• Tidak ada hasil yang ditemukan

S SEJ 1204467 Chapter3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S SEJ 1204467 Chapter3"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

39

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab III berisi pemaparan yang sifatnya lebih prosedural dan terstruktur

guna merancang alur penelitian. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis

untuk meneliti pembahasan mengenai “Peranan Paguyuban Pasundan dalam

Perkembangan Pendidikan di Tasikmalaya pada tahun 1913-1942” ialah

metode historis. Metode historis pada umumnya diawali dengan pengumpulan

sumber sejarah dan mengkritik sumber tersebut lalu menafsirkan sumber yang

didapatkan dalam sebuah rangkaian tulisan.

3.1 Metode Penelitian

Ciri-ciri dari setiap ilmu salah satunya ialah mempunyai metode. Hal

tersebut merupakan syarat agar pengetahuan tersebut bisa dipertanggungjawabkan

keilmiahannya. Dalam kamus Webster’s, (dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 12) yang

dimaksud metode ialah suatu prosedur, teknik, atau cara melakukan penyelidikan

yang sistematis yang dipakai oleh atau yang sesuai untuk suatu ilmu (sains), seni,

atau disiplin tertentu. Penelitian yang akan digunakan oleh penulis ialah metode

sejarah yang mengkaji mengenai peristiwa masa lalu. Metode sejarah atau metode

historis menurut Louis Gottschalk (1985, hlm. 39) ialah proses menguji dan

menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Sedangkan,

menurut Abdurachman Surjomihardjo (1979, hlm. 112) metode historis

merupakan proses yang telah dilaksanakan oleh sejarawan dalam usaha mencari,

mengumpulkan, menguji, memilih, memisah dan menyajikan fakta sejarah serta

tafsirannya dalam susunan yang teratur. Jadi, penulis melakukan suatu teknik

yang sistematis guna menganalisis dan merekonstruksi peninggalan sejarah di

masa lampau.

Menurut Wood Gray (dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 89) menjelaskan

bahwa terdapat enam tahapan dalam penelitian sejarah, yang terdiri dari :

1. Memilih suatu topik yang sesuai;

(2)

3. Membuat catatan tentang itu apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung; 4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan /

kritik sumber;

5. Menyusun hasil-hasil penelitian / catatan fakta-fakta ke dalam suatu pola yang benar sesuai sistematika;

6. Menyajikannya dengan cara yang menarik sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin.

Sebagai langkah awal, pemilihan topik menjadi hal yang terpenting guna

kelancaran dalam proses penelitian berlangsung. Oleh karena itu, Wood Gray

(dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 90) mengemukakan empat kriteria yang harus

diperhatikan dalam pemilihan topik untuk penelitian, diantaranya :

1. Nilai / value, topik yang dipilih harus memberikan penjelasan atas suatu

yang berarti dan universal. Topik yang dipilih harus memberikan arti

penting terhadap topik lain yang lebih luas.

2. Keaslian / originality, topik yang sudah dipilih pada langkah sebelumnya

harus menunjukan evidensi yang benar-benar baru terhadap topik

tersebut atau hanya interpretasi baru saja.

3. Kepraktisan / practicality, topik yang dipilih harus mempunyai prinsip

kepraktisan dalam hal keberadaan sumber yang mudah didapatkan,

kemampuan untuk menggunakan sumber tersebut dan ruang cakup

penelitian harus sesuai dengan medium yang akan dipresentasikan.

4. Kesatuan / unity, topik yang dipilih harus mempunyai kesatuan tema

yang diarahkan kepada suatu pertanyaan yang bulat.

Para sejarawan mempunyai perbedaan pendapat mengenai langkah-langkah

penelitian sejarah. Begitupun dengan Helius Sjamsuddin yang memaparkan

langkah-langkah dalam penelitian sejarah sebagai berikut :

1. Heuristik

Menurut Carrard (dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 86) mengemukakan bahwa

heuristik atau Quellenkunde dalam bahasa Jerman ialah sebuah kegiatan mencari

sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, atau materi sejarah ataupun bukti

sejarah. Helius Sjamsuddin (2007, lhm. 86) mengemukakan bahwa tahap

(3)

Pada saat kita mendapatkan sumber yang kita cari, momen tersebut ibarat

menemukan sebuah lokasi tambang emas. Sebaliknya, apabila kita sulit bahkan

tidak mendapatkan sumber yang kita cari, maka kita akan frustasi. Oleh sebab itu,

kita harus mempunyai strategi agar proses pencarian sumber tersebut lebih efektif

dan efisien; di mana dan bagaimana kita akan mendapatkan sumber tersebut; siapa

saja pihak yang bersangkutan yang harus kita hubungi; berapa biaya yang harus

dikeluarkan termasuk biaya tidak terduga. Hal tersebut harus dipikirkan dengan

baik agar proses pencarian dan pengumpulan sumber tidak sia-sia.

Akan tetapi sebelum melakukan langkah pengumpulan sumber, tentunya

terdapat kriteria khusus untuk menjadi seorang “sejarawan ideal” (istilah Max

Weber) diantaranya :

a. Mempunyai kemampuan dalam mengartikulasi dan mengekspresikan secara menarik pengetahuannya baik secara lisan / tulisan;

b. Mempunyai kecakapan dan atau berbicara dalam satu atau dua bahasa asing atau daerah;

c. Menguasai satu atau dua disiplin kedua sebagai ilmu bantu;

d. Mempunyai kelengkapan dalam penggunaan pemahaman psikologis, imajinasi dan empati;

e. Mempunyai kemampuan dalam membedakan antara profesi sejarah dengan hanya sekedar kolektor barang-barang antik;

f. Pendidikan yang luas;

g. Mempunyai dedikasi yang tinggi sebagai sejarawan peneliti/sejarawan pendidik (Sjamsuddin, 2007, hlm. 86-89).

2. Kritik Sumber

Demi mencari kebenaran atau truth, sejarawan dihadapkan dalam situasi

yang tidak pasti. Hal tersebut merupakan tantangan bagi para sejarawan melihat

sejarah bukan merupakan salah satu cabang dari rumpun ilmu alam. Dari berbagai

informasi sejarah yang sudah beredar dalam berbagai bentuk tulisan terdapat

banyak informasi yang palsu dan keliru, tugas sejarawan selanjutnya ialah

meluruskan informasi sejarah tersebut dengan bentuk tulisan yang baru. Oleh

karena itu, demi tercapainya sejarah yang ilmiah dan dapat

dipertanggungjawabkan informasinya, sejarawan harus mengerahkan segala

kemampuan pikiran, dan menggabungkan antara pengetahuan, sikap ragu, percaya

begitu saja, menggunakan akal sehat dan melakukan tebakan intelijen

(4)

Henry F. Graff (dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 132) merupakan fungsi dari

sebuah kritik sehingga karya sejarah bukan hasil dari sebuah fantasi, manipulasi

dan atau hanya fabrikasi sejarawan.

Kritik sumber dibagi menjadi dua jenis yaitu kritik sumber eksternal dan

internal.

a. Kritik Sumber Eksternal

Kritik eksternal merupakan pengujian terhadap sumber yang telah

didapatkan dengan menekankan kepada aspek “luar”. Ismaun (2005, hlm. 50)

mengemukakan bahwa kritik eksternal fungsinya untuk menilai otentisitas sumber

sejarah. Sumber tersebut tidak harus sama dengan isi dari sumber aslinya, akan

tetapi sumber otentik itu merupakan salinan atau turunan dari sumber asli. Dalam

kritik eksternal lebih menekankan kepada bahan dan bentuk sumber, umur dan

asal dokumen, kapan sumber tersebut dibuat, dibuat oleh siapa, instansi apa, atau

atas nama siapa. Menurut Dasuki (dalam Ismaun, 2005, hlm. 51) kritik eksterrnal

mempersoalkan mengenai hal-hal, pertama dari bahan apa dokumen tersebut

dibuat: apakah dari batu, logam, kayu, bambu, papyrus, perkamen, kain sutera,

kertas dsb, kedua dengan alat apa tulisan itu dibuat: apakah dengan pahat, benda

runcing, apa bahan untuk menulisnya: tinta macam apa, serta bagaimana

menulisnya : dengan tangan atau dicetak, ketiga aksara apa yang digunakan dan

bentuk huruf-hurufnya, keempat bahasa apa yang digunakan dan dalam bentuk

apa beritanya disajikan.

b. Kritik Sumber Internal

Setelah sumber yang didapatkan “lolos” pada tahap kritik eksternal, sumber

tersebut masuk ke dalam tahap kritik internal. Kritik internal lebih menekankan

pada aspek-aspek “dalam” atau isi dari sumber yang sudah didapatkan. Kritik

internal lebih fokus kepada aspek kesahihan sumber atau kredibilitas. Daliman

(2012) mengemukakan bahwa setelah sejarawan menguji keaslian sumber,

langkah selanjutnya ialah menguji keabsahan atau kredibilitas konten dari sumber.

Uji tersebut untuk mengukur sejauh mana kebenaran yang dapat diperoleh dari

sumber tersebut . Jadi, uji kredibilitas ini bertujuan untuk mengungkapkan

(5)

atau menuliskan secara akurat dan kedua kesediaan atau kemauan untuk melapor

dengan benar.

3. Historiografi

Tahap terakhir dalam metode penelitian sejarah ialah historiografi yang

sebenarnya mempunyai dua arti yaitu penulisan sejarah dan sejarah penulisan

sejarah. Hal tersebut tentunya berbeda dan pada tahap ini akan dilakukan

penulisan sejarah secara intelektual. Helius Sjamsuddin (2007, hlm. 155-156)

mengemukakan bahwa tahap-tahap dalam penulisan sejarah terdiri dari tiga tahap

yang terdiri dari interpretasi sejarah, eksplanasi sejarah dan presentasi atau

pemaparan sejarah. Ketiga tahap tersebut merupakan satu kegiatan yang dilakukan

secara bersamaan. Selain itu, Ismaun (2005, hlm. 60) menuturkan bahwa dalam

penulisan sejarah, sejarawan dituntut untuk jujur. Jujur disini mempunyai makna

kata lain dari sifat benar. Sejarawan harus berusaha mencari dan menuliskan

fakta-fakta sejarah mendekati kebenaran sejarah. Dengan pedoman metode yang

sistematis dan kritis akan menghasilkan sebuah karya sejarah yang objektif.

3.2 Persiapan Penelitian

Penelitian skripsi ini sifatnya terstruktur dan mempunyai sistematika

sehingga mempunyai alur yang jelas guna mencapai kebenaran sejarah. Hal

tersebut penulis lakukan dengan melakukan beberapa persiapan sebelum

melakukan penelitian. Persiapan tersebut mencakup hal administratif dan

perencanaan penelitian yang terdiri dari :

3.2.1 Penentuan dan Pengajuan Topik Penelitian

Langkah pertama yang sangat menentukan dalam semua rangkaian

penelitian ini ialah penentuan topik penelitian. Dalam penentuan topik, awalnya

penulis mengajukan pembahasan mengenai tokoh Hoegeng Iman Santoso. Ia

adalah tokoh polisi yang muncul ke permukaan setelah adanya testimoni dari

Presiden RI ke-4 yaitu Abdurachman Wahid atau Gus Dur. Penulis sangat tertarik

(6)

suatu karya ilmiah skripsi. Ketertarikan tersebut muncul ketika penulis masih

mengontrak mata kuliah Seminar Penulisan Karya Ilmiah sekitar bulan

September-Desember 2015. Akan tetapi, penulis menghadapi permasalahan

“klasik” dalam sebuah penelitian sejarah yaitu kekurangan sumber. Di samping

itu, meskipun terdapat sumber yang menuliskan mengenai tokoh Hoegeng,

sumber tersebut sifatnya lebih subjektif, lebih mengangkat sisi positif dari

kepribadian Hoegeng.

Setelah berpikir dan mencari dengan membaca beberapa literatur sejarah,

akhirnya penulis mendapatkan satu topik yang sangat menarik mengenai

pergerakan Paguyuban Pasundan di Tasikmalaya sekitar bulan April 2016. Hal

tersebut didasarkan kepada penelitian-penelitian terdahulu yang kebanyakan

sifatnya nasional. Oleh karena itu, penulis mencoba mengangkat kajian terebut

dalam skala lokal di Tasikmalaya. Setelah yakin dengan topik tersebut, penulis

mencoba mencari beberapa “ahli” yang memang bisa membantu dalam proses

penelitian. Penulis mencoba berkonsultasi dengan sejarawan lokal di Tasikmalaya

serta berkonsultasi kepada salah satu ahli sejarah di Pasca Sarjana Universitas

Pasundan Bandung.

3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian

Perencanaan atau biasa disebut dengan proposal penelitian merupakan

tulisan awal sebagai pengantar sebelum penulis mengawali penelitian.

Penyusunan proposal penulis dimulai ketika masih mengontrak mata kuliah

Seminar Penulisan Karya Ilmiah. Dalam penyusunannya, proposal tersebut

mempunyai sistematika tersendiri yang terdiri dari :

1. Judul penelitian

2. Latar belakang masalah

3. Rumusan masalah

4. Tujuan penelitan

5. Manfaat penelitian

6. Metode penelitian

7. Kajian pustaka

(7)

9. Sistematika penelitian

10.Daftar pustaka

Pelaksanaan seminar proposal dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2015

mempresentasikan judul mengenai Kepribadian dan Karier Politik Hoegeng Iman

Santoso pada tahun 1961-1971. Berhubung topik tersebut tidak dilanjutkan untuk

penulis kaji lebih dalam, pada bulan Juni 2016 penulis melaksanakan seminar

proposal yang baru mengenai Peranan Paguyuban Pasundan dalam

Perkembangan Pendidikan di Tasikmalaya pada tahun 1913-1942 secara

langsung menghadap kepada calon pembimbing I yaitu Drs. Suwirta, M.Hum dan

pembimbing II H. Moch. Eryk Kamsori, S.Pd

3.2.3 Perizinan

Setelah melaksanakan seminar proposal, penulis mengurus perizinan agar

proposal yang disusun oleh penulis bisa dilanjutkan menjadi penelitian skripsi.

Penulis mengurus perizinan ke Departemen Pendidikan Sejarah pada tanggal 24

Juni 2016. Surat Keputusan atau SK 20/TPPS/JPS/PEM/2016 yang disetujui oleh

Ketua Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi yaitu Drs. Ayi Budi Santosa, M.Si

dan Ketua Departemen Pendidikan Sejarah Dr. Agus Mulyana, M.Hum menjadi

legalitas penulis dalam melaksanakan penelitian skripsi. Di samping itu, SK

tersebut juga mengesahkan pembimbing yang akan membantu penulis dalam

proses penelitian ini dengan Drs. Suwirta, M.Hum sebagai pembimbing I dan

H.Moch. Eryk Kamsori, S.Pd sebagai pembimbing II.

3.3 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian skripsi ini mengacu kepada metode historis dalam

penelitian sejarah. Akan tetapi, setiap ahli sejarah tentunya mempunyai

pandangan yang berbeda mengenai langkah-langkah dalam penelitian sejarah

yang mengembangkan dari formasi heuristik, kritik sumber, interpretasi dan

historiografi. Dalam penelitian ini, penulis akan memakai langkah-langkah yang

dijabarkan oleh Wood Grey. Langkah-langkah penelitian tersebut terdiri dari

(8)

3.3.1 Memilih suatu topik yang sesuai

Penulis mengambil keputusan untuk mengkaji topik Paguyuban Pasundan

ini sekitar bulan April 2016. Seperti yang sudah dipaparkan pada pembahasan

sebelumnya, pengambilan keputusan tersebut memperhatikan hal-hal berikut

dibawah ini :

3.3.1.1 Nilai / value

Topik yang dipilih “harus sanggup memberikan penjelasan atas suatu yang berarti dan dalam arti suatu yang universal”. Topik mengenai pergerakan Paguyuban Pasundan dalam bidang pendidikan di Tasikmalaya menjadi kajian

yang berarti. Kajian tersebut memberikan gambaran bagaimana seriusnya

Paguyuban Pasundan dalam mencapai tujuan organisasinya yang ingin

mensejahterakan masyarakat Sunda melalui bidang pendidikan dan pengajaran.

Fakta di lapangan menunjukan bahwa jumlah sekolah-sekolah yang didirikan oleh

Paguyuban Pasundan di Tasikmalaya lebih banyak dibandingkan dengan daerah

lain. Selain itu, terdapat tokoh-tokoh besar dari Tasikmalaya yang memberikan

kontribusi besar bagi Paguyuban Pasundan semisal R. Sutisna Senjaya dan R.

Ahmad Atmadja. Selain tokoh, terdapat media lokal Tasikmalaya dalam bentuk

koran menjadi media propaganda dan edukasi Paguyuban Pasundan yaitu

Sipatahoenan. Hal tersebut menjadi bagian dari “suatu wakil dari perkembangan

-perkembangan yang luas” yang disebutkan oleh Grey.

3.3.1.2 Keaslian / originality

Penelitian ini tentunya harus menghasilkan suatu informasi baru dimana

penulis harus menampilkan salah satu atau dua dari aspek, pertama evidensi baru

yang sangat substansial dan kedua interpretasi baru dari evidensi yang valid.

Penelitian ini menitikberatkan kepada evidensi baru yang valid yang penulis

(9)

mencoba mencari interpretasi baru mengenai pergerakan Paguyuban Pasundan di

Tasikmalaya dalam bidang pendidikan.

3.3.1.3 Kepraktisan / practicality

Demi kelancaran penelitian, tentunya penulis sangat memperhatikan aspek

kepraktisan dalam menunjang proses penelitian berlangsung. Penulis memilih

ruang cakupan penelitian ini dalam bentuk skripsi yang menitikberatkan kepada

sumber-sumber primer. Akan tetapi, tidak ada salahnya untuk menggunakan

sumber sekunder sebagai pengantar awal penelitian yang dipaparkan secara

umum. Penulis mendapatkan sumber-sumber dari perpustakaan-perpustakaan di

sekitar Kota Bandung serta dari sejarawan lokal di Tasikmalaya yang membantu

dalam pelaksanaan penelitian dengan membantu membagi sumber primer berupa

surat kabar Sipatahoenan yang sudah berbentuk micro film kepada penulis.

Penulis merasa sangat terbantu, karena sumber lain baik berupa sumber primer

maupun sekunder dalam mengkaji penelitian ini belum pernah penulis dapatkan.

Sumber tersebut (Sipatahoenan) menjadi sumber utama penulis.

3.3.1.4 Kesatuan / unity

Dalam menentukan topik penelitian harus mempunyai aspek kesatuan,

dimana setiap penelitian harus mempunyai satu kesatuan tema, atau diarahkan

kepada satu pertanyaan atau proposisi yang bulat. Begitupun dengan penelitian

ini, yang menitikberatkan pada pertanyaan bagaimana peranan Paguyuban

Pasundan dalam perkembangan pendidikan di Tasikmalaya pada rentang tahun

1913-1942 ?

3.3.2 Mengusut semua evidensi (bukti) yang sesuai dengan topik

Pada tahap kedua ini, penulis mencoba mengusut bukti-bukti sejarah atau

sumber sejarah yang relevan dengan topik yang akan dikaji atau biasa disebut

dengan heuristic. Ismaun (2005, hlm. 42) membagi sumber sejarah menjadi tiga

bagian yang diklasifikasikan berdasarkan bentuknya, pertama sumber dokumenter

(10)

(berwujud benda seperti bangunan, arca, perkakas, fosil, artefak dsb), ketiga

sumber lisan (terdiri dari sejarah lisan atau oral history). Sedangkan menurut Jan

Romein (dalam Ismaun, 2005, hlm. 42-43) membagi sumber sejarah menjadi dua

bagian yaitu sumber langsung dan sumber tidak langsung. Sumber langsung

dibagi menjadi dua, yaitu peninggalan disengaja dan peninggalan tidak disengaja.

Pengertian dari peninggalan disengaja ialah peninggalan yang disengaja

diwariskan dengan tujuan untuk tanda peringatan kepada generasi penerus

(piagam dan monumen). Sedangkan, pengertian dari peninggalan tidak disengaja

ialah peninggalan yang tidak mengandung maksud dan tujuan untuk diwariskan

sebagai tanda peringatan kepada generasi penerus.

Terdapat istilah lain mengenai sumber sejarah yaitu literatur atau

kepustakaan. Kedua konsep tersebut sebenarnya merupakan satu makna, sebab

antara literatur dengan sumber sejarah tidak mempunyai pemisah. Penggunaan

literatur menjadi keterbatasan seorang sejarawan dalam mencari sumber-sumber

asli. Sumber sejarah yang asli biasa disebut dengan sumber primer, sedangkan

sumber sejarah yang berupa garapan atau bacaan termasuk jenis literatur yang

termasuk ke dalam sumber sekunder (sampai juga kepada sumber tertier). Sumber

primer memuat bahan-bahan asli atau original sources, sedangkan sumber

sekunder memuat bahan-bahan asli yang sudah digarap atau derived sources

(Ismaun, 2005, hlm. 45).

Penulis, di tahap ini mencoba mencari sumber sebanyak mungkin dengan

berkunjung ke perpustakaan-perpustakaan yang mudah dijangkau. Penulis

berkunjung dan mendapatkan sumber sejarah dari beberapa perpustakaan di

bawah ini :

1. Perpustakaan Ajip Rosidi

Perpustakaan Ajip Rosidi terletak di Jl. Garut Kota Bandung. Koleksi dari

perpustakaan ini identik dengan karya ilmiah yang bernuansa Sunda. Hal tersebut

tidak mengherankan karena sosok Ajip Rosidi merupakan salah satu budayawan

Sunda. Selain terdapat buku atau literatur, terdapat banyak hasil penelitian berupa

karya ilmiah skripsi, tesis dan disertasi dari sejarawan ternama. Terkait dengan

sumber mengenai topik Paguyuban Pasundan, penulis mendapatkan beberapa

(11)

2016, pertama tesis yang ditulis oleh Suharto pada tahun 1993 dengan judul

Pagoejoeban Pasoendan: 1927-1942 profil Pergerakan Etnonasionalis, kedua

skripsi yang ditulis oleh Iyan Tiarsah Saleh pada tahun 1975 dengan judul Sekitar

lahir dan Perkembangan Pagoejoeban Pasoendan (1914-1942), ketiga skripsi

yang ditulis oleh Hetty Rusianty Ramelan pada tahun 1983 dengan judul Sejarah

Pagoejoeban Pasoendan (1914-1982). Selain itu, penulis juga mendapatkan

kajian mengenai Tasikmalaya diantaranya, pertama buku yang berjudul Sejarah

Sukapura yang ditulis oleh Achmad Suhara dan yang kedua berjudul Hari Jadi

Tasikmalaya.

2. Perpustakaan Pusat Universitas Pendidikan Indonesia

Di perpustakaan UPI, sekitar bulan Juni-Agustus 2016 penulis mendapatkan

beberapa buku yang menjadi sumber penunjang penelitian ini diantaranya,

pertama buku yang berjudul Kebangkitan Kembali Orang Sunda: Kasus

Paguyuban Pasundan 1913-1918 yang ditulis oleh Edi Suhandi Ekadjati pada

tahun 2004, kedua buku yang berjudul Si Jalak Harupat Biografi R. Oto Iskandar

di Nata (1897-1945) yang ditulis oleh Nina Herlina Lubis pada tahun 2003, ketiga

buku yang berjudul Otoiskandardinata yang ditulis oleh Sri Sutjiatiningsih pada

tahun 1983, keempat buku-buku yang membahas mengenai metode sejarah,

pergerakan nasional, pendidikan, perubahan sosial serta konsep peranan, kelima

buku yang berjudul Ensiklopedi Sunda menjadi pegangan penulis dalam

memahami istilah, tokoh dan kebudayaan Sunda. Selain itu, penulis juga

mendapatkan jurnal yang membahas mengenai Tasikmalaya yang ditulis oleh

Ietje pada tahun 2001 dengan judul Peranan Bupati Wiratanuningrat (1908-1937)

dalam Memajukan Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Tasikmalaya, Jawa

Barat serta karya tulis ilmiah skripsi yang ditulis oleh Andre Bagus Irshanto yang

berjudul Kiprah Politik Paguyuban Pasundan Periode 1927-1959.

3. Perpustakaan BAPUSIPDA Provinsi Jawa Barat

Perpustakaan daerah ini terletak di Jalan Kawaluyaan Kota Bandung.

Penulis mendapatkan beberapa buku yang khusus membahas pergerakan

Paguyuban Pasundan ketika berkunjung ke perpustakaan daerah ini pada tanggal

30 Agustus 2016, pertama buku yang berjudul Perjoangan Paguyuban Pasundan

(12)

Suharto yang merupakan suntingan dari tesis-nya yang berjudul Pagoejoeban

Pasoendan 1927-1942 Profil Pergerakan Etno-nasionalis.

4. Buku-buku Koleksi Pribadi

Penulis mengkaji buku-buku pribadi sekitar bulan Juni-Agustus 2016.

Penulis mempunyai beberapa buku dan jurnal yang berhubungan dengan kajian

skripsi ini diantaranya, pertama buku yang berjudul Sejarah Kota Tasikmalaya

1820-1942 yang ditulis oleh Miftahul Falah, kedua buku yang berjudul Sejarah

Tatar Sunda Jilid 2 yang ditulis oleh Nina Herlina Lubis, ketiga buku yang

berjudul Oto Iskandar Di Nata the Untold Stories yang ditulis oleh Iip Dzulkipli

Yahya. Selain buku, penulis mempunyai beberapa jurnal yaitu jurnal Historia

Soekapoera serta sumber primer berupa surat kabar Sipatahoenan yang penulis

dapatkan dari Muhajir Salam (Soekapoera Institute) dan laporan tahunan dari Bale

Pawulangan Pasundan (Jaarverslag) pada tahun 1940 yang didapatkan dari Iip

Dzulkipli Yahya (Paguyuban Pasundan) dari Perpustakaan Nasional.

3.3.3 Membuat catatan sesuatu yang dianggap penting dan relevan dengan

topik ketika penelitian berlangsung

Secara garis besar, guna memudahkan ingatan semua literatur yang sudah

dibaca, penulis mencoba membuat catatan-catatan penting. Catatan tersebut

penulis susun dalam bentuk kronologi atau rentetan tahun-tahun penting yang

berkaitan dengan Paguyuban Pasundan semisal tahun 1913 (Paguyuban Pasundan

terbentuk), 1919 (Paguyuban Pasundan aktif di politik), 1922 (HIS Pasundan

Tasikmalaya didirikan), 1928 (MULO Pasundan Tasikmalaya didirikan) 1929

(Oto menjadi pemimpin PP) dan 1942 (organisasi pergerakan dibatasi

pergerakannya oleh pemerintah Nippon). Selain itu, penulis menggunakan buku

Ensiklopedi Sunda untuk mempermudah dalam mencari istilah-istilah Sunda.

3.3.4 Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang dikumpulkan (kritik

(13)

Kritik sumber merupakan tahap yang penting dalam menguji kebenaran

dalam suatu sumber sejarah. Penulis tidak serta merta menggunakan semua

sumber yang sudah dikumpulkan, sebagaimana penuturan dari Helius Sjamsuddin

(2007, hlm. 131) yang menuturkan bahwa :

Dalam usaha mencari kebenaran truth, sejarawan dihadapkan dengan kebutuhan untuk membedakan apa yang benar, apa yang tidak benar (palsu), apa yang mungkin dan apa yang meragukan atau mustahil. Masalahnya dalam kehidupan nyata sehari-hari, manusia selain telah banyak berbuat yang benar tidak jarang pula membuat kesalahan-kesalahan (disengaja ataupun tidak disengaja), bahkan ada pula yang tidak segan-segan melakukan pemalsuan atau kejahatan lainnya.

Oleh karena itu, sejarawan atau penulis harus lebih selektif dalam

menggunakan sumber sejarah demi tercapainya kebenaran dalam sejarah. Oleh

karena itu langkah mengkritik suatu sumber sejarah sangat penting dilakukan.

Kritik sumber tersebut dibagi menjadi dua yaitu kritik eksternal dan kritik

internal:

3.3.4.1 Autentisitas (Kritik Eksternal)

Kritik eksternal merupakan langkah pengujian terhadap sumber sejarah

yang terfokus kepada aspek “luar” sumber tersebut. Helius Sjamsuddin (2007,hlm. 133-134) menuturkan pengertian dari kritik eksternal ialah :

Suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak. Kritik eksternal harus menegakkan fakta dari kesaksian bahwa : kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang ini atau pada waktu itu (authenticity), kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan (uncorupted), tanpa ada suatu tambahan-tambahan atau penghilangan-penghilangan yang substansial (integrity).

Penulis menggunakan beberapa sumber primer dalam penelitian ini. Sumber

tersebut ialah laporan tahunan dari Bale Pawulangan Pasundan pada tahun 1940

yang berjudul “Jaarverslag 1940 Bale Pamoelangan Pasoendan”. Berdasarkan

penuturan dari Lucey (dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 134) bahwa :

(14)

pemiliknya (atau dari periode yang dipercaya sebagai masanya jika tidak mungkin menandai pengarangnya) atau jika itu yang dimaksudkan oleh pengarangnya.

Informasi yang didapatkan dari laporan tahunan tersebut dikeluarkan oleh

Gezien : Voorzitter Bale Pamoelangan Paseondan, AHMAD ATMADJA dan

Directur Mulo Pasoendan Tasikmalaja J. VAN DER VELDEN. Penulis

mengidentifikasi bahwa sumber tersebut otentik karena dikeluarkan atau produk

dari orang yang dianggap sebagai pemiliknya dan berada pada masa itu. Selain

itu, penulis tidak terlalu menemui kesulitan dalam melakukan kritik eksternal

terhadap surat kabar Sipatahoenan. Surat kabar tersebut sudah berbentuk micro

film yang dalam setiap roll-nya terdapat keterangan yang detail mengenai asal

sumber tersebut yag dikeluarkan oleh pihak Perpustakaan Nasional. Hal tersebut

juga memberikan kepraktisan bagi penulis dalam mengkaji penelitian ini karena

apabila penulis tidak mendapatkan sumber tersebut dalam bentuk micro film

penulis akan merasa kesulitan dan menemui hambatan dengan harus membuka

satu per satu surat kabat tersebut secara manual.

3.3.4.2 Kredibilitas (Kritik Internal)

Kritik internal merupakan bentuk kritik terhadap sumber sejarah yang

terfokus kepada aspek “dalam” atau isi dari sumber yaitu kesaksian atau testimony. Setelah kritik eksternal melakukan tugasnya dengan menegakan fact of

testimony, selanjutnya ialah melakukan evaluasi terhadap kesaksian tersebut yang

harus memutuskan kesaksian tersebut dapat diandalkan atau tidak. Pada tahap

tersebut, sejarawan biasanya berada dalam sikap mudah percaya dan raga-ragu.

Kedua sikap tersebut harus dihindari oleh sejarawan karena pencarian sejarawan

itu untuk kebenaran substansial (Sjamsuddin, 2007, hlm. 143 & 147).

Pada tahap ini, penulis mengalami kebingungan karena menemukan

informasi yang keliru mengenai waktu peristiwa atau metachronism pada hari

lahirnya Paguyuban Pasundan dan ketua pertama dari Paguyuban Pasundan.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa hari lahir Paguyuban Pasundan itu pada

(15)

menjadi perdebatan dan bertahan cukup lama. Oleh karena itu, penulis mencoba

membandingkan beberapa buku-buku tersebut seperti yang diungkapakan oleh

Lucey (dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 148) yang menyebutkan bahwa :

Dalam membandingkan satu sumber dengan sumber-sumber lain untuk kredibilitas, terdapat tiga kemungkinan:

1. Sumber-sumber lain dapat cocok dengan sumber A, sumber yang dibandingkan

2. Sumber-sumber lain berbeda dengan sumber A

3. Sumber-sumber lain itu “diam” saja, artinya tidak menyebutkan apa-apa.

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis melakukan kaji banding fakta antar

buku tersebut sehingga penulis mengambil keputusan untuk menggunakan buku

tulisan dari Edi Suhandi Ekadjati yang menyebutkan bahwa hari lahir atau

berdirinya Paguyuban Pasundan itu ialah tanggal 20 Juli 1913 ketika para pemuda

mengadakan pertemuan di kediaman Daeng Kanduruan Ardiwinata, Paseban,

Jakarta. Hal tersebut penulis pertimbangkan karena Edi Suhandi Ekadjati dalam

pemaparannya menemukan dan menggunakan sumber primer berupa majalah

Sunda yang diterbitkan oleh Paguyuban Pasundan yaitu majalah Papaes Nonoman

serta menggunakan pendekatan penulisan yang indonesiasentris. Di samping itu,

mengenai ketua pertama Paguyuban Pasundan terdapat fakta baru yang ditemukan

oleh Edi S. Ekadjati dimana ketua pertama Paguyuban Pasundan itu ialah Dayat

Hidayat bukan D.K. Ardiwinata. Daeng Kanduruan Ardiwinata merupakan ketua

pertama setelah statuta organisasi disahkan oleh pemerintah kolonial Hindia

Belanda.

Kritik internal yang penulis lakukan lebih kepada kaji banding buku. Oleh

karena itu, wajar apabila terdapat buku yang mencantumkan informasi yang

kurang reliable, karena sejarah itu berbicara mengenai sumber dan sejarawan.

Apabila ditemukan sumber baru, secara otomatis tulisan-tulisan sebelumnya

dianjurkan tidak digunakan karena kurang bisa dipercaya kebenaran informasinya.

3.3.5 Menyusun hasil-hasil penelitian

Syarat dalam suatu keilmuan itu ialah adanya objektivitas. Untuk mencapai

(16)

rangkaian tulisan. Akan tetapi, unsur subjektivitas dalam sejarah tidak bisa

dihilangkan. Kuntowijoyo (2013, hlm. 78) mengemukakan bahwa

Interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai biang subjektivitas. Itu sebagian benar, tetapi sebagian salah. Benar, karena tanpa penafsiran sejarawan, data tidak bisa berbicara. Sejarawan yang jujur akan mencantumkan data dan keterangan dari mana data itu diperoleh. Orang lain dapat melihat kembali dan menafsirkan ulang. Itulah sebabnya, subjektivitas penulisan sejarah diakui, tetapi lebih dihindari. Interpretasi itu ada dua macam yaitu analisis dan sintesis.

Guna meminimalisasi subjektivitas yang ada dalam tahap interpretasi

sehingga fakta yang didapatkan menjadi sebuah kebenaran sejarah yang objektif,

penulis dalam menyusun dan menginterpretasikan penelitian ini menggunakan

penafsiran sosiologis. Barnes (dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 170)

mengemukakan bahwa

Penafsiran ini mencoba melihat asal-usul, struktur dan kegiatan masyarakat manusia dalam interaksinya dengan lingkungan fisiknya; masyarakat dan lingkungan fisik bersama-sama maju dalam suatu proses evolusi. Sosiologi (bersama-sama dengan antropologi budaya) mencoba menjelaskan pengulangan dan keseragaman dalam kausalitas sejarah.

Sartono Kartodirdjo (1992, hlm. 145) mengemukakan bahwa “apabila

sejarah dikonsepsikan sebagai proses yang mengaktualisasikan perubahan sosial,

maka tema besar ini tak mungkin digarap secara mendalam tanpa bantuan alat-alat

analitis dari sosiologi”. Penulis mencoba menghubungkan penafsiran sosiologis ini dengan konsep perubahan sosial seperti yang sudah disebutkan bahwa

“masyarakat dan lingkungan fisik bersama-sama maju dalam suatu proses

evolusi” terdapat korelasi dengan konsep perubahan sosial yang menyebutkan

bahwa “perubahan sosial itu terjadi di setiap masyarakat, meskipun dengan laju perubahan yang bervariasi”. Dari dua definisi diatas terdapat titik temu mengenai konsep “perubahan”. Perubahan merupakan salah satu indikasi bahwa masyarakat

tersebut melakukan reaksi dari tantangan lingkungannya. Begitupun dengan

Paguyuban Pasundan yang bergerak dalam bidang pendidikan mempunyai tujuan

untuk mewujudkan perubahan menuju kesejahteraan pendididikan bagi

(17)

etnis lainnya sehingga guna mewujudkan perubahan dan kemajuan, Paguyuban

Pasundan berdiri dan aktif dalam kegiatan pendidikan.

3.3.6 Menyajikan semenarik mungkin dan mengkomunikasikannya kepada

pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin

Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam rangkaian pelaksanaan

penelitian. Tahap ini biasa disebut dengan historiografi. Helius Sjamsuddin (2007,

hlm. 156) mengemukakan pengertian historiografi ialah ketika sejarawan

mengerahkan seluruh daya pikirannya tidak hanya mengandalkan hal-hal yang

sifatnya teknis saja seperti penggunaan kutipan dan catatan-catatan. Akan tetapi,

sejarawan harus bisa melakukan analisis terhadap fakta yang sudah didapatkan

sehingga menghasilkan suatu sintesis.

Penulisan dan penyajian penelitian menurut Kuntowijoyo (2013, hlm. 80)

dibagi menjadi tiga bagian

1. Pengantar

Pengantar berisikan latar belakang masalah, teori, konsep, rumusan

masalah dan pendapat penulis mengenai penelitian terdahulu. Dalam

penelitian ini, bagian pengantar masuk ke dalam Bab I, II, dan III.

2. Hasil penelitian

Hasil penelitian merupakan pemaparan jawaban dari

pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada bab sebelumnya. Penulis memaparkan hasil

kajiannya dalam rangkaian tulisan yang sifatnya lebih analitis.

Pemaparan pada pembahasan ini dalam penelitian yang penulis lakukan

terdapat di bab IV.

3. Simpulan

Simpulan berisikan generalisasi dari buah pemikiran penulis dari kajian

pada bab sebelumnya. Pemaparan simpulan terdapat di bab V pada

penelitian yang akan penulis lakukan.

Guna menyajikan suatu rangkaian peristiwa sejarah agar menarik dan bisa

(18)

membagi 3 cara penyajian atau pemaparan sejarah: Pertama, deskriptif naratif

yaitu cara pemaparan yang terlalu menyandarkan diri kepada peristiwa-peristiwa

lama atau tradisional sehingga sejarawan dianggap hanya sebagai narator saja

karena kajiannya yang kurang mendalam. Kedua, analitis-kritis yaitu pemaparan

yang lebih mengedepankan aspek permasalahan dan struktur sehingga disebut

dengan sejarah struktural. Cara pemaparan seperti ini lebih mengedepankan

analisis dibandingkan dengan narasi. Pemaparan seperti ini pun biasa disebut

dengan sejarah akademik. Ketiga, gabungan analitis kritis dengan naratif

deskritptif yaitu pemaparan dengan cara mengintegrasikan peristiwa yang naratif

dengan struktur yang analitis.

Penulis menggunakan cara gabungan antara naratif deskriptif dan analitis

kritis dalam menyajikan kajian mengenai peranan Paguyuban Pasundan dalam

perkembangan pendidikan di Tasikmalaya pada tahun 1913-1942. Cara naratif

deskriptif dan analitis kritis, penulis gunakan dalam menyajikan rangkaian

perjalanan Paguyuban Pasundan pada rentang tahun 1913-1942. Menurut Burke

(dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 239) menjelaskan bahwa pemaparan tersebut tidak

hanya memperbanyak narasi, akan tetapi penulis juga melukiskan

struktur-struktur seperti lembaga-lembaga sosial, cara-cara berpikir dan sebagainya.

Oleh karena itu, penulis dalam menyajikan pemaparan tersebut juga

menyajikan penjelasan mengenai struktur internal Paguyuban Pasundan (badan

khusus dan cabang organisasi) serta memaparkan pemikiran-pemikiran dari

Paguyuban Pasundan yang berperan besar dalam pergerakan Paguyuban Pasundan

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk membantu mengatasi masalah parkir di bahu jalan ini bisa dilakukan alternatif dengan merancang suatu aplikasi pengenalan plat nomor kendaraan otomatis (plate recognition)

Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 893.8/199.3/ SK/Badiklatda , tanggal 4 Pebruari 2015, tentang Tata Tertib Penyelenggaraan Bagi Peserta Pendidikan dan Pelatihan

Secara khusus penelitian yang akan dilakukan tersebut yaitu teknologi pengolahan kecapkacang koro pedang dengan penggunaan konsentrasi larutan garam dan lama

Ditambah lagi dengan konsep media pendukung yang dibuat agar dapat diletakkan dan difungsikan disekitar pengendara yang sedang melakukan perjalanan dengan kendaraan mereka

Dari tabel diatas untuk indikator melek finansial pada pengetahuan umum keuangan mahasiswi memperoleh skor rata- rata 82,64 % skor rata-rata tersebut lebih tinggi

Seluruh rekan-rekan mahasiswa Departemen Teknik Mesin, khususnya kepada kawan-kawan seperjuangan Angkatan 2012 yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak

Bagian ini termasuk pada Front Office Department, di The Amrani Syariah Hotel Surakarta seorang receptionist mempunyai tugas – tugas ganda antara lain menerima pesanan,

Berdasarkan seleksi hasil polong per hektar terhadap 8 aksesi yang dibandingkan dengan kacang tunggak unggul varietas KT-1 dan KT-6, didapatkan kacang tunggak