• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik Tanah Warisan Pada Keluarga Batak Toba (Studi kasus Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konflik Tanah Warisan Pada Keluarga Batak Toba (Studi kasus Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Teori Konflik

Di dalam masyarakat sering terjadi konflik yang tidak bisa di hindarkan

karena banyak sekali individu-individu atau lembaga-lembaga masyarakat antara

yang satu dengan lainnya memiliki kepentingan yang berbeda, sehingga perbedaan

kepentingan ini akan menyebabkan benturan politik yang mengarah kepada

persaingan. Hal ini senada dengan Simmel dalam Soekanto (2002:69), bahwa konflik

tidak terhindarkan dalam masyarakat. Masyarakat dipandangnya sebagai struktur

sosial yang mencakup proses-proses asosiatif dan disosiatif yang hanya dapat

dibedakan secara analitis.” Pada awal mula munculnya teori konflik dialektis,

pandangan-pandangan teori struktural fungsional mendapat keraguan dari para

sosiolog hingga pada akhirnya menciptakan alternatif lain dari teori fungsional atas

dasar asumsi-asumsi (Soekanto, 2002: 68).

Dalam asumsi tersebut mengatakan bahwa, walaupun hubungan-hubungan

sosial memperlihatkan adanya ciri-ciri suatu sistem, akan tetapi dalam

hubungan-hubungan itu terdapat benih-benih konflik kepentingan. Fakta itu menunjukkan

bahwa suatu sistem memungkinkan menimbulkan konflik. Dengan demikian, maka

konflik merupakan suatu gejala yang ada dalam setiap sistem sosial. Konflik

demikian cenderung terwujud dari kepentingan-kepentingan. Konflik sangat

mungkin terjadi terhadap distribusi sumber-sumber daya yang terbatas dan

kekuasaan. Konflik merupakan suatu sumber terjadinya perubahan pada

(2)

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa di dalam masyarakat pasti terdapat

konflik-konflik kepentingan. Orang-orang atau kelompok yang berada di dalam

posisi yang dominan dan menguntungkan (superordinat) akan selalu

mempertahankan status selama mungkin, sedangkan bagi individu-individu atau

kelompok yang berada di dalam posisi subordinat (kurang beruntung) akan

mengusahakan perubahan yang positif bagi posisinya. Dalam usaha keduanya untuk

mempertahankan status dan untuk mengusahakan perubahan (bagi subordinat) sering

kali terbentur oleh kepentingan yang berlawanan, sehingga tak jarang jika keduanya

akan terlibat konflik.

Konflik tanah terkait dengan status tanah, tanah menjadi kendali dalam

kekuasaan ketika di pegang oleh kalangan adat (tuan adat) yang kemudian dikenal

sebagai feodalisme. Feodalisme dalam perangkat yang sama diteruskan dalam

kendali kolonialisme yang kadang kala keduanya bekerja sama dan juga berkonflik.

Dalam persoalan konsep tentang tanah kepemilikan atau penguasaan tanah dengan

prosedural yang penggunaan otoritas yang bersifat dikotomis atas otoritas negara

yang berhadapan dengan subordinat masyarakat. Dalam hal ini konflik tidak dapat

dihindarkan oleh masyarakat(simmel dan soekanto 2002:69).

2.2 Sejarah Singkat Masyarakat Batak Toba Di Ajibata

Batak Toba di Ajibatadiketahui sebagai suatu perkembangan desa dari masa

ke masa yang dilihat dari hubungan erat dalam penduduk desa tersebut.Hal itu sangat

terlihat dari penggunaan bahasa yang dipakai setiap harinya, adat istiadat yang

berlaku dan silsilah dari keturunan antar generasi.Dalam uraian ini didesa ajibata

sebelumnya memiliki prinsip adat istiadat yang asal mulanyadikenal sebagai asal

(3)

Berdasarkan hal ini, Dalihan Na Tolu dapat diartikan sebagai suatu aturan yang

mengatur sistem kekerabatan marga-marga yang ada pada suku batak dan merupakan

acuan hidup masyarakat batak yang merupakan sebagai berikut: Hula-Hula (Tulang),

Dongan Sahutuha (Semarga), Boru (Anak Perempuan). Dapat disimpulkan sebagai

asal mula masyarakat Batak Toba yang ada di kawasan Ajibata berdasarkan bagan

(susunan) dari leluhur masyarakat Batak dibawah ini:

Berdasarkan bagan diatas dapat dikatakan asal mula masyarakat Ajibata berasal dari

keturunan Raja Batak yang bernama Narasaon.Raja Narasaon adalah seorang raja

yang terkenal sakti dan bijaksana yang mampu mensejahterakan masyarakat

setempat. Dalam hal ini kerajaan batak yang brasal dari Raja Narasaon dapat

dijelaskan dari bagan dibawah ini: Si Raja

Batak

Raja Isumbaon

SAGALA MALAU

Sorimangaraja

NAJAMBATON

NARASAON

NAISUANON

TUAN SORBADIBANUA Guru

Tateabulan

(4)

Raja

Sumber: Jurnal USU Institusional Repository, diakses pada tanggal 20 april 2016.

2.3 Sistem Sosial Pada Masyarakat Batak Toba

Di luar konteks keseluruhan, fokusnya adalah pada hubungan dari

proses-proses pada teori sistem oleh buckley adalah hubungan dari bagian-bagian tidak

dapat diperlakukan tingkat yang bervariasi dari sistem sosial. Jadi variasi dari proses

internal juga mempengaruhi sistem sosial sistem sosial yang semakin kompleks yang

mengintervasi di antara kekuatan eksternal dan tindakan sistem tersebut (George

Ritzer,2010).

Sistem sosial yaitu peran-peran sosial itu saling berhubungan secara timbal

balik dan saling tergangtung membentuk suatu kesatuan kehidupan bermasyarakat.

Dalam hal ini talcott parsons membedakan 3 (tiga) unsur pokok dari tindakan warga

masyarakat, yakni sistem kepribadian, sistem sosial dan sistem budaya. Sistem

tersebut dianggap sebagai dasar dari struktur normatif sistem sosial dan

bentuk-bentuk kebutuhan serta proses pengambilan keputusan dalam sistem kepribadian.

(5)

a. Sistem sosial mampu mendorong warga masyarakat agar berprilaku atau

bertindak sesuai dengan harapan dan perannya.

b. Sistem sosial harus menjahui tuntutan yang “aneh-aneh” dari para

anggotanya, agar tidak menimbulkan penyimpangan atau konflik.

Kekerabatan menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan

hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis

keturunan dan berdasarkan sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada.

Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan terlihat dari silsila

dari

kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar marga

tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan

Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya

Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya.

Adat Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan

dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah.

Adanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi:

Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul merupakan suatu filosofi agar

kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman

terdekat. Namun dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu

marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan

Adat.

Apabila dilihat dari orang yang menerima warisannya, ada tiga macam

(6)

individual. Diantara ketiga sistem kewarisan tersebut pada kenyataannya adayang

bersifat campuran.

1. Sistem Kolektif

Apabila para waris mendapatkan harta peningalan yang diterima

merekasecara kolektif bersama) dari pewaris yang tidak terbagi-bagi

secaraperseorangan, maka kewarisan demikian itu disebut kewarisan kolektif.

2. Sistem Mayorat

Apabila harta pusaka yang tidak terbagi-bagi danhanya dikuasai anak tertua,

yang berarti hak pakai, hak mengolah dan memungut hasilnya

dikuasaisepenuhnya oleh anak tertua dengan hak dan kewajiban mengurus

danmemlihara adik-adiknya yang pria dan wanita sampai mereka dapat

berdiri sendiri, maka sistem ini disebut dengan sistem mayorat. Dalam hal

sistemmayorat ini, dibagi menjadi mayorat laki-laki dan mayorat perempuan

sertamayorat wanita bungsu.

3. Sistem Individual

Apabila harta warisan dibagi-bagi dan dapat dimiliki secara perorangan

dengan hak milik, yang berarti setiap waris berhak memakai, mengolah

danmenikmati hasilnya atau juga mentransaksikannya, terutama setelah

pewariswafat, maka kewarisan demikian disebut “kewarisan individual”.

Sistemkewarisan individual memiliki ciri-ciri yaitu harta peninggalan atau

harta warisan dapat dibagi-bagikan di antara para ahli waris seperti yang

terjadi dalam masyarakat bilateral.

Hubungan sosial dengan sesama marga diatur melalui hubungan perkawinan,

(7)

pengantin wanita (hula-hula). Untuk mempertahankan kelestarian kelompok kerabat

yang patrilineal, marga-marga tersebut tidak boleh tukar menukar mempelai. Karena

itu hubungan perkawinan satu jurusan mamaksa setiap marga menjalin hubungan

perkawinan dengan sekurang-kurangnya dua marga lain, yaitu dengan marga

pemberi dan marga penerima mempelai wanita. Marga-marga atau klen patrilineal

secara keseluruhan mewujudkan sub-suku daripada sukubangsa Batak. Pertumbuhan

penduduk dan persebaran mereka di wilayah pemukiman yang semakin luas serta

pengaruh-pengaruh dari luar menyebabkan perkembangan pola-pola adaptasi

bervariasi dan terwujud dalam keanekaragaman kebudayaan Batak dan subsuku

masing-masing.

Berlandaskan pada hubungan perkawinan yang tidak timbal-balik itulah

masyarakat Batak mengatur hubungan sosial antarmarga dengan segala hak dan

kewajibannya dalam segala kegiatan sosial mereka. Organisasi itu dikenal sebagai

dalihan na tolu atau tiga tungku perapian. Marga pemberi mempunyai kedudukan

yang lebih tinggi dalam upacara maupun kegiatan adat terhadap marga penerima

mempelai wanita. Dengan demikian ada keseimbangan hubungan antara perorangan

dengan kelompok yang menganut garis keturunan kebapakan. Walaupun seorang

wanita yang menikah akan kehilangan segala hak dan kewajibannya dari hak marga

asal dan berpindah mengikuti kelompok kerabat suami, namun marga asal tetap

mendapat kehormatan sebagai pemberi mempelai wanita yang amat penting artinya

(8)

2.4 Harta Warisan Bagi Masyarakat Batak Toba

Masyarakat Batak menganut sistim kekeluargaan yang patrilineal yaitu garis

keturunan ditarik dari ayah. Hal ini terlihat dari marga yang dipakai oleh orang Batak

yang turun dari marga ayahnya. Melihat dari hal ini jugalah secara otomatis bahwa

kedudukan kaum ayah atau laki-laki dalam masyarakat adat dapat dikatakan lebih

tinggi dari kaum wanita (sulistyowati,2003). Namun bukan berarti kedudukan wanita

lebih rendah. Apalagi pengaruh perkembangan zaman yang menyetarakan

kedudukan wanita dan pria terutama dalam hal pendidikan.

Dalam masyarakat Batak non-parmalim (yang sudah bercampur dengan

budaya dari luar), hal itu juga dimungkinkan terjadi. Meskipun besaran harta warisan

yang diberikan kepada anak perempuan sangat bergantung pada situasi, daerah,

pelaku, doktrin agama dianut dalam keluarga serta kepentingan keluarga. Apalagi

ada sebagian orang yang lebih memilih untuk menggunakan hukum perdata dalam

hal pembagian warisannya.

Hak anak tiri ataupun anak angkat dapat disamakan dengan hak anak

kandung. Karena sebelum seorang anak diadopsi atau diangkat, harus melewati

proses adat tertentu. Yang bertujuan bahwa orang tersebut sudah sah secara adat

menjadi marga dari orang yang mengangkatnya. Tetapi memang ada beberapa jenis

harta yang tidak dapat diwariskan kepada anak tiri dan anak angkat yaitu Pusaka

turun – temurun keluarga. Karena yang berhak memperoleh pusaka turun-temurun

keluarga adalah keturunan asli dari orang yang mewariskan.

Dalam ruhut-ruhut adat Batak (Peraturan adat batak) jelas di sana diberikan

pembagian warisan bagi perempuan yaitu, dalam hal pembagian harta warisan bahwa

(9)

Arian), warisan dari Kakek (Dondon Tua), tanah sekadar (Hauma Punsu Tali).

Dalam adat Batak yang masih terkesan Kuno, peraturan adat – istiadatnya lebih

terkesan ketat dan lebih tegas, itu ditunjukkan dalam pewarisan, anak perempuan

tidak mendapatkan apapun. Dan yang paling banyak dalam mendapat warisan adalah

anak Bungsu atau disebut Siapudan yaitu berupa Tanah Pusaka, Rumah Induk atau

Rumah peninggalan Orang tua dan harta yang lain nya dibagi rata oleh semua anak

laki–laki nya.

Anak siapudan juga tidak boleh untuk pergi meninggalkan kampung

halamannya, karena anak Siapudan tersebut sudah dianggap sebagai penerus

ayahnya, misalnya jika ayahnya Raja Huta atau Kepala Kampung, maka itu Turun

kepada Anak Bungsunya (Siapudan). Jika kasusnya orang yang tidak memiliki anak

laki-laki maka hartanya jatuh ke tangan saudara ayahnya. Sementara anak

perempuannya tidak mendapatkan apapun dari harta orang tuanya. Dalam hukum

adatnya mengatur bahwa saudara ayah yang memperoleh warisan tersebut harus

menafkahi segala kebutuhan anak perempuan dari si pewaris sampai mereka

berkeluarga.

2.5Makna Tanah Keluarga (Turun-Menurun) Bagi Masyarakat Batak Toba

Tanah keluarga (turun-menurun) merupakan tanah kepunyaan bersama yang

diyakini sebagai peninggalan yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan

pengelolaannya. Tanah keluarga juga dapat di artikan sebagai warisan dari leluhur

yang harus dilanjutkan oleh generasi berikutnya dan di jaga dengan baik. Di dalam

adat terdapat unsur hukum, aturan dan tata cara yang mengatur tentang hubungan

manusia dan manusia. Menurut masyarakat Batak Toba, adat merupakan pemberian

(10)

menjadi hukum bagi setiap orang yang memberikan pengetahuan tentang cara

kehidupan untuk membedakan yang baik dan yang buruk.

Pembagian warisan orang tua yang mendapatkan warisan adalah anak laki–

laki sedangkan anak perempuan mendapatkan bagian dari orang tua suaminya atau

dengan kata lain pihak perempuan mendapatkan warisan dengan cara hibah.

Pembagian harta warisan untuk anak laki–laki juga tidak sembarangan, karena

pembagian warisan tersebut ada kekhususan yaitu anak laki – laki yang paling kecil

atau dalam bahasa batak nya disebut Siapudan.Dalam perubahan zaman, peraturan

adat tersebut tidak lagi banyak dilakukan oleh masyarakat batak yang sudah

merantau dan berpendidikan. Selain pengaruh dari hukum perdata nasional yang

dianggap lebih adil bagi semua anak, juga dengan adanya persamaan gender dan

persamaan hak antara laki – laki dan perempuan maka pembagian warisan dalam

masyarakat adat Batak Toba saat ini sudah mengikuti kemauan dari orang yang ingin

memberikan warisan. Jadi hanya tinggal orang-orang yang masih tinggal di kampung

atau daerah lah yang masih menggunakan waris adat seperti di atas. Beberapa hal

positif yang dapat disimpulkan dari hukum waris adat dalam suku Batak Toba yaitu

laki-laki bertanggung jawab melindungi keluarganya, hubungan kekerabatan dalam

suku batak tidak akan pernah putus karena adanya marga dan warisan yang

menggambarkan keturunan keluarga tersebut. Dimanapun orang batak berada adat

istiadat (partuturan) tidak akan pernah hilang. Bagi orang tua dalam suku batak anak

sangatlah penting untuk diperjuangkan terutama dalam hal pendidikan. Karena ilmu

pengetahuan adalah harta warisan yang tidak bisa di hilangkan atau ditiadakan.

Dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan maka seseorang akan mendapat harta yang

(11)

hakiki, makna dan posisistrategis tanah dalam kehidupan masyarakat indonesia, tidak

saja mengandung aspek fisik, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, politik,

pertanahan keamanan dan aspek hukum

Makna tanah pada masyarakat Batak Toba dapat dikatakan sebagai kekayaan

(Hamoraon). Dimana seseorang individu memiliki tanah yang cukup luas dan

memiliki wewenang besar atas menaikkan status ataupun komunitas yang ada di

masyarakat. Pada sistem nilai Batak Toba tradisional tanah merupakan lambang

kekayaan dan kerajaan (Purba:1997). Selain itu, tanah juga dianggap sebagai

menunjukkan kekuasaan dan kehormatan (Hasangapon). kepemilikan atas tanah

sesuai dengan adat istiadat yang di sesuaikan dengan konsep dan aturan.

Berdasarkan Pasal 852a KUHPerdata, Ahli waris berdasarkan hubungan darah

terdapat empat golongan, yaitu:

1. Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak

beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan / atau

yang hidup paling lama. Suami atau isteri yang ditinggalkan / hidup paling

lama ini baru diakui sebagai ahli waris pada tahun 1935, sedangkan

sebelumnya suami / isteri tidak saling mewarisi;

Skema 1

Pembagian waris terhadap golongan pertama

A B

(12)

Keterangan skema 1: A (Pria) semasa hidup menikah dengan B (Wanita) dan

memiliki anak C (Pria)

2. Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua dan

saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. Bagi

orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak

akan kurang dari ¼ (seperempat) bagian dari harta peninggalan, walaupun

mereka mewaris bersamasama saudara pewaris.

Skema 2

Pembagian waris golongan pertama terhadap ahli waris dari perkawinan lebih

dari satu

Keterangan skema 2: E (Pria) semasa hidup menikah dengan D (wanita) dan

memiliki anak G, namun E dan D bercerai, kemudian E menikah untuk kedua

kali dengan F (wanita) dan memiliki H.

3. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari

pewaris;

Skema 3

D E

G

F

(13)

Pembagian waris terhadap golongan ketiga

Keterangan skema 3: C meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris A dan B

4. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan

sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.

Skema 4

Pembagian waris terhadap golongan kedua yang mana turut saudara kandung

Keterangan skema 4: D meninggal dengan meninggalkan dua saudara C dan

E serta kedua orang tua A (ayah) dan B (Ibu).

Hubungan darah juga dapat diartikan sebagai pertalian antara orang yang satu

dan orang lain karena berasal dari leluhur yang sama. Hubungan darah tersebut

terdapat dua garis yaitu :

1. Hubungan darah menurut garis lurus keatas (leluhur) dan kebawah (keturunan) .

2. Hubungan menurut garis kesamping (pertalian darah antara orang bersaudara dan

keturunannya).

A B

C

A B

C E

(14)

Istilah keluarga disebutkan sebagai tingkatan atau derajat hubungan darah

yang mempunyai arti penting seperti: Perkawinan, Pewarisan dan perwalian dalam

keluarga. Harta perkawinan dijadikan sebagai barang bergerak dan barang

tidakbergerak dari harta kekayaan suami istri, baik yang telah ada maupun yang akan

diperoleh, baik pada saat perkawinan dilangsungkan maupun selama perkawinan.

Maka, segala utang suami-istri masing-masing terjadi, baik sebelum maupun

sepanjang perkawinan yang mampu menghasilkan pendapatan yang harus dipikul

oleh ahli waris dari yang meninggal/pewaris.

Skema 5

Pembagian warisan terhadap golongan kedua mengenai pasal 855

KUHPerdata

Keterangan skema 5: F meninggal dengan meninggalkan tiga saudara

kandung dan ayah (A) serta ibu (B), yang mana ketentuan orang tua tidak

boleh kurang dari ¼ (seperempat) bagian.

Dalam pembagian harta warisan dalam satu keluarga yang masih memiliki

hubungan darah harus dapat dibagi melalui anggota keluarga yang memiliki hak atas

harta peninggalan seorang yang meninggal dunia yaitu:

~ Laki-laki:

1. Anak laki-laki

C

A B

D E

(15)

2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki

3. Ayah

4. Kakek/ayahnya ayah

5. Saudara kandung

6. Saudara kandung

7. Suami

8. Paman

9. Anak dari paman

10. Laki-laki yang memerdekakan budak

i. ~Perempuan:

1. Anak perempuan

2. Cucu perempuan dari laki-laki

3. Ibu

4. Nenek

5. Saudara kandung

6. Istri

7. Wanita yang memerdekakan budak

Pembagiannya:

~Setengah

Anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudari seayah

ibu, saudari seayah dan suami jika tanpa anak.

~Seperempat

Suami bersama anak atau cucu, istri tanpa anak atau cucu dari anak

(16)

~Seperdelapan

Istri bersama anak atau cucu dari anak laki-laki.

~Seperdelapan

Istri bersama anak atau cucu dari anak laki-laki.

~Sepertiga

Ibu tanpa ada anak, saudari seibu 2 orang atau lebih.

~Duapertiga

Anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudari seayah

ibu, saudari seayah.

~Seperenam

Ibu bersama anak atau cucu dari anak laki-laki, nenek, saudari seayah

bersama saudari seayah ibu, ayah bersama anak atau cucu dari anak

laki-laki, kakek.

Sumber: Hukum waris pembagian harta warisan,wikepedia: diakses16 Juni 2016

2.6 Hukum Adat Masyarakat Batak Toba Terhadap Tanah Warisan

Adat sangat berhubungan erat dengan aturan-aturan mengenai hubungan

dalam kehidupan bersama yang di dasari oleh sifat otoritas penguasa adat yang

berkaitan dengan pemerintah tradisional. Di dalam kebudayaan batak, ada gagasan

yang harus diikuti dalam kewarisan yang dibedakan atas dasar pembagian hak atas

harta peninggalan dari orang yang meninggal. Masyarakat Batak Toba di kuasai oleh

struktur kekerabatan yang bersifat patrineal. Ikatan itu dianggap sangat penting yang

ditekankan melalui upacara adat yang selalu menjadikan kelompok sebagai tanda

(17)

Hukum Adat Batak Toba). Pembebasan tanah tidak hanya untuk sektor publik tetapi

juga sektor swasta yang membutuhkan kapasitas dan prosedur untuk mencapai hasil

atas kepentingan umum karena atas dasar sebagai badan hukum. Hubungan tanah

dengan manusia dianggap pertalian hukum melalui penggunaan atas hak-hak

tersebut.

Hukum Waris Adat dikenal adanya subyek waris dan obyek waris (Sugangga

1992:5-6). Subyek waris yang terdiri dari pewaris yaitu orang atau seseorang yang

menyerahkan atau rneninggalkan warisan dan ahli waris. Sedangkan obyek waris

dalam hukum adat dapat berbentuk harta kekayaan atau harta peninggalan yang tidak

merupakan satu kebulatan yang homogen yang diwariskan dengan cara yang sama.

Pada prinsipnya obyek hukum waris adat adalah harta kekayaan keluarga yang dapat

berupa, (1) harta suami atau isteri yang merupakan hibah atau pemberian kerabat

yang dibawa ke dalam keluarga, (2) usaha suami dan isteri yangdiperoleh sebelum

dan sesudah perkawinan, (3) harta yang merupakan hadiah kepada suami isteri pada

waktu perkawinan, (4) harta yangmerupakan usaha suami dan isteri dalam masa

perkawinan.

2.7 Fungsi Sosial Tanah Warisan Bagi Masyarakat Batak Toba

Secara umum, fungsi tanah dalam masyarakat memiliki hak atas tanah

apapun pada seseorang yang menggunakannya tidak semata-mata untuk kepentingan

pribadi, terlebih untuk kepentingan di masyarakat. Penggunaan tanah warisan harus

di sesuaikan sesuai dengan keadaannya dan sifat daripada haknya sehingga

bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Fungsi sosial atas kepentingan tanah

(18)

rakyat atau masyarakat itu sendiri yang di pandang pemegang atas hak atas tanah itu

sendiri. Maka tanah merupakan hal yang penting dalam kehidupan bermasyarakat

yang ditempuh agar keperluan akan tanah terpenuhi baik dikuasai hukum adat

maupun hak yang melekat diatasnya.

Jika melihat studi dan penelitian yang dilakukan mengenai nilai tanah, Subaharianto

dkk (2004:69-84) mengelompokkan fungsi tanah menjadi tiga kategori:

Pertama, yaitu kaitan tanah dengan leluhur. Tanah mempunyai

keterikatan yang erat dengan leluhurnya, karena tanah tersebut merupakan

warisan/titipan/amanah yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya.

Sehingga anak-anaknya berkewajiban untuk menjaga tanah warisan tersebut

dan diwariskan kepada anak cucunya di kemudian hari.

Kedua, kaitan tanah dengan makam. Hubungan antara tanah dengan

makam bagi masyarakat sangat erat kaitannya. Dalam kaitan antara tanah

dengan leluhur sebelumnya disebutkan bahwa leluhur akan terus mengawasi

keluarga serta tanah yang menjadi warisannya. Maka dalam kaitannya antara

tanah dengan makam bahwa tanah keluarga dalam beberapa keluarga tertentu

dijadikan makam keluarga sendiri, hal ini dilakukan tentunya karena alasan

tertentu yaitu agar leluhur yang telah meninggal tersebut dapat kembali

menjadi tanah dan menyatu dengan tanah yang ditinggalkannya kepada anak

cucunya.

Ketiga, Kaitan tanah dengan kekerabatan. Sistem kekerabatan

masyarakat dapat dilihat dari bentuk pola pemukiman keluarga dalam satu

bidang tanah yang panjang, Kekerabatan yang kuat antar anggota keluarga

(19)

anggota laki-laki yang menerima begitu saja keputusan orang tua yang tidak

memberi mereka tanah pekarangan dan rumah, sehingga mereka akan keluar

dari keluarga tersebut setelah menikah.

2.8 SistemKekerabatan Dalam PembagianHartaWaris

MasyarakatBatak yang menganutsistimkekeluargaan yang patrilineal

yaitugarisketurunanditarikdari ayah.Hal initerlihatdarimarga yang dipakaioleh orang

Batak yang

turundarimargaayahnya.Melihatdarihalinijugalahsecaraotomatisbahwakedudukankau

m ayah

ataulaki-lakidalammasyarakatadatdapatdikatakanlebihtinggidarikaumwanita.Namunbukanber

artikedudukanwanitalebihrendah.Sikappatrilinealditinjaukembalidenganmempertimb

angkanberbagaiaspekterutamaaspekkeadilan,

dantidakmenutupkemungkinanakanadanya rasa

iridankeinginanuntukmemberontakdariparasalahsatupihak yang

bersangkutanterutamaahliwarisdaripihakperempuan.Dalampembagianhartawarisdari

orang tuaakanmendapathartawarisandarimertuanyaatau orang tuasuaminya.

Jikatidakterdapatanaklaki-lakisebagaipewarismakahartawarisananak jatuh di

tangansaudaraayahnya.Saudaraayahnya yang

menerimahartawarisantersebutberkewajibanmenafkahianakperempuanpewarissampai

Referensi

Dokumen terkait

Melalui proses pencacahan/pemotongan, dan untuk menghasilkan cacahan yang baik, untuk itu di rancang suatu pisau pencacah. Pisau yang di buat merupakan alat yang

 Saat ini pabrik HOKI yang ada di Subang memiliki kapasitas produksi 30 ton per jam, sehingga dengan penambahan ini HOKI bisa meningkatkan kapasitas produksi hingga 50 ton per

Nahiz eta, gure ustez, argi dagoen Fredulforen eta Valpuestaren arteko lotura (jarraikortasun bat duena bere familiako kideen artean eta Joanen dohaintza

Hal ini terkait dengan pemahaman tentang konsep dasar matematika yang seharusnya telah dipahami oleh siswa sebelum melanjutkan materi yang lebih mendalam lagi, karena pada

Masalah dalam penelitian ini adalah siswa kurang memiliki sikap kedisiplinan di Sekolah Tersebut serta kurang kepedulian terhadap Peraturan Tata Tertib di Sekolah

* Indikator SKL :Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan hubungan dua garis, besar dan jenis sudut, serta sifat sudut yang berbentuk dari dua garis yang dipotong garis lainA.

2. Meminimumkan biaya pemesanan dan biaya pengadaan persediaan barang Pada dasarnya laporan inventori dimaksudkan untuk mengajukan informasi mengenai keadaan atau kondisi

Dalam budaya orang Aceh (Adat Aceh) pada masa remaja ini perlu mendapat perhatian penting dari segenap lapisan masyarakat, mulai dari orang tua, sekolah dan