MEMBANDUNG JAKARTA SOLUSI ATAU SENSASI
“Kalau hujan, pasti Jakarta banjir..” itulah ungkapan yang
selalu terlontar oleh penduduk Jakarta ketika hujan mulai turun di wilayah Jakarta. Sampai kapan banjir akan melanda Jakarta, jika hujan turun??? Bisakah Jakarta bebas dari banjir??? Itu merupakan keinginan dari setiap penduduk Jakarta. Berbagai macam kerugian yang mengancam jika banjir melanda, bahkan nyawa pun terancam melayang. Bahkan pada tahun 1996, 2002, dan 2007 Jakarta lumpuh total, kondisi ini sangat menyedihkan. Penurunan muka tanah (land subsidence) di Ibu Kota terus terjadi dan mencapai 3,98 cm per tahun. Data terbaru 2010 menyebutkan sebanyak 40 persen wilayah Jakarta berada di bawah permukaan laut. Data ini keluar berdasarkan hasil penelitian konsorsium Jakarta Coastal
Defence Strategy (JCDS). Hal ini menjadikan Jakarta selalu mengalami banjir rob dikala musim penghujan . Banjir yang terjadi di Jakarta bukan semata- mata merupakan kesalahan pada wilayah Jakarta saja, melainkan daerah sekitarnya. Sering kita dengar, jika banjir terjadi penduduk selalu berkata “banjir kiriman
dari Bogor datang lagi....” ungkapan penduduk tersebut tidak salah, karena bagian hulu salah satu sungai
besar di Jakarta yaitu Sungai Ciliwung yang terletak di perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur, atau tepatnya di Gunung Gede, Gunung Pangrango dan daerah Puncak.
Peningkatan aktivitas pariwisata di kawasan hulu Sungai Ciliwung tersebut sangat mengganggu daerah resapan bagian hulu sungai dan menyebabkan semakin kecilnya daerah aliran sungai yang menyebabkan derasnya aliran air Sungai Ciliwung yang bermuara di bagian hilir sungai, yaitu bagian utara Jakarta.
“ Indonesia berada di garis equator bumi ”, beresiko jadi yang pertama kali mendapat dampak dari
pemanasan gobal (global warming). Efek pemanasan global sekarang semakin terlihat, misalnya intensitas curah hujan yang semakin tinggi, perubahan jumlah dan pola presipitasi, suhu global cenderung meningkat serta naiknya permukaan air laut. Berbagai macam upaya penanggulangan pun mulai dipikirkan untuk menghindari isu akan tenggelamnya Jakarta dimasa yang akan dating seperti Banjir Kanal Barat dan Timur yang sampai sekarang dinilai belum berhasil memberi dampak yang signifikan.
Upaya yang lain yang juga sempat dilakukan adalah penggunaan teknologi sumur injeksi yang berfungsi mendaur ulang air yang telah difungsikan untuk kembali diserap oleh tanah. Meskipun mampu mengisi ulang air tanah, namun sumur injeksi tidak dapat mengembalikan ketinggian muka tanah. Hal ini menjadi tugas pokok tersendiri bagi pemerintah untuksegera mengatasi permasalahan-permasalahan ini.
Tanggapan Pemerintah
“ Jakarta Tidak akan Tenggelam ! “ begitulah seruan dari Gubernur Jakarta, Fauzi bowo saat ditemui usai
melaksanakan salah satu kegiatannya di Balai Kota , Jakarta. “Kondisi lingkungan laut Jawa impact-nya terhadap coastal area 10 tahun ke depan dan seterusnya. Itu menggambarkan land subsidence-nya. Jadi
nggak benar tuh kalau ada yang bilang Jakarta mau tenggelam,” ungkap Foke, Menurutnya, penurunan
tanah yang terjadi di Jakarta tidak secara menyeluruh. “Kontur tanah kan nggak lempeng begitu,
mutermuter, jadi terjadinya fluktuasi, ada di tempat-tempat tertentu,” ujarnya. Fauzi Bowo mencontohkan salah satu lokasi penurunan tanah terparah terjadi di wilayah Cengkareng, Jakarta Barat. Di tempat itu, terdapat sebuah pabrik bir yang memanfaatkan air tanah dalam sehingga terjadi kerusakan cukup signifikan.
adalah menyediakan kuantitas air cukup, bikin penjernihan air Jatiluhur, kemudian itu dimasukkan pipa,
kirim ke Jakarta lalu didistribusikan di sini,” ungkap Foke. Selain itu, alternatif yang dilakukan Pemprov DKI
apabila penurunan tanah (land subsidence) serta peningkatan permukaan air laut maka di Pantai Utara
Jakarta terus terjadi, yakni dengan pembangunan tanggul raksasa. “Akan dilakukan seperti di negeri
Belanda, jadi dibuat dengan sistem tanggul raksasa, sistem polder, dan pompa saluran. Dan, itu
diperpanjang ke arah laut,” ujarnya. Saat ini Pemprov DKI tengah bekerja sama dengan pemerintah kota
Rencana Lokasi GSW
Terkait pembuatan tanggul raksasa itu, ada empat pilihan yang akan dijadikan lokasinya.
1. Tanggul laut diintegrasikan dengan reklamasi pantai utara Jakarta. 2. Tanggul laut berada di luar wilayah reklamasi
3. Tanggul laut berada di luar wilayah reklamasi kecuali Tanjungpriok
4. Tanggul laut menghubungkan antarpulau di Kepulauan Seribu. Proyek tanggul raksasa ini mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54, Tahun 2008, tentang Tata Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur (Jabodetabekpunjur)
Kerja sama ini juga memiliki kegunaan untuk meningkatkan kuantitas,
kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat.
Biaya yang Luar
Biasa
Proyek tanggul raksasa di Teluk Jakarta akan membutuhkan biaya hingga ratusan triliun rupiah. Dana yang tidak sedikit ini dianggap sebanding, demi mencegah Jakarta tenggelam. Menurut peneliti bernama Heri Andreas dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dimana ITB merupakan salah satu anggota konsorsium Jakarta Coastal Defence Strategy, (JCDS), sumber dana akan diperoleh melalui pendekatan proyek kerja sama antara pemerintah dan badan usaha swasta. Kerja sama ini akan dijalin melalui penyediaan infrastruktur dengan menggunakan perjanjian kerja sama (PKS) atau izin pengusahaan yang ditetapkan melalui pelelangan umum.
Swasta akan dilibatkan juga dalam penyediaan infrastruktur yang tujuannya meliputi penyediaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan infrastruktur serta pengelolaan. Dalam konsepnya, kerja sama ini juga memiliki kegunaan untuk meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat. Dalam melaksanakan pendekatan proyek kerja sama dengan badan usaha swasta ini, ada beberapa syarat yang harus dilakukan. Di antaranya adalah setiap proyek harus disertai dengan pra studi kelayakan, rencana bentuk kerja sama, rencana pembiayaan proyek, dan sumber dananya. Selain itu, dilengkapi juga dengan rencana penawaran kerja sama yang mencakup jadwal, proses dan cara penilaian.
Giant Sea Wall VS PENATAAN RUANG
Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, membantah rencana pembangunan tanggul laut tidak diperhitungkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta periode 2010-2030 sehingga mengacaukan tata ruang ibu kota. Ia mengakui memang dalam masterplan 2010-2030, tidak disebutkan secara eksplisit bangunan apa saja yang akan dibangun Dalam rancangan RTRW ada statemen khusus mengenai penanganan rob, karena itu ia membantah Pemerintah Provinsi tidak konsisten. Kebutuhan penanganan rob sudah ada dari dulu dan baru di formulasikan oleh Pemda DKI Jakarta sekarang ini. Menurut Fauzi, selain tanggul laut, ada opsi lain dalam menangani rob untuk jangka panjang, yaitu membebaskan tanah seluas 50 kilometer persegi di darat untuk membangun waduk yang dilengkapi dengan pompa berkapasitas terbesar. Menurut
opsinya mendorong tanggul ke laut. Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna mengatakan masih banyak yang mengambang dalam Raperda RTRW, salah satunya adalah pembangunan dam raksasa di Teluk raksasa yang tidak termuat dalam peraturan ini. Hal ini dituding menyebabkan kacaunya tata ruang Jakarta.
Pulau - pulau Baru
Proyek yang akan memakan biaya sekitar ratusan triliun rupiah ini juga akan menciptakan enam pulau baru di laut Jawa. Pulau itu akan difungsikan sebagai bendungan penahan gelombang air laut yang menyebabkan abrasi atau pengikisan pantai, dengan menggunakan sistem polder. Pulau buatan pertama akan dibuat menjadi pelabuhan untuk mendukung Pelabuhan Tanjung Priok. Pulau buatan lainnya akan dibangun pergudangan, terminal peti kemas, hotel, pusat perniagaan modern, permukiman, dan apartemen.