• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah hukum persaingan usaha kartel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah hukum persaingan usaha kartel"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Persaingan sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas hidup manusia. Dunia yang kita kenal sekarang ini adalah hasil dari persaingan manusia dalam berbagai aspek. Persaingan yang dilakukan secara terus-menerus untuk saling mengungguli membawa manusia berhasil menciptakan hal-hal baru dalam kehidupan yang berangsur-angsur menuju arah yang semakin maju dari sebelumnya. Untuk terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi semua pihak, persaingan yang harus dilakukan adalah persaingan yang sehat. Kegiatan ekonomi dan bisnis pun tidak luput dari sebuah persaingan, mengingat kegiatan ini dilakukan banyak pihak untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, hukum yang mengatur persaingan usaha dalam kegiatan ekonomi dan bisnis sangat diperlukan semua pihak supaya tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.

Seiring dengan Era Reformasi, telah terjadi perubahan yang mendasar dalam bidang hukum ekonomi dan bisnis, yang ditandai antara lain dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang di banyak negara disebut Undang-Undang Antimonopoli. Undang-undang seperti ini sudah sejak lama dinantikan oleh pelaku usaha dalam rangka menciptakan iklim usaha yang sehat dan bebas dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah diatur sejumlah larangan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya, dengan harapan dapat memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dalam berusaha. Dengan adanya larangan ini, pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat, serta tidak merugikan masyarakat banyak dalam berusaha, sehingga pada gilirannya penguasaan pasar yang terjadi timbul secara kompetitif. Di samping itu dalam rangka menyosong era perdagangan bebas, kita juga dituntut untuk menyiapkan dan mengharmonisasikan rambu-rambu hukum yang mengatur hubungan ekonomi dan bisnis antar bangsa. Dengan demikian dunia internasional juga mempunyai andil dalam mewujudkan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

(2)

masalah-masalah di bidang persaingan usaha yang harus dipedomani oleh pelaku usaha dalam menjalankan usahanya dan melindungi kepentingan konsumen. Tujuan kebijakan persaingan adalah untuk menjamin terlaksananya pasar yang optimal, khususnya biaya produksi terendah, harga dan tingkat keuntungan yang wajar, kemajuan teknologi, dan pengembangan produk. Sebuah persaingan membutuhkan adanya aturan main, karena terkadang tidak selamanya mekanisme pasar dapat berkerja dengan baik (adanya informasi yang asimetris dan monopoli). Dalam pasar, biasanya ada usaha-usaha dari pelaku usaha untuk menghindari atau menghilangkan terjadinya persaingan di antara mereka. Berkurangnya atau hilangnya persaingan memungkinkan pelaku usaha memperoleh laba yang jauh lebih besar. Di Indonesia, pengaturan persaingan usaha baru terwujud pada tahun 1999 saat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disahkan. Kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut ditunjang pula dengan tuntutan masyarakat akan reformasi total dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk penghapusan kegiatan monopoli di segala sektor. Adapun falsafah yang melatarbelakangi kelahiran undang-undang tersebut ada tiga hal, yaitu:

1. Bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

2. Bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam proses produksi dan pemasaran barang dan/atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar;

3. Bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh Negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional.

(3)

persaingan usaha yang tidak sehat lainnya dengan harapan dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif, di mana setiap pelaku usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat. Adapun beberapa tujuan diadakannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 antara lain:

 Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.

 Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat.

 Mencegah praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.

 Berusaha menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

(4)

Kartel

Dalam kamus Oxford, kartel atau cartel didefinisikan, “Cartel is a group of separate business firms wich work together to increase profits by not competing with each other”. Artinya, kartel adalah sebuah kelompok (grup) dari berbagai badan hukum usaha yang berlainan yang bekerja sama untuk menaikkan keuntungan masing-masing tanpa melalui persaingan usaha dengan pelaku usaha lainnya. Mereka adalah sekelompok produsen atau pemilik usaha yang membuat kesepakatan untuk melakukan penetapan harga, pengaturan distribusi dan wilayah distribusi, termasuk membatasi suplai.

Dalam buku Black's Law Dictionary (kamus hukum dasar yang berlaku di Amerika Serikat), praktik kartel (cartel) didefinisikan, “A combination of producer of any product joined together to control its productions its productions , sale and price, so as to obtain a monopoly and restrict competition in any particular industry or commodity”. Artinya, kartel merupakan kombinasi di antara berbagai kalangan produsen yang bergabung bersama-sama untuk mengendalikan produksinya, harga penjualan, setidaknya mewujudkan perilaku monopoli, dan membatasi adanya persaingan di berbagai kelompok industri. Dari definisi tersebut, praktik kartel bisa dilakukan oleh kalangan produsen manapun atau untuk produk apapun, mulai dari kebutuhan pokok (primer) hingga barang kebutuhan tersier.

Pengertian kartel dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dituliskan kartel memiliki dua ciri yang menyatu, yaitu:

Organisasi perusahaan-perusahaan besar yang memproduksi barang-barang sejenis

Persetujuan sekelompok perusahaan dengan maksud mengendalikan harga komoditi tertentu.

Poin penting dalam definisi tersebut, bahwa kelompok-kelompok di dalam suatu kartel terdiri atas kumpulan perusahaan-perusahaan besar yang menghasilkan barang-barang yang sejenis. Dijelaskan pula, tujuan utamanya berfokus pada pengendalian harga, sehingga harga yang terbentuk adalah bukan harga persaingan. Definisi ini telah menyentuh pada aspek perilaku monopoli.

(5)

Seorang pakar hukum legal dan ekonom, Richard Postner dalam bukunya “Economic Analysis of Law” menuliskan pengertian kartel, “A contract among competing seller to fix the price of product they sell (or, what is the small thing, to limit their out put) is likely any other contract in the sense that the parties would not sign it unless they expected it to make them all better off”. Artinya, kartel menyatakan suatu kontrak atau kesepakatan persaingan di antara para penjual untuk mengatur harga penjualan yang bisa diartikan sebagai menaikkan harga ataupun membatasi produknya yang setidaknya mirip dengan kontrak pada umumnya di mana anggota-anggotanya tidak menginginkannya, kecuali mereka mengharapkan sesuatu yang lebih baik. Definisi kartel oleh Postner lebih menekankan pada aspek moralitas di mana praktik kartel sesungguhnya bukan sesuatu yang diinginkan oleh setiap anggotanya, kecuali mereka hendak mengharapkan bisa mendapatkan sesuatu yang lebih dari kesepakatan (kontrak) tersebut. Praktik kartel atau kartel disebutkan pula dalam Pasal 11, Undang-Undang No 5 Tahun 1999 Tentang Monopoli dan Persaingan Usaha yang dituliskan, “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha saingannya, yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”. Praktik kartel di Indonesia adalah suatu bentuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum, karena akan membentuk suatu perilaku monopoli ataupun bentuk perilaku persaingan usaha yang tidak sehat.

Memahami kartel perlu pula memahami prinsip dasar atau pengertian dasar dari perilaku monopoli. Pengertian monopoli dalam bukan lagi menitikberatkan pada jumlah pelaku usaha atau produsen, melainkan pada perilakunya untuk mengendalikan harga dan distribusi output atau kapasitas output. Jadi bisa saja perilaku monopoli tadi ditemukan pada struktur persaingan yang terdiri atas beberapa perusahaan, biasanya sekitar 2-5 perusahaan besar atau ditemukan pada struktur pasar persasingan oligopoli. Pasar persaingan yang memiliki cukup besar konsumen, tetapi hanya memiliki beberapa produsen akan cukup kuat mengindikasikan adanya praktik monopoli. Munculnya praktik kartel ataupun trust tidak lain adalah untuk mewujudkan kekuatan (perilaku) monopoli.

Kartel dan Trust

(6)

perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”. Dari definisi menurut KPPU tersebut, perbedaannya terletak pada prinsip aktualitasnya. Kesepakatana di dalam kartel biasanya tidak secara nyata diwujudkan, tetapi tetap ada dan diakui dan dijalankan oleh anggota-anggotanya. Sedangkan pada trust, kesepakatan tersebut diwujudkan nyata ke dalam suatu wadah organisasi yang tercatat pula legalitas hukumnya. Sekalipun demikian, trust melakukan praktik monopoli seperti halnya kartel.

Jika demikian, mengapa keduanya mesti dipisahkan?

Pemisahan antara kartel dan trust, karena berhubungan dengan legalitas badan usaha. Seperti yang dijelaskan di atas, praktik kartel tidak berwujud nyata, tetapi ada dan dilakukan secara sengaja. Sementara trust memiliki bentuk nyata berupa badan usaha seperti asosiasi industri, persatuan dagang, dan sejenisnya. Oleh karenanya, perlu diberikan pemisahan, karena dasar hukum yang digunakan untuk menindaklanjutinya pun harus dibedakan.

Bagaimana contoh pratik kartel dan trust?

Misalnya di dalam sebuah industri terdapat 3 produsen atau perusahaan yang memegang tiga besar pangsa pasar. Mereka seluruhnya memiliki setidaknya sekitar 60% pangsa pasar dari produk yang dijual atau dipasarkan. Karena mereka berdomisili di wilayah yang sama, tidak tertutup kemungkinan akan saling mengenal atau mengetahui, bahkan saling berkomunikasi. Jalinan komunikasi atau relasi di antara mereka kemudian menciptakan sikap saling pengertian. Salah satunya diwujudkan dengan membagi dengan sendirinya segmen konsumennya berdasarkan wilayah. Ada pula yang membagi segmen konsumennya berdasarkan kategori produk. Perusahaan A akan fokus ke segmen di Indonesia bagian timur, lalu perusahaan B fokus di Indonesia bagian tengah, kemudian perusahaan C akan menyasar produknya untuk menguasai pasar di Indonesia bagian barat. Perilaku bisnis seperti ini memiliki indikasi kuat tentang terjadinya praktik kartel.

(7)

menguntungkan atau berpihak pada sebagian besar kepentingan 3-4 besar perusahaan pemimpin pasar.

Mengapa Kartel Dilarang?

Menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui tentang perlunya tercipta suatu iklim persaingan usaha yang sehat. Persaingan usaha yang sehat akan memberikan manfaat positif bagi perekonomian. Dari sisi produsen, persaingan usaha yang sehat akan mendorong terciptanya efisiensi produksi dan alokasi input, serta akan mendorong para pelaku usaha (produsen) untuk memperbanyak inovasi di segala lini produksi, termasuk pula infrastruktur produksi. Dari sisi konsumen akan mendapatkan manfaat berupa harga yang relatif lebih murah, karena harga output terbentuk oleh proses produksi ataupun pengelolaan organisasi produksi yang efisien. Sesuatu yang tidak dikehendaki oleh produsen dalam iklim persaingan adalah ketidakpastian bisnis. Tidak sedikit nama-nama besar perusahaan dunia akhirnya tenggelam akibat semakin tingginya intensitas persaingan. Sebut saja seperti perusahaan garmen terkemuka dengan merek “Levi's” yang kini sudah tidak lagi terdengar namanya. Atau seperti Ericsson, Siemens Telecommunication, Kodak, dan lain-lain yang sempat besar di masa kejayaannya. Ada ribuan perusahaan-perusahaan besar yang sudah tidak lagi terdengar namanya karena begitu ketatnya persaingan bisnis. Inovasi adalah segalanya, bahwa siapapun mereka yang unggul dalam inovasi berpikir yang akan mampu bertahan. Sekalipun demikian, tidak semua pihak (perusahaan atau produsen) yang menginginkan atau bertahan di tengah persaingan melalui inovasi berpikir. Tidak ada jaminan inovasi akan selalu menjadi segalanya, karena persaingan bisnis selalu diikuti dengan ketidakpastian.

Praktik kartel maupun trust dalam bentuk apapun pasti akan berujung pada kondisi yang merugikan konsumen. Sekalipun praktik tersebut diatur oleh pemerintah, kecuali praktik kartel dilakukan oleh perusahaan milik pemerintah yang notabene tidak selalu berorientasi untuk mengejar laba (profit). Praktik akan menutup adanya peluang bagi masuknya inovasi maupun perusahaan (pendatang baru) yang bisa menawarkan harga lebih murah dan pelayanan yang lebih baik. Seringkali pula terjadi, praktik kartel maupun trus akan menutup peluang perusahaan lain (pendatang baru) untuk menawarkan sistem produksi yang lebih baik, sehingga akan mampu menciptakan harga yang lebih efisien (lebih murah).

Apakah praktik kartel maupun trust menguntungkan bagi pelaku-pelakunya?

(8)

mengkedepankan inovasi di segala lini, bahkan inovasi dalam berpikir. Bertolak belakang dengan mereka yang cenderung berperilaku monopoli melalui praktik kartel. Inovasi bukanlah orientasi utama, bahkan seringkali hanya ditempatkan pada prioritas paling dasar. Pelaku praktik kartel lebih mengkedepankan unsur kolusi bisnis yang tidak jarang akan melibatkan pemerintahan. Itu sebabnya, mengapa perusahaan-perusahaan besar yang pernah ada di Indonesia tidak pernah menjadi ikon dunia. Contoh kongkritnya seperti ASTRA yang setelah reformasi justru menumpuk banyak utang.

Lalu, manfaat apa yang mereka dapatkan dengan melakukan praktik kartel?

Sebenarnya tidak ada sama sekali manfaatnya, kecuali mereka hanya mencoba untuk bertahan. Mereka mungkin masih bisa melakukan ekspansi bisnis, tetapi tidak ada satupun di antaranya yang berpeluang menjadi perusahaan level dunia. Mereka hanya sekedar bisa memutar uang. Manfaatnya mungkin hanya karena mereka bisa bertahan dengan pencapaian yang telah ada. Sekalipun demikian, seluruh konsumen dan karyawannya lah yang akan menanggung kerugian mereka. Dalam banyak hal, praktik kartel biasanya akan diikuti oleh sejumlah pelanggaran hukum lainnya. Misalnya seperti korupsi, pelanggaran pajak, perkara perdata, bahkan sampai pada perkara pidana.

Syarat Terbentuknya dan Karakteristik Kartel

Praktik kartel biasanya diwujudkan ke dalam sebuah kongsi dagang tertentu yang memiliki jenis badan hukum tertentu pula. Semacam perserikatan ini pula memiliki aturan atau ketentuan yang disepakati oleh anggota-anggotanya. Untuk bisa terjadi praktik kartel harus memiliki pernjanjian atau kolusi di antara pelaku usaha. Ada dua bentuk kolusi yang mengindikasikan terjadinya praktik kartel, yaitu:

1. Kolusi Eksplisit

Para anggota-anggotanya mengkomunikasikan kesepakatan mereka secara yang dapat dibuktikan dengan adanya dokumen perjanjian, data audit bersama, kepengurusan kartel, kebijakan-kebijakan tertulis, data penjualan, dan data lainnya. Bentuk kolusi eksplisit tidak selalu harus diwujudkan dalam asosiasi kecil, komunitas terbatas, paguyuban, dan lain sebagainya. Ini berbeda dengan trust, karena pada trust diwujudkan ke dalam asosiasi atau organisasi yang memiliki badan hukum yang cukup jelas.

2. Kolusi Diam-Diam (Implisit)

(9)

kamuflase. Dalam asosiasi tercantum mendukung persaingan usaha yang sehat, tetapi dibalik semua itu hanya sebagai pengalihan. Menurut KPPU, jenis kartel dengan kolusi implisit ini lebih sulit untuk dideteksi. Dari semua kasus kartel di dunia, sekitar 30% di antaranya melibatkan asosiasi. Mengenai larangan melakukan perjanjian tertutup diatur dalam Pasal 15, Undang-Undang No 5 Tahun 1999 Tentang Monopoli dan Persaingan Usaha.

Perlu digarisbawahi, bahwa tidak semuanya jenis kolusi bisnis selalu berkonotasi negatif terhadap persaingan usaha. Terdapat pula kolusi yang positif, seperti kolusi dalam menggalang dana bantuan untuk anak-anak miskin, bencana alam dan sebagainya, atau bentuk kolusi yang sama sekali tidak berkaitan dengan bisnis dan persaingan. Itu sebabnya, kartel secara umum haruslah memiliki karakteristik sebagai berikut:

 Terdapat konspirasi (persekongkolan) di antara pelaku usaha

 Melibatkan peran dari senior perusahaan atau jabatan eksekutif perusahaan  Biasanya menggunakan asosiasi untuk menutupi persekongkolan tadi

 Melakukan price fixing atau tindakan untuk melakukan penetapan harga, termasuk pula penetapan kuota produksi.

 Adanya ancaman atau sanksi bagi anggota-anggotanya yang melanggar kesepakatan atau perjanjian.

 Adanya distribusi informasi ke seluruh anggota kartel. Informasi yang dimaksudkan berupa laporan keuangan, laporan penjualan, ataupun laporan produksi.

 Adanya mekanisme kompensasi bagi mereka para anggota yang memiliki produksi lebih besar atau melebihi kuota yang telah ditetapkan bersama. Kompensasi tersebut dapat berupa uang, saham, pembagian bunga deviden yang lebih besar, ataupun bentuk kemitraan lain.

Kondisi-kondisi berikut ini adalah yang membuat pelaku kartel tetap bertahan melakukan praktik monopoli. Dalam hal ini, praktik kartel harus memiliki kondisi-kondisi sebagai berikut:

 Jumlah pelaku usaha lebih sedikit, atau setidaknya hanya didominasi oleh segelintir perusahaan. Biasanya memiliki jumlah atau ukuran industri sebanyak 5-10 perusahaan di mana hanya terdapat 1-4 perusahaan yang mendominasi di dalam asosiasi.

 Produknya bersifat homogen atau hanya dilakukan apabila mereka para anggota-anggotanya memiliki produk yang sama.

(10)

banyak pilihan lain selain menggunakan produk-produk yang dibuat oleh anggota-anggota kartel.

 Selalu terdapat upaya untuk mencegah masuknya pendatang baru (pesaing)

 Selalu melakukan kecurangan dalam bentuk laporan keuangan fiktif, data penjualan yang fiktif, dan lain sebagainya.

 Kartel biasanya dilakukan di sektor bisnis yang membutuhkan investasi yang cukup besar. Di sinilah titik kekuatan mereka yang sekaligus dimanfaatkan untuk semakin memperbesar restriksi atau hambatan bagi masuknya pendatang baru.

Adakah pengecualian atau bentuk perjanjian maupun kesepakatan bisnis di antara korporasi agar tidak dikenakan pasal mengenai kartel ataupun trust?

Memang benar, tidak semua bentuk kesepakatan sepihak di antara korporasi dilarang menurut undang-undang. Pengecualian dapat ditoleransi untuk kondisi-kondisi sebagai berikut:

 Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundangundangan yang berlaku;

 Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;

 Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;

 Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan;

 Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas;

 Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia;  Perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu

kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri;  Pelaku usaha yang tergolong dalam Usaha Kecil; atau

 Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya. Jika pelaku usaha kecil masih diperbolehkan melakukan kartel, apakah ketentuan tersebut bukan berarti mengesampingkan asas keadilan dalam berekonomi?

(11)

indikasi kartel terlihat dari harga makanan yang dipatok sama untuk setiap penjual. Apabila terdapat selisih, biasanya cuma selisih pada menu tambahan yang sedikit pengaruhnya terhadap penguasaan calon pembeli. Praktik kartel dalam kasus penjual lesehan di Malioboro masih bisa ditoleransi, karena pengaturan harga yang mereka lakukan tidak memiliki dampak yang luas ke wilayah lainnya. Konsumen masih memiliki posisi tawar ataupun pilihan untuk menolak ataupun tidak menolak. Banyak lagi contoh lainnya praktik kartel yang dilakukan oleh sejumlah paguyuban-paguyuban pelaku usaha kecil. Praktk kartel tersebut masih bisa ditoleransi pula, karena tidak ada restriksi atau pembatasan bagi masuknya pendatang baru.

Jenis-Jenis Kartel

Setelah mengetahui dan memahami bentuk perilaku dan praktik kartel, perlu diketahui pula jenis-jenis kartel. Dalam hal ini, praktik kartel dapat diidentifikasi atau dideteksi berdasarkan jenis-jenisnya sebagai berikut.

1. Kartel Daerah

Cakupan kartel ini biasanya menggunakan indikator regional atau wilayah. Ada beragam bentuk dan polanya. Misalnya, kartel yang membagi wilayah pemasarannya berdasarkan regional tertentu. Perusahaan A menguasai Pulau Jawa, kemudian perusahaan B menguasai wilayah di Kalimantan dan Sulawesi atau mungkin dibagi berdasarkan distrik ataupun propinsi. Perusahaan A boleh memasukkan produknya ke wilayah perusahaan B, tetapi tidak boleh melakukan pemasaran dengan agresif seperti melakukan promo khusus regional.

2. Kartel Produksi

Model kartel yang memiliki bentuk kesepakatan untuk menetapkan kuota produksi bagi anggota-anggotanya.

3. Kartel Harga

Model kartel yang dilakukan dengan melakukan kesepakatan untuk menetapkan harga (price fixing) untuk meniadakan persaingan harga. Modus praktik atau polanya bisa bervariasi. Mereka bisa menetapkan harga terendah, termasuk kesepakatan harga untuk musim penjualan (banting harga). Antara kartel harga dan kartel produksi biasanya tidak saling terpisahkan atau biasanya menjadi satu kesepakatan.

4. Kartel Kondisi

Kesepakatan atau perjanjian bisnis yang mereka lakukan melalui praktik kartel berdasarkan kondisi tertentu dalam perjanjian bisnis. Misalnya, pembuatan sistem administrasi (prosedur) dalam pengambilan kredit kendaraan bermotor, penyusunan mekanisme dalam penjualan tunai, prosedur dalam pemberian diskon (potongan harga), bonus, dan sebagainya.

(12)

Model kartel yang dalam perjanjiannya berorientasi untuk melakukan kesepakatan atas pembagian laba. Biasanya, pembagian laba diberikan ke pihak (anggota) sebagai bentuk kompensasi atas kesepakatan yang telah mereka setujui. Tujuannya tidak lain untuk semakin memperkuat loyalitas di antara para anggota pelaku kartel.

Dalam dunia nyata, praktik kartel biasanya tidak hanya terbatas untuk satu jenis kartel seperti yang disebutkan di atas. Tidak jarang pelaku kartel dengan asosiasinya justru menggunakan keseluruhan kesepakatan dalam 5 jenis kartel. Tujuannya tidak lain untuk semakin mempersempit adanya persaingan dan tentunya membatasi peluang masuknya pendatang baru. Jika aturan atau kesepakatan kartel ingin dihormati atau dipatuhi anggota-anggotanya, tentu mereka bukan semata melakukan praktik kartel harga maupun produksi, tetapi akan melakukan pula praktik kartel pembagian laba.

Praktik Kartel di Indonesia

Prinsip dasar dari perilaku kartel adalah bentuk monopoli dan perilaku monopoli. Dua kondisi tersebut sudah ada sejak berdirinya republik ini. Praktik kartel tersebut merupakan warisan dari kongsi-kongsi perkebunan dan dagang di era pemerintahan Hindia Belanda. Praktik monopoli ini pun sesungguhnya telah tercantum di dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 berupa penguasaan sumber-sumber perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak. Sementara itu, negara NKRI terbentuk dan berkembang bersamaan dengan berkembangnya wacana dan studi tentang persaingan dan monopoli di dunia. Di Amerika Serikat sendiri, praktik kartel, trust, dan monopoli barulah mulai disoroti sekitar dekade 1960an. Mengingat di masa setelah kemerdekaan hingga 1960an belum banyak perusahaan-perusahaan swasta, praktis perilaku kartel, trust, dan monopoli belum terlihat.

Perkembangan perilaku monopoli baru mulai terlihat setelah memasuki era Orde Baru. Di awal dekade 1970an, pemerintah mulai memberikan perhatian kepada pihak swasta untuk didorong agar dapat memenuhi target pencapaian substitusi impor. Dengan melibatkan modal asing ataupun investor asing, pencapaian substitusi impor tidak terlalu lama bisa diwujudkan. Praktik kartel dan monopoli di kalangan swasta semakin mulai terlihat pada dekade 1980an. Diduga praktik kartel dan monopoli tersebut merupakan bentuk kesepakatan di antara pemerintah dan kalangan investor (produsen), terutama kalangan investor asing yang melibatkan kalangan produsen di dalam negeri. Apalagi sektor ekonomi yang digarap oleh kalangan swasta tersebut membutuhkan biaya investasi yang cukup besar. Pemerintah hanya bisa memberikan insentif atau perlakuan khusus kepada hanya beberapa produsen di dalam negeri.

(13)

teknologi untuk pasar kendaraan bermotor roda dua. Honda diberikan penguasaan untuk memproduksi dan merakit kendaraan bermotor dengan teknologi 4 tak. Sementara untuk Yamaha dan Suzuki diberikan penguasaan untuk motor terteknologi 2 tak. Dalam hal ini, Honda tidak diperkenankan masuk (merakit dan memproduksi) motor roda dua berteknologi 2 tak, kecuali diperbolehkan masuk melalui impor yang berarti akan dikenakan PPn Bea Masuk yang cukup mahal. Pada kelompok sedan, Toyota melalui ATPM-nya, yaitu Toyota Astra Motor (TAM) mendapatkan kewenangan untuk bermitra dengan pemerintah dalam menyediakan kendaraan-kendaraan dinas untuk pemerintah. Sekalipun demikian, pihak TAM tidak diperkenankan untuk bermitra dengan kalangan swasta dalam penyediaan kendaraan perkantoran, kecuali dengan kesepakatan tertentu. Praktik kartel semacam ini masih terus berlangsung hingga saat ini. Di kelompok sedan, mereka memiliki asosasi sendiri yang bernama Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau Gaikindo.

Pada tahun 2009 lalu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berhasil membongkar praktik kartel dalam penetapan tarif layanan pesan pendek atau short message service (SMS). Kartel tersebut melibatkan nama-nama perusahaan operator seluler seperti PT Excelcomindo Pratama, Tbk., PT Telkomsel, Tbk., PT Telkom (Persero), PT Bakrie Telecom, Tbk., PT Mobile-8 Telecom, Tbk., dan PT Smart Telecom. Praktik kartel tersebut terindentifikasi dilakukan selama periode dari tahun 2004-2008, serta merugikan konsumen sebesar Rp 2,83 triliun. Praktik kartel dalam industri telepon seluler sesungguhnya sudah terendus cukup lama, bukan semata pada layanan SMS, melainkan pula pada penetapan tarif panggilan (call). Sekalipun pihak KPPU berhasil mengeksekusi kasus tersebut, tetapi denda yang dikenakan untuk masing-masing perusahaan tidaklah seberapa apabila dibandingkan dengan kerugian konsumen yang masih terus berlangsung hingga saat ini. Praktik kartel oleh para operator telepon seluler ini pun semakin meluas, bahkan semakin nyata membatasi masuknya pendatang baru. Kasus yang hampir terungkap adalah kasus operator seluler asal Malaysia, yaitu Axis yang diduga sempat mengalami tekanan industri (politik), akibat tidak mengikuti aturan main dalam persaingan operator telepon seluler.

(14)

besar manfaatnya, tetapi bertolak belakang apabila melihat nasib kesejahteraan para petani garam.

Pada tahun 2010, KPPU berhasil membongkar modus praktik kartel dalam industri minyak goreng kemasan maupun minyak goreng curah. Minyak goreng merupakan salah satu dari bahan kebutuhan pokok masyarakat yang kedudukannya sejajar dengan kebutuhan pokok pangan. Praktik kartel tersebut diketahui telah berlangsung selama periode April-Desember 2008 dengan modus price pararelism untuk jenis minyak goreng kemasan maupun jenis minyak goreng curah. Kerugian konsumen ditaksir mencapai Rp 1,27 triliun untuk jenis minyak goreng kemasan (bermerek) dan sebesar Rp 374,3 miliar untuk jenis minyak goreng curah. Sekalipun demikian, kasus ini kandas melalui kasasi di tingkat Mahkamah Agung (MA) atas pengajuan banding oleh sebanyak 20 produsen minyak goreng lokal.

Praktik kartel ini pun ternyata merambah ke industri farmasi. Sekali lagi, KPPU berhasil membongkar adanya kartel di dalam penyediaan obat-obatan hipertensi jenis amplodipine besylate yang melibatkan PT Pfizer Indonesia dan PT Dexa Medica. Bentuk kartel yang dilakukan adalah jenis kartel harga. Ini barulah praktik kartel untuk satu jenis obat-obatan yang berhasil dibongkar. Diduga kuat, praktik kartel terjadi pula untuk obat-obatan lainnya. Masalah kartel dalam industri farmasi di dalam negeri pernah disinggung oleh mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadila yang mengeluhkan tentang tata niaga perdagangan obat yang membuat harga obat-obatan menjadi mahal.

(15)

Penutup

Rasanya akan menghabiskan cukup banyak halaman apabila menyebutkan satu per satu praktik kartel dalam industri di Indonesia saat ini. Praktik kartel berlangsung dan dilakuan di seluruh sektor perekonomian, tidak terkecuali pula sektor pertanian, pertambangan, dan migas. Belum lama ini, pihak KPPU tengah melakukan investigas terhadap adanya indikasi kuat praktik kartel dalam pengadaan komoditi bawang putih dan pengadaan (impor) daging sapi. Mereka memiliki sendiri asosiasi atau organisasi yang mewadahi kepentingan ekonomi mereka. Agenda mereka cukup jelas, mengatur penetapan harga jual dan kuota (pasokan) ke dalam negeri. Sekalipun legalitas mereka masih bisa sesuai dengan undang-undang, tetapi keberadaan mereka terbukti telah membuat kekisruhan atau kekacauan harga maupun pasokan komoditi di dalam negeri. Sama halnya dengan upaya untuk melakukan pemberantasan korupsi, untuk memberantas praktik kartel maupun trust membutuhkan kemauan politik (political will) dari pemerintah. Dibandingkan dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), lembaga komisioner seperti KPPU relatif kurang populer di kalangan masyarakat. Padahal, isu kartel sesungguhnya cukup dekat, bahkan berdampingan maupun beriringan dengan kepentingan politik di dalam isu-isu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

(16)

REFERENSI

Samuelson, Paul Anthony and Nordhaus, William. Economics (17th Edition). USA: McGraw-Hill Higher Education, 2001.

Oxford Dictionary of English, edited by Stevenson, Angus. UK: Oxford University Press, 2010. Posner, Richard. Economic Analysis of Law (7h Edition). USA: Aspen Publishers, 2007. Black's Law Dictionary 9th Edition, edited by Garner, Bryan. USA: West Group, 2009. Siswanto, Arief. Hukum Persaingan Usaha. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 2002.

Lubis, Andi Fahmi, dkk. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks. Jakarta: KPPU, 2009.

Kaylani, Ahmad. Negara & Pasar dalam Bingkai Kebijakan Persaingan. Jakarta: KPPU, 2011.

http://leo4kusuma.blogspot.com/2013/03/memahami-pengertian-kartel-monopoli-dan.html http://www.kppu.go.id/id/publikasi/buku/

http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pengawas_Persaingan_Usaha http://id.wikipedia.org/wiki/Kartel

(17)

TUGAS MATA KULIAH HUKUM PERSAINGAN USAHA

KARTEL

JERIO HALLEAN

2010-050-028

UNIKA ATMA JAYA

JAKARTA

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun meyakini pentingnya pengalaman empiris sebagai saluran ilmu pengetahuan yang absah, Islam tidak berpegang pada pendapat yang saat ini berlaku di Barat, bahwa kebenaran itu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pemasaran yang dilakukan pedagang sembako menggunakan beberapa strategi antara lain, (a) strategi pelayanan, tidak mudah putus asa

pengembangan jahe menjadi produk olahan pangan yang sangat disukai oleh masyarakat dan bernilai gizi tinggi sehingga dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH Berdasarkan visi, misi, kebijakan dan sasaran sebagaimana tertuang dalam RPJP Kabupaten Mojokerto Tahun 2005-2025,

Dari pengertian pekerja tersebut jelas bahwa tenaga kerja yang sudah bekerja yang dapat disebut pekerja/buruh.Istilah buruh/pekerja yang sekarang disandingkan muncul karena

Kirby-Bauer. Kontrol positif menggunakan siprofloksasin 5 μg/disk sedangkan kontrol negatif menggunakan DMSO 10%. Hasil : Berdasarkan skrining fitokimia, ekstrak etanol daun

No matter how much scientists had tried to feed a program with data, nothing could beat something like a global search engine with millions of users – simply have a machine tap into

Dilihat dari identifikasi masalah dapat diketahui banyaknya masalah yang berkaitan dengan prokrastinasi akademik maka penelitian ini dibatasi. pada hubungan antara