• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU KEPATUHAN PENGOBATAN PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS RANGKAH SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU KEPATUHAN PENGOBATAN PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS RANGKAH SURABAYA."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU KEPATUHAN PENGOBATAN PADA PENDERITA DIABETES

MELLITUS DI PUSKESMAS RANGKAH SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata

Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Firani Dwi Putri B07212049

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

INTISARI

Judul : Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Kepatuhan Pengobatan Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Puskesmas Rangkah Surabaya

Nama : Firani Dwi Putri

NIM : B07212049

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara Kontrol Diri dengan Perilaku Kepatuhan Pengobatan pada penderita Diabetes Mellitus di Puskesmas Rangkah Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional dengan metode analisis data yang digunakan adalah analisis korelasional Product Momen. Sedangkan perhitungan dilakukan dengan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows versi 16.00. koefisien korelasi yang diperoleh yaitu sebesar 0,987 dengan taraf signifikansi 0,01 (2-tailed) . Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala kontrol diri dan skala perilaku kepatuhan pengobatan. Subjek penelitian ini adalah pasien yang menjalani rawat jalan di Puskesmas Rangkah Surabaya, sampel yang diambil berjumlah 60 sampel dari jumlah rata-rata populasi 604, melalui teknik pengambilan sampling yaitu accidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan signifikansi sebesar 0,000. Karena 0,000 < 0,05 maka Ha diterima, dan Ho ditolak. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kontrol diri dengan kepatuhan pengobatan pada penderita Diabetes Mellitus di Puskesmas Rangkah Surabaya.

(7)

xiii ABSTRACT

The purpose of this research is to know whether there is the relationship between self-control with the behavior compliance treatment in people with Diabetes Mellitus in Puskesmas Rangkah Surabaya. The research is research quantitative correlational with the method of analysis the data used was analysis of correlational product moment. While calculation done with the program statistical product and service solution (SPSS) for windows version 16.00. A correlation coefficient obtained is as much as 0,987 with the economic situation of significance 0.01 ( 2-tailed ). This research using a technique data collection of scale self-control and scale of behavior compliance treatment. The subject of study this is patients who underwent outpatient at Puskesmas Rangkah Surabaya, samples to be taken were 60 sample than the average number of population 604, through technique the sampling namely accidental sampling. The research results show significance of 0,000. Because 0,000 < 0.05 so ha accepted , and ho rejected. It means there are a significant relation exists between self-control with compliance treatment in people with Diabetes Mellitus in Puskesmas Rangkah Surabaya.

(8)

3. Cara Mengurangi Ketidakpatuhan ...20

4. Cara Meningkatkan Kepatuhan...21

5. Aspek-aspek Kepatuhan...24

B. Kontrol Diri...24

1. Pengertian Kontrol Diri...24

2. Faktor-faktor Kontrol Diri ...27

3. Aspek-aspek Kontrol Diri ...29

C. Hubungan Kontrol Diri dengan Kepatuhan Pengobatan ...31

D. Kerangka Teoritik ...33

E. Hipótesis ...35

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional ...36

a. Variabel Penelitian...36

b. Definisi Operasional ...36

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ...37

C. Teknik Pengumpulan Data...40

D. Validitas dan Reliabilitas ...41

(9)

viii BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Subjek ...51

B. Deskripsi dan Reliabilitas Data...54

1. Deskripsi Responden ...54

2. Deskripsi Data...56

3. Validitas Data...59

4. Reliabilitas Data...63

C. Hasil Penelitian ...65

D. Pembahasan ...69

BAB V PENUTUP A. Simpulan ...75

B. Saran ...75

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue Print Try Out Skala Kontrol Diri...42

Tabel 3.2 Hasil Seleksi Aitem Skala Kontrol Diri pada Subjek Try Out...43

Tabel 3.3 Blue Print Try Out Skala Kepatuhan Pengobatan...44

Tabel 3.4 Hasil Seleksi Aitem Skala Kepatuhan Pengobatan...45

Tabel 3.5 Reliabilitas Statistik Try Out ...47

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan ...53

Tabel 4.2 Deskripsi Jenis Kelamin ...54

Tabel 4.3 Deskripsi Usia...55

Tabel 4.4 Deskripsi Pekerjaan ...56

Tabel 4.5 Deskriptif Statistik ...57

Tabel 4.6 Hasil Kategorisasi Variabel Kontrol Diri ...58

Tabel 4.7 Hasil Kategorisasi Variabel Kepatuhan Pengobatan ...58

Tabel 4.8 Blue Print Valid Skala Kontrol Diri ...59

Tabel 4.9 Daya Diskriminasi Aitem Kontrol Diri...60

Tabel 4.10 Blue Print Valid Skala Kepatuhan Pengobatan ...61

Tabel 4.11 Daya Diskriminasi Aitem Kepatuhan Pengobatan ...62

Tabel 4.12 Reliabilitas Statistik ...64

Tabel 4.13 Hasil Uji Normalitas ...66

Tabel 4.14 Hasil Uji Linieritas...67

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Aitem Try Out Kepatuhan Pengobatan ...80

LAMPIRAN 2 Aitem Try Out Kontrol Diri ...83

LAMPIRAN 3 Data Mentah Try Out Kepatuhan Pengobatan ...86

LAMPIRAN 4 Data Dikotomik Try Out Kepatuhan pengobatan ...88

LAMPIRAN 5 Data Mentah Try Out Kontrol Diri ...90

LAMPIRAN 6 Data Dikotomik Try Out Kontrol Diri ...92

LAMPIRAN 7 Validitas Try Out Kepatuhan Pengobatan ...94

LAMPIRAN 8 Validitas Try Out Kontrol Diri...97

LAMPIRAN 9 Reliabilitas Try Out Kepatuhan Pengobatan...100

LAMPIRAN 10 Reliabilitas Try Out Kontrol diri...102

LAMPIRAN 11 Aitem Valid Kepatuhan Pengobatan...104

LAMPIRAN 12 Aitem Valid Kontrol Diri ...107

LAMPIRAN 13 Data Mentah Kepatuhan Pengobatan ...110

LAMPIRAN 14 Data DikotomiK Kepatuhan Pengobatan ...113

LAMPIRAN 15 Data Mentah Kontrol Diri ...116

LAMPIRAN 16 Data Dikotomik Kontrol Diri ...119

LAMPIRAN 17 Uji Kolmogorof Smirnof...122

LAMPIRAN 18 Uji Linieritas ...123

LAMPIRAN 19 Uji Korelasi Product Momen ...126

LAMPIRAN 20 Uji Deskripsi ...127

LAMPIRAN 21 Reliabilitas Kepatuhan Pengobatan ...128

LAMPIRAN 22 Reliabilitas Kontrol Diri...130

LAMPIRAN 23 Variabel Kepatuhan Valid dan Tidak Valid...132

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seiring dengan adanya perubahan gaya hidup masyarakat seperti

mengkonsumsi makanan dengan kadar lemak tinggi, merokok, kegiatan

yang tidak mengenal batas waktu yang diiringi juga dengan adanya

kemajuan dalam bidang perdagangan dan teknologi. Hal ini berdampak

pada pengurangan aktifitas fisik yang sehat seperti kurang bergerak dan

sistem indera yang cenderung tidak digunakan secara maksimal.

Pengurangan aktifitas fisik yang sehat berdampak munculnya berbagai

penyakit kronis di masyarakat.

Salah satu penyakit kronis yang dapat terjadi adalah Diabetes

Mellitus atau penyakit gula darah. Nama Diabetes Mellitus diperoleh dari

bahasa latin yang berasal dari kata Yunani, diabetes berarti pencuran, dan

mellitus berarti madu, karena gambaran yang paling nyata dari seorang

penderita diabetes yang tidak terawat adalah bahwa orang tersebut

mengeluarkan sejumlah besar urine yang mengandung kadar gula yang

tinggi (Leslie, 1994). Presiden Federensi Diabetes International, Piere

(14)

2

Diabetes adalah suatu kondisi kronis yang terjadi ketika tubuh

tidak dapat menghasilkan cukup insulin atau tidak dapat menggunakan

insulin. Dan diagnosisnya dengan cara mengamati peningkatan kadar

glukosa darah. Insulin adalah hormon yang diproduksi di prankreas yang

mana dibutuhkan untuk mengangkut glukosa dari aliran darah ke sel-sel

tubuh dimana ia digunakan sebagai energi. Kurangnya atau tidak

efektifnya insulin pada penderita diabetes yang berarti bahwa glukosa

tetap beredar di dalam darah. Seiring waktu, tingkat tinggi yang dihasilkan

dari glukosa dalam darah dikenal sebagai hiperglikemia yang menyebabkan kerusakan di banyak jaringan dalam tubuh dan mengarah

pada komplikasi kesehatan yang mengancam jiwa. (IDF, 2015)

Diabetes termasuk salah satu keadaan darurat kesehatan global

terbesar dari abad 21. Setiap tahun semakin banyak orang yang hidup

dengan kondisi ini, kondisi yang dapat mengakibatkan komplikasi yang

mengubah hidup. Selain 415 juta orang dewasa yang diperkirakan saat ini

memiliki diabetes, ada 318 juta orang dewasa dengan gangguan toleransi

glukosa, yang menempatkan mereka pada resiko tinggi dalam

pengembangan penyakit di masa depan. (IDF, 2015)

Fenomena dalam kehidupan sekarang, Diabetes termasuk salah

satu penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah serius kesehatan

masyarakat, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Berdasarkan

(15)

3

Diabetes mencapai 285 juta dan terus meningkat hingga 438 juta pada

tahun 2030. Lebih besar dari populasi penduduk di seluruh Eropa pada

saat ini. Di Indonesia berdasarkan data WHO jumlah penderita Diabetes

tipe-2 atau NIDDM(Non Insulin Dependent Diabetes)meningkat tiga kali lipat dalam 10 tahun dan pada 2010 telah mencapai 21,3 juta

orang.berbeda dengan tahun 2000, yang jumlah penderitanya baru

mencapai 8,4 juta orang. (http://www.detik-healthy.com)

Diabetes merupakan salah satu penyakit tidak menular yang jadi

perhatian dunia. Pada 2015 saja, persentase orang dewasa dengan diabetes

adalah 8,5 persen dari populasi dunia atau ada satu diantara 11 orang

dewasa menyandang diabetes. Jika dibiarkan, akan ada 1 dari 10 orang

diabetesi pada 2040. Pengidap diabetes di Indonesia juga tidak sedikit.

Pada diabetes tipe 2 gaya hidup tidak sehat menjadi alasan terus

bertambahnya orang yang terkena diabetes. Padahal sekitar 80 persen

kejadian diabetes bisa dicegah. (www.liputan6.com)

Di wilayah Asia Tenggara, 24,2% dari semua hidup kelahiran

dipengaruhi oleh glukosa darah tinggi selama kehamilan. Di wilayah

Timur Tengah dan Afrika Utara, dua dari lima orang dewasa dengan

diabetes yang tidak terdiagnosis. Sedangkan di wilayah Amerika Selatan

dan Tengah, jumlah penderita diabetes akan meningkat 65% pada tahun

(16)

4

Global status report on NCD World Health Organization (WHO)

tahun 2010 melaporkan bahwa 60% penyebab kematian semua umur di

dunia adalah karena Penyakit Tidak Menular (PTM). Diabetes menduduki

peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian. Sekitar 1,3 juta orang

meninggal akibat diabetes dan 4% meninggal sebelum usia 70 tahun. Pada

tahun 2030 diperkirakan Diabetes menempati urutan ke-7 penyebab

kematian di dunia. Sedangkan untuk di Indonesia diperkirakan pada tahun

2030 akan memiliki penyandang Diabetes sebanyak 21,3 juta jiwa.

(www.depkes.go.id)

Dalam rentang waktu 2014-2015, Indonesia menduduki peringkat

ke-7 penderita diabetes mellitus di seluruh dunia. Berdasarkan data World

Diabetes Foundation 2014 hingga 2015, disebutkan bahwa sebanyak 382

juta jiwa di Indonesia merupakan penyandang diabetes mellitus. Jumlah

penderita diabetes ini diperkirakan masih akan meningkat menjadi 592

juta jiwa pada 2035. Atau dengan kata lain 1 dari 10 orang adalah

penderita diabetes mellitus. Dareah Jawa Timur yang mempunyai angka

DM tinggi yaitu Surabaya yang berada di peringkat pertama dengan

14.377 kasus pertahun. Fenomena ini sudah sangat perlu diintervensi

karena penyakit diabetes mellitus adalah penyakit yang menyebabkan

berbagai jenis komplikasi mematikan, seperti jantung dan stroke.

(metrotvnews.com)

(17)

5

dapat mempengaruhi perkembangan kemajuan bangsa Indonesia.

Kemajuan suatu Negara ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia

yang baik, sehat dan unggul. Beberapa upaya pencegahan dapat dilakukan

agar terhindar dari penyakit Diabetes, baik secara primer maupun

sekunder. Pencegahan primer yaitu berupa pencegahan melalui modifikasi

gaya hidup seperti pola makan yang sesuai, aktifitas fisik yang memadai

atau olahraga. Adapun pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan

pengecekan atau kontrol fisik, pengecekan urine, penghentian merokok bagi penderita yang merokok. (http://www.detik-healthy.com)

Dimas SaifuNurfazah (2013) dalam penelitiannya tentang

“Kepatuhan Penderita Diabetes Mellitus Dalam Menjalani Terapi Olahraga Dan Diet” menjelaskan bahwa keberhasilan suatu pengobatan

baik secara primer maupun sekunder, sangat dipengaruhi oleh kepatuhan

penderita DM untuk menjaga kesehatannya. Dengan kepatuhan yang baik,

pengobatan secara primer maupun sekunder dapat terlaksana secara

optimal dan kualitas kesehatan bisa tetap dirasakan. Sebabnya apabila

penderita DM tidak mempunyai kesadaran diri untuk bersikap patuh maka

hal tersebut dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan yang

berakibat pada menurunnya kesehatan. Bahkan akibat ketidakpatuhan

dalam menjaga kesehatan, dapat berdampak pada komplikasi penyakit DM

dan bisa berujung pada kematian.

Neil Niven (2012), menyatakan bahwa profesional kesehatan

(18)

6

pasien mereka dalam menaati nasihat medis. Meskipun bila pasien telah

memberikan upaya yang dapat dipertimbangkan dalam mencari bantuan

kesehatan. Kesempatan ini sangat tinggi dimana nasihat yang diberikan

akan diabaikan atau disalahterapkan. Dunbar & Stunkard (dalam Neil

Niven, 2012) mengemukakan bahwa saat ini ketidakpatuhan pasien telah

menjadi masalah serius yang dihadapi tenaga kesehatan profesional. Oleh

karena itu penting untuk diketahui tentang tingkat ketidakpatuhan.

Sacket (Dalam Neil Niven, 2012) mendefinisikan kepatuhan pasien

sebagai “sejauhmana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan.” Pasien mungkin tidak mematuhi

tujuan atau mungkin melupakan begitu saja atau salah mengerti instruksi

yang diberikan.

Ian P. Albery (2011), mengemukakan kepatuhan mengacu kepada

situasi ketika perilaku seorang individu sepadan dengan tindakan yang

dianjurkan atau nasehat yang diusulkan oleh seorang praktisi kesehatan

atau informasi yang diperoleh dari suatu sumber informasi lainnya.

Dinicola dan Dimetto (Dalam Neil Niven, 2012) mengemukakan

bahwa perilaku kepatuhan sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, oleh karena

itu perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah

perilaku tetapi juga mempertahankan perilaku tersebut. Sikap

pengontrolan diri membutuhkan pemantauan terhadap diri sendiri, evaluasi

(19)

7

tersebut. Dimana penting untuk mengembangkan perasaan mampu, bisa

mengontrol diri dan percaya pada diri sendiri.

Tangney (dalam Iga Serpianing, 2012) menyatakan bahwa kontrol

diri merupakan kemampuan individu untuk menentukan perilakunya

berdasarkan standar tertentu seperti moral, nilai, dan aturan di masyarakat

agar mengarah pada perilaku positif. Dan Evi Aviyah (2014)

mengemukakan bahwa kontrol diri dapat diartikan sebagai suatu aktivitas

pengendalian tingkah laku. Kemampuan untuk menyusun, membimbing,

mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa

individu ke arah konsekuensi positif.

Sedangkan menurut Chaplin (dalam Sari Dewi, 2012) self control sebagai kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan

untuk menekan, merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsive.

Dimanaself controlini penting untuk dikembangkan karena individu tidak hidup sendiri melainkan bagian dari kelompok masyarakat. Individu

mampu mengontrol diri berarti individu memilikiself control.

Derajat ketidakpatuhan bervariasi sesuai dengan apakah

pengobatan tersebut kuratif atau prefentif, jangka panjang atau jangka

pendek. Sackett & Snow (dalam Neil Niven, 2012) menemukan bahwa

ketaatan terhadap 10 hari jadwal pengobatan adalah mengobati, dan

60-70% dengan tujuan pengobatannya adalah pencegahan. Kegagalan untuk

(20)

8

akut, dimana derajat ketidakpatuhannya rata-rata 50% dan derajat tersebut

bertambah buruk sesuai waktu.

Berdasarkan permasalahan di atas, serta mengingat pentingnya

kontrol diri dan peran perilaku kepatuhan, maka penelitian dengan tema

hubungan antara kontrol diri dan perilaku kepatuhan ini urgent untuk dilakukan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang

akan diteliti dalam penelitian ini adalah, “Apakah terdapat Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Perilaku Kepatuhan Pengobatan Pada

Penderita Diabetes Mellitus”.

C. TUJUAN

Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini

adalah untuk menguji secara empiris hubungan antara kontrol diri dengan

perilaku kepatuhan pengobatan pada penderita diabetes mellitus.

D. MANFAAT

Dari hasil penelitian ini, diharapkan akan memperoleh manfaat

teoritis dan praktis sebagai berikut:

1 Manfaat Teoritis

Melalui hasil penelitian ini, diharapkan dapat memperluas

wawasan penelitian pada bidang ilmu psikologi, khususnya ilmu psikologi

(21)

9

selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan perilaku kepatuhan

pengobatan bagi penderita diabetes, dan kontrol diri pada penderita

diabetes mellitus.

2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sarana bagi penderita

diabetes mellitus dalam memahami perilaku serta sebagai masukan dan

pertimbangan dalam penelitian tentang perilaku kepatuhan yang

dihubungkan dengan faktor kontrol diri penderita diabetes mellitus. Selain

itu penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan terutama bagi

para penderita diabetes mellitus untuk dapat mengendalikan segala bentuk

perilakunya, khususnya perilaku yang mengarah pada ketidakpatuhan

dalam hal pengobatan maupun pencegahan penyakit.

E. KEASLIAN PENELITIAN

Penelitian tentang hubungan kontrol diri dengan perilaku

kepatuhan terhadap pengobatan pada penderita diabetes mellitus

sepengetahuan peneliti belum pernah diteliti, namun ada beberapa

penelitian sebelumnya yang mirip dengan penelitian ini. Beberapa yang

mirip dengan penelitian ini diantaranya:

Penelitian terkait kontrol diri pada penderita diabetes mellitus

pernah dilakukan oleh Destriana Nurcahyani, dkk (2007) dari Universitas

(22)

10

penderita diabetes mellitus. Perbedaan dengan peneliti terletak pada

variabelnya. Variabel dalam penelitian ini adalah afek positif dan kontrol

diri. Dari hasil uji efektivitas menunjukkan hasil yang signifikan, yang

menunjukkan adanya hubungan antara afek positif dengan kontrol diri

pada penderita diabetes mellitus.

Penelitian serupa dilakukan oleh Ratu Lensi, dkk (2014). Penelitian

tersebut membahas “Hubungan antara Persepsi Penyakit dengan Kontrol Diri pada Penderita Diabetes yang Memiliki Riwayat Keturunan”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi

penyakit dengan kontrol diri pada penderita diabetes. Hal yang menjadi

beda dengan peneliti adalah terletak pada variabel yang mana penelitian

tersebut menggunakan variabel persepsi penyakit dan kontrol diri. Hasil

uji analisis korelasi antara variabel persepsi penyakit dengan kontrol diri

pada sampel penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan diantara keduanya.

Sedangkan penelitian terkait kepatuhan dilakukan oleh Yesti

Kristianingrum, dkk (2011) membahas tentang “Dukungan Keluarga dan Kepatuhan Minum Obat pada orang dengan Diabetes Mellitus” yang menunjukkan adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan

kepatuhan minum obat. Perbedaan dengan peneliti terletak pada

variabelnya. Variabel dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga dan

(23)

11

adanya hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan

kepatuhan minum obat pada orang dengan Diabetes Mellitus.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Putu Kenny Rani

Evadewi, dkk (2013) dari Universitas Udayana membahas tentang

“Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Pasien Hipertensi Di Denpasar Ditinjau Dari Kepribadian Tipe A dan Tipe B”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparatif atau metode yang digunakan

untuk mengetahui perbedaan antara dua variabel. Perbedaan dengan

peneliti adalah terletak pada metode dan subjeknya. Hasil dari penelitian

tersebut menyatakan bahwa terdapat perbedaan kepatuhan mengkonsumsi

obat secara signifikan antara kepribadian tipe A dengan kepribadian tipe

B.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Husnah, dkk (2014) yang

membahas “Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Pasien Diabetes Mellitus dalam Menjalani terapi Di RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional dengan desain cross sectional survey. Perbedaan dengan peneliti terletak pada variabelnya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pengetahuan dan kepatuhan terapi. Hasil penelitian tersebut menyatakan

terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan

pelaksanaan terapi. Semakin baik tingkat pengetahuan pasien tentang

(24)

12

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Johannes H. Saing

(2010) membahas tentang “Tingkat Pengetahuan, Perilaku, dan Kepatuhan Berobat Orang Tua dari Pasien Epilepsi Anak di Medan”. Penelitian tersebut menggunakan metode studi deskriptif. Perbedaan

dengan peneliti terletak pada metode dan subjek. Subjek dalam penelitian

tersebut adalah orang tua dari anak pasien epilepsi. Dari hasil penelitian

tersebut menyatakan bahwa kepatuhan berobat pada orang tua dan

pengasuh dari pasien epilepsi pada umumnya adalah baik.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Rossana Bellawati

Sugiarto, dkk (2012) yang membahas tentang “ Kepatuhan Kontrol dengan Tingkat Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit Baptis Kediri”. Pembahasan tersebut mengacu pada bagaimana kepatuhan kontrol dengan tingkat kadar gula darah pasien Diabetes

Mellitus di Rumah sakit Baptis Kediri. Perbedaan dengan peneliti adalah

terletak pada variabelnya yang mana variabel dalam penelitian tersebut

adalah kepatuhan kontrol dan tingkat kadar gula darah. Dari hasil

penelitian tersebut melalui uji statistik didapatkan bahwa tidak ada

hubungan antara kepatuhan kontrol dengan tingkat kadar gula darah pada

pasien diabetes mellitus di klinik penyakit dalam Rumah Sakit Baptis

Kediri.

Penelitian serupa dilakukan oleh Nurina Dewi Pratita, dkk (2012)

(25)

13

Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2”. Perbedaan dengan peneliti terletak pada variabelnya. Variabel dalam penelitian ini adalah dukungan

pasangan,Health Locus Of Controldan kepatuhan dalam menjalani proses pengobatan. Dari hasil penelitian tersebut berdasarkan analisis data

diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang positif antara

dukungan pasangan dan Health Locus Of Control dengan Kepatuhan dalam menjalani proses pengobatan pada penderita diabetes mellitus tipe

2.

Selanjutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Toto Siswantoro

(2012) penelitian tersebut membahas tentang “Analisis Pengaruh Predisposing, Enabling dan Reinforcing Factors terhadap Kepatuhan Pengobatan TB Paru di Kabupaten Bojonegoro”. Yang menjadi berbeda dengan peneliti yaitu terletak pada variabel dan subjek. Yang mana

penelitian tersebut menggunakan subjek penderita TB paru. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan penderita TB paru di

Kabupaten Bojonegoro sebagian besar mempunyai tingkat pengetahuan

baik dan cukup.

Dan juga penelitian yang dilakukan oleh Syailendrawati, dkk

(26)

14

dukungan dan kepatuhan pengobatan. Penelitian tersebut merupakan

penelitian eksplanatif yang ditujukan untuk menjelaskan suatu fenomena

yang meliputi pengetahuan mengenai mengapa fenomena itu ada atau apa

yang menyebabkan fenomena itu sendiri. Hasil analisis menunjukkan

bahwa adanya pengaruh keterlibatan aktif dalam kelompok dukungan

terhadap tingkat kepatuhan pengobatan terkait dengan fungsi kelompok

dukungan itu sendiri diantaranya mendapatkan dukungan sosial.

Hal yang menjadi perbedaan dengan penelitian yang pernah ada

adalah penelitian ini melibatkan variabel kontrol diri dengan perilaku

kepatuhan. Kontrol diri merupakan variabel yang diharapkan mampu

menunjukkan kemampuan subjek penelitian dalam mengarahkan

perilakunya sesuai dengan aturan pengobatan dan terapi dari professional

kesehatan. Selanjutnya kontrol diri diasumsikan sebagai faktor penting

untuk mendukung perilaku kepatuhan pengobatan pada penderita diabetes

(27)

15 BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kepatuhan 1. Pengertian

Ada beberapa macam terminologi yang biasa digunakan dalam

literatur untuk mendeskripsikan kepatuhan pasien diantaranya compliance, adherence, dan persistence. Compliance adalah secara pasif mengikuti saran dan perintah dokter untuk melakukan terapi yang sedang dilakukan

(Osterberg & Blaschke dalam Nurina, 2012). Adherence adalah sejauh mana pengambilan obat yang diresepkan oleh penyedia layanan kesehatan.

Tingkat kepatuhan (adherence) untuk pasien biasanya dilaporkan sebagai persentase dari dosis resep obat yang benar-benar diambil oleh pasien

selama periode yang ditentukan (Osterberg & Blaschke dalam Nurina,

2012).

Di dalam konteks psikologi kesehatan, kepatuhan mengacu kepada

situasi ketika perilaku seorang individu sepadan dengan tindakan yang

dianjurkan atau nasehat yang diusulkan oleh seorang praktisi kesehatan

atau informasi yang diperoleh dari suatu sumber informasi lainnya seperti

nasehat yang diberikan dalam suatu brosur promosi kesehatan melalui

suatu kampanye media massa (Ian & Marcus, 2011).

Para Psikolog tertarik pada pembentukan jenis-jenis faktor-faktor

(28)

16

juga penting perilaku yang tidak patuh. Pada waktu-waktu belakangan ini

istilah kepatuhan telah digunakan sebagai pengganti bagi pemenuhan

karena ia mencerminkan suatu pengelolaan pengaturan diri yang lebih

aktif mengenai nasehat pengobatan (Ian & Marcus, 2011).

Menurut Kozier (2010) kepatuhan adalah perilaku individu

(misalnya: minum obat, mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya

hidup) sesuai anjuran terapi dan kesehatan. Tingkat kepatuhan dapat

dimulai dari tindak mengindahkan setiap aspek anjuran hingga mematuhi

rencana.

Sedangkan Sarafino (dalam Yetti, dkk 2011) mendefinisikan

kepatuhan sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan

perilaku yang disarankan oleh dokternya. Dikatakan lebih lanjut, bahwa

tingkat kepatuhan pada seluruh populasi medis yang kronis adalah sekitar

20% hingga 60%. Dan pendapat Sarafino pula (dalam Tritiadi, 2007)

mendefinisikan kepatuhan atau ketaatan (compliance atau adherence) sebagai: “tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternyaatau oleh orang lain”.

Pendapat lain dikemukakan oleh Sacket (Dalam Neil Niven, 2000)

mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai “sejauhmana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan”.

Pasien mungkin tidak mematuhi tujuan atau mungkin melupakan begitu

(29)

17

Kemudian Taylor (1991), mendefinisikan kepatuhan terhadap

pengobatan adalah perilaku yang menunjukkan sejauh mana individu

mengikuti anjuran yang berhubungan dengan kesehatan atau penyakit.

Dan Delameter (2006) mendefinisikan kepatuhan sebagai upaya

keterlibatan aktif, sadar dan kolaboratif dari pasien terhadap perilaku yang

mendukung kesembuhan.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku

kepatuhan terhadap pengobatan adalah sejauh mana upaya dan perilaku

seorang individu menunjukkan kesesuaian dengan peraturan atau anjuran

yang diberikan oleh professional kesehatan untuk menunjang

kesembuhannya.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut Kozier (2010), faktor yang mempengaruhi kepatuhan

adalah sebagai berikut:

a. Motivasi klien untuk sembuh

b. Tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan

c. Persepsi keparahan masalah kesehatan

d. Nilai upaya mengurangi ancaman penyakit

e. Kesulitan memahami dan melakukan perilaku khusus

f. Tingkat gangguan penyakit atau rangkaian terapi

g. Keyakinan bahwa terapi yang diprogramkan akan membantu

atau tidak membantu

(30)

18

i. Warisan budaya tertentu yang membuat kepatuhan menjadi

sulit dilakukan

j. Tingkat kepuasan dan kualitas serta jenis hubungan dengan

penyediaan layanan kesehatan

Sedangkan menurut Neil (2000), Faktor-faktor yang

mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian:

a. Pemahaman Tentang Instruksi

Tak seorang pun dapat mematuhi instruksi jika ia

salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Lcy

dan Spelman (dalam Neil, 2000) menemukan bahwa lebih

dari 60% yang diwawancarai setelah bertemu dengan

dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan pada

mereka. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan

professional kesehatan dalam memberikan informasi yang

lengkap, penggunaan istilah-istilah media dan memberikan

banyak instruksi yang harus diingat oleh pasien.

b. Kualitas Interaksi

Kualitas interaksi antara professional kesehatan dan

pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan

derajat kepatuhan. Korsch & Negrete (Dalam Neil, 2000)

telah mengamati 800 kunjungan orang tua dan

(31)

19

memastikan apakah ibu-ibu tersebut melaksankan

nasihat-nasihat yang diberikan dokter, mereka menemukan bahwa

ada kaitan yang erat antara kepuasaan ibu terhadap

konsultasi dengan seberapa jauh mereka mematuhi nasihat

dokter, tidak ada kaitan antara lamanya konsultasi dengan

kepuasaan ibu. Jadi konsultasi yang pendek tidak akan

menjadi tidak produktif jika diberikan perhatian untuk

meningkatkan kualitas interaksi.

c. Isolasi Sosial dan Keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat

berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai

kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang

program pengobatan yang dapat mereka terima. Pratt

(dalam Neil, 2012) telah memperhatikan bahwa peran yang

dimainkan keluarga dalam pengembangan kebiasaan

kesehatan dan pengajaran terhadap anak-anak mereka.

Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan

mengenai perawatan dari anggota keluarga yang sakit.

d. Keyakinan, Sikap dan Keluarga

Becker (dalam Neil, 2012) telah membuat suatu

usulan bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk

memperkirakan adanya ketidakpatuhan. Mereka

(32)

20

penelitian bersama Hartman dan Becker (1978) yang

memperkirakan ketidakpatuhan terhadap ketentuan untuk

pasien hemodialisa kronis. 50 orang pasien dengan gagal

ginjal kronis tahap akhir yang harus mematuhi program

pengobatan yang kompleks, meliputi diet, pembatasan

cairan, pengobatan, dialisa. Pasien-pasien tersebut

diwawancarai tentang keyakinan kesehatan mereka dengan

menggunakan suatu model. Hartman dan Becker

menemukan bahwa pengukuran dari tiap-tiap dimensi yang

utama dari model tersebut sangat berguna sebagai peramal

dari kepatuhan terhadap pengobatan.

1 Cara-cara Mengurangi Ketidakpatuhan

Dinicola dan Dimatteo (dalam Neil, 2000) mengusulkan rencana

untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien antara lain:

a. Mengembangkan tujuan dari kepatuhan itu sendiri, banyak

dari pasien yang tidak patuh yang memiliki tujuan untuk

mematuhi nasihat-nasihat pada awalnya. Pemicu

ketidakpatuhan dikarenakan jangka waktu yang cukup lama

serta paksaan dari tenaga kesehatan yang menghasilkan

efek negatif pada penderita sehingga awal mula pasien

mempunyai sikap patuh bisa berubah menjadi tidak patuh.

(33)

21

b. Perilaku sehat, hal ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan,

sehingga perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan

hanya untuk mengubah perilaku, tetapi juga

mempertahankan perubahan tersebut. Kontrol diri, evaluasi

diri dan penghargaan terhadap diri sendiri harus dilakukan

dengan kesadaran diri. Modifikasi perilaku harus dilakukan

antara pasien dengan pemberi pelayanan kesehatan agar

terciptanya perilaku sehat.

c. Dukungan sosial, dukungan sosial dari anggota keluarga

dan sahabat dalam bentuk waktu, motivasi dan uang

merupakan faktor-faktor penting dalam kepatuhan pasien.

Contoh yang sederhana, tidak memiliki pengasuh,

transportasi tidak ada, anggota keluarga sakit, dapat

mengurangi intensitas kepatuhan. Keluarga dan teman

dapat membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh

penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan

pada ketidaktaatan dan mereka seringkali dapat menjadi

kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan.

4. Cara-cara Meningkatkan Kepatuhan

Smet (1994) menyebutkan beberapa strategi yang dapat dicoba untuk

(34)

22

a. Segi Penderita

Usaha yang dapat dilakukan penderita diabetes mellitus untuk

meningkatkan kepatuhan dalam menjalani pengobatan yaitu:

1 Meningkatkan kontrol diri. Penderita harus meningkatkan

kontrol dirinya untuk meningkatkan ketaatannya dalam

menjalani pengobatan, karena dengan adanya kontrol diri yang

baik dari penderita akan semakin meningkatkan kepatuhannya

dalam menjalani pengobatan. Kontrol diri dapat dilakukan

meliputi kontrol berat badan, kontrol makan dan emosi.

2 Meningkatkan efikasi diri. Efikasi diri dipercaya muncul

sebagai prediktor yang penting dari kepatuhan. Seseorang yang

mempercayai diri mereka sendiri untuk dapat mematuhi

pengobatan yang kompleks akan lebih mudah melakukannya.

3 Mencari informasi tentang pengobatan. Kurangnya

pengetahuan atau informasi berkaitan dengan kepatuhan serta

kemauan dari penderita untuk mencari informasi mengenai

penyakitnya dan terapi medisnya, informasi tersebut biasanya

didapat dari berbagai sumber seperti media cetak, elektronik

atau melalui program pendidikan di rumah sakit. Penderita

hendaknya benar-benar memahami tentang penyakitnya dengan

cara mencari informasi penyembuhan penyakitnya tersebut.

4 Meningkatkan monitoring diri. Penderita harus melakukan

(35)

23

lebih mengetahui tentang keadaan dirinya seperti keadaan gula

dalam darahnya, berat badan, dan apapun yang dirasakannya.

b. Segi Tenaga Medis

Usaha-usaha yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar penderita

untuk meningkatkan kepatuhan dalam menjalani pengobatan antara

lain:

1 Meningkatkan keterampilan komunikasi para dokter. Salah satu

strategi untuk meningkatkan kepatuhan adalah memperbaiki

komunikasi antara dokter dengan pasien. Ada banyak cara dari

dokter untuk menanamkan kepatuhan dengan dasar komunikasi

yang efektif dengan pasien.

2 Memberikan informasi yang jelas kepada pasien tentang

penyakitnya dan cara pengobatannya. Tenaga kesehatan,

khususnya dokter adalah orang yang berstatus tinggi bagi

kebanyakan pasien dan apa yang ia katakan secara umum

diterima sebagai sesuatu yang sah atau benar.

3 Memberikan dukungan sosial. Tenaga kesehatan harus mampu

mempertinggi dukungan sosial. Selain itu keluarga juga

dilibatkan dalam memberikan dukungan kepada pasien, karena

hal tersebut juga akan meningkatkan kepatuhan, Smet (1994)

menjelaskan bahwa dukungan tersebut bisa diberikan dengan

bentuk perhatian dan memberikan nasehatnya yang bermanfaat

(36)

24

4 Pendekatan perilaku. Pengelolaan diri yaitu bagaimana pasien

diarahkan agar dapat mengelola dirinya dalam usaha

meningkatkan perilaku kepatuhan. Dokter dapat bekerja sama

dengan keluarga pasien untuk mendiskusikan masalah dalam

menjalani kepatuhan serta pentingnya pengobatan.

5. Aspek-aspek Kepatuhan Pengobatan

Adapun aspek-aspek kepatuhan pengobatan sebagaimana yang

telah dikemukakan oleh Delameter (2006) adalah sebagai berikut:

1 Pilihan dan tujuan pengaturan.

2 Perencanaan pengobatan dan perawatan.

3 Pelaksanaan aturan hidup.

B. Kontrol Diri 1 Pengertian

Sangat banyak teori yang dapat dikemukakan sehubungan dengan

pengertian kontrol diri. Chaplin (1997), yang menjelaskan bahwa self controlatau kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi

impuls-impuls atau tingkah laku impuls-impulsif. Atau seperti Carlson (dalam Chaplin,

1997) yang mengartikan kontrol diri sebagai kemampuan seseorang

dalam merespon sesuatu, selanjutnya juga dicontohkan, seorang anak

dengan sadar menunggu reward yang lebih sadar dibandingkan jika dengan segera tetapi mendapat yang lebih kecil diangap melebihi

(37)

25

Sementara itu Goleman (dalam Ghufron, 2010), memaknai kontrol

diri sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri mengendalikan

tindakan dengan pola yang sesuai dengan usia, suatu kendali batiniah.

Begitupun dengan pendapat Bandura dan Mischel, sebagaiman dikutip

Carlson, yang mengatakan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan

individu dalam merespon suatu situasi. Demikian pula dengan Piaget

(dalam Carlson, 1987) yang mengartikan tingkah laku yang dilakukan

dengan sengaja dan mempunyai tujuan yang jelas tetapi dibatasi oleh

situasi yang khusus sebagai kontrol diri.

Kemudian Evi & Muhammad (2014), mengartikan kontrol diri

sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku. Kemampuan untuk

menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku

yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif. Sedangkan

Ghufron & Risnawati (2010) mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu

kemampuan individu untuk membaca kondisi diri dengan

lingkungannya. Faktor-faktor dari kontrol diri meliputi lingkungan

internal serta eksternal, lingkungan internal mencakup usia individu

tersebut, sedangkan lingkungan eksternal meliputi peraturan yang

dibuat oleh keluarga tersebut agar individu tidak melakukan perilaku

menyimpang.

Senada dengan definisi diatas, Thompson (dalam Smet, 1994)

mengartikan kontrol diri sebagai suatu keyakinan bahwa seseorang

(38)

26

Karena itulah menurutnya, perasaan dan kontrol dapat dipengaruhi oleh

keadaan situasi, tetapi persepsi kontrol diri terletak pada pribadi orang

tersebut, bukan pada situasi. Akibat dari definisi tersebut bahwa

seseorang merasa memiliki kontrol diri, ketika seseorang tersebut

mampu mengenal apa yang dapat dan tidak dapat dipengaruhi melalui

tindakan pribadi dalam sebuah situasi, ketika memfokuskan pada

bagian yang dapat dikontrol melalui tindakan pribadi dan ketika

seseorang tersebut yakin jika memiliki kemampuan organisasi supaya

berperilaku yang sukses.

Menurut Hurlock (1990), kontrol diri berkaitan dengan bagaimana

individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam

dirinya. Menurut konsep ilmiah, pengendalian emosi berarti

mengarahkan energi emosi ke saluran ekspresi yang bermanfaat dan

dapat diterima secara sosial.

Ada dua kriteria yang menentukan apakah kontrol emosi dapat

diterima secara sosial atau tidak. Kontrol emosi dapat diterima bila

reaksi masyarakat terhadap pengendalian emosi adalah positif. Namun

reaksi positif saja tidaklah cukup. Karenanya perlu diperhatikan kriteria

lain, yaitu efek yang muncul setelah mengontrol emosi terhadap kondisi

fisik dan psikis. Kontrol emosi seharusnya tidak membahayakan fisik

dan psikis individu. Artinya dengan mengontrol emosi kondisi fisik dan

(39)

27

2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri

Faktor-faktor yang turut mempengaruhi kontrol diri seseorang

biasanya disebabkan oleh banyak faktor. Orang yang memiliki kontrol

diri pada stimulus atau situasi tertentu belum tentu sama dengan

stimulus atau situasi lain. Namun pada dasarnya, kontrol diri itu secara

garis besar dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal.

Matthew & B.R Hergenhan (2013) menyatakan pengendalian

variabel-variabel perilaku secara internal disebut variabel pribadi,

sedangkan pengontrolan secara eksternal disebut variabel situasi.

Penentuan relatif pentingnya variabel-variabel pribadi maupun situasi

bagi perilaku manusia menjadi salah satu fokus utama para teorisi

kepribadian. Pertanyaan terkait kontrol internal versus eksternal sering

dilihat sebagai realitas subjektif versus objektif. Variabel pribadi

biasanya merujuk pada kesadaran subjektif individu, sedangkan

variabel situasi adalah cara lain menyebut situasi dan kondisi di

lingkungan yang dialami individu tersebut.

Faktor-faktor tersebut disimpulkan dari kutipan pendapat para ahli

yang mengungkapkan banyaknya pendapat mengenai kontrol diri.

Adapun faktor-faktor internal yang mempengaruhi kontrol diri menurut

Buck (dalam Carlson, 1987) dikatakan bahwa kontrol diri berkembang

secara unik pada masing-masing individu. Dalam hal ini dikemukakan

(40)

28

1 Hirarki dasar biologi yang telah terorganisasi dan disusun

melalui pengalaman evolusi.

2 Yang dikemukakan oleh Mischel dkk, bahwa kontrol diri

dipengaruhi usia seseorang. Menurutnya kemampuan kontrol diri

akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang.

3 Kontrol diri dipengaruhi oleh kontrol emosi. Kontrol emosi yang

sehat dapat diperoleh bila seseorang memiliki kekuatan ego,

yaitu sesuatu kemampuan untuk menahan diri dari tindakan

luapan emosi.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kontrol

diri sesorang yang bersifat internal, selain dapat dipengaruhi oleh

hirarki dasar biologi yang telah terorganisasi dan tersusun

melalui pengalaman evolusi, melainkan juga bisa disebabkan

oleh kontrol emosi yang sehat diperoleh bila seseorang memiliki

kekuatan ego, yaitu kemampuan untuk menahan diri dan

tindakan luapan emosi.

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kontrol

diri seseorang adalah kondisi sosio-emosional lingkungannya,

terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.

Apabila lingkungan tersebut cukup kondusif, dalam arti

kondisinya diwarnai dengan hubungan yang harmonis, saling

mempercayai, saling menghargai, dan penuh tangggung jawab,

(41)

29

ini dikarenakan seseorang mencapai kematangan emosi oleh

faktor-faktor pendukung tersebut.

3 Aspek Kontrol Diri

Block (dalam Dewi, 2012) menjelaskan ada tiga jenis kualitas

kontrol diri, yaituover control,under control, danappropriate control. Over Control merupakan kontrol diri yang dilakukan individu secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri dalam

beraksi terhadap stimulus.Under control merupakan suatu kecenderungan individu untuk melepaskan impuls dengan bebas tanpa perhitungan yang

masak. Appropriate control merupakan kontrol individu dalam upaya mengendalikan impuls secara tepat.

Berdasarkan konsep Averill (dalam Sarafino, 1994), terdapat tiga

aspek kontrol diri, yaitu kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decisional control).

1 Behavioral Control

Merupakan kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara

langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak

menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini terbagi menjadi

dua komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability), kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu

(42)

30

dirinya sendiri atau sesuatu diluar dirinya. Individu yang kemampuan

mengontrol dirinya baik akan mampu mengatur perilaku dengan

menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan

menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus

merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu

stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang

dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus,

menempatkan tenggang waktu diantara rangkaian stimulus yang sedang

berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir, dan

mengatasi intensitasnya.

2 Cognitive Control

Merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak

diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan

suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi

psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua

komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal). Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenal suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu

dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan.

Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan

suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi

(43)

31

3 Decisional Control

Merupakan kemampuan individu untuk memilih hasil atau suatu

tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.

Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan

adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri

individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.

Dari uraian dan penjelasan di atas, maka untuk mengukur kontrol

diri digunakan aspek-aspek sebagai berikut:

1 Mengatur pelaksanaan.

2 Memodifikasi stimulus.

3 Memperoleh informasi.

4 Melakukan penilaian.

5 Menentukan pilihan dan memilih berbagai tindakan.

C. Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Kepatuhan

Diabetes adalah salah satu penyakit kronis jangka panjang yang

ditandai dengan kadar gula darah yang sangat tingggi. Sel-sel dalam tubuh

manusia membutuhkan energi dari gula (glukosa) untuk bisa berfungsi

dengan normal. Yang biasanya mengendalikan gula dalam darah adalah

hormon insulin. Jika tubuh kekurangan insulin atau muncul resistasi

terhadap insulin pada sel-sel tubuh, kadar zat gula (glukosa) darah akan

meningkat drastis. Inilah yang memicu dan menjadi penyebab penyakit

(44)

32

Berkaitan dengan perilaku kepatuhan, riset yang telah ditunjukan,

misalnya bahwa orang yang percaya kondisi mereka dapat dikendalikan

atau disembuhkan lebih mungkin untuk mengikuti rehabilitasi setelah

mengalami infarksi myokardikal. Selain itu, orang-orang yang

menunjukkan keprihatinan yang lebih banyak berkenaan dengan

konsekuensi-kosekuensi jangka panjang pemakaian obat untuk

kondisi-kondisi kronis, menunjukkan kepatuhan yang berkurang (Ian dkk, 2011).

Derajat ketidakpatuhan bervariasi sesuai dengan apakah

pengobatan tersebut kuratif atau prefentif, jangka panjang atau jangka

pendek. Sackett & Snow (dalam Neil Niven, 2012) menemukan bahwa

ketaatan terhadap 10 hari jadwal pengobatan adalah mengobati, dan

60-70% dengan tujuan pengobatannya adalah pencegahan. Kegagalan untuk

mengikuti program pengobatan jangka panjang, yang bukan dalam kondisi

akut, dimana derajat ketidakpatuhannya rata-rata 50% dan derajat tersebut

bertambah buruk sesuai waktu.

Perilaku sehat sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, oleh karena itu

perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah

perilaku, tetapi juga untuk mempertahankan perubahan tersebut. Sikap

pengontrolan diri membutuhkan pemantauan terhadap diri sendiri, evaluasi

diri dan penghargaan terhadap diri sendiri terhadap perilaku yang baru

tersebut. Sebagai contoh program penurunan berat badan membutuhkan

(45)

33

program dietnya, dan secara terus menerus memberikan penghargaan

dalam mempertahankan program dietnya (Neil, 2000)

Selogmen (dalam Neil, 2000) berpendapat bahwa

ketidakberdayaan yang dipelajari dapat diakibatkan oleh beberapa situasi

dimana orang berpikir bahwa mereka tidak mempunyai kontrol pada

kejadian-kejadian. Tidak jadi masalah apakah tidak ada solusi pada

keadaan sulit mereka atau tidak, selama mereka merasakan situasi tersebut

sebagai ketidakberdayaan kemudian mereka berhenti mencari jalan keluar.

Individu yang berpikir bahwa mereka tidak mempunyai kontrol pada

kejadian-kejadian akan belajar menjadi tidak berdaya.

D. Kerangka Teoritis/ Landasan Teoritis

Berikut ini adalah kerangka teoritis seseorang yang mempunyai

perilaku kepatuhan yang disebabkan oleh kontrol diri. Apabila kontrol diri

tinggi maka tingkat perilaku kepatuhan akan tinggi, sedangkan jika kontrol

(46)

34

Gambar 2.1 Skema Kerangka Teoritik

Individu yang kemampuan mengontrol dirinya baik akan mampu

mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila

tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan

mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana

dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. (Sarafino,

1994)

Berdasarkan uraian diatas maka dapat diketahui bahwa seseorang

individu dapat melakukan perilaku kepatuhan apabila individu tersebut

memiliki tingkat kontrol diri yang baik. Dan dengan dukungan keluarga

serta kerabat yang menjadi sumber eksternal dapat membantu

meningakatkan kontrol diri individu tersebut. • Mengatur Pola makan

• Rutin Kontrol • Minum Obat Teratur • Merubah Gaya Hidup

• Tidak mengatur pola makan

• Tidak rutin Kontrol

• Tidak minum Obat Teratur Perilaku Kepatuhan

Tinggi Rendah

(47)

35

E. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori diatas, maka hipotesis yang diajukan

dan akan diuji kebenarannya dalam analisis uji statistik adalah ada

hubungan antara kontrol diri dengan perilaku kepatuhan pengobatan pada

penderita diabetes mellitus. Semakin tinggi kontrol diri maka akan

semakin tinggi pula tingkat kepatuhan. Sebaliknya semakin rendah kontrol

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel Dan Definisi Operasional 1 Variabel

Variabel penelitian pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang

berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga

diperoleh onformasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

Dengan kata lain, variabel penelitian adalah setiap hal dalam suatu

penelitian yang datanya ingin diperoleh. Dinamakan variabel karena nilai

dari data tersebut beragam (Noor, 2011).

a. Variabel bebas : Kontrol Diri

b. Variabel tergantung : Perilaku Kepatuhan

2 Definsi Operasional a. Kontrol Diri

Kontrol diri merupakan tingkat upaya yang secara sadar

dilakukan oleh individu untuk mengarahkan perilaku serta

lingkungannya agar mencapai suatu tujuan tertentu dengan

keyakinan yang dimiliki, hal ini diukur dengan menggunakan skala

kontrol diri berdasarkan aspek yang meliputi kontrol perilaku

(behavioral control), kontrol kognitif (cognitive control) dan mengontrol keputusan (decisional control).

(49)

37

untuk mengantisipasi peristiwa melalui berbagai pertimbangan,

kemampuan menafsirkan peristiwa dengan memperhatikan

segi-segi positif serta kemampuan memilih tindakan berdasarkan apa

yang diyakini dan disetujui individu.

b. Kepatuhan Pengobatan

Kepatuhan terhadap pengobatan merupakan kapasitas

individu dalam melakukan upaya perilaku yang menunjukkan

kesesuaian dengan peraturan atau anjuran yang diberikan oleh

professional kesehatan untuk menunjang kesembuhannya. Tingkat

ini diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan

aspek-aspek yang meliputi Pilihan dan tujuan pengaturan (upaya

individu untuk memilih sesuai dengan yang diyakininya untuk

mencapai kesembuhan), Perencanaan pengobatan atau perawatan

(upaya perencanaan yang dilakukan oleh individu dalam

pengobatannya untuk mencapai suatu kesembuhan). Pelaksanaan

aturan hidup (kemampuan individu untuk mengubah gaya hidup

sebagai upaya untuk menunjang kesembuhannya)

B. Populasi, Sampel Dan Tenik Sampling 1 Populasi

Dalam penelitian, populasi digunakan untuk menyebutkan seluruh

elemen atau anggota dari suatu wilayah yang menjadi sasaran penelitian

(50)

38

Populasi yang ada dalam penelitian ini adalah pasien penderita

diabetes mellitus yang sedang menjalani rawat jalan di Puskesmas

Rangkah Surabaya pada saat penelitian dilaksanakan. Peneliti tertarik

untuk mengambil populasi tersebut karena sesuai dengan tujuan peneliti

yaitu mengetahui bagaimana hubungan kontrol diri dengan perilaku

kepatuhan dalam pengobatan pada penderita diabetes mellitus.

Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi di Puskesmas

Rangkah Surabaya. Penentuan lokasi penelitian ini berdasarkan

pertimbangan Puskesmas Rangkah Surabaya merupakan salah satu

Puskesmas dengan pasien Diabetes terbanyak dan sudah terdapat jadwal

khusus yang menangani penyakit diabetes yaitu hari selasa dan kamis serta

terdapat berbagai program kegiatan yang dilaksanakan untuk menarik

minat pasien dalam hal menunjang kesembuhannya.

Populasi pada penelitian ini peneliti menggunakan rata-rata dari

jumlah keseluruhan pasien diabetes mellitus di Puskesmas Rangkah

Surabaya yang berobat jalan pada satu tahun terakhir yaitu pada bulan Mei

2015- Mei 2016 yang berjumlah 604 orang.

2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang memiliki sifat dan

karakteristik yang sama. Apabila responden dalam populasi lebih dari 100

maka sampel yang diambil 10%-15% atau 25%-30%, sebaliknya jika

(51)

39

populasi diambil sebagai sampel sehingga penelitiannya menjadi

penelitian populasi (Arikunto, 2003).

Menurut Sugiono (2012) bila populasi besar dan penelitian tidak

mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena

keterbatasan dana, tenaga, dan waktu maka peneliti dapat menggunakan

sampel yang diambil dari populasi itu. apa yang dipelajari dari sampel itu,

kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel

yang diambil dari populasi harus benar-benar mewakili.

Karena populasi yang lebih dari 100 maka dari itu peneliti

mengambil sampel 10% dari populasi penderita diabetes mellitus di

Puskesmas Rangkah Surabaya yang sedang menjalani rawat jalan, yakni

berjumlah 60 subjek. Adapun kriteria subjek penelitian ini adalah:

a. Pasien terdiagnosa Diabetes Mellitus dilihat dari status kesehatan.

b. Pasien bersedia menjadi responden.

c. Kedatangan pasien lebih dari satu kali selama 1 bulan.

3 Teknik Sampling

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan bertemu dengan peneliti, jika dipandang orang tersebut cocok sebagai responden.

Peneliti langsung ke lapangan melakukan pengumpulan data terhadap

sejumlah sampel yang ditemui, berapapun jumlah sampel tidak menjadi

permasalahan. Prinsipnya banyaknya sudah cukup maka penelitian

(52)

40

Sampel diperoleh dari seluruh pasien diabetes mellitus yang

melakukan pemeriksaan di Puskesmas Rangkah Surabaya selama waktu

pengambilan data sampai memenuhi minimal 60 sampel.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yakni dengan

menggunakan angket (kuesioner). Kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya

(Sugiyono, 2012).

Peneliti menggunakan metode angket (kuesioner) karena beberapa

pertimbangan, diantaranya:

1 Metode angket membutuhkan biaya yang relatif lebih murah.

2 Terutama pada responden yang terpencar-pencar, metode ini dapat

mempermudah pengumpulan data.

3 Walaupun penggunaan metode ini pada sampel yang relatif besar,

namun penggunaannya dapat berlangsung serempak.

4 Metode ini relatif membutuhkan waktu yang sedikit.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan kuesioner, yaitu kuesioner tentang skala kepatuhan

pengobatan dan skala kontrol diri. Skala ini disajikan dalam bentuk

pernyataan favorabel dan unfavorabel dengan alternatif jawaban terdiri

(53)

41

skala kepatuhan pengobatan terdiri dari empat pilihan yaitu “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “setuju”, “sangat setuju”. Dalam kuesioner terdapat

arahan mengenai cara menjawab kuesioner, responden diwajibkan untuk

memilih salah satu alternatif jawaban dan juga mengisi lembar identitas

responden.

D. Validitas Dan Reliabilitas 1 Validitas

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat

ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Valid tidaknya suatu alat ukur

tergantung pada mampu tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujuan

pengukuran yang dikehendaki dengan tepat (Azwar, 2013).

Menurut Kamus Lengkap Psikologi validity merupakan sifat khusus suatu propinsi atau dalil, logis dan seterusnya, yang didasarkan atas

kebenaran atau konsekuen dengan fakta. Pengertian kedua yaitu, validity

merupakan sifat suatu alat pengukur, bahwa alat-alat tersebut bisa

mengukur menurut kenyataan seperti yang dikehendaki untuk diukur

(Caplin, 2012).

Standar pengukuran yang digunakan untuk menentukan validitas

aitem berdasarkan pendapat Azwar (2007) bahwa suatu aitem dikatakan

valid apabila memiliki indeks daya beda baik ≥ 0, 30. Apabila jumlah aitem yang valid ternyata masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan,

maka dapat menurunkan sedikit kriteria dari 0,30 menjadi 0,25 atau 0,20.

(54)

42

Azwar (1997: 158), juga menyatakan bahwa uji validitas dikatakan

mempunyai validitas tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi

ukurnya atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat. Syarat bahwa

item-item tersebut valid adalah nilai korelasi r hitung harus positif dan

lebih besar atau sama dengan r tabel dimana menggunakan ketentuan df=

N-2 dan pada penelitian ini karena responden N= 60, berarti 60-2= 58

dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05%, maka diperoleh r tabel =

0,254 menunjukan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi

pula. Syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat validitas adalah

apabila nilai daya diskriminasi item atau r sama dengan atau lebih dari

0,254. Jadi apabila korelasi antara butir dengan skor total kurang dari

0,254 maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid atau

tidak dapat digunakan sebagai instrumen pengumpul data.

Dari hasil penelitian try out yang telah dilakukan oleh peneliti

maka aitem yang valid pada variable Kontrol Diri ada 21 aitem yang valid

dari 28 aitem. Berikutblue print Kontrol Diri. Tabel 3.1

Blue Print Try Out Skala Kontrol Diri

(55)

Hasil Seleksi Aitem Skala Kontrol Diri pada Subjek Tryout

Aitem

9 0,125 ≥0.30 Tidak Valid

10 0,466 ≥0.30 Valid

11 0,371 ≥0.30 Valid

12 0,840 ≥0.30 Valid

(56)

44

14 0,148 ≥0.30 Tidak Valid

15 0,686 ≥0.30 Valid

16 0,633 ≥0.30 Valid

17 0,583 ≥0.30 Valid

18 -0,299 ≥0.30 Tidak Valid

19 0,499 ≥0.30 Valid

20 0,736 ≥0.30 Valid

21 0,551 ≥0.30 Valid

22 0,740 ≥0.30 Valid

23 0,142 ≥0.30 Tidak Valid

24 -0,364 ≥0.30 Tidak Valid

25 0,721 ≥0.30 Valid

26 0,017 ≥0.30 Tidak Valid

27 0,237 ≥0.30 Tidak Valid

28 0,505 ≥0.30 Valid

Dari hasil penelitian try out yang telah dilakukan oleh peneliti

maka aitem yang valid pada variabel Kepatuhan Pengobatan terdapat 21

aitem yang valid dari 30 aitem. Berikut blue print Kepatuhan Pengobatan.

Tabel 3.3

Blue Print Try Out Skala Kepatuhan Pengobatan

No Aspek Indikator

(57)

. Mengubah gaya hidup 5, 11, 13,14,

Hasil Seleksi Aitem Skala Kepatuhan Pengobatan

Aitem

4 -0,295 ≥0.30 Tidak Valid

5 0,454 ≥0.30 Valid

6 -0,203 ≥0.30 Tidak Valid

7 0,793 ≥0.30 Valid

8 0,524 ≥0.30 Valid

9 0,562 ≥0.30 Valid

10 0,112 ≥0.30 Tidak Valid

11 0,848 ≥0.30 Valid

12 0,901 ≥0.30 Valid

13 -0,023 ≥0.30 Tidak Valid

(58)

46

21 0,071 ≥0.30 Tidak Valid

22 0,408 ≥0.30 Valid

23 0,141 ≥0.30 Tidak Valid

24 0,921 ≥0.30 Valid

25 0,078 ≥0.30 Tidak Valid

26 -0,063 ≥0.30 Tidak Valid

27 0,762 ≥0.30 Valid

28 0,686 ≥0.30 Valid

29 -0,295 ≥0.30 Tidak Valid

30 0,793 ≥0.30 Valid

2 Reliabilitas

Reliabilitas atau keterandalan adalah indeks-indeks yang

menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau

diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat

dikatakan konsisten, jika dilakukan pengukuran dua kali atau lebih

terhadap gejala yang sama. Untuk diketahui bahwa perhitungan atau uji

reliabilitas harus dilakukan pada pertanyaan yang telah dimiliki atau

memenuhi uji validitas, jika tidak memenuhi syarat uji validitas, maka

tidak perlu diteruskan (Noor, 2011).

Suatu ciri instrumen yang berkualitas baik adalah reliabel, yaitu

mampu menghasilkan skor yang cermat dengan eror pengukuran kecil.

Pengertian reliabilitas mengacu pada keterpercayaan atau koifisiensi hasil

alat ukur, yang mengandung makna seberapa tinggi kecermatan

pengukuran (Azwar, 2013)

Penelitian ini menggunakan reliabilitas dengan konsistensi internal,

(59)

47

data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Dan teknik yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Alpha Cronbach. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows (Suginono, 2011).

Reliabilitas dinyatakan koefisien reliabilitas (rxx) jika angkanya

dalam rentang 0 sampai 1,000. Semakin tinggi koefisien reliabilitas

mendekati 1,000 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya

koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 maka semakin rendah

pula reliabilitasnya (Azwar, 2013).

Dari hasil try out variabel Kontrol Diri dan Kepatuhan Pengobatan

yang dilakukan oleh peneliti maka dihasilkan nilai reliabilitas sebesar:

Tabel 3.5

Reliabilitas Statistik Try Out

Reliabilitas Statistik

Variabel Alpha

Cronbach

Jumlah Aitem

Kontrol Diri 0,922 21

Kepatuhan Pengobatan 0,940 21

Dari tabel diatas nilai Alpha Cronbach variabel Kontrol Diri

sebesar 0.922, nilai tersebut mendekati 1.00 maka aitem yang yang ditry

outkan reliabel. Begitu pula dengan nilai Alpha Cronbach variabel

Kepatuhan Pengobatan sebesar 0.940, nilai Alpha Cronbach mendekati

(60)

48

E. Analisis Data

Menganalisis data merupakan langkah kritis dalam suatu

penelitian, dari hasil penarikan sampel dan pengumpulan data akan

diperoleh data kasar agar data kasar dapat dibaca dan diintrepretasikan,

maka dibutuhkan adanya metode analisis data.

Penelitian ini, peneliti menggunakan analisis korelasi Product Moment formula Pearson. Hal tersebut dikarenakan data yang digunakan adalah data parametrik. Teknik penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

hubungan diantara dua variabel yaitu variabel kontrol diri sebagai variabel

bebas dan variabel kepatuhan pengobatan sebagai variabel terikat.

Ada beberapa hal yang harus dipenuhi apabila menggunakan

teknik korelasiproduct moment, yaitu:

1. Data kedua variabel berbentuk data kuantitatif (interval dan rasio).

2. Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Nilai koefisien korelasi berkisar dari 0 sampai dengan 1. Semakin

tinggi nilai koefisien korelasinya berarti semakin kuat korelasinya dan

sebaliknya semakin rendah nilai koefisien korelasinya maka semakin

lemah pengaruh kedua variabel (Muhid, 2012: 95).

Uji korelasi dapat menghasilkan korelasi yang bersifat positif (+)

dan negatif. Jika korelasinya positif (+) menunjukkan adanya hubungan

yang searah semakin tinggi variabel bebas maka semakin tinggi pula nilai

variabel terikatnya dan sebaliknya. Jika korelasinya negatif (-)

Gambar

Gambar 2.1 Skema Kerangka Teoritik ....................................................34Gambar 4.1 Diagram Deskripsi Jenis Kelamin........................................55
 Gambar 2.1
 Tabel 3.1
  Tabel 3.2Hasil Seleksi Aitem Skala Kontrol Diri pada Subjek Tryout
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga titik temu antara dukungan pasangan dan efikasi diri dengan kepatuhan adalah pada perlunya upaya yang dilakukan oleh pasangan dalam mengarahkan perilaku

Maka dapat disimpulkan ada hubungan antara kadar gula darah dengan tingkat depresi dan aktifitas fisik pada penderita Diabetes Mellitus di Puskesmas Gatak Sukoharjo.

Dukungan Keluarga Dan Kepatuhan Minum Obat Pada Orang Dengan Diabetes Mellitus... Diabetes Mellitus tipe II pada Usia

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara dukungan keluarga dengan manajemen diri penderita diabetes mellitus di Posbindu wilayah kerja Puskesmas

Tabel 4.3 : Pengaruh Faktor Demografi Penderita Diabetes Mellitus Terhadap Kepatuhan Pengendalian Gula Darah Di Wilayah Puskesmas Cilongok 1

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari tenaga kesehatan Puskesmas Sukosewu masih banyak penderita diabetes mellitus kurang mengetahui tentang perawatan kaki diabetes

Berdasarkan dari hasil penelitian dengan judul Gambaran Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Diet Penderita Diabetes Mellitus yang diambil dari 30 responden

Hubungan Kepatuhan Pengobatan dengan Kadar Glukosa Darah Puasa Penderita DMT2 di Puskesmas X Kota Malang Kepatuhan Pengobatan Kadar Glukosa Darah Puasa Total p Value Normal