• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumah Kopi dan Pemberantasan Korupsi Di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Rumah Kopi dan Pemberantasan Korupsi Di"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Page | 0

RUMAH KOPI

DAN KORUPSI DI INDONESIA

1

(Sebuah kajian teoritik)

Hafis Muaddab

2

1

Disusun dalam rangka mengikuti Lomba KTI untuk SMU/SMK/Guru dan Umum dalam memperingati hari Hak Untuk Tahu 2012 dan Hari Anti Korupsi Se- Dunia 2012 yang diadakan oleh Lembaga Survey dan Riset Indonesia Wirosobo Institute

2

Alumnus Pendidikan Ekonomi Akuntansi Universitas Negeri Surabaya yang sekarang berprofesi sebagai pengajar akuntansi dan perbankan syariah di SMKN 1 Jombang

Contact person : HP. 081359155887 Facebook.com/hafismuaddab, Twitter: @hafismuaddab Address : Desa Pesantren 141 RT 04 RW 01 Tembelang Jombang 61452

Email : hafis.muaddab@gmail.com

(2)

Page | 1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Resolusi 58/4 tanggal 31 Oktober 2003, Majelis Umum PBB akhirnya menerima United Nation Convention Against Corruption (UNCAC), yang disahkan melalui Konferensi Tingkat Tinggi tanggal 9-11 Desember 2003 di Merida, Mexico berdasarkan Resolusi Nomor 57/169. United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) mencatat, 140 negara pihak telah menandatangani

konvensi, dan 103 diantaranya telah meratifikasi pada hukum positif yang berlaku di masing-masing negara pihak. Kelahiran UNCAC tidak dapat dipisahkan dari kecemasan dunia Internasional terhadap efek dan potensi negatif korupsi. Seperti yang diungkapkan Mantan Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Annan, korupsi telah melukai dan menyakiti kaum miskin melalui ketidak-proporsionalan/ketimpangan

alokasi pendanaan, menurunkan kemampuan pemerintah untuk melakukan pelayanan mendasar terhadap warga negaranya, menimbulkan ketidakseimbangan dan ketidakadilan, serta berpengaruh buruk terhadap investasi dan dana bantuan luar negeri.

(3)

Page | 2 66 ayat (2) 3, penandatanganan dan ratifikasi sekaligus adalah penegasan Indonesia sebagai bagian dari kerjasama Internasional dalam perlawanan terhadap korupsi.

Tak kurang, Transparency International pun setiap tahunnya menjajak pendapat masyarakat Indonesia mengenai eksistensi korupsi, terutama menyangkut kegiatan komersial, dengan mengukur Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia. Dalam tahun 2012 Indonesia masih menempati kelompok negara-negara terkorup di dunia. Corruption Perception Index (CPI) tahun 2012 menempatkan Indonesia pada peringkat 118 dari 176 negara. Hal lain ditunjukkan oleh Indeks Global Corruption Barometer (GCB) tahun 2010. Menurut GCB 2010, sebagian responden menyatakan pernah melakukan pembayaran suap. Angkanya mencapai 18 persen. Semakin tinggi indeks di suatu institusi, maka institusi tersebut kian dipersepsikan terkorup. Indeks GCB memberikan skor tertinggi dengan nilai indeks 3,6 untuk lembaga legislatif, disusul lembaga kepolisian dan partai politik dengan indeks 3,5. Yudikatif diganjar indeks 3,3,

disusul pejabat eksekutif (3,2). Di dunia bisnis internasional, dikenal peringkat Ease of Doing Business atau peringkat kemudahan berusaha di negara-negara tertentu yang dikeluarkan oleh World Bank.Salah satu indikatornya adalah nilai Starting Business yang menyangkut penilaian memulai usaha. Pada saat ini,

Indonesia berada pada peringkat 129 dalam peringkat Ease of Doing Business, sementara berada pada peringkat 155 untuk Starting Business dari 183 negara. Implikasi perilaku penyuapan dan tindak korupsi lainnya terkait dengan perizinan dan pelaksanaan kegiatan usaha merupakan salah satu hambatan besar dalam berkembangnya investasi dan kegiatan bisnis di Indonesia.

(4)

Page | 3 Asia setelah India. Dalam standar angka 1 terbaik sampai 10 terburuk, India

teratas dengan skor 9,41, diikuti oleh Indonesia (8,59), Filipina (8,37), Vietnam

(8,13), dan Cina (7,93). Malaysia di tempat keenam dari bawah dengan skor 6,97,

diikuti oleh Taiwan (6,60), Jepang (6,57), Korea Selatan (6,13), dan Thailand

(5,53). Singapura menduduki peringkat telah memiliki birokrasi yang paling

efisien, dengan skor 2,53, diikuti oleh Hong Kong dengan 3,49 (Republika, 3 Juni

2010).

Survei Integritas sendiri yang dilakukan oleh KPK pada 2011 menyebutkan, skor rata-rata Integritas Sektor Publik Indonesia mencapai 6,31. Skor tersebut relatif rendah manakala dibandingkan dengan negara lain, meskipun bagi Indonesia merupakan peningkatan dari basis penghitungan di tahun 2007 dengan skor sebesar 5,53. Dari survei tersebut dapat ditarik benang merah, kurang maksimalnya mutu birokrasi dan penegakan hukum yang disertai dengan lemahnya mekanisme pemberian izin dan pengawasan atas penerimaan negara dari pajak, merupakan akar masalah korupsi. Celakanya, reformasi manajemen

keuangan negara, terutama dalam hal perencanaan dan penganggaran pembangunan, belum juga kunjung tuntas. Semua ini merupakan permasalahan sistemik yang harus dapat dicegah melalui kerja keras penyempurnaan sistem dan kelembagaan. Sebab dalam kurun lima tahun terakhir, tidak sedikit kasus korupsi yang menyangkut penyelenggara negara diproses hingga ke tingkat peradilan. Kementerian Dalam Negeri mencatat, sejak 2004-2011, Presiden telah menandatangani izin pemeriksaan tipikor atas setidaknya 168 Gubernur dan Bupati/Walikota yang tersangkut perkara korupsi. Meski selain KPK yang terbentuk di tahun 2003, terdapat 6 lembaga pemberantasan korupsi yang sudah dibentuk di negara ini yakni; (i) Operasi Militer di tahun 1957, (ii) Tim Pemberantasan Korupsi di tahun 1967, (iii) Operasi Tertib pada tahun 1977, (iv) tahun 1987 dengan Tim Optimalisasi Penerimaan Negara dari sektor pajak, (v) dibentuknya Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TKPTPK) pada tahun 1999, dan (vi) tahun 2005 dibentuk Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor).

(5)

Page | 4 Indonesia, pemerintah memang telah melakukan berbagai langkah untuk melakukan pencegahan serta penindakan terhadap praktik korupsi, layaknya pendirian lembaga negara bantu; KPK, pendirian pengadilan tindak pidana korupsi atau tipikor, adanya kebijakan renumerasi, reformasi pengelolaan keuangan, penguatan lembaga-lembaga keuangan, penguatan kerjasama antara Polri, KPK, dan beragam NGO, hingga memasukan pendidikan anti korupsi ke kurikulum pendidikan formal. Tetapi pada kenyataannya, langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah masih jauh dari harapan. Minimnya kesadaran dari para penyelenggara negara untuk melawan korupsi, sebagaimana telah ditunjukan dalam data dari KPK sebelum ini, lantas minimnya figur-figur inspiratif yang lantang menyuarakan anti korupsi, serta minimnya kontrol dari masyarakat secara langsung. Mungkin ketiga faktor inilah yang menjadi alasan mengapa indeks korupsi di Indonesia sulit untuk melejit.

Agar upaya pemberantasan korupsi bisa optimal dalam konteks strategi pencegahan, merangkul sektor swasta dan masyarakat wajib dilaksanakan oleh

aparat pemerintah sebagai penyedia pelayanan umum. Artinya, ketiga pilar pemberantasan korupsi itu (pemerintah, masyarakat dan swasta) harus secara sadar membangun komitmen bersama bagi pencegahan korupsi. Mempersempit peluang terjadinya tindak pidana korupsi pada tata-kepemerintahan dan

masyarakat menyangkut pelayanan publik maupun penanganan perkara yang

bersih dari korupsi. Sekaligus memperkuat setiap individu dalam mengambil

keputusan yang etis dan berintegritas, selain juga untuk menciptakan budaya zero tolerance terhadap korupsi. Masyarakat diharapkan menjadi pelaku aktif

pencegahan dan pemberantasan korupsi sehingga mampu mempengaruhi keputusan yang etis dan berintegritas di lingkungannya, lebih luas dari dirinya sendiri.

(6)

Page | 5 Antonio Gramsci dalam menganggap hal tersebut sebagai prasyarat penting dalam pembentukan kehendak umum secara kolektif.

Ruang publik merupakan domain kehidupan sosial dimana pendapat publik dapat dibentuk dan akses untuk semua warga negara terjamin. Ruang publik ini digunakan oleh individu-individu pribadi untuk berkumpul, berbicara, dan membentuk sebuah badan publik yang di dalamnya tidak berperilaku sebagai pengusaha atau professional yang sedang melakukan bisnis pribadinya dan juga tidak berperilaku sebagai pejabat dari birokrasi negara. Sebagai badan publik semua individu dijamin untuk memiliki kebebasan berkumpul, berorganisasi, berekspresi atau mempublikasikan pandangannya tentang kepentingan umum, yang di dalamnya terdapat rasa kebersamaan, solidaritas, dan kesamaan.

Dalam konteks ini, hal yang paling mendesak untuk direalisasikan dalam rangka pencegahan korupsi adalah kontrol dari masyarakat secara nyata dan langsung, dimana melalui kontrol langsung dari masyarakat, administrasi publik akan mendapatkan tekanan besar dan mampu didesak untuk melakukan perubahan

(7)

Page | 6

B.Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi pokok bahasan dalam karya tulis ilmiah ini adalah tentang:

1. Bagaimana karakter sosial budaya masyarakat Indonesia dalam konteks kekinian ?

2. Bagaimana peran rumah kopi sebagai ruang publik pemberantasan korupsi ? 3. Bagaimana permodelan rumah kopi sebagai ruang publik dalam

meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pemberantasan korupsi ?

C.Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam karya tulis ilmiah ini adalah tentang:

1. Mengetahui karakter sosial budaya masyarakat Indonesia dalam konteks kekinian

2. Mengetahui peran rumah kopi sebagai ruang publik pemberantasan korupsi

3. Mengetahui permodelan rumah kopi sebagai ruang publik dalam meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pemberantasan korupsi

D.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan melalui penulisan karya tulis ilmiah ini adalah tentang:

1. Memberikan kontribusi pemikiran bagi perkembangan gerakan pemberantasan korupsi dalam konteks politik demokrasi di Indonesia

(8)

Page | 7

BAB II

KAJIAN TEORI

A.Pengertian Korupsi

Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea :

1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary : 1960). Selanjutnya

dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin

yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption,

corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda).

Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,

ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.Di

Malaysia terdapat peraturan anti korupsi, dipakai kata “resuah” berasal dari

bahasa Arab “risywah”, menurut Kamus umum Arab-Indonesia artinya sama

dengan korupsi (Andi Hamzah: 2002). Risywah (suap) secara terminologis berarti

pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk

memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk

memperoleh kedudukan (al-Misbah al-Munir–al Fayumi, al-Muhalla–Ibnu Hazm).

Semua ulama sepakat mengharamkan risywah yang terkait dengan pemutusan

hukum, bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar. Sebagaimana yang telah

diisyaratkan beberapa Nash Qur’aniyah dan Sunnah Nabawiyah yang antara lain

menyatakan: ”Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita

bohong, banyak memakan yang haram” (QS Al Maidah 42). Imam al-Hasan dan

Said bin Jubair menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’ dengan risywah.

Jadi risywah (suap menyuap) identik dengan memakan barang yang

diharamkan oleh AllahSWT.Jadi diharamkan mencari suap, menyuap dan

menerima suap.Begitu juga mediatorantara penyuap dan yang disuap.Hanya saja

jumhur ulama membolehkan penyuapan yang dilakukan untuk memperoleh hak

dan mencegah kezhaliman seseorang.Namun orang yang menerima suap tetap

berdosa (Kasyful Qona’ 6/316, Nihayatul Muhtaj 8/243, al-Qurtubi 6/183, Ibnu

(9)

Page | 8 Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa

Indonesia, adalah “kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan

dan ketidakjujuran”(S. Wojowasito-WJS Poerwadarminta: 1978). Pengertian

lainnya, “perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang

sogok, dan sebagainya” (WJS Poerwadarminta: 1976).

Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa

(Muhammad Ali : 1998) :

1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan

untuk kepentingan sendiri dan sebagainya;

2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang

sogok, dan sebagainya; dan

3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.

Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak,

berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang

bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau

aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian,

menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan

ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.

Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang dimaksud

corruptie adalah korupsi, perbuatan curang, perbuatan curang, tindak pidana yang

merugikan keuangan negara (Subekti dan Tjitrosoedibio : 1973).

Selanjutnya Baharudin Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers,

menguraikan istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut

masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi,

dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi

yang berbunyi “financial manipulations and deliction injurious to the economy

are often labeled corrupt” (Evi Hartanti: 2008).

Secara umum faktor penyebab korupsi dapat terjadi karena faktor politik,

hukum dan ekonomi, sebagaimana dalam buku berjudul Peran Parlemen dalam

Membasmi Korupsi (ICW : 2000) yang mengidentifikasikan empat faktor

penyebab korupsi yaitu faktor politik, faktor hukum, faktor ekonomi dan birokrasi

(10)

Page | 9 Saku yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK :

2006):

No. Bentuk Perbuatan Korupsi

1. Kerugian Keuangan

Negara

Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi;

• Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi,

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada.

2. Suap Menyuap Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada

Pegawai Negeri atau penyelenggara negara .... dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya;

Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri

atau penyelenggara Negara .... karena atau berhubungan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya;

Memberi hadiah atau janji kepada

Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya atau oleh pemberi hadiah/janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut;

 Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji;

 Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakan agar melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

 Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

(11)

Page | 10

No. Bentuk Perbuatan Korupsi

kekuasaan atau kewenangan yang berhubung-an dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya;

Memberi atau menjanjikan sesuatu

kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara;

Memberi atau menjanjikan sesuatu

kepada advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara;

Hakim yang menerima hadiah atau janji,

padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara

3. Penggelapan dalam

Jabatan

Pegawai negeri atau orang selain pegawai

negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau uang/surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut;

 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan adminstrasi;

 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya;

(12)

Page | 11

No. Bentuk Perbuatan Korupsi

untuk sementara waktu, dengan sengaja membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut;

 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut;

4. Pemerasan  Pegawai negeri atau penyelenggara negara

yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

 Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

 Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima atau memotong pembayaran kepada Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.

5. Perbuatan Curang  Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu

membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;

(13)

Page | 12

No. Bentuk Perbuatan Korupsi

bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang;

Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan TNI atau Kepolisian Negara RI melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang;

 Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan TNI atau Kepolisian Negara RI melakukan perbuatan curang dengan sengaja membiarkan perbuatan curang.

6. Benturan

Kepentingan Dalam Pengadaan

Pegawai negeri atau penyelenggara 12egara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

7. Gratifikasi Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau

penyelenggara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya.

B.Dasar Hukum dan Pendekatan Melawan Korupsi

Berbagai upaya pemberantasan korupsi dilakukan oleh pemerintah sejak

kemerdekaan, baik dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang

ada maupun dengan membentuk peraturan perundang-undangan baru yang secara

khusus mengatur mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi. Di antara

peraturan perundang-undangan yang pernah digunakan untuk memberantas tindak

pidana korupsi adalah:

1. Delik korupsi dalam KUHP.

2. Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/

Peperpu/013/1950.

3. Undang-Undang No.24 (PRP) tahun 1960 tentang Tindak Pidana Korupsi.

4. Undang-Undang No.3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

5. TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan

(14)

Page | 13 6. Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang

Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

7. Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

8. Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang

No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

9. Undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

10. Undang-undang No. 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation

Convention Against Corruption (UNCAC) 2003.

11. Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Peranserta Masyarakat dan

Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

12. Instruksi Presiden No. 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan

Korupsi.

Sejauh gerakan melawan korupsi dijalankan di berbagai belahan dunia, bisa

diidentifikasi 4 (empat) pendekatan yang paling banyak diadopsi oleh berbagai

kalangan (Wijayanto, 2010) yaitu:

1. Pendekatan Pengacara (Lawyer approach)

Dalam pendekatan ini yang dilakukan adalah memberantas dan mencegah

korupsi melalui penegakan hukum, dengan aturan-aturan hukum yang

berpotensi menutup celah-celah tindak koruptif serta aparat hukum yang lebih

bertanggungjawab.Pendekatan ini biasanya berdampak cepat (quick impact)

berupa pembongkaran kasus dan penangkapan para koruptor, namun

memerlukan biaya besar (high costly), meskipun di Indonesia misalnya,

tantangan terbesar justru berasal dari para aparat hukum (kepolisian dan

pengadilan) itu sendiri.

2. Pendekatan Bisnis (Business approach)

Dalam pendekatan ini yang dilakukan adalah mencegah terjadinya korupsi

melalui pemberian insentif bagi karyawan melalui kompetisi dalam

(15)

Page | 14 diharapkan orang tidak perlu melakukan korupsi untuk mendapatkan

keuntungan.

3. Pendekatan Pasar atau Ekonomi (Market or Economist approach)

Dalam pendekatan ini yang dilakukan adalah menciptakan kompetisi antar

agen (sesama pegawai pemerintah misalnya) dan sesama klien sehingga semua

berlomba menunjukkan kinerja yang baik (tidak korup) supaya dipilih

pelayanannya.

4. Pendekatan Budaya (Cultural approach)

Dalam pendekatan ini yang dilakukan adalah membangun dan memperkuat

sikap anti-korupsi individu melalui pendidikan dalam berbagai cara dan

bentuk. Pendekatan ini cenderung membutuhkan waktu yang lama untuk

melihat keberhasilannya, biaya tidak besar (low costly), namun hasilnya akan

berdampak jangka panjang (long lasting).

Keempat pendekatan diatas dapat dilakukan oleh pihak manapun baik dari sektor

pemerintah, sektor swasta, organisasi maupun unit-unit masyarakat

lainnya.Selama ini tiga pendekatan pertama yaitu pendekatan hukum, pendekatan

bisnis dan pendekatan pasar lebih banyak diterapkan karena dianggap paling tepat

untuk menangani kasus-kasus korupsi yang sudah terjadi dan mencegah korupsi

selanjutnya. Tetapi di Indonesia misalnya, meskipun Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) dan aparat pemerintah sudah berhasil menuntaskan berbagai kasus

korupsi besar, berbagai instansi sudah melakukan upaya hukum dan lingkungan

kerja yang lebih berintegritas, kenyataannya masih saja banyak terjadi

kasus-kasus korupsi. Lebih memprihatinkan adalah begitu mudahnya korupsi skala kecil

(petty corruption) dilakukan oleh individu-individu di dalam masyarakat, karena

sesungguhnya korupsi besar berasal dari korupsi kecil.

Disinilah perhatian terhadap pentingnya pendekatan budaya (cultural approach)

mulai menguat.Pendidikan formal maupun non formal akhirnya menjadi

pilihan.Secara umum, pendidikan ditujukan untuk membangun kembali

pemahaman yang benar dari masyarakat mengenai korupsi, meningkatkan

kesadaran (awareness) terhadap segala potensi tindak koruptif yang terjadi, tidak

(16)

Page | 15 yang terjadi. Tujuan praktis ini, bila dilakukan bersama-sama semua pihak, akan

menjadi gerakan masal yang akan mampu melahirkan bangsa baru yang bersih

dari ancaman dan dampak korupsi.

C.Piranti Anti Korupsi

Beragam peranti antikorupsi yang dapat diadopsi oleh lembaga negara,

maupun Pemda, sebagaimana dicantumkan dalam Strategi Nasional Penanganan Korupsi Nasional.Daftar ini tidak membatasi diadopsinya peranti anti korupsi

lainnya yang sesuai dengan situasi dan kondisi serta Pemda dalam upaya

percepatan pencegahan dan pemberantasan korupsi.

1. Asesmen profil, di dalamnya, pelaksanaan rekrutmen, mutasi, dan promosi

yang ditempuh berdasarkan kompetensi dan integritas dalam rangka

meningkatkan mutu sumberdaya manusia.

2. Citizen’s charter, yaitu itikad menetapkan komitmen atas layanan publik

yang disediakan oleh institusi bersangkutan dengan cara merespons terhadap

tanggapan dan masukan masyarakat.

3. Kode etik, merupakan pedoman yang memuat ketentuan-ketentuan yang

menunjukkan komitmen institusi bersangkutan dalam memberantas korupsi.

4. Mekanisme kontrol sosial, dengan adanya mekanisme yang mengedepankan

partisipasi masyarakat, pemerintah dapat didorong untuk bekerja secara lebih

efisien, baik dalam konteks waktu maupun biaya.

5. Mekanisme pelaksanaan keterbukaan informasi, memberikan jalur akses dokumen-dokumen, kecuali yang dirahasiakan, agar masyarakat dapat turut

mengawasi kerja dan kinerja pemerintah.

6. Mekanisme penanganan pengaduan masyarakat secara transparan,

bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas instansi bersangkutan dalam

pelayanan publik atau penegakan hukum.

7. Mobilisasi masyarakat sipil melalui edukasi dan peningkatan kesadaran

masyarakat, dengan cara mendiseminasi perilaku yang diharapkan datang

dari pemerintah (pada umumnya) atau pejabat (pada khususnya) dalam

(17)

Page | 16 8. Pakta integritas, merupakan suatu pakta formal yang berisi komitmen untuk

melaksanakan tugas, fungsi, tanggung jawab, wewenang, dan peran sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesanggupan untuk tidak

melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pakta integritas juga dapat

diimplementasikan dalam proses pengadaan barang/jasa dengan kontraktor

dan pihak-pihak terkait.

9. Pengaturan konflik kepentingan, di mana pejabat bukan hanya diwajibkan

untuk mengungkap kepentingan pribadinya ketika timbul konflik

kepentingan, melainkan juga harus memastikan bahwa tindakan yang

diambilnya memang untuk meniadakan konflik tersebut. Absennya konflik

kepentingan juga dapat menjadi prasyarat bagi pengisian jabatan tertentu.

10. Penggunaan insentif positif untuk memperbaiki budaya dan motivasi

pegawai, antara lain ditempuh dengan cara meningkatkan

remunerasi/kompensasi. Selain itu bisa juga dengan memperbaiki status

profesional, ketahanan lahan pekerjaan (job security), dan kondisi kerja.

Secara umum, insentif positif dapat mencegah dan memberantas korupsi.

11. Penguatan lembaga yudisial, melalui peningkatan kompetensi,

profesionalisme, dan integritas hakim amat penting untuk memberantas

korupsi. Caranya, antara lain dengan: pelatihan hakim, implementasi kode

etik hakim, transparansi proses persidangan, transparansi harta dan

penghasilan hakim, serta pengaturan penugasan hakim pada kasus korupsi

sedemikian rupa sehingga sulitbagi pihak luar memprediksi atau

memengaruhi hakim mana yang akan ditempatkan untuk suatu kasus tertentu.

12. Penguatan Pemda, sejumlah elemen strategi antikorupsi direncanakan di

level Pusat, namun agar efektif, diperlukan implementasi di Daerah. Ada pula

elemen anti korupsi yang, baik perencanaan maupun implementasinya,

sepenuhnya diselenggarakan di Daerah. Peranti ini, dengan demikian, selain

penting untuk membantu perencanaan dan pembuatan keputusan yang cocok

dengan kebutuhan di Daerah terkait, sekaligus juga dapat memfasilitasi

integrasi perangkat yang digunakan di tingkat Daerah secara vertikal (dengan

(18)

Page | 17 Perangkat ini pun dapat juga dimanfaatkan untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat di Daerah.

13. Pengurangan kompleksitas prosedural, adalah penataan-ulang administrasi

dengan tujuan memangkas prosedur administratif dan penjelasan wewenang.

Selain agar dapat mempersempit peluang bagi terjadinya korupsi, hal ini

bertujuan pula untuk meningkatkan transparansi, integritas, pelayanan, serta

mengurangi biaya.

14. Perlindungan bagi whistle blower dan justice collaborator, penting untuk

mendorong pengungkapan tipikor.

15. Proses pelayanan publik dan pengadaan barang/jasa berbasis TI, akan

memperkecil interaksi antar manusia yang ujung-ujungnya mempersempit

peluang terjadinya tipikor.

16. Transparansi serta penyingkapan aset dan penghasilan, pelaksanaannya

dilakukan secara efektif agar menjadi pintu masuk bagi penerapan aturan

mengenai perolehan harta kekayaan pejabat publik yang tidak wajar.

17. Uji Integritas, dilakukan secara mendadak dengan mengondisikan suatu

situasi tertentu tempat pegawai yang bersangkutan memiliki kesempatan

untuk melakukan tipikor. Melaluinya, dapat dimungkinkan untuk tahu apakah

seorang pegawai negeri sipil atau unit pemerintah terlibat praktik korupsi atau

tidak. Uji integritas juga bertujuan untuk meningkatkan risiko tertangkapnya

pelaku agar menimbulkan efek deteren.

D.Ruang Publik dan Gerakan Sosial

Bagi Habermas, ruang publik memiliki peran yang cukup berarti dalam

proses berdemokrasi. Ruang publik merupakan ruang demokratis atau wahana

diskursus masyarakat, yang mana warga negara dapat menyatakan opini-opini,

kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan mereka secara diskursif.

Ruang publik adalah tempat warga berkomunikasi mengenai

kegelisahan-kegelisahan politis warga. Selain itu, ruang publik merupakan wadah yang mana

warga negara dengan bebas dapat menyatakan sikap dan argumen mereka

terhadap negara atau pemerintah. Ruang publik bukan hanya sekedar fisik,

(19)

Page | 18 komunikasi warga itu sendiri. Ruang publik harus bersifat bebas, terbuka,

transparan dan tidak ada intervensi pemerintah atau otonom di dalamnya. Ruang

publik itu harus mudah diakses semua orang. Dari ruang publik ini dapat

terhimpun kekuatan solidaritas masyarakat warga untuk melawan mesin-mesin

pasar/kapitalis dan mesin-mesin politik.

Habermas (1989) juga menunjukkan bagaimana rumah-rumah kopi Inggris

dan Prancis segera salon menjadi platform di mana informasi ini baru muncul

bersama kelas tentang perdagangan, politik dan gaya hidup baru mereka.

Kemudian, surat kabar menjadi aspek sentral dari kegiatan ini dari segi

pertimbangan politik dan isu-isu penting lainnya. Awal surat kabar sering dibaca

dalam kelompok-kelompok di rumah-rumah kopi dan salon di Inggris, Jerman dan

Perancis.

Rumah kopi dan salon menandai genesis dari 'ruang publik' sedangkan

datangnya dari media cetak dan elektronik berarti pembesaran lebih lanjut lingkup

dan luasnya. Sejak delineasi Habermas tentang ranah publik borjuis, konsep ini

telah menjadi sentral dalam teori sosial, budaya dan kritis, terutama dalam

mengarahkan pemikiran politik tentang peran lembaga-lembaga demokratis

seperti parlemen, media dan masyarakat sipil (lihat Garnham 1992, 2002).Dalam

masyarakat modern, institusi media, masyarakat sipil dan perguruan tinggi telah

datang untuk secara normatif dianggap sebagai ruang publik dimana konsep

tersebut digunakan terutama untuk evaluasi kinerja khususnya yang berkaitan

dengan fungsi politik mereka dan kewajiban demokratis yang harus dilakukan

dengan debat publik.

Habermas membagi-bagi ruang publik, tempat para aktor-aktor

masyarakat warga membangun ruang publik, Pluralitas (keluarga,

kelompok-kelompok informal, organisasi-organisasi sukarela, dst), publisitas (media massa,

institusi-institusi kultural, dst), keprivatan (wilayah perkembangan individu dan

moral), legalitas (struktur-struktur hukum umum dan hak-hak dasar). Jadi dapat di

tarik kesimpulan bahwa ruang publik bukan hanya ada satu, tetapi ada banyak

ruang publik di tengah-tengah masyarakat warga. Tidak ada yang dapat

membatasi ruang publik, ruang publik ada di mana saja. Di mana ada masyarakat

(20)

Page | 19 maka disitu hadir ruang publik. Oleh karena itu, ruang publik tidak terbatas.

Perkembangan ruang publik sangat pesat, yang dahulunya ruang publik terjadi di

parlemen, klub politik, salon, majelis publik, tempat minum dan kedai kopi, balai

pertemuan, dan ruang-ruang publik lain, saat ini internet pun sebagai ruang

publik.

Sejalan dengan pandangan Habermas, Holub menambahkan bahwa "ruang

publik adalah sebuah dunia di mana individu berkumpul untuk berpartisipasi

dalam diskusi terbuka. Berpotensi, setiap orang memiliki akses ke sana. Tidak ada

yang masuk dalam wacana ... dengan keunggulan di atas yang lain '(Holub

1991:3). Konsep ruang publik menggarisbawahi empat poin penting tentang ruang

publik yang ideal dan ini adalah partisipasi, non-diskriminasi, otonomi dan

wacana kritis rasional.

1. Partisipasi dan non diskriminasi: ini berarti bahwa ruang publik harus

menjadi sebuah forum terbuka untuk semua. Jika ada, lingkup publik harus

berkembang dari pluralitas dan keragaman pendapat sehingga menciptakan

pasar ide.

2. Otonomi: sebuah ruang publik harus otonom karena lingkungan otonom

kondusif bagi perdebatan kritis dan rasional, di mana orang dapat

mempekerjakan penuh penggunaan kemampuan mental mereka tanpa rasa

takut dan nikmat.

3. Debat Rasional atau analitis: ini adalah inti dan esensi ruang publik. Menurut

Habermas, orang-orang di rumah-rumah kopi dan salon telah setia pada

'otoritas argumen yang lebih baik terhadap hirarki' (Habermas 1989: 36).

Ketakutan dan mendukung dipandang sebagai penghinaan terhadap

rasionalitas dan analisis yang merupakan urat dari ruang publik fungsional.

Berdasarkan pelingkupannya (Carmona, et al : 2003, p.111), ruang publik

dapat dibagi menjadi beberapa tipologi antara lain :

 External public space. Ruang publik jenis ini biasanya berbentuk ruang luar yang dapat diakses oleh semua orang (publik) seperti taman kota, alun-alun,

(21)

Page | 20  Internal public space. Ruang publik jenis ini berupa fasilitas umum yang dikelola pemerintah dan dapat diakses oleh warga secara bebas tanpa ada

batasan tertentu, seperti kantor pos, kantor polisi, rumah sakit dan pusat

pelayanan warga lainnya.

 External and internal “quasi” public space. Ruang publik jenis ini berupa fasilitas umum yang biasanya dikelola oleh sektor privat dan ada batasan atau

aturan yang harus dipatuhi warga, seperti mall, diskotik, restoran dan lain

sebagainya.

Berdasarkan fungsinya secara umum dapat dibagi menjadi beberapa tipologi

(Carmona, et al : 2008, p.62), antara lain :

 Positive space. Ruang ini berupa ruang publik yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya positif dan biasanya dikelola oleh

pemerintah. Bentuk dari ruang ini antara lain ruang alami/semi alami, ruang

publik dan ruang terbuka publik.

 Negative space. Ruang ini berupa ruang publik yang tidak dapat dimanfaatkan bagi kegiatan publik secara optimal karena memiliki fungsi

yang tidak sesuai dengan kenyamanan dan keamanan aktivitas sosial serta

kondisinya yang tidak dikelola dengan baik. Bentuk dari ruang ini antara lain

ruang pergerakan, ruang servis dan ruang-ruang yang ditinggalkan karena

kurang baiknya proses perencanaan.

 Ambiguous space. Ruang ini adalah ruang yang dipergunakan untuk aktivitas peralihan dari kegiatan utama warga yang biasanya berbentuk seperti ruang

bersantai di pertokoan, café, rumah peribadatan, ruang rekreasi, dan lain

sebagainya.

 Private space. Ruang ini berupa ruang yang dimiliki secara privat oleh warga yang biasanya berbentuk ruang terbuka privat, halaman rumah dan ruang di

dalam bangunan.

Gerakan sosial adalah gerakan suatu organisasi atau kelompok orang yang

bermaksud mengadakan perubahan terhadap struktur sosial yang ada, serta untuk

membangun kehidupan baru yang lebih baik. Dan gerakan sosial menurut

(22)

Page | 21 sekelompok yang merupakan kelompok informal yang berbetuk organisasi,

berjumlah besar atau individu yang secara spesifik berfokus pada suatu isu-isu

sosial atau politik dengan melaksanakan, menolak, atau mengkampanyekan

sebuah perubahan sosial. Menurut Cook (1995), gerakan sosial mencakup

beberapa konsep, yaitu berorientasi perubahan (change oriented goals), tingkat

organisasi (some degree of organization), tingkat kontinyuitas yang sifatnya

temporal (degree of temproral continuity), dan aksi kolektif di luar lembaga (aksi

jalanan) dan di dalam lembaga/lobi politik (some extrainstitutional and

institutional).

Dalam konteks ini, konsepsi ruang publik secara umum digunakan untuk

menandai dunia yang terbuka akan wacana dan debat publik yang rasional, sebuah

dunia yang secara konseptual berkaitan dengan proses demokratis dan individu

dapat secara bebas mendiskusikan isu sehari-hari yang merupakan perhatian

bersama. Perkembangan ruang publik yang sangat pesat memunculkan berbagai

gerakan-gerakan yang diciptakan dan di bangun oleh masyarakat karena

masyarakat memiliki opini-opini, kepentingan-kepentingan dan

kebutuhan-kebutuhan di dalamnya. Gerakan sosial yang ada di ruang publik dapat berbentuk

demo, membentuk opini, membangun solidaritas, media perlawan semu bagi

(23)

Page | 22

BAB III

PEMBAHASAN

A. Karakter Sosial Budaya Masyarakat Indonesia

Beberapa jurnal dan kajian yang menjadi referensi mengenai karakter

sosial budaya masyarakat Indonesia, kami peroleh dari teori nilai kultur Schwartz

(Schwartz, 1999) dan teori dimensi kultur GLOBE (House, Hanges, &

Ruiz-Quintanilla, 2002). Studi terbaru dari Royston, 2011 tentang key opinion leader

mengemukakan keterangan bahwa bangsa Indonesia cenderung masih dipengaruhi

oleh pendapat ulama dan pemimpin budaya. Tren yang terjadi di Indonesia saat ini

dikenal dengan nama spiritual economics, yaitu kombinasi kebangkitan etika

religious dan business management knowledge dimana ilustrasi spiritual

economies diinterpretasikan sebagai reformasi ekonomi dan kebangkitan

semangat wirausaha dilakukan dalam dasar spiritual dan religious.

Salah satu entitas terawal yang muncul adalah Manajemen Qalbu yang

dimiliki oleh Ustadz Aa Gym, dan ESQ yang dimiliki oleh Ary Ginanjar.

Semangat kebangkitan ekonomi dan kewirausahaan ini lalu diikuti dengan tren

munculnya Baitul Maal wa Tamwil pada awal tahun 2002 sebagai lembaga

keuangan non bank yang memberikan pinjaman produktif bagi micropreneurs.

Dalam sebuah studi mengenai lembaga keuangan mikro, dikatakan bahwa budaya

tanggung renteng (community collateral) adalah salah satu faktor kesuksesan

peningkatan pinjaman mikro dan kecil bagi pengusaha, yang mana peran budaya

gotong royong, konformitas terhadap lingkungannya dan solidaritas grup sangat

berperan dalam pembentukan karakter ekonomi bangsa. Berangkat dari studi ini

maka peran budaya gotong royong, konformitas terhadap lingkungannya dan

solidaritas grup perlu dimaksimalkan sebagai modal sosial dalam pemberantasan

korupsi di Indonesia.

Kepatuhan masyarakat Indonesia terhadap pemimpin dan tokoh agama

juga merupakan kunci strategi pengembangan kepedulian masyarakat terhadap

pemberantasan korupsi. Contoh yang paling mudah diingat terkait dengan

(24)

Page | 23 ketidakhalalan sebuah produk penyedap rasa yang sangat populer di Indonesia,

dapat berangsur-angsur dipulihkan dalam waktu singkat setelah pemuka agama

diperlihatkan mengkonsumsi penyedap rasa tersebut. Masyarakat Indonesia yang

pragmatis dan komunal merupakan salah satu karakter yang paling kuat mewarnai

pola dan perilaku bangsa Indonesia. Atas dasar ini menjadi penting untuk

menggunakan mekanisme tanggung renteng (community collateral) untuk

mengganti elemen collateral dalam perilaku korupsi seseorang. Perilaku korupsi

bukan lagi menjadi tanggung jawab perorangan pelaku korupsi itu sendiri

melainkan menjadi tanggungjawab komunal tentang mengapa perilaku tersebut

dapat terjadi dan bagaimana menyikapi hal tersebut. Tentunya pola akan ini lebih

berhasil di dalam masyarakat Indonesia yang komunal, gotong royong dan

mementingkan nilai-nilai kebersamaan.

Riset tentang karakter budaya yang dilakukan oleh GLOBE, (House R.,

2004), merumuskan Sembilan dimensi budaya yang diukur dari 62 negara.

Dimensi tersebut adalah:

1. Group/Family collectivism: Tingkatan dimana individual mengekspresikan

harga diri, kesetiaan, dan ikatan (cohesiveness) dalam organisasi mereka.

2. Power Distance: Tingkatan dimana setiap anggota dari suatu kumpulan

mengharapkan agar kekuasaan didistribusikan secara seimbang (equal).

3. Humane Orientation: Dimensi yang mana setiap individual dari sebuah

kelompok menghargai nilai-nilai kebaikan seperti keadilan, tolong menolong,

pertemanan, kedermawanan, dan kepedulian.

4. Uncertainty avoidance: Dimensi dimana sebuah kelompok bergantung pada

nilai sosial, aturan, dan prosedur untuk menghilangkan atau memperjelas

ketidakpastian masa depan.

5. Institutional collectivism: Ukuran dimana praktek penghargaan terhadap

pemerataan pendapatan dan tanggung jawab serta aksi kebersamaan dihargai

dan difasilitasi oleh institusi yang ada.

6. Future orientation: Tingkatan dimana individu dalam organisasi terlibat

dalam perilaku yang mengedepankan nilai-nilai masa datang.

7. Performance orientation: Tingkatan dimana sebuah organisasi menghargai

(25)

Page | 24 8. Assertiveness: Dimensi dimana individual dalam organisasi menunjukkan dan

menerima perilaku asertif, konfrontasi, dan perilaku agresif dalam hubungan

sosial.

9. Gender egalitarianism: Tingkatan dimana sebuah organisasi meminimalisir

perbedaan gender.

Berikut adalah nilai bangsa Indonesia yang didapat dari survey GLOBE.

Tabel Nilai Indonesia dalam Dimensi GLOBE (Skala 1-6)

Sumber: (House R. , 2004)

Skor Indonesia dalam dimensi Individualism, Masculinity, dan

Uncertainty Avoidance adalah lebih rendah jika dibandingkan dengan

negara-negara lain di Asia, sedangkan Asia secara keseluruhan memiliki nilai yang tinggi

dalam Power distance, serta rendah pada aspek Masculinity, dan Uncertainty

Avoidance dibandingkan dengan dunia pada umumnya. Hal ini dapat diartikan

bahwa Indonesia memiliki kolektivisme grup yang tinggi, dengan nilai asertif

yang rendah (Assertiveness 3.86 dibandingkan batas bawah dunia yaitu 3.38),

sebuah fenomena yang wajar mengingat pendapat kelompok lebih dihargai

daripada inisiatif individu. Pada dimensi Gender egalitarianism, Indonesia berada

pada rata-rata dunia, lebih tinggi daripada kebanyakan Asian dan negara-negara

(26)

Page | 25 Indonesia juga digambarkan sebagai negara yang masyarakatnya

mementingkan perasaan orang lain. Hal ini dibuktikan bahwa dimensi Humane

Orientation di Indonesia adalah yang tertinggi didunia (4.69). Penemuan ini

didukung oleh studi lainnya yang dilakukan Mulder (1994) yang menyatakan

bahwa Indonesia dapat digambarkan sebagai friendly, peace loving dan tangan

terbuka. Studi lain yang dilakukan juga menyatakan bahwa Indonesia memiliki

tingkat kepedulian tinggi, mentoleransi kesalahan, dermawan dan sensitive

tentang orang lain (Hayat dan Muzzafer, 2004).

Dua penelitian diatas memiliki kesimpulan yang sama, yaitu pendapat dari

ulama atau pemimpin masyarakat ternyata sangat didengar oleh masyarakat

Indonesia. Literatur awal mengenai pemimpin opini menyebutkan bahwa

kepemimpinan tersebut lebih mungkin bersifat informal daripada formal, dengan

status sosial pemimpin opini tersebut lebih tinggi daripada status ‘pengikutnya’.

Studi terkait juga menyatakan bahwa pemimpin opini akan lebih terekspos dengan

sumber informasi seperti media massa atau change agents, memiliki pendidikan

formal, tingkat literasi yang baik, berorientasi kosmopolitan dan memiliki

pendapatan yang lebih tinggi serta kekayaan.

Pemimpin opini dapat dikatakan sebagai kemampuan untuk

mempengaruhi perilaku dan pengetahuan orang lain. Key opinion leaders dalam

penelitian ini adalah yang berasal dari akademisi, praktisi, media, pemerintah,

institusi terkait pemerintah, organisasi Islam, organisasi non Islam, pengamat dan

politikus, serta masyarakat umum. Pihak yang menjadi targeted subject, yaitu

subyek yang dengan spesifik, memiliki pemahaman seputar isu permasalahan

dalam korupsi dan pengaruhnya di masyarakat. Dalam membangun gerakan

sosial pemberantasan korupsi pemetaan stakeholder strategis menjadi sangat

penting, dalam pendekatan komunikasi strategis untuk menggerakkan partisipasi

masyarakat.

Berdasarkan tingkat kepentingan dan tingkat kemauannya untuk

bekerjasama terapat empat kluster tersebut memiliki karakteristik dan strategi

(27)

Page | 26 1. Change Agent

Stakeholder strategis yang memiliki pengaruh pembentukan opini secara

signifikan serta memiliki potensi untuk bekerjasama. Berasal dari 16

stakeholder strategis dari kelompok akademisi, institusi terkait pemerintah,

media, ormas Islam, praktisi, dan pengamat. Strategi: Stakeholder

involvement strategy, yaitu mengundang dan menciptakan dialog proaktif

secara frekuentif dengan stakeholder dengan output terukur dalam bentuk

endorsement dan testimoni positif di pemberitaan media massa.

2. People to convince

Stakeholder strategis yang memiliki pengaruh pembentukan opini secara

signifikan namun kurang memiliki potensi untuk bekerjasama. Berasal dari

kelompok akademis, pengamat, media, ormas Islam, dan masyarakat umum

(berjumlah 21 stakeholder). Strategi: Stakeholder response strategy, yaitu

mendemonstrasikan kepada stakeholder mengenai fakta-fakta yang

mendukung key messages secara persuasive dalam dialog interaktif.

3. Change Facilitator

Stakeholder strategis yang kurang memiliki pengaruh pembentukan opini

secara signifikan namun memiliki potensi untuk bekerjasama. Merupakan

stakeholder strategis dari kelompok akademisi, institusi terkait pemerintah,

dan masyarakat umum (terdapat 4 subyek stakeholder di cluster ini). Strategi:

Stakeholder involvement strategy adalah strategi dengan mengundang dan

menciptakan dialog proaktif secara frekuentif dengan stakeholder dengan

output terukur dalam bentuk endorsement dan testimoni positif di

pemberitaan media massa.

4. Minor Sceptic

Stakeholder strategis yang kurang memiliki pengaruh pembentukan opini

secara signifikan dan kurang memiliki potensi untuk bekerjasama. Terdapat

11 stakeholder strategis dari kelompok pengamat, media, ormas non Islam,

politikus, dan masyarakat umum. Strategi: Stakeholder Information Strategy.

Menginformasikan kepada stakeholder atas kegiatan sosialisasi tanpa melalui

dialog. Stakeholder strategis dari kelompok pengamat, media, ormas non

(28)

Page | 27 Strategy. Menginformasikan kepada stakeholder atas kegiatan sosialisasi

tanpa melalui dialog.

Gambar 4.1

Stakeholder Strategis Dalam Sosialisasi Nilai Pada Masyarakat

Diharapkan dengan adanya stakeholder strategis yang dapat

mensosialisasikan nilai-nilai positif pemberantasan korupsi, pro-kontra dan

mispersepsi atas keberadaan dan perkembangan pemberantasan korupsi di

Indonesia dapat digantikan dengan pemahaman dan opini yang lebih sesuai

dengan keinginan regulator. Sebab perilaku korupsi masih hanya difahami sebagai

perilaku oknum birokrasi yang memiliki kewenangan tertentu, tetapi bukan

perilaku masyarakat secara umum. Padahal beberapa perilaku masyarakat dapat

secara umum dikategorikan dalam korupsi, seperti pemukiman liar yang

menggunakan lahan pemerintah atau untuk peruntukan yang tidak semestinya,

pembuatan petak-petak kios PKL di trotoar atau ruang publik lain. Penguasaan

lahan publik oleh suatu pihak tertentu sudah jadi pemandangan sehari-hari.

Parahnya, kelakuan ini tidak mutlak milik pribadi atau swasta, tapi juga oleh

institusi negara. Di Jakarta, badan jalan yang merupakan lahan publik berubah jadi Less willing to

cooperate

Most important

High willingness to cooperate

(29)

Page | 28 lahan parkir oleh Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia dan Kementerian

Pekerjaan Umum. Lazim kita temui, jalan-jalan di sekitar tempat tinggal pemilik

modal besar dipagari dengan portal besi, seolah jalan umum itu adalah bagian dari

pekarangan rumah. Mereka mudah saja melakukan itu, dan membayar satuan

pengamanan untuk menjaga. Beberapa perilaku ini memberikan bukti bahwa

persoalan pemberantasan korupsi bukan hanya pada penindakan perilaku

menyimpang tetapi juga persoalan tatanan nilai dalam masyarakat yang telah

dipersepsikan keliru namun terlanjur dianggap benar.

Di lihat dari sisi ekonomi, jalan yang dikuasai itu berstatus barang publik.

Artinya, Siapa pun berhak menggunakan, karena menjadi fasilitas bagi

masyarakat umum. Jalan itu sebenarnya tidak gratis, karena dibayar oleh warga

secara tidak langsung (melalui pajak). Barang publik dikelola dan dikuasakan

kepada pemerintah untuk mengelolanya. Sesuai kodratnya, sifat barang publik

adalah “non excludable” atau tidak eksklusif. Tidak ada orang yang berhak

menghalangi orang lain untuk menggunakan manfaatnya. Karena itu, tidak ada

pula yang boleh menguasainya untuk kepentingan sendiri. Selain itu, sifatnya pun

“non-rivalry” alias bisa dimanfaatkan secara bersama tanpa saling menghilangkan

manfaat yang didapat masing-masing pengguna. Jika ada satu pihak

memanfaatkan jalan itu dan karenanya mengurangi manfaat yang diterima pihak

lain (bahkan hilang) maka secara ekonomi ini merupakan pelanggaran.

Bayangkan, betapa besarnya pemasukan negara seandainya lahan-lahan yang

dikuasai secara sepihak itu harus disewa.

B. Rumah kopi Sebagai Ruang Publik Pemberantasan Korupsi

(30)

Page | 29 Sementara itu terkait dengan penyusunan strategi anti korupsi ini, strategi anti-korupsi juga harus diarahkan pada penguatan peran masyarakat dalam mengawasi pemerintah serta penguatan akuntabilitas publik. Pentingnya peran partisipasi masyarakat dan akuntabilitas publik dalam pemberantasan korupsi ini ternyata belum begitu mendapat perhatian dan dikaji secara mendalam di Indonesia. Hal ini dapat dilihat, misalnya dari kesulitan yang penulis dapatkan dalam upaya pencarian dan penggalian informasi mengenai kedua hal tersebut. Namun demikian, terdapat pernyataan dari sejumlah pihak yang mene-gaskan mengenai pentingnya peran masyarakat dan akuntabilitas publik dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia

Minimnya perhatian dan kajian terhadap peran partisipasi masyarakat maupun akuntabilitas publik dalam upaya pemberantasan korupsi telah memberikan dampak terhadap kualitas yang tidak memadai dari partisipasi masyarakat itu sendiri. Hal ini dapat dilihat misalnya dari laporan pengaduan masyarakat sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun

2000 yang diterima oleh KPK yang sebagian besar diantaranya tidak mengindikasikan adanya suatu tindak pidana korupsi. Berdasarkan buku laporan tahunan KPK tahun 2007 diperoleh informasi bahwa pada tahun 2005, 2006, dan 2007 telah diterima laporan pengaduan masyarakat dari seluruh Indonesia masing-masing sejumlah 7.361; 6.938; dan 6.510. Namun demikian, pengaduan masyarakat yang mengindikasikan terjadinya tindak pidana korupsi untuk tahun 2005, 2006, dan 2007 tersebut masing-masing hanya berjumlah 2.466 (33,5%); 1.628 (23,4%); dan 1.229 (18,8%). Aturan dalam PP Nomor 71 Tahun 2000 sendiri hanya mengatur mengenai tata cara pelaporan oleh masyarakat ke KPK terhadap suatu tindak pidana korupsi, padahal, untuk melakukan itu diperlukan upaya penguatan masyarakat sehingga masyarakat bisa berpartisipasi secara lebih baik dan dapat menghasilkan laporan yang berkualitas.

(31)

Page | 30

(1) Strategi terkait masyarakat;

Strategi terkait masyarakat ditekankan pada tiga hal utama, yakni norma etika, pendidikan, dan kewaspadaan publik. Strategi terkait masyarakat ditekankan pada tiga hal utama, yakni norma etika, pendidikan, dan kewaspadaan publik.

(2) Strategi terkait hukum;

Strategi terkait dengan hukum adalah berkenaan dengan pengenaan aturan hukum terhadap tindak pidana korupsi. Namun demikian, sanksi hukum terhadap tindak pidana korupsi akan lebih efektif jika diperkuat oleh strategi pendukung lain seperti keberadaan auditor dan investigator independen, komisi khusus yang dapat melakukan tindakan hukum terhadap pelaku korupsi, serta peningkatan besar hukuman bagi pelaku korupsi.

(3) Strategi terkait pasar;

Strategi terkait pasar adalah dengan mengurangi intervensi pemerintah dalam perekonomian serta mengurangi regulasi yang kompleks dan berlapis.

Penyederhanaan birokrasi dalam pelayanan publik menjadi pekerjaan rumah sebagai bentuk meminimkan terjadinya korupsi pada entitas birokrasi.

(4) Strategi terkait politik.

Strategi terkait politik menekankan pada tiga perhatian, yakni kewenangan, akses terhadap proses politik, serta reformasi administrasi/birokrasi.

(32)

Page | 31 akibat dari faktor-faktor yang bersifat langsung dan tidak langsung maupun akibat dari faktor-faktor yang berasal dari karakteristik individual dan struktural. Akuntabilitas publik dan partisipasi masyarakat juga dapat sejalan dilakukan sebagai strategi yang berfokus baik terhadap masyarakat, hukum, pasar, maupun politik.

C. Permodelan Rumah Kopi Dalam Pemberantasan Korupsi

Sejauh ini masyarakat menilai keberadaan media televisi merupakan jenis media yang paling efektif sebagai penyalur informasi dan pengetahuan anti korupsi. Sedangkan sebagian lain menilai pemerintah merupakan sumber yang paling efektif (mudah diterima, dapat membawa hasil, berguna) dalam memberikan pengetahuan anti korupsi. Sejauh ini, secara umum, media memang menaruh perhatian pada pemberitaan korupsi. Hanya, yang paling menonjol barangkali Majalah Tempo. Majalah ini kerap melakukan investigasi secara serius terhadap kasus-kasus korupsi. Walau, setelah itu nyaris tak ada upaya serius

lanjutan dari penegak hukum. Contoh kecil, majalah ini pernah mengangkat kasus “Rekening Gendut Polisi”. Sempat mengemuka menjadi wacana publik, tapi hanya sebentar saja, lantas hilang berlalu bersama angin.

Bagaimana sebenarnya media kita memberikan perhatian pada masalah ini? Media, sejauh ini masih menjadi sarana advokasi publik melawan korupsi. Hanya saja, persoalan menjadi rumit ketika misalnya pemilik modal yang memiliki sebuah media juga terindikasi terlibat korupsi. Akankah media tersebut akan mengungkap keterlibatan korupsi pemiliknya sendiri? Tentu saja mustahil. Pada titik inilah media, khususnya jajaran redaksi media menjadi macan ompong. Tak punya nyali untuk melawan korupsi (tor) yang bisa jadi dilakukan oleh majikannya sendiri.

(33)

Page | 32 ruang publik yang dapat mempertemukan semua komponen menjadi penting. Dan dalam kebutuhan tersebut permodelan rumah kopi anti korupsi sebagai zona integritas (zero tolerance) terhadap praktek korupsi dalam beragam bentuk menjadi perlu untuk dibangun bersama.

Pilihan rumah kopi sebagai permodelan dalam pemberantasan korupsi disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Kedekatan rumah kopi dengan kehidupan masyarakat mengingat rumah kopi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat dari semua kalangan. Perbedaan yang ada hanyalah pada transformasi bentuk fisik yang membedakan rumah kopi dilingkungan pedesaan dan perkotaan

2. Inklusifitas kelembagaan rumah kopi yang teruji, sebagai ruang publik yang terbuka bagi siapa saja dan dalam kepentingan atau diskusi dalam tema apapun

3. Keberadaan rumah kopi selalu diterima oleh semua lapisan masyarakat tanpa prasyarat formal tertentu.

4. Pusat episentrum pertemuan dan berkumpulnya masyarakat untuk bersosialisasi dan berinteraksi, berbagi ide dan berdiskusi tentang segala hal 5. Dalam perannya rumah kopi memungkinkan terjadinya tiga aktivitas pada

ruang publik, secara bersamaan seperti :

 Aktivitas proses. Aktivitas ini dilakukan sebagai peralihan dari dua atau lebih aktivitas utama. Bentuk dari aktivitas ini biasanya pergerakan dari suatu tempat (misalnya rumah) ke kios (aktivitaskonsumsi).

 Kontak fisik. Aktivitas ini dilakukan dalam bentuk interaksi antara dua orang atau lebih yang secara langsung melakukan komunikasi atau aktivitas sosial lainnya.

 Aktivitas transisi. Aktivitas ini dilakukan tanpa tujuan yang spesifik yang biasanya dilakukan seorang diri, seperti duduk mengamati pemandangan dan lain sebagainya.

(34)

Page | 33 7. Rumah kopi mampu menjadi medium kebersamaan tanpa membedakan suku,

agama, ras dan antar golongan serta segmentasi usia atau tingkat pendidikan 8. Dan yang hal yang terpenting rumah kopi mampu otonom atas hasil usahanya

sendiri untuk mempertahankan integritas dan independensinya terhadap pemberantasan korupsi.

Peran dan fungsi rumah kopi ini dalam pemberantasan korupsi dapat digambarkan seperti bunga yang setiap kelopaknya memiliki peran dan fungsi berbeda. Ini merupakan upaya untuk memaksimalkan keberadaan rumah kopi yang potensial dalam pemberantasan korupsi. Peran dan fungsi yang dimaksud dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:

Gambar 4.2

Permodelan Fungsi dan Peran Rumah Kopi Dalam Pemberantasan Korupsi

Penjelasan tentang fungsi dan peran rumah kopi dalam pemberantasan korupsi:

1. Mediator

Rumah kopi berperan sebagai ruang publik yang mempertemukan pihak-pihak yang aktif dalam pemberantasan korupsi bersama dengan masyarakat umum. Untuk menjadikan diskusi atau berwacana tentang korupsi dan pemberantasannya menjadi hal yang biasa dan wajar

Rumah

Kopi

Advisor

Translator

Empower people

Inventor

Communic ator Motivator

Recreator Mediator

(35)

Page | 34

2. Recreator

Rumah kopi menjalankan fungsinya sebagai tempat favorit untuk menghabiskan waktu bersama rekan sejawat dan kolega. Peran ini adalah peran dasar rumah kopi yang tidak boleh hilang meski dengan menambahkan peran pemberantasan korupsi didalamnya.

3. Motivator

Rumah kopi menjalankan peran sebagai penggerak motivasi masyarakat untuk terlibat aktif dalam pemberantasan korupsi dilingkungan sekitarnya. Bersama-sama untuk menyikapi dampak korupsi yang telah menggurita di Indonesia

4. Communicator

Rumah kopi menjalankan perannya sebagai ruang sosialisasi publik terhadap pemberantasan korupsi. Upaya untuk memberikan kesadaran kepada warga masyarakat tentang hak dan kewajibannya dalam pemberantasan korupsi.

5. Inventor

Melalui kegitan diskusi dan pengembangan di rumah kopi diharapkan akan terdapat consensus bersama tentang pola integrative dalam pemberantasan korupsi. Sebab harus diakui pola dan bentuk korupsi terus mengalami pengembangan dan menjadi hal yang komplek karena melibatkan banyak pihak.

6. Empower people

Rumah kopi menjadi ruang publik untuk melakukan pemberdayaan masyarakat tentang hak dan kewajibannya dalam pemberantasan korupsi. Dalam hal ini masyarakat perlu disadarkan untuk perlunya keterlibatan semua pihak dalam pemberantasan korupsi

7. Translator

(36)

Page | 35

8. Advisor

Rumah kopi diharapkan mampu memberikan arahan atau nasihat kepada semua komponen masyarakat dalam kampanye pemberantasan korupsi. Sebagai ruang publik rumah dapat menjadi media untuk menggerakkan semua pihak terlibat dalam mengawal pemberantasan korupsi untuk tetap pada agenda utamanya. Memberikan efek jera dan pengembalian asset-aset negara yang telah dikorupsi oleh para terdakwa kasus tindak pidana korupsi.

9. Educator

Rumah kopi mampu menjadi ruang pembelajaran, pendidikan dan kaderisasi warga masyarakat yang sadar akan korupsi dan pentingnya pemberantasan ttindak pidana korupsi. Pembelajaran ini juga merupakan kampanye dalam beragam bentuk baik melalui tulisan, merchandise, kaos atau mug bertuliskan peran moral pemberantasan korupsi. Tetapi lebih jauh juga menjadi follow upf diskusi yang telah dilakukan dalam dunia maya atau yang lebih dikenal sebagai kegiatan kopi darat.

Fungsi dan peran ini tentu bukan berarti melembagakan rumah kopi dalam kelembagaan formal. Melainkan menfungsikannya sebagai penghubung antara lembaga pemerintah dan non pemerintah yang aktif dalam pemberantasan korupsi. Sebagai keberlanjutan gerakan pemberantasan korupsi yang selama ini hanya berkutat pada permasalahan penegakan hukum, menjadi gerakan untuk menjadikan korupsi sebagai gerakan sosial kemasyarakatan yang masif dan dinamis. Sebab bagaimanapun persoalan korupsi bukan hanya persoalan hari ini tetapi juga persoalan jangka panjang yang tentunya dapat mengalami transformasi atau perubahan pola dan bentuknya dimasa depan.

(37)

Page | 36 untuk peduli terhadap pemberantasan korupsi. Format relasi yang ingin dibangun adalah sebagai berikut:

Gambar 4.3

Permodelan Rumah Kopi Dalam Pemberantasan Korupsi

Sejumlah simulasi dan instrumen yang didesain untuk digunakan dalam pengembangan rumah kopi, yaitu:

1. In-Basket Exercise

Instrumen ini merupakan simulasi dari situasi nyata yang dihadapi masyarakat dalam menjalankan tugas sehari-hari. Bentuk dari simulasi ini adalah kumpulan dokumen atau kondisi yang harus direspon oleh para masyarakat. Pola ini pula merupakan upaya untuk menggali sebanyak-banyaknya model korupsi yang telah berkembang dan telah diketahui masyarakat secara sadar atau tidak.

2. Group Discussion

(38)

Page | 37 yang dilakukan tentunya tentang pemberantasan korupsi dan perilaku koruptif diruang publik.

3. Case Analysis

Dalam kegiatan tes ini para masyarakat diberi suatu materi permasalahan. masyarakat diminta untuk menganalisa permasalah tersebut dan juga diminta untuk membuat solusi pemecahannya.

4. Presentation

Dalam kegiatan ini para masyarakat diminta untuk menyampaikan presentasi. Bahan yang digunakan untuk presentasi ini adalah laporan yang telah ditulis dalam kegiatan Case Analysis.

5. Test of Creative Thingking

Dalam kegiatan ini, masyarakat diberi satu set pertanyaan yang mencakup berbagai situasi. Para masyarakat diminta untuk memberikan respon kreatif untuk menangani situasi tersebut.

6. Behavioral Event Interview

Dalam kegiatan Behavioral Event Interview, para asesor akan mengajukan pertanyaan yang berbasis perilaku kepada asesi. Pertanyaan akan berfokus pada kejadian kritikal di masa lalu yang menyangkut pekerjaan dan pernah dialami oleh asesi.

7. Role Play

Role play merupakan simulasi dimana masyarakat akan dihadapkan pada situasi tertentu; misalnya berhadapan dengan pejabat yang bermasalah atau dengan birokrasi yang tidak kooperatif.

8. Personality Test

Melalui instrumen ini, masyarakat diminta untuk mengisi kuisioner berupa tes kepribadian, yang mengukur beragam tipe kepribadian, tingkat kecerdasan emosi, minat untuk berprestasi dll.

9. Movie Discussion and Citizen Journalism

(39)

Page | 38 teknologi media elektronik sebagai alternatif membangun gerakan pemberantasan korupsi yang marak terjadi.

Mencermati pernyataan Bung Hatta pada tahun 1970-an yang menyebut korupsi sebagai budaya. Maka jika hal ini ditandai sebagai pondasi awal frase budaya korupsi, berarti ada rentang waktu sekitar 40 tahun sejak “statemen” Bung Hatta itu digulirkan, sampai sekarang. Saat itu korupsi mungkin belum semassif sekarang. Namun budaya selalu bekerja dalam sistem bawah sadar dalam rentang waktu yang lama. Jangka waktu 40 tahun menjadi waktu yang cukup bagi pembentukan nalar koruptif masyarakat. Nalar ini yang tidak mentradisikan proses produksi. Hanya kenal budaya makan (konsumsi) dan abai pada budaya tanam (produksi). Ketika kebutuhan melangit tak tercukupi oleh gaji resmi, maka korupsi adalah jalan satu-satunya. Korupsi menjadi “jalur alternatif" untuk memenuhi hasrat (desire) akan nafsu hedonistis.

Jelas bahwa masifnya korupsi di negeri ini banyak dipengaruhi oleh faktor

(40)

Page | 39

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan sebelumnya tentang rumah kopi dan korupsi di Indonesia, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Diharapkan dengan adanya stakeholder strategis yang dapat mensosialisasikan nilai-nilai positif pemberantasan korupsi, pro-kontra

dan mispersepsi atas keberadaan dan perkembangan pemberantasan

korupsi di Indonesia dapat digantikan dengan pemahaman dan opini yang

lebih sesuai dengan keinginan regulator. Sebab perilaku korupsi masih

hanya difahami sebagai perilaku oknum birokrasi yang memiliki

kewenangan tertentu, tetapi bukan perilaku masyarakat secara umum.

2. Pemberantasan korupsi harus merupakan bagian penguatan peran

masyarakat dalam mengawasi pemerintah serta penguatan akuntabilitas publik. Sebab strategi antikorupsi yang baik adalah strategi yang telah mempertimbangkan semua faktor yang berpengaruh dan dengan melakukan diagnosa yang benar terhadap permasalahan korupsi yang dihadapi. Selain itu, strategi anti-korupsi juga harus diarahkan pada penguatan peran masyarakat dalam mengawasi pemerintah serta penguatan akuntabilitas publik.

(41)

Page | 40

B. Saran

Berdasarkan pembahasan sebelumnya tentang peran rumah kopi dan korupsi di Indonesia, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pemberantasan korupsi harus menjadi agenda sosial kemasyaratan dan life style masyarakat Indonesia. Dengan demikian upaya pemberantasan

korupsi akan berdaya guna dan seiring tercapai kondisi civil society yang kuat.

(42)

Page | 41

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1993, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Jakarta: Pustaka Amani

Andrea, Fockema. 1951, Rechtsgeleerd Handwoordenboek, Groningen – Djakarta, Bij J B Wolter Uitgevermaatschappij, 1951 (Kamus Hukum, terjemahan), Bandung: Bina Cipta

Bank Indonesia. 2012. Kajian Model Bisnis Bank Syariah. Jakarta: Direktorat Bank Syariah

De Asis, Maria Gonzales. 2006. Reducing Corruption at the Local Level. Washington: World Bank Institute

Gillespie, Kate and Gwenn Okruhlik. 1991. The Political Dimensions of Corruption Cleanups: A Framework for Analysis. Comparative Politics,

Vol. 24, No. 1.

Hamzah, Andi. 2002, Pemberantasan Korupsi Ditinjau Dari Hukum Pidana, Jakarta: Penerbit Pusat Hukum Pidana Universitas Trisakti

Hartanti, Evi. 2008, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta : Sinar Grafika

Hardiman, F.Budi. 2009. Demokrasi Deliberatif: Menimbang ‘Negara Hukum’

dan ‘Ruang Publik’ dalam Teori Diskursus Jurgen Habermas. Kanisius.

Yogyakarta.

Husodo, Adnan Topan, Program Manager Informasi Publik. Decentralization Thematic Team, “What is Decentralization?”, World Bank.

http://www.ciesin.org/decentralization/English/General/Different_forms.ht ml.

http://www.unodc.org/unodc/crime_signatures_corruption.html, Diakses pukul 13.45, 12 Februari 2013.

Poerwadarminta, WJS. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka

(43)

Page | 42 Rahayu, Amin, Analis Informasi llmiah pada Pusat Dokumentasi dan Informasi

Ilmiah LIPI, http://swaramuslim.net/SIYASAH/more.php?id=2222_0_6_0_M

Ritzer, George dan Doulas J. Goudman. 2005. Teori Sosial Modern. Kencana.

Jakarta.

Strategi Nasional Pencegahan & Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang (2012-2025) Dan Jangka Menengah (2012-2014)

Subekti dan Tjitrosoedibio. 1973. Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita United Nations Secretary-General in his statement on the adoption by the General

Assembly of the United NationsConvention against

Corruption.(http://www.unodc.org/unodc/en/corruption.html)

Wijayanto, et.al, Korupsi Mengorupsi Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010

Webster Student Dictionary. 1960.

www.google.com.http://id.wikipedia.org/wiki/J%C3%BCrgen_Habermas.

Gambar

Tabel Nilai Indonesia dalam Dimensi GLOBE (Skala 1-6)
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Hubungan Durasi Terpapar Bising

Jadi iklim kerja adalah hubungan timbal balik antara faktor-faktor pribadi, sosial, dan budaya yang mempengaruhi sikap individu dan kelompok dalam lingkungan

This problem isn’t simple, but on the Internet, it’s a problem we’ve largely solved —you don’t need different browsers for CNN and Facebook.. This kind of standardization is

Orang Dengan Hiv/ Aids (Odha) Menjadi Aktivis Hiv/ Aids (Studi kualitatif tentang makna stigma... ADLN Perpustakaan

Tanpa ada tujuan terhadap akhirat, maka kebaikan dan kebahagiaan hanya berupa harta wanita dan tahta, maka ia akan melakukan apa saja untuk mencapai kebaikan dan kebahagiaan menurut

Pada metode ini bersamaan dengan cuplikan dipersiapkan unsur standar dengan jenis sama dengan unsur yang terkandung dalam cuplikan yang akan dianalisis dan

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi Arus listrik

Berdasarkan tabel di atas, hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen kegiatan praktik unit produksi pada aspek perencanaan praktik unit produksi di SMK kelompok Bisnis dan