BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sinar X (sinar Rontgen)
Sinar X ditemukan oleh seorang ahli fisika berkebangsaan Jerman bernama Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895, sewaktu melakukan
eksperimen dengan sinar katoda saat itu dia melihat timbulnya sinar fluorosensi yang berasal Kristal barium platinosianida dalam tabung Crookes -Hittorf yang dialiri listrik. Kemudian dia melanjutkan penelitiannya dan menemukan sinar yang disebutnya sebagai sinar baru atau sinar X ( Rasad, 2005). Sinar X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang pendek yaitu 0,01 – 10 Ǻ sehingga mengakibatkan sinar X mampu menembus materi yang dilaluinya. Berikut ini ditampilkan spektrum gelombang elektromagnetik,
Gambar 2.1 Spektrum Gelombang elektromagnetik ( Wikipedia.org)
2.2 Komponen Pesawat Sinar X (sinar Rontgen)
terbentuk citra dari bagian tubuh yang disinari. Komponen tabung sinar X
ditampilkan pada gambar 2.2 berikut ini.
Gambar 2.2 Tabung Insersi pesawat sinar X (Bushberg, 2001)
Di dalam komponen tabung insersi dan wadah tabung terdapat perangkat-perangkat yaitu :
1. Katoda / elektroda negatif (sumber elektron) 2. Anoda / elektroda positif (acceleration potential) 3. Focusing cup
4. Rotor atau stator (target device) 5. glass metal envelope (vacum tube)
6. Oil 7. Window
1. Katoda
Katoda terbuat dari nikel murni dimana celah antara 2 batang katoda disisipi kawat pijar (filamen) yang menjadi sumber elektron pada tabung sinar X. filamen terbuat dari kawat wolfram (tungsten) digulung dalam bentuk spiral.
2.Anoda
3.Focusing cup
Focusing cup ini sebenarnya terdapat pada katoda yang berfungsi sebagai alat untuk mengarahkan elektron secara konvergen ke target agar elektron tidak terpancar ke mana-mana.
Glass metal envelope atau vacum tube adalah tabung yang gunanya membungkus komponen-komponen penghasil sinar X agar menjadi vacum atau kata lainnya menjadikannya ruangan hampa udara.
6. Oil
Oil berfungsi sebagai pendingin tabung sinar X. 7. Window
Window atau jendela adalah tempat keluarnya sinar X. Window terletak di bagian bawah tabung
2.3 Produksi Sinar X (sinar Rontgen)
Menurut Bushong, (2001), foton sinar X dihasilkan ketika elektron berkecepatan tinggi yang berasal dari katoda menumbuk terget pada anoda. Elektron-elektron dari katoda ini berasal dari pemanasan filamen, sehingga pada
filamen ini akan terbentuk awan elektron. Dengan adanya perbedaan beda potensial yang cukup besar antara anoda yang bermuatan positif dan katoda yang bermuatan negatif, maka elektron-elektron dari katoda akan bergerak dengan cepat menuju anoda saat diberikan tegangan tinggi. Elektron tersebut menumbuk bidang target dan mengahasilkan foton sinar X sebanyak 1 % dan 99 % energi panas.
Sinar X berdasarkan proses kejadiannya terdiri dari dua jenis yaitu : 1. Sinar X Bremsstrahlung
mempunyai energi positif dan elektron mempunyai energi negatif, maka terjadi
hubungan tarik- menarik antara inti atom dengan elektron. Ketika elektron ini cukup dekat dengan inti atom dan inti atom mempunyai medan energi yang cukup besar untuk ditembus oleh elektron proyektil, maka medan energi pada inti atom ini akan melambatkan gerak dari elektron proyektil. Melambatnya gerak dari elektron proyektil ini akan mengakibatkan elektron proyektil kehilangan energi dan berubah arah. Energi yang hilang dari elektron proyektil ini dikenal dengan photon sinar – X bremsstrahlung.
Gambar 2.3 Proses Sinar X Bremsstrahlung (Bushberg, 2001)
2. Sinar X Karakteristik
Sinar-X karakteristik terjadi ketika elektron proyektil dengan energi kinetik yang tinggi berinterkasi dengan elektron dari tiap-tiap kulit atom. Elektron proyektil ini harus mempunyai energi kinetik yang cukup tinggi untuk melepaskan elektron pada kulit atom tertentu dari orbitnya. Saat elektron dari kulit atom ini terlepas dari orbitnya maka akan terjadi transisi dari orbit luar ke orbit yang lebih dalam. Energi yang dilepaskan saat terjadi transisi ini dikenal dengan photon sinar-X karakteristik. Energi photon sinar-X karakteristik ini bergantung pada besarnya energi elektron proyektil yang digunakan untuk melepaskan elektron dari kulit atom tertentu dan bergantung pada selisih energi ikat dari elektron
Gambar 2.4 Sinar X Karakteristik (Bushberg, 2001)
Perbedaan kedua sinar X diatas, selain asal terjadinya adalah bentuk spektrum energinya. Sinar X karakteristik spektrum energinya bersifat diskrit atau terputus-putus, sedangkan bremsstrahlung bersifat kontinyu (Bushberg, 2001).
2.4 Interaksi Sinar X (sinar Rontgen) dengan Bahan
Pada saat sinar X mengenai suatu bahan maka akan terjadi interaksi yang mengakibatkan penyerapan atau penghamburan sinar X. Proses penyerapan dan penghamburan akan berpengaruh pada pelemahan atau atenuasi dari sinar X tersebut yang disebabkan oleh kerapatan, ketebalan dan nomor atom bahan yang dilalui. Apabila radiasi elektromagnetik masuk ke dalam bahan , maka sebagian dari radiasi tersebut akan terserap oleh bahan. Sebagai akibatnya, intensitas radiasi setelah memasuki bahan penyerap lebih kecil dibandingkan intensitas semula.
Proses pelemahan radiasi elektromagnetik baik sinar X maupun sinar gamma dalam suatu bahan , maka akan terjadi pengurangan intensitas sesuai dengan ketentuan dan memenuhi persamaan
( ) 0
I
I e
(2.1)2.5 Grid
Grid adalah suatu alat bantu pemeriksaan yang terdiri dari lempengan garis garis logam yang bernomor atom tinggi (biasanya timbal) yang disusun sejajar satu sama lain dan dipisahkan oleh bahan penyekat atau interspace material yang dapat ditembus sinar X. Grid pertama kali ditemukan oleh Dr. Gustav Bucky
(1913) kemudian disempurnakan lagi oleh radiologis dari Chicago bernama Dr. Hocles Potter (1920) dengan cara mengatur jarak Al dan Pb menjadi lebih rapat dan lebih kecil (Bushberg, 2001).
Grid radiografi direkomendasikan penggunaanya untuk (Bushong, 2001) : 1. Objek/bagian tubuh yang memiliki ketebalan diatas 10 cm
2. Penggunan tegangan tabung yang tinggi (kV tinggi)
3.Memperlihatkan struktur jaringan lunak untuk meningkatkan kontras (misal pada pemeriksaan mammography)
Adapun bentuk grid dapat ditunjukkan seperti gambar 2.5 dibawah ini
Gambar 2.5 Grid (Quick medical.com)
Menurut jenisnya ada dua macam Grid yaitu : 1. Grid diam (stationary grid atau lisholm)
2. Grid bergerak (moving grid atau bucky)
Menurut bentuk dan Konstruksinya ada 4 macam yaitu : 1. Grid Linear
Gambar 2.6 Konstruksi Grid Linier(Bushong, 2001)
Pada grid jenis linear ini densitas film yang dihasilkan tidak sama dari sisi tengah ke sisi tepi film. Hal ini dikarenakan adanya cut off. Nilai densitas tertinggi berada dibagian tengah sedangkan terendah berada di bagian tepi film.
2. Grid fokus
Grid fokus adalah grid yang garis timbalnya berangsur-angsur miring dari pusat ke tepi sehingga titik perpotongannya bertemu di titik fokus. Grid jenis ini menutupi kekurangan grid jenis linear. Grid jenis fokus ini dapat mengurangi terjadinya cut off geometrik. Tetapi penggunaan grid ini hanya untuk jarak tertentu dan tidak boleh terbalik peletakannya.
Gambar 2.7 Konstruksi Grid focus (Bushong, 2001)
3.Pseudo fokus grid
Grid jenis ini seperti konstruksi linear akan tetapi ketinggian lempengan
Gambar 2.8 Konstruksi Pseudofokus grid (Bushong, 2001)
4. Grid silang
Grid silang merupakan dua garis paralel yang seolah-olah ditimpuk menyilang
dengan garis lempengan dengan timbale saling tegak lurus,sehingga sangat efektif menyerap radiasi hambur.
Gambar 2.9 Konstruksi grid silang (Bushong, 2001)
2.6 Fungsi Grid
Penggunaan Grid dalam radiografi berfungsi sebagai :
1.Mengurangi atau mengeliminasi radiasi hambur agar tidak sampai ke film (anti scatter radiation)
2.Meningkatkan kontras radiografi
3.Mencegah cut-off dengan rasio grid yang lebih tinggi karena memiliki kerapatan
interspace material yang baik.
r =
2.7 Konstruksi Grid
Ada tiga aspek penting dalam susunan grid yaitu : rasio grid, frekuensi grid dan bahan penyusun grid(material). Grid didesain untuk mengurangi radiasi hambur yang sampai ke film, sehingga gambar radiografi dapat dibaca oleh dokter radiologi untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit.
2.7.1 Rasio Grid
Perbandingan grid atau rasio grid adalah perbandingan antara tinggi lempengan timah (h) dengan jarak antara lempengan timah (d). Penulisan rasio grid dengan dua angka, angka pertama menandakan rasio yang sebenarnya sedangkan angka kedua menandakan faktor pembanding yang selalu bernilai satu. Rasio grid sangat menentukan kemampuan grid dalam menyerap radiasi hambur, semakin tinggi rasio grid semakin tinggi pula kemampuannya dalam menyerap radiasi hambur (Bushberg,2001). Beberapa macam rasio grid adalah 5:1, 6:1, 8:1, 10:1, 12:1 .rasio grid dipengaruhi oleh tinggi lempengan, ketebalan lempengan dan lebar bahan penyekat/interspace. Perbandingan rasio grid ditampilkan pada gambar 2.10 dibawah ini.
Gambar 2.10 Rasio Grid (Bushberg, 2001)
Rasio grid dituliskan sebagai :
h
(2.2)
D
Rasio 10:1 Rasio 10:1
frekuensi grid 100 lines/cm Frekuensi grid 50 lines/cm
Rasio 6:1 Rasio 6:1
Frekuensi grid 100 lines/cm Frekuensi grid 50 lines/cm
Rasio 8:1 Rasio 8:1
Frekuensi grid 100 lines/cm Frekuensi grid 50 lines/cm
10.000 µm/cm
(T+D) 10.000 µm/pasang garis
2.7.2 Frekuensi Grid
Grid tersusun atas lempengan-lempengan timbal yang disusun sedemikian rupa dan bahan penyekat (interspace material) timbal. Banyaknya lempengan tiap inchi atau centimeter disebut dengan Frekuensi grid. Semakin tinggi frekuensi grid maka semakin tipis dan rapat bahan penyekatnya maka rasio grid pun semakin tinggi. Banyaknya lempengan grid tiap inchi atau centimeter adalah : a. 25 – 45 lines/cm , 60 – 100 lines/inch (yang biasa digunakan pada radiography) b.25 – 80 lines/cm , 60 – 200 lines/inch (biasanya digunakan pada mammography) Untuk mendapatkan nilai frekuensi grid dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut (Bushong,2001) :
fg = ( 2.3)
dengan fg adalah frekuensi grid ,T adalah tebal lempengan timbal dan D adalah tebal bahan penyela (interspace).
Frekuensi grid tersebut dapat dilihat pada gambar 2.11 dibawah ini.
Gambar 2.11 Perbandingan frekuensi grid (Bushong 2001)
2.7.3 Bahan Penyusun Grid
penyekat ini adalah untuk meneruskan radiasi primer dan menyerap radiasi
hambur yang searah dan sejajar dengan radiasi primer. Bahan penyekat ini lebih ekfektif terbuat dari aluminium daripada plastik fiber, karena nomor atom aluminium lebih tinggi sehingga mampu menyerap radiasi hambur lebih banyak.
2.8 Prinsip Kerja Grid
Radiasi yang dihasilkan yang dihasilkan oleh interaksi sinar X dengan materi (Objek) akan menyebar ke segala arah. Salah satu arahnya adalah ke film. Grid diletakkan diantara objek dan film, sehingga radiasi hambur yang akan mencapai film harus melewati grid tersebut. Arah radiasi hambur yang membentuk sudut dengan garis lempengan akan diserap oleh material timbal grid. Sedangkan yang arahnya sejajar dengan bahan penyekat (interspace) akan diteruskan ke film. Jumlah radiasi hambur yang diteruskan tentunya akan semakin berkurang sesuai dengan rasio grid (Sprawls, 2010). Berikut ini digambarkan prinsip kerja dari grid radiografi seperti gambar 2.12 dibawah ini.
2.9 Mekanisme Kerja Grid
Fungsi utama grid adalah memperbaiki nilai kontras radiografi dengan cara menyerap radiasi hambur dan meneruskan radiasi primer sampai ke film. Mekanisme kerja grid didasarkan pada :
2.9.1 Faktor Perbaikan nilai kontras
Faktor perbaikan kontras adalah perbandingan antara kontras radiograf menggunakan grid dengan kontras radiograf tanpa menggunakan grid. Faktor perbaikan dirumuskan dengan persamaan (Meredith, 2014) :
'
C K
C
(2.4)
Dengan K adalah faktor perbaikan Kontras radiografi , C adalah Kontras radiograf dengan menggunakan grid dan C’ adalah Kontras radiograf tanpa menggunakan
grid. Semakin tinggi rasio grid yang dipakai faktor perbaikan kontras akan semakin tinggi. Faktor perbaikan kontras ini tergantung pada tegangan tabung yang diberikan, ukuran luas penyinaran, dan ketebalan objek penyinaran.
2.9.2 Selektivitas Grid
Selektivitas grid adalah perbandingan antara radiasi primer yang diteruskan dengan radiasi hambur yang ikut diteruskan. Faktor selektivitas (S) dituliskan dengan :
S =
(2.5)
Dengan Tp adalah radiasi primer yang diteruskan melalui grid, Ts adalah radiasi hambur yang diteruskan melalui grid.
2.9.3 Jarak Fokus ke Film
Jarak antara fokus dengan film (FFD) pada setiap penyinaran dengan mempergunakan grid perlu diperhatikan. Karena grid diletakkan menempel (sedekat mungkin) dengan film, semakin jauh jarak antara fokus dengan grid tentunya akan mempengaruhi jarak grid terhadap fokus. Semakin dekat jarak grid terhadap fokus makan akan semakin banyak radiasi primer yang terpotong oleh lempengan timbal. Hal inilah yang disebut dengan cut off grid . Tingkat cut off yang paling tinggi adalah pada grid jenis silang dan linear, untuk jarak fokus ke film yang sangat dekat.
Untuk mengurangi efek cut off tersebut, dapat digunakan grid dengan jenis fokus atau fokus semu. Tetapi didalam penggunaan kedua jenis grid tersebut harus menggunakan jarak tertentu sesuai dengan ketentuannya.
2.10 Karakteristik Grid
Grid dengan rasio tinggi lebih efektif dalam mengurangi radiasi hambur yang sampai ke film sebab grid rasio tinggi memiliki kisi atau penyekat (interspace) yang lebih rapat dibandingkan dengan grid dengan rasio lebih rendah (Bushberg, 2001).
Gambar 2.13 Perbandingan grid rasio rendah dan grid rasio tinggi (Sprawls, 2010)
grid yang rendah memiliki faktor perbaikan kontras yang rendah. Grid yang berat
memiliki selektifitas grid yang tinggi dan faktor perbaikan kontras yang lebih baik.
Kesalahan-kesalahan dalam penggunan Grid (Bushberg, 2001), 1. Off level
Bila pemasangan grid pada kaset rata membentuk sudut terhadap sumber sinar X(sinar rontgen). Off level dapat terjadi pada grid linear
Gambar 2.14 Kesalahan penggunaan grid off level (Bushberg, 2001)
2. Off center
Gambar 2.15 Kesalahan penggunaan gird off center (Bushberg, 2001)
3. Off fokus
Kesalahan ini diakibatkan oleh pengaturan jarak antara fokus dengan grid apakah itu lebih kecil ataupun lebih besar. Off fokus dapat terjadi pada grid linear dan grid fokus
Gambar 2.16 Kesalahan penggunaan grid off focus (Bushberg, 2001)
4. up side down (terbalik)
Pemasangan grid pada permukaan kaset secara terbalik. up side down dapat
Gambar 2.17 Kesalahan penggunaan grid upside down (Bushberg, 2001)
2.11 Kualitas Citra radiografi
Sebuah citra radiograf diharuskan dapat memberikan informasi yang jelas dalam upaya menegakan diagnosa. Ketika citra radiograf yang dihasilkan mempunyai semua informasi yang dibutuhan dalam memastikan sebuah diagnosa maka citra radiograf dikatakan memiliki kualitas gambar yang tinggi (Meredith, 2014).
Kualitas sama artinya dengan mutu. Untuk memenuhi kualitas citra radiografi yang tinggi, maka sebuah citra radiograf harus memenuhi beberapa
aspek yang akan dinilai pada sebuah radiograf yaitu densitas, kontras,dan ketajaman dan detail. Semua aspek ini harus bernilai baik agar radiograf bisa dikatakan mempunyai kualitas gambaran yang baik (Puskaradim, 2014). Selanjutnya akan dijelaskan secara terperinci tentang tiga aspek dalam sebuah
citra radiografi dibawah ini.
2.11.1 Densitas
film radiograf memiliki densitas tertentu,akan berkurang akibat terjadi penyerapan
oleh film. Densitas merupakan derajat penghitaman pada film yang dihasilkan dari perbandingan logaritma antara intensitas cahaya sebelum mengenai film dengan intensitas cahaya setelah melewati film (Bushberg, 2001). Densitas dituliskan dengan :
sedangkan It adalah Intensitas cahaya setelah mengenai film
Gambar 2.18 Prinsip Densitas Radiografi (Bushong, 2001)
Densitas minimal dalam radiografi mempunyai skala 0 dan densitas maksimal mempunyai skala 4. Untuk mendapatkan informasi yang optimal dari sebuah citra radiografi maka radiografi tersebut harus mempunyai rentang densitas tertentu didalam radiodiagnostik berkisar 0.25 D sampai 2.5 D (Bushong, 2001). Densitas dipengaruhi oleh:
a. Tegangan tabung (kV)
Menunjukkan kualitas sinar X (sinar Rontgen) karena berhubungan dengan
kemampuan sinar X (sinar Rontgen) dalam menembus bahan b. Kuat arus (mA)
Menunjukan besarnya arus yang terjadi selama eksposi berlangsung. c. Waktu (s)
Waktu eksposi/lamanya sinar X (sinar Rontgen) yang keluar saat pemotretan dalam satuan detik.
d. Kuat arus waktu (mAs) kualitas sinar yang dihasilkan
f. Ketebalan objek
Semakin tebal objek yang akan difoto, faktor eksposi semakin meningkat g. Luas lapangan penyinaran
Intensitas sinar X yang keluar dari tube sinar X.
2.11.2 Kontras
Perbedaan gambaran antara derajat kehitaman dan putih akibat adanya perbedaan daya absorbsi objek terhadap sinar X. Perbedaan tingkat kehitaman ini disebabkan oleh nomor atom objek berbeda-beda sehingga daya serap tiap objek berbeda-beda. Objek yang tebal memiliki daya serap yang lebih besar sehingga sedikit sinar X yang sampai ke film akibatnya citra yang dihasilkan putih, Sedangkan Objek yang tipis memiliki daya serap yang lebih kecil sehingga lebih banyak melewatkan sinar X yang sampai ke film akibatnya citra yang dihasilkan hitam (Bushberg, 2001). Hal ini yang menyebabkan timbulnya perbedaan tingkat kehitaman suatu citra radografi. Perbedaan tingkat kehitaman ini dirumuskan dengan (Bushong, 2001) :
C = Dmax – Dmin (2.8)
Dengan C adalah Kontras, Dmax adalah Densitas maksimum dan Dmin adalah
Densitas minimum.
Kontras radiografi dibagi menjadi 2:
1. Kontras subjektif : perbedaan persepsi/penilaian mata , masing-masing
orang dalam membedakan kontras radiografi.
2. Kontras objektif : perbedaan gambaran hitam dan putih yang diukur
dengan alat densitometer.
Faktor yang mempengaruhi kontras radiografi: 1. Tegangan tabung
2. Perbedaan koefisien atenuasi linear gambar, dipengaruhi oleh kerapatan
jenis dan nomor atom objek.
3. Radiasi hambur akan menurunkan nilai kontras
4. Penggunaan grid akan meningkatkan kontras radiografi dengan menyerap
5. Processing film : agitasi yang terlalu lama menyebabkan gambaran hitam
meningkat (kontras menurun), cairan processing yang lemah menyebabkan kontras menurun.
2.11.3 Ketajaman gambar
Jika kontras didefinisikan sebagai perbedaan densitas, yaitu ukuran dari garis imaginer yang merupakan batas dari dua daerah yang berbeda kehitamannya (ketajaman tinggi = batasnya jelas). Pada praktik bentuk bayangan sering diikuti oleh pengaburan, dimana tingkat pengaburan itu disebabkan oleh beberapa hal, seperti :
1. Faktor geometrik
Faktor yang berhubungan dengan pembentukan bayangan. Dipengaruhi oleh:
a. Ukuran fokus
Setiap pesawat rontgen memiliki perbedaan ukuran fokus. Semakin kecil fokus, semakin tajam hasil gambaran
b. Jarak
Semakin jauh FFD atau semakin dekat OFD maka semakin tajam gambaran 2. Faktor pergerakan
Faktor yang berhubungan dengan objek dan pergerakannya. Ada 2 macam pergerakan:
1. Pergerakan subjektif, yaitu pergerakan yang disebabkan oleh organ-organ
yang bergerak secara sadar, contoh: denyut jantung, paru-paru, dll yang menyebabkan kekaburan gambaran.
2. Pergerakan objektif, yaitu pergerakan dari objek yang dapat dikendalikan
secara sadar, contoh : pada tulang. 3. Faktor Fotografi
Faktor yang berhubungan dengan pencatatan bayangan.
batas tersebut. Dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi nilai
kontras,maka semakn tajam gambar yang dihasilkan.
2.12 Faktor faktor yang mempengaruhi Kualitas radiograf
Menurut Meredith (2014), Nilai densitas suatu film radiografi merupakan paparan hasil dari paparan sinar X yang diserap oleh film tersebut. Banyaknya jumlah paparan yang diterima oleh film radiograf tergantung atau dipengaruhi oleh material atom target,tegangan tabung, dan jarak antara focus ke film.
2.12.1 Material atom target
Nomor atom bahan target mempengaruhi dalam jumlah energi efektif yang sinar X dihasilkan. Peningkatan nomor atom bahan target mengakibatkan
peningkatan efisiensi produksi Bremsstrahlung dan peningkatan energi sinar X yang dihasilkan . Kualitas sinar X sebanding dengan nomor atom bahan target yang terdapat pada tabung sinar X.
2.12.2 Tegangan tabung sinar X
Paparan sinar X kira kira sebanding dengan factor pangkat dua dari besarnya tegangan tabung yang digunakan. Dalam arti jika tegangan tabung dinaikkan dua kali maka paparan sinar X akan naik menjadi empat kalinya, sehingga daya tembusnya menjadi lebih besar (Meredith dkk, 2014). Hubungan tegangan tabung dan intensitas sinar X dirumuskan dengan :
2
1 1
2 2
I i
I i (2.10)
Dengan i adalah kuat arus.
2.12.4 Jarak antara focus ke film
Jarak focus ke film (FFD) adalah jarak antara titik focus sinar X dengan letak film radiograf. Perubahan pada FFD akan selalu berakibar pada perubahan nilai paparan sinar X yang mencapai film, karena intensitas sinar X berbanding terbalik dengan jarak/hokum kuadrat terbalik (invers square law).
Apabila d merupakan jarak dari focus ke film maka paparan sinar X dapat
Densitometer merupakan sebuah instrumen (alat) yang dapat mengukur derajat penghitaman pada film. Alat menghasilkan data yang dapat dibaca dari besarnya densitas pada sebuah film.Sebuah densitometer terdiri dari sebuah sumber cahaya, tempat meletakkan film yang akan diukur, lubang cahaya untuk mengontrol tambahan cahaya dari sumber cahaya sebuah sensor tangan dengan sensor optis, sebuah display bacaan dan sebuah kontrol kalibrasi angka.. Pengukuran densitas ini akan membantu dalam menentukan nilai densitas optimal suatu citra radiografi melalui pemakaian grid dengan rasio tertentu.satuan dari
pengukuran nilai densitas optik sebuah citra radiografi adalah D (Density) (Bushberg, 2002)
Densitometer dalam bentuk sketsa adalah sebagai berikut :
Gambar 2.20 Densitometer dalam bentuk Sketsa
Fungsi tombol tombol dalam sketsa tersebut sebagai berikut :
1. Calibration control : berfungsi mengatur ulang/adjust angka pada layar display ke posisi 0 (null) setelah film selesai diukur.
2. Readout display : berfungsi menampilkan hasil pembacaan film
dalam bentuk angka.
3. Sensor arm : berfungsi sebagai penyangga/penahan film ketika
dibaca oleh sensor optis.
4. Stage : berfungsi sebagai tempat peletakan film ketika
akan diukur.
5. Aperture : berfungsi sebagai pengatur seberapa besar sensor
optis terbuka ketika membaca densitas film.
6. Optical Sensor : berfungsi sebagai pembaca densitas optic (OD)
pada film radiografi
7. Light source : berfungsi sebagai sumber cahaya pada
Densitometer. Cara Kerja densitometer adalah sebagai berikut :
a. Film diletakkan menempel diantara sumber cahaya dan sensor
c. Cahaya yang melewati film akan ditangkap oleh sensor fotoelektrik.
d. Semakin hitam film yang diukur maka semakin sedikit cahaya yang diterima oleh sensor maka nilai densitas akan semakin tinggi.
Pada gambaran radiograf, nilai densitas bervariasi mulai dari 0,2 D pada bagian yang transparan s/d 3,5 D atau 4 D pada bagian yang paling gelap. Daerah abu-abu yang merupakan daerah yang paling sering digunakan mempunyai densitas mendekati 1 D. Seperti yang ditanyatan diatas bahwa nilai densitas bervariasi dari nilai dari mulai 0,2 D sampai dengan 4 D. Nilai paling bawah tidak bisa sampai 0 dikarenakan terdapatnya basic fog pada masing-masing film.
Seperti sudah diketahui bersama bahwa basic fog akan menyebabkan adanya densitas yang telah dibentuk meskipun film belum dieksposi. Nilai tertinggi yang bisa dicapai oleh sebuah film bisa sampai 4 D jika film memiliki kehitaman sempurna, namun biasanya film pada radiografi jarang yang densitasnya mencapai 4 D. Nilai densitas yang bisa membentuk gambaran pada film dan bisa dilihat oleh mata biasa disebut dengan usefull density. Nilai usefull density berkisar antara 0,25 D – 2 D (Bushberg, 2001). Pada kurva karakteristik, nilai usefull density berada pada daerah straight line portion atau daerah yang lurus pada kurva karakteristik. Hubungan densitas dengan Penyinaran ditampilkan dalam bentuk kurva karakteristik berikut.