BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebagai negara yang baru merdeka pada tanggal 20 mei 2002, Timor Leste membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, terutama bidang pendidikan. Pendidikan Nasional tertuang dalam buku Rencana Pembangunan Nasional (RPN) bahwa “Pada tahun 2020 nanti, diharapkan rakyat Timor Leste berpendidikan cukup, sehat, produktif, demokratis dan mandiri, mening katkan nilai-nilai nasionalisme, non diskriminasi dan persamaan dalam konteks global (Jose, 2011). Hal ini sejalan dengan pendapat Presiden Timor Leste :
“Untuk hidup di era globalisasi ini, sebagai negara kecil kita harus berusaha sekuat mungkin untuk menanam modal lebih banyak lagi dibidang pendidikan, guna memproduksi atau menghasilkan orang-orang yang berkualitas” (Josefa, 2011).
merupakan masalah pokok yang akan menjamin perkem-bangan sekolah untuk meraih status ditengah-tengah persaingan dunia pendidikan yang kian keras, baik itu ditingkat SD, SMP, SMA maupun perguruan tinggi.
Sebagai salah satu sekolah swasta di Timor Leste, SMAK St. Petrus yang dikelola oleh Kongregasi Salesian, selama ini mempunyai prestasi dan mutu yang baik, namun semakin kerasnya persaingan antara sesama sekolah swasta maupun sekolah negeri yang ada, maka SMAK St. Petrus memerlukan strategi untuk mempertahankan mutu yang ada, bila perlu lebih ditingkatkan lagi. Untuk meningkatkan mutu pendidikan suatu sekolah ditentukan oleh komponen input, proses
dan output yang ada pada sekolah tersebut, dengan melakukan perbaikan secara berkesinambungan.
Untuk komponen input SMAK St. Petrus ditunjang oleh jumlah siswa tiap tahunnya selalu mencapai target, yang diambil berdasarkan seleksi yang dilakukan oleh sekolah. Selain itu fasilitas yang dimiliki sekolah sudah cukup memadai. Sedangkan output sekolah, kelulusan tiga tahun terakhir selalu mencapai 100% (tabel 1.1)
Tabel 1.1
Jumlah Murid Baru, % Kelulusan, dan peringkat sekolah Tahun Ajaran 2007/2008 – 2009/2010
Tahun Ajaran
Jumlah
murid baru Prosentase kelulusan
Sumber : data sekunder dari sekolah
target, namun cenderung tidak stabil jumlah yang mendaftar, dari 480 siswa yang mendaftar ditahun ajaran 2007/2008 turun menjadi 350 siswa ditahun ajaran 2008/2009, dan sedikit meningkat ditahun ajaran 2009/2010 menjadi 390 siswa. Sama halnya juga dengan prosentase kelulusan, walaupun tiap tahun selalu 100%, namun tidak membuat sekolah selalu berada pada peringkat pertama sekolah terbaik dibandingkan dengan sekolah swasta dan negeri lainnya.
Komponen output yang lain yaitu prestasi-prestasi dalam bidang ekstra kurikuler yang diperoleh, SMAK St. Petrus harus bersaing dengan SMA lain untuk menduduki peringkat pertama, hal ini dipengaruhi karena SMAK St. Petrus kurang memberikan porsi waktu yang cukup untuk kegiatan ekstrakurikuler seperti yang ada pada tabel 1.2 berikut ini:
Tabel 1.2
Peringkat Kegiatan Ekstra Kurikuler Antar SMA se Kota Dili
Tahun Olimpiade IPA
Cerdas Cermat
Basket Paduan Suara
2009 1 2 1 3
2010 1 3 2 2
2011 2 3 3 3
Sumber: Data Sekunder dari Sekolah
belum begitu banyak sehingga prestasi dalam bidang ekstrakurikulerpun tersendat.
Untuk komponen proses, ada beberapa masalah yang muncul khususnya dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) seperti yang diungkapkan seorang siswa kelas 3 IPA berikut:
“Sekolah ini memang mempunyai nama baik di mata masyarakat khususnya orang tua siswa karena prestasi-prestasi yang sudah diperoleh, tapi saya sebagai siswa merasa bahwa dalam KBM mayoritas guru cenderung menggunakan satu metode saja dalam pembelajaran sehingga kami merasa bosan untuk mengikuti pelajaran, buku referensi dalam bahasa Portuguespun sangat kurang jadi variasi latihan soalnya cuma yang itu-itu saja. Selain itu-itu untuk mata pelajaran eksata, guru lebih banyak memberikan teori tanpa praktek, padahal sekolah memiliki fasilitas laboratorium yang memadai.”
Dari apa yang disampaikan siswa menunjukkan ada rasa bosan dari siswa mengikuti pelajaran karena guru kurang mampu menggunakan variasi metode maupun variasi soal dalam KBM, apalagi buku referensi dalam bahasa Portugues sebagai penunjang belajar siswapun kurang. Fasilitas laboratorium yang memadai namun kemampuan guru yang kurang untuk memberikan praktekpun turut mengganggu dalam proses belajar mengajar. Keluhan siswa diataspun senada dengan apa yang disampaikan kepala sekolah berdasarkan berikut:
mencatat setelah itu baru dijelaskan karena buku pegangan siswa kurang. Penggunaan media/alat bantu dalam pembelajaran sangat jarang dilakukan. Selain itu guru bidang sejenis dijenjang kelas yang sama, memberikan soal tes untuk evaluasi dengan bobot yang berbeda sehingga kita kesulitan untuk menentukan kemampuan siswa.”
Masalah penggunaan bahasa Portugues sebagai bahasa pendidikan ini, menjadi hal yang mengganggu dalam proses pembelajaran. Karena tidak semua guru menguasai bahasa Portugues dengan baik. Bagaimana siswa bisa memahami materi yang diajarkan dengan baik jika guru sendiri tidak tahu bagaimana mengajarkan materi tersebut. Penggunaan media/alat bantupun sebenarnya bisa membantu dalam proses KBM namun guru kurang berusaha menerapkan itu dalam pembelajaran.
layanan, hal ini sependapat dengan apa yang dikatakan oleh wakil kepala sekolah:
“program-program yang dibuat kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas layanan sudah baik, namun itu percuma kalau dalam pelaksanaannya cuma satu dua orang guru yang terlibat sedangkan yang lain tidak mau tahu. Kepala sekolah juga kurang tegas dalam melakukan supervisi terhadap bendahara, administrasi dan laboran karena usaha perbaikan mutu itu bukan semata-mata oleh guru namun semua orang yang terlibat didalam sekolah.”
Perbaikan mutu membutuhkan keterlibatan seluruh staf, namun kenyataannya dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang terjadi disekolah guru yang menjadi panitia saja yang bekerja sedangkan yang lain tidak peduli. Bendaharapun jarang sekali memberikan laporan keuangan yang rutin. Petugas administrasi kadang kesulitan mencari berkas ijasah atau surat-surat lain yang dibutuhkan siswa karena penataan ruang yang kurang memadai. Hal ini tentu bisa menghambat usaha-usaha peningkatan mutu disekolah tersebut.
Beberapa penelitian tentang mutu pendidikan yang sudah dilakukan di Indonesia dengan menggunakan analisis SWOT untuk memperoleh strategi yang tepat antara lain oleh Remiasa (2008) yang melakukan penelitian di jurusan perhotelan Universitas Kristen Petra Surabaya, Wulanningrum (2006) di SD Kristen Tritunggal Semarang, Deliyanti (2009) dalam penelitian di SD Kristen Satya Wacana, Sumarni (2011) pada SMP Kristen Satya Wacana Salatiga, dan Ramli (2010) di MA Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan, sama-sama memberikan strategi agresif dalam usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu diatas yang mana analisis SWOT sudah diterapkan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada sekolah-sekolah yang sudah maju dan terkenal di Indonesia, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian menggunakan analisis SWOT untuk membuat rencana strategis sebagai upaya peningkatan mutu pada SMAK St. Petrus Comoro Dili.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang bisa diangkat dalam penelitian ini yaitu :
1. Apa saja yang menjadi faktor kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman, bagi peningkatan mutu sekolah di SMAK St. Petrus Comoro Dili dengan analisis SWOT.
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Menganalisis faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman bagi peningkatan mutu sekolah di SMAK St. Petrus Comoro Dili dengan analisis SWOT.
2. Mengembangkan rencana strategis yang tepat untuk meningkatkan kualitas sekolah di SMAK St. Petrus Comoro Dili berdasarkan hasil analisis SWOT.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis
Memberi alternatif wawasan tentang peningkatan kualitas sekolah melalui penyusunan rencana strategis berdasarkan hasil analisis SWOT.
1.4.2Manfaat Praktis
1. Sebagai pedoman bagi sekolah untuk menjalankan strategis yang tepat bagi peningkatan mutu di SMAK St. Petrus Comoro untuk jangka pendek dan jangka menengah.