• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN PERANAN MUSUH ALAMI DALAM P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MENINGKATKAN PERANAN MUSUH ALAMI DALAM P"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat

Universitas Mahasaraswati Denpasar

1

MENINGKATKAN PERANAN MUSUH ALAMI DALAM PENGENDALIAN

ORGANISME PENGGGANGGU TUMBUHAN SESUAI KONSEP PHT

(PENGELOLAAN HAMA-PENYAKIT TERPADU)

I Ketut Widnyana

Fakultas Pertanian Universitas Mahasaraswati Denpasar

ABSTRACT

According to the basic concepts of biological control IPM plays a very important role in the management of plant pest population along other control techniques to support and strengthen the functioning of natural enemies in the field. Compared with other control components, especially pesticides control , the biological control has three advantages, namely a permanent, safe, and economic. If the natural enemies have been steadily on the ground it will be able to keep pest populations below the economic threshold fixed in the long term. Biological control is safe for the environment because it does not have anegative impact mainly on insects or organisms not targeted. Biological control is also relatively economic because once the control is successful then no longer required additional fees related to pest control. The main difficulties and problems in the application and development of biologica control is the beginning of a large capital investment for exploration, research, testing and evaluation particularly with respect to various aspects such bioekologi targets, habitat suitability, presence selter plantsand other aspects such as taxonomy. ecology, biology, life cycle. population dynamics, genetics, physiology, and identification. Optimization of control by natural enemies need to be thorough with attention to factors bioekologi pests and their natural enemies. Optimization can be done by measures including theintroduction of natural enemies to move from a region or acountry stricken area or another country where success is strongly influenced by the baseline studies conducted previously,such as the study of diapause, biology, ecology, taxonomy;Augmentation is action to improve number of natural enemiesand their potential with mass breeding or multiplication of natural enemies in the laboratory andthen released periodicallyspaciousness,and Conservation of a preservation orconservation efforts that have no natural enemies in an area by manipulating the environment so that natural enemies can be well developed and its potential as agents increased biological control, as well as to increase the attractiveness of an area fornatural enemies

Keywords: IPM, natural enemies, introduction, augmentation,conservation

A. PENDAHULUAN

1. Hama tanaman

Salah satu tantangan atau masalah dalam upaya peningkatan produksi tanaman adalah adanya serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang terdiri dari hama, penyakit dan gulma. Hama tanaman adalah semua binatang (termasuk serangga, tungau, babi, tikus, kalong, tupai, ketam, siput, burung, dll) yang dalam aktivitas hidupnya selalu merusak tanaman atau merusak hasilnya, dan menurunkan kualitas maupun kuantitasnya, sehingga menimbulkan kerusakan ekonomis bagi manusia. Hama yang paling dominan dan secara luas menimbulkan kerusakan ekonomis

adalah dari golongan serangga. Serangga bersifat kosmopolitan dan paling banyak jenisnya. Dari semua jenis binatang yang ada, yang keseluruhan berjumlah 957.000 jenis, terdapat 72% atau 686.000 jenis termasuk kelas serangga (Natawigena, 1993).

(2)

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat

Universitas Mahasaraswati Denpasar

2

adalah setiap tindakan manusia untuk

mambatasi atau mengurangi perkembangan serangga hama agar jangan sampai menyebar ketempat lain dan menekan dan menekan populasi serangga hama tersebut agar tetap berada pada tingkat yang tidak merugikan secara ekonomi.

2. Pengelolaan Hama Terpadu (PHT)

Pengendalian hama dalam sistem pertanian konvensianal diantaranya dengan aplikasi pestisida yang tidak bijaksana telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap lingkungan biotik dan abiotik. Dampak negatif tersebut adalah terjadinya resourgensi, resistensi, meledaknya populasi hama sekunder, matinya musuh alami dan memcemari lingkungan melalui residu yang ditinggalkannya serta menyebabkan keracunan pada manusia (Oka, 1995). Untuk menekan dampak negatif tersebut, maka pengendalian hama tanaman dilakukan melalui penerapan PHT yaitu dengan memadukan beberapa komponen pengendalian yang kompatibel agar populasi hama dapat ditekan sampai batas dibawah ambang ekonomi. Komponen PHT tersebut diantaranya adalah :, Pengendalian seraca kultur teknis, Pengendalian secara fisik dan mekanik, Pengendalian secara hayati/biologi, pengendalian secara kimia dan Pengendalian dengan undang-undang atau peraturan

a. Pengendalian secara kultur teknis

Pengendalian kultur teknik adalah pengendalian hama dengan memodifikasi kegiatan pertanian tertentu agar lingkungan pertanian menjadi tidak menguntungkan bagi perkembangan hama , tetapi tidak mengganggu persyaratan pertumbuhan tanaman. Dalam melakukan tindakan kultur teknis maka kita terlebih dahulu harus mengetahui cara hidup hama yang akan dikendalikan agar dapat diketahui dengan pasti saat terjadinya perkerkembangbiakan maksimal atau stadia yang merusak tanaman

Pada prinsifnya usaha yang termasuk dalam pengendalian secara kultur teknis adalah semua pengendalian memanfaatkan lingkungan guna menekan populasi hama. Usaha-usaha tersebut mencangkup pengolahan tanah dan pengairan, pergiliran tanaman, tumpang sari, pemupukan berimbang, penanaman tanaman

perangkap, sanitasi, pengaturan pola tanam, pengaturan waktu tanam, pengunaan mulsa, dan varietas tahan.

b. Penggunaan varietas tahan (resisten)

Tanaman tahan hama adalah tanaman yang mempunyai sifat secara genetik mampu menyembuhkan dirinya sendiri terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh serangga (Painter, 1951). Ketahanan atau resistensi tanaman mengandung pengertian yang bersifat relatif, karena untuk melihat ketahanan suatu jenis tanaman, sifat tanaman harus dibandingkan dengan sifat tanaman yang tidak tahan atau peka. Untung (1993), menyatakan bahwa tanaman yang tahan adalah tanaman yang menderita kerusakan lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman lain dalam keadaan tingkat populasi hama dan keadaan lingkungan yang sama. Jadi pada tanaman yang tahan kehidupan dan perkembangan serangga hama menjadi lebih terhambat

c. Pengendalian seraca fisik dan mekanik.

Teknik pengendalian secara fisik dan mekanik, jika dibandingkan dengan teknik pengendalian lainnya merupakan teknik pengendalian yang kuno yang dilakukan sejak manusia mengusahakan pertanian (Untung, 1993). Sesungguhnya pengendalian secara fisik dan mekanik dilakukan dengan tujuan secara langsung dan tidak langsung untuk membinasakan hama sasaran yang aman bagi lingkungan dan kompatibel (harmonis) dengan teknik pengendalian lainnya seperti kultur teknis, hayati dan varietas tahan.

Penerapan pengendalian secara fisik dan mekanik yang baik, memerlukan pengetahuan yang menyeluruh tentang biologi dan ekologi hama. Hal ini perlu dilakukan mengingat setiap jenis hama memiliki toleransi terhadap faktor lingkungan fisik seperti temperatur, kelembaban, bunyi, cahaya, dan lain-lain. Tanpa pengetahuan yang lengkap tentang biologi dan ekologi suatu jenis hama kemungkinan besar kita hanya mengeluarkan biaya, waktu dan tenaga besar tetapi hama yang terbunuh atau tertangkap hanya sedikit.

d. Pengendalian hayati (biologi)

(3)

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat

Universitas Mahasaraswati Denpasar

3

seperti predator, parasitoid dan patogen.

Pengendalian hayati dalam pengertian ekologi didefinisikan sebagai pengaturan populasi organisme dengan musuh-musuh alam hingga kepadatan populasi organisme tersebut berada dibawah rata-ratanya dibandingkan bila tanpa pengendailan.

Praktek pengendalian hayati telah dilakukan ratusan tahun yang lalu didataran Cina. Ini terbukti dengan adanya lukisan-Iukisan tua Cina, bahwa bebek digunakan untuk memangsa hama-hama tanaman. Keberhasilan pengendalian hayati pertama yang tercatat adalah pengedalian hama kutu perisai, Icerya purchasi pada tanaman jeruk di California, Amerika Serikat dengan menggunakan kumbang Rodolia cardinalis yang diintroduksi dari Australia pada tahun 1888 (Stehr, 1975 dalam Oka, 1995). Beberapa keunggulan pengendalian hayati antara lain :

a) Aman, tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, tidak menyebabkan keracunan bagi manusia dan ternak

b) Tidak menyebabkan resistensi terhadap hama

c) Musuh alami bekerja seca selektif terhadap inang atau mangsanya

d) Bersifat permanen untuk jangka panjang e) Biaya murah apabila lingkungan telah stabil

atau telah terjadi keseimbangan antara hama dan musuh alaminya.

Akan tetapi pengendalian secara hayati ini juga memiliki beberapa kekurangan seperti hasilnya sulit diramalkan dalam jangka waktu singkat; diperlukan biaya cukup besar pada tahap awal, baik untuk penelitian maupun untuk pengadaan sarana dan prasarananya; pembiakan massal di laboratorium kadang- kadang mengalami kendala karena musuh alami menghendaki kondisi lingkungan khusus dan teknik aplikasi di lapangan belum banyak dikuasai

e. Pengendalian kimiawi

Selama ini pestisida telah memberikan banyak jasa dalam bidang pertanian maupun bidang lainnya. Pada mulanya produksi pertanian berhasil ditingkatkan karena pemakaian pestisida dapat menekan populasi hama dan kerusakan tanaman akibat serangan hama. Karena keberhasilan tersebut pestisida seakan tidak bisa dipisahkan dari segala budidaya tanaman sebab begitu ampuhnya. Keadaan seperti ini sangat membantu petani

sehingga mereka merasa pestisida adalah bagian dari kehidupannya dalam bertani. Hasil pengendalian yang segera dapat dilihat, bahan yang gampang diperoleh, murah dan mudah diaplikasikan menyebabkan pemanfaatan pestisida tidak dilakukan dengan bijaksana. Setelah dievaluasi ternyata disamping manfaat positifnya, pestisida mempunyai dampak negatif yang sangat mengkawatirkan yaitu kerusakan pada alam lingkungan biotik dan abiotik, seperti : resurgensi, resistensi, peledakan hama sekunder, matinya musuh alam, pencemaran air, tanah, udara, keracunan pada hewan, manusia dan lainnya.

f. Pengendalian dengan Undang - undang atau Peraturan.

Salah satu usaha untuk mencegah pemasukan, penyebaran, dan meluasnya serangan organisme pengganggu tanaman berbahaya dari satu daerah ke daerah lainnya atau dari satu negara ke negara lainnya adalah dengan peraturan atau tindakan karantina. Tindakan karantina adalah tindakan dari pemerintah untuk mencegah masuk atau menyebarnya organisme pengganggu dengan menerapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Contoh peraturan tersebut adalah Undang-undang NO.2 Tahun 1961 tentang Pengeluaran dan Pemasukan Tanaman dan bibit Tanaman, yang merupakan landasan hukum pelaksanaan karantina tanaman di Indonesia. Contoh lain dari pengendalian dengan peraturan misalnya sertifikasi benih dan bibit.

B. POKOK BAHASAN

1. Pengendalian Hayati (Biologi)

(4)

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat

Universitas Mahasaraswati Denpasar

4

atau menekan populasi hama. Pengendalian

alami merupakan proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa ada campur tangan atau kesengajaan yang dilakukan oleh manusia. Dilihat dari fungsinya , musuh alami dapat dikelompokan menjadi predator, parasitoid dan patogen.

a. Predator

Predator adalah binatang atau serangga yang memangsa binatang atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Predator biasanya hidup bebas dengan memangsa binatang atau serangga lain (ditunjukkan pada Gambar 01)

(sumber : http://evol-eco.blogspot.com)

Gambar 01 Paraitoid Encarsia

Beberapa ciri predator antara lain : a) Predator dapat memangsa semua tingkat

perkembangan mangsanya (telur, larva, nimfa, pupa dan imago)

b) Predator membunuh dengan cara memakan atau mengisap mangsanya dengan cepat c) Seekor predator memerlukan dan

memakan banyak mangsa selama hidupnya

d) Predator membunuh mangsanya untuk dirinya sendiri

e) Kebanyakan predator bersifat sebagai pemangsa baik pada saat pradewasa maupun sesudah dewasa (imago) dan memakan jenis mangsa yang sama atau beberapa jenis mangsa.

f) Predator memilki ukuran tubuh lebih besar dibandingkan dengan tubuh mangsanya g) Dari segi perilaku makannya ada predator

ada yang mengunyah semua bagian tubuh mangsanya misalnya Coccinellidae dan Carabidae. Selain itu ada predator yang menusuk mangsanya dengan mulutnya

yang berbentuk seperti jarum, kemudian mengisap cairan tubuh mangsanya, seperti predator dari famili Reduviidae (Hemiptera)

h) Metamorfosis predator ada yang sempurna dan ada juga yang tidak sempuma.

i) Predator ada yang monophag, oligopag dan polifag. Ada juga yang bersifat omnifor, yaitu juga sebagai pemakan bagian tertentu dan tanaman.

Menurut Untung (1993) hampir semua Ordo serangga memili jenis yang bersifat predator, tetapi selama ini ada beberapa ordo yang anggotanya merupakan predator yang digunakan dalam pengedalian hayati

b. Parasitoid

Parasitoid, adalah serangga yang memarasit serangga atau binatang arthopoda lainnya. Parasitoid bersifat parasit pada fase pradewasa, sedangkan dewasanya hidup bebas dan tidak terikat pada inangnya. Parasitoid hidup menumpang pada atau didalam tubuh inangnya dengan cara mengisap cairan tubuh inangnya guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Umumnya parasitoid menyebabkan kematian pada inangnya secara perlahan-lahan dan parasitoid dapat menyerang setiap fase hidup serangga, meskipun serangga dewasa jarang terparasit.

Parasitoid mendapatkan energi dan memakan selagi inangnya masih hidup dan membunuh atau melumpuhkan inang untuk kepentingan keturunannya. Kebanyakan parasitoid bersifat monofag (memiliki inang spesifik), akan tetapi ada juga yang oligopag. Selain itu parasitoid memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil di banding dengan inangnya (Gambar 02)

(sumber : http://www.ipmimages.org )

(5)

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat

Universitas Mahasaraswati Denpasar

5

Berdasarkan posisi makan parasitoid

digolongkan menjadi ektoparasitoid dan endoparasitoid. Eksoparasitoid adalah parasitoid yang seluruh hidupnya ada diluar tubuh inangnya (dengan menempel pada tubuh inang). Contohnya Campsomeris spp. yang menyerang larva Exopholis sp. Endoparasitoid adalah parasitoid yang berkembang dalam tubuh inang dan sebagian besar dari fase hidupnya ada didalam tubuh inangnya. Sebagai contoh adalah : Trichogramma sp. sebagai parasitoid tetur penggerek batang padi dan tebu.

Opius sp. yang memarasit larva lalat padi Parasitoid juga dapat digolongkan berdasarkan fase tumbuh inang yang diserangnya, yaitu parasitoid telur (Gambar 03), parasitoid larva, parasitoid telur-larva, parasitoid larva-pupa, parasitoid pupa dan parasitoid imago.

(sumber : http://entomology.unl.edu)

Gambar 03 Parasit telur

Jika dalam satu individu inang hanya terdapat satu ekor parasitoid yang dapat tumbuh dan berkernbang secara nomal sampai dewasa, maka parasitoid tersebut dinamakan parasitoid soliter. Misalnya, seekor Xanthopimpla flavolineata keluar dari kepompong penggerek batang padi dan hama putih palsu.

Itoplectis narange yang memparasit larva penggulung daun, ulat bulu, dan larva penerek batang padi bergaris.

Sebaiknya, jika beberapa ekor parasitoid dapat berkembang secara normal menjadi dewasa dalam satu individu (tubuh ) inang ,maka parasitoid semacam ini dinamakan parasitoid gregarious Contoh dari parasitoid gregarious adalah Trichomalopsis apanteloctena yang dapat muncul sebanyak 20-50 ekor dari kepompong ulat Resperiid yang terparasit (Gambar 04). Sejumlah tabuhan dari

famili Ichneumonodae merupakan parasioid soliter dan sejumlah tabuhan dari famili Braconidae dan Chalcidoidae bersifat gregarious (Untung, 1993).

(sumber : http://aggie-horticulture.tamu.edu/ )

Gambar 04.

Ulat grayak diserang parasit Braconid

Penomena parasitoid yang menyerang parasitoid lainnya dan memanfaatkannya sebagai inang dinamankan hiperparasitasi dan parasitoidnya dinamakan hiperparasitoid. Parasitoid sekunder, parasitoid kuarter, termasuk dalam kelompok hiperparasitoid. Parasitoid yang menyerang inang utama ( hama utama) dinamakan parasitoid primer. Parasitoid sekunder adalah parasitoid yang menyerang parasitoid primer. Misalnya Tetrastichus

(Hymenoptera; Eulophidae) yang memarasit

Opius sp.(Sherpard at al., 1988). Tetrastichus

disini bertidak sebagai parasitoid sekunder karena menyerang Opius sp. yang merupakan parasitoid primer yang diketahui menyerang larva lalat padi (whorl maggot). Parasitoid tersier adalah parasitoid yang menyerang parasitoid sekunder. Selanjutnya parasitoid yang menyerang parasitoid tersier dinamakan parasitoid kuarter.

Sebagai agensia hayati parasitoid sangat baik digunakan dan selama paling berhasil digunakan mengendalikan serangga hama dibanding dengan kelompok agensia pengendali hayati lainnya (Untung, 1993). Faktor faktor yang mendukung efektivitas pengendalian oleh parasitoid adarah :

a) Daya kelangsungan hidup (survival) baik. b) Hanya satu atau sedikit individu inang

diperlukan untuk melengkapi siklus hidupnya.

(6)

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat

Universitas Mahasaraswati Denpasar

6

d) Sebagian besar parasitoid adalah

monophag atau oligophag berarti memiliki inang yang sempit.

e) Peluang mendapatkan inangnya sangat tinggi sebab penempatan pada inangnya dilakukan oleh parasit dewasa

c. Patogen.

Patogen adalah golongan mikroorganisme (jasad renik) yang menyebabkan serangga sakit dan akhirnya mati. Patogen adalah salah satu faktor hayati yang turut serta dalam mempengaruhi dan menekan perkembangan serangga hama. Karena mikroorganisme ini dapat menyerang dan menyebabkan kematian pada serangga hama, maka dia dianggap sebagai salah satu musuh alami serangga hama selain predator dan parasitoid dan juga dimanfaatkan dalam kegiatan pengendalian. Beberapa patogen (penyebab penyakit) yang dalam kondisi lingkungan tertentu dapat menjadi faktor mortalitas utama bagi populasi serangga, tetapi ada banyak patogen yang pengaruhnya kecil terhadap gejolak populasi serangga (Untung, 1993).

Gejala serangan patogen terhadap serangga hama bersifat khas yakni serangga yang mati akan membusuk dan menimbulkan bau tidak enak sehingga mudah dibedakan dengan gejala terserang predator dan parasitoid. Mikroorganisme yang tergolong patogen serangga adalah bakteri, virus, jamur, rickettsia dan nematoda.

a). Bakteri

Bakteri yang menyerang serangga hama dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu bakteri tidak membentuk spora dan bateri yang membentuk spora. Bacillus popiliae dan B. thuringensis adalah dua jenis patogen yang penting. B. popiliae menyebabkan penyakit susu seperti yang menyerang kumbang jepang,

Popiliae japonica dan larva Scarabaeidae lainnya (Untung,1996). B. thuringiensis sangat efektit digunakan untuk mengendalikan larva dari ordo Lepidoptera dan larva nyamuk . Selain itu B. thuringiensis juga efektif untuk mengendalikan ulat Plute/la maculipennis, ulat penggerek batang jagung, penggerek batang padi dan ulat gerayak.

b). Jamur

Ada beberapa jenis jamur yang telah diketahui bersifat parasit pada serangga hama. Jamur yang menginfeksi serangga dinamakan jamur entomopatogenik. Genus jamur yang hingga kini diketahui dapat menjadi patogen antara lain: genus Beuveria, Metarhizium, Nomuraea dan Paecilomyces. Dari sekian jenis jamur yang bersifat parasit yang terkenat hingga saat ini adalah B. bassiana, M. anisopliae dan N. rileyi.

Bassi (1835), merupakan orang pertama yang membuktikan jamur Beaveria dapat menyebabkan kematian pada utat sutra. disusul oteh penemuan jamur hijau M. anisopliae oleh Metchnikoff (1879). Jamur ini bersifat parasitik terhadap beberapa jenis kumbang Contoh beberapa jenis jamur entomopatogenik yang menyerang serangga hama antara lain M. anisopliae dan M. flavoviridae (Moniliales; Moniliaceae) menyerang wereng coklat dan wereng zigzag. B. bassiana (Moniliales; Moniliaceae) menyerang wereng coklat, wereng hijau, penggerek batang padi, penggulung daun padi, kepinding padi dan kepinding hitam (Contoh pada Gambar 05)

(sumber : http://www.agnet.org)

Gambar 05.

Jamur Patogen serangga

N.rileyi (Moniliales; Moniliaceae) menyerang larva penggulung daun padi, penggerek batang padi, ulat gerayak dan hama putih. Hirsutella eitruformis menyerang wereng coklat dan wereng hijau. Jamur M. anisopliae saat ini telah digunakan secara luas untuk mengendalikan kumbang kelapa, Oryctes rhinoceros. Selain itu mengendalikan hama penggerek buah kopi, Strenoderes hampei dan wereng coklat telah dicoba menggunakan jamur

(7)

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat

Universitas Mahasaraswati Denpasar

7

Pada umumnya serangga yang mati

terserang oleh jamur menunjukan tanda-tanda seperti : serangga hama mati kering, tubuhnya kaku dan tidak berbau dan sering tampak seluruh tubuhnya ditumbuhi oleh benang mycelium atau hifa. Sedangkan warna jamur berbeda-beda tergantung pada jenisnya.

c). Virus

Ada sekitar 700 virus yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari serangga dan binatang arthopoda lainnya. Virus-virus yang menyerang arthopoda sebagian besar tergolong genus Baculovirus, Poxvirus, Iridiovirus dan Rhabdovirus. Virus yang biasa digunakan dalam pengendalian serangga hama secara hayati ada dua golongan yaitu Polyhedrosis virus (PV) yang terdiri dari Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) dan Cytoplasmik Polyhidrosis Virus (CPV) dan Granulosis Virus (GV). (Gambar 06)

sumber : http://www.agnet.org

Gambar 06 Virus Patogen serangga

Dari beberapa genus yang telah disebutkan diatas genus Baculovirus merupakan genus yang terpenting dan termasuk kelompok NPV. Menurut Untung, (1996) sekitar 40% jenis virus yang dikenal menyerang serangga termasuk dalam NPV ini dan paling banyak menyerang pada Ordo Lepidoptera (86%), Hymenoptera (7%), serta Diptera (3%). NPV biasanya menyerang larva Lepidoptera seperti ulat gerayak dan ulat tanah. Larva Lepidoptera tersebut terinfeksi karena memakan daun tanaman yang mengandung virus. Apabila virus telah menyebar dalam tubuh serangga akibatnya inang akan menjadi lemah lamban serta berhenti makan. Selanjutnya larva berubah menjadi keputihan kemudian menjadi warna kegelapan serta. posisi badan seperti menggantung pada bagian tanaman. Lama

kelamaan tubuh larva tersebut akan membusuk dan mudah terputus. Tetesan cairan yang keluar dari tubuh larva yang mati akan mencemari daun-daun tanaman disekitarnya dan dapat menyebar secara alami apabila termakan kembali oleh serangga lain sehingga siklus penyakit akan berlanjut. Virus ini juga dapat ditrasmisikan dari induk serangga yang telah terinfeksi pada keturunannya melalui telur (untung, 1996).

d). Nematoda

Ada dua kelompok nematoda parasit dapat menyerang serangga yaitu : kelompok nematoda semiparasit dan kelompok Obligat parasit. Contoh nematoda dari golongan semiparasit seperti Neoaplectana glaseri yang menyerang kumbang Jepang. Popillia japonica

dan N. Carpocapsae yang menyerang

Carpocapsa pomonella. Selanjutnya nematoda yang berasal dari golongan obligat parasit seperti Agamermis decaudata yang menyerang belalang dan aphids.

2. Optimalisasi Pengendalian Secara Hayati (Biologi)

Adanya kesadaran manusia akan bahaya residu pestisida dan tuntutan konsumen untuk mengkomsumsi produk pertanian yang bebas residu pestisida mendorong para ahli untuk lebih banyak meneliti dan memantaatkan agensia hayati dalam kegiatan pengendalian hama. Pengendalian secara hayati dapat diterapkan dengan berbagai teknik tergantung pada jenis hama sasaran dan daerah operasionalnya. Dalam usaha untuk mengoptimalkan pengendalian secara hayati terdapat 3 (tiga) hal yang semestinya dilakukan dengan baik yaitu introduksi, augmentasi dan konservasi.

a. Introduksi

(8)

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat

Universitas Mahasaraswati Denpasar

8

daerah asal dapat dijumpai kelompok musuh

alami suatu jenis hama, oleh karena itu untuk keperluan introduksi perlu dipilih musuh alami yang benar-benar berpotensi dan belum ada diaerah sasaran. Contoh teknik introduksi ini antara lain adalah memasukan parasitoid

Tetrastichus brontisfa dari Pulau Jawa ke Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara untuk mengendalikan hama kelapa Brontispa longissima. Kasus yang paling baru adalah terjadi di Indonesia adalah introduksi Curinus coreolius dari Hawaii ke Indonesia untuk mengendalikan hama kutu loncat lamtoro,

Heteropsyiia cubana. Mengingat introduksi musuh alami, termasuk dalam rekayasa biologi agar teknik ini berhasil diperlukan banyak usaha persiapan dan studi yang mendalam tentang sifat penyebaran, sifat biologi dan ekologi spesies hama dan musuh alami yang akan diintroduksikan, dan keadaan ekosistem setempat.

Ada beberapa langkah klasik yang harus ditempuh apabila kita ingin mengadakan introduksi musuh alami pada suatu tempat dapat diurutkan sbb. :

a) Penjelajahan atau eksplorasi luar negeri. b) Pengiriman parasitoid dan predator dari luar

negri.

c) Karantina parasitoid dan predator yang diimpor di dalam negri.

d) Perbanyakan parasitoid dan predator di laboratorium.

e) Pelepasan dan pemapanan parasitoid dan predator yang diimpor.

f) Evaluasi efektivitas pengendali hayati.

Nilai manfaat yang diperoleh dari keberhasilan pemasukan musuh alami sangat besar karena hasilnya mantap. mapan dan akan berumur panjang sehingga mendatangkan keuntungan yang maksimal. Namun memang perlu diperhatikan adanya beberapa keterbatasan tehnik introduksi ini.

a) Tehnik ini umumnya berhasil diterapkan pada spesies hama yang eksoktik (berasal dari luar) sedangkan untuk pengendalian ham yang asli di tempat itu kurang berhasil. b) Banyak ahli percaya bahwa keberhasilan

teknik ini berkaitan dengan stabilitas agro-ekosistem. Umumnya introduksi berhasil diterapkan pada pertanaman tahunan sepetti perkebunan kelapa. Perkebunan jeruk dll. Ekosistem di pertanaman tahunan relatif sta-bil sta-bila dibandingkan dengan ekosistem

pertanian tanaman musiman seperti pada persawahan. Upaya introduksi musuh alami ke pertanaman musiman perlu dipelajari lebih lanjut tentang peluang dan kemungkinan peningkatan efektivitasnya.

b. Augmentasi

Augmentasi, adalah usaha yang menekankan pada tindakan untuk meningkatkan jumlah musuh alami dan potensinya. Cara ini dilakukan dengan pembiakan massal atau perbanyakan musuh alami di laboratorium kemudian dilelepaskan secara berkala kelapangan sesuai dengan jumlah yang diperlukan sehingga dapat menekan populasi serangga hama pada tingkat yang tidak merugikan secara ekonomi. Augmentasi dapat dilakukan terhadap musuh alami yang ada didaerah tersebut atau yang berasal dari luar daerah atau negara. Contoh dari augmentasi misalnya perbanyakan parasitoid telur

Trichogramma sp. dilaboratorium dengan menggunakan inang pengganti Sitotroga cerealia (hama penyerang gabah).

Pelepasan sejumlah populasi musuh alami di ekosistem secara teknik augmentasi sebetulnya sama juga dengan pelepasan musuh alami dengan teknik introduksi. Perbedaannya dengan teknik augmentasi kita harapkan populasi hama sementara waktu (satu musim atau kurang) dengan cepat dapat ditekan sehingga tidak merugikan, sedangkan pelepasan musuh alami introduksi bertujuan untuk dalam jangka panjang dapat menurunkan aras keseimbangan populasi hama sehingga tetap berada di bawah aras ekonomik. Oleh karena itu maka pelepasan musuh alami secara augmentatik harus dilakukan secara periodik. Kecuali itu perbedaan yang lain pelepasan augmentatik menggunakan musuh alami yang sudah berfungsi di ekosistem, sedangkan pelepasan introduksi menggunakan serangga yang dimasukkan dari luar ekosistem. Agar teknik augmentasi dengan pelepasan periodik ini berhasil diperlukan informasi yang lengkap tentang biologi dan ekologi hama dan musuh alaminya terutama dalam menentukan tempat, waktu, frektiensi dan cara pelepasan.

(9)

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat

Universitas Mahasaraswati Denpasar

9

a). Pelepasan inokulatif .

Pelepasan musuh alami dilakukan hanya satu kali dalam satu musim atau dalam satu tahun dengan tujuan agar musuh alami tersebut dapat mengadakan kolonisasi dan menyebar luas secara alami dan menjaga populasi hama tetap berada pada aras keseimbangannya. Pelepasan musuh alami di sini dimaksudkan agar secara teratur kita memperkuat peranan dan kondisi musuh alami yang secara periodik terbunuh oleh keadaan lingkungan yang tidak sesuai.

b). Pelepasan suplemen

Pelepasan musuh alami dilakukan setelah diketahui dari kegiatan sampling populasi hama mulai meninggalkan populasi musuh alaminya. Tujuannya untuk membantu musuh alami agar kembali berfungsi dan dapat mengendalikan populasi hama.

c). Pelepasan inundatif atau pelepasan massal

Apabila pada kedua cara pelepasan sebelumnya diharapkan keturunan dari individu musuh alami yang dilepaskan yang terus berfungsi memperkuat berfungsinya kembali musuh alami sebagai pengendali alami, maka pelepasan inundatif mengharapkan agar individu-individu musuh alami yang dilepas secara sekaligus dapat menurunkan populasi hama secara cepat terutama setelah ratusan ribu atau jutaan individu parasitoid atau predator dilepaskan. Pelepasan inundatif sering disebut "insektisida biologik" karena dalam hal ini musuh alami kita harapkan dapat bekerja secepat insektisida yang biasa.

Karena jumlah musuh alami yang dilepaskan sangat banyak untuk inundasi diperlukan adanya teknik pembiakan massal musuh alami yang cepat, dan ekonomik. Umumnya untuk digunakan sebagai inang bagi perbanyakan massal musuh alami bukan serangga hama tetapi serangga inang altematif yang lebih mudah untuk diperbanyak di ruang perbanyakan.

Sukses yang dicapai oleh teknik inokulatif yang paling umum adalah dilepaskannya secara massal parasitoid telur Trichogramma sp. untuk mengendalikan berbagai hama penting seperti penggerek pucuk tebu dan penggerek batang tebu, hama penggerek buah kapas, dll. Menurut Boedijono (1990) pelepasan 150.000 telur

Trtchogramma sp per hektar dapat menurunkan populasi dan kerusakan penggerek pucuk tebu, sedangkan untuk pengendalian penggerek batang tebu diperlukan 250.000 telur per hektar.

c. Konservasi

Konservasi adalah usaha pengawetan atau pelestarian musuh alami yang telah ada di suatu daerah dengan memanipulasi lingkungan. Dengan demikian musuh alami dapat berkembang dengan baik dan potensinya sebagai agensia pengendali hayati meningkat. Dengan keadaan ekosistem yang telah dimodifikasi diharapkan daya reproduksi dan lama hidup musuh alam ditingkatkan serta untuk menambah daya tarik suatu daerah bagi musuh alami. Untuk melakukan perubahan lingkungan yang lebih menguntungkan musuh alami perlu diketahui faktor lingkungan apa saja yang membatasi atau menghalangi pertumbuhan populasi musuh alami.

Dengan mengetahui penyebab kurang berfungsinya musuh alami dapat diambil tindakan yang dapat menyelamatkan dan meningkatkan populasi musuh alam. Ada banyak cara modifikasi ekosistem yang dapat dilakukan menurut Stehr (1982) antara lain : a) Preservasi fase musuh alami yang tidak

aktif (pupa atau fase diapause).

b) Penjagaan keanekaragaman komunitas. c) Penyediaan mang alternatif.

d) Penyediaan makanan alam! (nektar, pollen, embun madu).

e) Penyediaan suplemen makanan buatan. f) Pembuatan tempat berlindung musuh alami

secara buatan.

g) Pengurangan predator yang tidak diinginkan.

h) Pengendalian semut pemakan embun madu. i) Pengaturan suhu yang menyenangkan

musuh alam .

j) Menghindarkan debu-debu jalan yang mengganggu musuh alam .

(10)

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat

Universitas Mahasaraswati Denpasar

10

serangga herbivora yang dapat menjadi inang

pengganti bagi musuh alami.

Modifikasi lingkungan bertujuan untuk meningkatkan peranan musuh alam yang sudah ada dilapangan. Cara yang bisa dilakukan antara lain :

a) Melakukan pembajakan, pengeringan, cara mengatur waktu panen sehingga sesuai dengan kehidupan musuh alami.

b) Dengan mengatur penyinaran sehingga kelembaban dapat diatur sesuai dengan yang dikehendaki.

c) Menambah tanaman inang alternatif kadang sangat perlu untuk menjamin selalu tersedianya serangga inang bila tanaman pokok inang tak ada.

d) Penyediaan tanaman yang dapat menyediakan karbohidrat dan protein bagi musuh alam

e) Menanam tanaman lain untuk “ shelter “

(tanaman pelindung). Contohnya peranan predator Crytorhinus levidipennis (pemangsa wereng) agar terjamin maka ditempat daerah yang banyak predator ini harus ditanam rumput-rumputan

Caracana sp dan Digitaria sp.

f) Penambahan tanaman bunga-bungaan jenis tertentu sangat perlu karena sebagai sumber madu dan hektar terutama serangga parasit dewasa yang termasuk ordo Hymenoptera.

Contoh dari kegiatan konservasi misalnya pemberian pohon pelindung dan pengairan dengan system pancaran untuk menjaga kelembaban udara sehinga cocok untuk pertumbuhan jamur Botrytis stophanoderis untuk mengendalikan hama bubuk buah kopi Hypothenemos hampei

C. SIMPULAN

Pengendalian hayati adalah salah satu komponen PHT yang dilakukan secara sengaja dengan memanfaatkan atau memanipulasi musuh alami seperti predator, parasitoid dan patogen untuk menurunkan atau menekan populasi hama hingga kepadatan populasi organisme tersebut berada dibawah rata-ratanya dibandingkan bila tanpa pengendailan.

Optimalisasi pengendalian hayati perlu dilakukan secara menyeluruh dengan memperhatikan factor-faktor bioekologi hama maupun musuh alamnya agar dapat meningkatkan peran musuh alam secara

maksimal dalam mengatur populasi hama dilapangan ke aras keseimbangan dan tidak merugikan secara ekonomi.

Optimalisasi musuh alam tersebut dapat dilakukan dengan langkah diantaranya :

a. Introduksi yaitu dilakukan dengan cara memindahkan musuh alami dari suatu daerah atau negara kedaerah atau negara lain untuk mengendalikan serangga hama yang menyerang suatu jenis tanaman. Keberhasilan introduksi sangat dipengaruhi oleh studi dasar yang dilakukan sebelumnya, seperti studi mengenai diapause, biologi, ekologi, taksonomi dll)

b. Augmentasi yaitu tindakan untuk meningkatkan jumlah musuh alami dan potensinya. Cara ini dilakukan dengan pembiakan massal atau perbanyakan musuh alami di laboratorium kemudian dilelepaskan secara berkala kelapangan sesuai dengan jumlah yang diperlukan sehingga dapat menekan populasi serangga hama pada tingkat yang tidak merugikan secara ekonomi

c. Konservasi adalah usaha pengawetan atau pelestarian musuh alami yang telah ada di suatu daerah dengan memanipulasi lingkungan agar musuh alami dapat berkembang dengan baik dan potensinya sebagai agensia pengendali hayati meningkat , serta untuk menambah daya tarik suatu daerah bagi musuh alami. Pengetahuan mengenai faktor lingkungan yang mempengaruhi sangat diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2002. Biological Control of Insect

Pests. http://www.agnet. org/

library.php?func=view&id

=20110706170313&type_id=1. Food & Fertilizer Technology Center. 5F.14 Wenchow St., Taipei 10616 Taiwan R.O.C Diunduh 10 Februari 2012

Anonimus, 2007. Useful Products and Insect Control Measures Under Development in the Invasive Insect Biocontrol and Behavior Laboratory.

http://www.ars.usda. gov/

(11)

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat

Universitas Mahasaraswati Denpasar

11

David Keith, 2006. Tomato Hornworm with

Braconid Cocoons.

http://aggie-horticulture.tamu.edu/ galveston/beneficials_intros/beneficials-_types_of_beneficials.htm. Diunduh 7 Februari 2012

Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, 1999. Modul Pelatihan Pemanfaatan Agens Hayati.

Gibbs, T, 2008. Insect Control? Look To Natural Predator. http://birds-and-things. blogspot. com /2008/06/insect-control-look-to-natural-predator.html. Diunduh 7 Februari 2012

Huffaker, C. B., P. S. Mesenger, dan P. de Bach. 1971. The natural enemy component in natural control and the theory of biological control. Dalam C. B. Huffaker dan P. S. Messenger (ed.) Theory and Practise of Biology Control Acad. Press. New York.

Jim Kalisch, 2011. Egg Parasitoids

http://entomology.uni.edu/images/beeswa ps/eggparasites.jpg) University of Nebraska–Lincoln. Diunduh 7 Februari 2012

Kalshoven, L. G. E. 1981. Pests of Crops. in

Indonesia (Edisi teIjemahan dan

revisi) PA Van der Laan. P. T. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta.

Mahrub, E., S.Mangoendihardjo., 1989.

Pengendalian Hayati. Pendidikan

Program Diploma Satu Pengendalian Hama Terpadu.

Natawigena, H. 1994. Dasar-dasar

Perlindungan Tanaman. Penerbit

Trigenda Karya. Bandung.

Oka, I.N. 1995. Pengendalian hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press.

Price. P. W. 1982. Insect Ecology. Second Edition. Wiley Interscience. New York..

Shepard, M. dan T. M. Brown. 1984.

Insecticide specificity : Intrinsic

selectivity and optimization. Dalam

Proceed.FAOjIRRI Workshop on

Judicious and Efficient Use of Insecticides on Rice. IRRI. Los Banos. Philippines.

Shepard, B. M., E. R Ferre, D. E. Kenmore, J. P. Sumangil, dan J. A. Listinger. 1987. Sampling methods. Sequential Sampling

for Rice Planthoppers, Predators,

Caterpilars, and Yellow Stemborers. The International Workshop on Brown Planthoppers. Yogyakarta. Desember 1987.

Smith, R F. 1978. Distory and complexity of

integrated pest management. Dalam Pest

ontrol Strategies

Supartha I W, dan I W Susila, 1999. Parasitoid dan Patogen Serangga : Prospek dan Pengendaliannya sebagai Agens hayati.

Stehr, D. W. 1982. Parasitoid and predator in

pest management. Dalam R. L. Metcalf

dan W. H. Luckmann (ed.) Introduction to Insect Pest Management. John Wiley & Sons. New York.

(12)

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat

Gambar

Gambar 01)
Gambar 04. Ulat grayak diserang parasit Braconid
Gambar  05.  Jamur  Patogen serangga
Gambar 06  Virus  Patogen serangga

Referensi

Dokumen terkait

Teknik data mining dengan metode algoritma C4.5 digunakan dalam penelitian ini untuk melakukan klasifikasi sehingga menghasilkan pohon keputusan serta aturan-aturan

 Pada kegiatan AYO MENULIS: Setelah siswa mengetahui peredaran darah kecil dan peredaran darah besar pada manusia, siswa diminta mencari informasi tentang organ

Dalam percobaan kloning "Bintje" yang mengandung gen thionin dari daun barli (DB4) yang memakai promoter 35S cauliflower mosaic virus (CaMV), dengan

Sedangkan menurut Adisasmita(2011) efisiensi adalah komponen input yang digunakan seperti waktu, tenaga dan biaya dapat dihitung penggunaannya dan tidak berdampak pada

Keluhan inkontinensia pada kelompok lansia mengalami penurunan setelah dilakukan intervensi yaitu frekuensi berkemih pada siang hari menurun dari 6 kali

Dalam hal ini perlakuan III A rasio C : N-nya paling cocok untuk pertumbuhan konsorsium meskipun substrat atau sludge minyak bumi yang ditambahkan lebih sedikit Laju maksimum

Hasil yang sama juga ditunjukan oleh UJD 5% pada perlakuan interaksi varietas dan kadar ketersediaan air menunjukan rata-rata tebal kutikula yang besar adalah pada

Bu çalışmada, Çalışma ve Sosyal Güvenlik Bakanlığı’nın hazırladığı Ulusal İstihdam Stratejisi’nin orta vadeli programı göz önünde bulundurularak,