642
KARAKTERISTIK INFLASI
KOTA-KOTA DI INDONESIA BAGIAN BARAT
Adi Setiawan
Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711
Email: [email protected]
Abstrak
Dalam makalah ini dipresentasikan karakteristik inflasi kota-kota di Indonesia bagian Barat yang sudah digunakan dalam perhitungan inflasi bulanan mulai tahun 1979 yaitu kota Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Medan, Padang, Banjarmasin dan Pontianak. Karakteristik dipisahkan antara waktu sebelum dan sesudah krisis moneter 1998 yaitu 15 tahun sebelum krisis moneter (mulai tahun 1983 sampai dengan tahun 1997 ) dan 15 tahun setelah krisis moneter (mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2013). Karakteristik tersebut dianalisis dengan menggunakan alat statistik deskriptif seperti mean, median, simpangan baku, skewness, kurtosis, boxplot dan grafik densitas berdasarkan data inflasi bulanan dan tahunan. Karakteristik inflasi tahunan untuk kota-kota di Indonesia bagian Barat tersebut cenderung sama setelah krisis moneter maupun sebelum krisis moneter. Namun demikian, karakteristik inflasi bulanan untuk sebelum dan sesudah krisis moneter cenderung berbeda. Rata-rata inflasi bulanan untuk bulan April sebelum krisis moneter cenderung tinggi, sedangkan sesudah krisis moneter cenderung rendah. Perbandingan rata-rata inflasi bulanan sebelum dan sesudah krisis moneter dilakukan dengan menggunakan statistic Mann-Whitney karena distribusi data tidak normal. Tetapi untuk inflasi tahunan data dapat dianggap berdistribusi normal sehingga untuk perbandingan tersebut dapat digunakan uji t. Selanjutnya, dilakukan analisis korelasi untuk melihat keterkaitan antara satu kota dengan kota yang lain (dari kota-kota yang menjadi perhatian). Demikian juga, kota-kota di Indonesia bagian Barat, cenderung terkait satu sama lain, artinya jika terjadi inflasi di satu kota maka juga akan cenderung terjadi inflasi di kota-kota yang lain dan sebaliknya jika terjadi deflasi di satu kota maka juga akan berakibat pada terjadinya deflasi di kota-kota yang lain.
Kata-kata kunci: karakteristik inflasi, statistik deskriptif, uji t, uji Mann-Whitney, krisis moneter.
PENDAHULUAN
Inflasi bulanan pada bulan Januari 2014 sampai dengan Mei 2014 berturut-turut adalah 1,07, 0,26, 0,08, -0,02 dan 0,16 (dalam %). Karakteristik inflasi bulanan dari 5 bulan pertama di tahun 2014 ini dapat dicocokkan dengan karakteristik inflasi bulanan yang terjadi setelah krisis moneter. Mulai bulan Februari 2014 digunakan 82 kota-kota di Indonesia dalam perhitungan inflasi yaitu 33 ibukota provinsi dan sisanya kota-kota besar atau kecil lain yang digunakan dalam perhitungan inflasi.
Dalam makalah [1] telah dijelaskan tentang perbandingan karakteristik inflasi kota-kota di Indonesia bagian Timur sebelum dan sesudah krisis moneter 1998. Kecuali kota Ambon dan Jayapura, karakteristik inflasi untuk kota-kota di Indonesia bagian Timur cenderung sama. Krisis moneter pada tahun 1998 mengakibatkan Indonesia mengalami inflasi
tahunan sebesar 77.63 % dan inflasi bulanan tertinggi terjadi pada bulan Februari 1998 yaitu sebesar 12.76 %. Untuk kota-kota Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Medan, Padang, Banjarmasin dan Pontianak beturut-turut mengalami inflasi tahunan 74.42%, 95.21 %, 77.46 %, 83.81 %, 87.2 %, 74.43 % dan 78.85 %. Di samping itu, inflasi bulanan untuk kota-kota tersebut berturut-turut adalah 13.4 %, 12.28 %, 14.58 %, 10.71 %, 16.61 %, 16.39 % dan 14.34 %.
643 menjadi perhatian hanya Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Medan, Padang, Banjarmasin dan Pontianak. Kota-kota tersebut telah digunakan dalam perhitungan inflasi di Indonesia sejak tahun 1979. Makalah-makalah terbaru yang terkait dengan hal ini adalah [2], [3], [4], [5] dan [6].
DASAR TEORI
Statistik deskriptif tentang rata-rata, median,
skewness, kurtosis (excess kurtosis) dan koefisien variasi telah banyak digunakan untuk meringkas data. Statistik tersebut juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik inflasi. Rata-rata, median, koefisien variasi dapat menggunakan definisi seperti yang banyak digunakan dalam berbagai literatur statistik (e,g. [7] dan [8]). Dapat juga menggunakan definisi lain yang digunakan dalam berbagai paket program statistik (seperti SPSS, Minitab) untuk skewness yaitu :
) sampel yaitu akar dari
n menggunakan definisi sebagai berikut :
)
Untuk membandingkan statistik sebelum dan sesudah krisis moneter 1998 digunakan statistik uji t yang mensyaratkan distribusi
normal dari data atau statistik uji Mann-Whitney yang tidak mensyaratkan distribusi normal dari data. Informasi lebih lanjut dari statistik nonparametrik seperti statistik Mann-Whitney dapat dilihat pada [9], [10] dan [11].
METODE PENELITIAN yang digunakan dalam perhitungan inflasi bulanan mulai tahun 1979. Kota-kota yang menjadi perhatian adalah Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Palembang, Medan, Padang, Banjarmasin dan Pontianak. Kota-kota yang lain tidak diperhatikan karena belum digunakan dalam perhitungan inflasi bulanan mulai tahun 1979. Namun demikian, supaya ada keseimbangan dalam analisis digunakan data 15 tahun sebelum krisis moneter dan 15 tahun setelah krisis moneter.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1 dan Gambar 2 mempresentasikan grafik garis inflasi tahunan sebelum dan sesudah krisis moneter. Terlihat bahwa inflasi tahunan sesudah krisis moneter cenderung mempunyai pola yang sama dibandingkan dengan sebelum krisis moneter. Namun demikian, dengan uji t dapat diperoleh bahwa tidak ada perbedaan antara rata-rata inflasi tahunan sebelum dan sesudah krisis. Nilai-p
644
Gambar 1. Grafik garis inflasi tahunan dari tahun 1983 sampai dengan tahun 1997.
Gambar 2. Grafik garis inflasi tahunan dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2013.
Pada Tabel 1, terlihat bahwa rata-rata inflasi bulanan untuk kota-kota di Indonesia bagian Barat sebelum krisis moneter relatif tidak berbeda dengan sesudah krisis moneter. Hal itu juga didukung dengan nilai-p dari uji Mann-Whitney untuk data inflasi bulanan untuk perbandingan rata-rata inflasi bulanan sebelum dan sesudah krisis moneter untuk kota Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Medan, Padang, Banjarmasin dan Pontianak berturut-turut adalah 0.496, 0.364, 0.364, 0.604, 0.507, 0.941 dan 0.856. Uji ini dilakukan setelah sebelumnya dilakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dari data inflasi bulanan
untuk setiap kota yang ternyata tidak berdistribusi normal. Hal itu berarti, inflasi bulanan kota-kota di Indonesia bagian Barat sebelum dan sesudah krisis moneter cenderung sama. Ringkasan statistik secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1. Adanya titik ektrim sangat berpengaruh terhadap perhitungan skewness dan excess kurtosis sehingga pada Tabel 1 juga diberikan perhitungan skewness
dan excess kurtosis dengan tanpa
645
Tabel 1. Tabel perbandingan skewness, excess kurtosis dan jangkauan inflasi bulanan sebelum dan sesudah
krisis moneter.
IND JKT SRB YOG MDN PDG BJR PON Mean sebelum 0.68 0.71 0.68 0.69 0.71 0.68 0.64 0.70 Mean Sesudah 0.61 0.58 0.60 0.63 0.62 0.68 0.61 0.64 Median
Sebelum 0.52 0.44 0.55 0.60 0.55 0.42 0.51 0.52 Median
Sesudah 0.51 0.46 0.51 0.55 0.50 0.60 0.51 0.60 Sd sebelum 0.75 0.95 0.84 0.84 1.13 1.38 1.01 1.00 Sd sesudah 0.89 0.82 0.86 0.74 1.29 1.41 1.03 1.00 Koef Var
Sebelum 1.10 1.34 1.23 1.22 1.60 2.03 1.58 1.43 Koef Var
Sesudah 1.46 1.40 1.43 1.16 2.07 2.05 1.67 1.55 Skewness
sebelum 1.64 1.56 0.98 0.82 1.32 2.71 1.31 0.43 Skewness
sesudah 4.52 4.47 3.42 3.22 3.83 2.31 2.20 1.67 Skewness
sesudah [-82] 0.93 1.07 0.59 0.83 0.39 0.55 0.23 0.25 Kurtosis
sebelum 4.39 3.85 2.51 1.03 3.01 17.07 2.88 1.10 Kurtosis
sesudah 37.79 36.54 25.70 22.27 31.52 14.68 14.86 9.96 Kurtosis
sesudah [-82] 2.13 2.67 0.72 1.38 0.54 2.08 0.96 1.07 Range sebelum 5.20 6.30 6.15 4.33 6.9 4 13.86 6.28 6.63 Range sesudah 9.75 9.97 8.77 7.14 13.84 13.57 10.82 8.83
0
5
10
Indonesia
0
5
10
Jakarta
0
5
10
Surabaya
0
5
10
Yogyakarta
0
5
10
Medan
0
5
10
Padang
0
5
10
Banjarmasin
0
5
10
Pontianak
Gambar 3. Boxplot inflasi bulanan sebelum krisis moneter berurut-turut Indonesia, kota-kota Jakarta,
646 Gambar 3 memperlihatkan boxplot data inflasi bulanan sesudah dan sebelum krisis moneter. Terlihat bahwa median inflasi bulanan sebelum dan sesudah krisis moneter tidak banyak berubah. Hal itu juga didukung oleh hasil perhitungannya dalam Tabel 1. Grafik densitas dari inflasi bulanan sebelum krisis moneter (yang digambarkan dengan kurva
titik-titik) dan sesudah krisis moneter (yang digambarkan dengan garis tanpa putus) diberikan pada Gambar 4. Terlihat bahwa untuk kota-kota di Indonesia bagian Barat relatif tidak banyak mengalami perubahan pada waktu sebelum dan sesudah krisis
Gambar 4. Grafik densitas dari inflasi bulanan sebelum (kurva titik-titik) dan sesudah krisis moneter (kurva
garis tak putus) untuk Indonesia, kota-kota Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya dan Yogyakarta.
Gambar 5. Rata-rata inflasi bulanan untuk bulan Januari sampai Desember sebelum krisis moneter untuk
Indonesia, kota Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya dan Yogyakarta. Pada Gambar 5 dan Gambar 6 berturut-turut
dipresentasikan karakteristik inflasi bulanan untuk setiap bulannya sebelum dan sesudah krisis moneter. Sebelum krisis moneter, bulan Januari mempunyai inflasi bulanan relatif tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain, hal ini disebabkan oleh adanya perayaan tahun baru. Demikian pula pada bulan April,
647
Gambar 6. Rata-rata inflasi bulanan untuk bulan Januari sampai Desember sesudah krisis moneter untuk
Indonesia, kota Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya dan Yogyakarta. Sesudah krisis moneter, bulan Maret dan April
cenderung mempunyai inflasi bulanan yang relatif rendah dibandingkan bulan-bulan lain. Bulan Januari mempunyai inflasi bulanan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lain, bahkan kota Padang mempunyai inflasi bulanan rata-rata lebih dari 1,50 % dan lebih tinggi dibandingkan dengan kota-kota lain. Bulan Juli mempunyai rata-rata inflasi bulanan yang cukup tinggi yaitu lebih dari 0,8 % kemungkinan ini disebabkan oleh bulan Juli merupakan bulan dimulai tahun ajaran baru di sekolah-sekolah maupun di perguruan tinggi.
Kota Medan mempunyai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan kota-kota lain. Inflasi bulanan tinggi yang lain adalah bulan Oktober dan bulan Desember. Inflasi bulanan yang tinggi di bulan Oktober, kemungkinan disebabkan oleh dimulainya musim tanam pada bulan itu. Inflasi tinggi di bulan Desember karena adanya hari raya Natal dan liburan akhir tahun. Pada tahun 2014 bulan Januari sampai dengan bulan April cenderung mempunyai sifat inflasi yang sama dengan karateristik inflasi bulanan sesudah krisis moneter.
Tabel 2. Tabel koefisien korelasi kota-kota di Indonesia bagian Barat dan juga dibandingkan dengan nasional
(Indonesia) berdasarkan data inflasi bulanan sebelum krisis moneter.
IND JKT SRB YOG MDN PDG BJR PON IND 1 0.92 0.80 0.77 0.71 0.45 0.64 0.62 JKT 0.92 1 0.63 0.68 0.58 0.39 0.53 0.54 SRB 0.80 0.63 1 0.58 0.54 0.30 0.54 0.53 YOG 0.77 0.68 0.58 1 0.56 0.35 0.58 0.48 MDN 0.71 0.58 0.54 0.56 1 0.36 0.40 0.39 PDG 0.45 0.39 0.30 0.35 0.36 1 0.21 0.34 BJR 0.64 0.53 0.54 0.58 0.40 0.21 1 0.38 PON 0.62 0.54 0.53 0.48 0.39 0.34 0.38 1
Tabel 2 dan Tabel 3 mempresentasikan koefisien korelasi Pearson dari inflasi bulanan di suatu kota dikaitkan dengan inflasi bulanan di kota-kota lain yang menjadi perhatian. Dengan menggunakan 180 titik sampel maka titik kritis koefisien korelasi Pearson yang
648
Tabel 3. Tabel koefisien korelasi kota-kota di Indonesia bagian Barat dan juga dibandingkan dengan nasional
(Indonesia) berdasarkan data inflasi bulanan sesudah krisis moneter.
IND JKT SRB YOG MDN PDG BJR PON IND 1 0.96 0.93 0.90 0.86 0.82 0.74 0.79 JKT 0.96 1 0.89 0.86 0.78 0.75 0.70 0.70 SRB 0.93 0.89 1 0.82 0.76 0.70 0.67 0.70 YOG 0.90 0.86 0.82 1 0.76 0.70 0.69 0.68 MDN 0.86 0.78 0.76 0.76 1 0.79 0.63 0.65 PDG 0.82 0.75 0.70 0.70 0.79 1 0.59 0.61 BJR 0.74 0.70 0.67 0.69 0.63 0.59 1 0.63 PON 0.76 0.70 0.70 0.68 0.65 0.61 0.63 1
KESIMPULAN
Dalam makalah ini, telah dijelaskan karakteristik inflasi di kota-kota di Indonesia bagian Barat. Karakteristik inflasi tahunan untuk kota-kota di Indonesia bagian Barat tersebut cenderung sama setelah krisis moneter namun sebelum krisis moneter.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Setiawan, Adi, 2014, Perbandingan Karakteristik Inflasi kota-kota di Indonesia bagian Barat Sebelum dan Sesudah Krisis Moneter 1998, Jurnal “De Cartesian” Universitas Sam Ratulangi Manado Volume 2 No 2.
[2] Setiawan, Adi, 2012a, Penentuan Distribusi Skewness dan Kurtosis dengan Metode Resampling berdasar Densitas Kernel (Studi Kasus Pada Analisis Inflasi Bulanan Komoditas bawang Merah, Daging Ayam ras dan Minyak Goreng di Kota Semarang), Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains, Vol 3 No 1.
[3] Setiawan, Adi, 2012b Perbandingan Koefisien Variasi antara 2 Sampel dengan Metode Bootstrap (Studi Kasus pada Analisis Inflasi Bulanan Komoditas Beras, Cabe Merah dan Bawang Putih di Kota Semarang) Jurnal “De Cartesian” Universitas Sam Ratulangi Manado Volume 1 No 1.
[4] Setiawan, Adi, 2013a, Statistika di Era Super Data Set, Prosiding Seminar
Nasional Matematika, Sains dan
Teknologi Informasi Universitas Sam Ratulangi 14 Juni 2013.
[5] Setiawan, Adi, 2013b, Karakteristik Inflasi Bulanan Kota-kota di Indonesia Tahun 2009-2013, Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika UNY Yogyakarta 9
November 2013.
[6] Suparti, 2013, Analisis Data Inflasi di Indonesia Menggunakan Model Regresi Spline, Media Statistika Vol 6 No 1.
[7] Fauzy, A., 2009, Statistik Industri, Penerbit Erlangga, Jakarta.
[8] Harinaldi, 2005, Prinsip-prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains, Penerbit Erlangga, Jakarta.
[9] Daniel, Wayne W., 1990, Applied Nonparametric Statistics, PWS-Kent Publishing Company, Boston.
[10] Gibbons, J. D. & S. Chakraborti, 2003,
Nonparametric Statistical Inference, Marcel Dekker, Inc, New York.