• Tidak ada hasil yang ditemukan

J01038

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " J01038"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

1 WACANA SUBORDINASI PEREMPUAN

DALAM KOMERSIALISASI “RUANG PUBLIK”

(Analisis Wacana Kr itis Sar a Mills Pada Rubr ik ‘DetEksi’ Jawa Pos)

Oleh:

Adi Kurnia Djarot Nahusona

1

dan Sih Natalia Sukmi

2

ABSTRACT

"Public Spher e", w hich now for m the mass media, contr ibuting significant ly to the str uggle of w omen. Aspir ations of w omen w ho had been confined in t he domestic r ealm, became mor e a place, after public spher e began to appear . At the t ime of the Republic of Indonesia into the w or ld spotlight, because the low er level of the r eader for the young, DetEksi r ubr ic come up and amplifying the voices of youth. The emer gence r ubr ic DetEksi be inter esting, seeing that the theme is being discussed, alw ays involves r espondents in lar ge quant ities, w hich consists of w omen and men, w hich can be fr eely as if expr essing their aspir ations. This st udy aimed to descr ibe the discour se of subor dination of w omen in the public spher e. Cr itical discour se analysis used in this study, as in the view of Sar a Mills, the media has been ver y biased in pr esenting w omen. The method used in this st udy is a qualitative appr oach, w ith a descr ipt ive st udy. Results of r esear ch conducted by the r esear cher s r evealed that, of the 11 analyzes conducted, all laden w ith patr iar chal cultur e, w omen ar e subor dinated

Keywords: Public Spher e, Mass Media, Aspir ations of Women.

1. LATAR BELAKANG

Sur at kabar menjadi salah satu media infor masi, yang aw al kemunculannya,

mampu membaw a har apan untuk suar a per ubahan, ter utama pada iklim sosial politik

yang lebih liber al. Mc Quail menjelaskan bahw a sejar ah kemunculan sur at kabar ,

diw ar nai dengan per juangan mew akili hak hak kebebasan, dan demokr asi w ar ga Negar a

yang lebih besar (Mc Quail 2011:30-31). Dominasi sur at kabar sebagai media yang

mampu mempengar uhi khalayak dalam jumlah besar , mulai mengalami masa

kemundur an di abad ke 21, seir ing dengan per kembangan teknologi komunikasi dan

infor masi yang ditandai dengan kemunculan inter net atau dikenal sebagai media massa

bentuk bar u (Mc Quail 2011 32).

Badan Pusat Statistik mengeluar kan data mengenai penggunaan media oleh

masyar akat Indonesia, yang semakin ber kur ang. Hal ter sebut dapat dilihat dar i tabel

data dengan indikator sosial dan budaya bagi penduduk ber umur 10 tahun ke atas yang

membaca sur at kabar atau majalah, sejak tahun 2003, 2006, dan 2009 semakin

mengalami penur unan..3 Minat baca masyar akat yang r endah membuat, Indonesia

1

Fakult as Ilm u Sosial dan Ilmu Kom unikasi

2

St af Pengajar Fakult as Ilm u Sosial dan Ilm u Komunikasi

3

(2)

2 ber ada di ur utan ke-36 dar i 40 negar a, ber dasar studi lima tahunan yang dikeluar kan

oleh Pr ogr ess in Int er nat ional Reading Lit er acy St udy (PIRLS) pada 2006, bahkan

menur ut hasil sur vei UNESCO, minat baca masyar akat Indonesia menduduki per ingkat

ter endah di ASEAN.4

Fenomena minat baca usia muda, yang semakin menur un dar i tahun ke tahun di

Indonesia, dan mulai ter gantikan dengan dominasi ber bagai media massa lainnya, tur ut

ber dampak pada meningkatnya per saingan media cetak. Ser upa dengan hal ter sebut,

Depar temen Luar Neger i Republik Indonesia, memuat ber ita yang membanggakan,

bahw a dua media cetak Indonesia, yaitu Jaw a Pos dan Kompas mampu ber saing, dan

mer aih penghar gaan di tingkat Inter nasional, dalam kompetisi tahunan yang

diselenggar akan oleh Wor ld Associat ion of Newspaper and News Publisher (WAN-IFRA)

2011, atas kontr ibusi yang dilakukan kepada pembaca usia muda. WAN-IFRA yang

ber mar kas besar di Dar mstadt (Jer man) dan Par is (Per ancis) mer upakan asosiasi sur at

kabar dan pener bit dunia yang mew akili 18.000 pener bitan, 15.000 situs online, dan

lebih dar i 3.000 per usahaan di lebih dar i 120 negar a5.

Jaw a pos melalui r ubr ik DetEKsi mendapatkan dua penghar gaan sekaligus, ajang

inter nasional ter sebut. Ter bitnya r ubr ik ‘DetEksi’, yang diper caya membaw a pengar uh

positif, khususnya dalam inovasi mer aih dan mengembangkan pembaca muda.

Kontr ibusi r ubr ik ‘DetEksi’, membuat Jaw a Pos ber hasil mer aih penghar gaan ter tinggi

Wor ld Young Reader Pr ize 2011, dan sekaligus membuat Jaw a Pos menyandang gelar

sebagai kor an dengan pembaca muda ter baik di dunia. Selain mer aih penghar gaan Wor ld

Young Reader Pr ize 2011, di ajang tahunan yang diikuti kor an dar i selur uh dunia

ter sebut, Jaw a Pos juga mer aih kemenangan pada kategor i Endur ing Excellence,

ber dasar kan komitmen dan konsistensi untuk mer aih dan memper tahankan pembaca

muda melalui r ubr ik ‘DetEksi’6.

Rubr ik ‘DetEksi’ memiliki suatu cir i khas yang unik dalam menggandeng sesama

pembaca mudanya, yaitu dengan selalu melibat kan 500 hingga 1000 anak muda

4

Dalam Kom pas. 3 M anfaat Cint a Buku untuk Si Kecil (Online).

ht t p:/ / fem ale.kom pas.com / read/ 2012/ 02/ 10/ 11491514/ 3.M anfaat .Cint a.Buku.unt uk.Si.Kecil diunduh pada 17 Sept em ber 2012 pukul 19.40 WIB

5

Dalam Departemen Luar Negeri. 'Jaw a Pos' dan 'Kom pas' Raih Penghargaan Int ernasional WAN-IFRA (Online) ht t p:/ / ww w .deplu.go.id/ List s/ New s/ DispForm.aspx?ID=5207& l=en diunduh pada 12

Desem ber 2012 pukul 09.20 WIB

6

Dalam Jaw a Pos. Jaw a Pos Raih Gelar Koran Terbaik Dunia (Online)

(3)

3 Sur abaya, untuk polling yang diadakan dalam setiap temanya7. Kontr ibusi r ubr ik

‘DetEksi’ yang telah menyediakan ”r uang publik”, sebagaimana digunakan oleh

per empuan dan laki laki untuk mengemukakan pendapat, dan ber bagi pengalaman

pr ibadinya secar a bebas, untuk menyikapi setiap tema yang sedang dibahas, mer upakan

suatu hal yang positif, ter utama sebagaimana dihar apkan oleh kaum feminis, bahw a

per empuan har us mendapatkan kesempatan yang sama dan ber imbang untuk

mengemukakan opininya dalam ”r uang publik”.

Ser upa demikian r ubr ik ‘DetEksi’ bahkan, melalui per sonifikasi maskot anjing yang

ber w ar na bir u dan mengenakan penutup mata, ber ani menjamin untuk selalu netr al,

dalam menampilkan fakta yang apa adanya. Tidak menutup nutupi atau melebih

lebihkan fenomena yang sedang ber kembang8. Meskipun demikian, peneliti masih

menemukan bahw a tema pember itaan yang dibahas dan opini per empuan yang

ditampilkan, secar a tidak langsung, masih menjadikan per empuan sebagai komoditas

hibur an, dan ber ada dalam posisi yang disubor dinasi dalam dominasi laki-laki .

Ber anjak dar i fenomena ter sebut, apakah kontr ibusi per empuan yang ber sama

sama dengan laki laki mengemukakan opini, bahkan ber bagi pengalaman pr ibadi yang

selama ini ber ada dalam ”r uang pr ivat”, dan tabu untuk dibahas, namun akhir nya ber ani

untuk dicer itakan ke ”r uang publik” dan dikatakan netr al, pada r ubr ik ‘DetEksi’, dapat

digolongkan sebagai r ubr ik yang mew acanakan ideologi feminisme? ataukah opini

per empuan yang selama ini ber ada dalam ”r uang pr ivat”, dan akhir nya ber ani untuk

disampaikan di ”r uang publik”, pada r ubr ik ‘DetEksi’, justr u sesungguhnya tidak

ber imbang dan sar at dengan subor dinasi ter hadap per empuan, sebagaimana pada

akhir nya dimanfaatkan, bahkan dieksploitasi demi memper oleh keuntungan bisnis?

Sebab bagaimanapun juga, menur ut Haber mas (Har diman 2010:195), ”r uang publik” di

er a kapitalisme tidak lagi menjadi fasilitas diskur sus r asional, melainkan justr u

menjalankan konstr uksi, seleksi, dan for masi diskur sus yang ber ubah menjadi

komoditas hibur an, sebagaimana dikonsumsi secar a pasif oleh khalayak.

Fenomena ini yang ingin dikaji oleh peneliti, dengan menggunakan metode

analisis w acana kr itis Sar a Mills, yang titik perhatiannya ter letak pada bagaimana

per empuan ditampilkan di dalam teks, baik dalam novel, gambar , foto, maupun dalam

ber ita.

7

Dalam Indopos. Pem baca M uda Surabaya Jadi Inspirasi (Online)

ht t p:/ / w w w .indopos.co.id/ index.php/ index-cat at an-don-kardono/ 17340-pem baca-m uda-surabaya-jadi-inspirasi.htm l diunduh pada 18 Sept em ber 2012 pukul 08.34 WIB

8

(4)

4 2. Ker angka Pikir

3. KAJIAN TEORITIS

Nur udin mengungkapkan bahw a komunikasi masa adalah komunikasi melalui

media massa (media cetak dan elektr onik). Sebab aw al per kembangannya, komunikasi

massa ber asal dar i kata media of mass communication (media komunikasi massa), yang

mer ujuk pada media massa atau salur an yang dihasilkan oleh teknologi moder n

(Nur udin 2007:4). Ber dasar kan r agam bentuknya, media massa dibedakan menjadi

media elektr onik (televisi, r adio), media cetak (surat kabar , majalah dan tabloid), buku,

film, dan yang ter bar u yaitu inter net (Nur udin 2007:5).

Sur at kabar diper caya memiliki bentuk inovasi yang lebih baik dar ipada buku

yang dicetak, ter utama dengan penemuan bentuk liter atur , sosial dan budaya bar u.

Keunggulannya dibandingkan dengan bentuk komunikasi budaya yang lain, ter letak

pada or ientasinya kepada individu dan kepada r ealitas, kegunaannya ser ta sifat yang

sekular , diyakini cocok bagi kebutuhan kelas bar u, yaitu pelaku bisnis yang ber basis di

kota kecil. Mc Quail menjelaskan lebih lanjut bahw a kebar uannya bukan hanya pada

teknologi atau car a penyebar annya saja, tetapi juga pada fungsinya bagi kelas ter tentu

(5)

5 Sur at kabar di Indonesia sebagaimana telah ditetapkan menur ut atur an hukum

yang ber laku sebagai lembaga sosial, dihar apkan mampu melaksanakan fungsinya sesuai

dengan undang undang nomor 40 tahun 1999 tentang per s, pasal 3 ayat 1 dan 2 (Tebba

2005:185), yang ber bunyi sebagai ber ikut :

1. Per s nasional mempunyai fungsi sebagai media infor masi, pendidikan,

hibur an, dan kontr ol sosial.

2. Disamping fungsi-fungsi ter sebut ayat (1), per s nasional dapat ber fungsi sebagai

lembaga ekonomi.

Ber ita dan sur at kabar , mer upakan bagian yang tidak ter pisahkan, sebab

sebagaimana sejar ah dan fungsinya, sur at kabar diyakini sebagai salah satu media massa

yang menyampaikan infor masi atau yang disebut dengan ber ita kepada tar get

pembacanya. Secar a seder hana, ber ita adalah jalan cer ita tentang per istiw a. Hal ini dapat

dikatakan bahw a suatu ber ita setidaknya mengandung dua hal yaitu per istiw a dan jalan

cer ita. Jalan cer ita tanpa per istiw a, dan per istiw a tanpa cer ita tidak dapat dikatakan

sebagai sebuah ber ita (Tebba 2005:55). Tidak semua cer ita dan per istiw a dalam

kehidupan sehar i har i dapat dimuat dalam pember itaan, Tebba menjelaskan lebih lanjut

bahw a per istiw a yang diber itakan ter gantung pada beber apa hal, yaitu:

a) Aktualitas.

b) Jar ak (dekat jauhnya) per istiw a dar i khalayak (pembaca,

pendengar , penonton).

c) Penting tidaknya or ang/ figur yang diber itakan.

d) Keluar biasaan per istiw a.

e) Akibat yang mungkin ditimbulkan dar i ber ita itu.

f) Ketegangan dalam per istiw a.

g) Konflik dalam per istiw a.

h) Per ilaku seks.

i) Kemajuan kemajuan yang diber itakan.

j) Emosi yang ditimbulkan oleh per istiw a.

k) Humor yang ter kandung dalam per istiw a”

(6)

6 3.1. Rubrik

Effendy menjelaskan, bahw a secar a etimologi r ubr ik ber asal dar i bahasa

Belanda yaitu Rubr iek, yang memiliki definisi r uangan pada halaman sur at kabar ,

majalah atau media cetak lainnya, mengenai suatu aspek atau kegiatan dalam kehidupan

masyar akat; misalnya r ubr ik w anita, r ubr ik olahr aga, r ubr ik pendapat pembaca dan

sebagainya (Effendy 1989:316).

3.2. Wacana Perspektif Foucault

Foucault (Er yanto 2001:65) menjelaskan bahw a w acana tidaklah dipahami

sebagai ser angkaian kata atau pr oposisi dalam teks, melainkan lebih kepada sesuatu

yang mempr oduksi lain seperti misalnya sebuah gagasan, konsep atau efek. Wacana

dapat di’DetEksi’ kar ena secar a sistematis suatu ide, opini, konsep, dan pandangan hidup

dibentuk dalam suatu konteks ter tentu sehingga mempengar uhi car a ber pikir dan

ber tindak ter tentu. Bahkan lebih lanjut diyakini bahw a, suatu w acana memiliki

keter kaitan dengan kekuasaan, kar ena str ategi kuasa ber langsung di mana-mana.

3.3. Ideologi

Cahyadi (Er iyanto 2001:99) menjelaskan pandangan Althusser mengenai

ideologi, yaitu bahw a ideologi memer lukan subjek dan subjek memer lukan ideologi.

Ideologi yang mer upakan r umusan dar i individu individu ter tentu, keber lakuannya

menuntut tidak hanya kelompok yang ber sangkutan tetapi juga selain membutuhkan

subjek,ideologi tur ut menciptakan subjek, atau yang dikenal dengan istilah inter pelasi.

Dalam inter pelasi individu konkr et dir ekr ut menjadi subjek ideologi.

3.4. Feminisme

Sudar minta (Har diman 2010:201) menjelaskan bahw a feminisme adalah

ber bagai paham atau alir an pemikir an dan ger akan politik, ekonomi, sosial-budaya

(ter masuk di dalamnya ger akan etis) yang memiliki kepr ihatinan dan kepedulian

ter hadap r ealitas gender yang memper juangkan kesamaan hak dan membela

kepentingan kaum per empuan. Dalam r ealitas poli tik, ekonomi, dan budaya patr iar ki

selama ber abad abad, kesamaan hak dan kepentingan kaum per empuan cender ung

diabaikan atau bahkan ditindas.

3.5. Subordinasi

Subor dinasi telah menjadi fokus per hatian penting dalam melihat diskriminasi

atau ketidakadilan gender . Dalam situs r esminya, Kementer ian Pember dayaan

(7)

7 suatu penilaian atau anggapan bahw a suatu per an yang dilakukan oleh satu jenis

kelamin lebih r endah dar i yang lain9.

3.6. Ruang Publik

Haber mas (Har diman 2010:269-270) mer umuskan ”public spher e” atau r uang

publik dalam penjelasan ber ikut: ”Dengan 'r uang publik' kami maksudkan per tama tama

suatu w ilayah kehidupan sosial kita di mana apa yang disebut opini publik ter bentuk.

Akses kepada r uang publik ter buka bagi semua w ar ga negar a. Sebagian dar i r uang

publik ter bentuk dalam setiap pembicar aan di mana pr ibadi pribadi ber kumpul untuk

membentuk suatu 'publik'. Bila publik menjadi besar , komunikasi ini menuntut suatu

sar ana untuk diseminasi dan pengar uh ; zaman sekar ang sur at kabar dan

majalah,r adio,dan televisi menjadi r uang publik”Dalam definisi ter sebut, tiga unsur

seper ti media, pembicar aan, dan opini publik secar a er at ter hubung. Ruang publik bukan

mer upakan suatu r uang fisik, tetapi r uang sosial yang dipr oduksi oleh tindakan

komunikatif.

4. METODE PENELITIAN

4.1. Pendekatan, Jenis Penelitian.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Sedangkan jenis penelitiannya adalah deskr iptif .

4.2. Metode Analisis Data, Penelitian.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis w acana.

Analisis w acana adalah analisis teks dan bahasa, sebagaimana telah diur aikan pada

beber apa metode, dihar apkan mampu membantu par a peneliti yang ingin memfokuskan

penelitiannya untuk mencar i makna dalam suatu pesan. Metode yang digunakan untuk

menganalisis w acana subor dinasi per empuan dalam “r uang publik” pada r ubr ik ‘DetEksi’

Jaw a Pos adalah metode analisis w acana kr itis Sar a Mills.

9

Dalam Aplikasi Dat a dan Inform asi PP dan KPA. Subordinasi (Online)

(8)

8 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Interpretasi Pada Rubrik Deteksi Jawa Pos Edisi Hari Kartini 21 Apr il 2012

5.1.1. Respon Det in fact

5.1. 2. Posisi Subjek-Objek

Teks ber ita, yang tampak pada r esponDet in fact, secar a keselur uhan

memposisikan w ar taw an sebagai subjek pencer ita, yang mencer itakan hasil poling, dan

di sisi lain menempatkan r esponden laki-laki dan per empuan sebagai objek yang

dicer itakan. Kendati ber sama sama ditempatkan sebagai objek, namun per empuan,

tampak cender ung ditampilkan secar a tidak adil dibandingkan laki-laki. Ketidakdilan

semakin tampak, ketika per empuan yang tampil sebagai pihak yang dir ugikan,

sebagaimana dimanfaatkan laki-laki, diolok olok, dan membuat laki-laki menjadi manja,

pada saat mener apkan emansipasi ber pacar an, justr u tidak dianggap sebagai suatu

per masalahan, melainkan dilaw an oleh w ar taw an, melalui pemapar an fakta ber ikutnya.

KBBI menyatakan bahw a, kata “meski” adalah kata penghubung untuk menandai

per law anan makna (KBBI 2011:907). Mer ujuk pada definisi ter sebut, maka per lu

dipahami, bahw a pembelaan eksplisit, yang seolah olah dilakukan w ar taw an kepada

per empuan, sebenar nya mengandung makna ter sir at, yang justr u melanggengkan

keter tindasan per empuan, untuk tetap ber ada di baw ah laki-laki. Secar a keselur uhan,

mengacu pada, ber agam ketimpangan yang dikonstr uksi w artaw an, agar per empuan

yang dieksploitasi laki-laki, tetap memiliki image yang baik. Maka per lu dipahami bahw a,

kendati per empuan dan laki-laki secar a ber sama sama ditempatkan sebagai objek yang

dicer itakan, namun pada akhir nya, melalui teks yang dibangun w ar taw an, per empuan

justr u cender ung tampil, sebagai pihak, yang ber ada pada posisi r endah atau

disubor dinasi. Laki-laki sebagai pihak yang mengeksploitasi per empuan, kur ang

ditonjolkan sebagai suatu per masalahan oleh w ar taw an.

Hal demikian, bahkan semakin jelas, ketika melihat pembiasan mengenai definisi

(9)

9 demikian KBBI menjelaskan bahw a emansipasi, memiliki definisi pembebasan dar i

per budakan, dan per samaan hak dalam ber bagai aspek kehidupan masyar akat (KBBI

2011:365). Lebih lanjut, KBBI menjelaskan bahw a kata “per budakan” memiliki definisi,

sistem segolongan manusia yang dir ampas kebebasan hidupnya untuk beker ja, guna

kepentingan golongan manusia yang lain (KBBI 2011:214). Mer ujuk pada

kecender ungan w ar taw an, untuk menampilkan keter tindasan per empuan sebagai suatu

hal yang baik, dan tidak mer ampas kebebasan per empuan, maka per lu dipahami, bahw a

secar a ter sir at, w ar taw an tur ut menudukung dominasi laki-laki dalam masyar akat, yang

di sisi lain mensubor dinasi per empuan. Ser upa dengan hal ter sebut, Jackson&Jones

menjelaskan bahw a, secar a histor is laki laki telah mendominasi kehidupan dalam

ber masyar akat, sehingga tidak jar ang, membuat per empuan lebih ser ing dijadikan objek

dar ipada pencipta pengetahuan (Jackson&Jones 2009:1).

5.1.3. Posisi Pembaca

Mer unut pada keselur uhan plot ber ita yang ditampilkan w ar taw an, maka per lu

dipahami, bahw a ResponDet in fact, cender ung mengajak khalayak, untuk memposisikan

dir i sebagai per empuan. Hal demikian semakin tampak, ketika w ar taw an cender ung

mengulas, bentuk emansipasi ber pacar an yang dapat mer ugikan per empuan, kendati di

sisi lain tetap memiliki citr a yang baik. Adapun dampak dar i ur aian w ar taw an ter sebut,

bahw a ketika pembaca digir ing untuk menempatkan diri sebagai per empuan, yang

mer asakan bahw a kendati per empuan, telah dir ugikan dalam emansipasi ber pacar an,

seper ti dihina, dimanfaatkan pacar nya, dan membuat pacar nya jadi manja, namun hal

demikian, tidak membuat citr a per empuan menjadi bur uk.

5.2. Cewek Autopilot (Judul Utama Rubrik ‘DetEksi’ Edisi Hari Kartini 21 April 2012)

Bisa “Jalan” Sendiri tanpa Bantuan Cowok ( Judul Lead Berita)

5.2.1. Posisi Subjek-Objek

Seper ti pada r esponDet in fact, w ar taw an tampak masih memi liki otor itas

sebagai subjek pencer ita, yang mencer itakan kedua objek, yaitu laki-laki dan per empuan.

Bahkan tidak hanya sama, dalam meposisikan per an sebagai subjek pencer ita,

konstr uksi ber ita yang dibangun w artaw an, juga masih sar at dengan subor dinasi

ter hadap per empuan, dan di sisi lain menampilkan laki-laki secar a lebih baik. Aut opilot

adalah suatu sistem yang mampu ber jalan dengan sendir inya untuk membantu pilot

dalam melakukan peker jaannya, yaitu mengemudi kan pesaw at ter bang (FAA 2009:12).

Mer ujuk pada ber agam penjelasan ter sebut, dan mencer mati posisi cew ek yang

disebutkan, ter lebih dahulu sebelum kata aut opilot, maka, secar a eksplisit menunjukkan

(10)

10 yang setar a dengan laki-laki, sebagaimana selama ini, laki-laki ker ap diasosiasikan

dengan pilot, yang memiliki kew enangan untuk menjalankan aut opilot.

Meskipun seolah olah pada judul utama, w ar taw an ingin mew ujudkan suatu

kesetar aan bagi per empuan, untuk memiliki hak yang sama, dalam menjalankan

aut opilot, namun jika dicer mati lebih mendalam, ”cew ek aut opilot”, justr u memiliki

maksud dan tujuan, yang ber beda dar i makna aslinya. Hal ter sebut dapat dicer mati,

dalam judul lead ber ita ”Bisa ”Jalan” Sendir i tanpa Bantuan Cow ok, yang tampak ambigu

sebagaimana seolah olah menjelaskan kebebasan dan kemandir ian per empuan, namun

di lead ber ita, justr u ber banding ter balik, dan cender ung mengekang kebebasan

per empuan.

Mengacu pada tampilan teks yang dikonstr uksi w artaw an pada lead ber ita, maka

per lu dipahami bahw a per empuan pada akhir nya, justr u bukan diposisikan sebagai

“pilot”, yang memiliki kew enangan untuk tidak ter beban melakukan kegiatannya, kar ena

dibantu oleh sistem “aut opilot”, melainkan justr u per empuan, yang cender ung

diposisikan sebagai “aut opilot”, yang melayani laki-laki, dalam menjalani aktifitasnya.

Hal demikian bahkan semakin jelas ter sir at, ketika w ar taw an sebagai subjek pencer ita,

cender ung menguatkan nilai nilai per budakan yang ter jadi dengan menggunakan kata

“bahkan”. KBBI menjelaskan bahw a kata “bahkan” memiliki definisi penghubung bagian

kalimat dengan bagian yang lain, atau kalimat dengan kalimat untuk menyatakan

penguatan; lebih-lebih; malahan (KBBI 2011:118) . Dalam pr oses selanjutnya setelah

kata “bahkan”, w ar taw an sebagai subjek pencer ita kembali menampilkan secar a detail

bentuk per budakan per empuan ter sebut, seper ti antar jemput pasangan, memper baiki

per alatan elektr onik yang r usak, dan membela pasangannya saat diganggu.

5.2.2. Posisi Pembaca

Mengacu pada keselur uhan plot ber ita yang ditampilkan w ar taw an, maka secar a

tidak langsung tampak jelas, bahw a w ar taw an mengajak khalayak untuk memposisikan

dir i sebagai per empuan. Hal demikian semakin jelas, ketika w ar taw an seolah olah,

menggir ing pembaca untuk tur ut mer asakan aktifitas yang dijalani per empuan, seper ti

mengantar jemput pacar nya, memper baiki per alat an elektr onik pacar nya, dan bahkan

membela pacar nya yang diganggu. Adapun maksud ter sir at dar i pemapar an yang

(11)

11 ingin dikatakan mandir i, dalam mener apkan emansipasi ber pacar an, maka hendaknya,

ditunjukkan dengan tetap melayani laki-laki. Pelayanan yang diber ikan per empuan

kepada laki-laki, tentunya semakin ideal, jika per empuan mampu melayani laki-laki,

tanpa disur uh.

5.3. "Harus kalau cowoknya nggak mau kegatelan-@DytaLedya"

5.3.1. Posisi Subjek-Objek

Posisi w ar taw an, sebagai subjek pencer ita, masih tampak pada ber ita per tama

yang mengusung judul “Har us kalau cow oknya nggak mau kegatelan”. Sebagaimana

w ar taw an telah tampil, sebagai subjek pencer ita, maka, secar a keselur uhan di dalam teks

ber ita per tama, ter dapat tiga tokoh, yang ditempatkan sebagai objek pencer itaan, yaitu

Dyta Ledya sebagai r esponden per empuan, kemudian tokoh per empuan lain yang

ber konflik dengan Dyta, dan yang ter akhir adalah laki-laki, yaitu pacar Dyta. Per lu

dicer mati, secar a mendalam, bahw a ketimpangan, yang dilakukan w ar taw an, dalam

menampilkan Dyta sebagai r esponden per empuan, dan sekaligus objek yang

didefinisikan, telah tampak sejak judul ber ita per tama.

Ser upa demikian KBBI menjelaskan, bahw a kata “gatal”, memiliki, ber agam

definisi, meskipun demikian jika melihat, konteks yang tampak, pada judul ter sebut,

maka kata “gatal” memi liki ar ti, suka atau ingin ber setubuh, yang sekaligus, digunakan

untuk mencaci maki (KBBI 2011:421). Mer ujuk pada ber agam, definisi ter sebut, maka

per lu dicer mati, bahw a secar a implisit, Dyta sebagai objek yang didefinisikan oleh

w ar taw an, tampil secar a negatif, dengan mencaci maki laki laki, jika tidak menur uti

keinginannya, dengan menyebut “kegatelan”. Pada par agr af per tama, konstr uksi ber ita

yang dibentuk w ar taw an, dalam menampilkan Dyta sebagai per empuan yang seolah olah

negatif, tampak ter us ber lanjut. Secar a implisit r angkaian kalimat yang terdapat pada

par agr af per tama, yang sekaligus ber fungsi sebagai lead, mencer itakan bahw a Dyta,

tidak mampu ber sikap sebagai pelajar yang ber pendidikan, dan lebih mengandalkan sisi

pengalaman emosional dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Selain Dyta

cender ung tampil sebagai per empuan yang emosional, r angkaian par agr af ter sebut, juga

tur ut memunculkan pihak selain cow oknya, yaitu seor ang cew ek, yang didefinisikan,

sebagai pihak yang mengganggu hubungan pacar annya.

(12)

12 Per lu dicer mati secar a mendalam bahw a, kendati keduanya, yaitu Dyta, sebagai

tokoh per empuan, yang melalui per nyataan emosi onalnya, justr u menampilkan dir inya

sendiri pada posisi yang kur ang baik, dan bahkan juga melalui penjelasannya,

menampilkan tokoh per empuan lain sebagai pihak yang menggoda hubungan

pacar annya, juga pada posisi yang r endah. Maka hal yang ber banding ter balik, justr u

tampak pada laki-laki , yang dikonstr uksi w ar taw an melalui per nyataan Dyta,

sebagaimana cender ung ambigu dan seolah olah pasif, ketika digoda.War taw an, seolah

olah tidak mengungkap secar a detail, apakah laki-laki juga mer espon per empuan lain

yang menggodanya, sehingga menyebabkan Dyta, har us member ikan per ingatan,

sebagaimana yang ter dapat pada judul, dan bahkan, hingga membuat Dyta nekat,

melakukan tindak keker asan, ter hadap per empuan lain, yang dianggap mengganggu

laki-laki ter sebut. Dengan kata lain, ambiguitas yang ter jadi dalam konstr uksi ber ita, yang

dibentuk w artaw an justr u secar a tidak langsung, menguntungkan laki-laki.

Mer unut keselur uhan teks ber ita per tama, maka per lu dipahami bahw a secar a

implisit, pada akhir nya konstr uksi ber ita yang ditampilkan w ar taw an sebagai subjek

pencer ita, juga cender ung melanggengkan per empuan, untuk tidak benar benar

mengalami emansipasi, sebagaimana menur ut ar ti sebenar nya, emansipasi, adalah

ger akan bebas dar i per budakan. Dyta pada akhir nya, tidak benar -benar bebas, dalam

menjalani kehidupannya, melainkan tetap kembali ber ada pada kondisi yang melayani

laki-laki. Pelayanan yang diber ikan kepada laki-laki, pada akhir nya ter samar kan, dibalik

sikap yang seolah olah melindungi pasangannya. Bahkan, pada konstr uksi ber ita, dalam

melindungi pasangannya, Dyta tidak segan-segan untuk melakukan tindak keker asan,

ter hadap per empuan lain.

Mer ujuk pada ber agam, ketimpangan yang ter jadi, maka, per lu dipahami, bahw a

secar a tidak langsung, teks ber ita yang ada, semakin melanggengkan pelabelan negatif

pada per empuan, yang kelak akan mensubor dinasi per empuan di masyar akat. Ser upa

dengan hal ter sebut, Vries menjelaskan bahw a, citr a bur uk per empuan yang emosional,

tidak r asional, lemah, cer ew et, pendendam, penggoda, dan sebagainya, secar a tidak

langsung telah menghakimi dan menempatkan per empuan pada posisi yang tidak

ber daya di masyar akat. Dengan label-label negatif seper ti itu, mustahil bagi per empuan,

untuk dapat memper oleh kedudukan yang sejajar dengan laki-laki dalam pandangan

masyar akat. Per empuan selalu akan ter tinggal di belakang kar ena dianggap memang

(13)

13 5.3.2. Posisi Pembaca

War taw an tampak masih mengajak khalayak untuk memposisikan dir i sebagai

per empuan. Hal demikian semakin jelas ketika, w ar taw an menampilkan ber ita yang

memuat kisah r esponden per empuan, yaitu Dyta. Pembaca seolah olah digir ing untuk

ikut mer asakan pengalaman Dyta, dalam melindungi pacar nya, dar i seor ang per empuan

penggoda, seper ti melabr ak. Secar a tesir at, adapun maksud dar i pengalaman Dyta yang

dikemas w ar taw an sebagai pemegang otor titas ter tinggi. Pembaca seolah olah diajak

untuk memahami bahw a, per empuan adalah makhluk penggoda, yang dapat mengancam

hubungan pacar an. Sebagaimana per empuan adalah makhluk penggoda, maka jangan

segan segan, untuk langsung melakukan tindak keker asan kepada per empuan yang

sedang mengganggu hubungan pacar an.

5.4. "Antar jemput pacar gue banget-@EvelynVanessa"

5.4.1. Posisi Subjek-Objek

Seper ti ber ita sebelumnya, di ber ita yang kedua, w ar taw an masih tampak

memegang per an sebagai subjek pencer ita. Per an w ar taw an sebagai subjek pencer ita,

secar a tidak langsung, tur ut memposisikan selur uh tokoh yang hadir dalam ber ita kedua,

sebagai objek yang dicer itakan, yaitu seor ang per empuan ber nama Evelyn Vanessa, dan

juga seor ang laki-laki, yaitu pacar Evelyn, yang tidak disebutkan namanya. Per lu

dicer mati secar a mendalam bahw a, selain masih ber per an sebagai subjek pencer ita,

seper ti pada ber ita per tama, hal ser upa dalam mengusung judul yang seolah-olah sar at

subor dinasi ter hadap per empuan, juga masih tampak diusung oleh w ar taw an. Secar a

implisit judul “Antar jemput pacar gue banget”, cender ung menonjolkan Evelyn sebagai

per empuan yang melayani, pacar nya. Bahkan lebih lanjut, tampilnya Evelyn untuk

melayani pacar nya, seolah olah bukan suatu hal yang menjadi kemauan laki-laki, tetapi,

lebih mer upakan inisiatif Evelyn, sebagaimana dapat dilihat dar i r angkaian kata

ber ikutnya, yaitu “gue banget”. Per lu dipahami, bahw a ketimpangan semakin jelas

ketika, w ar taw an yang mengusung tema emansipasi ber pacar an, seolah olah tidak

menganggap aktifitas Evelyn yang melayani pacar nya, sebagai suatu masalah yang

ber tentangan dengan emansipasi per empuan untuk lepas dar i per budakan.

Keter tindasan yang secar a implisit dialami Evelyn, dan seolah olah tidak menjadi

suatu masalah bagi w ar taw an, bahkan ter us ber lanjut pada lead ber ita kedua. Per lu

dicer mati secar a mendalam, bahw a ter jadi ketimpangan,yang disamar kan, ketika

w ar taw an sebagai subjek pencer ita, mencoba mengaitkan dan menselar askan hubungan,

antar a aktifitas tunggal yang dilakukan laki-laki dengan ser ing menjemput Evelyn, dan

(14)

14 tidak hanya menjemput, namun juga mengantar laki-laki. War taw an seolah olah

melanggengkan per budakan yang dialami per empuan, ketika Dyta har us menanggung

beban ganda yang mer ebut kebebasannya, dengan mengantar dan menjemput laki-laki .

Ketimpangan ter sebut, bahkan semakin ter samar kan, ketika di akhir par agr af per tama,

w ar taw an mencer itakan suatu kesimpulan yaitu, aktifitas yang sehar usnya, mer ugikan

Evelyn itu, justr u ber akhir dengan membuat Evelyn dan pacar nya saling pengertian.

Mengacu pada ber agam, ketidakadilan yang ter jadi, maka secar a tidak langsung,

melalui teks ber ita yang ada, w ar taw an telah melanggengkan ster eotipe yang, secar a

negatif mensubor dinasi per empuan. Ser upa dengan hal ter sebut Kasiyan

(Poespodihar djo 2010:52) menjelaskan bahw a dalam ster eotipe feminis, per empuan

ker ap digambar kan oleh media, secar a negatif dalam pr oses yang ber langsung panjang

secar a kultur al. Per empuan ker ap digambar kan melalui sifat negatif seper ti emosional,

lemah, halus, tidak independen, tidak tegas, dan submisif. Sedangkan di sisi lain, media

justr u member ikan ster eotip kepada laki-laki dengan makna positif seperti r asional,

tegar , kuat, mandir i, tegas, independen, ser ta dominan.

5.4.2.Posisi Pembaca

Tidak ber beda dengan ber ita sebelumnya, w ar taw an tampak, masih mengajak

khalayak untuk memposisikan dir i sebagai per empuan. Hal ter sebut tampak jelas, ketika

w ar taw an masih menampilkan kisah per empuan. Sebagai per empuan, khalayak digir ing

untuk tur ut mer asakan dan memahami, bahw a mengantar dan menjemput pacar , dapat

menjadi identitas dir i seor ang per empuan. Bahkan tidak per lu khaw atir ketika

mengantar jemput laki-laki, akan dianggap memalukan, kar ena mengantar dan

menjemput sudah menjadi suatu hal yang lumr ah, dan tr en bagi per empuan, di sekolah.

Adapun maksud dar i pemapar an yang ditampilkan w ar taw an, dalam teks ber ita

ter sebut, bahw a secar a ter sir at, jika ingin menjadi per empuan yang penger tian ter hadap

laki-laki, maka hendaknya per empuan mengambil inisiatif sendir i untuk membalas budi

laki-laki. Dalam membalas budi ter hadap laki-laki, jangan r agu untuk menunjukkan sikap

yang lebih, dar i apa yang selama ini telah dilakukan laki-laki ter hadap per empuan. Jika

laki-laki, selama ini telah menjemput per empuan, maka sekar anglah saatnya per empuan,

untuk tidak hanya membalasnya dengan menjemput saja, tetapi juga mengantar laki-laki.

5.5. "Nggak untuk antar jemput dan nembak- @EndahTriMartaNingrum"

5.5.1.Posisi Subjek-Objek

Seper ti dua ber ita sebelumnya, ber ita ketiga, tampak memiliki kesamaan, dalam

menempatkan w ar taw an sebagai subjek pencer ita, dan sekaligus menempatkan kedua

(15)

15 yang dicer itakan. Kendati secar a ber sama ditempatkan sebagai objek, namun per lu

dicer mati bahw a per empuan, pada akhir nya seolah olah kembali dilanggengkan untuk

tampil sebagai pihak yang ter subor dinasi.

Ber agam kalimat per nyataan Endah yang ditampilkan w ar taw an, seolah olah

mengulang pola yang sama dengan dua ber ita sebelumnya, yaitu per empuan cender ung

memaknai emansipasi dengan melayani laki-laki. Mengacu pada definisi emansipasi yang

sesungguhnya, yaitu sebagai suatu ger akan yang bebas dar i per budakan, maka per lu

dipahami bahw a, pola w ar taw an yang tetap menampilkan, per empuan sebagai objek

yang melayani laki laki, secar a tidak langsung telah melanggengkan per empuan, untuk

ber ada di baw ah dominasi laki-laki, dan tidak benar benar lepas dar i per budakan, ser ta

bahkan tur utditampilkan sebagai suatu aktifitas yang tidak membuat har ga dir i

per empuan menjadi r endah.

Par agr af ketiga, sekaligus penutup, tampak tidak jauh ber beda dengan dua

par agr af sebelumnya. War taw an sebagai subjek pencer ita masih tampak, menampilkan

teks yang sar at dengan subor dinasi per empuan.

Ser upa demikian Lakoff (Kuntjar a 2003:3-4) menjelaskan bahw a, kaum

per empuan mengalami diskr iminasi dalam dua hal, per tama, dalam hal bagaimana

mer eka diajar untuk ber bahasa, dan kedua, dalam hal bagaimana bahasa pada umumnya

memper lakukan kaum per empuan. Lebih lanjut Lakoff menjelaskan bahw a, misalnya

saja, kata “lady”, secar a tidak langsung ker ap mendikte per empuan untuk selalu ber sikap

sopan dan lemah lembut, yang sekaligus menunjukkan ketidakber dayaan per empuan.

Bahkan apabila seor ang yang dikatakan “lady” tidak ber bicar a sebagaimana mestinya,

maka mer eka ker ap dikr itik sebagai tidak feminim. Dengan kata lain, mer ujuk pada

per spektif ter sebut, maka kebebasan yang ditaw arkan oleh w ar taw an, kepada khalayak

per empuannya untuk secar a leluasa mener apkan emansipasi, pada akhir nya tetap “Cew ek yang ngefans sama Endah n Rhesa itu ber pendapat bahw a

ngasih per hatian lebih ke cow ok sebagai bentuk emansipasi dalam ber pacar an adalah hal yang bisa bikin har ga dir i sebagai cew ek nggak ikut jatuh.”

"Lebih baik ber emansipasi dengan nger aw at dia w aktu sakit dong, nyuapin dia makanan, atau menemani dia di r umah w aktu sakit. Itu lebih ter hor mat dan elegan, ucap Endah”.

(16)

16 ber akhir dengan pengekangan pada kebebasan per empuan, sebagaimana diasosiasikan

sebagai kaum yang tidak ber daya.

5.5.2.Posisi Pembaca

Hal demikian menjadi jelas, ketika di ber ita ketiga, w ar taw an memuat kisah

r esponden per empuan, yaitu Endah. Lebih lanjut, war taw an bahkan mengajak khalayak,

untuk tur ut mer asakan aktifitas yang dijalani Endah dalam melayani pacar nya sebagai

suatu per buatan yang elegan dan ter hor mat bagi per empuan, seper ti mer aw at saat sakit,

menyuapkan makanan, dan menemani di r umah sakit.

Secar a implisit, terdapat maksud tertentu dar i w ar taw an yang ter dapat pada teks

ber ita ter sebut. Sebagai per empuan, hendaknya memiliki inisiatif pribadi, dengan

member i per hatian lebih kepada laki-laki, jika ingin ber mansipasi. Jangan khaw atir , jika

member i per hatian kepada laki-laki, kar ena hal ter sebut, tidak mer endahkan har ga dir i

per empuan. Adapun beber apa contoh per hatian yang mampu membuat per empuan

menjadi elegan dan ter hor mat, ketika melayani laki-laki, yaitu mer aw at laki-laki saat

sakit, menyuapkan makanan, dan menemani laki-laki di r umah sakit.

5.6. Statistik ResponDet Edisi Hari Kartini

5.6.1. Posisi Subjek-Objek

War taw an sebagai subjek pencer ita, masih tampak pada papar an data statistik

ResponDet Edisi Har i Kar tini. Tampilnya w ar tawan sebagai subjek pencer ita, secar a

tidak langsung membuat dua tokoh lainnya, yaitu laki-laki, dan per empuan yang

ter dapat pada statistik, menjadi objek pencer itaan. Per lu dicer mati lebih mendalam,

bahw a kendati per empuan, dan laki-laki secar a ber sama sama ditampilkan sebagai

objek, namun demikian, r esponden per empuan, cender ung lebih ditampilkan secar a

tidak adil dibandingkan laki-laki.

Secar a ter sir at w ar taw an tampak, seolah olah membiaskan penger tian

emansipasi, ketika menanyakan bentuk emansipasi yang per nah dilakukan dalam

ber pacar an. Hal ter sebut, bahkan semakin jelas ketika w ar taw an, cender ung mengajukan

pilihan jaw aban, yang ber tentangan dengan definisi emansipasi sesungguhnya, sebagai

suatu ger akan untuk bebas dar i per budakan. Dengan kata lain pilihan jaw aban yang

ditampilkan oleh w ar taw an, seolah olah cender ung memaknai emansipasi, sebagai suatu Bentuk emansipasi yang per nah kamu lakukan dalam

ber pacar an? (3 ter tinggi) Antar jemput pacar 39,3% Nembak duluan 24,3%

(17)

17 aktifitas yang membebaskan per empuan, untuk mengambil inisiatif pr ibadi melayani

laki-laki.

Responden per empuan, sebagai salah satu pihak yang ter libat, dalam pemilihan

polling, bahkan seolah olah cender ung dibatasi, untuk memi lih pilihan jaw aban ter sebut.

Hal demikian jelas, ketika mengetahui bahw a metode closed quest ion yang digunakan,

diper untukkan untuk membatasi kemungkinan jaw aban dar i r esponden, khususnya

per empuan untuk memaknai emansipasi menur ut gagasan pribadi r esponden

per empuan. Ser upa dengan hal ter sebut, Hill&McCor mack menjelaskan bahw a “Closed

quest ions ar e designed t o limit r espondent s t o a pr e-det er mined select ion of alt er nat ive

answer s, t hus avoiding many of t he difficult ies associat ed wit h open-ended quest ions

(Per tanyaan ter tutup dir ancang untuk membatasi r esponden untuk pilihan yang telah

ditentukan alter natif jaw aban, sehingga menghindar i banyak kesulitan yang

ber hubungan dengan per tanyaan-per tanyaan ter buka) (Hill&McCor mack 1997:71).

5.6.2. Posisi Pembaca

Data statistik ResponDet yang dipapar kan w ar tawan sebagai subjek pencer ita,

secar a ter sir at mengajak khalayak untuk memposisikan dir i sebagai per empuan. Hal

demikian semakin jelas, ketika dalam pilihan jaw aban yang ditampilkan w ar taw an,

cender ung ditujukan bagi per empuan, sebagaimana di lead ber ita, disebutkan w ar taw an

bahw a, ber agam kegiatan ter sebut dilakukan oleh per empuan. Khalayak lebih lanjut

seolah olah digir ing, untuk tur ut mer asakan, bahw a ketika sedang mer ayakan

emansipasi, per empuan cender ung mengantar dan menjemput pacar nya, menyatakan

cinta ter lebih dahulu kepada pacar , dan juga memper baiki gadget yang r usak. Secar a

ter sir at, adapun maksud yang seolah olah ingin dipapar kan w artaw an melalui data

statistik ter sebut, yaitu per empuan, seolah olah cender ung memilih untuk melayani

laki-laki ketika diber ikan pilihan ter baik yang dilakukan, saat memaknai emansipasi

ber pacar an.

5.7. Interpretasi Pada Rubrik Deteksi Jawa Pos Edisi Hari Ibu 22 Desember

2012

5.7.1. Ibu sang Pahlawan ( Judul Utama Rubrik ‘DetEksi’ Edisi Hari Ibu 22

Desember 2012) & Lead Berita

5.7.1.1. Posisi Subjek-Objek

Judul utama r ubr ik DetEksi “Ibu sang Pahlaw an”, secar a eksplisit

memper lihatkan, bahw a w ar taw an sebagai subjek pencer ita, mengkonstr uksi

(18)

18 Ser upa demikian KBBI menjelaskan bahw a, kata “pahlaw an” memiliki definisi, or ang

yang menonjol kar ena keber anian dan pengor banannya dalam membela kebenar an;

pejuang yang gagah ber ani (KBBI 2011:999). Sejar ah penetapan har i ibu, dan

kepahlaw anan per empuan, yang ber ani, tulus, dan dimuliakan, memang memiliki

keter kaitan yang sangat er at. Ibu dalam sejar ah penetapan har i ibu, tampak dengan

gagah ber ani, memper juangkan hak hak kaum per empuan, di “r uang publik”, kendati

telah ber status sebagai istr i.

Ser upa dengan hal ter sebut, Pr inggodigdo&Shadily menjelaskan bahw a, seir ing

dengan semakin gencar nya per juangan kaum per empuan, Per ser ikatan Per himpunan

Istr i Indonesia (PPII), yang sekaligus menjadi penyelenggar a KPI kedua di Jakar ta Juli

1935. Pada saat itu bahkan menghasilkan beber apa keputusan penting, seper ti misalnya:

KPI ber dasar kan r asa kebangsaan, peker jaan sosial, netr al ter hadap agama. Kedudukan

per empuan menur ut hukum Islam akan diselidiki dan diusahakan per baikan tanpa

menyinggung agama Islam. Per empuan Indonesia sebagai "ibu bangsa" ber kew ajiban

menginsyafkan gener asi bar u akan tugas tugas kebangsaannya. Badan Penyelidikan

Per bur uhan Per empuan akan didir ikan. Pember antasan buta hur uf dan hubungan

dengan per himpunan per himpunan pemuda/ pemudi akan diusahakan oleh tiap

per kumpulan yang ber gabung dengan KPI (Pringgodigdo&Shadily 1973:583).

Pada par agr af selanjutnya, ambiguitas mulai muncul, ter utama ketika teks yang

ditampilkan, justr u menunjukkan tidak konsistennya gagasan w ar taw an yang bahkan,

cender ung ber bias gender . Ibu sebagai tokoh yang sebelumnya ditampilkan pada posisi

yang tinggi, dengan cender ung didefinisikan sebagai pahlaw an yang dimuliakan, tulus,

ber juang tanpa pamr ih, dan bahkan pember ani untuk mengemukakan pendapatnya di

r uang publik, sebagaimana ter cer min dalam sejar ah penetapan har i ibu, justr u tidak

ber lanjut pada kalimat ber ikutnya.

KBBI menjelaskan bahw a kata “Banyak”, memiliki ar ti besar jumlahnya; tidak

sedikit (KBBI 2011:138). Kemudian kata “banget” menur ut KBBI memiliki definisi sangat

(KBBI: 2011:132). Mengacu pada definisi ter sebut, maka pengor banan, yang dalam hal

ini dilakukan seor ang Ibu dan bahkan dikatakan sangat banyak, pada akhir nya justr u

tidak ber banding lur us dengan gagasan w ar tawan, sebagaimana hanya dinilai dan

diasosiasikan dalam 3 hal, yaitu secar a biologis sebagaimana dikatakan dengan

mengandung, dan melahir kan, bahkan kemudian dikaitkan dan dianggap hanya memiliki

per an untuk mer aw at anaknya hingga dew asa. Ser upa dengan hal ter sebut, Ar ivia Banyak banget yang ibu kor bankan buat kita. Mulai

(19)

19 menjelaskan bahw a, feminisme menantang pandangan konser vatif yang meminggir kan

per empuan dan pendapat-pendapat yang mengacu pada per anan per empuan yang

kodr atiah dan esensialis. Konsep gender disini menjadi penting kar ena mengacu pada

soal konstr uksi sosial dan budaya, yang mengimplikasikan bahw a per anan laki-laki dan

per empuan bukan ber asal dar i yang kodr atiah / esensial, tetapi dar i str uktur sosial, dan

nor ma-nor ma budaya (Ar ivia 2006:95-96).

Mer unut pada ber agam bias yang ter jadi pada teks, dan ber bagai per spektif

feminis yang menentang, ketika per empuan, cender ung dinilai secar a biologis, dan

kemudian dikaitkan dengan beban per an tertentu. Maka per lu dipahami, bahw a secar a

keselur uhan, tokoh ibu yang sedang dibahas dalam judul utama dan lead ber ita, pada

akhir nya, cender ung ditampilkan pada posisi r endah sebagai objek, oleh w ar taw an yang

ber per an sebagai subjek pencer ita.

5.7.1.2. Posisi Pembaca

War taw an secar a keselur uhan, tampak mengajak khalayak untuk memposisikan

dir inya sebagai per empuan, khususnya ibu. Hal demikian, semakin ter lihat ketika ‘Ibu

sang Pahlaw an’, menjadi judul utama pember itaan yang diusung w ar taw an. Lebih lanjut,

di lead ber ita, sebagaimana khalayak diposisikan sebagai ibu, maka pembaca juga tur ut

digir ing oleh w ar taw an, untuk tur ut mer asakan, besar nya kasih dan pengor banan ibu,

sebagaimana telah hamil, melahir kan, dan mer aw at anaknya hingga dew asa. Secar a

keselur uhan, adapun maksud ter sir at, dar i konstr uksi teks ber ita yang ditampilkan

w ar taw an ter sebut. Sebagai per empuan, menjadi ibu adalah suatu hal yang

membanggakan, dan menunjukkan sikap kepahlaw anan seor ang per empuan. Rasa

bangga per empuan, ketika menjadi seor ang ibu, bahkan dapat dilihat, dalam kasih dan

pengor banan yang tulus kepada anaknya, seper ti mulai mengandung, melahir kan, dan

mer aw at anak hingga dew asa.

5.8. Kejutan Spesial di Hari Ibu

5.8.1. Posisi Subjek-Objek

Ber ita per tama di r ubr ik DetEksi edisi har i Ibu, secar a keselur uhan, masih

menempatkan w ar taw an sebagai subjek pencer ita, yang memiliki otor itas ter tinggi

untuk mencer itakan dua tokoh per empuan sebagai objek, yaitu Nimas Ror o, dan juga

ibunya yang namanya tidak disebutkan dalam ber ita. Sebagai objek pencer itaan, maka

secar a keselur uhan Nimas, dan juga ibu, pada akhi r nya cender ung tampil sebagai pihak

yang sar at dengan subor dinasi. Subor dinasi yang tampak pada kedua objek pencer itaan,

(20)

20 Pada par agr af per tama ter sebut, per nyataan Nimas yang ditampilkan w ar taw an,

secar a implisit, sar at dengan kondisi yang dibebankan pada seor ang ibu, sebagaimana

juga menjadi per hatian dalam feminisme. Bahkan, jika dicer mati secar a mendalam, bias

gender tampak ter sir at, saat seor ang ibu, dinilai istimew a dan menjadi pahlaw an, ketika

secar a dominan mampu mer aw at anaknya. Lebih lanjut, per an seor ang ibu, seper ti selalu

hadir untuk anaknya, ter utama ketika anaknya sedang sakit, dikondisikan untuk selalu

sabar , seolah olah senada dengan gambar an yang ker ap lekat pada kar akter istik per an

yang dikonstr uksi dalam masyar akat, ter utama masyar akat yang menganut ideologi

patr iar ki, mengenai per empuan. Ser upa dengan hal ter sebut, Sir egar menjelaskan bahw a

per empuan ker ap menghayati citr a yang dianut laki-laki. Beber apa contoh, misalnya

bahw a per empuan har us: sabar , penyayang, pandai mengur us suami, anak-anak, dan

r umah tangga, ser ta har us siap melayani siapa saja (Sir egar 1999:1). Di sisi lain

per nyataan Nimas yang ditampilkan w ar taw an, bahw a ibu selalu ada untuknya, secar a

ter sir at, mendefinisikan, bahw a Nimas adalah per empuan yang tidak mandir i.

Ketidakmandir ian Nimas yang ditampilkan w ar taw an, secar a tidak langsung tur ut

melanggengkan per empuan, untuk ser upa dengan anggapan masyar ar akat yang

ber ideologi bias gender . Senada demikian, Mur niati menjelaskan bahw a, dalam

masyar akat yang masih ber ideologi bias gender , per empuan sulit menjadi pr ibadi yang

mandir i, sebagaimana selalu dihubungkan dengan keter gantungan pada keluar ga

(Mur niati 2004:111).

5.8.2. Posisi Pembaca

War taw an tampak mengajak khalayak untuk menempatkan dir i sebagai

per empuan, di ber ita per tama r ubr ik DetEksi edisi har i Ibu. Hal ter sebut semakin jelas,

ketika w ar taw an, menampilkan kisah dar i r esponden per empuan, yaitu Nimas. Sebagai

per empuan, khalayak diajak untuk tur ut mer asakan, pengalaman menar ik yang dialami

Nimas, saat ingin member i kejutan kepada ibu yang dinilainya sebagai pahlaw an, kar ena

selalu ada untuk Nimas, dan bahkan selalu sabar ketika menghadapi Nimas. Adapun

kejutan Nimas telah diper siapkan selama satu minggu dengan menyisihkan uang jajan,

dan menabung, untuk membeli kado dan kue, tepat sehar i sebelum har i ibu. Secar a

keselur uhan, adapun maksud ter sir at, dar i konstr uksi teks ber ita yang ditampilkan

w ar taw an ter sebut. Sebagai per empuan, khalayak diajak untuk memahami, bahw a

keter gantungan ter hadap ibu adalah suatu hal yang w ajar . Ter utama juga dapat

dipahami, bahw a ibu sebagai per empuan, adalah sosok yang lebih sabar ketika Buat Nimas Ror o, sisw i SMAN 4 Sur abaya, Ibu adalah pahlaw an. "Iya, ibu

(21)

21 menghadapi, anaknya saat sakit. Bahkan sebagai sosok yang sabar , dan selalu ada untuk

anaknya, maka ibu secar a ideal, dapat dikatakan sebagai pahlaw an.

5.9. Merawat Ibu saat Sakit

5.9.1.Posisi Subjek - Objek

Per an w ar taw an sebagai subjek pencer ita, di ber ita kedua secar a tidak langsung,

tur ut mempengar uhi tampilnya tokoh per empuan ber nama Fatimah, dan ibunya sebagai,

objek yang dicer itakan ser ta sekaligus sar at dengan subor dinasi. Subor dinasi yang

secar a ter sir at dialami oleh Fatimah dan ibunya dapat dicer mati pada par agr af per tama.

Secar a implisit, subor dinasi ter hadap Fatimah, telah tampak ketika w ar taw an,

member i penjelasan pengor banan ter besar , yang per nah dilakukan Fatimah adalah

mer aw at ibunya saat sakit. KBBI menjelaskan bahw a pengor banan memiliki definisi

member ikan sesuatu sebagai per nyataan kebaktian, kesetiaan, dan sebagainya (KBBI

2011:733). Lebih lanjut, pengor banan yang diber ikan Fatimah dalam teks ber ita,

bukanlah pengor banan yang biasa, melainkan pengor banan yang paling besar . Mengacu

pada ber agam definisi ter sebut, maka ketimpangan semakin tampak, ketika w ar taw an

cender ung mengaitkan dan menampilkan pengor banan ter besar yang dilakukan

Fatimah dengan per annya di r anah domestik, yaitu mer aw at ibunya saat sakit. Ser upa

demikian, Ar ivia menjelaskan bahw a budaya patr iar ki, tur ut ber per an untuk

melestar ikan, dan memper tahankan dominasinya, melalui sosialisasi per an mengenai,

mitos mitos ibu yang dibebankan, sejak dini pada anak per empuan, seper ti misalnya

tur ut melegalkan dikotomi bidang publik, yang ber ur usan dengan dunia luar r umah

tangga, dan dunia pr ivat yang ber ur usan di dalam r umah tangga. Kedua dunia ini

dipisahkan, melalui adanya pembagian per an dalam dunia ker ja. Misalnya laki-laki

ber ur usan dan ber kecimpung dalam r uang publik, dan di sisi lain, per empuan cender ung

dibatasi dalam dunia pr ivat (Arivia 2006:454) .

Ber agam ketimpangan, yang ditampilkan w ar tawan sebagai subjek pencer ita,

tidak hanya mensubor dinasi Fatimah saja, tetapi juga ibunya. Secar a implisit, per nyataan

Fatimah, yang ditampilkan w ar taw an, tur ut menjelaskan bahw a, ibu sebagai pahlaw an

yang sar at dengan per juangan gagah ber ani, pada akhir nya justr u ber banding ter balik, Ber beda dengan Nimas, Fatimah punya pengalaman lain. Yap Fatimah

(22)

22 sebagaimana cender ung lemah, dan tidak ber daya secar a fisik, sehingga tidak mampu

melakukan aktifitasnya. Ketidakber dayaan dan lemahnya fisik ibu, bahkan secar a

ter sir at, dijelaskan dalam detail kr onologi aktifitas Fatimah, yang ditampilkan w ar taw an.

Sebagaimana, ibu tidak mampu membuatkan makanan, sehingga Fatimah har us

membuatkan makanan, ibu tidak mampu mengur us obatnya sendir i, sehingga Fatimah

har us mengur us obatnya, dan bahkan yang ter akhir , ibu tidak mampu menyelesaikan

peker jaan r umah, sehingga Fatimah yang menggantikannya.

5.9.2. Posisi Pembaca

War taw an tampak masih mengajak khalayak untuk memposisikan dir inya

sebagai per empuan. Indikasi ter sebut semakin jelas, ketika di ber ita kedua, w ar taw an

menampilkan kisah yang dialami per empuan, yaitu Fatimah, dalam membalas

pengor banan yang telah dilakukan ibunya. Mer unut pada keselur uhan teks ber ita yang

ditampilkan w ar taw an, dan sekaligus menempatkan khalayak sebagai per empuan, maka

per lu dipahami, bahw a ter dapat maksud ter sir at yang ingin disampaikan. Sebagai

per empuan, per lu dipahami bahw a pengor banan per empuan yang ter besar , adalah

ketika mampu melakukan per annya di r anah domestik, seper ti mer aw at ibu saat sakit.

5.10. Mendamaikan Ibu dan Ayah

5.10.1. Posisi Subjek-Objek

Ber ita ketiga di r ubr ik DetEksi, edisi har i ibu, sekaligus ber ita ter akhir , tampak

masih didominasi oleh w ar taw an yang ber per an sebagai subjek pencer ita, dan sekaligus

menempatkan tiga tokoh sebagai objek pencer itaan, yaitu dua per empuan Igga serta

ibunya, dan seor ang laki-laki yaitu ayah Igga. Seper ti dua ber ita sebelumnya, per empuan

masih tampil sebagai pihak yang sar at dengan subor dinasi. Subor dinasi yang dialami

pada dua tokoh per empuan, dapat dicer mati pada tampilan teks ber ita, yang dimuat

w ar taw an.

Secar a ter sir at bentuk subor dinasi yang dilanggengkan dan ditampilkan

w ar taw an, dengan memuat per nyataan Igga, mulai tampak ketika, w ujud pengor banan

Igga, pada akhir nya cender ung dikonstr uksi war taw an, sebagai pengalaman yang

menar ik. Bentuk subor dinasi ter sebut, semakin ber lanjut, ketika keber anian dan per an

positif Igga, dalam mendamaikan Ayah dan Ibunya, cender ung samar , kar ena w ar taw an Igga punya pengalaman menar ik soal ber kor ban untuk ibunya. Pada

(23)

23 seolah olah kur ang ter tar ik, untuk mengungkapkan secar a detail, w ujud usaha yang

dilakukan Igga. Tidak ber beda dengan Igga, ibu juga cender ung ber ada di posisi yang

r endah, yaitu sebagai pihak yang kalah dan emosional. Ibu bahkan, pada akhir nya hanya

bisa mer atapi kekalahannya, dengan menangis. Kekalahan ibu, yang kemudian hanya

ber lanjut, dengan menangis, secar a implisit, cender ung ber beda dengan, definisi ibu

sebagai pahlaw an, dan bahkan ber banding ter balik, dengan sejar ah ditetapkannya har i

ibu, sebagaimana sar at dengan keber anian, dan per juangan per empuan, yang bahkan

memiliki pengar uh di r uang publik. Di sisi lain, meskipun Ayah dalam teks ter sebut,

ditampilkan mengalah, namun per lu dipahami bahw a, mengalah dalam definisi KBBI

ber ar ti sengaja untuk kalah (KBBI 2011:606). Dengan kata lain, sikap mengalah yang

ditampilkan seor ang ayah, justr u menjelaskan bahw a, Ayah adalah tokoh yang secar a

bijaksana, mau mer espon usaha ter tentu yang dilakukan anaknya.

Secar a keselur uhan, Ber agam nilai-nilai bias gender , dan sar at ster eotipe, yang

ditampilkan w ar taw an sebagai subjek pencer ita ter hadap ibu, secar a implisit tur ut

melanggengkan per empuan, khususnya ibu untuk ber ada dalam subor dinasi. Ser upa

demikian, Sunar to (Poespodihar djo 2010:15) menjelaskan bahw a, media ker ap,

melekatkan per empuan dalam suatu ster eotipe, yang timpang, seperti per an per empuan

sebagai ibu r umah tangga, posisi sosial sebagai pendamping laki-laki, dan pengasuh

anak, ser ta sifat per sonal sebagai per empuan emosional, pengalah, dan pasif.

5.10.2. Posisi Pembaca

War taw an tampak, masih mengajak khalayak untuk menempatkan dir i sebagai

per empuan. Hal demikian, semakin jelas, ket ika w ar taw an menampilkan kisah

r esponden per empuan, yaitu Igga. Sebagai per empuan, khalayak tur ut diajak untuk

mer asakan, pengalaman Igga yang sangat dekat, dengan ibunya. Lebih lanjut, khalayak

digir ing untuk ikut mer asa iba, saat Igga melihat Ibunya, yang hanya bisa menangis,

ketika ber tengkar dengan Ayah. Secar a keselur uhan, dapat dicer mati, bahw a ter dapat

maksud ter sir at, yang dar i konstr uksi teks ber ita yang ditampilkan w ar taw an. Sebagai

per empuan, khalayak dituntun untuk memahami, bahw a, ibu adalah sosok yang

emosional, dan bahkan hanya bisa menangis saat, kalah dalam ber bantah dengan ayah.

Adapun sebagai anak per empuan, jangan r agu saat i ngin mendamaikan ayah dengan ibu,

sebab Ayah, adalah sosok yang bijak dalam mengambil keputusan, ter utama ketika

(24)

24 5.11. Statistik ResponDet Edisi Hari Ibu

5.11.1. Posisi Subjek-Objek

Tidak ber beda dengan analisis pada ber ita, tampilnya w ar taw an sebagai subjek

pencer ita di papar an data statistik r espondet har i ibu, secar a tidak langsung, membuat

selur uh r esponden yang ter libat, pada polling, yaitu laki-laki dan per empuan, tampil

sebagai objek pencer itaan. Per lu dicer mati bahw a meskipun secar a ber sama sama

ditampilkan sebagai objek yang ber kesempatan untuk mengikuti polling. Namun

demikian, ketimpangan ter lihat ketika, per tanyaan yang diajukan w ar taw an, seolah olah

tur ut melanggengkan per empuan, khususnya ibu untuk ber ada pada posisi yang

disubor dinasi.

KBBI menjelaskan bahw a r eaksi memiliki ber agam definisi, kendati demikian,

melihat pada konteks per tanyaan yang diajukan war taw an, maka r eaksi senada dengan

penger tian tanggapan atau r espons ter hadap suatu aksi (KBBI 2011:1150). Per lu

dipahami, bahw a satu diantar a tiga pilihan jaw aban yang diber ikan w artaw an, secar a

implisit, tur ut melanggengkan ketidakadilan gender , yang sar at subor dinasi ter hadap

per empuan. Reaksi ibu, ketika hanya bisa menangis ter har u, ketika menyadar i anaknya

telah melakukan pengor banan, seolah olah cender ung menampilkan bahw a per empuan,

yaitu ibu adalah sosok yang cengeng. Ser upa demikian Ghalib&Anshor menjelaskan

bahw a ketidakadilan gender ker ap ter jadi, saat sosialisasi kepr ibadian nilai nilai yang

dikondisikan pada per empuan, sebagaimana har us dengan kepr ibadian yang feminim,

seper ti lemah lembut, halus, penyayang, dan cengeng (Ghalib&Anshor 2010:68).Tidak

hanya ibu, yang secar a ter sir at tampak ditampilkan secar a timpang oleh w ar taw an.

Responden per empuan yang mew akili suar a per empuan, juga mengalami ketidakadilan

yang sama, ter utama ketika, per lu dipahami, bahw a dengan metode closed question,

yang digunakan w ar taw an, r esponden per empuan tidak memiliki kebebasan, untuk

memilih r eaksi yang dilakukan tokoh per empuan lain, yaitu ibu, ketika menyadar i

per ngor banan anaknya.

5.11.2. Posisi Pembaca

War taw an sebagai subjek pencer ita, cender ung mengajak khalayak untuk

memposisikan dir inya sebagai per empuan, yaitu ibu. Lebih lanjut, hal ter sebut semakin

jelas, ketika w ar taw an tur ut menggir ing khalayak untuk mer asakan, bahw a ketika

seor ang ibu menyadar i pengor banan yang dilakukan seor ang ibu, maka kemudian ibu Bagaimana r eaksi ibumu?

Mendoakan 49%

(25)

25 cender ung mer esponnya dengan mendoakan, menangis ter har u, dan menangis. Secar a

keselur uhan, adapun maksud ter sir at yang ingin disampaikan w ar taw a pada data

statistik r esponden, yaitu seor ang ibu, adalah sosok yang tidak mampu member ikan

r espon yang lebih kepada anaknya. Ibu ber beda dengan Ayah, kar ena ibu hanya bisa

mendoakan, menangis ter har u, dan ter kejut, ketika membalas budi anaknya.

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Saat melakukan penelitian Analisis Wacana Kr itis Sar a Mills, pada r ubr ik DetEksi,

peneliti mendapatkan beber apa kesimpulan:

1. Subor dinasi per empuan tampak menjadi w acana pada r ubr ik DetEksi Jaw a Pos,

melalui pemosisian per empuan, sebagai objek dalam komer sialisasi "r uang

publik".

2. Pemosisian per empuan yang sar at dengan subor dinasi, tampak pada:

a. Tema Pember itaan yang ditampilkan oleh r ubr ik DetEksi Jaw a Pos.

b. Teks ber ita yang memuat 6 kisah Responden per empuan.

c. Beber apa per tanyaan dan pilihan jaw aban yang diajukan pada r esponden,

sebagaimana dapat dilihat dalam data statistik r esponden.

3. Subor dinasi per empuan yang seolah olah dilanggengkan r ubr ik DetEksi, tur ut

menunjukkan bahw a r ubr ik DetEksi, bukanlah r ubr ik yang netr al.

4. "Ruang Publik" yang difasilitasi oleh r ubr ik DetEksi, sar at dengan inter vensi,

sedangkan r esponden atau khalayak, tidak diber ikan kebebasan untuk membentuk

opininya sendiri.

6.2. Saran

Ber kaitan dengan penelitian w acana subor dinasi per empuan dalam

komer sialisasi "r uang publik", maka sar an yang dapat diber ikan peneliti adalah:

1. Sebagai suatu kar ya jur nalistik, yang digemar i oleh tar get pembaca dengan usia

r elatif muda, maka r ubr ik DetEksi, hendaknya mensosialisasikan nilai-nilai gender

(26)

26 2. Sebagai suatu kar ya jur nalistik, yang memfasilitasi "r uang publik" bagi

pembacanya, maka hendaknya r ubr ik DetEksi member ikan kebebasan bagi

r esponden untuk, benar benar leluasa mengemukakan pendapatnya, tanpa

diinter vensi.

DAFTAR PUSTAKA

Administr ation, Feder al Aviation.2009. Pilot 's Handbook of Aer onaut ical Knowledge.

Washington: United States Gover ment Pr inting Office.

Ar ivia, Gadis. 2006. Feminisme: Sebuah Kat a Hat i. Jakar ta: Kompas Media Nusantar a.

Effendy, Onong Uchjana. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung: Mandar Maju.

Er iyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengant ar Analisis Teks Media. Yogyakar ta: LKiS.

Ghalib, Abdullah& Ulfah,Mar ia.2010. Par ent ing wit h Love. Bandung: Pener bit Mizania.

Gr amedia Pustaka Utama.

Har diman, Budi F. 2005. Ruang Publik. Yogyakar ta: Kanisius.

Hill, Elizabeth& Mc Cor mack,Br enda. 2007. Conduct ing a Sur vey: The Spss Wor kbook.

London: Inter national Thomson Business Pr ess.

Jackson, Stevi dan Jones, Jackie. 2009 . Pengant ar Teor i-Teor i Feminis Kont empor er.

Yogyakar ta: Jalasutr a

Kuntjar a, Esther .2003. Gender , Bahasa, Dan Kekuasaan. Jakar ta: Gunung Mulia.

Mc Quail, Denis. 2011. Teor i Komunikasi Massa. Jakar ta: Salemba.

Mur niati, Nunuk.2004. Get ar Gender , Buku Per t ama. Magelang: Yayasan Indonesia Ter a.

Nur udin. 2007. Pengant ar Komunikasi Massa. Jakar ta: Rajaw ali Per s.

Poespodihar djo, Widodo. 2010. Beyond Bor der s Communicat ion Moder nit y & Hist or y.

Jakar ta: STIKOM The London School of Public Relations.

Pr inggodigdo, A.G dan Shadily, Hassan.1973. Ensiklopedi Umum. Yogyakar ta:Kanisius.

Pusat Bahasa. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakar ta: PT

(27)

27 Tebba, Sudir man. 2005. Jur nalist ik Bar u. Jakar ta: Kalam Indonesia.

Wiliam-de Vr ies.2006. Gender bukan t abu Cat at an per jalanan fasilit asi kelompok

per empuan di Jambi. Bogor :Center for International For estr y Resear ch.

Sumber Lain

Dee/ Kkn. 2010. ‘DETEKSI’ DECADE.Jaw a Pos. Sur abaya diunduh pada 5 Januar i 2013

pukul 19.00 WIB

http:/ / w ww .bps.go.id/ tab_sub/ view .php?kat=1&tabel=1&daftar =1&id_subyek=27&nota

b=36 diunduh pada 17 September 2012 pukul 19.30 WIB

http:/ / w ww .deplu.go.id/ Lists/ News/ DispFor m.aspx?ID=5207&l=en diunduh pada 12

Desember 2012 pukul 09.20 WIB

http:/ / female.kompas.com/ r ead/ 2012/ 02/ 10/ 11491514/ 3.Manfaat.Cinta.Buku.untuk.S

i.Kecil diunduh pada 17 September 2012 pukul 19.40 WIB

http:/ / w ww .indopos.co.id/ index.php/ index-catatan-don-kar dono/

17340-pembaca-muda-sur abaya-jadi-inspir asi.html diunduh pada 18 September 2012 pukul

08.34 WIB

http:/ / w ww .jaw apos.com/ new s/ new s_detail.php?id_cnew s=45 diunduh pada 18

September 2012 pukul 08.40 WIB

http:/ / w ww .menegpp.go.id/ aplikasidata/ index.php?option=com_content&view =ar ticle

&id=98:subor dinasi&catid=52:bentuk-ketidakadilan-gender &Itemid=108

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Medan Denai, 1992. Pelayanan kesehat an gigi pada anak sek olah Desa Per baungan, 1989. Peny uluhan k esehat an gigi pada ibu- ibu PKK Kelur ahan Tanj ung Gust a,. 1989. Pem

n guru padat atikan siswa baan kamu lakuk (pesan) yan yang dipero dan penyam masyarakat aktif dalam k an taktik olah au laboratoriu n teknik, sert. beribadah da

Dasar pembangunan bandar berdaya saing seolah-olah tidak sesuai untuk dijadikan asas bagi perancangan pembandaran dan pembangunan bandar lestari kerana timbul pertentangan yang

Kita harus melihat hadd fi al-kayf ini karena ayat yang termaktub memakai shighat syarth, Jadi seolah-olah kalimatnya begini ”Fankihu ma thaba lakum min an-nisa’ matsna

Jika suatu antena menerima daya, maka dapat dibayangkan antena seolah-olah mempunyai aperture yang luasnya adalah daya tersebut dibagi dengan rapat daya gelombang yang datang

Pada saat Bulan memisahkan diri dari konjungsinya dengan Matahari, Bumi juga melakukan gerak revolusi yang menimbulkan kesan seolah-olah Matahari juga bergerak ke Timur