Karya Ilmiah
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
Oleh:
Herti Diana Hutapea SE, MSi, Akt (Dosen Tetap Program Studi FE UHN)
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEDAN
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih, berkat dan
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini dengan judul :
” Corporate Social Responsibility”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak
yang membantu dan member dukungan serta saran dalam penyelesaian karya ilmiah
ini yaitu :
1. Rektor Universitas HKBP Nommensen Medan
2. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen Medan
3. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat Universitas HKBP
Nommensen
4. Ketua Program Studi Akuntansi Universitas HKBP Nommensen Medan
5. Teman-teman sejawat dan Staf Pengajar Universitas HKBP Nommensen
khususnya Fakultas Ekonomi
6. Keluargaku yang mendukungku menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari
sempurna, namun besar harapan penulis bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat.
Medan, Januari 2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... iv
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
BAB II: PEMBAHASAN... 3
2.1 Sejarah Corporate Social Responsibility ... 3
2.2 Pengertian Corporate Social Responsibility ... 4
2.3 Konsep dan Model CSR Perusahaan ... 10
2.4 Manfaat CSR dan Tujuan CSR ... 12
2.5 Motif CSR ... 15
2.6 Strategi Pengelolaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ... 19
2.7 Pandangan Kelompok Pro dan Kontra Mengenai CSR ... 19
2.8 Implementasi Program CSR di Indonesia ... 24
2.9 Bentuk-bentuk CSR di Indonesia... 28
DAFTAR TABEL
Tabel :
BAB I PENDAHULUAN
Munculnya isu pemanasan global, penipisan lapisan ozon, kerusakan
hutan, kerusakan lokasi disekitar area pertambangan, pencemaran air akibat
limbah beracun, pencemaran udara, pencemaran air akibat tumpahan minyak dari
kapal tangki pengangkut minyak yang bocor, dan sebagainya merupakan akibat
negative dari munculnya aktivitas bisnis yang hanya berorientasi pada
keuntungan semata tanpa memperdulikan dampak negative yang merugikan
masyarakat dan bumi ini. Munculnya konsep Corporate Social Responsibility
(CSR), analisis stakeholder dan sejenisnya merupakan respon atas tindakan
perusahaan yang telah merugikan masyrakat dan bumi yang kita huni ini.
Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social
responsibility saat ini menjadi isu utama di Indonesia sedangkan bagi pelaku
perusahaan asing ini, kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan secara
sukarela itu, sudah biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional
ratusan tahun lalu. Isu Corporate Social Responbility kini semakin diterima
secara luas. Masyarakat saat ini juga semakin kritis dan mampu melakukan
kontrol sosial terhadap dunia usaha. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk
menjalankan usahanya dengan semakin bertanggungjawab. Pelaku bisnis tidak
hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya,
lingkungan sosialnya.Perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat
memunculkan kesadararan baru tentang pentingnya melaksanakan Corporate
Social Responsibility (CSR). Pemahaman itu memberikan pedoman bahwa
korporasi bukan lagi sebagai entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri
saja sehingga ter-alienasi atau mengasingkan diri dari lingkungan masyarakat di
tempat mereka bekerja,melainkan sebuah entitas usaha yang wajib melakukan
adaptasi kultural dengan lingkungan sosialnya.
CSR adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan membangun
hubungan harmonis dengan masyarakat tempatan. Secara teoretik, CSR dapat
didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para
strategicstakeholdersnya, terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah
kerja dan operasinya. CSR memandang perusahaan sebagai agen moral. Dengan
atau tanpa aturan hukum, sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas.
Parameter keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang CSR adalah
pengedepankan prinsip moral dan etis, yakni menggapai suatu hasil terbaik,
tanpa merugikan kelompok masyarakat lainnya. Salah satu prinsip moral yang
sering digunakan adalah goldenrules, yang mengajarkan agar seseorang atau
suatu pihak memperlakukan orang lain sama seperti apa yang mereka ingin
diperlakukan. Dengan begitu, perusahaan yang bekerja dengan mengedepankan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Corporate Social Responsibility (CSR)
Istilah CSR pertama kali menyeruak dalam tulisan Social Responsibility
of the Businessman tahun 1953. Konsep yang digagas Howard Rothmann
Browen ini menjawab keresahan dunia bisnis. Belakangan CSR segera diadopsi,
karena bisa jadi penawar kesan buruk perusahaan yang terlanjur dalam pikiran
masyarakat dan lebih dari itu pengusaha di cap sebagai pemburu uang yang tidak
peduli pada dampak kemiskinan dan kerusakan lingkungan.
Pengertian CSR sangat beragam. Intinya, CSR adalah operasi bisnis yang
berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara
finansial, tetapi untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik,
melembaga, dan berkelanjutan. Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan
dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah corporate giving, corporate
philanthropy, corporate community relations, dan community development.
Ditinjau dari motivasinya, keempat nama itu bisa dimaknai sebagai
dimensi atau pendekatan CSR. Jika corporate giving bermotif amal atau charity,
corporate philanthropy bermotif kemanusiaan dan corporate community
relations bernapaskan tebar pesona, community development lebih bernuansa
pemberdayaan. Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun
Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998) karya John
Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development,
yakni economic growth, environmental protection, dan social equity yang
digagas the World Commission on Environment and Development (WCED)
dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus:
3P (profit, planet, dan people). Perusahaan yang baik tidak hanya memburu
keuntungan ekonomi belaka (profit), tetapi memiliki kepedulian terhadap
kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).
2.2 Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)
CSR merupakan suatu konsep bahwa organisasi,khususnya (namun bukan
hanya) perusahaan adalah memiliki tanggung jawabter hadap konsumen,
karyawan, pemegang saham, komunitas, dan lingkungan dalam segala aspek
operasional perusahaan. CSR berhubungan erat dengan “pembangunan
berkelanjutan”, dimana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam
melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata
berdasarkan factor keuangan, misalnya deviden melainkan juga berdasarkan
konsekuensi social dan lingkungan untuk saat ini maupun jangka panjang.
Menurut World Business Council for Sustainable Development, CSR adalah merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan
memberikan konstribusi kepada pengembang ekonomi dari komunitas setempat
beserta seluruh keluarganya. Masyarakat Uni Eropa (European Commission)
memberikan pengertian CSR yaitu : "A concept where by companies decide
voluntarily to contribute to a better society and a cleaner environment. A concept
where by companies integrate social and environmental concerns in their business
operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis"
Artinya suatu konsep dimana perusahaan memutuskan secara sukarela untuk
memberikan kontribusi yang lebih baik kepada masyarakat dan lingkungan yang
bersih. Suatu konsep dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dan
lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para
pihak yang berkepentingan secara sukarela.
Schermerhorn (1993) memberi definisi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
sebagai suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara-cara mereka
sendiri dalam melayanai kepentingan organisasi dan kepentingan public eksternal.
CSR adalah bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan eksternal
perusahaan melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka penjagaan
lingkungan, norma masyarakat, partisipasi pembangunan, serta berbagai bentuk
tanggung jawab sosial lainnya. CSR berhubungan dengan "pembangunan
berkelanjutan", di mana terdapat argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam
melaksanakan aktivitasnya harus berdasarkan keputusannya, tidak semata
berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau dividen melainkan juga
harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun
CSR merupakan gagasan yang menjadikan perusahaan tidak lagi
dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu
nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja. Kesadaran
atas pentingnya CSR dilandasi pemikiran bahwa perusahaan tidak hanya
mempunyai kewajiban ekonomi dan legal kepada pemegang saham
(shareholder), tetapi juga kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang
berkepentingan (stakeholder). CSR menunjukkan tanggung jawab perusahaan
harus berpijak pada triple bottom lines yaitu tanggung jawab perusahaan pada
aspek sosial, lingkungan, dan keuangan.
Bateman dan Snell (2008, p.205) mendefinisiakn tanggung jawab sosial
perusahaan sebagai tanggung jawab yang dimiliki oleh perusahaan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakt dengan cara menigkatkan dampak positif
dan mengurangi dampak negatif yang terjadi pada masyarakat di masa depan
karena hasil kontribusi asset yang ditanggung oleh perusahaan kepada
masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya
masyarakat yang berkekurangan. Boone dan Kurtz (2007, p.43) mengungkapkan
tanggung jawab sosial perusahaan sebagai dukungan yang diberikan oleh
manajemen perusahaan agar perusahaan mampu mempertimbangkan laba,
kepuasan pelanggan, dan kesejahteraan masyarakat dengan cara mengevaluasi
kinerja perusahaan yaitu dengan mempertimbangkan income statement agar
perusahaan dapat mengambil keputusan dengan benar untuk melakukan
tersebut. Hartman dan DesJardins (2008, p.155) mengemukakan pendapat bahwa
tanggung jawab sosial perusahaan mencakup berbagai tanggung jawab dan
kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan di mana perusahaan harus mengambil
keputusan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat yang lebih baik, serta menciptakan lingkungan yang lebih
bersih.
Menurut Lingkar Studi CSR Indonesia, defenisi CSR adalah upaya
sungguh-sungguh dari entitas bisnis meminimumkan dampak negatif dan
memaksimumkan dampak positif operasinya terhadap seluruh pemangku
kepentingan dalam ranah ekonomi, sosial dan lingkungan untuk mencapai tujuan
pembangunan berkelanjutan
Menurut defenisi yang dikemukakan oleh The Jakarta Consulting Group,
tanggung jawab sosial ini diarahkan baik ke dalam (internal) maupun ke luar
(eksternal) perusahaan. Ke dalam maksudnya, tanggung jawab ini diarahkan
kepada pemegang saham dalam bentuk profitabilitas dan pertumbuhan. Seperti
diketahui, pemegang saham telah menginvestasikan sumber daya yang
dimilikinya guna mendukung berbagai aktivitas operasional perusahaan.
Karenanya mereka akan mengharapkan profitabilitas yang optimal serta
pertumbuhan perusahaan sehingga kesejahteraan mereka di masa depan juga
akan mengalami peningkatan. Oleh karena itu perusahaan harus berjuang keras
agar memperoleh laba yang optimal dalam jangka panjang serta senantiasa
saham, tanggung jawab sosial ke dalam ini juga diarahkan kepada karyawan,
karena hanya dengan kerja keras, kontribusi serta pengorbanan merekalah
perusahaan dapat menjalankan berbagai aktivitas serta meraih kesuksesan. Oleh
karenanya perusahaan dituntut untuk memberikan kompensasi yang adil serta
memberikan peluang pengembangan karier bagi karyawannya. Tentu saja
hubungan antara perusahaan dengan karyawan itu harus didasarkan pada prinsip
hubungan yang saling menguntugkan (mutually beneficial). Artinya perusahaan
harus memberikan kompensasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.
Namun di lain pihak karyawan pun dituntut untuk memberikan kontribusi yang
maksimal bagi kemajuan perusahaan Ke luar, maksudnya tanggung jawab sosial
ini berkaitan dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia
lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan karyawan dan kompetensi
masyarakat, serta memelihara lingkungan bagi kepentingan generasi mendatang.
Pajak diperoleh dari keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan. Oleh
karenanya, perusahaan harus dikelola sebaik-baiknya sehingga mampu meraih
laba yang maksimal. Demi kelancaran aktivitas perusahaan dalam usaha
mencapai tujuannya, perusahaan membutuhkan banyak tenaga kerja. Seiring
dengan tumbuh kembangnya perusahaan, kebutuhan akan tenaga kerja ini akan
mengalami peningkatan. Perusahaan berkewajiban untuk ikut berpartisipasi
menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Lapangan kerja akan semakin
banyak tersedia manakala perusahaan tumbuh dan berkembang. Oleh karenanya
pertumbuhan tentu saja dengan tetap mempertimbangkan faktor keuntungan dan
tingkat pengembalian finansial yang optimal. Perusahaan juga memiliki
kewajiban untuk berpartisipasi dalam usaha-usaha untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, baik yang berkaitan dengan
perusahaan maupun yang tidak. Perusahaan juga bertanggung jawab untuk
memelihara kualitas lingkungan tempat mereka beroperasi demi peningkatan
kualitas hidup masyarakat dalam jangka panjang, baik untuk generasi saat ini
maupun untuk generasi penerus
Ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai adanya tanggung jawab
sosial perusahaan yang terdiri dari:
1. Teori Legitimasi
Teori legitimasi didasarkan pada pengertian kontrak sosial yang diimplikasikan
antara institusi sosial dan masyarakat. Teori tersebut dibutuhkan oleh
institusi-institusi untuk mencapai tujuan agar kongruen dengan masyarakat luas. Dasar
pemikiran teori ini adalah organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut
keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi untuk
sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat itu sendiri. Teori
legitimasi menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan
kinerjanya sesuai dengan batasan dan norma-norma di mana perusahaan itu
berada sehingga dapat diterima oleh masyarakat. Perusahaan menggunakan
laporan tahunan mereka untuk menggambarkan kesan tanggung jawab
penerimaan dari masyarakat tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai
perusahaan sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan. Hal tersebut dapat
mendorong atau membantu investor dalam melakukan pengambilan keputusan
investasi.
2. Teori Agency
Teori Agency menjelaskan ada konflik kepentingan antara manajer (agen) dan
principal (pemilik). Pemilik ingin mengetahui semua informasi di perusahaan
termasuk aktifitas manajemen dan sesuatu yang terkait investasi/dananya dalam
perusahaan. Hal ini dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban atas kinerja
manajer. Untuk menghindari hal tersebut diperlukan akuntan publik yang
mengevaluasi kinerja manajer.
3. Teori Stakeholders
Stakeholder didefinisikan seperti sebuah kelompok atau individual yang dapat
memberi dampak atau terkena dampak oleh hasil tujuan perusahaan termasuk
dalam stakeholder yaitu stockholders, creditors, employees, customers, suppliers,
public interest groups, dan govermental bodies. Perkembangan konsep
stakeholder dibagi menjadi tiga yaitu model perencanaan perusahaan dan
kebijakan bisnis dan corporate social responsibility. Model perencanaan
perusahaan dan kebijakan bisnis fokus pada perkembangan dan penentuan nilai
startegi perusahaan yang dibuat oleh kelompok yang mendukung serta
menghendaki perusahaan terus berlangsung. Model CSR dari analisis stakeholder
dalam perusahaan yang diasumsikan sebagai posisi lawan. Kelompok lawan
dicirikan seperti peraturan atau kelompok khusus yang fokus pada isu-isu sosial.
CSR model mengikuti perubahan permintaan sosial dari kelompok non
tradisional. Teori stakeholder menyediakan aturan yang tidak sah dalam
pembuatan keputusan stategi perusahaan yang dipelajari dari aktivitas CSR. Teori
stakeholder terdiri atas stakeholder power, stategic posture, dan kinerja ekonomi
berhubungan dengan corporate social disclosure. Hal ini mengindikasikan
bahwa tingkah laku investor sebagai salah satu pengguna laporan keuangan dapat
mempengaruhi corporate social disclosure. Sebaliknya, dimana investor dalam
melakukan investasi dapat menggunakan corporate social disclosure sebagai
pertimbangan selain menggunakan laba.
2.3 Konsep dan Model CSR Perusahaan
Dewasa ini konsep CSR semakin berkembang, dan dengan berkembangnya
konsep CSR maka banyak teori yang muncul yang diungkapkan mengenai CSR
ini. Salah satu yang terkenal adalah teori triple bottom line. Konsep Triple
Bottom Line ini telah diperkenalkan oleh John Elkington pada tahun 1988 yang
sebelumnya perusahan hanya menekankan pada konsep single bottom line, yaitu
nilai perusahaan (corporate value) hanya ditekankan pada kondisi keuangannya
(financial) saja. Dengan adanya program CSR yang diimplementasikan oleh
perusahaan, kini harus ditekankan pada konsep triple bottom line yang terdiri
planet). Konsep ini menjelaskan bahwa perusahaan harus lebih mengutamakan
kepentingan stakeholder (semua pihak yang terlibat dan terkena dampak dari
kegiatan yang dilakukan perusahaan) daripada kepentingan shareholder
(pemegang saham). Aspek profit dalam konsep ini berarti hal yang terpenting
dalam perusahaan adalah mencari keuntungan setinggi-tingginya karena
perusahaan telah mengimplementasikan dan melaksanakan program tanggung
jawab sosial perusahaannya, sehingga masyarakat semakin respect terhadap
perusahaan karena kepedulian perusahaan terhadap masyarakat. Aspek people
dalam konsep ini menjelaskan bahwa perusahaan menyadari bahwa masyarakat
yang berada di sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi
perusahaan, perusahaan juga harus mempunyai komitmen bahwa dengan adanya
program CSR yang diimplementasikan oleh perusahaan akan meningkatkan citra
positif di mata masyarakat dengan cara perusahaan harus memberikan kontribusi
berupa penjualan produk-produk buatan perusahaan kepada masyarakat. Aspek
planet pada konsep ini menekankan bahwa perusahaan sangat berperan dalam
menjaga kelestarian lingkungan. Penjagaan kelestarian lingkungan ini dapat
dilakukan dengan cara melakukan penghijauan. Dengan perusahaan
mengimplementasikan program CSRnya dengan melakukan penghijauan yang
menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan, maka lingkungan akan
memberikan manfaat yang baik, seperti pencegahan lingkungan dari timbulnya
Hartman dan DesJardins (2008, p.156) mengungkapkan bahwa tanggung
jawab sosial perusahaan mempunyai 3 (tiga) macam model yang
menjelaskannya. Model-model tanggung jawab sosial perusahaan terdiri atas:
1. Model kewarganegaraan perusahaan dari CSR yang menjelaskan mengenai
seorang pemimpin perusahaan memiliki rasa tanggung jawab dan relasi di dalam
komunitasnya sebagai anggota dari perusahaan tersebut untuk
mengimplementasikan tanggung jawab sosial perusahaan tersebut.
2. Model kontrak sosial dari CSR yang menjelaskan bahwa perusahaan perusahaan
memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak moral stakeholders.
Model kepentingan pribadi yang tercerahkan dari CSR yang menjelaskan
bahwa tanggung jawab sosial perusahaan ke dalam budaya perusahaan akan
menghasilkan keunggulan pasar kompetitif bagi perusahaan yang bersangkutan
2.4 Manfaat CSR dan Tujuan CSR
Tanggung jawab sosial tidak lepas dari keberadaan perusahaan yang tidak
akan pernah melepaskan diri dari lingkungan sekitarnya, baik lingkungan social
masyarakat lokal maupun lingkungan alam. Rusaknya kehidupan sosial
masyarakat dan lingkungan alam dapat dipastikan akan mengganggu bahkan
menghentikan proses perusahaan, dan pada akhirnya akan menggagalkan
maksimalisasi nilai keuntungan bagi perusahaan itu sendiri. Melalui CSR
perusahaan akan dapat membangun reputasinya, seperti meningkatkan citra
atau sumbangan sosial. CSR harus dijalankan diatas suatu program dengan
memperhatikan kebutuhan dan keberlanjutan program dalam jangka panjang.
Sementara sumbangan sosial lebih bersifat sesaat dan berdampak sementara,
sehingga diibaratkan hanya sebagai pelipur lara.
Manfaat adanya CSR melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan baik
pihak internal maupun eksternal yang terdiri atas perusahaan, masyarakat, dan
pemerintah. Bagi perusahaan, manfaat adanya CSR adalah membangun citra
positif perusahaan di mata masyarakat dan pemerintah sehingga perusahaan
dapat menunjukkan bentuk-bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang
diimplementasikan oleh perusahaan tersebut. Bagi masyarakat, manfaat CSR
adalah kepentingan masyarakat dapat terakomodasi oleh perusahaan. Selain itu,
manfaat lainnya bagi masyarakat adalah memperat hubungan masyarakat dengan
perusahaan dalam situasi win-win solution. Manfaat CSR bagi pemerintah adalah
memiliki partner dalam menjalankan misi sosial dan misi pemerintah dalam hal
tanggung jawab sosial yang di masa depannya pemerintah juga mempunyai peran
ikut serta dalam mengakomodasi masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya,
terutama kebutuhan mutlak dan kebutuhan primer.
Adapun manfaat penerapan CSR yang dilaksanakan dengan berlandaskan
pada nilai-nilai etis yaitu :
1. Mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima
mendapatkan dukungan luas dari komunitas yang telah merasakan manfaat dari
aktivitas yang dijalankan. Program CSR akan mendongkrak citra perusahaan.
2.CSR dapat sebagai pelindung dan membantu meminimalkan dampak buruk yang
diakibatkan suatu krisis. Jika perusahaan sedang mendapatkan kabar yang tidak
baik atau bahkan perusahaan melakukan kesalahan, masyarakat akan lebih mudah
memaafkannya.
3.Bila reputasi perusahaan baik, maka akan berdampak positif terhadap karyawan
yang bekerja didalamnya. Kebanggaan akan menghasilkan loyalitas, sehingga
akan termotivasi untuk bekerja lebih keras dan akan berujung pada peningkatan
kinerja dan produktivitas perusahaan.
4.Program CSR yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan
mempererat hubungan antara perusahaan dengan stakeholders-nya(Susanto,
2009:15).
Sedangkan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Business for Social
Responsibility, adapun manfaat yang dapat diperoleh oleh suatu perusahaan yang
mengimplementasikan CSR antara lain:
1. Peningkatan penjualan dan pangsa pasar (increased sales and market share)
2. Memperkuat posisi nama atau merek dagang (strengthed brand positioaning)
3. Meningkatkan citra perusahaan (enhanced corporate image clout)
4.Meningkatkan kemampuan untuk menarik, memotivasi, dan mempertahankan
5. Menurunkan biaya operasi (decreasing operating cost). Meningkatkan daya tarik
bagi investor dan analis keuangan (increased appeal to investors and financial
analysts)
Tujuan adanya CSR adalah agar perusahaan dapat membagi kegiatan
yang dilakukan sesuai dengan norma-norma moral dan etika. Dengan perusahaan
membagi kegiatan yang dilakukan sesuai dengan norma-norma moral dan etika,
perusahaan dapat menciptakan produk yang mampu memenuhi kebutuhan para
penggunanya. Selain agar perusahaan mampu membagi kegiatan sesuai dengan
norma moral dan etika, CSR juga mempunyai tujuan agar perusahaan dapat
menyediakan informasi dan melakukan promosi yang jujur dan benar mengenai
produk yang dihasilkan. Pada perusahaan manufaktur, CSR merupakan elemen
yang sangat penting karena dengan adanya CSR, perusahaan memberikan
informasi mengenai komposisi, manfaat, tanggal kadaluwarsa produk,
kemungkinan efek samping, cara penggunaan yang tepat, kuantitas, mutu, dan
harga dalam kemasan produknya untuk memungkinkan konsumen dapat
mengambil keputusan yang rasional apakah akan menggunakan atau tidak akan
menggunakan produk tertentu. Semakin CSR dalam perusahaan
diimplementasikan, semakin terwujud citra positif perusahaan di mata
masyarakat karena perusahaan berhasil melakukan kontribusi terhadap
masyarakat demi memenuhi kebutuhan utama masyarakat, khususnya
masyarakat yang berkekurangan dan yang membutuhkan hasil produk buatan
adalah agar perusahaan lebih dapat memperhatikan hasil produk buatan
perusahaan tersebut, serta perusahaan harus memperhatikan keselamatan dan
keamanan konsumen ketika mereka menggunakan produk tersebut karena
perusahaan mempunyai rasa tanggung jawab sosial yang besar atas keselamatan
dan keamanan pelanggan atau masyarakat.
2.5 Motif CSR
Selain manfaat yang telah diuraikan sebelumnya, tidak ada satu
perusahaan pun yang menjalankan CSR tanpa memiliki motivasi. Karena
bagimanapun tujuan perusahaan melaksanakan CSR terkait erat dengan motivasi
yang dimiliki. Wibisono (2007, hal 78) menyatakan bahwa sulit untuk
menentukan benefit perusahaan yang menerapkan CSR, karena tidak ada yang
dapat menjamin bahwa bila perusahaan yang telah mengimplementasikan CSR
dengan baik akan mendapat kepastian benefit-nya. Oleh karena itu terdapat
beberapa motif dilaksanakanya CSR, diantaranya:
1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan brand imageperusahaan.
Perbuatan destruktif akan menurunkan reputasi perusahaan. Begitupun sebaliknya,
konstribusi positif akan mendongkrak reputasi perusahaan. Inilah yang menjadi
modal non-financial utama bagi perusahaan dan bagi stakeholdes-nya yang
menjadi nilai tambah bagi perusahaan untuk dapat tumbuh secara berkelanjutan.
2. Layak mendapatkan social licence to operate. Masyarakat sekitar perusahaan
keberadaan perusahaan, maka pasti dengan sendirinya mereka ikut merasa
memiliki perusahaan. Sebagai imbalan yang diberikan ke perusahaan paling tidak
adalah keleluasaan perusahaan untuk menjalankan roda bisnisnya di wilayah
tersebut. Jadi program CSR diharapkan menjadi bagian dari asuransi sosial (social
insurance) yang akan menghasilkan harmoni dan persepsi positif dari masyarakat
terhadap eksistensi perusahaan.
3. Mereduksi risiko bisnis perusahaan. Perusahaan mesti menyadari bahwa kegagalan
untuk memenuhi ekspektasi stakeholders akan menjadi bom waktu yang dapat
memicu risiko yang tidak diharapkan. Bila itu terjadi, maka disamping
menanggung opportunity loss, perusahaan juga harus mengeluarkan biaya yang
mungkin berlipat besarnya dibandingkan biaya untuk mengimplementasikan CSR.
4. Melebarkan akses sumber daya. Track record yang baik dalam pengelolaan CSR
merupakan keunggulan bersaing bagi perusahaan yang dapat membantu untuk
memuluskan jalan menuju sumber daya yang diperlukan perusahaan.
5. Membentangkan akses menuju market. Investasi yang ditanamkan untuk program
CSR ini dapat menjadi tiket bagi perusahaan menuju peluang pasar yang terbuka
lebar. Termasuk didalamnya akan memupuk loyalitas konsumen dan menembus
pangsa pasar baru.
6. Mereduksi biaya. Banyak contoh yang dapat menggambarkan keuntungan
perusahaan yang didapat dari penghematan biaya yang merupakan buah dari
adalah upaya untuk mereduksi limbah melalui proses recycle atau daur ulang
kedalam siklus produksi.
7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders.Implementasi program CSR tentunya
akan menambah frekuensi komunikasi denganstakeholders. Nuansa seperti itu
dapat membentangkan karpet merah bagi terbentuknya trust kepada perusahaan.
8. Memperbaiki hubungan dengan regulator. Perusahaan yang menerapkan program
CSR pada dasarnya merupakan upaya untuk meringankan beban pemerintah
sebagai regulator. Sebab pemerintahlah yang menjadi penanggungjawab utama
untuk mensejahterakan masyarakat dan melestarikan lingkungan. Tanpa bantuan
dari perusahaan, umumnya terlalu berat bagi pemerintah untuk menanggung beban
tersebut.
9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan. Kesejahteraan yang
diberikan para pelaku CSR umumnya sudah jauh melebihi standar normatif
kewajiban yang dibebankan kepada perusahaan. Oleh karenanya wajar bila
karyawan menjadi terpacu untuk meningkatkan kinerjanya.
10.Peluang mendapatkan penghargaan. Banyak reward ditawarkan bagi penggiat
CSR, sehingga kesempatan untuk mendapatkan penghargaan mempunyai
kesempatan yang cukup tinggi.
Salah satu motif perusahaan dalam melaksanakan CSR dan menjadi bagian
penting adalah menjalin hubungan yang baik dengan regulator. Perusahaan
berdiri berdasarkan izin yang diberikan pemerintah, dan diharapkan mampu
dan lainnya, juga secara sadar turut membangun kepedulian terhadap
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.
Keterlibatan perusahaan dalam program CSR dilatarbelakangi dengan
beberapa kepentingan. Menurut Mulyadi (2003, hal 4) setidaknya bisa
diidentifikasi tiga motif keterlibatan perusahaan, yaitu: motif menjaga keamanan
fasilitas produksi, motif mematuhi kesepakatan kontrak kerja, dan motif moral
Kecendrungannya program
dilakukan ketika
kebebasan masyarakat
sipil semakin besar pasca
desentralisasi
massa
2.6 Strategi Pengelolaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Ada beberapa macam strategi yang digunakan oleh suatu perusahaan
dalam pengelolaan tanggung jawab sosial perusahaan yaitu terdiri atas:
1. Strategi reaktif, yaitu strategi di mana kegiatan bisnis yang melakukan strategi
reaktif dalam tanggung jawab sosial cenderung menolak dan menghindarkan diri
dari tanggung jawab sosialnya.
2. Strategi defensif, yaitu strategi yang dilakukan oleh perusahaan yang berkaitan
dengaan penggunaan jalur hukum untuk mengindarkan diri atau menolak tanggung
jawab sosial.
3. Strategi akomodatif, yaitu tanggung jawab sosial yang dijalankan oleh perusahaan
karena adanya tuntutan dari masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
4. Strategi proaktif, yaitu strategi di mana perusahaan memandang bahwa tanggung
jawab sosial merupakan bagian dari tanggung jawab untuk memuaskan
stakeholders, serta membangun citra positif perusahaan bila stakholders
2.7 Pandangan kelompok yang Pro dan Kontra mengenai CSR
Anggapan lainnya, bahwa kini makin banyak perusahaan sekarang telah
berupaya memperhatikan pelaksanaan program kepentingan tanggung jawab
sosial perusahaan (CSR) dalam kegiatan kepedulian dan kedermawanan sosial
terhadap masyarakat tersebut, tetapi secara praktik terdapat program kepedulian
sosial perusahaan yang hanya bersifat secara fungsional atau instrumental.
Artinya, pelaksanaan kepedulian terhadap tanggung jawab sosial perusahaan
sekarang yang masih banyak berpandangan atau menganggap bahwa pelaksanaan
CSR tersebut hanya bersifat sekadar sebagai aksesoris belaka dari suatu „kegiatan
pemanis‟ program public relations, dan tujuan lain yang sesungguhnya program
CSR adalah sebagai sarana untuk memaksimalkan profit yang menjadi target
utama dalam kegiatan bisnisnya, maka program CSR telah dicanangkan tersebut
bukanlah merupakan program prioritas utama atau secara integral yang
merupakan sebagai bagian prioritas utama dalam kegiatan bisnis inti suatu
perusahaan.
Bahkan kini, ada juga pihak perusahaan-perusahaan tertentu secara tegas untuk
berpartisipasi menolak melaksanakan program CSR, karena dianggap dapat
mengurangi pendapatan keuntungan, karena akan menambah menjadi beban
berat bagi perusahaan yang bersangkutan, dan apalagi harus diatur mengenai
pelaksanaan kewajiban program CSR ke dalam peraturan per -UU-an.
Penolakan Perusahaan Terhadap Kewajiban Undang-undang CSR
pemikiran yang mengkaitkan tentang penolakan kepentingan dunia usaha dengan
kewajiban tanggung jawab sosialnya secara langsung. Jika perusahaan yang
pendekatannya adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya dan diminta untuk
memberikan konstribusi secara langsung demi kesejahteraan sosial (public well
being), atau pengertian lainya kegiatan CSR yang sebelumnya adalah bersifat
sukarela (voluntary), dan perkembangan kini bersifat menjadi suatu kewajiban
yang mengikat (mandatory atau obligatory responsibility). Argumen pihak yang
mewajibkan, yaitu merupakan suatu konsep yang berarti program CSR harus
untuk dilaksanakan (mandatory). Sebaliknya, pihak-pihak menyatakan tanggung
jawab pelaksanaan CSR tersebut hanya sebagai kegiatan sukarela (voluntary)
yang sebetulnya adalah contadictioin-terminis atau merupakan pertentangan
istilah?. Perkembangan wacana terkini yang nampaknya tengah
menempatkan kubu pengusaha dengan pendekatan voluntary di posisi terdepan,
maka argumen dikemukakan tersebut demi menciptakan iklim usaha yang
kompetitif, dan dengan dikembangkan berbagai standar program CSR yang dapat
diadopsi secara sukarela oleh setiap perusahaan tanpa paksaaan kewajiban
melalui peraturan pemerintah yang mengikat.
Sedangkan kubu pengusaha pendukung CSR yang bersifat mandatory
(kewajiban yang mengikat) yang tengah memperjuangkan keterlibatan seluruh
manajemen perusahaan melalui kewajiban peraturan hukum, yang berarti sebagai
bentuk corporate accountability movement. Lain halnya dengan
dapat melaksanakan semaunya untuk memilih melakukan atau tidak melakukan
sama sekali mengenai program CSR. Pada hal, yang dimaksudkan voluntarisme
tersebut sebagai upaya melampaui regulasi, yang berarti seluruh regulasi – baik
secara lokal, nasional maupun internasional – harus dipatuhi dahulu, dan
biasanya regulasi tersebut sifatnya penetapan batas minimum yang dapat
diterima, karena kepatuhan perusahaan pada regulasi merupakan batas CSR
minimum.
Disamping itu, masih terjadi wacana, penolakan keras dari kalangan
pelaku bisnis beraliran „kapitalisme‟ yang selama ini perusahaan beranggapan
merasa telah patuh membayar pajak kepada pemerintah, dan seharusnya tidak
perlu lagi memperhatikan atau bahkan dapat menolak memberikan dana
sumbangan wajib terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR)
terhadap kesejahteraan sosial masyarakat, apa lagi harus diatur melalui peraturan
per-UU atau hukum yang mewajibkan memberikan sumbangan dengan
presentase tertentu dari nilai profit atau komponen biaya lainnya (biaya promosi
atau operasional) yang dipotong khusus demi sumbangan pelaksanaan program
CSR tersebut.
Hal ini, menurut pernyataan Thurow, menulis buku berjudul “The Future
of Capitalism” (1966), yang beralasan untuk menolak CSR, yaitu
berbunyi; There is no social „must‟ in capitalimn artinya, tidak ada namanya
aspek sosial dalam pandangan kapitalisme. Bahkan pandangan penolakan pihak
oleh pendapat pakar bisnis, Peter F. Drucker dalam bukunya The Corporation
(2004), yang salah satu pendapatnya menyatakan bahwa kewajiban CSR adalah
sebagai tindakan amoral, dan “Jika anda menemui seorang eksekutif di
perusahaan yang berniat ingin menjalankan tanggung jawab sosial, dan pecat
dia segera.” Alasannya, bahwa perusahaan tersebut milik pemegang saham, dan
kepentingannya adalah demi keuntungan pemegang saham, yaitu para eksekutif
bertindak atau wajib memaksimalkan laba yang sebanyak-banyaknya, dan
pendapat inilah didukung oleh Milton Friedman (1990) yang terkenal dengan
pemeo “The business of business is business” yang sekaligus merupakan
pandangan imperatif dari bentuk moral bisnis secara sepihak.
Selanjutnya friedman (1990) menyatakan secara keras bahwa,there is one
and only one social responsibility in business, to use its resources and engage in
activities designed to increase its profits. Sesungguhnya CSR bukanlah menjadi
tanggung jawab perusahaan, dan kegiatan bisnis yang dirancang khusus adalah
menambah keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Sebab, tugas untuk tanggung
jawab sosial dan kelestarian lingkungan tersebut merupakan amanah yang hanya
dibebankan ke pihak pemerintah yang selama ini telah memungut pajak terhadap
perusahaan-perusahaan.
Pandangan mengenai penolakan CSR tersebut, maka bagi para pengusaha
nasional adalah sebagai konsekuensi wajar selain dari pengaruh pandangan
perusahaan, baik berbentuk kapitalisme maupun voluntarisme yang menolak
kewajiban tanggung jawab sosial perusahaan dan lingkungan alam yang
tercantum pada pasal 74 dalam UU PT baru (UU No. 40/2007, tentang Peseroan
Terbatas) yang telah disahkan pada medio Juli 2007, dan khususnya secara
nasional pemberlakuannya tahun depan (2008) setelah PP-nya keluar, dan akan
dikenakan bagi perusahaan-perusahaan yang selama ini bergerak bidang
pengelolaan sumber daya alam (SDA). Seharusnya, kalau mau adil adalah dapat
diberlakukan hal sama pada perusahaan yang selama ini menjadi „musuh publik‟
atau memiliki resiko tinggi, seperti perusahaan-perusahaan bergerak bidang
industri rokok, industri layanan jasa angkutan umum, perumahan atau properti
termasuk pabrik/industri peralatan mesin, otomotif, PLTU/PLTN, SPBU
(Pelayanan Pompa bensin), kimia serta jasa layanan jalan lintas cepat tol-way
yang selama ini telah terbukti banyak menciptakan polusi atau pencemaran
udara, atau perusahaan yang berindikasi tidak bersahabat dengan lingkungan
kehidupan sosial dan alam sekitarnya.
Milton Friedman (1990), dalam bukunya; Business Ethic, Reading and
Cases in Corporate Moralities, yaitu telah mengungkapkan, What does it mean
to say that business has responsibility?. Only people can have responsibility, and
a corporation is an artificial person and this sense may have artificial
responsibilities. Asumsi Friedman tersebut yang secara implisit menjelaskan
bahwa keberadaan perusahaan nasional atau milik asing yang seharusnya tidak
karena selama ini telah diwakilkan kepada negara melalui pajak-pajak atau
pungutan resmi yang telah dibayar mahal secara periodik.
2.8 Implementasi Program CSR di Indonesia
Implementasi CSR yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan
sangat bergantung kepada misi, budaya, lingkungan dan profil risiko, serta
kondisi operasional masing-masing perusahaan. Banyak perusahaan yang telah
melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pelanggan,
karyawan, komunitas, dan lingkungan sekitar, yang merupakan titik awal yang
sangat baik menuju pendekatan CSR yang lebih luas.
Terdapat 4 (empat) peraturan yang mewajibkan perusahaan tertentu untuk
menjalankan program tanggungjawab sosial perusahaan atau CSR dan satu acuan
(Guidance) ISO 26000 sebagai referensi dalam menjalankan CSR, sebagaimana
diuraikan Rahmatullah (2011, hal.14)
1. Keputusan Menteri BUMN Tentang Program Kemitraan Bina Lingkungan
(PKBL).
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara BUMN, Per-05/MBU/2007 Pasal 1 ayat
(6) dijelaskan bahwa Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, yang
selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program untuk meningkatkan
kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan
dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan pada pasal 1 ayat (7) dijelaskan bahwa
pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana
dari bagian laba BUMN.
Adapun ruang lingkup bantuan Program BL BUMN, berdasarkan Permeneg
BUMN, Per-05/MBU/2007 Pasal 11 ayat (2) huruf e adalah:
a. Bantuan korban bencana alam;
b. Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan;
c. Bantuan peningkatan kesehatan;
d. Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum;
e. Bantuan sarana ibadah;
f. Bantuan pelestarian alam.
2. UU NO.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, bahwa dalam undang-undang
ini dijelaskan bahwa:
1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan,
2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1)
merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai
biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan
kepatutan dan kewajaran,
3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3. Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007
Peraturan lain yang mewajibkan CSR adalah Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007, tentang Penanaman Modal, baik penanaman modal dalam negeri,
maupun penenaman modal asing. Dalam Pasal 15 (b) dinyatakan bahwa setiap
penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
Sanksi-sanksi terhadap badan usaha atau perseorangan yang melanggar
peraturan, diatur dalam Pasal 34, yaitu berupa sanksi administratif dan sanksi
lainnya, diantaranya: (a) Peringatan tertulis; (b) pembatasan kegiatan usaha; (c)
pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau(d)
pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
4. Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001
Khusus bagi perusahaan yang operasionalnya mengelola Sumber Daya Alam
(SDA) dalam hal ini minyak dan gas bumi, terikat oleh Undang-undang Nomor
22 Tahun 2001, tentang Minyak dan Gas Bumi, disebutkan pada Pasal 13 ayat 3
(p),: Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat
paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu: (p) pengembangan masyarakat
sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat.
Berdasarkan Undang-undang tersebut, perusahaan yang operasionalnya
melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat dan menjamin hak-hak
masyarakat adat yang berada di sekitar perusahaan.
5. Guidance ISO 26000
Berbeda dari bentuk ISO yang lain, seperti ISO 9001: 2000 dan 14001:
2004. ISO 26000 hanya sekedar standar dan panduan, tidak menggunakan
mekanisme sertifikasi. Terminologi Should didalam batang tubuh standar
berarti shall dan tidak menggunakan kata must maupun have to. Sehingga Fungsi
ISO 26000 hanya sebagai guidance.
Selain itu dengan menggunakan istilah Guidance Standard on Social
Responsibility, menunjukkan bahwa ISO 26000 tidak hanya diperuntukkan
bagi Corporate (perusahaan) melainkan juga untuk semua sektor publik dan
privat. Tanggung jawab sosial dapat dilakukan oleh institusi pemerintah,Non
governmental Organisation (NGO) dan tentunya sektor bisnis, hal itu
dikarenakan setiap organisasi dapat memberikan akibat bagi lingkungan sosial
maupun alam. Sehingga adanya ISO 26000 ini membantu organisasi dalam
pelaksanaan Social Responsibility, dengan cara memberikan pedoman praktis,
serta memperluas pemahaman publik terhadap Social Responsibility.
ISO 26000 mencakup beberapa aspek berikut:
ISO 26000 menyediakan panduan mengenai tanggung jawab sosial kepada
semua bentuk organisasi tanpa memperhatikan ukuran dan lokasi untuk:
b. Menyatukan, melaksanakan dan memajukan praktek tanggung jawab sosial
c. Mengindetifikasi dan pendekatan/pelibatan dengan para pemangku
kepentingan
d. Mengkomunikasikan komitmen dan performa serta kontribusi terhadap
pembangunan berkelanjutan.
ISO 26000 mendorong organisasi untuk melaksanakan aktivitas lebih sekedar
dari apa yang diwajibkan.
ISO 26000 menyempurnakan/melengkapi Instrumen dan inisiatif lain yang
berhubungan dengan tanggung jawab sosial
Mempromosikan terminologi umum dalam lingkupan tanggung jawab sosial dan
semakin memperluas pengetahuan mengenai tanggung jawab sosial.
Konsisten dan tidak berkonflik dengan traktat internasional dan standarisasi ISO
lainnya serta tidak bermaksud mengurangi otoritas pemerintah dalam
menjalankan tanggung jawab sosial oleh suatu organisasi.
Prinsip ketaatan pada hukum/ legal compliance, prinsip penghormatan terhadap
instrumen internasional, prinsip akuntabilitas, prinsip transparasi, prinsip
pembangunan keberlanjutan, prinsip ethical conduct, prinsip penghormatan hak
asasi manusia, prinsip pendekatan dengan pencegahan dan prinsip penghormatan
terhadap keanekaragaman
Bentuk-bentuk program CSR yang dilaksanakan di Indonesia masih
beraneka ragam, sesuai dengan motif dan tujuan perusahaan yang bersangkutan
untuk melakukan program tersebut. Menurut Gunawan (2008), program CSR di
Indonesia memiliki tiga bentuk yaitu :
1. CSR Berbasis Karikatif (Charity)
Program karikatif (charity) biasanya menjadi pijakan awal bagi sebuah
perusahaan untuk melakukan program CSR. Program karikatif diwujudkan
dengan memberikan bantuan yang diinginkan oleh masyarakat. Program karikatif
umumnya berwujud hibah sosial yang dilaksanakan untuk tujuan jangka pendek
dan penyelesaian masalah sesaat saja. Program ini diatur oleh kepanitiaan kecil
dan fokus pada orang-orang miskin. Motivasi program karikatif berkisar pada
agama, tradisi, dan adat. Untuk program pemerintah yang masuk kategori
karikatif (charity) adalah pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT).Program
karikatif biasa disebut program pemadam kebakaran saja. Saat masyarakat
marah, melakukan demonstrasi, dan menutup akses jalan perusahaan. Lalu
perusahaan yang panik serta merta memberikan sembako, membangun
infrastuktur, memberi beasiswa tapi tanpa tahapan yang sesuai dengan
metodologi. Bisa ditebak, program itu tidak akan berbekas di masyarakat.
Semakin banyak program yang diberikan, semakin rajin demonstrasi dilakukan.
2. CSR Berbasis Kedermawanan (Philanthropy)
Dalam dunia CSR, program kedermawanan (philanthropy) merupakan bentuk
perlunya redistribusi kekayaan. Program ini terencana dengan baik dibuktikan
dengan terbentuknya yayasan independen yang menjadi agen perusahaan untuk
melaksanakan program CSR filantropinya. Bill Gates mantan CEO Microsoft
Corp dengan istrinya, Gates telah mendirikan Bill & Melinda Gates Foundation,
sebuah yayasan sosial filantropi. Di Indonesia sendiri, program filantropi telah
banyak dilaksanakan. Salah satunya adalah Sampoerna Foundation (SF). Selain
dua yayasan di atas, masih banyak yayasan lain yang telah melaksanakan
program Filantropi yang tidak bisa disebutkan satu per satu dalam tulisan ini.
Mereka telah melaksanakan hal mulia yakni menebarkan cinta, memberikan
sebagian kekayaan mereka untuk menolong sesama. Sifatnya yang lebih
universal membuat program ini mempunyai efek yang lebih baik daripada
program karikatif. Untuk program pemerintah yang masuk kategori Filantropi
(philanthropy) adalah Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA).
3. CSR Berbentuk Pemberdayaan Masyarakat (Community Development)
Salah satu implementasi tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social
responsibility) adalah melalui corporate citizenship. Corporate citizenship
merupakan suatu cara pandang perusahaan dalam bersikap dan berperilaku ketika
berhadapan dengan pihak lain, misalnya pelanggan, pemasok, masyarakat,
BAB III KESIMPULAN
Isu Corporate Social Responsibility (CRS) saat ini di Indonesia merupakan
isu yang sangat hangat namun, oleh perusahaan-perusahaan multinasional hal ini
sudah dilakuakn ratusan tahun lalu. CSR adalah gagasan yang menjadikan
perusahaan tidak hanya untuk mencari keuntungan tetapi bentuk kepedulian
perusahaan terhadap lingkungan eksternal perusahaan melalui berbagai kegiatan
yang dilakukan dalam rangka penjagaan lingkungan, norma masyarakat,
partisipasi pembangunan, serta berbagai bentuk tanggung jawab sosial lainnya.
Dengan adanya program CSR yang diimplementasikan oleh perusahaan,
kini harus ditekankan pada konsep triple bottom line yang terdiri atas aspek
finansial, aspek sosial, dan aspek lingkungan (profit, people, and planet). Konsep
ini menjelaskan bahwa perusahaan harus lebih mengutamakan kepentingan
stakeholder (semua pihak yang terlibat dan terkena dampak dari kegiatan yang
dilakukan perusahaan) daripada kepentingan shareholder (pemegang saham).
Aspek profit dalam konsep ini berarti hal yang terpenting dalam perusahaan
adalah mencari keuntungan setinggi-tingginya karena perusahaan telah
mengimplementasikan dan melaksanakan program tanggung jawab sosial
perusahaannya, sehingga masyarakat semakin respect terhadap perusahaan
karena kepedulian perusahaan terhadap masyarakat. Aspek people dalam konsep
sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan,
perusahaan juga harus mempunyai komitmen bahwa dengan adanya program
CSR yang diimplementasikan oleh perusahaan akan meningkatkan citra positif di
mata masyarakat dengan cara perusahaan harus memberikan kontribusi berupa
penjualan produk-produk buatan perusahaan kepada masyarakat. Aspek planet
pada konsep ini menekankan bahwa perusahaan sangat berperan dalam menjaga
kelestarian lingkungan. Penjagaan kelestarian lingkungan ini dapat dilakukan
dengan cara melakukan penghijauan. Dengan perusahaan mengimplementasikan
program CSRnya dengan melakukan penghijauan yang menunjukkan kepedulian
terhadap lingkungan, maka lingkungan akan memberikan manfaat yang baik,
seperti pencegahan lingkungan dari timbulnya pemanasan global (global
warming).
Dalam pelaksanaan CSR ini, ada pandangan kelompok yang pro dan kotra.
Beberapa alasan menolak pelaksaan CSR karena perusahaan mengggap bahwa
perusahaan adalah lembaga ekonomi yang tujuan pokoknya mencari keuntungan,
bukan lembaga social, menimbulkan Perhatian manajemen perusahaan akan
terpecah, dan tidak semua perusahaan memiliki tenaga yang terampil dalam
menjalankan kegiatan social serta program CSR akan akan mengurangi
pendapatan perusahaan dan menambah beban bagi perusahaan dan engenai
pelaksaan kewajiban program CSR kedalam peraturan per Undang-undangan.
Sedangkan kelompok yang pro , mendukung pelaksaan program CSR dengan
kritis terhadap dampak negatif dari tindakan perusahaan,menciptakan lingkungan
sosial yang lebih baik dan sumber daya yang semakin terbatas sedangkan
kebutuhan manusia tidak terbatas dan menciptakan keuntungan jangka panjang
bagi pihak-pihak yang berkepentingan (Stakeholder).
Implemetasi CSR di Indonesia juga saat ini semakin digerakkan, dimana
imlementasi CSR yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan sangat
bergantung kepada misi, budaya, lingkungan dan profil risiko, serta kondisi
operasional masing-masing perusahaan. Banyak perusahaan yang telah
melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pelanggan,
karyawan, komunitas, dan lingkungan sekitar, yang merupakan titik awal yang
sangat baik menuju pendekatan CSR yang lebih luas.
Terdapat beberapa peraturan yang mewajibkan perusahaan tertentu untuk
menjalankan program tanggungjawab sosial perusahaan yaitu Keputusan Menteri
BUMN Tentang Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL), UU NO.40
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Penanaman Modal
Nomor 25 Tahun 2007, Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22
Tahun 2001 dan satu acuan (Guidance) ISO 26000 sebagai referensi dalam
DAFTAR PUSTAKA
A.B. Susanto. 2009. Reputation Driven Corporate Social Responsibility pendekatan strategic management dalam CSR. Jakarta: Esensi Erlangga
Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta : Kanisius.
Boone, Louis E, David l. Kurtz, 2000, Pengantar Bisnis,Edisi 2000 yang diperbaruhi, Alih Bahasa Fadriansyah Anwar, Erlangga, Jilid dua, Jakarta.
Bateman S. Thomas dan Snell A. Scott. (2009). Management: Leading & Collaborating in the Competitive World (8th ed.). New York: McGraw-Hill.
Hemingway, Christine A. and Patrick W. Maclagan (2004). „Managers‟ personal values as drivers of corporate social responsibility‟, Journal of Business Ethics, Vol. 50,
Laura P.Hartman dan Joe Desjardins, Etika Bisnis Pengambilan Keputusan untuk Integritas Pribadi dan Tanggung Jawab Sosial, Penerbit Erlangga 2011
Mallen Baker “Corporate Social Responsibility-what does it means?”, http://www.mallenbaker.net/, terakhir kali diakses tanggal 2 September 2010.
Schermerhorn, John R., Management for Productivity, New York: John Wiley & Son, 1993.
Sutarto “Good Corporate Governance (GCG): Corporate Social Responsibility (CSR) dan Pemberdayaan UMKM”, http://www.diskopjatim.go.id/, terakhir
kali diakses tanggal 1 September 2010.
Mulyadi (2003): Pengelolan Program Corporate Social Responsibility: Pendekatan, Keberpihakan dan Keberlanjutannya. Center for Populaton Studies, UGM
Rahmatullah& Kurniati, Trianita. (2011). Panduan Praktis Pengelolaan CSR (Corporate Social Responsibility).Yogyakarta: Samudra Biru.
Utama, Sidharta (2010). Evaluasi Infrastruktur Pendukung Pelaporan Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan di Indonesia.