerja suatu perusahaan yang nota bene profit motif
(Mawardi, 2005), Rasio Return on Asset (ROA).
ROA merupakan kemampuan dari modal yang diinvestasikan ke dalam
seluruh aktiva perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. ROA menggunakan
laba sebagai salah satu cara untuk menilai efektivitas dalam penggunaan aktiva
perusahaan dalam menghasilkan laba. Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka
semakin tinggi pula ROA, hal itu berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam
penggunaan aktiva untuk menghasilkan keuntungan. ROA dihitung berdasarkan
perbandingan laba sebelum pajak dan rata-rata total assets. Dalam penelitian ini
ROA digunakan sebagai indikator performance atau kinerja bank. ROA
menunjukkan efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan
mengoptimalkan asset yang dimiliki. Semakin tinggi ROA maka menunjukkan
semakin efektif perusahaan tersebut, karena besarnya ROA dipengaruhi oleh
besarnya laba yang dihasilkan perusahaan.
Sesuai Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
rasio ROA dirumuskan sebagai berikut :
(2.1)
Semakin besar Return on Asset (ROA) suatu bank maka semakin besar
pula tingkat keuntungan bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut
2.1.3 Efesiensi Operasi
BOPO merupakan rasio antara biaya operasi terhadap pendapatan operasi.
Biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka
menjalankan aktivitas usaha utamanya seperti biaya bunga, biaya pemasaran,
biaya tenaga kerja dan biaya operasi lainnya. Pendapatan operasi merupakan
pendapatan utama bank yaitu pendapatan yang diperoleh dari penempatan dana
dalam bentuk kredit dan pendapatan operasi lainnya. Semakin kecil BOPO
menunjukkan semakin efisien bank dalam menjalankan aktivitas usahanya. Bank
yang sehat rasio BOPO-nya kurang dari 1 sebaliknya bank yang kurang sehat,
rasio BOPO-nya lebih dari satu (Suyono, 2005). Menurut ketentuan Bank
Indonesia efisiensi operasi diukur dengan BOPO. Efisiensi operasi juga
mempengaruhi kinerja bank, yakni untuk menunjukkan apakah bank telah
menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna dan berhasil guna
(Mawardi, 2005).
Sesuai SE No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 rasio BOPO dirumuskan
sebagai berikut :
(2.2)
Biaya operasional dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya
bunga dan hasil bunga, hal ini mengingat kegiatan utama bank adalah sebagai
perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana (misalnya dana masyarakat)
Semakin kecil rasio BOPO maka biaya operasional yang dikeluarkan bank
yang bersangkutan semakin efisien, yang berarti kinerja keuangan bank semakin
meningkat. Sebaliknya semakin besar rasio BOPO maka bank kurang mampu
menekan biaya operasional yang menimbulkan bank kurang efisien mengelola
sumber daya yang ada di perusahaan.
2.1.4 Risiko Kredit
Pengertian kredit menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998, adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Salah satu resiko yang muncul akibat semakin kompleknya kegiatan
perbankan adalah munculnya non performing loan (NPL) yang semakin besar.
Atau dengan kata lain semakin besar skala operasi suatu bank maka aspek
pengawasan semakin menurun, sehingga NPL semakin besar atau resiko kredit
semakin besar (Mawardi, 2005). NPL adalah rasio kredit bermasalah dengan total
kredit. NPL yang baik adalah NPL yang memiliki nilai dibawah 5%. NPL
mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPL semakin kecil pula risiko kredit
yang ditanggung bank. Bank dengan NPL yang tinggi akan memperbesar biaya
baik pencadangan aktiva produktif maupun biaya lainnya, sehingga berpotensi
Sesuai Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
rasio NPL dirumuskan sebagai berikut :
(2.3)
NPL menunjukkan kemampuan bank dalam mengelola kredit bermasalah,
sehingga semakin tinggi rasio NPL maka semakin buruk kualitas kredit bank atau
mengindikasikan bahwa tingkat risiko atas pemberian kredit pada bank tersebut
cukup tinggi.
2.1.5 Risiko Pasar
Risiko pasar menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009
tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, adalah risiko pada posisi neraca
dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara
keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk risiko perubahan harga option. Risiko
pasar meliputi antara lain risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko komoditas,
serta risiko ekuitas.
Net Interest Margin (NIM) merupakan perbandingan antara pendapatan
bunga bersih terhadap rata-rata aktiva produktif. Pendapatan bunga bersih
diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Aktiva produktif yang
diperhitungkan adalah aktiva produktif yang menghasilkan bunga (interest
bearing assets). Menurut Peraturan Bank Indonesia nomor 7/2/PBI/2005 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang dimaksud dengan aktiva produktif
kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas
surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali, (reverse repurchase
agreement), tagihan derivatif, penyertaan, transaksi rekening administratif serta
bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Oleh
karennya bank wajib menjaga selalu kualitas aktiva produktifnya dan melaporkan
perkembangannya ke Bank Indonesia secara berkala.
Sesuai Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
rasio NIM dirumuskan sebagai berikut :
(2.4)
Pendapatan bunga bersih merupakan selisih pendapatan bunga bank yang
diperoleh (interest income) dan biaya bunga bank yang menjadi beban (interest
expenses). Aktiva produktif adalah aktiva yang dimiliki oleh bank yang secara
langsung digunakan untuk mendapatkan penghasilan (Susilo, Sri, Triandaru, dan
Santoso, 2000). Menurut Dendawijaya (2001) komponen aktiva produktif terdiri
dari:
1. Kredit yang diberikan
2. Penempatan dana pada bank lain, berupa :
a. Deposito berjangka pada bank lain
b. Call money
c. Pinjaman uang biasa berjangka menengah dan panjang
3. Surat-surat berharga, meliputi :
a. Surat-surat berharga jangka pendek yang digunakan sebagai cadangan
sekunder
b. Surat-surat berharga jangka panjang yang dimaksudkan untuk
mempertinggi profitabilitas bank
4. Penyertaan modal adalah penanaman dana bank dalam bentuk saham
secara langsung pada bank lain atau lembaga keuangan lain yang
berkedudukan di dalam negeri dan di luar negeri. Dapat juga berbentuk
penyertaan saham dalam suatu perusahaan nasabah asalkan dalam rangka
penyelamatan kredit.
Selain menjaga kualitas aktiva produktifnya, untuk menjaga posisi NIM
perlu memperhatikan perubahan suku bunga. Dalam mencapai keuntungan yang
maksimal selalu ada risiko yang sepadan, semakin tinggi keuntungannya semakin
besar risiko yang dihadapi. Dalam perbankan sangat dipengaruhi oleh besarnya
suku bunga (interest rate). Peningkatan keuntungan dalam kaitannya dengan
perubahan suku bunga sering disebut NIM (Net Interest Margin), yaitu selisih
pendapatan bunga dengan biaya bunga (Januarti, 2002).
2.1.6 Modal
CAR adalah rasio atau perbandingan antara modal bank dengan aktiva
tertimbang menurut resiko (ATMR). CAR menjadi pedoman bank dalam
melakukan ekspansi di bidang perkreditan. Dalam prakteknya perhitungan CAR
yang oleh Bank Indonesia disebut Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Baik ATMR maupun Modal Bank
memerlukan rincian dan kesamaan pengertian apa yang masuk sebagai komponen
untuk menghitung ATMR dan bagaimana menghitungnya. Begitu juga Modal,
perlu dirinci apa yang dapat digolongkan dan diperhitungkan sebagai Modal
Bank. Petunjuk mengenai hal ini diatur dasar-dasarnya oleh Bank Indonesia
melalui ketentuan SE BI No. 26/1/BPPP tanggal 29 Mei 1993. Mengenai
pengertian dan perincian modal yang terdiri dari Modal Inti dan Modal Pelengkap,
telah dilakukan penyempurnaan oleh BI melalui Surat Edaran Bank Indonesia No.
3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001, dengan berpedoman kepada ketentuan
sebelumnya sebagai berikut (Dunil, 2005):
a) Di dalam perhitungan laba tidak termasuk pengakuan laba karena
penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 46
tentang Akuntansi Pajak Penghasilan.
b) Di dalam komponen modal yang disetor tidak termasuk pengakuan modal
yang dipesan yang berasal dari piutang kepada pemegang saham
sebagaimana ditetapkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 21 tentang akuntansi ekuitas.
c) Dana setoran modal adalah dana yang sudah disetor penuh untuk tujuan
penambahan modal namun belum didukung dengan kelengkapan
persyaratan untuk dapat dgolongkan sebagai modal disetor seperti
pelaksanaan rapat umum pemegang saham maupun pengesahan anggaran
dasar dari instansi yang berwenang. Untuk dapat digolongkan sebagai
khusus (escrow account) dan penggunaannya harus dengan persetujuan
Bank Indonesia.
d) Cadangan Revaluasi Aktiva Tetap tidak dapat dikapitalisir ke dalam modal
disetor dan dibagikan sebagai saham bonus dan atau deviden.
e) Kekurangan pembentukan penyisihan aktiva produktif oleh bank
merupakan komponen biaya pada laba tahun berjalan.
f) Yang dimasukkan ke dalam komponen laba tahun lalu dan tahun berjalan
adalah jumlah setelah diperhitungkan taksiran pajak kecuali apabila bank
diperkenankan mengkompensasi kerugian sesuai ketentuan perpajakan
yang berlaku.
g) Peningkatan atau penurunan harga saham pada portofolio yang tersedia
untuk dijual merupakan selisih antara harga pasar dengan nilai perolehan
atas penyertaan bank pada perusahaan yang sahamnya tercatat di pasar
modal.
Sesuai Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
rasio CAR dirumuskan sebagai berikut:
(2.5)
2.2 Penelitian Sebelumnya
Di dalam jurnal ekonomi Hayat (2008) yang berjudul Analisis
Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Rentabilitas Perusahaan Perbankan yang Go
Public di Pasar Modal Indonesia menyatakan bahwa Semakin kecil rasio BOPO
BOPO maka bank kurang mampu menekan biaya operasional yang menimbulkan
bank kurang efisien mengelola sumber daya yang ada di perusahaan. Sedangkan
dalam penelitian Mabruroh (2004) yang bejudul Manfaat dan Pengaruh Rasio
Keuangan dalam Analisis Kinerja Keuangan Perbankan menunjukkan BOPO
berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA.
Pada penelitian Nugraheni dan Hapsoro (2007) yang berjudul Pengaruh
Rasio Keuangan CAMEL, Tingkat Inflasi, dan Ukuran Perusahaan terhadap Kinerja
Keuangan Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Jakarta NPL menunjukkan bahwa
NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja keuangan bank.
Sedangkan dalam penelitian Mabruroh (2004) menunjukkan NPL berpengaruh
positif dan signifikan terhadap ROA.
Penelitian mengenai pengaruh NIM terhadap ROA yang dilakukan
Mawardi (2005) yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kinerja Keuangan Bank Umum di Indonesia (Studi Kasus Pada Bank Umum
dengan Total Asset Kurang dari 1Triliun). Hasil penelitian menunjukkan keempat
variabel CAR, NPL, BOPO serta NIM secara bersama-sama mempengaruhi
kinerja bank umum. Untuk variabel CAR dan NIM mempunyai pengaruh positif
terhadap ROA, sedangkan variabel BOPO dan NPL, mempunyai pengaruh negatif
terhadap ROA. Dari keempat variabel, yang paling berpengaruh terhadap ROA
adalah variabel NIM. Sedangkan pada penelitian tesis Suyono (2005) yang
bejudul Rasio-Rasio Bank yang Berpengaruh terhadap Return on Asset (Studi
Empiris: pada Bank Umum di Indonesia Periode 2001-2003) menunjukkan NIM
Werdaningtyas (2002) dalam jurnalnya yang berjudul Faktor yang
Mempengaruhi Profitabilitas Bank Take Over Pramerger di Indonesia menunjukkan
bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Sedangkan
penelitian Mawardi (2005) menunjukkan CAR tidak berpengaruh terhadap ROA.
Dan pada penelitian Purwana (2009) tentang profitabilitas (ROA)
perbankan dengan studi perbandingan pada bank asing periode Januari
2003-Desember 2007 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh perubahan
CAR, LDR, size, dan BOPO terhadap ROA bank asing. Hal ini menunjukkan
bahwa rasio ROA dipengaruhi oleh perubahan rasio-rasio bank lainnya dimana
perubahan rasio-rasio tersebut terhadap ROA memberikan pengaruh yang berbeda
pada bank asing.
Perbedaan kepemilikan antara bank asing sangat berpengaruh karena
pemilik memiliki kewenangan besar untuk memilih siapa yang akan duduk dalam
manajemen dan selanjutnya menentukan arah kebijakan bank. Purwana (2009)
meneliti profitabilitas (ROA) perbankan dengan studi perbandingan pada bank
asing periode Januari 2003-Desember 2007. Uji Chow Test menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan pengaruh perubahan CAR, LDR, size, dan BOPO terhadap
ROA bank asing. Hal ini menunjukkan bahwa rasio ROA dipengaruhi oleh
perubahan rasio-rasio bank lainnya dimana perubahan rasio-rasio tersebut
2.3 Kerangka Pemikiran
Pada bagian kerangka pemikiran ini, diuraikan mengenai analisisis kinerja
perbakan bank asing di Indonesia. Pengaruh logis antara variabel-variabel bebas
terhadap variabel terikat dalam penelitian ini adalah:
1. Pengaruh BOPO terhadap Return On Asset (ROA).
Bank yang efisien dalam menekan biaya operasionalnya dapat mengurangi
kerugian akibat ketidakefisienan bank dalam mengelola usahanya sehingga laba
yang diperoleh juga akan meningkat. Semakin kecil BOPO menunjukkan semakin
efisien bank dalam menjalankan aktivitas usahanya sehingga semakin sehat bank
tersebut (Werdaningtyas, 2002).
Menurut bank Indonesia, efisiensi operasi diukur dengan membandingkan
total biaya oprasi dengan total pendapatan operasi atau sering disebut BOPO.
Sehingga dapat disusun suatu logika bahwa variabel efisiensi operasi yang
diproksikan dengan BOPO berpengaruh negatif terhadap kinerja perbankan yang
diproksikan dengan Return on Assets (ROA).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mawardi (2005) menunjukkan hasil
bahwa BOPO berpengaruh negatif terhadap Return On Asset (ROA).
2. Pengaruh Non Performing Loan (NPL) terhadap Return On Asset (ROA).
Rasio NPL menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola
kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Semakin tinggi rasio NPL maka
semakin buruk kualitas kredit yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah
semakin besar sehingga dapat menyebabkan kemungkinan suatu bank dalam
semakin tinggi rasio NPL maka semakin rendah profitabilitas suatu bank.
Penelitian yang dilakukan oleh (Mawardi, 2005) menunujukan pengaruh
negatif Non Performing Loan (NPL) terhadap perubahan laba, semakin tinggi
Non Performing Loan (NPL) maka semakin besar risiko yang disalurkan bank
sehingga semakin rendah pendapatan sehingga laba yang diproksikan dengan
Return On Asset (ROA) menurun.
3. Pengaruh Net Income Margin (NIM) terhadap Return On Asset (ROA).
Net Income Margin (NIM) merupakan rasio yang menunjukkan
kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk
menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari
pemberian kredit atau pinjaman, sementara bank memiliki kewajiban beban bunga
kepada deposan. Semakin besar rasio ini maka meningkatkan pendapatan bunga
atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam
kondisi bermasalah semakin kecil. Meningkatnya pendapatan bunga dapat
memberikan kontribusi laba terhadap bank. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin besar perubahan Net Income Margin (NIM) suatu bank, maka semakin
besar pula profitabilitas bank tersebut, yang berarti kinerja keuangan tersebut
semakin meningkat.
Penelitian yang dilakukan Mawardi (2005) menunjukkan hasil bahwa Net
4. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Return On Asset
(ROA).
CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank
yang mengandung risiko (kredit, penyertaan surat berharga, tagihan pada bank
lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana-dana
dari sumber-sumber diluar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan
lain- lain. Dengan kata lain, CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur
kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung
atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. CAR menunjukkan
sejauh mana penurunan aset bank yang masih dapat ditutup oleh equity bank yang
tersedia, semakin tinggi CAR maka semakin baik kondisi bank.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mawardi (2005) menunjukkan hasil
bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Return On Asset (ROA).
Varabel didalam penelitian ini adalah BOPO, Non Performing Loan
(NPL), Net Interest Margin (NIM), dan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagai
variabel independent (bebas) dan Return On Assets (ROA) sebagai variabel
dependent (terikat). Sehingga kerangka pikir tersebut dapat digambarkan sebagai
Gambar. 2.1
Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan sementara dari penelitian yang akan
diteliti. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Efisiensi operasi (BOPO) berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan
(ROA)
H2 : Risiko kredit (NPL) berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan
(ROA)
H3 : Risiko pasar (NIM) berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan
(ROA)
H4 : Modal (CAR) berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan (ROA)
H5 : Ada Perbedaan Pengaruh Efisiensi Operasi (Bopo), Risiko Kredit (NPL),