• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indonesia Mau Impor Beras Lagi (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Indonesia Mau Impor Beras Lagi (1)"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

1 *) Artikel ini Telah dimuat di kolom Opini Harian Waspada.co.id pada tanggal 1 Juni 2015

INDONESIA MAU IMPOR BERAS LAGI? *) Oleh

Edi, STP, M.Si **)

Beras merupakan pangan pokok strategis bagi masyarakat yang tidak tergantikan dengan pangan lain khususnya di Asia. Negara penghasil utama beras di Asia adalah Thailand, Vietnam, India, Pakistan, Indonesia dan China. Beberapa diantaranya menjadi eksportir utama beras dunia, seperti Thailand, Vietnam, dan India. Permasalahan perberasan di negara-negara Asia seringkali menimbulkan goncangan dan instabilitas, sehingga lahir berbagai kebijakan pemerintah dalam rangka melindungi petani produsen dan konsumen. Beras mempunyai peran strategis dalam pemantapan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan/stabilitas politik nasional. Sudah cukup banyak pengalaman jatuhnya rezim pemerintahan diberbagai negara, misalnya di dalam negeri, terjadi kejatuhan rezim pemerintahan Soekarno tahun 1966 dan rezim Soeharto tahun 1998, demikian juga di negara lain, misalnya di negara-negara semenanjuang Arabia. Kejatuhan rezim dari berbagai negara ini memberikan gambaran bahwa pangan khususnya beras menjadi sangat strategis dalam bidang politik, ekonomi dan sosial.

Perdagangan beras dunia beberapa tahun terakhir semakin dinamis, permintaan dari Iran, Irak, Uni Eropa (UE). Kecenderungan negara-negara eksportir beras kedepan lebih mengutamakan kepentingan beras dalam negerinya, baru kemudian sisanya diekspor. Kondisi demikian menyebabkan terjadinya perdagangan pangan yang tidak fair (Unfair Food Trade) karena luas lahan pertanian semakin berkurang, sementara kebutuhan beras semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk. Menyetir pernyataan Prof. Bustanul Arifin

“Apakah jebakan Thomas Malthus berupa kondisi kekurangan pangan dan bahkan kepunahan manusia akan menjadi kenyataan jika manusia tidak mampu menggunakan mengembangkan tekonologi pangan dan pertanian ke depan benar-benar akan terbukti?”.

Kebijakan Perberasan

Kebijakan perberasan atau harga pembelian pemerintah (HPP) bertujuan untuk melindungi petani produsen dari jatuhnya harga gabah dan beras, sehingga pendapatan mereka layak. Lebih lanjut, kebijakan HPP diharapkan dapat menjadi insentif bagi petani untuk tetap memproduksi bahan pangan (khususnya beras) dalam mendukung terwujudnya ketahanan pangan nasional melalui penggunaan benih padi unggul bersertifikat, pemupukan anorganik dan organik secara berimbang, dan penerapan teknologi. HPP gabah yang ditetapkan pemerintah semacam harga minimum (floor price) yang berfungsi sebagai referensi harga (price reference) bagi petani dan pedagang dalam melakukan transaksi jual dan beli gabah.

(2)

2 *) Artikel ini Telah dimuat di kolom Opini Harian Waspada.co.id pada tanggal 1 Juni 2015

Bulog, operasi pasar beras dan tarif impor beras. Periode krisis (1997-1999), pemerintah menerapkan kebijakan transisi yaitu menghapus semua kebijakan kecuali kebijakan harga dasar gabah dan melakukan liberalisasi impor beras dengan mencabut monopoli impor pangan oleh Bulog dan menetapkan tarif bea masuk beras sebesar nol persen. Periode pasca krisis (2000-2004), pemerintah kembali menerapkan kebijakan harga dasar pembelian gabah oleh pemerintah (HDPP) yang secara filosofis seluruh surplus gabah dan beras petani harus dibeli oleh pemerintah. Periode (2005-sekarang), pemerintah mengganti kebijakan harga dasar menjadi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) semacam harga referensi.

Kebijakan lain yang masih berlaku sampai sekarang adalah kebijakan tarif impor sejak bulan Januari 2000, pemerintah menetapkan tarif impor beras sebesar Rp 430/kg atau setara dengan 30 persen ad valorem. Kontrol ketat terhadap impor harus melalui jalur merah guna mencegah penyelundupan. Selanjutnya, bulan Januari 2007-November 2007 tarif impor beras dinaikkan menjadi Rp 550/kg. Pengenaan tarif impor yang tinggi ternyata tidak efektif juga dalam mengatasi penyeludupan beras, terutama di daerah-daerah perbatasan sehingga diturunkan kembali berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.011/2007 per 7 Januari 2004 sampai saat ini menjadi Rp 450/kg.

Pro Kontra Impor Beras

Mengutip analisis Aurelia Britsch (Reuter, 21/5/2015), analis komoditas senior di BMI Research Singapore Kebijakan pangan Indonesia sangat tidak rasional, saat ini harga beras internasional cenderung turun, tetapi pada saat yang sama harga beras di Indonesia naik dan stok beras Indonesia tidak juga ditingkatkan". Selanjutnya, menurut prediksi BMI Research impor beras Indonesia 1,3-1,6 juta ton, Rabobank 1,5 juta ton, Barclays 1,0-1,5 juta ton dan The International Grains Council (IGC) 1,3 juta ton.

(3)

3 *) Artikel ini Telah dimuat di kolom Opini Harian Waspada.co.id pada tanggal 1 Juni 2015

produsen. Dengan demikian, dampak impor memiliki dua sisi yang kontra produktif, disatu sisi menguntungkan konsumen dan disisi lain merugikan petani produsen.

Beberapa alasan mengapa banyak kepentingan dalam impor beras, diantaranya adalah: a) Potensi ekonomi sangat tinggi karena keunggulan demografi (penduduk) Indonesia sebesar 255 juta perut yang harus diisi, sehingga peluang ini mengundang banyak kelompok untuk mendapatkan rente yang begitu besar, b) Konsumsi 124,89 kg per kapita/tahun atau lebih dua kali lipat dari konsumsi beras negara-negara OECD 60 kg per kapita/tahun, dan c) Beras merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia yang tak tergantikan oleh pangan lain.

Selain itu, dinamika harga beras di Indonesia dalam 5 tahun terakhir sangat membingungkan, ditengah-tengah harga beras dunia turun 25 persen, pada saat yang sama harga beras domestik naik 52 persen, dan bayangan El Nino menurut sebagian ahli memperkirakan ancaman kekeringan tidak akan sampai ke Indonesia dan tidak akan mempengaruhi standing crop padi di Indonesia. Hal ini menjadi alasan berbagai kalangan yang menyarankan pemerintah untuk memperkuat cadangan dan stok berasnya, baik melalui pengadaan dalam negeri atau dari impor.

Impor Beras, Perlukah?

Ditengah upaya pemerintah untuk mencapai swasembada beras, berhembus kabar bahwa Indonesia akan melakukan impor beras dengan jumlah yang cukup fantastis sekitar 2 juta ton, jumlah impor beras sebesar ini tentu tidak sedikit dan apabila dikonversikan dengan nilai rupiah maka hilanglah peluang pendapatan petani kita setidak-tidaknya 14,6 Trilyun (HPP beras Rp 7.300 per kg), apalagi dalam berbagai kesempatan pemerintah menyampaikan bahwa prognosis ketersediaan beras tahun 2015 mencapai 41 juta ton, kebutuhan beras 32 juta ton, sehingga surplus 9 juta ton. Sementara itu, sampai bulan Mei 2015 surplus beras telah mencapai 8,8 juta ton, bahkan menurut Bulog pada akhir Mei 2015 pengadaan akan melampaui 1,0 juta ton. Sedangkan cadangan beras pemerintah aman apabila stok beras Bulog 1,5-2,0 juta ton. Untuk mencapai sebesar stok ini, Bulog harus lebih proaktif dan agresif dalam pengadaan gabah dan beras dalam negeri, apalagi musim panen raya akan terjadi pada akhir bulan Mei-Juli tahun ini.

(4)

4 *) Artikel ini Telah dimuat di kolom Opini Harian Waspada.co.id pada tanggal 1 Juni 2015

Terlalu mudah bagi kita untuk menyimpulkan diperlukan impor beras untuk menutupi defisit produksi domestik. Barangkali kita lupa bahwa alam negeri ini dianugerahi kekayaan hayati sumber karbohidrat yang tidak terbatas dan sangat beragam dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia. Janganlah bangsa ini menjadi bangsa yang durhaka kepada alam karena tidak menghargai sumberdaya pangan lokal yang melimpah ruah, kiranya kita harus

selalu ingat lirik lagu Koes Plus “orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman”.

Sebaiknya pemerintah tidak terburu-buru mengambil kebijakan untuk melakukan impor beras karena akan membuat petani kita semakin terpuruk. Saat ini momentum terbaik untuk perbaikan menyeluruh tata niaga pangan kita dan meminjam kata mantan Presiden

Habiebie “Mari Kita Kembalikan Jam Kerja Bangsa” supaya bangsa ini tidak terus-menerus memberikan subsidi kepada petani asing.

Referensi

Dokumen terkait

Data Penelitian Prasangka Mahasiswa Jawa terhadap Etnis

Pertimbangan lain pada perkara ini, MK memberikan pandangan bahwa MK tidak boleh membiarkan aturan-aturan keadilan prosedural ( procedural justice ) memasung dan

Diksi pamilihan têmbung ing salêbêtipun cakêpan têmbang Campusari basa Jawi ingkang dipun-ginakakên kaliyan pambiwara Campursari Sangkuriang guyon maton wontên ing

Merujuk pada konsep di atas, santripreneur dapat diistilahkan sebagai santri yang memiliki bakat (dilahirkan) wirausaha, dibentuk sebagai wirausahawan, mendapatkan

Pada usia dini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat pada otak manusia dalam menerima berbagai masukan dari lingkungan sekitar (Chamidah, 2009).Hasil penelitian di

Berdasarkan pengamatan peneliti di tiga satuan PAUD di.. Kecamatan Tembalang dapat diketahui bahwa belum seluruh PAUD mempunyai sarana dan prasarana yang baik,

I-III : Nilai p= 0,008 (p<0,05) sehingga terdapat perbedaan bermakna ekstrak buah delima yang signifikan antara kelompok kontrol normal dan kelompok perlakuan 1.. I-IV :

Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, Cet.. murah, sehingga banyak wisatawan yang menyempatkan diri berbelanja di Pasar tersebut. Pasar Beringharjo ini juga