• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA “TANPA HAK MENYIMPAN DAN MENGUASAI NARKOTIKA” (STUDI PUTUSAN PENGADILAN MILITER BALIKPAPAN NOMOR 05-K/PM I-07/AD/I/2012).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA “TANPA HAK MENYIMPAN DAN MENGUASAI NARKOTIKA” (STUDI PUTUSAN PENGADILAN MILITER BALIKPAPAN NOMOR 05-K/PM I-07/AD/I/2012)."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh : ABDUL SYUKUR

NIM. C03212032

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Anggota

Militer Yang Melakukan Tindak Pidana “Tanpa Hak Menyimpan Dan Menguasai Narkotika” (Studi Putusan Pengadilan Militer Balikpapan Nomor 05-K/PM I-07/AD/I/2012)”. Skripsi ini merupakan penelitian untuk menjawab pertanyaan, 1) Bagaimana pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Militer Balikpapan Nomor 05-K/PM I-07/AD/I/2012 tentang anggota militer yang melakukan tindak

pidana “tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika”? 2) Bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap putusan Pengadilan Militer Balikpapan Nomor: 05-K/PM I-07/AD/I/2012 tentang anggota militer yang melakukan tindak pidana

“tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika”?

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik dokumenter. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis yang menggambarkan atau menguraikan suatu hal menurut apa adanya tanpa membuat perbandingan atau mengembangkan satu dengan yang lainnya, yakni menguraikan kasus tentang hukuman anggota militer yang melakukan tindak pidana tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika yang di putuskan oleh Pengadilan Militer I-07 Balikpapan secara keseluruhan, mulai dari deskripsi kasus, landasan hukum yang dipakai oleh Hakim, isi putusan kemudian dilakukan analisis berdasarkan berkas-berkas yang ada dan menilai secara hukum Islam.

Dari skripsi ini dapat disimpulkan bahwa Serma Totok Suharsoyo anggota Kesatuan Kodim 0908/ Bontan telah dinyatakan bersalah oleh mejelis hakim

Pengadilan Militer Balikpapan Nomor 05-K/PM I-07/AD/I/2012 melakukan tindak pidana tanpa hak menyimpan dan menguasai Narkotika Golongan I bukan

tanaman. dijatuhi pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) subsidair kurungan pengganti selama 2 (dua) bulan, tanpa adanya pidana tambahan pemecatan dari kesatuan militer. Dalam hukum Islam narkotika dikiyaskan dengan khamr karena sama yaitu memabukkan. Hukuman bagi pengedar narkotika adalah jarimah takzir karena belum diatur secara khusus dalam Alquran maupun hadis. Adapun sanksi takzir marupakan otoritas Ulil Al-amri namun tetap mengacu terhadap ketentuan takzir dan macam-mcam sanksi takzir yakni pidana penjara dan pidana pemecatan bagi pegawai atau pejabat yang melakukan tindak pidana.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Kajian Pustaka ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10

G. Definisi Operasional ... 10

H. Metode Penelitian ... 12

I. Sistematika Pembahasan ... 15

(8)

A. Pengertian Takzir ... 17

B. Dasar Hukum Takzir ... 19

C. Maksud Sanksi Takzir ... 21

D. Macam-macam Sanksi Hukuman Takzir... 21

E. Pendapat Ulama tentang Penerapan sanksi Takzir ... 33

F. Pengertian Narkotika ... 38

G. Sanksi Bagi Pengedar Narkotika dalam Hukum Islam ... 39

BAB III PUTUSAN PENGADILAN MILITER I-07 BALIKPAPAN NOMOR : 05-K/PM I-07/AD/I/2012... 42

A. Tentang Pengadilan Militer Balikpapan ... 42

B. Kronologi Kasus ... 45

C. Keterangan Saksi ... 48

D. Keterangan Terdakwa dalam Persidangan ... 50

E. Pertimbangan Hakim ... 50

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA ... 59

A. Analisis Hukum Pidana Terhadap Anggota Militer Yang Melakukan Tindak Pidana Narkotika ... 59

B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Anggota Militer Yang Melakukan Tindak Pidana Narkotika ... 64

BAB V PENUTUP ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia telah lama menjadi target pemasaran narkoba yang besar, antara lain karena jumlah penduduknya yang tergolong padat di dunia. Selain itu, sebagian besar bahan-bahan narkoba juga gampang tumbuh di Indonesia. Bukan hanya menjadi target para pebisnis narkoba (lebih tepat disebut mafia), yang sangat memprihatinkan konsumen narkoba di Indonesia mayoritas adalah generasi muda, khususnya kaum remaja.

Usia remaja memang merupakan periode labil dan fase mencari identitas bagi seorang manusia. Sementara di masa modern problem hidup semakin rumit. Kenyataan itu makin diperparah dengan kondisi keluarga dari kaum remaja di Indonesia yang kurang harmonis. Hal ini masih ditambah dengan problem-problem lain yang membuat kaum generasi muda mengalami stres dan depresi, dari tingkat ringan, sedang, berat, sampai yang akut. Generasi muda, khususnya kaum remaja seperti inilah yang menjadi target para pengedar narkoba. Bermula dari mencoba-coba, iseng, ikut-ikutan teman,

stres, pelarian, atau motif lainnya, akhirnya mereka ketagihan narkoba. Merekalah golongan mayoritas pemakai narkotika di Indonesia dari waktu ke

waktu.

(10)

sendiri dan masyarakat. Narkotika memunculkan sekian banyak madharat dan nyaris tidak ada manfaatnya. Beberapa jenis Narkotika hanya ada manfaatnya jika dipakai untuk keperluan ilmu pengetahuan, pengobatan, dan medis. Syaratnya harus dalam pengawasan ahlinya yang berkompeten secara ketat dan terarah. Pemakaiannya pun sangat terbatas dan menurut petunjuk dokter. Di luar itu semua, maka Narkotika bisa merusak fisik dan psikis, raga dan jiwa. Narkotika juga sangat dekat dengan dunia kejahatan dan kekerasan.

Narkoba yang dikonsumsi akan masuk dalam peredaran darah, kemudian mengganggu pusat syaraf dan otak. Narkotika potensial mengganggu pikiran, perasaan, mental dan perilaku para pemakainya. Para pemakai Narkotika lama kelamaan akan mengalami perubahan kepribadian, sifat, tabiat, karakter, dan tidak mampu lagi mempergunakan akal sehatnya. bisa dikatakan para pemakai Narkotika keluar dari kepribadian dirinya menuju kepribadian lain yang menyimpang. Bukan hanya merugikan diri sendiri, para pemakai Narkotika juga bisa mengganggu masyarakat. Pemakai narkoba seringkali melakukan tindak kejahatan dan kekerasan yang merugikan orang lain. para pemakai Narkotika seringkali membuat ulah, keributan, dan mengganggu masyarakat.1

Seorang pemakai Narkotika semakin lama akan bangkrut secara ekonomis karena harga narkoba yang harus dikonsumsinya tergolong mahal.

Seseorang yang telah kecanduan Narkotika yang sulit sekali melepaskan diri

1 M. Arief Hakim, Bahaya Narkoba-Alkohol: Cara Islam Mengatasi, Mencegah dan Melawan,

(11)

akan melakukan segala cara, misalnya kejahatan dan kekerasan untuk mendapatkan Narkotika.

Narkoba telah menjadi musuh besar bangsa ini, sehingga tidak ada lagi bagian yang bersih dari Narkotika. Ini berarti bisa menjadi kehancuran bagi generasi muda masa depan. Sebab pasar narkoba paling hebat adalah pada usia 15 hingga 24 tahun. Kenyataan yang telah terjadi, seseorang yang telah mencoba narkoba akan kecanduan dan susah untuk lepas dari narkoba.

Mengenai kasus yang akan diteliti oleh penulis dalam putusan Pengadilan Militer I-07 Balikpapan Nomor: 05-K/PM I-07/AD/I/2012 tentang tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh militer, yakni dengan kronologi kasus bahwa Serma Totok Suharsoyo (Terdakwa) adalah anggota TNI AD pada pada hari Sabtu tanggal 01 Oktober sekitar pukul 11.30 WITA terdakwa membeli 2 (dua) poket shabu-shabu dari Sdr Jepri yang beralamat di Jalan Pelabuhan (Peti Kemas) Samarinda seharga Rp. 700.000 (Tujuh Ratus Ribu Rupiah). Pada hari Kamis tanggal 06 Oktober 2011 sekira pukul 14.00 WITA terdakwa berangkat dari rumah menuju hotel CB untuk mengantarkan 2 (dua) poket shabu-shabu beserta bong dan sedotan pesanan Sdri Mimi, kemudian sekira pukul 14.15 WITA Terdakwa tiba di halaman depan parkiran Hotel CB di Jalan Letnan Jenderal S.Parman Nomor 02 Rt 08 Kelurahan Gunung Telihan Kecamatan Bontang Barat, di halaman depan parkiran Hotel CB

tersebut terdakwa langsung ditangkap oleh Briptu Kristian Saman (Saksi 2) dan Aipda Marten Lalo bersama 5 (lima) anggota Satres Narkoba lainnya,

(12)

dan langsung melakukan penggeledahan badan terhadap terdakwa dan disita tas terdakwa yang berisi 2 (dua) poket shabu-shabu, 1 (satu) buah alat hisap/bong, 2 (dua) korek api gas, 2 (dua) potong sedotan berwarna putih, 1 (satu) lembar plastik berperekat, 1 (satu) buah potongan sedotan. Selanjutnya sekira pukul 20.30 WITA Polres Bontang menyerahkan Terdakwa beserta barang bukti ke Subdenpom VI/1-2 Bontang. Pada tanggal 31 Oktober 2011 berdasarkan pengujian Badan Pom RI Nomor: PM.01.05.1011.11.11.0089 yang dikeluarkan di Samarinda pada tanggal 7 November 2011 yang ditanda tangani Manajer Teknis Pengujian Terapetik Dra. Lisni Syarifah H.Apt NIP 195807121989032001 disimpulkan bahwa contoh yang diuji mengandung metamfetamin yang termasuk Golongan I UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Terdakwa membenarkan bong dan 2 (dua) poket shabu-shabu yang ditunjukan penyidik Denpom VI/1 Smd adalah milik Terdakwa.

Mengenai hal tersebut terdakwa divonis dengan hukuman penjara selama 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) subsidair kurungan pengganti selama 2 (dua) bulan. menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.2 Namun dalam Undang-undang Nomor 35 tahun

2009 tentang Narkotika Pasal 112 ayat 1 “setiap orang yang tanpa hak atau

melawan hukum menanam, memelihara, memilik, menyimpan, menguasai,

atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) Tahun dan paling lama 12 (dua belas)

(13)

tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000 (delapan miliar rupiah)”. dan pada ayat 2 “Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau

menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat 1 beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana

dimaksud pada ayat 1 ditambah 1/3 (sepertiga)”.

Hukum pidana Islam merupakan hukum yang bersumber dari agama maka di dalamnya terkandung dua aspek, yaitu aspek moral dan aspek yuridis. Aspek moral dapat dilaksanakan oleh setiap individu karena berkaitan dengan pelaksanaan perintah dan larangan. Aspek yuridis dilaksanakan oleh pemerintah karena menyangkut sanksi hukum dan ini tidak bisa dilaksanakan oleh perorangan, seperti halnya dalam hukum perdata.3

Dalam hukum pidana Islam, terkait dengan kasus narkotika tersebut diatas dapat dikenakan jarimah takzir.

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian yang berkaitan dengan “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Anggota Militer Yang Melakukan Tindak Pidana “Tanpa Hak Menyimpan Dan Menguasai Narkotika” (Studi Putusan Pengadilan Militer Balikpapan

Nomor 05-K/PM I-07/AD/I/2012)”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah landasan hukum yang digunakan Hakim Pengadilan

3 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,

(14)

Militer I-07 Balikpapan dalam menyelesaikan perkara anggota militer yang melakukan tindak pidana tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika sesuai dengan hukum pidana Islam dan perundang-undangan yang berlaku, serta tinjauan hukum pidana Islam tentang tindak pidana tersebut.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, penulis dapat mengidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Unsur-unsur yang terdapat pada tindak pidana narkotika yang di lakukan oleh militer.

2. Bentuk hukuman yang diberikan kepada anggota militer yang melakukan tindak pidana tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika.

3. Pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Militer Balikpapan Nomor 05-K/PM I-07/AD/I/2012 tentang anggota militer yang melakukan tindak pidana “tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika”.

4. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap anggota militer yang melakukan tindak pidana “tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika” (Studi Putusan Pengadilan Militer Balikpapan Nomor 05-K/PM I-07/AD/I/2012).

(15)

1. Dasar hukum pertimbangan Hakim terhadap anggota militer yang melakukan tindak pidana “tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika” (Studi Putusan Pengadilan Militer Balikpapan Nomor 05-K/PM I-07/AD/I/2012).

2. Perspektif hukum pidana Islam terhadap anggota militer yang melakukan tindak pidana “tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika” (Studi Putusan Pengadilan Militer Balikpapan Nomor 05-K/PM I-07/AD/I/2012).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Militer Balikpapan Nomor 05-K/PM I-07/AD/I/2012 tentang anggota militer yang melakukan tindak pidana “tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika”?

2. Bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap putusan Pengadilan Militer Balikpapan Nomor: 05-K/PM I-07/AD/I/2012 tentang anggota militer yang melakukan tindak pidana “tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika”?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang pernah dilakukan di seputar masalah yang diteliti sehingga terlihat jelas

(16)

duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.4 Berkaitan dengan

beberapa tema diantaranya ialah:

1. Skripsi yang disusun oleh Sayyid Abdullah yang berjudul “Perlindungan Khusus Terhadap Anak Di Bawah Umur Terpidana Narkotika Di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sidoarjo Menurut Fiqh Siyasah”.

Skripsi ini lebih menitik beratkan kepada perlindungan anak di bawah umur yang menggunakan narkotika.5

2. Skripsi yang disusun oleh Fitria Ika Firdaus yang berjudul “Analisis Putusan No. 202/Pid.B/2012/PN.Mkt Perihal Pidana Narkotika Golongan 1 Dalam Perspektif Fiqih Jinayah”. Skripsi ini membahas tentang

hukuman pengguna narkotika dalam perspektif fiqih jinayah yakni ta’zir

kemudian ditarik permasalahan yang lebih bersifat khusus tentang hukuman dalam putusan No. 202/Pid.B/2012/PN.Mkt. Pertimbangan Hakim dalam pandangan fiqih jinayah terhadap pelaku kejahatan narkotika golongan 1.6

3. Skripsi yang disusun oleh Resah Anika Maria yang berjudul “Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Kumulatif Dalam Putusan Nomor 382/Pid.Sus/2013/PN.Mkt Tentang Penyalahgunaan Narkotika Golongan

I Berupa Sabu-Sabu” dalam penelitian ini menjelaskan bahwa dasar hukum yang digunakan oleh hakim dalam menjatuhkan sanksi kumulatif

4 Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan

Skripsi, (Surabaya: t.p., 2015), 8.

5 Sayyid Abdullah, “Perlindungan Khusus Terhadap Anak Di Bawah Umur Terpidana Narkotika

Di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sidoarjo Menurut Fiqh Siyasah” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2012).

6 Fitria Ika Firdaus, “Analisis Putusan No. 202/Pid.B/2012/PN.Mkt Perihal Pidana Narkotika

(17)

yaitu karena pelaku penyalahgunaan narkotika melanggar ketentuan pasal 114 ayat (1) UU RI No.35 Tahun 2009 tentang narkotika.7

Penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan penelitian-penelitian yang sudah pernah dibahas sebelumnya. Yang membedakan dalam penulisan skripsi ini adalah penulis akan menganalisis terhadap putusan Nomor: 05-K/PM I-07/AD/I/2012 tentang anggota militer yang melakukan tindak pidana

“tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika”. Kajian pustaka yang

dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk mendapat gambaran mengenai pembahasan dan topik yang akan diteliti oleh peneliti.

E. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Militer Balikpapan Nomor 05-K/PM I-07/AD/I/2012 tentang anggota militer yang melakukan tindak pidana “tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika”.

2. Untuk mengetahui analisis hukum pidana Islam terhadap putusan Pengadilan Militer Balikpapan Nomor: 05-K/PM I-07/AD/I/2012 tentang anggota militer yang melakukan tindak pidana “tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika”.

7 Resah Anika Maria, “Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Kumulatif Dalam Putusan

(18)

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi disiplin keilmuan secara umum dan sekurang-kurangnya dapat digunakan untuk 2 (dua) aspek, yaitu:

1. Aspek teoritis yaitu sebagai masukan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum pidana Islam yang berkaitan dengan masalah tentang anggota militer yang melakukan tindak pidana tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika.

2. Aspek praktis

a. Dapat dijadikan sebagai bahan penyusunan hipotesa bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan masalah tentang anggota militer yang melakukan tindak pidana “tanpa hak menyimpan dan menguasai Narkotika”.

b. Sebagai sumbangan informasi bagi masyarakat tentang betapa pentingnya hukuman bagi anggota militer yang melakukan tindak pidana “tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika”.

c. Penyusunan skripsi ini sebagai upaya untuk memenuhi persyaratan akademis dan memperoleh gelar sarjana dalam Prodi Hukum Pidana Islam Jurusan Hukum Publik pada Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

G. Definisi Operasional

Sebagai gambaran di dalam memahami suatu pembahasan maka perlu

(19)

penulisan skripsi ini agar mudah untuk memahami penelitian ini dengan jelas tentang arah dan tujuannya. Sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami maksud yang terkandung.

Adapun judul skripsi “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Anggota

Militer Yang Melakukan Tindak Pidana “Tanpa Hak Menyimpan Dan Menguasai Narkotika” (Studi Putusan Pengadilan Militer Balikpapan Nomor 05-K/PM I-07/AD/I/2012)”, untuk memperoleh gambaran yang luas dan

pemahaman yang utuh tentang judul penelitian ini, maka penulis sertakan beberapa definisi hal-hal yang terkait dengan penelitian ini:

1. Hukum pidana Islam adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang-orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Alquran dan hadis. Dalam penelitian ini merupakan teori jarimah takzir. 2. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

3. Tindak pidana narkotika adalah tindak Pidana yang dilakukan oleh

seorang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan

(20)

4. Tanpa hak adalah memiliki atau mnggunakan sesuatu yang bukan miliknya atau tanpan izin terhadap benda yang akan di gunakan . 5. Militer adalah mereka yang berikatan dinas sukarela pada angkatan

perang, yang wajib berada dalam dinas secara terus menerus. Sukarelawan lainnya pada angkatan perang dan para militer wajib, sesering dan selama mereka itu berada dalam dinas, demikian juga jika mereka berada di luar dinas yang sebenarnya dalam tenggang waktu selama mereka dapat dipanggil untuk masuk dalam dinas melakukan salah satu tindakan yang dirumuskan dalam pasal 97, 99, dan 139 KUHPM.

H. Metode Penelitian

Penelitian ini dapat digolongkan dalam jenis penelitian kualitatif dengan prosedur penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis dari dokumen, undang Hukum Pidana Militer, Undang-Undang tentang Narkotika dan Putusan Pengadilan Militer I-07 Balikpapan Nomor: 05-K/PM I-07/AD/I/2012 yang dapat ditelaah. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang akurat dalam menjawab beberapa persoalan yang diangkat dalam penulisan ini, maka menggunakan metode:

1. Jenis dan pendekatan penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian normatif yaitu metode

penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka.8 Dalam

hal ini penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi Tinjauan Hukum

8 Soerjono Sukanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: RajaGrafindo, 1994),

(21)

Pidana Islam Terhadap Anggota Militer Yang Melakukan Tindak Pidana

“Tanpa Hak Menyimpan Dan Menguasai Narkotika” (Studi Putusan

Pengadilan Militer Balikpapan Nomor 05-K/PM I-07/AD/I/2012). Metode berfikir yang digunakan adalah metode berfikir deduktif (cara berfikir dalam penarikan kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yang sifatnya umum yang sudah dibuktikan bahwa dia benar dan kesimpulan itu ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya khusus). Dalam kaitannya dengan penelitian normatif disini akan digunakan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep.9

2. Data yang dikumpulkan

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research).

Penelitian dilakukan terhadap buku-buku rujukan yang membicarakan tentang Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Anggota Militer Yang Melakukan Tindak Pidana “Tanpa Hak Menyimpan Dan Menguasai Narkotika” (Studi Putusan Pengadilan Militer Balikpapan Nomor 05-K/PM I-07/AD/I/2012). Hal ini dilakukan guna meninjau pertimbangan hakim terhadap tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh militer berdasarkan Pasal 112 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan sanksi berdasarkan hukum pidana Islam.

3. Sumber data

9 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia,

(22)

Sumber data, yakni sumber dari mana data akan digali, baik primer maupun sekunder.10 Adapun sumber-sumber data tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Sumber data primer

Sumber data primer merupakan data yang bersifat utama dan penting yang memungkinkan untuk mendapat sejumlah informasi yang diperlukan dan berkaitan dengan penelitian yaitu putusan Pengadilan Militer I-07 Balikpapan Nomor. 05-K/PM I-07/AD/I/2012 tentang anggota militer yang melakukan tindak pidana “tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika” dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diambil dan diperoleh dari bahan pustaka dengan mencari data atau informasi berupa benda-benda tertulis seperti buku-buku literatur yang dipakai sebagai berikut:

1) Wirdjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia.

2) Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam.

3) Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam.

4. Teknik pengumpulan data

(23)

Sesuai dengan bentuk penelitiannya yakni kajian pustaka (library research), maka penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan

berbagai buku yang terkait dengan permasalahan yang diteliti, kemudian memilih secara mendalam sumber data kepustakaan yang relevan dengan masalah yang dibahas.

5. Teknis analisis data

Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik deskriptif analisis yang menggambarkan atau menguraikan suatu hal menurut apa adanya tanpa membuat perbandingan atau mengembangkan satu dengan yang lainnya, yakni menguraikan kasus tentang hukuman anggota militer yang melakukan tindak pidana tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika yang diputuskan oleh Pengadilan Militer I-07 Balikpapan secara keseluruhan, mulai dari

deskripsi kasus, landasan hukum yang dipakai oleh Hakim, isi putusan

kemudian dilakukan analisis berdasarkan berkas-berkas yang ada dan

menilai secara hukum Islam.

I. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini membutuhkan pembahasan yang sistematis agar lebih

mudah dalam memahami dan penulisan skripsi. Oleh karena itu, penulis akan

menyusun penelitian ini ke dalam 5 (lima) bab pembahasan. Adapun

sistematika pembahasan skripsi tersebut secara umum adalah sebagai berikut:

Bab I, pada bab ini diuraikan tentang pendahuluan yaitu meliputi latar

(24)

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,

metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II, bab ini merupakan tinjauan hukum pidana Islam terhadap sanksi

narkotika yang meliputi definisi, macam-macam, jenis-jenis, dan sanksi

hukumannya.

Bab III, bab ini membahas tentang putusan hakim terhadap anggota militer yang melakukan tindak pidana tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika (Studi Putusan Pengadilan Militer Balikpapan Nomor 05-K/PM I-07/AD/I/2012), isi putusan, dasar, pertimbangan, putusan dan implikasi. Bab IV, bab ini mengemukakan tentang analisis hukum pidana Islam

terhadap anggota militer yang melakukan tindak pidana tanpa hak menyimpan dan menguasai narkotika (Studi Putusan Pengadilan Militer Balikpapan Nomor 05-K/PM I-07/AD/I/2012).

Bab V, bab ini merupakan kesimpulan dan saran yang memuat uraian

(25)

BAB II

TEORI JARIMAH TAKZI>R

A. Pengertian Takzir

Takzir berasal dari kata ر ِزْعي– رزع yang secara etimologis berarti

عْنمْلاودرلا, yaitu menolak dan mencegah. Akan tetapi menurut istilah, Imam

Al-Mawardi sebagaimana dikutip oleh M. Nurul Irfan menjelaskan bahwa

taklzir adalah hukuman bagi tindak pidana yang belum ditentukan

hukumannya oleh syarak yang bersifat mendidik.1

Secara ringkas dikatakan bahwa hukuman takzir adalah hukuman yang

belum ditetapkan oleh syara’, melainkan diserahkan kepada Ulil Al-amri,

baik penentuan maupun pelaksanaannya.

Takzir menurut Wahbah Zuhaili mirip dengan definisi yang

dikemukakan oleh Al-Mawardi yaitu hukuman yang ditetapkan atas

perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pula

kifarat.2

Takzir berasal dari kata ‘azzara yang berarti menolak dan mencegah

kejahatan, atau berarti menguatkan, memuliakan, dan membantu. Dalam

Alquran disebutkan:

ْؤ تِل

ا ْو نِم

ِ

ل

اِب

ِهِلو سرو

ه ْو ر ِ زع تو

ه ْورِ قو تو

هو حِ بس تو

ةرْك ب

لْيِصأو

.

(26)

Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul- Nya, menguatkan (agama)–Nya, membesarkan-Nya dan bertasbih kepadamu diwaktu pagi dan petang. (Q.S Alfath:9)3

Secara ringkas dikatakan bahwa hukuman takzir adalah hukuman yang

belum ditetapkan oleh syarak, melainkan diserahkan kepada Ulil Al-amri,

baik penentuan maupun pelaksanaannya. Dalam penentuan hukuman

tersebut, penguasa hanya menetapkan hukumannya secara global saja.

Artinya pembuat undang-undang tidak menetapkan hukuman untuk

masing-masing jarimah takzir melainkan hanya menetapkan sejumlah hukuman, dari

yang seringan-ringannya hingga yang seberat-beratnya.4

Hakim diperkenankan untuk mempertimbangkan baik untuk bentuk

hukuman yang akan dikenakan maupun kadarnya. Bentuk hukuman dengan

kebijaksanaan ini diberikan dengan pertimbangan khusus tentang berbagai

faktor yang mempengaruhi perubahan sosial dalam peradaban manusia dan

bervariasi berdasarkan pada keanekaragaman metode yang digunakan

pengadilan ataupun jenis tindak pidana yang dapat ditunjukan dalam

undang-undang.5

Syarak tidak menentukan macam-macam hukuman untuk setiap

jarimah takzir tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang

paling ringan hingga paling berat. Hakim diberi kebebasan untuk memilih

3 Ibid.,166.

4 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam :Fikih Jinayah, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2004), 19.

(27)

hukuman mana yang sesuai. Dengan demikian sanksi takzir tidak

mempunyai batas tertentu.6

Tidak adanya ketentuan mengenai macam-macam hukuman dari

jarimah takzir dikarenakan jarimah ini berkaitan dengan perkembangan

masyarakat dan kemaslahatannya, dan kemaslahatan tersebut selalu berubah

dan berkembang. Sesuatu dapat dianggap maslahat pada suatu waktu, belum

tentu dianggap maslahat pula pada waktu yang lain. Demikian pula sesuatu

dianggap maslahat pada suatu tempat, belum tentu dianggap maslahat pula

pada tempat l ain.7

B. Dasar Hukum Takzir

Dasar hukum disyariatkannya takzir terdapat dalam beberapa hadis

Nabi dan tindakan sahabat ant ara lain sebagai berikut:8

1. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim :

انثدح

مْيِهارْبِإ

نْب

ىسو م

،ي ِزارلا

انربْحأ

دْبع

،ِقازرلا

ْنع

،رمْعم

ْنع

ِزْهب

ِنْب

،ميِكح

ْنع

،ِهيِبأ

ْنع

ِهِ دج

:

نأ

يِبنلا

ىلص

ل

ِهْيلع

ملسو

سبح

ل جر

يِف

ةمْه ت

(

هاور

وبا

ودواد

ىذمر تلا

ىءاس نلاو

ىقهيبلاو

ةح حصو

مكاحلا

.)

Telah menceritakan Ibrahim bin Musa ar-Razi, Abdur Razaq memberi kabar kepada kami, dari Ma’mar, dari Bahz ibn Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya bahwa Nabi saw menahan seseorang karena disangka melakukan kejahatan‛ (hadis diriwayatkan oleh Abu Daud, Turmudzi, Nasa’I dan Baihaqi serta dishahihkan oleh Hakim).

6 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah..., 143.

7 Mustofa Hasan dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), (Bandung:

Pustaka Setia, 2013), 75.

(28)

Hadis diatas menjelaskan tentang tindakan Nabi yang menahan

tersangka pelaku tindak pidana untuk memudahkan proses penyelidikan.

Apabila tidak ditahan, dikhawatirkan orang tersebut melarikan diri,

menghilangkan barang bukti atau mengulangi perbuatan tindak pidana.

2. Hadis nabi yang diriwayatkan oleh Abi Burdah yang berbunyi:

ْنع

ىِبأ

ةد ْر ب

ْى ِراصْنْ

ْ

ا

ى ِضر

ل

هْنع

هنأ

عِمس

ل ْو سر

ِ

ل

ىلص

ل

ِهْيلع

ملسو

ي

ل ْو ق

:

ل

دلْج ي

ق ْوف

ةرْشع

طاوْسأ

لِإ

ىِف

دح

ْنِم

ِد ْو د ح

ِ

ل

ىلاعت

(

قفت

م

هيلع

.)

Dari Abi Burdah Al-Ansari ra bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda: tidak boleh dijilid diatas sepuluh cambuk kecuali didalam hukuman yang telah ditentukan oleh Allah ta’ala (Mutt afaq Alaih).

Hadis tersebut menjelaskan tentang batas hukuman ta’zi>r yang tidak

boleh lebih dari sepuluh kali cambukan untuk membedakannya dengan

hudud. Dengan batas hukuman ini, dapat diketahui mana yang termasuk

jarimah hudud dan mana yang termasuk jarimah takzir.

3. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Aisyah:

ْنعو

ةشِئاع

ى ِضر

ل

اهْنع

نأ

يِبنلا

ىلص

ل

ِهْيلع

ملسو

لاق

:

ا ْو لْيِقأ

ىِوذ

ِتائْيهْلا

ارثع

ْمِهِت

لِإ

ْو د حْلا

د

(

هاور

دمحأ

و

وبأ

دواد

ىئاسنلا

و

ىقهيبلاو

.)

Dari Aisyah ra. Bahwa Nabi sw. bersabda: “Ringankanlah hukuman bagi orang-orang yang tidak melakukan kejahatan atas perbuatan mereka, kecuali dalam jarimah-jarimah Hudu>d. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Nasa’I, dan Baihaqi)

Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah menjelaskan tentang

aturan teknis pelaksanaan hukuman takzir yang bisa jadi berbeda-beda

(29)

C. Maksud Sanksi Takzir

Adapun maksud utama sanksi takzir yaitu sebagai berikut:9

1. Fungsi Preventif (Pencegahan), yakni bahwa sanksi takzir harus

memberikan dampak positif bagi orang lain (orang yang tidak dikenai

hukuman) sehingga orang lain tidak melakukan perbuatan yang sama

dengan perbuatan terhukum.

2. Fungsi Represif (membuat pelaku jera), dimaksudkan agar para pelaku

tidak mengulangi perbuatan jarimah di kemudian hari.

3. Fungsi Kuratif (Islah), yang maksudnya takzir harus mampu membawa

perbaikan perilaku terpidana di kemudian hari.

4. Fungsi Edukatif (pendidikan), diharapkan dapat mengubah pola

hidupannya ke arah yang lebih baik.

D. Macam-Macam Sanksi Hukuman Takzir

Sanksi takzir itu macamnya beragam antara lain sebagai berikut:

1. Hukuman takzir yang berkaitan dengan badan.

Hukuman takzir yang berkaitan dengan badan terdapat dua jenis,

yakni hukuman mati dan jilid.

a. Hukuman Mati

Hukuman mati umumnya diterapkan sebagai hukuman kisas

untuk pembunuhan sengaja dan sebagai hukuman h{ad untuk jarimah

hira<bah, zina muhsan, riddah, dan jarimah pemberontakan, untuk

9 A. Djazuli, Fiqh Jinayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, (Jakarta: PT Raja

(30)

jarimah takzir, tentang hukuman mati sendiri ada beberapa pendapat

dari para fuqaha.10

Mazhab Hanafi membolehkan sanksi takzir dengan hukuman

mati tetapi dengan syarat bila perbuatan itu dilakukan secara

berulang-ulang. Sedangkan Mazhab Maliki juga membolehkan hukuman mati

sebagai sanksi takzir yang tertinggi. Demikian juga mazhab Syafi’i,

sebagian mazhab Syafi’iyah membolehkan hukuman mati, seperti

dalam kasus homoseks.11

Sebagian ulama Hanabilah juga membolehkan penjatuhan

hukuman mati sebagai sanksi takzir tertinggi. Para ulama yang

membolehkan hukuman mati sebagai sanksi takzir beralasan dengan

adanya hadis-hadis yang menunjukkan adanya hukuman mati selain

pada jarimah hudu>d, seperti:

ْنع

ةجفْرع

لاق

تْعِمس

لو سر

ِ

ل

ىلص

ل

ِهْيلع

ملسو

لوقي

ْنم

ْم كاتأ

ْم ك رْمأو

عيِمج

ىلع

ل جر

د ِحاو

ِر ي

دْي

ْنأ

ق شي

ْم كاصع

ْوأ

ق ِ رف ي

ْم كتعامج

هو ل تْقاف

.

Dari ‘Arfajah berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bila datang kepadamu seseorang yang hendak mematahkan tongkatmu (memecah belah jama’ah) atau memecah belah persatuan kalian, maka bunuhlah dia.” (HR. Muslim)12

Adapun para ulama yang melanggar penjatuhan sanksi hukuman

mati sebagai sanksi takzir beralasan dengan hadis:

10 Makrus Munajat, Hukum Pidana Islam..., 196. 11 A. Djazuli, Fiqh Jinayah..., 192-193.

12 Lidwa Pustaka Software Kitab 9 Imam Hadits, Kitab Muslim, Bab Hukum Bagi Orang yang

(31)

ْنع

ِدْبع

ِ

ل

لاق

لاق

لو سر

ِ

ل

ىلص

ل

ِهْيلع

ملسو

ل

ل ِحي

مد

ئ ِرْما

مِلْس م

ده ْشي

ْنأ

ل

هلِإ

لِإ

ل

يِ نأو

و سر

ل

ِ

ل

لِإ

ىدْحِإِب

ثلث

بِ يثلا

ازلا

يِن

سْفنلاو

ِسْفنلاِب

ك ِراتلاو

ِهِنيِدِل

ق ِراف مْلا

ِةعامجْلِل

.

Dari Abdullah dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak halal darah seseorang muslim yang telah bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah dan aku adalah utusan Allah, kecuali satu dari tiga orang berikut ini: seorang janda yang berzina, seseorang yang membunuh orang lain, orang yang keluar dari agamanya, memisahkan diri dari Jama’ah (murtad). (HR. Ibnu Majah)13

Dari beberapa hadis diatas, yang lebih kuat adalah pendapat yang

membolehkan hukuman mati. Hukuman mati sebagai sanksi ta’zi>r

tertinggi hanya diberikan kepada pelaku jarimah yang berbahaya

sekali, berkaitan dengan jiwa, keamanan dan ketertiban masyarakat,

disamping sanksi hudud yang tidak memberi pengaruh baginya.14

b. Hukuman Jilid

Jilid adalah sanksi badan yang langsung dirasakan sakitnya oleh

badan terhukum, sehingga menjadikan si terhukum jera dengan

mempertimbangkan kejahatannya, pelakunya, tempat, dan waktunya.15

Hukuman jilid dalam jarimah hudu>d, baik zina maupun tuduhan

zina dan sebagainya telah disepakati oleh para ulama. Adapun

hukuman jilid pada pidana takzir juga berdasarkan Alquran dan Hadis

13 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Ibnu Majah, Jilid 2. (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2007), 460-461

(32)

dan Ijma’.16 Dalam Alquran misalnya adalah pada surat Annisa’ ayat 34:

يِتللاو

نو فاخت

ه زو ش ن

ن

ن ه و ظِعف

ن ه و ر جْه او

يِف

اضمْلا

ِعِج

ن ه و بِرْضاو

.

ْنِإف

ْم كنْعطأ

لف

او غْبت

نِهيلع

ليِبس

.

نِإ

ل

ناك

ا

ً

يِلع

ا ريِبك

.

Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.17

Meskipun pada ayat diatas ta’zi>r tidak dijatuhkan oleh Uli

Al-amri, melainkan oleh suami. Adapun hadis yang menunjukkan

bolehnya ta’zi>r dengan jilid adalah hadis Abu Burdah yang mendengar

langsung bahwa Nabi Saw. berkata:

يِنثدح

دْبع

ِنم ْحرلا

ْب

ن

رِباج

نأ

هابأ

هثدح

هنأ

عِمس

ابأ

ةد ْر ب

ي ِراصْنْ

ْ

ا

لاق

تْعِمس

يِبنلا

ىلص

ل

ِهْيلع

ملسو

لو قي

"

ل

او دِلْجت

ق ْوف

ِةرْشع

طاوْسأ

لِإ

يِف

دح

ْنِم

ِدو د ح

ل

Kemudian Sulaiman bin Yasar menghadap ke kami dan berkata; Abdurrahman bin Jabir telah menceritakan kepadaku; bahwa bapaknya telah menceritakan kepadanya, bahwasanya dia telah mendengar Abu Burdah Al Anshari berkata; aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Janganlah kalian menjilid diatas sepuluh

cambukan, kecuali dalam salah satu hukuman h{ad Allah. (HR.

Bukhari).

2. Hukuman takzir yang berkaitan dengan kemerdekan seseorang.

Sanksi Hukuman takzir jenis ini ada dua macam yaitu penjara dan

hukuman buang/pengasingan.

a. Hukuman Penjara (Al-Habsu).

16 Ibid., 196.

(33)

Menurut bahasa Al-Habsu itu menahan. Menurut Ibnu Qayyim,

Al-Habsu adalah menahan seseorang untuk tidak melakukan perbuatan

hukum, baik tahanan itu di rumah, di masjid, maupun di tempat lain.

Seperti itulah yang dimaksud dengan al-Habsu di masa Nabi dan Abu

Bakar. Akan tetapi , setelah Umat Islam berkembang dan meluas pada

masa Umar, maka Umar membeli rumah Syafwan bin Umayyah untuk

dijadikan sebagai penjara. Atas dasar tindakan umar tersebutlah para

ulama membolehkan Ulil Al-mri untuk membuat penjara.18 Dalam

syari’at islam sendiri, hukuman penjara dibagi menjadi dua yaitu

penjara terbatas dan penjara tidak terbatas.

Hukuman penjara terbatas adalah hukuman penjara yang lama

waktunya dibatasi secara tegas. Hukuman penjara terbatas ini

diterapkan pada jarimah penghinaan, menjual khamr, memakan riba

dan saksi palsu. Sedangkan hukuman penjara tidak terbatas adalah

hukuman penjara yang tidak dibatasi waktunya, melainkan

berlangsung terus hingga pelaku yang terhukum mati, atau setidaknya

hingga dia bertaubat .19

Dalam istilah lain dikenal juga dengan hukuman penjara seumur

hidup. Hukuman penjara tidak terbatas ditujukan kepada Pelaku

Tindak Pidana yang sangat berbahaya misalnya seperti pembunuhan

yang terlepas dari sanksi qishas20

18 A. Djazuli, Fiqh Jinayah..., 204-205.

(34)

b. Hukuman Buang/Pengasingan.

Dasar hukum buang terdapat pada firman Allah dalam surah

Al-maidah ayat 33 yang berbunyi sebagai berikut:

امنِإ

ءازج

نيِذلا

نو بِراح ي

ل

هلو سرو

ن ْوعْسيو

يِف

ِض ْر ْ

ْ

ا

ا داسف

ْنأ

او لتق ي

ْوأ

او بلص ي

ْوأ

عطق ت

يِدْيأ

ْمِه

ْم ه ل ج ْرأو

ْنِم

فل ِخ

ْوأ

ا ْوفْن ي

نِم

ِض ْر

ْ

ا

كِلذ

ْم هل

ي ْز ِخ

يِف

ايْندلا

ْم هلو

يِف

ِةر ِخ

آ

ا

باذع

ميِظع

.

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya) yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia dan di akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar.

Meskipun ketentuan hukuman buang dalam ayat tersebut di atas

diancamkan kepada pelaku jarimah hudu>d, tetapi para ulama

menerapkan hukuman buang ini dalam jarimah takzir juga. Tampaknya

hukuman buang ini dijatuhkan kepada pelaku-pelaku jarimah yang

dikhawatirkan berpengaruh kepada orang lain, sehingga pelakunya

harus dibuang untuk menghindarkan pengaruh-pengaruh tersebut.21

Adapun mengenai tempat pengasingan, fuqaha berpendapat

sebagai berikut:22

a) Menurut Imam Malik bin Anas, pengasingan artinya membuang

(menjauhkan) pelaku dari negara Islam ke negara Non Islam.

b) Menurut Umar bin Abdul Aziz dan Said bin Jubair, pengasingan

artinya dibuang dari satu kota ke kota lain.

21 A. Djazuli, Fiqh Jinayah..., 209.

(35)

c) Menurut Imam Al-Syafi’i, jarak antara kota asal dan kota

pengasingan sama seperti perjalanan shalat qasar. Sebab, apabila

pelaku diasingkan di daerah sendiri, pengasingan itu untuk

menjauhkannya dari keluarga dan tempat t inggal.

d) Menurut Imam Abu Hanifah, dan satu pendapat dari Imam Malik,

pengasingan berarti dipenjarakan.

Adapun lama pembuangan menurut Imam Abu Hanifah adalah

satu tahun, menurut Imam Malik bisa lebih dari satu tahun, menurut

sebagian Syafi’iyah dan Hanabilah tidak boleh melebihi satu tahun dan

menurut sebagian Syafi’iyah dan Hanabilah yang lain bila hukuman

buang itu sebagai sanksi hukum terhadap jarimah takzir boleh lebih

dari satu tahun. Jelas bahwa maksud hukuman buang ini adalah untuk

memberikan pelajaran bagi terdakwa pelaku jarimah dan sudah tentu

ditetapkan sehubungan dengan kejahatan-kejahatan yang sangat

membahayakan dan dapat mempengaruhi anggota masyarakat yang

lain.23

3. Hukuman takzir yang berkaitan dengan harta.

Sanksi hukuman takzir yang berupa harta dikelompokkan menjadi

tiga yakni merampas harta, mengubah bentuk barang dan hukuman

denda. Masing-masing uraiannya yaitu:

a) Merampas Harta.

(36)

Para ulama berbeda pendapat tentang dibolehkannya hukuman

takzir dengan cara mengambil harta, sebagian ulama yang

membolehkan seperti Imam Abu Yusuf murid Abu Hanifah

menyatakan hakim menahan sebagian harta si terhukum selama waktu

tertentu, sebagai pelajaran dan upaya pencegahan atas perbuatan yang

dilakukannya, kemudian mengembalikannya kepada pemiliknya

apabila ia telah jelas taubatnya.

b) Mengubah Bentuk Barang dan Memilikinya.

Hukuman takzir yang mengubah harta pelaku, antara lain

mengubah patung yang disembah oleh orang muslim dengan cara

memotong bagian kepalanya sehingga mirip pohon atau vas bunga.24

Sedangkan hukuman takzir berupa pemilikan harta penjahat (pelaku),

antara lain seperti keputusan Rasulullah Saw. melipatgandakan denda

bagi seorang yang mencari buah-buahan, di samping hukuman jilid.

Demikian pula keputusan Khalifah Umar yang melipatgandakan denda

bagi orang yang menggelapkan barang temuan.25

c) Hukuman Denda (Al – Gharama>h).

Hukuman denda ditetapkan dalam syariat Islam antara lain

mengenai tentang pencurian buah yang hasil panennya tergantung

dengan pohonnya yang didenda dua kali harga buah tersebut,

disamping hukuman lain yang sesuai dengan perbuatan mencuri.

24 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah..., 159.

(37)

Dengan demikian sanksi denda dalam surah Albaqarah ayat 179 yang

berbunyi:

ْم كلو

يِف

ِصاصِقْلا

ةايح

اي

يِلو أ

ِبابْلْ

ْ

ا

ْم كلعل

نو قتت

.

Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.

Hukuman denda bisa merupakan hukuman pokok yang berdiri

sendiri, juga dapat pula digabungkan dengan hukuman pokok lainnya.

Penjatuhan hukuman denda bersama-sama dengan hukuman yang lain

bukan merupakan hal yang dilarang bagi seorang hakim yang

mengadili perkara jarimah takzir karena hakim diberi kebebasan yang

penuh dalam masalah ini. Dalam hal ini hakim dapat

mempertimbangkan berbagai aspek, baik yang berkaitan dengan

jarimah, pelaku, situasi maupun kondisi oleh pelaku.26

4. Hukuman takzir lainnya.

Diantara sanksi-sanksi takzir yang tidak termasuk kedalam ketiga

kelompok yang telah dikemukakan di atas adal ah:

a) Sanksi Peringatan Keras atau Ancaman (Tahdi>d) dan Dihadirkan di

Hadapan Sidang

Peringatan itu dapat dilakukan di rumah atau dipanggil ke sidang

pengadilan. Gambaran tentang peringatan keras ini seperti diucapkan

hakim kepada pelaku jarimah: “Telah sampai kepadaku bahwa kamu

telah melakukan kejahatan... oleh karena itu jangan kau lakukan lagi

(38)

hal itu”. Peringatan ini bisa dilakukan oleh utusan pengadilan atau oleh

hakim dihadapan sidang.27

Adapun peringatan disertai dengan ancaman apabila terpidana

mengulangi perbuatannya, ia akan didera, dipenjara, atau dijatuhi

hukuman yang lebih berat. Pada umumnya peringatan dijatuhkan oleh

hakim untuk menghukum pelaku tindak pidana ringan atau orang yang

baru mulai melakukan tindak pidana, sedangkan ancaman dijatuhkan

apabila hukuman itu cukup dapat mencegah, memperbaiki,serta

mengajari si terpidana.28

b) Celaan (At-Taubi>kh)

Dasar hukum untuk celaan sebagai hukuman takzir adalah hadis

Nabi Saw, diriwayatkan bahwa Abu Dzar pernah menghina seseorang

dengan menghina ibunya, kemudian Rasulullah Saw bersabda:

انثدح

نامْيل س

نْب

ب ْرح

لاق

انثدح

ةبْع ش

ْنع

ل ِصاو

ِبدْح ْ

ْ

ا

ِنع

ِرو رْعمْلا

ِنْب

دْيو س

اق

ل

تيِقل

ابأ

رذ

ِةذبرلاِب

ِهْيلعو

ةل ح

ىلعو

ِه ِمل غ

ةل ح

ه تْلأسف

ْنع

كِلذ

لاقف

يِ نِإ

تْبباس

ل جر

ه تْريعف

ِه ِ م أِب

لاقف

يِل

يِبنلا

ىلص

ل

ِهْيلع

ملسو

"

اي

ابأ

رذ

هتْريعأ

ِ م أِب

ِه

كنِإ

كيِف ؤ رْما

ةيِلِهاج

.

Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Washil Al Ahdab dari Al Ma'rur bin Suwaid berkata: Aku bertemu Abu Dzar di Rabdzah yang saat itu mengenakan pakaian dua lapis, begitu juga anaknya, maka aku tanyakan kepadanya tentang itu, maka dia menjawab: Aku telah menghina seseorang dengan cara menghina ibunya, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menegurku: "Wahai Abu Dzar apakah

27 A. Djazuli, Fiqh Jinayah..., 215.

28 Abdul Qadir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, Jilid 3 (Bogor: PT Kharisma Ilmu,

(39)

kamu menghina ibunya? Sesungguhnya kamu masih memiliki (sifat) jahiliyah. (HR.Bukhari)29

c) Hukuman Pengucilan (Al-Hajr)

Yang dimaksud dengan pengucilan adalah larangan untuk

berhubungan dengan pelaku jarimah dan melarang masyarakat untuk

berhubungan dengannya. Dalam sejarah Rasulullah S.a.w pernah

menjatuhkan hukuman pengucilan terhadap tiga orang yang tidak ikut

serta dalam perang Tabuk, yaitu Ka’ab bin malik, Mirarah bin Bai’ah,

dan Balil bin Umaiyah, mereka dikucilkan 50 (lima puluh) hari tanpa

diajak bicara.

Sanksi takzir berupa pengucilan ini diberlakukan apabila

membawa kemaslahatan sesuai dengan kondisi masyarakat tertentu.

Dalam suatu sistem masyarakat terbuka akan sangat susah

memberlakukan sanksi jenis ini, sebab masing-masing anggota

masyarakat yang demikian saling tidak acuh terhadap anggota

masyarakat lainnya. Akan tetapi pengucilan dalam arti tidak diikut

sertakan dalam kegiatan masyarakat bisa sangat efektif.30

d) Pemecatan dari Jabatan (Al-Azl)

Yang dimaksud dengan pemecatan (Al-azl) adalah melarang

seseorang dari suatu pekerjaan tertentu atau menurunkan atau

memberhentikannya dari suatu tugas atau jabatan tertentu.Hukuman

takzir berupa pemberhentian diterapkan terhadap setiap pegawai yang

29 Lidwa Pustaka Software Kitab 9 Imam Hadits, Kitab Bukhari, Bab Perbuatan Maksiat

Merupakan Kebiasaan Jahiliyah, Hadits No. 29.

(40)

melakukan jarimah baik yang ada hubungan dengan pekerjaannya

maupun dengan hal-hal lainnya.

Hukuman pemecatan dapat diterapkan dalam segala macam

Kasus Tindak Pidana, baik sebagai hukuman pokok, tambahan,

maupun hukuman pelengkap. Adapun pemilihan apakah pemecatan

sebagai hukuman pokok, tambahan maupun hukuman pelengkap sangat

tergantung kepada kasus-kasus kejahatan yang dilakukannya.31

e) Diumumkan Kesalahannya/Publikasi (Tasyhi>r)

Tasyhi>r adalah memngumumkan tindak pidana pelaku kepada

publik. Hukuman tasyhi>r biasanya dijatuhkan atas tindak pidana yang

terkait dengan kepercayaan, seperti kesaksian palsu dan penipuan.32

Dasar hukum untuk hukuman berupa pengumuman kesalahan

atau kejahatan pelaku secara terbuka (publikasi) adalah tindakan

Khalifah Umar terhadap seorang saksi palsu yang sesudah dijatuhi

hukuman jilid lalu ia diarak keliling kota, sambil diumumkan kepada

masyarakat bahwa ia adalah saksi palsu.

Dalam mazhab Syafi’i pengumuman ini juga boleh dilakukan

dengan menyuruh pencuri keliling pasar dengan tujuan agar

orang-orang pasar tahu bahwa ia adalah seorang-orang pencuri. Dengan demikian,

menurut fuqaha sanksi takzir yang berupa pengumuman kejahatan itu

dimaksudkan agar orang yang bersangkutan menjadi jera dan agar

31 Ibid., 219-220.

(41)

orang lain tidak melakukan perbuatan serupa, sanksi ini diharapkan

memiliki daya represif dan preventif.33

E. Pendapat Ulama t entang Penerapan sanksi Takzir

Menurut mahzab Hanafi penerapan sanksi takzir itu diserahkan kepada Ulil Al-mri termasuk batas minimal dan maksimalnya. Dalam hal ini harus

tetap dipertimbangkan variasi hukumannya sesuai dengan perbedaan

jarimah dan perbedaan pelakunya. Perbedaan jarimah dalam kaitannya dengan penerapan sanksi takzir artinya bahwa sanksi itu harus disesuaikan dengan jarimah yang dilakukan terhukum. Sebagaimana telah dijelaskan

bahwa bila jarimah takzir yang dilakukan itu berkaitan dengan jilid, maka

jilidnya harus kurang dari batas jilid had zina. Akan tetapi , bila jarimah

takzir yang dilakukan itu bukan jarimah hudu>d, maka diserahkan

sepenuhnya kepada Ulil Al-mri sesuai dengan tuntutan kemaslahatan

umum.

Perbedaan pelaksanaan jarimah takzir juga harus dipertimbangkan. Hal

ini berarti bahwa dalam menentukan sanksi takzir itu harus

mempertimbangkan pelakunya, karena kondisi pelakunya itu tidak selalu

sama, baik motif tindakannya maupun kondisi psikisnya. Disamping itu,

untuk menjerahkan si pelaku sudah tentu harus tidak sama antara orang

yang satu dengan orang yang lainnya ada yang harus dijilid, ada harus

dikurung, ada yang harus dicela, dan sebagainnya. Menurut Hanafiyah

(42)

dalam penerapan sanksi ini harus diperhatikan stratifikasi manusia, yakni

ada empat:

1. Asyraf Al-Asyraf (orang-orang yang paling mulia), yaitu para ulama.

Mereka cukup diberi peringatan oleh hakim atau diajukan ke meja

hijau, dan hal ini baginya sudah tentu pelajar an yang pahit.

2. Al-Asraf (orang-orang yang mulia), yaitu para pemimpin yang harus

diberi sanksi yang lebih berat dari pada sanksi yang diberikan kepada

para ulama, yakni bisa dengan peringatan yang keras atau dihadirkan di

depan pengadilan.

3. Al-Ausat (pertengahan), bisa dengan peringatan keras atau penjara.

4. Al-Akhsa (rendah), bisa dengan dipenjara atau dijilid.

Derajat-derajat ini sesungguhnya hanya merupakan klasifikasi manusia

dalam kaitannya dengan pengaruh sanksi bagi dirinya, dan tidak

dimaksudkan untuk membeda-bedakan manusia di depan hukum, karena

semuannya dikena hukuman, hanya saja dalam rangka untuk mencapai

tujuan hukuman, maka stratifikasi ini diperlukan. Hal ini dibuktikan oleh

ibn Abidin yang menyatakan bila orang yang mulia mengulang lagi

kejahatannya, maka bisa dikenai sanksi jilid seperti orang kebanyakan.

(43)

sanksi takzir itu tidak berupa jilid, maka batas terendah dan tertingginya diserahkan sepenuhnya kepada Ulil Al-mri.

Dikalangan mazhab Maliki ada perinsip bahwa sanksi takzir itu

berbeda-beda jenisnya, jumlahnya, dan sifatnya karena perbedaan kondisi

pelakunnya, bahkan Al-Qarafi menambahkan bahwa perbedaan kondisi

pelakunya, bahkan Al-Qarafi menambahkan bahwa perbedaan waktu dan

tempat t erjadinya kejahatan itu membawa perbedaan sanksi takzir, terutama sekali takzir yang diberkaitan dengan adat kebiasaan negeri tertentu.

Di kalangan mazhab Syafi’i takzir itu pada prinsipnya diserahkan kepada ijtihad Ulil Al-mri, baik tentang jenisnya maupun tentang kadarnya,

disesuaikan dengan keadaan para pelakunya yang berbeda-beda dan juga

disesuaikan dengan perbedaan jarimahnya.

Imam Mawardi menyatakan bahwa takzir itu berbeda dengan hudu>d

dalam tiga hal, yaitu:

1. Memberikan sanksi takzir kepada orang yang baik-baik itu lebih ringan

dari pada sanksi takzir kepada orang yang sering melakukan kejahatan,

sedangkan dalam hudu>d tidak ada perbedaan.

2. Dalam hudud tidak boleh diberikan maaf, sedangkan dalam ta’zi>r ada

kemungkinan pemberian maaf.

3. H{ad itu memungkinkan bisa menimbulkan kerusakan tubuh dan jiwa

terhukum, sedangkan dalam takzir terhukum tidak boleh sampai

(44)

Di kalangan mazhab Hanbali takzir juga berbeda-beda,baik jenis, kadar,

maupun sifatnya sesuai dengan jarimah dan keadaan pelakunya. Disamping

itu takzir juga diserahkan kepada Ulil Al-mri untuk menerapkannya dan

untuk memilih jenis, kadar, dan sifat takzir yang sesuai dengan tujuan takzir. Seperti dinyatakan oleh ibn Taimiyah bahwa ta’zi>r itu diserahkan

kepada Ulil Al-mri sesuai dengan besar kecilnya dosa. Bila dosanya makin

besar, maka sanksinya makin besar. Dan disesuaikan dengan keadaan

pelakunya, bila pelakunya sering melakukan kejahatan maka sanksinya lebih

berat.

Dari pendapat-pendapat para ulama di atas, jelaslah bahwa takzir itu

merupakan hukuman yang diserahkan kepada Ulil Al-mri, khususnya hakim

yang menjatuhkan hukuman. Ia dapat menentukan suatu hukuman yang

menurut ijtihad-nya dapat memberikan pengaruh preventif, represif, kuratif,

dan edukatif terhadap si terhukum dengan tepat mempertimbangkan

keadaan pelakunya, jarimahnya, korban kejahatan-kejahatannya, waktu dan

tempat kejadian. Namun demikian kewenangan hakim itu tidak mutlak. Di

kalangan mazhab Hanafi yang diserahkan kepada Ulil Al-mri itu adalah

macamnya hukuman. Hanya saja bila sanksi yang dipilih adalah sanksi jilid,

maka harus dikaitkan dengan batas tertinggi had dan tidak boleh

melampauinya.

Di kalangan mazhab Syafi’i bila hakim memilih hukuman buang

(45)

tahun. Sedangkan di kalangan mahzab Maliki yang diserahkan itu meliputi

macamnya dan kadarnya. Jadi hakim dapat memilih salah satu macam

hukuman yang menurut ijtihadnya munasabah, bahkan dapat melampaui

batas sanksi hudud, baik jilid maupun hukuman buang, bila tuntutan kemasalahatan memang melampaui batas h{ad.

Di kalangan mazhab Hanbali dan sebagaian ulama Syafi’iyah apabila si

terhukum itu seorang seorang residivis dan hukuman had tidak memberikan

daya represif baginya, maka Ulil Al-mri boleh menjatuhkan kepadanya

hukuman penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati agar tidak

membawa mudharat kepada manusia. Meskipun di kalangan mazhab Syafi’i

ada yang mengatakan bahwa hukuman mati itu suatu sanksi yang berkaitan

dengan siyasah untuki menjaga kestabilan dan keselamatan Negara,

kelangsungan pemerintah, dan untuk menghindarkan kemafsadatan di muka

bumi. Ini semua sesungguhnya berkaitan dengan Ulil Al-mri, bukan dengan

qadhi di pengadilan.

Pendapat-pendapat para ulama di atas juga menunjukkan bahwa

meskipun sanksi ta’zi>r itu diserahkan kepada hakim untuk menjatuhkannya

akan tetapi ia harus mempertimbangkan banyak hal supaya sanksinya tidak

melampaui batas dan kurang dari batas. Jadi secara singkat hubungan antara

hakim dengan si terhukum dalam kasus ta’zi>r seperti hubungan seorang

tabib dengan pasiennya. Obat yang diberikan, baik dosisnya maupun

(46)

agar penyakitnya lekas sembuh dengan tidak tidak menimbulkan dampak

saingan yang tidak perlu.34

Dalam hukum islam narkotika belum di atur secara kusus dalam

Al-quran dan hadis maka ulama mujtahid berpendapat bahwa narkotika di qiyaskan dengan khamr.

F. Pengertian Narkotika

Narkoba secara etimologi adalah berasal dari bahasa Inggris, yaitu

narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Narkotika berasal dari bahasa Yunani, yaitu narke atau narkam yang bararti terbius sehingga tidak

merasakan apa-apa. Narkotika berasal dari perkataan narcotic yang artinya

sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek

stupor (terbius).

Secara terminologis, dalam kamus besar bahasa Indonesia, Narkoba dan

Narkotika adalah obat yang dapat menenangkan saraf menghilangkan rasa

sakit,menimbulkan rasa mengantuk dan merangsang.

Narkotika secara umum adalah semua zat yang mengakibatkan

kelemahan atau pembiusan atau mengurangi rasa sakit. Narkotika menurut

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 ketentuan umum pasal (1) ayat 1

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

(47)

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang

dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam

Undang-undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009.

Sanksi bagi pengedar narkotika sebagai mana dalam Undan-undang

Nomor 35 Tahun 2009 pasal 112.

Dalam Undang-undang narkotika menyebutkan setiap orang yang tanpa

hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau

menyediakan Narkotika golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana

penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun

dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau

menyediakan Narkotika golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima)

tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

G. Sanksi Bagi Pengedar Narkotika dalam Hukum Islam

Hukuman bagi pelaku, penjual, pengedar narkotika, golongan 1 berupa

(48)

Alquran, hadis atau keputusan penguasa yang mempunyai wewenang

menetapkan takzir.35

Pengedar narkotika dalam hukum pidana islam belum di atur secara

khusus baik dalam Alquran maupun hadis namun ada sebagian ulama

berpendapat di kenakan hukuman takzir.

Menurut Wahbah Al-Zuhaili dan Ahmad Al-Hasari berpendapat bahwa

pelaku penyalahguna narkoba di beri sanksi takzir karena narkoba tidak ada

pada masa Rasulullah Saw, dan narkoba lebih berbahaya di bandingkan

dengan khamr juga narkoba tidak di minum seperti halnya khamr.

Fatwa majelis ulama Indonesia (MUI) pun mengatakan bahwa sanksi

bagi penyalahguna narkoba adalah takzir.

Takzir adalah jenis sanksi yang syar’i yang tidak termasuk hudu>d dan

kisas atau diyat. Takzir bersifat memberi pelajaran dan koreksi yang

sifatnya memperbaiki perilaku tersalah.

Setiap tindak pidana yang di tentukan oleh Alquran maupun oleh hadis

di sebut hudu>d dan qishas atau diyat. Adapun yang tidak di sebutkan dalam

Al-quran dan hadis di sebut sebagai jarimah takzir.36

Misalnya ,tidak melaksanakan amanah,menghina orang,atau mengedar

narkotika dalam bentuk lain dari jarimah takzir adalah tindak pidana yang

35 Wardi Ahmad, hukum pidana islam, (jakarta: sinar grafika, 2005), 91

36 Ahmad Wardi muslich, pengantar dan asas-asas hukum pidana islam, (jakarta: sinar

(49)

hukumannya di tentukan oleh ulul amri atau hakim dan tidak bertentangan

dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan tujuan syari’ah islam.

Sanksi takzir merupakan otoritas hakim untuk menentukan berat atau

ringannya hukuman, walaupun ia harus mempertimbakan keadaan

pelakunya, jarimahnya, korban kejahatannya, waktu dan tempat kegiatan

sehingga putusan hakim bersifat previtif, refrensif, edukatif, dan kuratif.37

Dari uraian di atas sudah jelas bahwa mengkonsumsi, memakai, jual

beli, atau pengedar narkotikan sangat di haramkan oleh agama islam dan di

larang dalam ketentuan perundang-undangan, dan dapat dikenakan sanksi

takzir yang di perberat dengat diyat, karena melihat bahannya yang sangat

besar terhadap masyarakat, bangsa serta agama.

(50)

BAB III

PUTUSAN PENGADILAN MILITER I-07

BALIKPAPAN NOMOR :05-K/PM I-07/AD/I/2012.

A.Tentang Pengadilan Militer Balikpapan

Peradilan Militer baru dibentuk setelah dikeluarkannya UU. No. 7 tahun 1946 tentang Peraturan mengadakan Pengadilan Tentara disamping

pengadilan biasa, pada tanggal 8 Juni 1946, kurang lebih 8 bulan setelah lahirnya Angkatan Bersenjata RI. Dalam masa kekosongan hukum ini, diterapkan hukum disiplin militer.

Bersamaan dengan ini pula dikeluarkan UU No. 8 tahun 1946 tentang Hukum acara pidana guna peradilan Tentara.

Dengan dikeluarkannya kedua undang-undang di atas, maka peraturan-peraturan di bidang peradilan militer yang ada pada zaman sebelum proklamasi, secara formil dan materil tidak diperlakukan lagi.

Dalam UU No. 7 Tahun 1946 Peradilan tentara di bagi menjadi 2 Tingkat, yaitu:

1. Mahkamah Tentara

2. Mahkamah Tentara Agung.

Peradilan Tentara berwenang mengadili perkara pidana yang merupakan kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh:

(51)

2. Orang yang oleh presiden dengan PP ditetapkan sama dengan prajurit 3. Orang yang tidak termasuk gol 1 dan 2 tetapi berhubungan dengan

kepentingan ketentaraan.

Pengadilan Militer Balikpapan beralamat di Jalan Syarifuddin Yoes No.39, Sepinggan, Kalimantan Timur, Indonesia. Web: dilmil-balikpapan.go.id

nomor: +62 542 8520024.

Majelis Hakim Pengadilan Militer I-07 Balikpapan terdiri dari:

1. Nama : Ventje Bulo, S.H., M.H.

Pangkat : Letkol Laut (KH)

NRP : 12481/P

Jabatan : Pgs. Kadilmil I-07 Balikpapan

2. Nama : Supiyadi, S.H.

Pangkat : Letkol CHK NRP : 548421

Jabatan : Anggota Pokkimmil Gol. V 3. Nama : Syariffudin Tarigan, S.H.,M.H

Pangkat : Mayor Sus NRP : 524430

Jabatan : Anggota Pokkimmil Gol. VI 4. Nama : Akhmad Jaelani, S.H.

Pangkat : Mayor CHK Nrp : 517644

(52)

5. Nama : Muhammad Idris, S.H Pangkat : Mayor Sus

Nrp : 524413

Jabatan : Anggota Pokkimmil Gol. VI 6. Nama : Rudi Dwi Prakamto, S.H

Pangkat : Mayor CHK Nrp : 11980059590177

Jabatan : Anggota Pokkimmil Gol. V

VISI : Terwujudnya Pengadilan Militer I-07 Balikpapan Yang Agung MISI

Referensi

Dokumen terkait

lembaga otoritas terkait seperti bank central dan guidelines tentang kerangka penerapan sistem ekonomi Islam dalam lembaga keuangan syariah di Singapura. 1.Kebijakan

Untuk pergerakan translasi dibatasi oleh jalur yang ada sehingga memiliki batas pergerakan minimum dan maksimum, sedangkan untuk pergerakan rotasi sesuai dengan kemampuan dari

Mereka tidak dapat memahami bahawa keputusan mungkin boleh dibuat dan seringkali dapat dicapai dengan cara lain, dengan keputusan yang sama baik, atau bahkan lebih

Akhlaq merupakan aspek ajaran Islam yang berhubungan dengan tata perilaku manusia sebagai hamba Allah, anggotamasyarakat, dan bagian dari alam sekitarnya. Kata akhlaq

(O2SN) SMP Daerah Istimewa Yogyakarta Cabang olahraga bola voli tahun. 2011 berjalan dengan

Sur at Kuasa bagi yang di w akilkan, yang namanya ter cantum dal am Akta Pendir ian/ Per ubahan – per usahaan dan ditandatangani oleh k edua bel ah pi hak yang

D-3 Perpajakan, sekaligus Dosen pembimbing yang dengan teramat sabar selalu meluangkan waktu untuk membantu dan memberikan bimbingan serta pengarahan kepada

Bagi wanita lajang usia 30-50 tahun, status pernikahan merupakan kondisi yang penting baik dari segi afeksi, kognisi, dan konasi terutama dalam menghadapi