Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008.
USU Repository © 2009
PENGARUH TEMPERATUR VULKANISASI TERHADAP
NILAI KELENTURAN (SCHWARTZ VALUE/VRS)
BENANG KARET (COUNT 42 SW ENDS 40)
PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA
KARYA ILMIAH
HERTY DITA UTAMI NASUTION
052409051
PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA INDUSTRI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH TEMPERATUR VULKANISASI TERHADAP NILAI KELENTURAN (SCHWARTZ VALUE/VRS)
BENANG KARET (COUNT 42 SW ENDS 40) PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya
HERTY DITA UTAMI NASUTION 052409051
PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH TEMPERATUR VULKANISASI
TERHADAP NILAI KELENTURAN
(SCHWARTZ VALUE/VRS) BENANG KARET COUNT 42 SW ENDS 40 PT. INDUSTRI
KARET NUSANTARA
Kategori : KARYA ILMIAH
Nama : HERTY DITA UTAMI NASUTION
Nomor Induk Mahasiswa : 052409051
Program Studi : DIPLOMA 3 KIMIA INDUSTRI
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di
Medan, Juni 2008
Diketahui
Pembimbing, Departemen Kimia FMIPA
USU
Ketua,
Dr.Thamrin, M.Sc Dr. Rumondang Bulan, MS
PERNYATAAN
PENGARUH TEMPERATUR VULKANISASI TERHADAP NILAI KELENTURAN (SCHWARTZ VALUE/VRS)
BENANG KARET (COUNT 42 SW ENDS 40) PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2008
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
PENGHARGAAN
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa mencurahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dalam waktu yang telah ditetapkan.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga terselesaikannya karya ilmiah ini, maka dari itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang tulus kepada:
1. Orang tua tercinta, Ayahanda Asri Nasution,dan Ibunda Masrah Pulungan yang telah membantu penulis baik moril maupun material serta senantiasa mendoakan yang terbaik kepada penulis.
2. Bapak Dr. Thamrin, M.Sc, selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
3. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS selaku ketua jurusan kimia FMIPA USU. 4. Bapak Erwin Lubis, ST selaku pembimbing lapangan yang selalu bersedia
memberikan pengarahan kepada penulis selama praktek lapangan.
5. Para karyawan pabrik PT. Industri Karet Nusantara, yang selalu bersedia membantu dalam pemberian informasi kepada penulis.
6. Yang sangat berperan dan yang paling direpotkan penulis dalam penyelesaian penulisan karya ilmiah ini adalah sahabat terbaik, Mawaddah,,thank u so much buat semangatnya ya!!.
7. Rekan-rekan jurusan Kimia Industri Angkatan 2005, yang sangat cukup menghibur penulis.
8. Dan kepada semua yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan kalian semua.
Medan, Juni 2008 Penulis
Herty Dita Utami Nasution
ABSTRAK
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
THE INFLUENCE OF VULCANIZATION TEMPERATURE TO FLEXIBLE VALUE (SCHWARTZ VALUE/VRS)
OF RUBBER THREAD COUNT 42ENDS 40 PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv 2.1 Sejarah Perkembangan Karet Indonesia 4
2.2 Perkembangan Industri Karet Indonesia 5
2.3 Jenis Karet 7
4.1.1 Hasil Pengukuran VRS yang diperoleh dari laboratorium fisika 22
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Standar Mutu Lateks 9
Tabel 2. Klasifikasi sistem vulkanisasi 13
Tabel 3. Struktur dan sifat-sifat vulkanisasi karet 15
Tabel 4. Data Pengukuran VRS yang diperoleh dari laboratorium fisika 22
Tabel 5. Data hasil perhitungan 23
Tabel 6. Data metode least square 24
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Karet merupakan komoditi dagang dunia yang masih sangat diminati sejak
berabad-abad lalu. Banyaknya kebutuhan manusia yang menggunakan barang yang terbuat dari
karet menjadikan industri ini sangat berkembang pesat.
PT. Industri Karet Nusantara merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) sebagai industri yang menghasilkan benang karet dengan lateks pekat serta
SIR (Standar Internasional Rubber) sebagai bahan bakunya.
Lateks yang dipakai adalah centrifuged latex (lateks pusingan) dengan
kandungan karet kering sekitar 60%. Sebelum dicampur dengan bahan baku utama
yaitu lateks pekat, terlebih dahulu semua bahan kimia yang diperlukan harus dibuat
dalam bentuk dispersi, emulsi dan solusi. Bahan-bahan yang dihasilkan seperti
titanium dioksida, kalium hidroksida), zinc oksida, sulfur dan lain-lain. Hasil
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
Setelah homogen dalam suatu campuran, maka compound dialirkan ke dalam
larutan asam asetat sebagai larutan penggumpal melalui pipa-pipa kapiler, kemudian
dicuci dengan air panas untuk menghilangkan protein, lalu dikeringkan, kemudian
divulkanisasi, diberi talcum (bedak yang dikhususkan untuk benang karet),
pembentukan pita benang karet, didinginkan sehingga diperoleh benang karet.
Pada pembuatan dispersi compound terdapat penambahan bahan-bahan kimia
seperti sulfur yang merupakan bahan utama vulkanisasi (sebagai vulkanisator), karena
tanpa bahan tersebut maka compound akan memerlukan waktu yang lama untuk
mencapai sweeling index (nilai pematangan).
Vulkanisasi merupakan suatu proses reaksi partikel karet dengan sulfur yang
berlangsung karena adanya panas, aktivator dan katalisator yang membentuk ikatan
silang. Penggunaan sulfur sebagai bahan utama vulkanisasi merupakan proses yang
paling sering digunakan dikarenakan biayanya yang murah, dan mudah didapat.
Proses vulkanisasi berlangsung di oven vulkanisasi dengan temperatur berkisar
120-140oC. Besar kecilnya temperatur yang digunakan pada proses vulkanisasi sangat
mempengaruhi nilai kelenturan benang karet yang dihasilkan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis sangat tertarik untuk mempelajari dan
membahas masalah dengan mengambil judul : Pengaruh temperatur vulkanisasi
terhadap nilai kelenturan benang karet Count 42 Ends 40 PT. Industri Karet
1.2Permasalahan
Untuk mengetahui pengaruh temperatur vulkanisasi yang dipakai untuk menghasilkan
benang karet yang memiliki nilai kelenturan yang baik pada benang karet Count 42
Ends 40.
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh temperatur vulkanisasi terhadap nilai kelenturan
benang karet Count 42 Ends 40.
2. Untuk mengetahui standar temperatur vulkanisasi yang dipakai pada proses
pemasakan dan Schwartz value (nilai kelenturan) yang dihasilkan benang karet
Count 42 Ends 40.
1.4 Manfaat
1. Mengetahui proses yang baik dalam vulkanisasi benang karet dalam
hubungannya dengan temperatur vulkanisasi sehingga dapat menghasilkan
benang karet yang bermutu tinggi.
2. Menambah pengetahuan dalam bidang operasi yang berhubungan dengan
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Perkembangan Karet Indonesia
Sejarah karet perkembangan Indonesia pernah mencapai puncaknya pada periode
sebelum perang dunia II hingga tahun 1956. Pada masa itu Indonesia menjadi negara
penghasil karet alam terbesar di dunia. Komoditi ini pernah begitu diandalkan sebagai
penopang perekonomian negara. Sejak tahun 1957 kedudukan Indonesia sebagai
produsen karet nomor satu digeser oleh Malaysia. Walaupun demikian, bagi
perekonomian Indonesia karet tetap memberi sumbangan yang besar dan masukan
yang tidak sedikit.
Tanaman karet sendiri mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan
Belanda. Awalnya, karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman baru untuk
dikoleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar
di beberapa daerah.
Pada tahun 1864 perkebunan karet mulai diperkenalkan di Indonesia.
Ciasem, Jawa Barat. Pertama kali jenis karet yang ditanam adalah karet rambung atau
Ficus elastica.
Jenis karet Havea brainsiliensis diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1876
yang berasal dari lembah Amazone, Brasil. Saat ini karet Havea brainsiliensis di
Indonesia sudah merupakan tanaman karet perkebunan yang cukup luas yaitu sekitar
2,6 juta ha dan merupakan sumber devisa bagi negara. 1
Sebagai tanaman yang banyak dibutuhkan untuk bahan industri, karet banyak
diusahakan sebagai tanaman perkebunan di Indonesia. Tanaman karet diusahakan
mulai dari luasan kecil yang hanya beberapa puluh atau ratusan meter persegi hingga
mencapai luasan ribuan kilometer persegi.
2.2 Perkembangan Industri Karet Indonesia
Indonesia, yang sejak sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1956 merupakan negara
penghasil karet alam terbesar, pernah menganggap bahwa : “Rubber is de kurk
waarop wij drijven” (Karet adalah gabus dimana kita berapung). Walaupun sejak
tahun 1957 kedudukan kita sebagai produsen nomor wahid direbut oleh Malaysia,
hingga sekarang, predikat pentingnya karet bagi perekonomian Indonesia masih tetap
menonjol setelah komoditi migas dan kayu.
1
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
Secara umum pengusahaan perkebunan karet di Indonesia dapat dibagi dalam
beberapa kelompok seperti dibawah ini :
1) Perkebunan besar negara atau yang diusahakan oleh pihak pemerintah, biasanya
oleh PTP (Perseroan Terbatas Perkebunan).
2) Perkebunan besar yang diusahakan oleh swasta.
3) Perkebunan karet yang diusahakan oleh rakyat.
Kendatipun demikian, karet yang mampu menghidupi hampir 1,5 juta
penduduk ini boleh dikatakan sebagai tanaman rakyat karena lebih dari 80% areal
penanaman karet diusahakan oleh rakyat.
Selain industri karet alam, belakangan ini industri karet Indonesia mulai
mengacu pada karet sintetik. Meskipun sebenarnya Indonesia bukan negara penghasil
minyak bumi terpaksa mencoba mengembangkan produk karet sintesis, terutama
untuk jenis Syrene Butadiene Rubber (SBR). Jenis ini dikembangkan untuk
mengimbangi peningkatan impor. SBR digunakan untuk industri ban, terutama untuk
lapisan luarnya. Produksi karet sintesis Indonesia masih berskala kecil. Walaupun
masih berskala kecil, tetapi industri perkaretan Indonesia saat ini sudah semakin maju
dan diproduksinya dua jenis karet yang laris di pasaran.2
2
2.3 Jenis Karet
2.3.1 Karet Alam
Karet alam adalah polimer dari suatu isoprene denga nama kimia cis 1,4 poliisopren.
Rumus umum karet alam adalah (C5 H8 )n dengan rumus bangun seperti berikut
CH3 H
CH2 CH2
C = C C = C
CH2 CH2
CH3 H
Rumus bangun cis 1,4 poliisopren (karet alam)
Molekul-molekul polimer karet alam tidak lurus, tetapi melingkar seperti spiral
dan ikatan C – C – didalam rantai berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat
karet yang fleksibel yang dapat ditarik, ditekan dan lentur.
Karet alam merupakan suatu komoditi homogen yang cukup baik. Kualitas dan
hasil produksi karet alam sangat terkenal dan merupakan dasar perbandingan yang
baik untuk barang-barang karet buatan manusia. Walaupun sebagian besar karet alam
dikirim dalam bentuk karet kering, karet alam itu juga dapat dikirim dalam bentuk
cairan lateks.
Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia yang
berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi bahan-bahan yang bersifat elastis
(rubberiness). Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
belum dapat digantikan oleh karet sintetis. Adapun kelebihan yang dimiliki karet alam
dibandingkan dengan karet sintetis yaitu :
a. Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna
b. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah
c. Tidak mudah panas (low heat build up)
d. Mempunyai daya aus yang tinggi
e. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking
resitence).
Penggunaan karet alam dalam pembuatan barang-barang karet “nonban” hanya
terbatas pada barang-barang karet yang bukan oil-extended ( dan heat resistence
(tahan terhadap panas. Karet alam merupakan “general purpose rubber” sebagaimana
halnya karet sintesis jenis SBR (Styrene Butadiena Rubber), lebih banyak digunakan
untuk pembuatan ban kendaraar bermotor, khususnya ban-ban berat (heavy duty tires)
seperti ban pesawat terbang, truk dan bis yang berat serta ban radial.3
2.3.1.1 Jenis Karet Alam
Jenis karet alam yang dikenal luas adalah :
1) Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar)
2) Karet bongkah atau block rubber.
3
3) Karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepes, estate
brown crepes, compo crepes, thin brwon crepes remmils, thick blanket crepes
ambers, falt bark crepes, pure smoke blanket crepes,dan off crepes)
4) Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber
5) Karet siap olah atau tyre rubber (karet ban)
6) Karet reklim
7) Lateks pekat: jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran
atau padatan lainnya. Standar mutu lateks pekat dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 1. Standar Mutu Lateks
No Parameter
Kadar Karet Kering (KKK)
minimum
60,0 % 62,0%
3.
Perbedaan angka butir 1dan 2
maksimum
2,0% 2,0%
4.
Kadar amoniak (berdasarkan
jumlah air yang terdapat dalam
lateks pekat) minimum
1,6% 1,6%
5.
Viskositas maksimum pada suhu
25oC
50 50
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
maksimum
7.
Kadar koagulum dari jumlah
padatan, maksimum
0,08% 0,08%
8.
Bilangan KOH (bilangan
hidroksida) maksimum
0,80 0,80
9. Kemantapan mekanik minimum 475 detik 475 detik
10.
Persentase kadar tembaga dari
jumlah padatan maksimum
0,001% 0,001%
11.
Persentase kadar managn dari
jumlah padatan maksimum
0,001% 0,001%
12. Warna
Tidak biru, tidak
kelabu
Tidak biru, tidak
kelabu
13.
Bau setelah dinetralkan dengan
asam borat
Tidak boleh berbau
busuk
Tidak boleh berbau
busuk
Sumber : Thio Goan Loo,1980.4
2.3.1.2 Manfaat Karet Alam
Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat yang
dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam usaha
industri mesin-mesin penggerak. Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain
aneka ban kendaraan, sepatu karet, sabuk penggerak mesin besar dan mesin kecil,
4
pipa karet, kabel, isolator, rol karet, bantalan karet, karpet berlapis karet, karet spons,
benang karet dan bahan-bahan pembungkus logam.
2.3.2 Karet Sintetis
Perkembangan produksi karet sintesis sangat menakjubkan. Sampai tahun 1962 karet
sintesis masih termasuk minoritas dalam pensuplai bahan polimer dunia. Akan tetapi,
sejak tahun 1963 karet sintesis langsung mengejar dan meninggalkan kapasitas
produksi karet alam, dan hingga kini menjadi pensuplai mayoritas bagi pasaran dunia.
Karet sintesis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi.
Tiap jenis memiliki sifat tersendiri yang khas.Karet sintesis memiliki kelebihan seperti
tahan terhadap berbagai jenis bahan kimia dan harganya yang cenderung bisa
dipertahankan supaya tetap stabil.
Ada banyak jenis karet sintesis yang tersedia dipasar. Styrene Butadiene
Rubber (SBR), Butadiene Rubber (BR), Isoprene Rubber (IR) secara umum
dikelompokkan sebagai karet sintesis serba guna. Ethylene Propylene Rubber (EPR),
Chlorophene Rubber (CR) digunakan dalam pembuatan pipa, pembungkus kabel, seal,
karet Nytrile Butadiene Rubber (NBR) yang banyak dipakai untuk peralatan
kendaraan bermotor atau industri gas dan karet Isobutene Isoprene Rubber (IIR) yang
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
pengaruh ozon dan oksigen serta kedap terhadap gas ini dikelompokkan sebagai
karet-karet sintesis kegunaan khusus.5
2.4 Vulkanisasi
Vulkanisasi adalah suatau reaksi kimia yang menyebabkan molekul karet yang linier
mengalami reaksi sambung silang (crosslinking) sehingga menjadi molekul polimer
yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat
plastis (lembut) dan lemah menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi
juga dikenal dengan proses pematangan (curing/cure), dan molekul karet yang sudah
tersambung silang (crosslinked) dirujuk sebagai vulkanisasi karet (rubber
vulcanization).
Reaksi vulkanisasi ditemukan oleh seorang Amerika, Charles Goodyear pada
tahun 1839, dan merupakan langkah penting di dalam teknologi karet. Beliau
memanaskan suatu campuran karet, sulfur, dan timah putih untuk mendapatkan
sifat-sifat yang lebih baik. Sistem tersebut tidak begitu efisien sehingga bahan-bahan kimia
yang lain perlu ditambahkan unutk menghasilkan suatu sistem yang lebih baik,
misalnya jika suatu sistem vulkanisasi hanya mengandung sulfur dan karet saja lalu
divulkanisasi pada suhu 140oC maka waktu vulkanisasinya adalah 10 jam. Akan tetapi
apabila ditambahkan bahan pencepat (accelerator) reaksi ikat silang maka waktu
vulkanisasi dengan suhu yang sama adalah 30 menit.
5
Sistem vulkanisasi yang terakhir ini dikenal sebagai vulkanisasi sulfur yang
terakselerasikan (accelerated sulfur vulcanization system). Secara umum sistem
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu pemvulkanisasian konvensional, semi-efisien, dan
efisien. Ketiga sistem ini dibedakan berdasarkan jumlah kuratif (perbandingan antara
sulfur dan bahan pencepat) yang digunakan. Sebagai contoh sistem konvensional
mengandung pencepat yang lebih banyak, sedangkan sistem semi-effisien jumlah
sulfur dan pencepat adalah sama banyak. Formulasi bagi ketiga sistem tersebut
ditunjukkan pada Tabel 2 :
Tabel 2. Klasifikasi sistem vulkanisasi
Vulkanisasi
Komposisi Sulfur
(bak)*
Komposisi
Pencepat (bak)*
Nilai E
Konvensional 2,0 – 3,5 1,2 – 0,4 8 – 25
Semi-efisien 1,0 – 1,7 2,5 – 1,2 4 – 8
Efisien 0,4 – 0,8 5,0 – 2,0 1,5 – 4
* bak = bagian per-seratus karet. Sumber : Kok dan Poh,1987.
Untuk tujuan pembedaan antara sistem effisien dengan yang tidak effisien
(sistem konvensional), digunakan faktor effisien sambung silang (E). Faktor ini
diartikan sebagai jumlah bilangan atom sulfur per satu sambung silang yang terbentuk.
Nilai E yang lebih rendah berarti penggunaan sulfur sebagai bahan penyambung
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
Ketiga sistem ini juga dapat dibedakan berdasarkan jenis ikatan sambung
silang sulfida yang terbentuk, dan reaksi kimia yang terjadi setelah vulkanisasi. Pada
tahap awal vulkanisasi atau pada waktu vulkanisasi yang pendek, rangkaaian awal
yang terbentuk tidak bergantung pada jenis formula atau sistem vulkanisasi.
Rangkaian awal ini mengandung ikatan sambung polisulfida atau kumpulan pendan
polisulfida seperti yang ditunjukkan oleh struktur I. Apabila waktu vulkanisasi
ditingkatkan (diperpanjang), struktur rangkaian yan terbentuk bergantung pada
komposisi kuratif, suhu, dan lamanya waktu vulkanisasi. Umumnya sistem effisien
akan cendrung membentuk struktur rangkaian yang mengandung ikatan sambung
silang monosulfida dan kumpulan pendan monosulfida (struktur II).
X S S
S S S X
Struktur II
(rantai molekul karet)
Peningkatan
X Sn Sn waktu vulkanisasi
Sn X
Struktur I (awal vulkanisasi)
S Sn S S S S
S X S
Struktur III
Sementara sistem konvensional cenderung membentuk suatu struktur
kompleks (stuktur III) yang mengandung semua jenis sulfida (mono,di, dan poli), jenis
siklis sementara, dan reaksi kimia utama termasuk diena terkonjugasi dan
pengisomeran cis-trans. Sistem semi efisien cenderung membentuk struktur
pertengahan diantara struktur I dengan struktur II. Perbandingan ketiga sistem
vulkanisasi itu, dari segi struktur vulkanisasi karet dan beberapa sifat akhir
ditunjukkan dalam tabel 3. berikut :
Tabel 3. Struktur dan sifat-sifat vulkanisasi karet
Struktur dan sifat Vulkanisasi
Struktur Pemvulkanisasi
Konvensional Semi-efisien Efisien
Sambung silang
di-,polisulfida, %
95 50 20
Sambung silang
monosulfida,%
5 50 80
Konsentrasi siklis sulfida Tinggi Sedang Rendah
Ketahanan degradasi karena
panas
Rendah Sedang Tinggi
Ketahanan reversi Rendah Sedang Tinggi
Set mampatan,% (22jam pada
70oC
30 20 10
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
Seperti yang telah dijelaskan, sistem effisien menggunakan sulfur paling
sedikit, maka akan membentuk struktur ikatan monosulfida yang mayoritas serta
menghasilkan tingkat reaksi kimia rantai utama yang rendah. Sistem ini juga
meminimalisasi ataupun meniadakan reversi, kecuali pada suhu vulkanisasi yang
terlalu tinggi.6
Vulkanisasi sulfur adalah sistem yang sangat populer untuk bermacam-macam
karet seperti NR, IR, SBR, dan BR, dikarenakan biayanya yang murah, mudah didapat
dan mudah untuk diproses serta sifat-sifat fisik yang baik yang dapat menyesuaikan
dengan bermacam-macam metode, media pemanas, komposisi compound dan
temperatur.
Sulfur, S8 dalam keadaan kristalin, terdiri dari 8 cincin. Secara termal stabil,
tetapi pada pemanasan, pembukaan cincin terjadi pada energi aktivasi 270 kJ/mol.
Ujung radikal bebas yang sangat reaktif berbentuk pada saat pemutusan rantai.
Radikal bebas pada ujumg rantai mampu berkaitan dengan bagian molekul karet.
Sulfur menyerang hampir secara terpisah pada atom karbon alfa metilen.
Vulkanisasi karet dengan sulfur sendiari berjalan lambat dan merupakan suatu proses
yang kurang efisien. Disebabkan karena energi aktivasi yang tinggi untuk pembukaan
cincin sulfur, kontak yang lama pada temperatur tinggi. Juga memerlikan jumlah
sulfur yang banyak untuk membentuk ikatan silang.
6
Tidak semua sulfur membentuk ikatan silang yang benar. Menurut le Bras,
masing-masing ikatan silang memerlukan penggunaan 40-55 atom sulfur. Produk
vulkanisasi dengan cara ini mudah rusak oleh zat pengoksidasi dan mempunyai
kekuatan mekanik yang rendah. Proses diatas dapat ditingkatkan dengan suatu
akselelator, seperti basa, merkaptan, ditiokarbonat, disulfida, dan logam oksida. Ikatan
sulfur dapat berupa mono, di- atau polisulfida.
Dengan akselerator, efisiensi dari reaksi karet sulfur dapat ditingkatkan. Energi
aktivasi dari vulkanisasi menurun dari 270 kJ/mol menjadi 80-125 kJ/mol. Jumlah
atom sulfur yang dibutuhkan untuk membentuk masing-masing ikatan silang
berkurang dari 40-50 menjadi 10. Akselerator yang umum digunakan adalah
N
sulphenamides dengan struktur C - S , yang akan bereaksi dengan rantai karet
S
sebagai berikut :
C C
H C rantai karet
N S
C C
Aksi dasar dari akselerator adalah untuk memisahkan cincin S8 menjadi bagian
yang lebih kecil yang dapat bereaksi dengan karet yang menghasilkan ikatan silang
yang lebih kecil. Contohnya :
S8 akselerator 4 S2
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
Masing-masing akselerator berbeda dalam hal kemampuannya untuk
mempengaruhi tingkat kematangan, efisiensi pembentukan ikatan silang, dan
sifat-sifat produk hasil vulkanisasi. Efisiensi pembentukan ikatan silang meningkat dengan
adanya zat yang disebut aktivator, terutama zinc oksida dan asam stearat. Gabungan
ativator-akselerator seperti jenis ini AS – Sx – SA atau AS - Sx – Zn S – A terbentuk
dimana A disebut akselerator, seperti zinc oksida membentuk zinc sulfida, seperti
ditunjukkan di bawah ini :
2 RH + Sx + ZnO RSx-1 R + ZnS + H2O7
7
BAB 3
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a. Di lapangan (bagian proses)
1. Curring Oven (oven vulkanisasi)
Digunakan sebagai tempat vulkanisasi benang karet.
2. Curring Belt
Digunakan sebagai media pembawa benang karet untuk melewati
curring oven.
3. Curring Roller
Digunakan untuk memutar atau menggerakkan curring belt.
4. Pengatur suhu otomatis merek Jucker
b. Di Laboratorium Fisika
1. Gunting
2. Kalkulator
3. Alat pemotong benang spesial (Cutting Apparatus)
4. Loop machine
5. Alat uji dynamometer
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
7. Kertas grafik khusus
8. Pena rotring
3.1.2 Bahan
a. Lateks pekat medium ammonia dengan Dry Rubber Content (DRC) minimal
60%, dimana lateks pekat dicampur dengan bahan-bahan kimia sesuai dengan
formulasi di Compounding Section.
b. Sampel benang karet Count 42 Ends 40 sebagai produk akhir produksi hasil
pencampuran bahan-bahan kimia setelah mengalami koagulasi, pengeringan,
ribboning, dan vulkanisasi.
3.2 Prosedur
3.2.1 Proses vulkanisasi di curring oven (oven pemasakan)
a. Lateks pekat yang telah dicampur bahan-bahan kimia sesuai dengan formulasi
di compounding section, setelah mengalami koagulasi, pengeringan,
ribboning, kemudian benang karet dibawa ke curring oven untuk
divulkanisasi.
b. Diatur suhu vulkanisasi dengan pengatur suhu otomatis merek Jucker.
c. Diamati dan dicatat suhu yang dihasilkan dalam proses vulkanisasi.
3.2.2 Pengujian Nilai Kelenturan (Schwartz Value) Benang Karet
a. Diambil benang karet dari sampel yang ingin diuji dengan jumlah yang
b. Digulung sesuai standar loop, kemudian diikat kedua pangkalnya, kemudian
potong dan cabut gulungan sampel tersebut dan diletakkan pada alat uji
dynamometer yang telah disetting sesuai dengan standar.
c. Ukur kecepatan motor dynamometer dengan kecepatan 550 mm/menit
d. Pasang kertas grafik pada posisi yang telah ditentukan
e. Pasang pena/ pulpen dan pastikan pena tersebut berfungsi dengan baik
f. Ditekan tombol down alat dynamometer dan pastikan pena pencatat grafik
berfungsi dengan baik.
g. Setelah skala menunjukkan batas 400% pada grafik, ditekan tombol stop
h. Tutup pena pencatat grafik sebelum menekan tombol up
i. Ditekan tombol up dan secara otomatis alat dynamometer akan berhenti atau
stop
j. Diputar posisi kertas grafik ke posisi semula atau berlawanan arah jarum jam
untuk membaca hasil pada kertas grafik
k. Dibaca hasil grafik yang berbentuk yaitu grafik awal dan grafik akhir yang
membentuk suatu titik potong
l. Dihitung nilai kelenturan benang karet (Schwartz value/VRS) dengan rumus :
VRS = :2
Dimana, total section = 2 x section x jumlah loops
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
BAB 4
DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data
4.1.1 Hasil Pengukuran VRS yang diperoleh dari laboratorium fisika
No
Hasil Pembacaan
Grafik Awal
Dimana, total section = 2 x section x jumlah loops
a.Untuk suhu 120oC
Tabel 5. Data hasil perhitungan
No X (Temperatur Vulkanisasi)
(oC)
Y (Schwartz Value)
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
Tabel 6. Data metode least square
No X Y X2 XY
Metode least square
a. Penentuan Slope
a = 2 2
b. Penentuan intersept
Y = ax + b
Y1 = 0,76 (120) + 55,6
= 146,8
Y2= 0,76 (125) + 55,6
= 150,6
Y3 = 0,76 (130) + 55,6
= 154,4
Y4 = 0,76 (135) + 55,6
= 156,2
Y5 = 0,76 (140) + 55,6
= 162,0
Tabel 7. Data hasil regresi
No X (Temperatur)
(0C)
Y (Schwartz Value)
(g/mm2)
1 120 146,8
2 125 150,6
3 130 154,4
4 135 158,2
5 140 162,0
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
Temperatur vulkanisasi pada benang karet akan mempengaruhi salah satu sifat fisik
dari benang karet, yaitu kelenturan benang/Schwartz value. Dimana keduanya
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Apabila temperatur yang digunakan tinggi (>140oC) maka nilai schwartz value
yang dihasilkan juga akan tinggi sehingga benang karet yang dihasilkan menjadi
kaku dan kurang elastis. Dan jika temperatur vulkanisasi yang digunakan terlalu
rendah (<120oC) maka Schwartz value yang dihasilkan juga akan rendah sehingga
benang karet yang dihasilkan menjadi rapuh dan mudah putus.
2. Standar temperatur vulkanisasi yang dipakai pada proses pemasakan yaitu
120-1400C dan nilai Schwartz value yang dihasilkan benang karet Count 42 Ends 40
yaitu 123-164 g/mm2 .
5.2 Saran
1. Sebaiknya temperatur dalam vulkanisasi benang karet harus selalu dikontrol sesuai
dengan temperatur standar, sehingga dapat menghasilkan benang karet yang
memiliki kelenturan sesuai standar.
2. Perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor yang dapat menurunkan mutu
barang yang dihasilkan, salah satunya adalah sifat fisik dari benang karet yaitu
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Apabila temperatur yang digunakan tinggi (>140oC) maka nilai schwartz value
yang dihasilkan juga akan tinggi sehingga benang karet yang dihasilkan menjadi
kaku dan kurang elastis. Dan jika temperatur vulkanisasi yang digunakan terlalu
rendah (<120oC) maka Schwartz value yang dihasilkan juga akan rendah sehingga
benang karet yang dihasilkan menjadi rapuh dan mudah putus.
2. Standar temperatur vulkanisasi yang dipakai pada proses pemasakan yaitu
120-1400C dan nilai Schwartz value yang dihasilkan benang karet Count 42 Ends 40
yaitu 123-164 g/mm2 .
5.3 Saran
1. Sebaiknya temperatur dalam vulkanisasi benang karet harus selalu dikontrol sesuai
dengan temperatur standar, sehingga dapat menghasilkan benang karet yang
memiliki kelenturan sesuai standar.
2. Perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor yang dapat menurunkan mutu
barang yang dihasilkan, salah satunya adalah sifat fisik dari benang karet yaitu
DAFTAR PUSTAKA
Loganathan, K.S. 1998. Rubber Engineering. New Delhi: Indian Rubber Institute.Mc
Graw Hill Publishing.
Ompusunggu, M. 1987. Pengolahan Lateks Pekat. Sei Putih: Balai Penelitian
Perkebunan.
Ompusunggu, M. 1987. Pengetahuan Mengenai Lateks Hevea. Sei Putih: Balai
Penelitian Perkebunan.
Setyamidjaja, S. 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Spillane, J.J. 1989. Komoditi Karet. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Surya, I. 2006. Teknologi Karet. Medan: Departemen Teknik Kimia Universitas
Sumatera Utara.
Tim Penulis PS. 1999. Karet Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Cetakan
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
Grafik Hubungan Antara Temperatur Vulkanisasi Dengan Nilai
Kelenturan/Schwartz value (VRS)
Grafik Data Hasil Pengamatan
140
120 125 130 135 140
Temperatur Vulkanisasi
S
Grafik Data Hasil Regresi
140
120 125 130 135 140
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs)
Parameter Physical Properties Count 42 Ends 40
No Parameter Physical Properties Count 42 Toleransi
1 Filament weight (mg) 26,7-27,7-28,7
2 Exact Count 42±3,5%
3 Separability (g) 80-100-120
4 Resistant at Break (g/mm2) Min 3000
5 Elongation at Break (%) Max 650
6 Green Modulus CA 300% (g/mm2) 262-310-370-427
7 Green Modulus CA 500% (g/mm2) 750-1300
8 Schwartz Value (VRS) (g/mm2) 123-135-150-164
9 Schwartz Hysteresis Ratio (RIS) 1,00-1,85
10 Temp.500C vulcanization test (0C) -4 to -6
11 Retention at 1490C test (%) Min 50
12 Permanent set at 80% E.B (%) 2-8
13 Talcum Content (%) Max 3,5%
14 Moisture Content (%) 3,5-7,5-9,5
15 Water Extract (%) 0,70-0,90
TABEL LOOP UNTUK MASING-MASING COUNT BENANG KARET