• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan - HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan - HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN

2.1 Definisi Kebijakan Persaingan

Kebijakan persaingan dapat didefinisikan secara luas sebagai kebijakan pemerintah yangmendorong atau memelihara tingkat persaingan di pasar, dan termasuk tindakan pemerintah yang secara langsung mempengaruhi perilaku perusahaan danstruktur industri dan pasar. Kebijakan persaingan pada dasarnya mencakupdua elemen:21

1. Pertama mencakup, menempatkan seperangkat kebijakan yang mendorong persaingan baik di pasar lokal dan nasional, seperti mengenalkan kebijakan perdagangan yang telah disempurnakan, menghilangkan pembatasan praktek perdagangan, mendukung keluar masuk pasar, mengurangi intervensi pemerintah yang tidak perlu dan menempatkan lebih besar ketergantungan pada kekuatan pasar.

2. Kedua, yang dikenal sebagai hukum persaingan, yang terdiri dari undang-undang, keputusan dan peraturan peradilan yang secara khusus ditujukan untuk mencegah praktek bisnis anti-kompetitif, penyalahgunaan kekuatan pasar dan merger anti-kompetitif.

Hal ini umumnya, difokuskan pada pengendalian praktik perdagangan yang membatasi (seperti perjanjian anti-kompetitif dan dari posisi dominan) dan merger

(2)

yang anti kompetitif juga mencakup ketentuan mengenai praktek-praktek perdagangan yang tidak adil.

Perbedaan pengertian antara terminologi Kebijakan Persaingan Usaha (Competition Policy) dengan Hukum Persaingan Usaha (Competition Law) pada dasarnya terletak pada keluasan lingkup pengertian dan bidang pembahasan dari kedua terminologi tersebut. Pengertian Kebijakan Persaingan Usaha melingkupi pula pengertian dari Hukum Persaingan Usaha atau dengan kata lain bidang Hukum Persaingan Usaha merupakan salah satu cabang pembahasan dalam Kebijakan Persaingan Usaha.22

Hukum persaingan usaha berisi ketentuan-ketentuan substansial tentang tindakan-tindakan yang dilarang (beserta konsekuensi hukum yang bisa timbul) dan ketentuan-ketentuan prosedural mengenai penegakan hukum persaingan usaha. Pada hakikatnya hukum persaingan usaha dimaksudkan untuk mengatur persaingan dan monopoli demi tujuan yang menguntungkan. Apabila hukum persaingan usaha diberi arti luas, bukan hanya meliputi pengaturan persaingan, melainkan juga soal boleh tidaknya monopoli digunakan sebagai saran kebijakan publik untuk mengatur daya mana yang boleh dikelola oleh swasta.23

22

Vautier, Kerrin M. and Lloyd, Peter J., International Trade and Competition Policy: CER, APEC and The WTO, Institute of Policy Studies Victoria University of Wellington, New Zealand: 1997. Hal.3 dalam Syamsul Maarif dan B.C. Rikrik Rizkiyana, Posisi Hukum Persaingan Usaha Dalam Sistem Hukum Nasional h.3, Maret 2004

23

(3)

2.1.1 Ruang lingkup Kebijakan dan Hukum Persaingan Usaha

Secara umum, ketentuan hukum persaingan secara substantif dan prosedural didasarkan pada hukum primer yaitu dalam bentuk "Undang-Undang Persaingan", sementara aturan pelaksanaan yang lebih rinci yang tersisa untuk undang-undang sekunder dan tindakan "hukum lunak" (yaitu, pedoman dan instrumen yang tidak mengikat lainnya). Undang-undang persaingan umumnya menetapkan Lembaga/Otoritas Persaingan, yang bertanggung jawab atas penegakan hukum persaingan. Tugas utama mereka adalah menyelidiki dan mengadili kasus, dan pemberian sanksi untuk pelanggaran hukum persaingan. Dalam beberapa sistem hukum, ajudikasi dapat diserahkan kepada otoritas peradilan atau ketiga. Tergantung pada hukum nasional, Otoritas Kompetisi juga dapat memberikan saran kepada Pemerintah dan administrasi publik tentang isu-isu persaingan terkait dan memainkan peran advokasi dalam mempromosikan kepatuhan dalam dunia bisnis dan menciptakan konsensus dalam masyarakat umum.24

Hukum persaingan berlaku untuk para pelaku usaha, yaitu baik individu atau perusahaan yang terlibat dalam kegiatan ekonomi yaitu, pembelian atau penjualan barang atau jasa. Hal ini biasanya tidak dibedakan antara perusahaan swasta dan milik negara, asalkan mereka terlibat dalam kegiatan ekonomi.25

Hukum persaingan umumnya melarang tiga praktek utama: (i) perjanjian anti-kompetitif; (ii) penyalahgunaan posisi dominan atau monopoli; (iii) merger

24

Secretariat ASEAN, Handbook on Competition Policy and Law in ASEAN for Bussines, 2013, h.7-8

(4)

anti-kompetitif. Hal ini juga dapat memiliki ketentuan yang berkaitan dengan praktek-praktek komersial yang tidak adil.26

2.1.2 Macam-macam Praktek Anti Persaingan Usaha

Praktek anti persaingan usaha secara umum melarang tiga praktek utama yaitu:27

1. Perjanjian anti-persaingan (anti-competitive agreements)

2. Penyalahgunaan posisi dominan atau monopoli (abuse of a dominant position or a monopoly)

3. Merger anti-persaingan (anti-competitive mergers)

Selain hal di atas dapat juga mengatur ketentuan lain yang berhubungan dengan praktek bisnis yang tidak sehat.

1. Perjanjian anti-persaingan (anti-competitive agreements)

Perjanjian anti persaingan adalah perjanjian atau penetapan antara pelaku usaha yang berpengaruh negatif terhadap persaingan dalam pasar bersangkutan (relevant market), (undang-undang persaingan sering menyebut perjanjian yang "mencegah, membatasi atau mengganggu" persaingan atau kalimat serupa). Istilah "perjanjian" tidak terbatas pada, perjanjian berlaku formal, tetapi biasanya mencakup praktek-praktek bersama (yaitu, kolusi informal dan pengaturan non-formal lainnya) serta keputusan oleh asosiasi pelaku usaha (terlepas dari apakah mereka mengikat atau tidak) .28

26

(5)

Perjanjian anti-kompetitif bisa horizontal yakni antara pelaku usaha yang beroperasi pada tingkat yang sama (baik produksi / distribusi / penjualan) dalam rantai pasar (misalnya, antara dua atau lebih produsen, dua atau lebih distributor)atau vertikal yaitu, antara pelaku usaha yang beroperasi pada tingkat yang berbeda dari rantai pasar (misalnya, antara produsen dan distributor). Kedua perjanjian horisontal dan vertikal pada umumnya dikenakan larangan di atas, dengan beberapa pengecualian (misalnya, di bawah hukum Singapura perjanjian vertikal, dengan beberapa pengecualian, dikecualikan dari larangan).29

Perjanjian biasanya dilarang jika mereka memiliki efek anti-kompetitif. Misalnya, suatu kartel mungkin bersepakat untuk menetapkan harga tinggi atau menetapkan batas produksi pada setiap anggota kartel, yang juga menghasilkan harga yang lebih tinggi. Otoritas persaingan harus membuktikan efek anti-kompetitif, yang kadang-kadang sulit untuk dilakukan. Untuk membuatnya lebih mudah bagi otoritas persaingan untuk mengambil tindakan terhadap kartel beberapa yurisdiksi memungkinkan untuk tindakan hukum yang akan diambil terhadap kartel dengan membuktikan bahwa kartel memiliki 'objek' atau niat membatasi persaingan dalam beberapa cara.30

Perjanjian yang pada prinsipnya anti-kompetitif dapat dikecualikan, asalkan mereka menghasilkan efek menguntungkan. Secara umum, perjanjian yang dinyatakan dilarang dikecualikan hanya dengan cara tertentu atau izin oleh

29Ibid

(6)

Lembaga Persaingan atau lembaga lain yang berwenang. Hukum persaingan biasanya menunjukkan kondisi di mana perjanjian anti-kompetitif dapat dikecualikan dan ada prosedur yang harus diikuti untuk mendapatkan pengecualian.31

2.Penyalahgunaan posisi dominan (abuse of a dominant position or a monopoly)32 Hukum persaingan melarang penyalahgunaan posisi dominan yaitu monopoli atau perusahaan dengan kekuatan pasar yang besar. Biasanya penyalahgunaan istilah mencakup praktik dimana pelaku usaha dengan kekuatan pasar yang besar membatasi persaingan di pasar.

Gagasan posisi dominan, atau kekuatan pasar yang besar, dapat bervariasi sesuai dengan perundang-undangan nasional. Umumnya, mengacu pada situasi di mana pelaku usaha memiliki kekuatan ekonomi yang cukup untuk bertindak di pasar tanpa memperhatikan apa yang pesaingnya (aktual atau potensial) lakukan. Untuk menentukan dominasi, hukum persaingan dapat merujuk kepada pangsa pasar dan/atau serangkaian indikator struktur pasar lainnya, seperti tingkat integrasi vertikal, keunggulan teknologi, sumber daya keuangan, pentingnya nama merek, dll.

Mencari atau mencapai posisi dominan biasanya tidak dilarang; hanya penyalahgunaan posisi dominannya saja. Perilaku penyalahgunaan bisa menjadi penyalahgunaan eksploitatif (menetapkan harga yang berlebihan atau kondisi yang tidak adil bagi pelanggan) atau penyalahgunaan eksklusif (perilaku yang

31

Ibid h.8-9 32

(7)

mengecualikan pesaing efisien dari pasar, seperti predatory pricing atau kontrak berurusan eksklusif dengan satu-satunya pemasok bahan yang dibutuhkan untuk produksi). Hukum persaingan dapat memberikan contoh perilaku penyalahgunaan untuk memberikan kepastian bisnis yang lebih besar.

3. Merger Anti-Persaingan(anticompetitive mergers)

"Merger" mengacu pada situasi di mana dua atau lebih usaha, yang sebelumnya independen satu sama lain, bergabung bersama. Definisi ini mencakup transaksi dimana dua perusahaan hukum bergabung menjadi satu ("merger"), salah satu perusahaan mengambil kendali tunggal dari seluruh atau sebagian dari yang lain ("akuisisi" atau"pengambilalihan"), dua atau lebih banyak perusahaan memperoleh yang pengendalian bersama atas perusahaan lain (join ventures) dan transaksi lainnya, dimana satu atau lebih usaha memperoleh kontrol atas satu atau lebih usaha, seperti saling memimpin.33

Umumnya, hukum persaingan mencakup kategori berikut merger: merger, akuisisi, dan usaha patungan (joint venture dapat diatur baik di bawah merger atau ketentuan perjanjian anti-kompetitif lainnya). Merger hanya dilarang ketika mereka menyebabkan pembatasan persaingan. Bagi banyak yurisdiksi tes merger adalah apakah ada "berkurangnya besar kompetisi".34

33

Secretariat ASEAN, ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy, Agustus 2010, h.11 34

(8)

2.2 Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA)

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN. AFTA dibentuk pada waktu KTT ASEAN ke-IV di Singapura tahun 1992. Pada waktu itu disepakati tiga bentuk kesepakatan yang mengatur AFTA yaitu:

1. Deklarasi Singapura 1992;

2. The Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation;

3. Agreement on the Common Effective Preferential Tariff Scheme (CEPT-AFTA Agreement).

ASEAN menyepakati mengenai AFTA didasarkan pada suatu motif atau dorongan kuat yaitu kesadaran negara-negara ASEAN bahwa kawasan Asia Tenggara telah dipinggirkan (being marginalized) atau paling tidak ASEAN pada waktu itu merasa akan terpinggirkan dengan dibentuknya organisasi regional di belahan dunia yang lain, misalnya di Eropa telah terbentuk EU atau European Union (EU).35

Pada tahun 1992 EU mendeklarasikan pembentukan Pasar Tunggal Eropa (European Single Market) yang dilaksanakan pada awal 1993 merupakan tahap penting bagi integrasi ekonomi EU waktu itu. Sedangkan di Amerika terbentuk North American Free Trade Agreement (NAFTA) yang anggotanya terdiri dari Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko. Dengan terbentuknya dua organisasi

35

(9)

regional tersebut maka dikuatirkan sebagian besar porsi perdagangan dan investasi dunia akan mengalir ke Amerika Utara dan Eropa Barat. Selanjutnya investor dan perusahaan asing akan tidak tertarik lagi untuk menginvestasikan modalnya di Asia Tenggara.36

AFTA ini ditempuh melalui mekanisme Skema CEPT sebagai mekanisme utama perjanjian AFTA dengan cara dan jadwal tertentu yang disepakati bersama. Sedangkan pelaksanaan AFTA ini diawasi, dikoordinasikan dan dikaji oleh Dewan AFTA (AFTA Council) yang anggotanya terdiri dari para Menteri Perdagangan negara ASEAN yang tugasnya dibantu oleh Pejabat Senior Ekonomi ASEAN (SEOM). Dewan AFTA mempunyai tugas mencari penyelesaian atas berbagai sengketa perdagangan yang terjadi di antara negara-negara anggota ASEAN dan bertanggung jawab kepada sidang ASEAN Economic Ministers (AEM).37

AFTA bukan merupakan suatu kerjasama ekonomi (economic co-operation), seperti halnya ASEAN Industrial Project, atau ASEAN Industrial Joint Venture yang dibentuk pada tahun-tahun 1970-an, namun AFTA merupakan sebuah integrasi ekonomi (economic integration) yang mempunyai tujuan untuk mengintegrasikan seluruh wilayah ASEAN dalam suatu area perdagangan bebas.

36

Deborah A Haas, Out of Others Shadows: ASEAN Moves toward Greater Regional Cooperation in the Face of the EC and NAFTA, 9 American University Journal of International Law & Policy, 809, 1994, h.811 dalam Koesrianti, Pembentukan ASEAN Economic Community

(AEC) 2015 : Integrasi Ekonomi Berdasar Komitmen Tanpa Sanksi, Law Review Volume XIII N0.2, November 2013, h.192

37

(10)

Terwujudnya perjanjian AFTA, merupakan bukti bahwa ASEAN sudah bekerja berdasarkan aturan-aturan formal yang mengikat sebagai hukum.38

2.3 Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC)

Negara-negara ASEAN telah mengumumkan dengan jelas visi mereka dalam hal konsep integrasi ekonomi regional dan tujuan dari AEC. Karakteristik dari AEC secara resmi diidentifikasikan sebagai berikut:

 pasar tunggal dan basis produksi

 kawasan ekonomi yang kompetitif

 pembangunan ekonomi yang setara

 integrasi ke dalam ekonomi global

Dalam karakterisasi dari AEC tersebut, baik aspek internal maupun internal dari integrasi regional adalah penting. Penciptaan pasar tunggal dan basis

produksi ingin dicapai melalui “four freedoms” yaitu dalam pergerakan lintas

batas dari barang (free flow of goods), jasa (free flow of services), modal (free flow of capital) dan tenaga kerja (free flow of labour) secara internal di dalam kawasan ASEAN.39

Selain itu, ini ditambah dengan kehadiran dari lembaga dan kebijakan yang berhubungan dengan kompetisi (persaingan usaha), perlindungan konsumen,

38

Ibid h.199-200 39

(11)

hak atas kekayaan intelektual dan perkembangan infrastruktur yang lebih lanjut akan mengurangi gesekan dalam perbatasan maupun di luar perbatasan.40

Pelaksanaan pembangunan ekonomi yang setara dicapai melalui antara lain Pengembangan UKM dan Inisiatif integrasi ASEAN. Pengembangan UKM dilakukan melalui ASEAN Policy Blueprint for SME Development (APBSD) 2004-2014 menguraikan kerangka kerja untuk pengembangan UKM di kawasan ASEAN. APBSD ini terdiri atas program kerja strategis, langkah-langkah kebijakan, dan keluaran yang diharapkan.

Mengingat adanya perbedaan tingkat pembangunan di antara Negara-negara ASEAN, maka proses perluasan dan pendalaman integrasi ASEAN harus disertai dengan kerjasama teknik dan pembangunan untuk mengatasi kesenjangan dan mempercepat integrasi ekonomi dari Negara-Negara anggota ASEAN yang masih tertinggal sehingga bermanfaat dari integrasi ASEAN tersebut dapat dinikmati secara merata. Hal ini akan mendorong negara-negara anggota ASEAN untuk maju bersama-sama.41

Bagi ASEAN terbentuknya kawasan perdagangan bebas yang dicapai melalui mekanisme ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan suatu keberhasilan karena tarif di kawasan telah berhasil secara bertahap diturunkan sampai dengan nol.42 ASEAN kemudian ingin lebih meningkatkan kerjasama

40

Casey Lee and Yoshifumi Fukunaga, ASEAN Regional on Competition Policy, April 2013, h.3 41

Secretariat ASEAN, Blueprint ASEAN Economic Community, Jakarta: Secretariat ASEAN, Januari 2008, h.31

42

Pembahasan AFTA dari sisi ekonomi lihat Kazonobu Hayakawa, Daisuke Hiratsuka, Kohei Shiino, dan Seiya Sukegawa, Who uses FTA‟s, Institute of Developing Economies, July 2009

(12)

ekonomi tersebut. Perekonomian di negara-negara anggota ASEAN pada umumnya terbuka untuk perdagangan dan investasi. Strategi pembangunan dari sebagian besar negara-negara anggota ASEAN telah mensyaratkan industri yang berorientasi ekspor yang didorong oleh (foreign direct investment/FDI).43

Disadari bahwa mengalirnya investasi asing ke kawasan ASEAN yaitu dengan banyaknya perusahaan multinasional yang beroperasi di kawasan membutuhkan penyalur barang (supplier) yang juga harus ada di kawasan sehingga menyatu dengan pasar global ditambah dengan tersedianya barang-barang produksi yang dihasilkan oleh supplier dari negara-negara ASEAN maka akan sangat membantu negara-negara anggota ASEAN untuk semakin menarik investor asing masuk ke kawasan. Hal inilah yang menjadi dasar pembentukan AEC (semula tahun 2020, sejak KTT 2008 di Thailand diubah menjadi 2015).44

Sebelum terbentuknya AEC sebagai bagian dari Masyarakat ASEAN (ASEAN Community), proposal AEC telah dipelajari oleh berbagai institusi, seperti misalnya Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS), ASEAN Institutes of Strategic and International Studies (ASEAN-ISIS) dan ASEAN Secretariat. Proposal tersebut juga mendapatkan masukan dan saran-saran dari Dewan Penasehat Bisnis ASEAN (ASEAN Business Advisory Council) karena negara-negara ASEAN mengakui pentingnya masukan dari kalangan pebisnis bagi integrasi ekonomi yang lebih besar. Bukan hanya itu, Komisi Eropa (The European Commisison) juga membagi pengalaman mereka dengan ASEAN

43

ASEAN Regional on Competition Policy, Op.Cit., h.3 44

(13)

ASEAN Economic Community

Pillar 1

Single Market &

Production Base

Pillar 2

Competitive Economic

Region

Pillar 3

Equitable Economic

Development

Pillar 4

Integration with

Global Economy

mengenai pengalaman EU berkaitan dengan integrasi ekonomi regional mereka. Pembentukan AEC diinspirasi oleh Masyarakat Ekonomi Eropa (European Economic Community/EEC).45

Meskipun ketiga pilar ASEAN yaitu ASEAN Political-Security Community (APSC), ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC) adalah sama kedudukannya dan sama pentingnya bagi perkembangan ASEAN sebagai masyarakat regional, AEC adalah pilar yang paling signifikan karena melalui pilar ini suatu masyarakat ekonomi yang benar-benar menyatu akan diwujudkan dan manfaat kerjasama ekonomi akan dapat dirasakan oleh seluruh negara anggota ASEAN. Diharapkan dengan adanya AEC, maka persaingan di antara negara-negara ASEAN akan tumbuh dengan baik, sehingga hal ini akan memperbaiki iklim investasi dan mempersempit dan mengurangi kesenjangan di antara negara-negara ASEAN.46

Figure 2.1: Framework of ASEAN Economic Community

45

(14)

2.4 Karakteristik Hukum Persaingan Usaha di negara-negara ASEAN

Hukum persaingan usaha secara relatif masih merupakan fenomena baru di ASEAN. Gelombang pertama implementasi hukum persaingan muncul sebagai akibat dari krisis keuangan di Asia pada tahun 1997-1998. Dua negara anggota ASEAN yang sangat merasakan dampak dari krisis tersebut yaitu, Indonesia dan Thailand, membuat hukum persaingan usaha di negara mereka pada tahun 1999. Sejak saat itu, tiga negara anggota ASEAN yang lain bergabung untuk membuat hukum persaingan usaha nasional. AEC telah memberikan dorongan lebih lanjut untuk implementasi hukum persaingan usaha di tingkat regional.47

2.4.1. Indonesia

Di antara negara anggota ASEAN yang lain dengan hukum persaingan usahanya, Indonesia dapat mengklaim memiliki rezim persaingan yang paling matang dalam hal pengalaman penegakan hukumnya. KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha, lembaga penegakannya, telah menangani total 249 kasus selama periode 2000-2010.48

Undang-undang yang melarang tindakan anti persaingan ini muncul sebagai konsekuensi dari dampak buruk krisis ekonomi yang terjadi di negara Asia Timur pada tahun 1997 dalam perekonomian di Indonesia. Undang-undang ini juga dibuat atas respon Amerika sebagai pertukaran atas bantuan keuangan dari International Monetary Fund (IMF) untuk menyelesaikan neraca pembayaran dan krisis rupiah. Sebagai bagian dari persyaratan, Indonesia juga

47Ibid 48

(15)

menandatangani the Letter of Intentuntuk berkomitmen “menyelenggarakan persaingan dalam ekonomi domestik dengan mempercepat privatisasi dan memperluas peran sektor swasta dalam penyediaan infrasktruktur (IMF, 1997).49

Akan tetapi, perjanjian dengan IMF tersebut bukan merupakan satu-satunya alasan penyusunan undang-undang tersebut. Sejak 1989, telah terjadi diskusi intensif di Indonesia mengenai perlunya perundang-undangan antimonopoli. Reformasi sistem ekonomi yang luas dan khususnya kebijakan regulasi yang dilakukan sejak tahun 1980, dalam jangka waktu 10 tahun telah menimbulkan situasi yang dianggap kritis.50 Timbul konglomerat pelaku usaha yang dikuasai oleh keluarga atau partai tertentu, dan konglomerat tersebut dikatakan menyingkirkan pelaku usaha kecil dan menengah melalui praktek usaha yang kasar serta berusaha untuk mempengaruhi semaksimal mungkin penyusunan undang-undang serta pasar keuangan.51

Dengan latar belakang demikian, maka disadari bahwa pembubaran ekonomi yang dikuasai negara dan perusahaan monopoli saja tidak cukup untuk membangun suatu perekonomian yang bersaing.52 Oleh karena itu dibentuklah Undang-Undang Persaingan di Indonesia yaitu Undang-undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

49G.Sivalingam, “Competition Policy inASEAN”,

The Singapore Economic Review : Journal of the Economic Society of Singapore and the Department of Economics, National University of SingaporeVol. 51, 2006, h.14

50

Dr.Andi Fahmi Lubiset.al, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, 2009, h.12 51

Ibid 52

(16)

Hukum persaingan usaha yang berlaku di Indonesia adalah Undang-undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam peraturan tersebut yang dimaksud dengan persaingan usaha tidak sehat mencakup perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang dan penyalahgunaan posisi dominan :

1. Perjanjian yang dilarang

a. Praktek Oligopoli (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk menguasai produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 4 UU No.5 Tahun 1999).

b. Penetapan Harga (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk: menetapkan harga (kecuali dalam usaha patungan atau berdasar undang-undang); diskriminasi harga; membuat harga di bawah harga pasar; atau melarang penjualan kembali dengan harga yang lebih rendah dari harga yang ditetapkan, Pasal 5-8 UU No.5 Tahun 1999).

c. Pembagian wilayah pemasaran (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk menetapkan wilayah pemasaran atau alokasi pasar sehingga dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 9 UU No.5 Tahun 1999)

(17)

e. Kartel (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 11 UU No.5 Tahun 1999).

f. Trust (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk membentuk gabungan perusahaan dengan tetap mempertahankan kelangsungan perusahaan masing-masing dengan tujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran sehingga dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 12 UU No.5 Tahun 1999).

g. Oligopsoni (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk menguasai pasokan agar dapat mengendalikan harga yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 13 UU No.5 Tahun 1999).

h. Integrasi Vertikal (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk menguasai rangkaian produksi berkelanjutan yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat dan merugikan masyarakat, Pasal 14 UU No.5 Tahun 1999).

(18)

j. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri (perjanjian dengan pelaku usaha luar negeri yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 16 UU No.5 Tahun 1999).

2. Kegiatan yang Dilarang

a. Monopoli (pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan pemasaran yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 17 UU No.5 Tahun 1999).

b. Monopsoni (pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 18 UU No.5 Tahun 1999).

c. Penguasaan Pasar (dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, sendiri atau bersama yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persainganusaha tidak sehat berupa: menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama; atau menghalangi konsumen untuk bertransaksi dengan pelaku usaha tertentu; atau membatasi peredaran dan penjualan produk; atau melakukan diskriminasi (Pasal 19 UU No.5 Tahun 1999); melakukan jual rugi untuk menyingkirkan pesaing (Pasal 20 UU No.5 Tahun 1999); dengan curang menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya (Pasal 21 UU No.5 Tahun 1999)).

(19)

(Pasal 23 UU No.5 Tahun 1999), bersekongkol untuk menghambat produksi dan atau pemasaran pesaing (Pasal 24 UU No.5 Tahun 1999). 3. Penyalahgunaan Posisi Dominan:

a. Dilarang menggunakan posisi dominan secara langsung maupun tidak untuk menetapkan syarat perdagangan guna menghalangi konsumen; membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau menghambat pesaing memasuki pasar bersangkutan. (Pasal 25 UU No.5 Tahun 1999).

b. Jabatan rangkap (dilarang merangkap jabatan direktur/komisaris di dua perusahaan atau lebih bila perusahaan lainnya; berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau memiliki keterkaitan dalam bidang dan jenis usaha; secara bersama menguasai pangsa pasar; yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat), Pasal 26 UU No.5 Tahun 1999.

c. Pemilikan saham (dilarang pemilikan saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis apabila mengakibatkan satu atau sekelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar; atau dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar), Pasal 27 UU No.5 Tahun 1999.

(20)

UU No.5 Tahun 1999 berlaku untuk semua "pelaku usaha", yang didefinisikan oleh Pasal 1 (5) UU No.5 Tahun 1999 sebagai "individu atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau tidak, yang didirikan dan kegiatan usaha yang berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha dalam yurisdiksi Republik Indonesia, baik secara mandiri maupun bersama-sama berdasarkan kesepakatan, melakukan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi ". Oleh karena itu, berlaku untuk setiap pelaku usaha yang melakukan bisnis di Indonesia, termasuk, antara lain, BUMN dan anak perusahaan asing.

Selain itu, ada juga ketentuan Keputusan Presiden No.75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Komisi Pengawas Persaingan Usaha merupakan lembaga pengawas persaingan usaha yang memiliki tugas sebagai berikut :53

1. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;

2. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;

3. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli

53

(21)

dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;

4. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;

5. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; 6. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan

Undang-undang ini;

7. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

2.4.2. Malaysia

Malaysia mengambil langkah signifikan dengan ditetapkannya Competition Act 2010 (CA2010). Undang-undang ini pada dasarnya adalah hukum nasional Malaysia yang pertama kali mengatur persaingan (antitrust law) secara komprehensif. Dengan berlakunya hukum tersebut, sekarang Malaysia memiliki instrumen penting dalam kebijakan persaingan.54

Tujuan utama dari hukum persaingan adalah “untuk mendorong

pembangunan ekonomi dengan menggalakkan dan melindungi proses

persaingan”. Aspek utama dari tujuan ini adalah kesejahteraan konsumen yang

akan ditingkatkan dengan melarang perilaku anti persaingan usaha. CA2010

54

(22)

bersama dengan Consumer Protection Act 1999 (CPA1999) dapat dianggap sebagai dua pilar utama perlindungan konsumen di Malaysia.55

Dibutuhkan waktu lebih dari dua dekade bagi Malaysia untuk mengimplementasikan hukum nasional persaingan usahanya secara komprehensif. Meskipun demikian, sementara berlakunya CA2010 sendiri merupakan prestasi besar, ukuran kesuksesan yang sesungguhnya terletak pada efektivitas pelaksanaannya. Proses penegakan hukum persaingan tidak dapat diterima begitu saja. Thailand, salah satu negara yang paling awal di kawasan Asia Tenggara yang memberlakukan undang-undang persaingan (pada tahun 1999), tidak membuat banyak kemajuan dalam penegakan hukumnya.56

CA2010 ini mengatur ketentuan tentang perjanjian anti kompetisi yang bersifat horizontal dan vertikal (Pasal 4) serta penyalahgunaan posisi dominan (Pasal 10). Dalam Pasal 4 dari CA2010, perjanjian horizontal anti-kompetisi yang per se illegal termasuk penetapan harga, pengendalian pangsa pasar / produksi / distribusi dan persekongkolan tender. Namun, meskipun tindakan seperti itu dilarang, perusahaan yang terlibat dalam praktik bisnis tersebut dapat dibebaskan dari hukuman (memberikan manfaat bagi masyarakat karena melebihi biaya mereka). Pengecualian individual (untuk perjanjian tertentu) atau pengecualian blok (untuk kategori perjanjian) juga dapat diterapkan. Ini berarti bahwa mungkin ada ruang untuk beberapa fleksibilitas dalam penegakan perjanjian horizontal anti-kompetisi. Berbagai perjanjian vertikal anti-kompetisi (misalnya resale price

55 Ibid

(23)

maintenance agreements, exclusive agreement, tie-in sale agreement dan lain sebagainya) tidak tercantum dalam Undang-Undang. Padahal perjanjian tersebut disebutkan dalam pedoman perjanjian anti persaingan. Larangan penyalahgunaan posisi dominan dalam Pasal 10 dari Undang-Undang termasuk antara lain, pemberlakuan harga transaksi yang tidak adil, penolakan untuk memasok, predatory pricing dan strategi pencegahan masuk.57

Meskipun Undang-undang persaingan di Malaysia memiliki karakteristik yang serupa dengan hukum persaingan di negara lain (dalam hal perilaku persaingan yang dilarang), ada beberapa perbedaan mendasar yaitu tidak adanya ketentuan tentang merger. Dari lima negara ASEAN yang telah menerapkan hukum persaingan sampai saat ini, Malaysia adalah satu-satunya negara yang memilih untuk tidak menyertakan kontrol merger dalam hukum persaingannya.58

Dalam penegakan CA2010, dibentuk sebuah otoritas lembaga pengawas persaingan yaitu Malaysia Competition Commission (MyCC). Komisi Persaingan Malaysia (MyCC) adalah badan independen yang dibentuk berdasarkan Competition Commission Act 2010 (CCA2010) untuk menegakkan CA2010 dan mulai beroperasi pada Juni 2011. Peran utamanya adalah untuk melindungi proses yang kompetitif untuk kepentingan bisnis, konsumen dan ekonomi.59

57

Casey Lee, Competition Law Enforcement in Malaysia : Some Recent Developments, Januari 2014, h.3

58 Ibid 59

(24)

Pada akhir 2012,MyCC mengeluarkan keputusan pelanggaran pertama di Cameron Highlands Floriculturist Association (CHFA) berdasarkan upaya yang terakhir pada penetapan hargadi ritel lokaldan pasar bunga grosir. Dalam kasus ini, tidak ada sanksi denda yang dikenakan kepada CHFA karena mereka telah setuju untuk menghentikan aktivitas penetapan harga.60

2.4.3 Singapura

Sebelum berlakunya Competition Act 2004, tidak ada aturan yang berkenaan terhadap larangan tindakan anti-kompetitif dalam sistem hukum di Singapura. Tiga perkembangan yang signifikan dan terkait erat dengan perkembangan persaingan di Singapura terjadi di antara tahun 2000 dan 2003 menjelang diberlakukannya Competition Act 2004. Perkembangan pertama berkaitan dengan liberalisasi kebijakan yang dikenalkan Singapura pada akhir dekade sebelumnya dalam berbagai sektor monopoli di perekonomian sebelumnya. Perkembangan kedua melibatkan laporan yang dibuat oleh beberapa orang yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk menjadi Economic Review Committee yang membuat beberapa rekomendasi tentang kebijakan nasional apa yang dibutuhkan oleh Singapura untuk mencapai kemajuan ekonomi di milenium baru. Perkembangan ketiga membentuk bagian penting dari latar belakang Hukum Persaingan Singapura yang baru, terhubung dengan perjanjian bilateral

60

(25)

perdagangan bebas yang ditandatangani oleh Singapura dan mitra dagangnya selama ini.61

Singapore Competition Act didasarkan pada Great Britain Competition Act 1998 tetapi dengan beberapa perbedaan yang mencerminkan fakta bahwa Singapura memiliki perekonomian yang kecil tapi terbuka. Misalnya, Pasal 47 yang membahas larangan yang berhubungan dengan penyalahgunaan posisi dominan secara eksplisit mengatakan bahwa posisi dominan di mana saja di dunia dapat melanggar pasal ini jika perilaku mereka memiliki efek anti persaingan di Singapura. “47(1) Subject to section 48, any conduct on the part of one or more undertakings which amounts to the abuse of a dominant position in any market in

Singapore is prohibited.”

“47 (3) In this section, “dominant position” means a dominant position within

Singapore or elsewhere.

Perjanjian vertikal juga dikecualikan dari Pasal 34 Prohibition Act (selama perusahaan dominan tidak terlibat), yang mencerminkan pandangan bahwa pembatasan vertikal biasanya pro-kompetitif, dan mereka yang tidak sering dibatasi oleh persaingan internasional atau sulit dan mahal untuk mengevaluasi faktor penting dalam sebuah negara kecil dengan sumber daya yang terbatas secara administratif.62

61

Burton Ong, The Origins, Objectives and Structure of Competition Law in Singapore, 2006, h.270-271

(26)

1. Ketentuan substantif yang dilaksanakan secara bertahap: Tahap 1: Pada tanggal 1 Januari 2005, ketentuan mendirikan Competition Commission of Singapore (CCS) diberlakukan.

2. Tahap 2: Pada tanggal 1 Januari 2006, ketentuan tentang anti perjanjian kompetitif, keputusan dan praktek, penyalahgunaan dominasi, penegakan, proses banding, dan daerah lain-lain mulai berlaku.

3. Tahap 3: Pada tanggal 1 Juli 2007, ketentuan-ketentuan lainnya yang terkait dengan merger dan akuisisi mulai berlaku.

Dalam penegakan hukum persaingannya, Singapura membentuk sebuah lembaga yang berwenang untuk mengawasi tindakan anti-persaingan yaitu Competition Commission of Singapore (CCS) yang didirikan pada 1 Januari 2005 di bawah Kementerian Perdagangan dan Industri. Dalam siaran pers, Menteri Perdagangan dan Industri mengatakan fungsi dan tugas CCS wajib untuk:63

 Menghapuskan atau membatasi praktek-praktek yang memiliki efek buruk

pada persaingan di Singapura

 Menjaga dan meningkatkan perilaku pasar yang efisien dan mendorong

persaingan dalam pasar di Singapura

 Undang-Undang internasional sebagai perwakilan badan nasional Singapura

dalam bidang persaingan

(27)

 Menyarankan Pemerintah atau otoritas publik lainnya mengenai kebijakan

dan kebutuhan nasional yang berkaitan dengan masalah persaingan pada umumnya.

2.4.4. Thailand

Thailand (bersama dengan Indonesia pada tahun 1999) adalah salah satu negara ASEAN yang pertama kali mengimplementasikan hukum persaingan. Pertumbuhan ekonomi yang pesat yang terjadi di Thailand dari 1987 sampai 199064, membuat struktur ekonomi di Thailand berubah drastis.65 Oleh karena itu, Kementerian Perdagangan Thailand (MOC) membentuk suatu Komite Kerja yang terdiri dari pejabat MOC dan profesor universitas untuk memeriksa apakah Price Fixing yang ada dan Anti-Monopoly Act 1979 (PFA) masih cocok untuk struktur ekonomi yang sudah melalui periode pertumbuhan yang luar biasa.66 Komite Kerja menyimpulkan bahwa PFA memiliki dua kelemahan serius.67 Pertama,

64

THE WORLD BANK, TRENDS IN DEVELOPING ECONOMIES 1996, 491 (1996) in Sakda Thanitcul, Competition Law in Thailand: A Preliminary Analysis, Washington University Global Studies Law Review, Volume 1 Issue 1 Symposium: APEC Competition Policy and Economic Development , January 2002, h.171

65

Pallop Rattanadara, Kodmai Karnkaenkan Tang Kanka Khong Pratettai [Thailand’s

Competition Law], 12 CHULALONGKORN L. REV. 1, 20-21 (2000) dalam Sakda Thanitcul, Competition Law in Thailand: A Preliminary Analysis, Washington University Global Studies Law Review, Volume 1 Issue 1 Symposium: APEC Competition Policy and Economic Development , January 2002, h.171

66

(28)

tujuan utama dari PFA adalah untuk mengontrol harga pasar barang dan jasa untuk kepentingan konsumen, dan ketentuan anti monopoli hanya berfungsi sebagai langkah tambahan untuk mengendalikan harga.68 Kedua, untuk menegakkan ketentuan anti monopoli dalam PFA, pertama-pertama adalah perlu untuk menegakkan ketentuan penetapan harga.69 Kedua kelemahan tersebut menimbulkan kesulitan hukum dan politik yang luar biasa untuk Thai Fair Trade Commission (FTC) untuk menegakkan PFA. Bahkan, sejak diberlakukannya PFA, lembaga penegak telah mengambil hanya satu tindakan terhadap penetapan harga kartel.70

Konstitusi yang berlaku saat itu mengamanatkan pemerintah Thailand untuk memberlakukan hukum persaingan agar "mendorong sistem ekonomi bebas melalui kekuatan pasar ... memastikan ... persaingan yang sehat, melindungi

konsumen, dan mencegah ... monopoli”. Hal ini juga diyakini oleh beberapa ahli,

bahwa reformasi menuju berlakunya Undang-Undang Persaingan terjadi karena tekanan dari International Monetary Fund (IMF) sebagai syarat dukungan keuangan kepada Thailand setelah krisis ekonomi tahun 1997.71

68

Ibid 69Ibid

70

Chaiyos Hemarajata, Kamatibay Kodmai Wadauy Karn Kamnodrakasinka Lae KarnPONGKANKARPOOKAD [COMMENTARY ON THE PRICE FIXING AND ANTI-MONOPOLY ACT OF 1979] 169-71 (1994).dalam Sakda Thanitcul, Competition Law in Thailand: A Preliminary Analysis h.171 , Washington University Global Studies Law Review, Volume 1 Issue 1 Symposium: APEC Competition Policy and Economic Development , January 2002.

71Roi Bak, Adv., Thailand‟s Competition Policy

(29)

Prinsip-prinsip hukum Thailand mengenai isu-isu anti-persaingan diatur dalam Trade Competition Act, BE 2542 Tahun 1999 (TCA). Inti dari TCA berfokus pada Bab III, Pasal 25-29 (Anti Monopoli):

Pasal 25 menangani tentang penyalahgunaan posisi dominan, melarang semua pelaku usaha dengan dominasi pasar dari melakukan tindakan-tindakan berikut: 72 - Pasal 25 ayat(1) : unreasonably fixing or maintaining purchasing or selling prices of goods or fees for services;

Penetapan harga yang tidak wajar untuk suatu barang atau jasa. Penurunan harga

yang dapat mengarah kepada „predatory pricing‟; situasi dimana pelaku usaha

mengurangi harga untuk barang atau jasa di bawah harga pasar dan bersedia untuk mendapatkan kerugian yang besar untuk menghilangkan pesaingnya yang tidak memiliki cukup modal untuk bertahan;

-Pasal 25 ayat

(

2) : unreasonably fixing compulsory conditions, directly or indirectly, requiring other business operators who are his or her customers to

restrict services, production, purchase or distribution of goods, or restrict

opportunities in purchasing or selling goods, receiving or providing services or

obtaining credits from other business operators;

Memperbaiki situasi yang tidak wajar wajib bagi pelaku usaha lain, baik secara langsung atau tidak langsung, untuk mencegah mereka atau konsumen mereka membeli barang atau memperoleh jasa dari pelaku usaha lainnya.

-Pasal 25 ayat (3) : suspending, reducing or restricting services, production, purchase, distribution, deliveries or importation without justifiable reasons, or

72

(30)

destroying or causing damage to goods in order to reduce the quantity to be lower

than the market demand;

Pembatasan layanan, produksi, pembelian, dll atas barang atau jasa tanpa alasan yang dapat dibenarkan, untuk merusak barang untuk mengurangi jumlah di bawah permintaan pasar.

- Pasal 25 ayat (4) :intervening in the operation of business of other persons without justifiable reasons

Campur tangan dalam pengerjaan bisnis orang lain tanpa alasan yang dibenarkan. Pasal 25, sebagai sisa dari TCA, tidak melarang monopoli "sebagaimana adanya", melainkan melarang penggunaan kekuatan dominan tersebut untuk membatasi persaingan secara tidak wajar. Oleh karena itu, TCA menggunakan "rule of reason", daripada "per-se" yang melarang secara otomatis adanya monopoli apapun.73

Pasal 26 dari TCA menangani jenis "penggabungan usaha", yang melarang merger yang mungkin mengakibatkan monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. TCA mengakui tiga jenis merger bisnis:

Pasal 26 ayat (1) TCA : a merger made by a producer with another producer, by a distributor with another distributor, by a producer with a distributor, or by a

service provider with another service provider, which has the effect of

maintaining the status of one business and terminating the status of the other

business or creating a new business

73

(31)

Penggabungan antara entitas yang mengakibatkan pengakhiran satu usaha (atau penciptaan bisnis baru) dengan tetap mempertahankan status lainnya; Pasal 26 ayat (2) TCA : a purchase of the whole or part of assets of another business with a view to controlling business administration policies, administration and

management

Pembelian aset, secara keseluruhan atau sebagian dengan maksud untuk mengontrol kebijakan administrasi bisnis, administrasi dan manajemen;

Pasal 26 ayat (3) TCA : a purchase of the whole or part of shares of

another business with a view to controlling business administration policies,

administration and management

Pembelian saham, secara keseluruhan atau sebagian dengan maksud untuk mengontrol kebijakan administrasi bisnis, administrasi dan manajemen. Merger bisnis seperti yang dijelaskan dalam Pasal 26 harus diizinkan selama izin dari Komisi telah diperoleh.74

Pasal 27 melarang pembentukan kartel antar pelaku usaha dengan cara yang sebesar monopoli, mengurangi atau membatasi persaingan. Oleh karena itu, membutuhkan lebih dari satu pelaku usaha tunggal untuk terlibat dalam perilaku anti-kompetitif. Kartel tersebut dalam keutamaan hambatan horisontal dan vertikal tertentu, sebagai berikut:75

Pasal 27 ayat (1) TCA : fixing selling prices of goods or services as a single price or as agreed or restricting the sale volume of goods or services;

74 Ibid

h.3

(32)

Penetapan harga jual untuk barang atau jasa, atau menyetujui untuk membatasi volume penjualan tersebut.

Pasal 27 ayat (2) TCA : fixing buying prices of goods or services as a single price or as agreed or restricting the purchase volume of goods or services;

Penetapan harga beli untuk barang atau jasa, atau menyetujui untuk membatasi volume pembelian barang atau jasa tersebut.

Pasal 27 ayat (3) TCA : entering into an agreement with a view to having market domination or market control;

Menyetujui penguasaan pasar atau pengendalian pasar;

Pasal 27 ayat (4) TCA : fixing an agreement or condition in a collusive manner in order to enable one party to win a bid or a tender for the goods or services or in

order to prevent one party from participating in a bid or a tender for the goods or

services;

Perjanjian kolusif yang memungkinkan satu pihak untuk memenangkan tawaran barang atau jasa untuk mencegah pihak lain ikut berpartisipasi dalam tender barang atau jasa.

Pasal 27 ayat (5) TCA :fixing geographical areas in which each business operator may distribute or restrict the distribution of goods or services, or fixing customers

to whom each business operator maysell goods or provide services to the

exclusion of other business operators from competing in the distribution of such

goods or services;

(33)

sehubungan dengan penjualan barang atau pemberian jasa; Pasal 27 ayat (6) TCA : fixing geographical areas in which each business operator may purchase goods or services or fixing persons from whom business

operators may purchase goods or services;

Membagi pasar geografis antara masing-masing pelaku usaha untuk mengecualikan pelaku usaha lain dari bersaing di berbagai bidang seperti dengan hormat untuk membeli barang atau mendapatkan jasa;

Pasal 27 ayat (7) TCA : fixing the quantity of goods or services in which each business operator may produce, purchase, distribute, or provide with a view to

restricting the quantity to be lower than the market demand;

Membatasi jumlah barang atau jasa di mana setiap pelaku usaha dapat beroperasi, dengan tujuan untuk membatasi jumlah yang di bawah permintaan pasar

Pasal 27 ayat (8) TCA :reducing the quality of goods or services to a level lower than that in the previous production, distribution or provision, whether the

distribution is made at the same or at a higher price;

Mengurangi kualitas barang atau jasa untuk tingkat yang lebih rendah dari situasi sebelumnya, sementara distribusi dibuat di harga yang sama atau lebih tinggi; Pasal 27 ayat (9) TCA : appointing or entrusting any person as a sole

distributor or provider of the same goods or services or the same kind of goods or

services;

(34)

Pasal 27 ayat (10) TCA : fixing conditions or practice with regard to the purchase or distribution of goods or the provision of services in order to achieve the

uniform or agreed practice.

Penetapan situasi sehubungan dengan distribusi barang atau penyediaan jasa "untuk mencapai keseragaman atau praktek yang disepakati”.

Pasal 28 yang berbunyi: “A business operator who has business relation with business operators outside the Kingdom, whether it is on a contractual basis

or through policies,partnership, shareholding or any other similar form, shall not

carry out any act in order that a person residing in the Kingdom and intending to

purchase goods orservices for personal consumption will have restricted

opportunities to purchase goods or services directly from business operators

outside the Kingdom”

Pasal ini dimasukkan untuk mencegah situasi yang unik dimana satu pelaku usaha dapat mencegah warganegara Thai dari pembelian barang atau jasa "langsung dari pelaku usaha di luar Kerajaan". Pasal ini mengacu pada situasi dimana konsumen Thailand yang kaya yang ingin membeli mobil mewah langsung dari pabrik asing yang mana hal tersebut dilarang untuk berbuat demikian oleh perjanjian dengan dealer lokal Thai.76

Pasal 28 sebenarnya melindungi distributor atau penyedia layanan asing dengan memungkinkan mereka untuk menjual langsung kepada konsumen Thailand dan melindungi konsumen Thai kaya yang ingin membeli barang atau jasa dari perusahaan asing, sementara undang-undang persaingan lain

(35)

melaksanakan kebijakan yang berlawanan dengan melindungi perusahaan impor lokal dari penyalahgunaan yang tidak adil oleh pelaku usaha asing.77

Pasal 29 dari TCA adalah mencakup semua ketentuan yang melarang setiap tindakan yang "tidak bebas dan anti persaingan yang sehat" dan mencegah pelaku usaha lain dari perilaku dalam menjalankan bisnis mereka. “A business operator shall not carry out any act which is not free and fair competition and has

the effect of destroying, impairing, obstructing, impeding or restricting business

operation of other business operators or preventing other persons from carrying

out business or causing their cessation of business”. Bagian ini sangat umum dan samar-samar, dan tidak memberdayakan Komisi Persaingan untuk dapat menentukan aturan persaingan tidak sehat yang diperlukan untuk keberhasilan pelaksanaan Pasal ini. Dengan tidak adanya aturan atau pedoman sehubungan dengan Pasal ini, tidak jelas untuk menentukan apa kriteria dan kebijakan yang berlaku untuk penggunaan Pasal 29 TCA.78

TCA menetapkan Trade Competition Commission (TCC) sebagai badan utama dan satu-satunya yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan penegakan Undang-undang persaingan ini. Menurut Bab II dari Undang-Undang, Office Trade Competition Commission (OTCC) didirikan di Departemen Perdagangan Internal di lingkungan Kementrian Perdagangan. Tugas utamanya adalah penerapan dan pelaksanaan UU dan rekomendasi kepada Menteri Perdagangan pada isi Peraturan Menteri berdasarkan Undang-Undang.

77Ibid

(36)

Komisi diberi kuasa (oleh OTCC) untuk merekomendasikan sehubungan dengan penerbitan peraturan menteri berdasarkan Undang-Undang, memberitahukan pangsa pasar dan merger threshold yang diperlukan untuk melaksanakan TCA, mempertimbangkan pengaduan, mengambil bukti, aturan masalah dan prosedur, dll. TCA juga memberikan wewenang kepada TCC untuk menunjuk sub-komite khusus untuk menyelidiki kasus-kasus tertentu dan membuat rekomendasi kepada Komisi.

2.4.5. Vietnam

Hukum Persaingan Vietnam diundangkan untuk pertama kalinya pada tanggal 9 November 2004 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2005. Penerapan undang-undang ini selanjutnya berurusan dengan berbagai masalah UU Persaingan secara lebih rinci, terutama:79

- Peraturan Pemerintah 116/2005 / ND-CP tanggal 15 September 2005 tentang Ketentuan rinci untuk pelaksanaan UU Persaingan;

- Peraturan Pemerintah 120/2005/ND-CP tanggal 30 September 2005pada berurusan dengan pelanggaran hukum dan peraturan persaingan;

- Keputusan Pemerintah 05/2006 /ND-CP tanggal 1 September 2006 tentang pembentukan, fungsi, tugas, wewenang dan struktur organisasi Dewan Kompetisi; dan

79

(37)

- Peraturan Pemerintah 06/2006 / ND-CP tanggal 1 September 2006 tentang fungsi, tugas, wewenang dan struktur organisasi Departemen Manajemen Kompetisi di bawah Kementerian Perdagangan.

Undang-undang Persaingan yang berlaku di Vietnam mencakup praktek-praktek anti-persaingan yaitu sebagai berikut:

 Pembatasan tindakan persaingan (Bab II), yang meliputi perjanjian,

penyalahgunaan monopoli/posisi dominan dan konsentrasi ekonomi yang mendistorsi atau menahan persaingan di pasar; dan

 Tindakan persaingan tidak sehat (Bab III), didefinisikan sebagai

praktek bisnis, yang bertentangan dengan standar umum etika bisnis dan menyebabkan kerusakan aktual atau potensial untuk kepentingan Negara, hak-hak hukum dan kepentingan perusahaan lain atau konsumen.

Semua bentuk pelanggaran UU Persaingan ditangani oleh dua badan utama yaitu Vietnam Competition Authority (VCA) dan Vietnam Competition Council (VCC). VCA merupakan sebuah departemen yang dibentuk di bawah Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan didelegasikan untuk menerapkan lingkup yang luas dari tugas dan wewenang. VCA memiliki kekuasaan untuk, antara lain:80

• Kontrol konsentrasi ekonomi;

80

Anh Tuan Nguyen, Vietnam: Overview:

(38)

• Menerima aplikasi untuk pengecualian dan juga menyarankan

Departemen Perindustrian dan Perdagangan, atau perdana menteri;

• Melakukan investigasi perilaku anti-kompetitif; dan

• Menangani atau mengenakan sanksi praktik persaingan yang tidak adil

Dewan Kompetisi adalah badan eksekutif independen yang bertanggung jawab untuk menangani kasus persaingan dan menyelesaikan keluhan sehubungan dengan praktek yang menghambat kompetisi. Dewan Persaingan memiliki 11 sampai 15 anggota ditunjuk oleh Perdana Menteri.81 Dalam hal kompetisi, VCC menetapkan Dewan yang Menangani Kasus Persaingan, terdiri dari setidaknya lima anggota VCC. VCA akan memutuskan kasus persaingan tidak sehat dan memutuskan apakah merger jatuh dalam kategori dilarang. Dalam semua kasus lain, VCA menyampaikan laporan, masing-masing ke VCC (yang memutuskan kasus pembatasan persaingan), ke Ministry of Industry and Trade (MoIT) (yang memutuskan pengecualian untuk perjanjian pembatasan persaingan dan konsentrasi ekonomi antara pihak yang sedang dalam bahaya atau pembubaran atau kebangkrutan) atau Perdana Menteri (yang memutuskan pengecualian untuk konsentrasi ekonomi yang mungkin memiliki efek memperluas ekspor atau berkontribusi terhadap pengembangan sosial ekonomi, teknis dan pengembangan teknologi).82

81

Tran Anh Hung, Introduction to the Competition Law of Vietnam, Inter-Pacific Bar Association (IPBA Journal) No.57, Maret 2010, h.11

82

(39)

2.4.6 Filipina

Filipina mengadopsi pendekatan sektoral untuk kebijakan persaingan dan penegakan hukum persaingannya dengan lebih dari 30 undang-undang persaingan, hukum-industri tertentu dan kesejahteraan konsumen untuk menangani praktek-kompetisi terkait. Sumber utama adalah sebagai berikut:83

1. The 1987 Constitution;

2. The Act to Prohibit Monopolies and Combinations in Restraint of Trade (Act No. 3247);

3. The Revised Penal Code (Act No. 3815), as amended; 4. The New Civil Code (Republic Act No. 386);

5. Amending the Law Prescribing the Duties and Qualifications of Legal

Staff in the Office of the Secretary of Justice (Republic Act No. 4152); and 6. Executive Order No. 45, series of 2011, Designating the DOJ as the

Competition Authority.

1. The 1987 Constitution

Di bawah Konstitusi84, negara diberi mandat untuk mengatur atau melarang monopoli, kombinasi yang mengekang perdagangan dan praktek persaingan tidak sehat lainnya, demi kepentingan umum. Ketentuan ini didasarkan pada USSherman Act.

83

Secretariat ASEAN, “ASEAN Experts Groups Member (Phillipine)”,

http://www.aseancompetition.org/aegc/aegc-members/philippines , 2013, diakses pada 2 November 2014

84

(40)

Perlu dicatat bahwa Konstitusi Filipina tidak melarang monopoli secaraper se. Monopoli tidak ilegal dengan sendirinya, dibandingkan dengan kombinasi yang mengekang perdagangan dan praktek persaingan tidak sehat lainnya. Yang terakhir yaitu praktek persaingan tidak sehat harus dilarang tanpa kecuali. Namun, karena Konstitusi tidak mendefinisikan apa yang merupakan monopoli yang melanggar hukum, atau apa itu kombinasi yang mengekang perdagangan atau praktik persaingan tidak sehat, undang-undang yang terpisah dan / atau yurisprudensi adalah dasar untuk membuat definisi tersebut.85

2. The Revised Penal Code (Act No. 3815), as amended

Republic Act (R.A.) No. 3815 sebagaimana telah diubah, atau dikenal sebagai Revisi KUHP tersebut, menghukum perilaku anti-persaingan yang merupakan kejahatan di masyarakat. Pasal 186 RepublicAct (R.A.) No. 3815 mendefinisikan dan menghukum monopoli dan kombinasi yang mengekang perdagangan sementara Pasal 187 RepublicAct (R.A.) No. 3815 menetapkan hukuman pidananya.86

Kombinasi yang mengekang perdagangan didefinisikan sebagai:

1. “Any agreement, whether in the form of a contract or conspiracy or combination in the form of trust or otherwise, resulting in the restraint of

trade or commerce

85

Anthony Amunategui Abad, Recommendations ForPhillipine Anti-TrustPolicy And Regulation , 2004, h.3

(41)

Setiap perjanjian, baik dalam bentuk kontrak atau konspirasi atau kombinasi dalam bentuk kepercayaan atau sebaliknya, yang mengakibatkanhambatan perdagangan

2. “Preventing by artificial means free competition in the market” Mencegah arti semu kebebasan berkompetisi di sebuah pasar.

3. “Any manner of combination, conspiracy, or agreement between or among manufacturers, producers, processors, or importers of any merchandise or

object of commerce, or with any other persons, for the purpose of making

transactions prejudicial to lawful commerce, or increasing the market

price of such merchandise or object of commerce or of any other article in

the manufacture, production, or processing, or importation of which such

merchandise or object of commerce is used.

Setiap cara kombinasi, konspirasi, atau kesepakatan antara atau di antara pabrikan, produsen, pengolah, atau importir dari setiap barang atau objek perdagangan, atau dengan orang lain, untuk tujuan membuat transaksi yang merugikan hukum perdagangan, atau meningkatkan harga pasar barang dagangan atau objek perdagangan atau pasal lain dalam pembuatan, produksi, atau pengolahan, atau impor yang barang atau benda perdagangan tersebut digunakan.

Sedangkan monopoli ilegal didefinisikan sebagai:

1. “Monopolizing any merchandise or object of trade or commerce

Memonopoli setiap barang atau objek perdagangan.

(42)

merchandise or object of trade or commerce, in order to alter the

price there of by spreading false rumors or making use of any other

artifice to restrain free competition in the market.”

Menggabungkan dengan orang atau orang lain untuk memonopoli

Setiap barang atau benda perdagangan atau perdagangan, untuk mengubah harga yang ada dengan menyebarkan desas-desus palsu atau memanfaatkan kecerdasan lain untuk menghambat persaingan bebas di pasar.

The Revised Penal Code juga menghukum kecurangan lainnya dalam perdagangan dan industri seperti menandai emas atau perak palsu dan mengubah merek dagang.

3. The New Civil Code (Republic Act No. 386)

R.A. No. 386 (1949) sebagaimana telah diubah, atau dikenal sebagai Kode Sipil Filipina dan yang mulai berlaku pada bulan Agustus 1950, memungkinkan macam-macam kerugian yang timbul dari persaingan tidak sehat dalam usaha pertanian, komersial, atau industri atau tenaga kerja.87 Hal ini juga memungkinkan macam-macam kerugian yang timbul dari penyalahgunaan dalam pelaksanaan hak dan dalam pelaksanaan tugas88, misalnya, penyalahgunaan posisi pasar yang dominan dengan monopoli. Cukup khas, KUHPerdata tidak mendefinisikan persaingan yang tidak sehat dan hanya menyebutkan daftar sarana yang persaingan yang tidak sehat dapat dilakukan: kekuatan, intimidasi, penipuan,

87

Pasal 28 R.A. No. 166 (1947)

88

(43)

machination, atau tindakan lain yang tidak adil, menindas atau merupakan high hand method lainnya.89

4. Executive Order No. 45, series of 2011, Designating the DOJ as the Competition Authority.

Menyadari kebutuhan untuk mempromosikan persaingan Presiden Benigno S. Aquino III menandatangani Executive Order No 45, 2011, dengan menunjuk Departemen Kehakiman sebagai Otoritas Kompetisi. Executive Order No. 45 menetapkan Office for Competition (OFC) di bawah Sekretaris Kehakiman untuk melaksanakan, antara lain, tugas dan tanggung jawab untuk menyelidiki semua kasus yang melibatkan pelanggaran undang-undang persaingan dan mengadili pelanggar untuk mencegah, membatasi dan menghukum monopolisasi, kartel dan kombinasi yang mengekang perdagangan.90

2.4.7 Brunei Darussalam

Brunei Darussalam saat ini tidak memiliki undang-undang yang komprehensif yang mengatur persaingan secara umum. Pada tahun 2011, bagaimanapun, Brunei Darussalam memulai proses untuk mempersiapkan rancangan undang-undang kompetisi nasional.91

Dalam hal ini juga, ketentuan yang berhubungan dengan dasar-dasar persaingan telah dilaksanakan di sektor telekomunikasi oleh Otoritas untuk Info-komunikasi Teknologi Industri Brunei Darussalam (Authority for

89 Ibid h.4 90

Secretariat ASEAN, Op.Cit h.45, 2010 91

(44)

communications Technology Industry of Brunei Darussalam/AITI).AITI berwenang untuk para pemegang lisensi di bawah Peraturan Telekomunikasi 2001 (Telecommunication Order). Perilaku pemegang lisensi di pasar telekomunikasi dipandu oleh kondisi lisensi, yang mencakup larangan terhadap perilaku anti-kompetitif.92

Peraturan Telekomunikasi berlaku untuk badan usaha yang telah memperoleh izin untuk beroperasi sebagai layanan dan / atau penyedia infrastruktur di industri telekomunikasi kecuali instansi Pemerintah yang melaksanakan fungsi yang berdaulat. Pemusatan kode praktek kompetisi sedang dikembangkan oleh AITI yang nanti akan berlaku untuk hal yang sama dan akan diperluas sampai mencakup kegiatan penyiaran.93

Di sisi lain, hukum persaingan nasional yang saat ini sedang dirancang bertujuan untuk berlaku untuk semua kegiatan komersial di Brunei. Hukum persaingan nasional untuk Brunei Darussalam masih dalam tahap penyusunan. AITI mengumpulkan kode praktek persaingan yang akan berdampingan dan umumnya disejajarkan dengan kebijakan nasional yang berkaitan dengan kompetisi umum. Pemusatan kode praktek persaingan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing di sektor ini, mendorong perilaku pasar yang sehat dan efisien,akses pasar yang transparan, dan selanjutnya kemajuan teknologi dan penelitian dan pengembangan di sektor ini melalui peningkatan perilaku pasar yang efisien.

92

(45)

Tidak ada otoritas penegak hukum persaingan nasional saat ini karena undang-undang tersebut masih dalam penyusunan.AITI bertanggung jawab atas penegakan persaingan di sektor telekomunikasi sebagai bagian dari kewajiban yang terkandung dalam persyaratan lisensi yang dikeluarkan di bawah Peraturan Telekomunikasi. Mengingat pemusatan sektor telekomunikasi dan penyiaran, AITI juga akan mengambil tanggung jawab untuk mengelola kompetisi di sektor penyiaran.

Peraturan Telekomunikasi memungkinkan AITI untuk memberikan petunjuk ke lisensi telekomunikasi untuk memastikan perilaku pasar yang wajar dan efisien. Sementara Peraturan Telekomunikasi tidak secara khusus merujuk pada perjanjian atau posisi dominan, lisensi yang dikeluarkan di bawah Peraturan Telekomunikasi mengatakan memuat ketentuan-ketentuan untuk mengatur praktek-praktek berikut:

1. Praktek Kompetitif Tidak Sehat (Unfair Competitive Practices) 2. Undue Preference and Undue Discrimination

3. Perjanjian yang Anti-Kompetitif (Anti-Competitive Arrangements) 4. Pengaturan Eksklusif (Exclusive Arrangements)

5. Kontrak dengan Pihak Ketiga (Contracts with Third Party)

6. Perjanjian yang Membatasi Kompetisi (Agreements that Restrict Competition)

(46)

9. Penyalahgunaan Dominasi Pasar di Pasar Asing (Abuse of Market Dominance in a Foreign Market)

2.4.8 Kamboja

Kamboja mengambil langkah-langkah awal menuju integrasi ekonomi ASEAN dan keanggotaan dalam komunitas ekonomi internasional. Kebijakan ini memerlukan penciptaan pasar swasta di dalam negeri dan meminta keanggotaan dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di luar negeri. Meskipun berupaya menciptakan ekonomi pasar, Kamboja tidak memiliki hukum persaingan formal.94

Pemerintah Kamboja telah menyelesaikan rancangan undang-undang persaingan, yangdiharapkan akan disampaikan kepada Dewan Menteri Kamboja sebelum akhir 2013. Saat ini, belum ada update, apakah hukum persaingan Kamboja telah berkembang dari masa lalu saat itu. Mengingat batas waktu 2015 ASEAN menjulang bagi anggota untuk memiliki persaingan hukum di negaranya, dan kemajuan Kamboja dalam reformasi legislatif di sejumlah lainnya daerah komersial yang penting, itu secara luas diharapkan bahwa hukum persaingan akan diteruskan tahun ini.95

2.4.9 Myanmar

Myanmar tidak memiliki undang-undang persaingan yang komprehensif. Konstitusi Baru (The New Constitution), di Pasal 36b, menyatakan bahwa Myanmar akan "melindungi dan mencegah tindakan yang merugikan kepentingan

94

Peter J. Hammer, Competition Law in Cambodia, 2004, h.1 95

(47)

publik melalui monopoli atau manipulasi harga oleh seorang individu atau kelompok dengan maksud untuk membahayakan persaingan yang sehat dalam kegiatan ekonomi" (protect and prevent acts that injure public interests through monopolization or manipulation of prices by an individual or group with intent to

endanger fair competition in economic activities)

Untuk menuju era ASEAN Economic Community, Myanmar sedang mempersiapkan untuk mengadopsi kebijakan persaingan dan hukum persaingan pada tahun 2015.96

Draft atau Rancangan Undang-Undang (RUU) Persaingan Myanmar telah disiapkan oleh Departemen Perdagangan dan rancangan tersebut telah diajukan kepada Presiden. Ketika persetujuan telah didapat dari Presiden, RUU akan diserahkan kepada Kabinet dan Parlemen untuk disahkan. Dalam rancangan UU Persaingan ini, ada dua belas bagian, meliputi untuk semua bisnis termasuk perdagangan dan jasa. Ini mencakup bagian hukuman bagi mereka yang melanggar hukum.97

Saat ini, sudah terbentuk Komite Kompetisi Kebijakan Kerja diketuai oleh Wakil Menteri Kementerian Perdagangan. Dalam komite ini, pejabat senior dari departemen atau lembaga terkait lainnya termasuk sebagai anggota. Direktur Jenderal Departemen Perdagangan dan Urusan Konsumen di bawah Departemen Perdagangan mengambil tanggung jawab dengan menjabat sebagai Sekretaris dalam komite ini. Sebagai divisi, Divisi Kebijakan Persaingan di bawah

96

ASEAN Secretariat, Op.Cit.,hal.44 97

Secretariat ASEAN, ASEAN Experts Group on Competition

Gambar

Figure 2.1: Framework of ASEAN Economic Community
Tabel  2.1: Horizontal Anti-competitive Agreements
Tabel 2.2 : Penyalahgunaan Posisi Dominan
Tabel 2.3 : Kontrol Merger
+2

Referensi

Dokumen terkait

Disamping itu, banyak penelitian tentang modal intelektual yang tidak mencantumkan item pengungkapan maupun kurangnya penjelasan mengenai definisi item pengungkapan

Zona Kerawanan Sangat Rendahsangat jarang atau hamper tidak pernah mengalami gerakan tanah Untuk wilayah zona kerawan tinggi sebagian wilayah di Kecamatan Kaliangkrik,

Rogers meyakini adanya kekuatan yang tumbuh pada semua orang yang mendorong semua orang untuk semakin kompleks, ekspansi, sosial otonom, dan secara keseluruhan

Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa variabel independen yang diteliti yakni variabel reliability, responsiveness, assurance, empathy dan tangible memiliki nilai VIF yang

The production task is the teacher asks the students to make sentences after playing Shopping Game based on the vocabulary list that are used in Shopping

hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara harga diri dengan tingkah laku menolong pada remaja. Semakin tinggi harga diri

Studi Tentang Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Aktifitas Fisik saat Puasa dan Tidak Puasa pada Mahasiswa Putri Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian

Operasi panel surya sepsrti di atas utrtuk aplikasi teftetrtu k:wang disukai karena tidak bekerja pada kondisi optimahya. Agar dapat bekerja pada kodisi optiDialnya maka arus