• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SMA KABUPATEN ACEH UTARA ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SMA KABUPATEN ACEH UTARA ABSTRAK"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SMA KABUPATEN ACEH UTARA

ABSTRAK Oleh

Jalaluddin1, dan Azwir2

Dosen FKIP Universitas Serambi Mekkah Jala_usm@yahoo.co.id

Manajemen Berbasis Sekolah merupakan salah satu model manajemen yang memberikan kewenangan yang luas kepada sekolah untuk pengelolaan sekolah sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan sekolah. Untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan secara profesional, serta meningkatkan partisipasi. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Menegah Umum, diungkapkan beberapa indikator yang menjadi karakteristik dari konsep MPBS sekalugus merefleksikan peran dan tanggung jawab masing-masing pihak antara lain sebagai berikut: (1) Lingkungan sekolah yang aman dan tertip; (2) Sekolah memiliki misi dan target mutu yang ibgin dicapai; (3) Sekolah memilki kepemimpinan yang kuat; (4) Adanya harapan yang tinggi dari personil sekolah (kepala sekolah,guru, dan staf lainnya, termasuk siswa) untuk berprestasi; (5) Adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK; (6) Adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administrative, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan dan atau perbaikan mutu; (7) Adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua siswa dan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatkan efesiensi pengelolaan serta mutu dan relevansi pendidikan disekolah dan pengelolaan peran guru dan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Subjek penelitian adalah kepala sekolah, wakil kepala, guru dan komite sekolah.

(2)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mutu pendidikan dapat dilihat

dalam dua hal, yakni mengacu pada

proses pendidikan dan hasil

pendidikan. Proses pendidikan yang

bermutu apabila seluruh komponen

pendidikan terlibat dalam proses

pendidikan itu sendiri. Faktor-faktor

dalam proses pendidikan adalah

berbagai input, seperti bahan ajar,

metodologi, sarana sekolah, dukungan

administrasi dan sarana prasarana dan

sumber daya lainnya serta penciptaan

suasana yang kondusif. Sedangkan

mutu pendidikan dalam konteks hasil

pendidikan mengacu pada prestasi

yang dicapai oleh sekolah pada setiap

kurun waktu tertentu. Prestasi yang

dicapai atau hasil pendidikan (student

achievement) dapat berupa hasil tes

kemampuan akademis (misalnya

ulangan umum, Ebta dan Ebtanas).

Dapat pula di bidang lain seperti

prestasi di suatu cabang olah-raga, seni

atau keterampilan tambahan tertentu

misalnya computer, beragam jenis

teknik, jasa dan sebagainya. Bahkan

prestasi sekolah dapat berupa kondisi

yang tidak dapat dipegang (intangible)

seperti suasana, disiplin, keakraban,

saling menghormati, kebersihan, dan

sebagainya (Suryosubroto, 2004:

210-211).

Dalam melakukan reformasi

pendidikan nasional adalah terkait

dengan perubahan arah politik

indonesia dari pemerintah yang

sentralistik kepada desentralistik.

Mengacu pada Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintah Daerah dan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999

tentang perimbangan keuangan pusat

dan daerah, perubahan dalam bidang

pendidikan merupakan hal yang tak

bisa ditawarkan lagi.

Dalam rangka meningkatkan

mutu lulusan sekolah dalam tujuh (10)

terakhir banyak sekolah yang

menerapakan Manajemen Berbasis

Sekolah. Strategi manajemen ini

menekan adanya program peningkatan

mutu berkelanjutan, ketelibatan orang

tua siswa dalam perbaikan sekolah,

bidang pengajaran, guru dan pegawai,

siswa, keuangan, sarana dan prasarana,

hubungan masyarakat, maka

Manajemen Berbasis Sekolah

diperkirakan mempunyayi peluang

besar dalam mendorong gerakan

perbaikan mutu pendidikan dalam era

(3)

Manajemen Berbasis Sekolah sangat

tergantung pada mutu sumber daya

manusia. Terutama kemampuan kepala

sekolah dalam menerapakan ide-ide

baru dan perbaikan mutu sesuai

dengan ide, tujuan dan fungsi

Manajemen Berbasis Sekolah.

Hubungan kerja sama antara

personil sebagai inti dari proses

manajerial yang dilakukan oleh

manajer sehingga program kerja

organisasi dalam bidang pendidikan

dapat terlaksana dengan baik

pelaksanaan proses belajar mengajar,

administrasi, pembinaan siswa,

evaluasi kependidikan dalam rangka

efektivitas organisasi pendidikan

dengan peningkatan mutu secara

berkelanjutan.

Manajemen Berbasis Sekolah

secara konsepsional akan membawa

perubahan terhadap peningkatan

kinerja sekolah dalam peningkatan

mutu, efesiensi manajemen keungan,

pemerataan kesempatan dan

pencapaian tujuan politik (demokrasi)

suatu bangsa lewat perubahan

kebijakan desentralisasi diberbagai

aspek baik politik, edukatif,

administrativ, maupun aggaran

pembiayaan pendidikan. Manajemen

Berbasis Sekolah selain akan

meningkatkan kualitas belajar

mengajar dan efisiensi operasional

pendidikan, juga tujuan politik

terutama demokrasi di sekolah.

Berdasarkan kenyataan

tersebut di atas, perlu dilakukan

upaya-upaya perbaikan, salah satunya

adalah memberikan otonomi yang luas

kepada sekolah untuk pengambilan

keputusan secara partisiatif dengan

melibatkan masyarakat secara secara

langsung. Diyakini bahwa Penerapan

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

merupakan suatu model Pelaksanaan

kebijakan desentralisir bidang

pendidikan, sehingga dapat dijadikan

suatu konsep inovatif dalam

penyelenggaraan pendidikan di

sekolah.

Manajemen Berbasis Sekolah

(MBS) atau School Berbasis

Manajemen merupakan strategi untuk

mewujudkan sekolah yang efektif dan

produkif. Hal ini disebabkan dalam

konsep MBS, pengambilan keputusan

diletakkan pada posisi yang paling

dekat dengan pembelajaran yaitu

sekolah, meskipun standar pelayanan

minimnya ditetapkan oleh pemerintah,

akan tetapi sekolah lebih leluasa dalam

mengelola sumber daya, sumber dana,

sumber belajar dalam

mengalokasikannya sesuai dengan

(4)

TINJAUAN PUSTAKA A. Pelaksanaan Manajemen

Berbasis Sekolah

Sekolah sebagai unit pelaksana

pendidikan formal yang terdepan

dengan berbagai keragaman, kondisi

lingkungan yang berbeda satu dengan

lainnya maka sekolah harus dinamis

dan kreatif dalam melaksanakan

perannya untuk mengupayakan

peningkatan kualitas/mutu pendidikan.

Hal ini akan dapat dilaksanakan jika

sekolah dengan berbagai

keragamannya itu, diberikan

kepercayaan untuk mengatur dan

mengurus dirinya sendiri sesuai

dengan kondisi lingkungan dan

kebutuhan pelanggan. Sekolah sebagai

institusi yang otonom diberikan

peluang untuk mengelolah dalam

proses koordinastif untuk mencapai

tujuan-tujuan pendidikan. (Soebagio

Atmodiwirio, 2000:5-6). Konsep

pemikiran tersebut telah mendorong

munculnya pendekatan baru, yakni

pengelolaan peningkatan mutu

pendidikan yang berbasis sekolah

sebagai institusi paling depan dalam

kegiatan pendidikan. Pendekatan

inilah yang dikenal dengan manajemen

peningkatan mutu pendidikan berbasis

sekolah (school based quality

management/school based quality

improvement) (Suryosubroto,

2004:204-205). Konsep peningkatan

mutu pendidikan berbasis sekolah

muncul dalam kerangka pendekatan

manajemen berbasis sekolah. Pada

hakekatnya MBS akan membawa

kemajuan dalam dua area yang saling

tergantung, yaitu, pertama, kemajuan

program pendidikan dan pelayanan

kepada siswa-orang tua, siswa-dan

masyarakat. Kedua, kualitas

lingkungan kerja untuk semua anggota

organisasi (Nurkolis, 2003: 81).

Dalam buku Manajemen

Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

yang dikeluaskan oleh Direktorat

Pendidikan Menegah Umum,

diungkapkan beberapa indicator yang

menjadi karakteristik dari konsep

MPBS sekaligus merefleksikan peran

dan tanggung jawab masing-masing

pihak antara lain sebagai berikut: (1)

Lingkungan sekolah yang aman dan

tertip; (2) Sekolah memiliki misi dan

target mutu yang ibgin dicapai; (3)

Sekolah memilki kepemimpinan yang

kuat; (4) Adanya harapan yang tinggi

dari personil sekolah (kepala

sekolah,guru, dan staf lainnya,

termasuk siswa) untuk berprestasi; (5)

Adanya pengembangan staf sekolah

(5)

IPTEK; (6) Adanya pelaksanaan

evaluasi yang terus menerus terhadap

berbagai aspek akademik dan

administrative, dan pemanfaatan

hasilnya untuk penyempurnaan dan

atau perbaikan mutu; (7) Adanya

komunikasi dan dukungan intensif dari

orang tua siswa dan masyarakat.

Berbagai usaha telah dilakukan

untuk meningkatkan mutu pendidikan,

antara lain melalui pelatihan dan

peningkatan kopetensi guru,

pengadaan buku dan alat bantu

pelajaran, perbaikan sarana dan

prasarana pendidikan dan peningkatan

mutu manajemen sekolah. Berbagai

indikator mutu pendidikan belum

menunjukkan peningkatan yang

berarti. Dengan permasalahan tersebut,

Depdiknas (2001:1) menetapakan

bahwa: berdasarkan pengamatan dan

analisis sedikitnya ada tiga faktor yang

menyebabkan mutu pendidikan tidak

mengalami peningkatan secara merata

yaitu:

1. Selama ini dalam meningkatkan mutu pendidikan terlalu di pusatkan pada input pendidikan dan kurang perhatian terhadap proses pendidikan, Padahal proses pendidikan sangat menentukan ouput pendidikan.

2. Penyelenggara pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada kebijakan

birokrasi yang kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi sekolah. 3. Peran serta masyarakat dalam

penyelenggara pendidikan sangat minim. Selama ini dukungan masyarakat berupa penyediaan dana, bukan pada proses pendidikan.

Berdasarkan kenyataan diatas,

pemerintah berupaya membuat

perbaikan, salah satu adalah

melakukan reorientasi

menyelenggarakan pendidikan yaitu

dengan menerapkan Manajemen

Berbasis Sekolah. Manajemen

Berbasis Sekolah merupakan

terjemahan dari istilah School-Based

Manajemen (SBM) yang pertama kali

muncul dan popular di Amerika

Serikat. Konsep ini ditawarkan ketika

masyarakat mempertanyakan relevensi

yakin kolerasi hasil pendidikan dengan

kebutuhan masyarakat.

Menurut Fattah (2000:8)

Manajemen Berbasis Sekolah adalah

sebagai: pengalihan dan pengambilan

keputusan dari tingkat pusat sampai ke

tingkat sekolah. Pemberian

kewenangan dalam pengambilan

keputusan di pandang sebagai otonomi

di tingkat sekolah dalam pemanfaatan

semua sumber daya sehinga sekolah

mampu secara mandiri, mampu

mengali, mengalokasikan, menentukan

piroritas, memanfaatkan,

(6)

jawabkan kepada setiap pihak yang

berkepentingan.

B. Peran Guru Untuk

Meningkatkan Mutu Pendidikan Sehubungan dengan guru

sebagai salah satu komponen sekolah

yang terlibat dalam pelaksanaan MBS,

maka guru dituntut untuk dapat

meningkatkan profesionalismenya

sebagai pengajar dan pendidik,

Nurkolis, (2003:123) menyatakan

peran guru dalam MBS, adalah

sebagai rekan kerja, pengambilan

keputusan, dan pelaksanaan program

pengajaran.

Agar para guru memiliki peran

yang lebih besar dalam pengelolaan

sekolah, maka perlu dilakukan

desentralisasi pengetahuan. Dan ini

merupakan tanggung jawab kepada

sekolah dalam mensosialisasi MBS

terhadap guru dan personil sekolah.

C. Peran Kepala sekolah Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan

Kepala sekolah adalah sebagai

pelaksanaan terhadap pelaksanaan

MBS di sekolah yang bertindak

sebagai motivator dan koordinator

dalam keefektivitas MBS, di sekolah.

Dalam kerangka MBS, menurut

Mulyasa (2003:28) kepala Sekolah

harus:

1. Memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan guru dan masyarakat sekitar.

2. Memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang teori pendidikan dan belajar. 3. Memiliki kemampuan dan

ketermpilan mengatasi situasi sekitar berdasarkan apa yang seharusnya serta mampu memperkirakan kejadian dimasa depan berdasarkan situasi sekarang.

4. Memiliki kemauan dan

kemampuan untuk

mengidentifikasi masalah dan kebutuhan yang berkaitan

dengan pelaksanaan

pendidikan disekolah, dan

5. Mampu memamfaatkan

peluang, menjadi tantangan sebagai peluang, serta mengkonseptualkan arah baru untuk perubahan.

Sehubungan dengan pihak yang

terkait dengan pelaksanaan MBS,

penulis berkesimpulan keberhasilan

pelaksanaan MBS sangat tergantung

pada kepemimpinan kepala sekolah,

guru dan partisipasi masyarakat

sebagai pelaksanaan MBS dan

merupakan faktor yang paling

dominan terhadap penerapan MBS dan

juga tergantung pada kesiapan SDM

serta kerjasama yang harmonis antara

pihak terkait diatas akan menentukan

keberhasilan penerapan MBS.

Dalam melaksanakan MBS

diperlukan keterlibatan semua personil

sekolah baik kepala sekolah, wakil

(7)

siswa dan komite Sekolah. Depdiknas

(2001:3) menetapakan bahwa:

Manajemen Berbasis Sekolah sebagai

model manajemen yang memberikan

otonomi lebih besar kepada sekolah,

memberikan fleksibilitas/keluesan

kepada sekolah dan mendorong

partisipasi secara langsung warga

sekolah dan masyarakat untuk

meningkatkan mutu sekolah

berdasarkan kebijakan nasional serta

peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

METODE PENELITIAN

Adapun tahap yang dilakukan

dalam pelaksanaan manajemen

berbasis sekolah sebagaiberikut:

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan

dilaksanakan pada semua sekolah

menengah atas (SMA) yang ada di

Kabupaten Aceh Utara yang terdiri

atas 14 sekolah.

B. Responden/Populasi Penelitian

Adapun yang menjadi

responden dalam penelitian ini adalah

semua kepala sekolah, dewan guru staf

dan komite sekolah di SMA se

Kabupaten Aceh Utara. Di Kabupaten

Aceh Utara saat ini terdapat 14 buah

SMA, dengan jumlah keseluruhan

kepala seoklah 14 orang, guru mata

pelajaran 750 orang, staf 41 orang dan

komite sekolah 14 orang.

C. Teknik Pengumpulan Data Dalam pelaksanaan dilapangan

penulis menggunakan teknik

pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi adalah dilakukan Peneliti

untuk melengkapi data dan

informasi yang diperoleh melalui

wawancara. Selain itu dengan

observasi dapat dilakukan recheck

atau triangulasi, dapat dilakukan

pengamatan langsung mengenai

berbagai macam proses

pelaksanaan MBS. Observasi ini

juga dapat digunakan untuk

memperoleh informasi dan

gambaran awal yang akan

digunakan sebagai bahan untuk

melakukan wawancara.

2. Wawancara adalah pengumpulan

data dilakukan dengan interview

yaitu wawacara secara terstruktur

dan tak terstruktur. Wawancara

adalah suatu percakapan dengan

tujuan untuk memperoleh informasi

dari sumber yang terjadi sekarang

tetang orang, kejadian, aktivitas,

organisasi, perasaan, pengakuan,

kerisauan dan sebagainya, yang

menjadi bahan penelitian seorang

(8)

3. Dokumentasi adalah pengumpulan

data-data melalui telaah dokumen

atau arsip-arsip yang ada hubungan

dengan rencana manajemen

berbasisis sekolah, pelaksanaan

manajemen berbasis sekolah dan

evektifitas manajemen berbasisi

sekolah.

Di samping wawancara untuk

mempertajam dan memperdalam

metoda-metoda yang ditempuh dalam

penjaringan data, maka akan dilakukan

juga dengan seminar dan diskusi untuk

memperoleh data yang akurat tentang

pelaksanaan manajemen berbasisi

sekolah.

D. Pengolahan dan Analisa Data Data dan informasi yang telah

diperoleh peneliti selanjutnya

dianalisis dan diinterprestasikan mulai

awal penelitian sampai akhir

penelitian, dengan merujuk kepada

landasan teori yang berhubungan

dengan masalah yang diteliti. Analisis

adalah proses penyusunan data agar

dapat ditafsirkan.

Analisis data dalam penelitian

kualitatif dilakukan dengan mengikuti

prosedur atau langkah-langkah yaitu:

1. Reduksi data

Setelah data peneliti yang

diperlukan terkumpul, maka agar tidak

bertumpu-tumpuk dan memudahkan

dalam mengelompokkan serta dalam

menyimpulkanya perlu dilakuakan

reduksi data. Huberman (1992:12)

mendefinisikan data sebagai suatu

proses pemilihan, menfokuskan pada

penyederhanaan, pengabtrakan dan

transpormasi data mentah/kasar yang

muncul dari cacatan yang muncul

dilapangan. Reduksi data merupakan

suatu bentuk analisis yang

menajamkan, mengungkapakan,

hal-hal yang penting, menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang tidak

dibutuhkan dan mengorganisasikan

data agar lebih sistematis sehingga

dapat dibuat suatu kesimpulanyang

bermakna. dilakukan dengan cara

merangkum data, memilih hal-hal

pokok yang difokuskan kepada hal-hal

yang berkaitan dengan masalah yang

telah diteliti,

2. Penyajian data

Penyajian data dilakukan

setelah proses reduksi. Menurut

Huberman (1992:12) penyajian data

merupakan proses pemberian

sekumpulan informasi yang sudah

disusun yang memungkinkan untuk

penarikan kesimpulan. Proses

penyajian ini adalah mengungkapakan

secara keseluruhan dari sekelompok

data yang diperoleh agar mudah di

(9)

matrik, grafik, jaringan kerja dan

lainya. Dengan adanya penyajian data

maka peneliti dapat memahami apa

yang sedang terjadi dalam latar

penelitian dan apa yang akan

dilakukan peneliti dalam

mengantisifasinya.

HASIL PENELITIAN

A. Manajemen Kepala Sekolah Di Kabupaten Aceh Utara MBS

telah dilaksanakan mulai sejak 2001

dan sekolah terakhir yang mulai

menerapan MBS tersebut adalah pada

tahun 2009 yang lalu. Artinya usia

MBS di kabupaten Aceh Utara secara

teori sudah sangat lama sekali. Namun

dengan usianya yang sudah diatas 10

tahun ternyata tidak semua personil

sekolah paham akan apa itu MBS,

bahkan ada 1 sekolah sampel yang

seluruh personilnya tidak tahu MBS.

Sosialisasi yang dilakukan oleh para

atasan untuk memperkenalkan MBS

ini hanya berupa pertemuan, dan

dimasukkan dalam rapat (100%), tidak

ada juknis atau tindakan, apa apa yang

harus dilakunkan untuk membantu

mengenalkan MBS ini ke staf sekolah.

Visi Misi Tujuan Sekolah

diketahui oleh semua kepala sekolah,

jelas sekali mereka terlibat terlalu

banyak dan dinia pendikan. Kekuatan

pendukung MBS ini beraneka ragam

di sekolah penelitian sampel ini. Visi

misi dan tujuan sekolah telah dipahami

dan diketahui betul oleh para kepala

sekolah karena mereka turut menyusun

dan mengoreksinya serta membantu

mensosialisasikannya. Kekuatan MBS

disekolah sampel berbeda-beda ada

yang mengandalkan sarana prasarana,

ada juga perangkat pembelajaran.

Namun 50% adalah kualifikasi

pendidik yang S1 dan mengajar sesuai

bidangnya.

Kelemahan sebagian besar

(70%) berkutat di perilaku masyarakat

Aceh, tidak mendukung selain

pemerintah juga belum maksimal

memberikan dana dan menyediakan

tenaga pengajar. Bentuk partisipasi

masyarakat selain moril dan materil

juga keamanan siswa, hadir dalam

rapat namun seluruh Kepala Sekolah

sepakat bahwa bantuan dalam bentuk

biaya (dana) tidak bisa diandalkan dari

para masyarakat. Sistem pengelolaan

manajemen dan kurikulum dijalankan

sesuai standar, tupoksi dan mengacu

pada faktor pendukung dan dasar

hukum.

Kerjasama yang dilakukan oleh

para kepala sekolah dan guru

dilakukan dengan baik dalam bentuk

(10)

dukungan serta kesempatan kepada

para guru untuk kreatif dan inovatif.

Bentuk kemandirian program

kesiswaaan dilakukan dengan cara

melibatkan siswa dengan tetap

mengacu pada visi missi sasaran dan

tujuan sehingga terbentuk PICK,

KRR, PMR, OSIS, Seni bahkan unit

kewirausahaan.

Pengelolaan program dan

kurikulum 60% sudah akuntabel,

sisanya sedang ditindak lanjuti dan

tidak akuntabel. Untuk kuantitas

pekerjaannya telah dilaksanakan

minimal 70% namun tidak ada yang

mencapai 90% lebih. Hal tersebut

terjadi karena kemampuan guru, dana,

masyarakat yang tidak pernah

diperhatikan oleh pemerintah dan

solusi yang diharapkan oleh para

kepala sekolah tersebut adalah dengan

meningkatkan disiplin, kemampuan

guru (SDM) dan siswa serta

kepeduliaan dari para stake holders.

Pelaksanaan program

dilakukan melalui musyawarah yang

dilakukan dengan membentuk MGMP

dan menegakkan disiplin, inovasi

pendidikan serta masalah-masalah

pendidikan juga sering dibahas. Untuk

berjalan efektif monev dilakukan

dengan memberikan sanksi pada setiap

yang melaggar proposal kerja dan

meminta pertanggung jawaban

penanggung jawab program tersebut.

Dan akhirnya hasilnya terjadi

peningkatan yang signifikan dan

positif, termasuk dalam bidang

prestasi akademik dan non akademik.

Sekolah dapat menghasilkan siswa

yang aktif dan inovatif serta

berprestasi dan diterima di PTN.

Selain itu para siswa mewakili

sekolah, kabupaten bahkan provinsi

untuk berbagai kejuaraan.

Seluruh hasil itu tentunya

berdampak positif terhadap sekolah

walaupun juga menimbulkan ekses

negative yaitu tanggung jawab sekolah

dalam segala hal menjadi penuh.

Namun secara umum hal tersebut tetap

memberikan respon yang baik, positif

dan menyenangkan bagi kepala

sekolah, bahkan tidak merasa MBS ini

menganggu kewenangan mereka para

kepala sekolah. Untuk kesejahteraan

personil juga meningkat, karena ada

banyak insentif dan penghargaan bagi

para personil yang bermutu kreatif.

Mereka pun bereaksi positf dengan

semakin bertanggung jawab dan

(11)

B. Manajemen Guru dan Personil

Sekolah

Pola sosialisasi yang dilakukan

para kepala sekolah yaitu dengan

rapat-rapat rutin maupun briefing pada

waktu tertentu. Para guru pun

dilibatkan penuh pada penyusunan visi

misi tujuan sasaran sekolah dan tentu

saja program yang diusulkan dan

dijalanakan sudah sesuai dengan

keinginan sekolah secara umum dan

kearifan lokal (kultur masyarakat)

serta melewati tahap SWOT dan

didukung oleh transparansi sistem

pengelolaan baik manajemen sekolah

maupun kesiswaan.

Program-program tersebut

dilaksanakan dengan jadwal dan waktu

yang telah diprediksi sebelumnya,

jikapun terjadi perubahan disesuiakan

kembali pelaksanaanya dan itu

menjadi tanggung jawab

masing-masing kepala program. Monev yang

dilakukan dalam bentuk pemantauan

secara kualitatif dan berjangka 1

bulan. Untuk bidang akademik dan

non akademik, sejalan dengan kepala

sekolah, seluruh guru sepakat hasilnya

sangat meningkat dan membanggakan

serta teratur. Tidak ada guru yang

tertekan dengan adanya MBS ini,

bahkan kesejahteraan personil

meningkat karena tersedianya dana

lebih dan secara garis besar seluruh

guru sepakat MBS ini berdampak

positif.

C. Komite Sekolah

Pola sosialisasi yang diterima

komite/masyarakat dalam bentuk rapat

(gabungan atau rutin) yang dilakukan

oleh sekolah. Serupa dengan guru para

komite juga dilibatkan dalam

penyusunan visi misi tujuan sasaran

sekolah sehingga mereke berpendaapat

program-program tersebut secara

umum baik, sesuai dan bisa

dijalankan. Untuk bidang keuangan,

hanya 40% komite yang tahu secara

lengkap laporannya, sedangkan

sebagian besar tidak tahu tentang

laporan keuangan lengkap sekolah tiap

tahunnya.

Para komite dan masyarakat

hanya bisa memberikan bantuan dalam

bentuk tenaga, material dan moril,

walaupun ada sebagian (20%)

memberikan bantuan dana. Walaupun

begitu mereka tetap berniat dan ingin

bekerjasama dengan tetap

mendungkung sekolah, menganalisis

kebutuhan sekolah serta ikut dalam

setiap rapat yang diadakan. Sedikit

kejanggalan, seluruh komite sekolah

sepakat adanya transparasi di sekolah,

(12)

menjawab tidak mengetahui secara

rinci dana yang masuk dan keluar,

terjadi inkosisten pada jawaban ini.

Menurut mereka lagi anggaran telah

sistematis dan teratur, dapat

dipertanggung jawab kan dan dikelola

dengan akuntabilitas yang tinggi.

Kemandirian penyusunan

program dengan membentuk sebuah

tim kerja kemudian tim ini diarahkan

untuk menyusun dan mengembangkan

program sehingga diharapkan hasil

yang diharapkan dapat meningkatkam

mutu, partisisipatif dan positif. Para

komite telah diakomodir dengan

pertemuan, Tanya jawab, rapat bahkan

dengan kotak saran yang disediakan.

Monev dilakan dengan mengajukan

pertanyaan, tinjauan langsung,

memantau bahkan intervensi secara

efektif. Dampak positif dari MBS ini

adalah target dan sistem pendidikan

lebih dipahami dan diterima oleh

masyarakat. Dan secara umum

masyarakat dan komite sangat

medukung dan memberikan respon

positif pada MBS ini.

KESIMPULAN

Kesimpulan diambil setelah

reduksi melalui beberapa temuan yang

cukup matang, penelitian ini sangat

menjujung tinggi objektivitas,

sehingga hasil penelitian dapat

bermamfaat bagi semua kalangan.

1. Kepala sekolah memiliki peran

yang kuat dalam

mengkoordinasikan, menggerakkan

dan menyerasikan semua sumber

daya pendidikan yang tersedia.

Kepemimpinana kepala sekolah

merupakan salah satu faktor yang

dapat mendorong sekolah untuk

dapat meujudkan visi, misi, tujuan

dan sasaran sekolahnya melalui

program-program yang

dilaksanakan secara terencana dan

bertahap.

2. Guru dan komite sekolah secara

bersama-sama ikut serta

penyusunan manajemen untuk

meningkatkan potensi belajar siswa

dalam menyusun program

perencanaan kegiatan. Kelemahan

terlihat dari kemampuan yang

dimiliki oleh guru dan komite

dalam hal melayani penggunaan

(13)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Arikunto, Suharsimi, (2002). Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.

Bedjo Sujanto, (2007). Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, Jakarta: CV. Sagung Seto.

Depertemen Pendidikan Nasional,

(2001). Manajemen

Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku 1 Jakarta. Depdiknas.

Depag RI, (2001). Perencanaan Pendidikan Menuju Madrasah Mandiri, Jakarta: Balitbang.

Dedi, Hamid, (2003). Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Purat Bahagia.

Duhou, Abu Ibtisam, (1999). School Based Management. Jakarta: Logos.

Fattah, Nanang, (2000). Manajemen Berbasis Sekolah, Andira, Bandung.

Gaffar, (1989), Perencanaan Pendidikan Teori dan Metodelogi. Jakarta: P2LPTK.

Huberman, (1992), Analisis Data Kualitatif, Terjemahan Tjetjeb Rohindi, Jakarta: Ui Press

Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi, (2001). Reformasi pendidikan dalam konteks otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicipta.

Mukhtar Dan Suparto, Widodo, (2003). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: CV. Fijamas.

Mulyasa, (2002). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: CV. Remaja Rosdakarta.

Mulyasa, E, (2003), Manajemen Berbasis Sekolah, Rosda Karya, Bandung.

Mulyasa. E, (2004). Menjadi Kepala Sekolah yang Profesional. Bandung. PT Remaja Rosda Karya.

Moleong, Lexy, J. (2000), Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rordakarya, Bandung.

Nasution, (1992) Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung : Tarsito.

Nurkolis, (2003). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana

Indonesia.

Nurkolis, (2005). Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: PT. Grasindo, cet ke 2.

Permadi, Dedi, (2001). Manajemen

Berbasis Sekolah Dan

Kepemimpinan Mandiri Kepala Sekolah, PT. Sara Panca Karya Nusa, Bandung.

Satori, Djam’an, (2001). Manajemen Berbasis Sekolah (School Baed Management) Basic Educational Project. Jawa Barat, Bandung.

(14)

Sidi, Indra Djati, (2003), Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Paramadina Jakarta.

Siagian, Sondang P. (1995). Manajemen Stratejik. Jakarta. Bina Aksara.

Siahaan. Dkk, (2006). Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah. Quantum Teaching. Ciputat.

Suryadi, Ace, (1998). Manajemen Pendidikan Nasional dalam Kerangka Kemandirian Bangsa. Idepdikbud. Jakarta.

Supriadi, dkk, (2001), Reformasi Pendidikan Dalam Kontek Otonomi Daerah, Adcita Karya Nusa,Yokyakarta.

Sujanto, Bedjo (2007). Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, Sagung Seto, Jakarta.

Supriadi, Dedi, (2003) Satuan Biaya

Pendidikan Dasar dan

Menengah, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suryosubroto, (2004). Manajemen Pendidikan di Sekolah, Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2004.

Referensi

Dokumen terkait

Peserta dapat mengganti persyaratan ini dengan menyampaikan Surat Keterangan Fiskal (SKF) yang dikeluarkan oleh KAntor Pelayanan Pajak dengan tanggal penerbitan paling

Berdasarkan Surat Penetapan Pelaksana Pengadaan Langsung Nomor Nomor : 050/10 PnL-8/1/A.AA.008/409.108/2016, tanggal 25 Februari 2016, untuk Pekerjaan Pemeliharaan Jalan

Mohon maaf sebelumnya,kalau boleh tahu berapa unit semua barang yang akan ditenderkan ini,apa betul seperti yang didalam dokumen semua dikalikan 2,kalau memang

Saidin, S.H, M.Hum., menyatakan bahwa merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atu diperdagangkan seseorang atau

Mengubah ketentuan dan menambah ketentuan baru dalam Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 1980 ten-tang Badan Pertimbangan Kepegawaian, sebagai berikut :g. Mengubah ketentuan dalam

Status gizi antara siswa SMP Negeri 1 Lembang dalam kategori gizi lebih.. Status gizi antara siswa SMP Negeri 2 Bandung dalam kategori gizi

[r]

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN HELLISON UNTUK MENGEMBANGKAN NILAI TANGGUNG JAWAB DALAM PEMBELAJARAN SENAM.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |