• Tidak ada hasil yang ditemukan

mediasi didalam pengadilan menurut perma no 1 tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "mediasi didalam pengadilan menurut perma no 1 tahun 2016"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Prosedur Mediasi di Pengadilan

Prosedur adalah ketentuan-ketentuan normatif tentang tahapan dan tata cara atau langkah-langkah melaksanakan sesuatu. Perma Nomor 1 tahun 2016 mengatur tahapan dan tata carapenggunaan mediasi dalam tiga kontek. Konteks pertama, mediasi wajib pada awal persidangan sebagai penguatan upaya perdamaian berdasarkan pasal 130 HIR dan 154 Rbg. Kontks kedua, mediasi sukarela yaitu setelah mediasi wajib dan perkara telah memasuki tahap pemeriksaan oleh Hakim. Konteks ketiga, penguatan oleh Hakim atas kesepakatan perdamaian melaui mediasi di Luar pengadilan. Namun, sebagian besar ketentuan-ketentuan dalam Perma Nomor 1 Tahun 2016 lebih berkaitan dengan penggunaan mediasi dalam konteks pertama, yaitu Mediasi wajib. Prosedur mediasi dapat dibedakan atas ketentuan-ketentuan tahap Pra mediasi, proses mediasi, dan tahap akhir mediasi.

1. Tahap Pra Mediasi

a. Hakim pemeriksa perkara dalam sidang pertama yang dihadiri parapihak mewajibkan untuk menempuh Mediasi sesua dengan ketentuan Pasal 17 ayat (1).

b. Hakim pemeriksa perkara diwajibkan untuk menjelaskan proses mediasi kepada para pihak sebagaimana diperintahkan pasal 17 ayat (6). Materi yang harus dijelaskan oleh Hakim pemeriksa perkara kepada para pihak adalah sebagaimana yang disebut dalam Pasal 17 ayat (7) yang meliputi :

 Pengertian dan manfaat Mediasi;

 Kewajiban Para Pihak untuk menghadiri langsung pertemuan Mediasi berikut akibat hukum atas perilaku tidak beriktikad baik dalam proses Mediasi;

 Biaya yang mungkin timbul akibat penggunaan Mediator nonhakim dan bukan Pegawai Pengadilan;

 Pilihan menindaklanjuti Kesepakatan Perdamaian melalui Akta Perdamaian atau pencabutan gugatan;

 Kewajiban Para Pihak untuk menandatangani formulir penjelasan Mediasi.

Ayat (8) “Hakim Pemeriksa Perkara menyerahkan formulir penjelasan Mediasi kepada Para Pihak yang memuat pernyataan bahwa Para Pihak”:

 Memperoleh penjelasan prosedur Mediasi secara lengkap dari Hakim Pemeriksa Perkara;

 Memahami dengan baik prosedur Mediasi;

 Bersedia menempuh Mediasi dengan iktikad baik. c. Para pihak menandatangani Formulir Mediasi.

Penjelasan tentang Prosedur Mediasi oleh Hakim pemeriksa Perkara dan penandatanganan formulir penjelasan Mediasi wajb dimuat dalam Berita Acara Sidang

(2)

Jika para pihak gagal bersepakat untuk memilih Mediator bukan Hakim dan bukan pegawai pengadilan.

e. Jika para pihak gagal bersepakat untuk memilih Mediator, ketua majelis menunjuk hakim dan diutamakan hakim yang bersertifikat mediator.

f. Ketua majelis menerbitkan penetapan yang memuat perintah kepada para pihak untuk menempuh mediasi dan nama mediator yang ditugaskan oleh ketua majelis.

g. Hakim pemeriksa perkara wajib menunda pesidangan untuk memberi kesempatan kepada para pihak untuk menempu mediasi wajib.

h. Setelah menerima penetapan penugasan sebagai mediator, mediator menentukan hari dan tanggal pertemuan mediasi.

i. Mediator atas Kuasa Hakim pemeriksa perkara melalui Panitera melakukan pemanggilan kepada Para Pihak dengan bantuan juru sita. Kuasa tersebut adalah demi hukum artinya sudah sah tanpa perlu dibuat dalam bentuk surat kuasa. Juru sita atau juru sita pengganti wajib melaksanakan pemanggilan para pihak yang diperintahkan oleh Mediator Hakim maupun bukan Mediator hakim1

2. Tahap proses mediasi

a. Dalam waktu 5 hari sejak penetapan perintah mediasi oleh Hakim pemeriksa perkara kepada para pihak , para pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lainnya dan kepada mediator.

Penyiapan resume perkara oleh para pihak secara timbal balik dan kepada mediator memang tidak bersifat wajib, tetapi bersifat anjuran atau suka rela sesuai rumusan ketentuan pasal 24 ayat (1) Perma Nomor 1 tahun 2016 yang berbunyi “...para pihak dapat menyerahan resume perkara kepada pihak lain dan kepada mediator”. Pengertian “pihak lain” adalah para pihak satu sama lainnya dalam perkara yang sama . Kata “dapat” mengandung arti anjuran atau pilihan para pihak. Tujuan dari perlunya penyiapan dan penyerahan resume perkara adalah untuk mempermudah dan membantu para pihak dan mediator dalam memahami posisi dan kepentingan masing-masing pihak, serta poko masalah sengketa/perkara, sehingga para pihak dan mediator dapat menghemat waktu dalam mencari berbagai kemungkina pemecahan masalah.

b. Mediator meneyelenggarakan sesi-sesi atau pertemuan-pertemuan mediasi. Perma Nomor 1 tahun 2016 membolehkan pertemuan mediasi dilaksanakan melalui media komunikasi audio visual jarak jauh yang memungkinakan semua pihak saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam pertemuan mediasi.2 Para pihak wajib menghadiri secara

langsung pertemuan mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukumnya3. Kehadiran para pihak melalui komunikasi audio visual jaral jauh

dianggap sebagai kehadiran langsung4. Ketidak hadiran para pihak secara

langsung dalam proses mediasi hanya dapat diterima ata dibenarkan karena alasan-alasan yang sah yang sah, yaitu :

1 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 21 ayat (3)

2 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 5 ayat (3)

3 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 6 ayat (1)

(3)

 Kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir dalam pertemuan Mediasi berdasarkan surat keterangan dokter;

 Di bawah pengampuan;

 Mempunyai tempat tinggal, kediaman atau kedudukan di luar negeri; atau

 Menjalankan tugas negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.5

Berdasarkan PERMA Nomor 1 tahun 2016 proses mediasi berlangsung dalam waktu 30 hari sejak penetapan perintah kepada mediator untuk melakukan mediasi, atas dasar kesepakatan para pihak dapat diperpanjang selama 30 hari sejak 30 hari sebelumnya telah habis. Banyaknya sesi pertemuan selama waktu tersebut ditentukan berdasarkan kesepakata para pihak6. Namun,

PERMA Nomor 1 tahun 2016 tidak mengatur secara rinci bagaimana mediator menyelenggarakan sesi-sesi mediasi selama proses mediasi. Bagaimana mediator menggiring dan menstimulasi para pihak menempuh mediasi memang tidak perlu dituangkan ke dalam PERMA karena hal itu menyangkut keterampilan dan pengetahuan mediator. Keterampilan dan pengetahuan dapat diperoleh dari pelatihan, jika keterampilan dituangkan kedalam norma maka keterampilan menjadi sangat legislatik dan kaku sehingga kehilangan daya kekuatan dan keluwesennya. Namun, perma No 1 tahun 2016 mengatur beberapa pendekatan atau teknik keterampilan yang dapat diginakan mediator untuk mengantarkan para pihak berhasil mencapai kesepakatan mediasi.

PERMA tersebut mengatur bahwa bila perlu mediator dapat mengadakan kaukus dengan salah satu pihak. Kaukus adalah pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak saja. Kaukus merupakan salah satu ciri penting proses mediasi yang membedakan mediasi dan litigasi, dalam litigasi hakim tidak diperbolehkan menyelenggarakan sidang dengan satu pihak saja terkecuali tedapat hal hal yang dibenarkan oleh hukum. Sementara didalam mediasi alasan mediator untuk mengadakan pertemuan terpisah dengan salah satu pihak adalah untuk menemukan kepentingan tersembunyi salah satu atau para pihak

c. PERMA Nomor 1 tahun 2016 juga mengatur bahwa proses mediasi dapat membahas masalah-masalah yang tidak secara tegas disebutkan dalam posita atau petitum gugatan.

Sepanjang pembahasan masalah mediator dapat membantu para pihak untuk mencapai kesepakan perdamaian, pembahasan diluar posita dan petitum sangat diperlukan untuk memperoleh informasi yang melatar belakangi lahirnya sebuah perkara. Perma mediasi mengatur bahwa proses mediasi yang membahas masalah-masalah yang tidak disebutkan dalam posita dan petitum gugatan, jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan perdamaian maka

(4)

penggugat harus mengubah gugatannya dengan masalaha itu sebagai bagian dari petitumnya7.

d. Atas dasar kesepakatan para pihak proses mediasi dapat melibatkan ahli,toko masyarakat,atau tokoh adat jika pelibatan itu dapat memperjelas masalah-masalah yang diperundingkan dan dapat membantu para pihak menyeleseikan masalah-masalah yang diperundingkan.

3. Proses mediasi yang menghasilkan kesepakatan perdamaian

Akhir dari mediasi menghasilkan dua kemungkinan yaitu para pihak mencapai kesepakatan perdamaian atau gagal mencapai kesepakatan perdamaian. Jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan perdmaian, mediator wajib melaporkan keberhasian itu degan sekaligus melampirkan kesepakatan perdamaian8. PERMA No

1 tahun 2016 mengatur hal-hal yang perlu dilakukan para pihak,yaitu :

a. Merumuskan kesepakatan perdamaian secara tertulis dan menandatanganinya b. Menyatakan persetujuan secara tertulis atas kesepakatan perdamaian jika

dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum

c. Dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim pemeriksa perkara agar dikuatkan dalam akta perdamaian9

Dalam hal para pihak tidak berkehendak Kesepakatan Perdamaian dikuatkan dengan Akta Perdamaian, Penggugat diwajbkan untuk mencabut gugatannya10.

Ketentuan pencabutan perkara pentng bagi administrasi Pengadilan untuk memberikan kepastian tentang status perkara, bahwa perkara telah selezai tanpa melalui putusan pengadilan.

Mediator juga diwajibkan untuk menandatangani kesepakatan perdamaian agar mediator juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa materi kesepakatan perdamaian tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan atau kesusilaan, tidak meugika pihak ketiga dan bukan kesepakatan perdamaian yang tidak dapat dilaksanakan11. Namun keikutsertaan mediator menandatangani dokumen kesepakatan

tidak dapat diartikan bahwa mediator secara hkum bertanggung jawab atas isi kesepakatan. Tiadanya tanggung jawab mediator atas isi kesepakatan perdamaian juga ditegaskan dalam ketentuan PERMA No 1 tahun 2016 yang menyatakan : “Mediator tidak dapat dikenai pertanggung jawaban pidana maupun perdata atas isi kesepakatan pedamaian hasil proses mediasi”12. Kesepakatan perdamaian merupakan perwujudan

dari kehendak dan kepentingan para pihak dan bukan kehendak dan kepentingan mediator karena fungsi mediator hanya membantu atau fasilitatif terhadap proses pencarian penyeleseian sengketa dan mediator bukan sebagai pemutus.

Setelah menerima dokumen kesepakatan pedamaian yang ditanda tangani para pihak dan mediator, Hakim pemeriksa perkara segera meneliti dan mempelajari

7 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 25 ayat (2)

8 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 27 ayat (6)

9 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 27 ayat (1),(3),(4)

10 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 27 ayat (5)

11 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 27 ayat (2)

(5)

kesepakatan itu dalam waktu paling lama dua hari13. Majelis hakim pemeriksa perkara

juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa materi kesepakatan pedamaian itu tidak tidak bertentangan dengan hukum, ketertibatan umum dan kesusilaan, tidak merugikan pihak ketiga dan dapat dilaksanakan. Jika ketiga hal itu tidak terpenuhi, hakim pemeriksa wajib mengembalikan naskah kesepakatan perdamaian itu kepada mediator dan para pihak untuk diperbaiki. Perbikan kesepakatan perdamaian wajib diselesaikan oleh para pihak dengan bantuan mediator dalam waktu paling lama tujuh hari. Palig lama tiga hari setelah perkara wajib menerbitkan penetapan hari sidang untuk membacakan akta perdamaian

4. Proses Mediasi yang tidak berhasil dan yang tidak dapat dilaksanakan

PERMA Nomor 1 tahun 2016 membedakan anatar Mediasi yang tidak berhasil atau gagal dengan Mediasi yang tidak dapat dilaksanakan. Mediasi yang tidak berhasil dapat terjadi karena dua kemungkinan atau situasi. Pertama, mediasi dinyatakan tidak berhasil jika setelah batas waktu maksimal yang ditentukan dalam PERMA, yaitu 30 hari atau waktu perpanjangan 30 hari lagi telah dipenuhi, Para pihak telah menempuh mediasi tetapi tidak menghasilkan kesepakatan. Kedua, mediasi dinyatakan tidak berhasil karen salah satu atau para pihak telah beriktikad tidak baik. Kriteria mediasi dengan iktikad tidak baik yaitu :

a. Tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;

b. Menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturutturut tanpa alasan sah;

c. Ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;

d. Menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume Perkara pihak lain; dan/atau

e. Tidak menandatangani konsep Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah.14

Jika proses mediasi tidak berhasil karena situasi tersebut diatas, mediatir wajib menyatakan secara tertulis bahwa mediasi telah tidak berhasil dan memberitahukan kegagalan itu kepada Hakim Pemeriksa Perkara15

Mediator wajib menyatakan Mediasi tidak dapat dilaksanakan dan memberitahukannya secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara, dalam hal:

a. Melibatkan aset, harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang:

 Tidak diikutsertakan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak menjadi salah satu pihak dalam proses Mediasi;

 Diikutsertakan sebagai pihak dalam surat gugatan dalam hal pihak berperkara lebih dari satu subjek hukum, tetapi tidak hadir di persidangan sehingga tidak menjadi pihak dalam proses Mediasi; atau

13 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 28 ayat (1)

(6)

 Diikutsertakan sebagai pihak dalam surat gugatan dalam hal pihak berperkara lebih dari satu subjek hukum dan hadir di persidangan, tetapi tidak pernah hadir dalam proses Mediasi.

b. Melibatkan wewenang kementerian/lembaga/instansi di tingkat pusat/daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang tidak menjadi pihak berperkara, kecuali pihak berperkara yang terkait dengan pihakpihak tersebut telah memperoleh persetujuan tertulis dari kementerian/lembaga/instansi dan/atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah untuk mengambil keputusan dalam proses Mediasi.

c. Para Pihak dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c.16

Setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Hakim Pemeriksa Perkara segera menerbitkan penetapan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku17.

16 Ibid., ayat (2)

Referensi

Dokumen terkait

perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam proses mediasi adalah bersifat.. mengikat bagi para pihak yang membuatnya dan menjadi

“Kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan

undang No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 16 (2) yaitu: ” Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara

Menurut amanat Perma RI No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan pada pasal 8 di jelaskan mengenai kriteria yang bisa menjadi mediator adalah hakim bukan

1 Tahun 2008 tidak efektif karena mediasi yang seharusnya berada di luar pengadilan dilakukan di dalam pengadilan meski tujuan mediasi untuk menyelesaikan perkara

Implementasi PERMA No.1 tahun 2008 khususnya dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Kota Semarang dapat dikatakan belum efektif sebagaimana perkara-perkara lain yang

Secara prinsip hukum mediasi tercantum dalam pasal 2 Ayat (2) PERMA Nomor 1 Tahun 2008 yang mewajibkan setiap hakim, mediator dan para pihak untuk mengikuti prosedur

Secara normatif memang di PERMA No. 01 Tahun 2016 mengatur untuk mengajukan resume, indetifikasi masalah, mengajukan kaukus dan lain sebagainya. 17 Akan tetapi karena