• Tidak ada hasil yang ditemukan

Materi teori belajar . docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Materi teori belajar . docx"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

https://biologi-

lestari.blogspot.co.id/2013/03/teori-teori-belajar-dan-pembelajaran.html

TEORI-TEORI BELAJAR Dan PEMBELAJARAN

A. Latar Belakang

Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan. Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi pribadinya. Pembelajaran merupakan suatu sistim yang membantu individu belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan.

Teori adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia nyata dinyatakan oleh McKeachie dalam grendel 1991 : 5 (Hamzah Uno, 2006:4). Sedangkan Hamzah (2003:26) menyatakan bahwa teori merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas Teori adalah

seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji

kebenarannya. Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa,

perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.

B. Teori-Teori Klasik 1. Behavioristik

(2)

Watson, Hull, Edwin Guthrie dan Skinner. Teori belajar Skinner akan dijelaskan pada bagian yang khusus yaitu teori belajar proses.

a. Thorndike

Menurut Thorndike (Hamzah Uno, 7:2006) belajar adalah proses interaksi antara stimulu dan respon. Menurut Thorndike perubahan tingkah laku bisa berwujud sesuatu yang dapat diamati atau yang tidak dapat diamati

b. Watson

Menurut Watson (Hamzah Uno,7:2006) belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon . Stimulus dan respon tersebut berbentuk tingkah laku yang bisa diamati. dengan kata lain Watson mengabaikan berbagai

perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui karena faktor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar telah terjadi atau belum.

c. Clark Hull

Hull berpendapat bahwa tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Menurut Hull kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan, stimulus hampir selalu dikaitan dengan kebutuhan biologis.

d. Edwin Guthrie

(3)

2. Pengkondisian klasik

Teori-teori klasik dipelapori oleh seorang ahli sosiologi Rusia bernama Ivan Pavlo pada awal tahun 1900 an. Untuk menghasilkan teori ini Ivan Pavlov melakukan suatu eksperimen secara sistimatis dan saintifik, dengan tujuan mengkaji bagaimana pembelajaran berlaku pada suatu organisme.

Pavlov melakukan suatu eksperimen terhadap anjing. Dia meletakkan secara rutin bubur daging di depan mulut anjing . Anjing mengeluarkan air liur . air liur yang dikeluarkan oleh anjing merupakan suatu stimulus yang diasosiasikan dengan makanan. Pavlov juga menggunakan lonceng sebelum makanan diberikan.

Berdasarkan hasil eksperimen pavlo diperoleh suatu kesimpulan bahwa asosiasi terhadap penglihatan dan suara dengan makanan ini merupakan tipe pembelajaran yang penting, yang kemudian dikenal dengan Teori Pengkondisian Klasik.

Pengkondisian klasik adalah tipe pembelajaran dimana suatu organisme belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimulus. (Santrock, 2010). Dalam pengkondisian klasik stimulus netral (seperti melihat seseorang)

diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna (seperti makanan) dan menimbulkan kapasitas untuk menghasilkan respon yang sama.

Dalam teori pengkondisian klasik ada 2 tipe stimulus dan 2 tipe respon,yang harus dipahami yaitu Unconditioned Stimulus (US), Unconditoned respon (ER), Conditioned Stimulus (CS), dan Conditioned Respon (CR).

Unconditioned Stimulus (US) adalah sebuah stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu. Dalam

eksperimen Pavlov makanan adalah US. Unconditioned Respon adalah respon yang tidak dipelajari yang secara otomatis dihasilkan oleh US, dalam eksperimen Pavlov air liur anjing yang merespon makanan adalah UR.

Conditioned Stimulus adalah stimulus yang sebelumnya netral yang akhirnya menghasilkan conditioned respon setelah diasosiasi dengan US. Dalam espemen Pavlov beberapa penglihatan dan suara yang terjadi sebelum anjing menyantap makanan. Conditioned Respon adalah respon yang dipelajari yang muncul setelah terjadi pasangan US – CS. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada skema exsperimen Palvov berikut :

Sebelum Pengkondisian

(4)

Selama Pengkondisian

CS(lonceng) + US (makanan)>>>>> UR (keluar air liur) Setelah Pengkondisian

CS (lonceng) >>>>>>> CR (keluar air liur) (M. Asrori, 2008)

Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov diperoleh kesimpulan berkenan dengan beberapa cara perubahan tingkah laku yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran (M. Asrori, 8:2008 dan Santrock, 270 : 2010) , yaitu : a. Generalization (generalisasi)

Generalization adalah pengaruh dari stimulus yang baru untuk menghasilkan respon yang sama. Misalnya murid dimarahi karena ujian biologinya buruk. Saat murid untuk ujian kimia dia juga akan menjadi gugup karena kedua pelajaran tersebut saling berkaitan. Jadi murid menggeneralisasikan satu ujian mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lain.

b. Discrimination (diskriminasi)

Descrimination dalam pengkondisian klasik terjadi ketika organisme merespon stimulus tertentu tetapi tidak merespon stimulus lainnya. Dalam kasus murid yang mengikuti ujian di kelas, dia begitu gugup saat menempuh ujian pelajaran bahasa Indonesia atau sejarah karena kedua mata pelajaran tersebut jauh berbeda dengan mata pelajaran kimia dan biologi

c. Extinction (pelenyapan)

Suatu stimulus yang dikondisikan tidak diikuti dengan stimulus tidak

dikondisikan, lama kelamaan organisme tidak akan merespon. Ini berarti bahwa respon secara bertahap terhapus. Murid yang gugup mengikuti ujian akan mulai menempuh tes dengan lebih baik,dan kecemasannya mereda.

Teori pengembangan klasik ini sangat membantu untuk mamahami beberapa aspek pembelajaran dengan lebih baik dan juga membantu memahami

kecemasan dan ketakutan pada murid dalam proses belajar dan pembelajaran . 3. Gestalt

Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui

pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan.

(5)

a. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.

b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.

c. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses

pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya. d. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.

e. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Jadi menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

C. Teori – Teori Belajar Proses 1. Teori Skinner

Teori Skinner disebut juga dengan teori pengkondisian operan. Pelopor teori ini adalah B.F. Skinner. Inti dari teori ini adalah dimana konsekunsi prilaku akan menyebabkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan terjadi (Santrock, 272:2010).

Konsekuensi – imbalan atau hukuman bersifat sementara pada prilaku

(6)

Menurut Skinner, pengkondisian Operan terdiri dari 2 konsep utama, yaitu : penguatan (reinforcement), yang terbagi kedalam penguatan positif dan penguatan negative, dan hukuman (punishment). (M. Asrori, 9 : 2008) Penguatan positiv (positeve reinforcement) adalah apa saja stimulus yang dapat meningkatkan sesuatu tingkah laku. Contoh seorang siswa yang

mencapai prestasi tinggi diberikan hadiah maka dia akan mengulangi prestasi itu dengan harapan dapat hadiah lagi. Penguatan bisa berupa benda, penguatan sosial (pujian, sanjungan) atau token (seperti nilai ujian).

Penguatan negativ (negative reinforcement) apa saja stimulus yang menyakitkan atau yang menimbulkan keadaan tidak menyenangkan atau tidak mengenakan perasaan sehingga dapat mengurangi terjadinya sesuatu tingkah laku. Contoh seorang siswa akan meninggalkan kebiasaan terlambat

mengumpulkan tugas/PR karena tidak tahan selalu dicemooh oleh gurunya. Hukuman (punishment) adalah apa saja stimulus yang menyebabkan sesuatu respon atau tingkah laku menjadi berkurang atau bahkan langsung dihapuskan atau ditinggalkan. Contoh seorang siswa yang tidak mengerjakan PR tidak dibolehkan bermain bersama teman-temannya saat jam istirahat.

Ada sejumlah teknik-teknik dalam pengkondisian operan yang dapat digunakan untuk pembentukan tingkah laku dalam pembelajaran (M.Asrori, 10:2008), yaitu :

a. Pembentukan respon (Shaping Behaviour)

Teknik pembentukan respon ini dilakukan dengan cara menguatkan organisme pada saat setiap kali ia bertindak kearah yang diinginkan sehingga ia menguasai atau belajar merespon sampai suatu saat tidak lagi menguatkan respon tersebut. Prosedur pembentukan respon bisa digunakan untuk melatih tingkah laku siswa dalam proses pembelajaran agar secara bertahap mampu merespon stimulus dengan baik . Contoh : apabila seorang guru memberikan ceramah, reaksi siswa sebagai pendengar dapat mempengaruhi bagaimana guru itu bertindak. Jika sekelompok siswa mengangguk – angguk kepala mereka, ini dapat

menguatkan guru tersebut untuk berceramah lebih semangat lagi. b. Generalisasi,Diskriminasi dan Penghapusan

Generalisasi adalah penguatan yang hampir sama dengan penguatan sebelumnya akan dapat menghasilkan respon yang sama. Contoh : Seorang siswa akan mengerjakan PR dengan tepat waktu karena pada minggu lalu mendapat pujian di depan kelas oleh gurunya ketia menyelesaikan PR tepat waktu.

(7)

Penghapusan adalah suatu respon terhapus secara bertahap apabila

penguatan atau ganjaran tidak diberikan lagi. Contoh : seorang siswa yang mampu mengerjakan PR dengan tepat waktu tadi bisa secara bertahap menjadi tidak tepat waktu karena gurunya tidak pernah lagi memberikan pujian sama sekali.

c. Jadwal Penguatan (Schedule of reinforcement)

Skinner menyatakan bahwa cara atau waktu pemberian penguatan dapat mempengaruhi respon. Penguatan disini dibagi menjadi 2 yaitu penguatan berkelanjutan (Continous Inforcement) dan penguatan berkala (Variabel Reinforcement).

Penguatan berkelanjutan adalah penguatan yang diberikan pada setiap saat setiap kali organisme menghasilkan respon. Contoh : setiap kali siswa mampu mengerjakan soal dengan betul, guru selalu memberikan pujian kepadanya Penguatan berkala adalah penguatan yang diberikan dalam jangka waktu tertentu. Penguatan berkala terbagi dua , yaitu : berdasarkan nisbah (rasio) yang disebut penguatan nisbah dan berdasarkan interval waktu atau disebut juga dengan penguatan waktu.

Penguatan nisbah dibagi menjadi dua, yaitu : Nisbah tetap adalah apabila penguatan diberikan setelah beberapa respon terjadi. Misalnya ada 10 kali siswa memberikan respon baru diberikan 1 kali penguatan. Dan nisbah berubah adalah apabila penguatan diberikan setelah beberapa kali respon muncul, tetapi kadarnya tidak tetap. Misalnya penguatan diberikan kepada siswa kadang kala setelah 10 kali respon kadang kala setelah 5 respon

Penguatan waktu juga dibagi dua, yaitu : waktu tetap adalah apabila

penguatan diberikan pada akhir waktu yang ditetapkan. Misalnya memberikan pengutan kepada setiap respon yang muncul setelah 1 menit. Waktu berubah adalah apabila penguatan diberikan pada akhir waktu yang ditetapkan, tetapi waktu yang ditetapkan itu berbeda berdasarkan respon yang muncul.

d. Penguatan Positif

Penguatan posistif dilakukan dengan memberikan penguatan sesegera mungkin setelah suatu tingkah laku muncul. Misalnya seorang siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru maka pada sait itu juga guru segera memberikan pujian.

e. Penguatan Intermiten

(8)

teman-temannya agar keberanian membaca puisi di depan kelas tersebut dapat terpelihara.

f. Penghapusan

Penghapusan dilakukan dengan cara tidak melakukan penguatan sama sekali atau tidak mengirakan respon yang akan muncul pada seseorang. Misalnya siswa yang berbicara lucu dengan maksud memancing teman-temannya bergurau agar suasana kelas menjadi gaduh, tidak diberikan sapaan oleh guru bahkan guru tidak menghiraukannya. Denga demikian, siswa yang bersangkutan akan merasa bahwa apa yang dilakukannya tidak berkenan di hati gurunya sehingga dia tidak akan melakukannya lagi.

g. Percontohan (modeling)

Percontohan adalah prilaku atau respon individu yang dilakukan dengan mencontoh tingkah laku orang lain. Contohnya : seorang siswa berusaha berbicara dengan suara keras, tidak terges-gesa, sistematis, dan mudah

dipahami karena dia meniru guru IPA yang selalu menunjukkan prilaku seperti itu pada saat mengajar. Oleh karena itu seorang guru harus mampu menunjukkan tutur kata, sikap, kemampuan, kecerdasan dan tingkah laku yang dapat dicontoh oleh siswa.

h. Token Ekonomi

Adalah memberikan gambaran terhadap sesuatu yang memiliki nilai ekonomi ketika seseorang telah mampu menunjukkan respon atau tingkah laku yang positif sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya guru member hadiah buku novel yang bagus kepada seorang siswa

2. Teori Gagne

Robert Gagne lahir tahun 1916 di North Andover, Beliau mendapatkan gelar A.B. pada Yale tahun 1937 dan pada tahun 1940 mendapat gelar Ph.D. Ada beberapa hal yang melandasi pandangan Gagne tentang belajar.

menurutnya belajar bukan merupakan proses tunggal melainkan proses luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku, dimana tingkah laku itu merupakan proses komulatif dari belajar. Artinya banyak

keterampilan yang dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar keterampilan yang lebih rumit.

(9)

Gagne tidak dapat didefinisikan dengan mudah, karena belajar bersifat

kompleks. Hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah belajar, orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut berasal dari (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan; dan (2) proses kognitif yang dilakukan siswa. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan

informasi menjadi kapabilitas baru. Juga dikemukakan bahwa belajar merupakan faktor yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan, perkembangan tingkah laku merupakan hasil dari aspek kumulatif belajar. Berdasarkan pandangan ini Gagne mendefinisikan pengertian belajar secara formal bahwa belajar adalah perubahan dalam disposisi atau kapabilitas manusia yang berlangsung selama satu masa waktu dan tidak semata-mata disebabkan oleh proses pertumbuhan. Perubahan itu berbentuk perubahan tingkah laku. Hal itu dapat diketahui dengan jalan membandingkan tingkah laku sebelum belajar dan tingkah laku yang diperoleh setelah belajar. Perubahan tingkah laku dapat berbentuk perubahan kapabilitas jenis kerja atau perubahan sikap, minat atau nilai. Perubahan itu harus dapat bertahan selama periode waktu dan dapat dibedakan dengan perubahan karena pertumbuhan, missalnya perubahan tinggi badan atau perkembangan otot dan lain-lain.

Gagne membagi proses belajar berlangsung dalam empat fase utama, yaitu: · Fase pengenalan (apprehending phase). Pada fase ini peserta didik memperhatikan stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Ini berarti bahwa belajar adalah suatu proses yang unik pada tiap siswa, dan sebagai akibatnya setiap siswa bertanggung jawab terhadap belajarnya karena cara yang unik yang dia terima pada situasi belajar.

· Fase perolehan (acqusition phase). Pada fase ini peserta didik memperoleh pengetahuan baru dengan menghubungkan informasi yang

diterima dengan pengetahuan sebelumya. Dengan kata lain pada fase ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.

· Fase penyimpanan (storage phase). Fase storage/retensi adalah fase penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.

· Fase pemanggilan (retrieval phase). Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori. Kadang-kadang dapat saja informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk lebih daya ingat maka perlu informasi yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur dengan baik atas pengelompokan-pengelompokan menjadi katagori, konsep sehingga lebih mudah dipanggil.

(10)

· Fase motivasi

sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar.

· Fase generalisasi

adalah fase transer informasi pada situasi-situasi baru, agar lebih meningkatkan daya ingat, siswa dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru tersebut.

· Fase penampilan

adalah fase dimana siswa harus memperlihatkan sesuatu penampilan yang nampak setelah mempelajari sesuatu.

· Fase umpan balik, siswa harus diberikan umpan balik dari apa yang telah ditampilkan (reinforcement).

D. Teori – Teori Kognitif 1. Pemrosesan informasi

Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang

menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari otak (Slavin, 2000: 175). Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak melalui beberapa indera.

Pemerosesan informasi menyatakan bahwa murid mengolah informasi,

memonitiringnya, dan menyusun strategi berkenaaan dengan informasi tersebut. Inti dari pendekatan ini adalah proses memori dan berfikir (thinking). (Santrock, 310:2010). Anak secara bertahap mengembangkan kapasitas untuk

mengembangkan untuk memproses informasi, dan secara bertahap pula mereka biasa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang kompleks.

Pemerosesan informasi pada awalnya menggunakan sistem komputer sebagai analog. Penggunaan sistem komputer sebagai analog cara manusia memproses, menyimpan dan mengingat kembali informasi sesungguhnya kurang tepat karena terlalu menyederhanakan manusia. Cara manusia memproses informasi sesungguhnya lebih kompleks dibandingkan dengan komputer. (M.Asrori,

13:2008)

(11)

Pemikiran menurut pendapat Siegler (2002), berfikir adalah pemerosesan informasi. Ketika anak merasakan, malakukan, mempresentasikan dan

menyimpan informasi dari dunia sekelilingnya, mereka sedang melakukan proses berfikir. Pikiran adalah sesuatu yang sangat fleksibel, yang menyebabkan individu bias beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan dalam lingkungan, tugas dan tujuan. (Santrock, 311 : 2010).

Mekanisme pengubahan menurut Siegler (2002) dalam pemerosesan informasi focus utamnya adalah pada peran mekanisme pengubah dalam perkembangan. Ada empat mekanisme yang bekerjasama menciptakan perubahan dalam keterampilan kognitif anak, yaitu : Ecoding (penyandian), Otomatisasi, konstruksi strategis dan generalisasi.

Ecoding adalah proses memasukkan informasi kedalam memori. Aspek utama dari pemecahan problem adalah menyandikan informasi dan relevan dan

mengabaikan informasi yang tidak relevan.

Otomatisitas adalah kemampuan untuk memproses informasi dengan sedikit atau tanpa usaha. Seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman,

pemerosesan informasi menjadi makin otomatis, dan anak bisa mendeteksi hubungan – hubungan baru antara ide dan kejadian. (Kail, 2002 dalam Santrock, 311 : 2010).

Konstruksi Strategi yaitu penemuan prosedur baru untuk memproses informasi. Anak perlu menyandikan informasi kunci untuk suatu problem dan

mengoordinasikan informasi tersebut dengan pengetahun sebelumnya yang relevan untuk memecahkan masalah.

Agar dapat manfaat penuh dari strategi baru diperlukan generalisasi. Anak perlu melakukan generalisasi, atau mengaplikasikan strategi pada problem lain.

Modifikasi diri. Anak memainkan peran aktif dalam perkembangan mereka. Mereka menggunakan pengetahuan dan strategi yang telah mereka pelajari untuk menyesuaikan respon pada situasi pembelajaran yang baru. Anak membangun respon baru dan lebih canggih berdasarkan pengetahuan dan strategi sebelumnya.

2. Metakognisi

Metakognisi adalah suatu kemampuan individu berdiri di luar kepalanya dan berusaha merenungkan cara dia berfikir atau merenungkan proses kognitif yang dilakukan. (M.Asrori, 20:2008). Pengetahuan metakognisi melibatkan usaha monitoring dan refleksi pada pikiran seseorang pada saat sekarang. Aktivitas metakognisi terjadi pada saat murid secara sadar menyesuaikan dan mengelola strategi pemikiran mereka pada saat memecahkan masalah dan memikirkan sesuatu tujuan. (Santrock, 340:2010).

(12)

a. Variabel Individu

Variabel individu mengandung makna bahwa manusia itu adalah organism kognitif atau pemikir. Segala tindak – tanduk kita adalah akibat dari cara kita berfikir. Variabel individu dibagi menjadi tiga, yaitu :

· Variabel Intra Individu

Variabel intra individu adalah apa saja yang terjadi di dalam diri seseorang. Misalnya : seseorang yang mengetahui dirinya lebih pandai dalam mata

pelajaran matematika dibandingkan dengan mata pelajaran sejarah. · Variabel antra individu

Variabel antra individu adalah kemampuan individu membandingkan dan membedakan kemampuan kognitif dirinya dengan orang lain. Misalnya : seorang siswa mengetahui bahwa dirinya pandai pada mata pelajaran IPA dibandingkan dengan teman yang duduk dengan dia di kelasnya.

b. Variabel Universal

Variabel universal adalah pengetahun yang diperoleh dari unsur-unsur yang ada didalam sistem budaya sendiri. Misalnya : mengetahui bahwa sebagai manusia kita lupa. Sebenarnya kita paham terhadap apa yang kita lupakan, tetapi lama kelamaan kita sadar bahwa kita tidak paham

c. Variabel Tugas

Variabel tugas adalah kesanggupan individu untuk mengetahui kesan-kesan, pentingnya dan hambatan sesuatu tugas kognitif. Contoh : seandainya informasi yang disampaikan oleh guru adalah sesuatu yang sulit dan siswa tahu bahwa guru tersebut tidak akan mengulangi, maka para siswa tentu akan memberikan perhatian yang lebih serius dan mendengarkan serta memproses informasi itu dengan lebih teliti.

d. Variabel Strategi

Variabel strategi adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu atau mengatasi kesulitan yang timbul.

3. Sibernetik

Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. (Hamzah Uno, 17 : 2006). Dalam teori sibernetik yang lebih penting adalah sistem informasi yang diproses, karena informasi ini yang akan menentukan proses. Kelebihan Teori Sibernetik

(13)

· Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis. · Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.

· Adanya keterarahan seluruh kegiatan kepada tujuan yang ingin dicapai. · Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya. · Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing individu

· Balikan informativ memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang

diharapkan.

Kelemahan teori sibernetik adalah teori ini dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana proses belajar.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara

pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Namun teori belajar ini tidak-lah semudah yang dikira, dalam prosesnya teori belajar ini membutuhkan berbagai sumber sarana yang dapat menunjang,

(14)

model teori belajar yang dianggap cocok, tidak perlu terpaku dengan kurikulum yang ada asalkan tujuan dari teori belajar ini sama dengan tujuan pendidikan. Makalah ini sudah cukup banyak membahas tetang teori-teori pembelajaran. Teori – teori pembelajaran tersebut menjelaskan apa itu belajar dan bagaimana mana belajar itu terjadi. Teori Behavioristik merupakan teori yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antar stimulus dan respon. Teori Pengkondisian Klasik menyatakan bahwa

belajar merupakan suatu usaha dari organisme untuk mengaitkan atau

mengasosiasikan stimulus yang pada akhirnya menghasilkan sustu respon. Teori Gestalt lebih menekankan belajar adalah kecenderungan mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh. Inti dari Teori Skinner adalah dimana konsekunsi prilaku akan menyebabkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan terjadi . Teori Gane menyatakan bahwa belajar bukan merupakan proses tunggal melainkan proses luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku. Teori Pemerosesan Informasi menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Metakognisi adalah suatu kemampuan individu diluar kepalanya dan berusaha merenungkan cara dia berfikir atau merenungkan proses kognitif yang dilakukan. Sedangkan Sibernetik mengatakan bahwa belajar adalah pengolahan informasi .

Jadi masing-masing teori menjelaskan belajar dan pembelajaran dalam pengertian yang berbeda-beda.

B. Saran

(15)

https://akhmadsudrajat.wordpress.com/200

8/02/02/teori-belajar/

Teori – Teori Belajar: Behaviorisme,

Kognitif, dan Gestalt

Posted on 2 Februari 2008 by AKHMAD SUDRAJAT — 214 Komentar

oleh :

Akhmad Sudrajat

Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan sejumlah teori belajar yang

bersumber dari aliran aliran psikologi. Di bawah ini akan dikemukakan empat jenis

teori

belajar,

yaitu: (A)

teori belajar behaviorisme

, (B)

teori belajar kognitif Piaget

, (C)

teori

belajar pemrosesan informasi

, dan (D)

teori belajar Gestalt.

A.

Teori Belajar Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi

fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain,

behaviorisme

tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam

suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga

menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.

Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum

belajar, diantaranya:

(16)

efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara

Stimulus-Respons.

1. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

2. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum

belajar, diantaranya :

1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.

2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung

merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan

operant

adalah

sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam

operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang

ditimbulkan oleh reinforcer.

Reinforcer

itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang

meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja

diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam

classical conditioning.

4. Social Learning menurut Albert Bandura

(17)

refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai

hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar

belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam

belajar sosial

dan

moral terjadi melalui peniruan (

imitation

) dan penyajian contoh perilaku (

modeling

). Teori ini

juga masih memandang pentingnya

conditioning

. Melalui pemberian

reward

dan

punishment,

seorang individu akan berfikir dan memutuskan

perilaku sosial

mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan

teori belajar

behavioristik

ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip

kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut

Contiguity Theory

yang menghasilkan

Metode Ambang (

the treshold method

), metode meletihkan (

The Fatigue Method

) dan

Metode rangsangan tak serasi (

The Incompatible Response Method

), Miller dan Dollard

dengan teori pengurangan dorongan.

B.

Teori Belajar Kognitif Piaget

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor

aliran

konstruktivisme

[lihat:

Teori

Belajar

Konstruktivisme

]. Salah satu sumbangan

pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami

perkembangan

kognitif

individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa

perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1)

sensory motor

; (2)

pre

operational

; (3)

concrete operational

dan (4)

formal operational

. Pemikiran lain dari Piaget

tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James

Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “

the process by which a person takes

material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of

their senses to make it fit”

dan akomodasi adalah “

the difference made to one’s mind or

concepts by the process of assimilation”

Dikemukakannya pula, bahwa

belajar

akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap

perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk

melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman

sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.Guru hendaknya banyak memberikan

rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,

mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

(18)

5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

C.

Teori Belajar Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat

penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran.

Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk

kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk

hasil belajar

. Dalam

pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi internal dan

kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang

diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu.

Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi

individu dalam proses pembelajaran.

Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1)

motivasi

; (2)

pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7)

perlakuan dan (8)

umpan balik

.

D.

Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau

konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan

dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler,

ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.

2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.

3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.

4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.

5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan

(19)

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:

1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.

2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).

3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.

4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.

(20)

4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.

5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik

(21)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dianut oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman[1].

Beberapa ilmuwan yang termasuk pendiri dan penganut teori ini antara lain adalah Thorndike, Watson, Hull, Guthrie, dan Skinner.

Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada

terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat

menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive

reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon

dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat. Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:

1. Reinforcement and Punishment;

2. Primary and Secondary Reinforcement; 3. Schedules of Reinforcement;

4. Contingency Management;

5. Stimulus Control in Operant Learning; 6. The Elimination of Responses

(22)

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi

perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000). Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon

Artikel atau bagian dari artikel ini diterjemahkan dari Teori Belajar Behavioristik di en.wikipedia.org. Isinya mungkin memiliki

ketidakakuratan. Selain itu beberapa bagian yang diterjemahkan

kemungkinan masih memerlukan penyempurnaan. Pengguna yang mahir dengan bahasa yang bersangkutan dipersilakan untuk menelusuri

referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini.

(Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat)

1. Teori Belajar Menurut Watson {| class="wikitable" ! ! ! ! |- | | | | |- | | | | |- | | | | |}

Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati

(observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia

menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.

Daftar isi

 1 Teori Belajar Menurut Clark Hull

 2 Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

 3 Teori Belajar Menurut Skinner[2]

 4 Analisis Tentang Teori Behavioristik

 5 Rujukan

(23)

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap

bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

Asas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekadar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman

(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

Teori Belajar Menurut Skinner[2]

(24)

bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya. Analisis Tentang Teori Behavioristik

Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu

keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hierarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).

Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berProgram-program, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.

Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekadar

hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.

Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut. Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar

(25)

apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.

Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:

 Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;

 Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;

 Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain,

hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya. Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif.

(26)

http://muhardin1995.blogspot.co.id/2015/05/teori-belajar-kognitivisme.html

TEORI BELAJAR KOGNITIVISME 1. Pengertian Kognitivisme

Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk

memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.

Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Kognisi adalah suatu perabot dalam benak kita yang merupakan “pusat” penggerak berbagai kegiatan kita: mengenali

lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik simpulan dan sebagainya.

(27)

pada teori ini dianjurkan untuk menggunakan media yang konkret karena anak-anak belum dapat berfikir secara abstrak.

Dalam teori ini ada dua bidang kajian yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar, yaitu:

1. Belajar tidak sekedar melibatkan stimulus dan respon tetapi juga

melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks (Budiningsih, 2005:34)1

[1][1]

2. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Menurut psikologi

kognitivistik, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti sesuatu dengan jalan mengaitkan pengetahuan baru kedalam struktur berfikir yang sudah ada. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sehingga, pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat menentukkan keberhasilan mempelajari informasi pengetahuan yang baru.2[2][2]

Teori ini juga menganggap bahwa belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya. Sedangkan situasi yang berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkah laku sangat ditentukan oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar. Pada prinsipnya, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat dilihat sebagai tingkah laku (tidak selalu dapat diamati)3[3][3]. Dalam teori ini

menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian dari situasi yang terjadi dalam proses belajar saling berhubungan secara keseluruhan. Sehingga jika

keseluruhan situasi tersebut dibagi menjadi komponen-komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah, maka sama halnya dengan kehilangan sesuatu (reilly dan lewis, 1983)4[4][4].

Sehingga dalam aliran kognitivistik ini terdapat ciri-ciri pokok. Adapun ciri-ciri dari aliran kognitivistik yang dapat dilihat adalah sebagai berikut:

a) Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia b) Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian c) Mementingkan peranan kognitif

d) Mementingkan kondisi waktu sekarang 1

(28)

e) Mementingkan pembentukan struktur kognitif

Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan

mempergunakan bentuk-bentuk representatif yang mewakili obyek-obyek itu di representasikan atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat

mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri. Tempat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat dibawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semua tanggapan-tanggapan, gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.

2. Tokoh-tokoh kognitivisme

Tokoh dari teori tersebut antara lain Jean Peaget, Bruner, dan Ausebel, Robert M. Gagne.

a. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget.

Pakar kognitivisme yang besar pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang pernah mengemukakan pendapatnya tentang perkembangan kognitif anak yang terdiri atas beberapa tahap. Dalam hal pemerolehan bahasa ibu (B1) Piaget

mengatakan bahwa (i) anak itu di samping meniru-niru juga aktif dan kreatif dalam menguasai bahasa ibunya; (ii) kemampuan untuk menguasai bahasa itu didasari oleh adanya kognisi; (iii) kognisi itu memiliki struktur dan fungsi. Fungsi itu bersifat genetif, dibawa sejak lahir, sedangkan struktur kognisi bisa berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya individu.

Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi

perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan

(29)

dirasakan baru tetapi tidak asing. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetic, artinya proses yang didasarkan atas mekenisme biologis dari perkembangan system syaraf. Semakin bertambah umur seseorang, makin komplek susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya (Travers, 1976)5[5][5].

Sehingga ketika dewasa seseorang akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif didalam struktur kognitifnya. Piaget membagi proses belajar kedalam tiga tahapan yaitu :

a) Asimilasi

Proses pengintgrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Contoh : seorang siswa yang mengetahui prinsip-prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadilah proses

pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dipahami oleh anak) dengan prinsip perkalian (informasi baru yang akan dipahami anak). b) Akomodasi

Proses penyesuaian antara struktur kognitif ke dalam situasi yang baru.

Penerapan proses perkalian dalam situasi yang lebih spesifik. Contohnya : siswa ditelah mengetahui prinsip perkalian dan gurunya memberikan sebuah soal perkalian.

c) Equilibrasi

Proses penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Hal ini sebagai penyeimbang agar siswa dapat terus berkembang dan

menambah ilmunya. Tetapi sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan roses penyeimbang. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-sendat dan berjalan tidak teratur, sedangkan dengan kemampuan equilibrasi yang baik akan mampu menata berbagai informasi yang diterima dengan urutan yang baik, jernih, dan logis.

Piaget berpendapat bahwa belajar merupakan proses penyesuaian,

pengembangan dan pengintegrasian pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang sebelumnya. Inilah yang disebut dengan konsep schema/skema (jamak = schemata/schemata). Sehingga hasil belajar/ struktur kognitif yang baru tersebut akan menjadi dasar untuk kegiatan belajar berikutnya.6[6][6] Proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan

kognitif yang dilalui oleh siswa yang terbagi kedalam empat tahap, yaitu : 1) Tahap sensorimotor (anak usia lahir – 2 tahun)

2) Tahap preoperational (anak usia 2 – 8 tahun)

(30)

3) Tahap operational konkret (anak usia 7/8 – 12/14 tahun) 4) Tahap operational formal (anak usia 14 tahun lebih)

Secara umum semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur dan juga semakin abstrak cara berfikirnya. Karena itu guru seharusnya

memahami tahap-tahap perkembangan kognitif aak didiknya, serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahap-tahap tersebut. Piaget juga mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Proses belajar yang dialami seorang anak berbeda pada tahap-tahap lainnya. Oleh karena itu guru

seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahapannya.

v Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jarome Bruner. Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia

berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang

biasanya digunakan. Sehingga, perkembangan bahasa memberi pengaruh besar dalam perkembangan kognitif (Hilgard dan Bower, 1981)7[7][7]

Menurut Bruner untuk mengajarkan sesuatu tidak usah menunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan kata lain,

perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat

perkembangannya.

Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi, tetapi disesuaikan dengan tingkat

perkembangan kognitif mereka, artinya menuntut adanya pengulangan-pengulangan. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (Free Discovery Learning). Dengan kata lain, belajar dengan menemukan.

Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran adalah menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah; anak akan berusaha membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya; dan dengan pengalamannya anak akan mencoba

(31)

bentuk struktur kognitif, yang kemudian mengalami tahap belajar sebagai perubahan persepsi dan pemahaman dari apa yang aia temukan.

Teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan ( termasuk konsep, teori, definisi, dsb) melalui contoh-contoh yang

menggambarkan ( mewakili ) aturan yang menjadi sumber . Dari pendekatan ini “belajar ekspositori” (belajar dengan cara menjelaskan). Siswa diberikan suatu informasi umum dan diminta untuk mencari contoh-contoh khusus dan konkrit . Menurut bruner ada 3 tahap dalam perkembangan kognitif, yaitu:8[8][8]

1. Enaktif : usaha/kegiatan untuk mengenali dan memahami lingkungan dengan observasi, pengalaman terhadap suatu realita.

2. Ikonik :siswa melihat dunia dengan melalui gambar-gambar dan visualaisasi verbal.

3. Simbolik : siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika dan penggunaan symbol.

Keuntungan belajar menemukan (Free Discovery Learning):

a. Menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi siswa untuk menemukan jawabannya.

b. Menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya secara mandiri dan mengharuskan siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi.

v Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel.

Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru (belajar menjadi bermakna/ meaning full learning). Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:

1) Memperhatikan stimulus yang diberikan.

2) Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.

Meaning full learning adalah suatu proses dikaitkannya

Menurut Ausebel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya

didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (Advanced Organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan

kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu :

(32)

1. Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari.

2. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari.

3. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.

Untuk itu pengetahuan guru terhadap isi pembelajaran harus sangat baik, dengan demikian ia akan mampu menemukan informasi yang sangat abstrak, umum dan inklusif yang mewadahi apa yang akan diajarkan. Guru juga harus memiliki logika berfikir yang baik, agar dapat memilah-milah materi

pembelajaran, merumuskannya dalam rumusan yang singkat, serta

mengurutkan materi tersebut dalam struktur yang logis dan mudah dipahami.

v Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Robert M. Gagne

Menurut gagne belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Pengolahan otak manusia :

a) Reseptor

b) Sensory register c) Short-term memory d) Long-term memory e) Response generator

Salah satu teori yang berasal dari psikolog kognitiv adalah teori pemrosesan informasi yang dikemukakan oleh Robert M. Gagne. Menurut teori ini belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia.

Sedangkan pengolahan otak manusia sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Reseptor (alat indera) : menerima rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya menjadi rangsaangan neural, memberikan symbol informasi yang diterimanya dan kemudian di teruskan.

b. Sensory register (penempungan kesan-kesan sensoris) : yang terdapat pada syaraf pusat, fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi sehingga terbentuk suatu kebulatan perceptual. Informasi yang masuk sebagian masuk ke dalam memori jangka pendek dan sebagian hilang dalam system.

(33)

menentukan maknanya. Memori jangka pendek dikenal juga dengan informasi memori kerja, kapasitasnya sangat terbatas, waktu penyimpananya juga pendek. Informasi dalam memori ini dapat di transformasi dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya diteruskan ke memori jangka panjang.

d. Long Term memory (memori jangka panjang) :menampung hasil pengolahan yang ada di memori jangka pendek. Informasi yang disimpan dalam jangka panjang, bertahan lama, dan siap untuk dipakai kapan saja.

e. Response generator (pencipta respon) : menampung informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban.

3. Aplikasi teori Kognitivisme

Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran yaitu guru harus

memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana

kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.

Berdasarkan prinsip teori pemrosesan informasi dirumuskan beberapa petunjuk aplikasi teori pemrosesan informasi, yaitu (a) guru hendaknya yakin bahwa setiap siswa memiliki perhatian terhadap apa yang dipelajari. Karena itu untuk menarik perhatian siswa, guru dapat melakukan tindakan dengan memberikan tanda tertentu misalnya tepuk tangan atau menghentakkan papan tulis,

(34)

Strategi mengingat atau menyimpan informasi dalam ingatan dan mengingatnya kembali bila dibutuhkan dapat dilakukan (a) untuk menghafal informasi yang tidak membutuhkan pemahaman, gunakan meneumonic (pembantu ingatan, kiat, atau jembatan keledai). Misalnya untuk menghafal kata-kata ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, nasional dengan mneumonic IPOLEKSOSBUD HANKAMNAS, (b) rumusan kembali dengan kalimat sendiri apa yang telah dipelajari, dan (c) untuk mengatasi inhibisi retroaktif dapat dilakukan berbagai cara misalnya mengajarkan konsep serupa tidak dalam waktu yang bersamaan atau mengajarkan materi serupa dengan metode yang berbeda.

Dalam proses pembelajaran kita jumpai serial learning dan free recall learning, yaitu belajar fakta menurut urutan tertentu, misalnya urutan rukun iman, rukun islam, atau berwudlu serta urutan warna, urutan peristiwa dalam sejarah.

Sedangkan free recall learning ialah mempelajari daftar yang tidak perlu diurut, misalnya nama-nama nabi atau rasul, nama tumbuhan, nama organ tubuh dan sebagainya.

Dalam praktiknya serial learning dan free recall learning terdapat beberapa cara (a) organisasi atau penyusunan misalnya dengan menyusun daftar informasi yang akan dipelajari menjadi kategori yang mempunyai arti dan mudah diingat, (b) metode loci, artinya tempat. Ialah metode alat bantu mengingat dimana seorang membuat gambaran pikiran yang berkaitan dengan tempat-tempat tertentu, (c) irama, metode mengingat dalam bentuk nyanyian. Misalnya untuk mengenalkan urutan rukun Islam atau rukun iman dengan nyanyian9[9][9].

4. Kelebihan dan kelemahan teori Kognitivisme

a) Kelebihannya yaitu : menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.

b) Kekurangannya yaitu : teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.

5. Pandangan Teori Kognitif Tentang Belajar

Menurut teori kognitif, belajar ialah proses internal yanh tidak dapat diamati langsung. Perubahan terjadi dalam kemampuan seseorang untuk bertingkah laku dan berbuat dalam situasi tertentu. Perubahan dalam tingkah laku adalah

refleksi dari perubahan internal.

Seperti halnya teori behavioristik, teori kognitif berpendapat bahwa

Referensi

Dokumen terkait

penulis bermaksud meneliti masalah tersebut dengan konsep Penelitian Tindakan Kelas.Karena Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian tindakan (action research)

Hasil pemeriksaan dengan metode PCR dari sampel hati, limpa ,darah, dan bakteri isolasi dengan menggunakan primer M1 yang terdiri atas T39, T13, dan M2 yang terdiri atas PreT43 dan

Modeling the metrics of lean, agile and leagile supply chain: An ANP-based approach.. Understanding, implementing and exploiting agility

Dengan kata lain akhlak merupakan sifat-sifat bawaan manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya Al-Qur'an selalu menandaskan, bahwa

Menciptakan karya ini dengan tujuan agar masyarakat dapat memahami karya yang berangkat dari tradisi ke modern baik secara konsep, bentuk, teknik maupun

kalangan pelajar dari segi aspek komunikasi, penyelesaian masalah dan bekerja dalam kumpulan adalah tinggi. Kemahiran bekerja dalam kumpulan adalah paling tinggi dikuasai

Rumusan yang dapat diambil daripada perbincangan kumpulan fokus ini jelas menunjukkan keseluruhan informan bersetuju menyatakan bahawa posting visual yang

Tenaga Kerja Asing ke Tenaga Kerja Indonesia  Melakukan uji bahasa  Memantau penggunaan dua bahasa pada seluruh tanda- tanda pekerjaan dan Pedoman atau prosedur kerja