Identitas Keagamaan dalam Pemilihan Kepala Desa Wonoasri
Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri Tahun 2013
Skripsi:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Filsafat Politik Islam
Oleh :
M. BASUKI RAHMAT NIM E04213051
PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Identitas Keagamaan dalam Pemilihan Kepala Desa Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri Tahun 2013. Fokus dalam penelitian ini adalah penggunaan identitas agama dalam pemilihan kepala desa. Penggunaan identitas agama dalam penelitian ini difokuskan pada kelompok agama Islam dan kelompok agama Kristen. Fokus selanjutnya dalam penelitian ini pada penggunaan identitas agama dalam kebijakan kepala desa terpilih.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan, yang artinya penelitian ini berangkat dari fenomena yang terjadi di lapangan. Menggunakan metode kualitatif bersifat diskriptif analisis. Sehingga penyusunan penulisan bisa obyektif sistematis. Teknik pengumpulan datanya merujuk pada sumber data primer dan sekunder dengan menerapkan wawancara terstruktur serta mendalam, observasi dan dokumentasi berbentuk arsip-arsip. Sehingga dari data yang diperoleh dapat dianalisa agar penelitian ini bisa menjadi valid. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan dijabarkan secara sistematis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) penggunaan identitas agama dalam pemilihan kepala desa tahun 2013, dilakukan oleh masing-masing kelompok keagamaan yang ada di desa tersebut. Penggunaan identitas agama seperti kelompok agama Islam dianjurkan memilih kandidat dari Islam dan kelompok agama Kristen dianjurkan memilih kandidat yang berasal dari kristen yang mengakibatkan terjadinya gesekan antar kelompok agama, meskipun terjadi gesekan tetapi tidak sampai muncul dipermukaan. Penggunaan identitas keagamaan sedikit banyak memberikan dampak pada perolehan suara. (2) Dalam proses perumusan kebijakan kepala desa terpilih yang berasal dari agama Islam, penggunaan identitas agama sedikit banyak mewarnai kebijakan yang dikeluarkan. Pada umumnya kebijakan kepala desa sudah sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat Desa Wonoasri. Meskipun demikian secara kasat mata masih ada kebijakan yang lebih menguntungkan identitas kelompok agama Islam, seperti dalam komposisi perangkat desa yang lebih banyak diisi oleh orang-orang yang bergama Islam.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iv
I. Sistematika Pembahasan ... 19
BAB II : KERANGKA TEORI ... 21
A. Konsep Multikulturalisme ... 21
B. Konsep Politik Identitas ... 26
BAB III : SETTING PENELITIAN ... 32
A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 32
1. Kondisi Geografis ... 32
B. Pemilihan Kepala Desa ... 42
1. Tahap Pra Kampanye... 45
2. Masa Kampanye ... 46
3. Pemilihan Kepala Desa Wonoasri ... 48
BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ...... 51
A. Penggunaan Identitas Agama Dalam PILKADES 2013... 51
1. Kontestasi PILKADES ... 52
2. Akomodasi Masa Untuk calon berlatar belakang berbeda... 54
3. Simbol-simbol agama dalam pemilihan ... 56
4. Relasi antar tokoh agama ... 58
B. Identitas keagamaan dalam kebijakan kepala desa terpilih ... 63
1. Dinamika pengambilan keputusan ... 63
2. Perlakuan kepala desa terhadap masyarakat ... 68
BAB V : PENUTUP ... 72
A. Kesimpulan ... 72
B. Saran ... 73
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 : Jumlah Penduduk berdasarkan jenis kelamin dan agama... 2
Tabel 2.1 : Model Politik Identitas... 28
Tabel 3.1 : Batas-Batas Wilayah... 33
Tabel 3.2 : Jumlah Pemeluk Agama... 36
Tabel 3.3 : Jumlah Prasarana Peribadatan... 36
Tabel 3.4 : Kepala Desa Wonoasri Per Periode... 40
Tabel 3.5 : Jumlah DPT Pilkades 2013... 48
Tabel 3.6 : Rekapitulasi Perolehan Suara Pilkades 2013... 50
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Desa Wonoasri adalah suatu desa yang secara geografis terletak di
Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri, desa tersebut memiliki jumlah
penduduk 1.692 jiwa dengan luas wilayah 1,03 km2 sedangkan kepadatan
penduduk mencapai 1.479 jiwa/km2.1 Pada bidang keagamaan di Desa
Wonoasri didominasi oleh dua agama besar, masing-masing agama
memiliki peran yang sangat vital dalam kehidupan sehari-hari yaitu agama
Islam dan Agama Kristen. Di Desa Wonoasri terdapat 1 masjid, 2 mushola
dan 2 gereja. Berdasarkan kondisi tersebut maka kemajemukan di Desa
tersebut sangat terasa.
Desa Wonoasri memiliki tingkat kemajemukan yang cukup baik,
kemajemukan masyarakatnya terlihat dari toleransi antar umat beragama
yang cukup baik di bidang peribadatan. Meskipun demikian,
gesekan-gesekan yang terkait sentimen keagamaan tidak dapat dihindarkan dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat di Desa Wonoasri. Sehingga
mengakibatkan dinamika kehidupan masyarakat desa ini menjadi dinamis.
1BPS Kabupaten Kediri. “Katalog Statistik Daerah Kecamatan Grogol 2016”, Catalog BPS
2
Tabel 1.1
Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis kelamin dan Agama Desa Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten kediri
Tahun 2016
Agama Laki-Laki Perempuan
Islam 401 Orang 492 Orang
Kristen 378 Orang 337 Orang
Katolik 8 Orang 13 Orang
Jumlah 813 Orang 902 Orang
Sumber: Arsip Desa Wonoasri Per-Bulan September 2016
Konsep multikulturalisme telah dipraktekkan di Desa Wonoasri
Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri. Agama yang dianut masyarakat
setempat diantaranya agama Islam dan Kristen, kedua agama tersebut
memiliki jumlah pengikut yang cukup banyak. Meskipun demikian, tidak
selamanya keberagaman masyarakat di Desa Wonoasri terjalin harmonis.
Fanatisme agama sangat terasa di desa tersebut seperti pada pemilihan
kepala Desa dari periode ke periode sangat diwarnai dengan fanatisme yang
tinggi.
Identitas keagamaan sangat menonjol ketika momen perebutan kursi
kepala Desa. Hal ini bisa terjadi karena desa ini sejak tahun 1945 (pasca
kemerdekaan) sampai tahun 2008 dipimpin oleh kepala desa yang beragama
Kristen, tetapi sejak 2008-2013 dipimpin oleh kepala desa dengan agama
Islam, serta pada pemilihan kepala desa 2013 dimenangkan kembali oleh
orang Islam. Sehingga Desa Wonoasri dipimpin oleh orang Islam kembali,
3
berturut-turut. Pada proses pemilihan kepala Desa yang seharusnya
menunjukkan harmonisasi keagamaan tetapi muncul rivalitas dari para
kandidat yang diusung dari golongan masing-masing (baik dari Islam
maupun Kristen), sehingga muncul identitas agama dalam pemilihan kepala
Desa Wonoasri Kecamatan Grogol.
Pemilihan kepala desa yang melibatkan dua entitas agama besar di
desa tersebut membuat pemilihan kepala desa pada tahun 2013 menjadi
suatu momen dimana identitas agama muncul. Sehingga mengakibatkan
timbul beberapa gesekan-gesekan antara kelompok identitas agama Islam
dan kelompok identitas agama Kristen, hal ini ditegaskan oleh Djauhari
bahwa:
“di pihak nasrani ada suara, pada pemilian yang pertama banyak suara yang sumbang bahwa danyang e ogak gelem di lurah i orang Islam, ternyata tuduhan itu tidak benar, apalagi pihak Kristen mengunakan politik tipuan, ketika sama-sama andom beras sama-sama 5kg, dari pihak Kristen nyrobot. Suara dari politik Kristen pakai figur salah satu orang yang berpengaruh di desa.”2
Dari pernyataan Djahuari bisa dilihat bahwa dinamika yang terjadi
pada saat pemilihan kepala Desa Wonoasri tahun 2013, melibatkan unsur
Identitas keagamaan. Hal ini bukan hanya merujuk pada individu calon
tetapi meluas menjadi sesuatu isu yang sensitif karena melibatkan
embel-embel agama dalam menyebarkan isu tersebut.
Identitas agama dalam pemilihan kepala Desa Wonoasri menjadi isu
yang hangat diperbincangkan karena tidak dapat dipungkiri bahwa agama
2
4
menjadi sesuatu hal yang mendasar bagi diri manusia, hal ini juga berlaku
bagi masyarakat Desa Wonoasri yang menganggap bahwa ketika yang
memimpin desa berasal dari kelompok agamanya, sedikit banyak pasti akan
memberikan dampak bagi kelompok agamanya.
Seperti yang disebutkan di atas, bisa dilihat dari segi komposisi
perangkat desa yang dulu didominasi oleh perangkat yang beragama
Kristen. Maka pasca terpilihnya kepala desa dengan latar belakang agama
Islam mengakibatkan ketika momen pergantian perangkat desa, komposisi
perangkat yang beragama Islam menjadi dominan di Desa Wonoasri.
Mengutip pernyataan salah satu jamaah agama Islam Mardjianto3,
menyatakan bahwa:
“....untuk komposisi perangkat desa memang banyak yang muslim karena kepala desanya adalah seorang Muslim, ini wajar karena dulu pas kepala desanya Nasrani komposisi perangkat desanya banyak yang nasrani. Perkara ini wajar terjadi karena
tergantung pemimpinya”
Konsep multikulturalisme yang seharusnya dapat diterapkan secara
baik dalam berbagai sendi kehidupan untuk menciptakan kehidupan yang
harmonis, tetapi dalam prakteknya sering kali tidak sesuai dengan konsep
multikulturalisme. Sehingga permasalahan ini sangat menarik di teliti dari
segi praktek konsep multikulturalisme dalam perebutan kursi kepala Desa.
B. Fokus Penelitian
Dalam penelitian yang berjudul “IDENTITAS KEAGAMAAN
DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA WONOASRI KECAMATAN
3 Mardjinato, Wawancara, Rumah Bapak Mardjianto jl Masjid Desa Wonoasri, 09 Januari
5
GROGOL KABUPATEN KEDIRI” peneliti akan fokus meneliti tentang
Penggunaan simbol-simbol agama dalam dinamika perebutan kursi kepala
desa, yaitu antara agama Islam dan agama Kristen. Kelompok kepentingan
ini memiliki tujuan untuk menjadikan calonnya menjadi kepala desa di Desa
Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri. Fokus penelitian
selanjutnya melihat kebijakan pasca pemilihan kepala desa, lebih tepatnya
pada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan kepala desa terpilih.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, maka untuk memfokuskan kajian masalah
penelitian ini. Peneliti menyajikan beberapa rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana penggunaan identitas agama dalam pemilihan kepala
Desa Wonoasri pada tahun 2013?
2. Bagaimana identitas agama dalam kebijakan kepala desa terpilih?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan Rumusan Masalah yang telah dijelaskan, maka ada beberapa
tujuan penelitian ini dilakukan. Sebagai berikut :
1. Untuk mendeskripsikan Penggunaan identitas agama dalam
pemilihan kepala Desa Wonoasri pada tahun 2013
2. Untuk menganalisis bagaimana identitas agama digunakan dalam
6
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
pemahaman akan konsep Multikulturalisme di bidang politik
sehingga dapat memahami secara konseptual bagaimana konsep
Multikulturalisme di bidang politik
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pihak terkait
agar menerapkan multikulturalisme secara tepat, serta memberikan
pemahaman kepada tokoh agama baik Islam maupun Kristen akan
pentingnya penerapan konsep multikulturalisme.
Membangun relasi politik yang mengedepankan konsep
toleransi, multikultural serta saling menghormati perbedaan baik
suku, agama dan ras untuk menciptakan iklim politik yang
pluralisme.
F. Definisi Konseptual
1. Identitas agama : dalam penelitian ini Penggunaan istilah identitas
agama merujuk pada agama Islam dan agama Kristen.
2. Identitas Keagamaan : adalah konstruksi makna yang berdasarkan
atribut-atribut agama. Identitas keagamaan merupakan dimensi yang
penting dalam identitas seseorang. Hal ini bisa menjadi yang paling
fundamental karena bersentuhan langsung dengan keyakinan yang
7
menggerakkan individu menjadi kelompok yang memiliki identitas dan
tujuan yang sama. Identitas Keagamaan berhubungan dengan perilaku
individu dan masyarakat yang didasarkan atas agama yang dianutnya.
3. Pemilihan Kepala Desa: adalah momentum pesta demokrasi bagi
masyarakat desa, pemilihan kepala desa bisa disebut sebagai perwujutan
demokrasi secara langsung serta dampak yang diberikan langsung terasa
kepada masyarakat. Hal ini bisa terjadi karena dalam pemilihan kepala
desa melibatkan beberapa unsur, baik unsur kedekatan antara kandidat
dengan masyarakat maupun unsur kesamaan nasib, ras, golongan dan
lain sebagainya
G. Telaah Pustaka
Permasalahan politik multikulturalisme sebenarnya sudah banyak dikaji
oleh beberapa peneliti atau penulis diantaranya yaitu:
1. Dalam jurnal “Peran Identitas Agama Dalam Konflik di Rakhine
Myanmar Tahun 2013” yang ditulis oleh Sandy Nur Ikfal Raharjo.4
Dalam jurnal ini menjelaskan bahwa pada tahun 2012-2013 terjadi
konflik komunal di Rakhine Myanmar, konflik yang terjadi adalah
konflik identitas agama Muslim dan mayoritas agama Budha pecah
menjadi suatu kekerasaan yang menyeret identitas agama sebagai
dasar perlawanan dari masing-masing pihak.
4Sandy Nur Ikfal Raharjo, “Peran Identitas Agama Dalam Konflik DI Rakhine Myanmar”,
8
Aktor-aktor kepentingan seperti politisi, pemerintah serta
para biksu yang beraliran keras telah memobilisasi kelompok rentan
untuk ikut terlibat dalam kekerasan atas nama agama, pada akhirnya
konflik ini melibatkan masa dari kelompok Muslim minoritas dan
kelompok Budha mayoritas. Keterlibatan isu agama dalam konflik
dapat meningkatkan potensi kekerasan melalui pembangunan
identitas kelompok yang dianggap mendapatkan legitimasi
transedental sehingga mudah digunakan sebagai alat mobilisasi
masa, padahal agama dalam konflik ini hanya dijadikan sebagai alat
bagi para aktor kepentingan untuk melancarkan tujuan
masing-masing.
Berbagai langkah resolusi yang dilakukan pemerintah
Myanmar cenderung hanya berupa pemaksaan perdamaian yang
dalam pelaksanaanya kurang efektif, bahkan memperburuk keadaan,
sementara langkah untuk mendamaikan dengan cara perdamaian
antar kedua belah pihak masih belum bisa dilakukan secara nyata,
sehingga konflik identias agama di myanmar memang dipelihara dan
tidak secepatnya diselesaikan secara serius oleh pemerintah.
Berbeda dengan penelitian di atas yang menjabarkan tentang
identitas kelompok sebagai alat legitimasi mendapatkan kursi
kekuasaan. Maka penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
mengambil peran identitas agama digunakan untuk merebut kursi
9
sama-sama mengunakan identitas agama tetapi dalam
implementasinya memiliki cukup perbedaan yang signifikan.
2. Dalam jurnal “Multikulturalisme Dalam Politik: sebuah pengantar
diskusi” tahun 2006 yang ditulis oleh Nur. A Fadhil Lubis Guru
Besar Hukum Islam IAIN Sumatra Utara.5 Dalam jurnal ini
menjelaskan bahwa para pendiri bangsa telah menyadari
keanekaragaman bangsa dari banyak aspek dan para pendiri bangsa
memilih motto Bhineka Tunggal Ika dalam lambang negara. Negara
Indonesia telah belajar banyak dari perjalanan sejarah sehingga lebih
bijaksana dan tepat dengan memilih sikap multikulturalisme, toleran
dan menghargai budaya lain. Setiap masyarakat dan seluruh
komponen harus sama membina kesepakatan dan menghargai
berbagai keragaman karena multikulturalisme adalah sesuatu yang
penting bagi keberlangsungan proses reformasi dan upaya
demokratisasi yang sedang berlangsung di Indonesia saat ini.
Proses multikulturalisme dari masa ke masa mengantarkan
Indonesia kepada pendewasaan multikulturalisme yang terwujud
dalam proses demokratisasi, pemilu legislatif dan pemilu presiden
meskipun dalam prosesnya kualitas lembaga legislatif masih jauh
dari harapan tetapi sudah mewakili multikulturalisme yang ada di
Indonesia, pemilu untuk memilih kepala daerah juga mengalami
5 Nur A Fadhila Lubis, “Multikulturalisme Dalam Politik: Sebuah Pengantar Diskusi”,
10
proses pendewasaan multikulturalisme dan proses otonomisasi
wilayah menunjukan dampak yang positif. Dalam kondisi yang
seperti ini wajar dan perlu semua pihak mengadakan refleksi dan
evaluasi dalam rangka terus melakukan perbaikan dalam
memperjuangkan berkesinambungan menuju masyarakat yang
multikulturalisme.
Dalam jurnal diatas belum ada konsep multikulturaslisme
dalam dinamika politik yang lebih komplek, serta belum ada konsep
multikulturalisme yang mewakili rasa toleralisme yang baik. Serta
belum ada bagaimana multikulturalisme dipraktekan secara nyata
dalam sendi-sendi berkehidupan berbangsa dan bernegara.
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini berjudul “Identitas Keagamaan dalam Pemilihan
Kepala Desa Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri”. Maka
jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah field research (penelitian lapangan) yang artinya penelitian ini berangkat dari fenomena yang terjadi di lapangan, yang bertujuan untuk
memperoleh data yang relevan. Peneliti sekaligus penulis mendatangi
tempat yang menjadi lokasi penelitian, hal ini dilakukan sebagai upaya
dalam menemui informan yang telah dilakukan. Adapun metode
11
pendekatan kualitatif ini menggunakan keterangan dari informan
sebagai subjek dari penelitian Identitas Agama dalam pemilihan kepala
desa.
2. Penentuan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Wonoasri Kecamatan Grogol
Kabupaten Kediri sesuai dengan judul “Identitas Keagamaan dalam
Pemilihan Kepala Desa Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten
Kediri”.
Peneliti memilih lokasi penelitian di Desa Wonoasri dengan
alasan pertama, karena di desa tersebut terdapat dua identitas agama
yang sama-sama memiliki basis massa yang besar, sehingga sangat
memungkinkan mempengaruhi dinamika pemilihan kepala desa.
Kedua, momentum pemilihan kepada desa sebagai tolak ukur
tentang bagaimana identitas keagamaan muncul untuk mempengaruhi
dinamika yang terjadi. Dengan begitu penelitian ini menjadi menarik
karena agama menjadi salah satu faktor yang menjadikan pemilihan ini
dinamis
3. Sumber data dan jenis data
Sumber data merupakan subjek yang memberikan data sesuai
dengan klasifikasi data penelitian yang sesuai. Sumber data dalam
penelitian ini dibagi menjadi:
12
Data primer merupakan sumber data utama dan kebutuhan
mendasar dalam penelitian ini. Sumber data diperoleh dari informan
saat peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian. Beberapa informan
akan dipilih berdasarkan kebutuhan penelitian. Pemilihan informan
berdasarkan kebutuhan dalam melengkapi penelitian yang akan
dilakukan.
Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang
keadaan atau hal-hal yang berkaitan tentang penelitian yang
berlangsung. Informan bukan hanya sebagai sumber data, melainkan
juga sebagi aktor yang menentukan berhasil atau tidaknya penelitian
berdasarkan hasil informasi yang diberikan. Sehingga antara peneliti
dan informan memiliki peran dan fungsi yang kurang lebih sama, yaitu
memberikan tanggapan atau jawaban atas rumusan masalah yang telah
diuraikan.
Teknik yang digunakan dalam pemilihan informan menggunakan
Purpossive Sampling, artinya teknik penentuan sumber data
mempertimbangkan terlebih dahulu, bukan diacak. Artinya
menentukan informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan
dengan masalah penelitian.6
Klasifikasi informan dalam penelitian adalah
6 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
13
1. Tokoh masyarakat terdiri dari tokoh agama Islam dan
tokoh agama Kristen dalam hal ini bisa di wakili
kyai/pendeta atau dewan majelis (untuk Kristen), takmir
masjid (untuk Islam). Bapak KH. Djauhari selaku tokoh
agama Islam, informan ini untuk memberikan data tentang
bagaimana identitas agama khususnya agama Islam dalam
dinamika pemilihan kepala desa. Untuk informan yang
kedua Bapak Pinto Puspo selaku tokoh majelis gereja,
informan ini dapat memberikan data tentang bagaimana
peran identitas agama khususnya agama Kristen dalam
dinamika pemilihan kepala desa
2. Pemerintah Desa Wonoasri, untuk pemerintah desa bisa
diwakili oleh perangkat-perangkat desa dan kepala desa
sendiri, tetapi dalam pemilihan informan perangkat desa
ini masih dibedakan mewakili identitas agama Islam dan
Kristen. Seperti Bapak Syaiful Bahri sebagai Kepala Desa
Wonoasri sekaligus aktor yang terlibat secara langsung
dalam dinamika pemilihan kepala Desa Wonoasri
Kecamatan Grogol. Untuk informan yang kedua dari
perangkat desa yaitu Ibu Erna selaku Seketaris Desa
Wonoasri Kecamatan Grogol, bisa juga disebut sebagai
perangkat desa yang mewakili agama Kristen dari struktur
14
3. Masyarakat desa Wonoasri, dipilih berdasarkan peran serta
masyarakat dan bagaimana masyarakat mengamati tentang
pemerintahan desa Wonoasri, serta memilih masyarakat
yang mewakili identitas agama baik Islam maupun
Kristen. Bapak Suprobo sebagai masyarakat desa
Wonoasri dan selaku jamaah Kristen, informan ini berguna
untuk memenuhi data tentang bagaimana kebijakan yang
dikeluarkan kepala desa pasca terpilihnya kepala desa dari
entitas agama Islam. Untuk informan selanjutnya yaitu
Bapak Mardjianto sebagai masyarakat desa Wonoasri serta
selaku jamaah Islam, informan ini berguna untuk
memenuhi data tentang bagaimana kebijakan yang
dikeluarkan kepala desa pasca terpilihnya kepala desa dari
entitas agama Islam
2. Sumber data Sekunder
Data sekunder adalah data penunjang sumber utama untuk
melengkapi sumber data primer. Data sekunder juga sering disebut
sebagai sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data, misalnya lewat orang lain. Jadi data ini berupa bahan
kajian yang digambarkan oleh bukan orang yang ikut mengalami atau
hadir dalam waktu kejadian berlangsung. Sehingga sumber data bersifat
penunjang dan melengkapi data primer. Dalam penelitian ini jenis
15
literatur adalah referensi yang digunakan untuk memperoleh data
teoritis dengan cara mempelajari dan membaca literatur yang ada
hubungannya dengan kajian pustaka dan permasalahan penelitian baik
yang berasal dari buku maupun internet. Sedangkan untuk dokumentasi
sebagai tambahan, bisa berupa arsip Desa Wonoasri. Arsip ini dapat
berupa data yang disimpan oleh pemerintah Desa Wonoasri. Selain itu
arsip bisa berupa LPJ kegiatan dalam hal ini laporan
pertangungjawaban pemilihan kepala Desa Wonoasri tahun 2013..
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
pengumpulan data kualitatif pada penelitian ini, menggunakan teknik7:
a. Wawancara
Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan
cara tanya jawab. Metode wawancara adalah teknik pengumpulan data
melalui komunikasi langsung antara peneliti dengan narasumber. Pada
penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara.
Peneliti langsung terjun ke lapangan, dengan cara menanyakan
terhadap informan terkait identitas keagamaan dalam pemilihan kepala
Desa Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri pada tahun 2013.
Data diperoleh langsung dari informan melalui wawancara. Dalam
16
penelitian ini peneliti menggunakan teknik purpossive sampling
(Teknik pemilihan Informan). Untuk mendapatkan informasi yang
akurat peneliti mengklasifikasikan informan menjadi beberapa mulai
dari tokoh agama Islam, tokoh agama Krsiten, pemerintah Desa
Wonoasri, serta masyarakat Desa Wonoasri.
Dalam penelitian ini mengunakan model wawancara
berstruktur, dimana peneliti sudah menyiapkan instrumen penelitian
berupa pertanyaan-pertanyaan. Dengan wawancara terstruktur ini
setiap informan diberi pertanyaan yang sama, dan peneliti
mencatatnya8. Wawancara terstruktur ini dilaksanakan secara bebas dan
juga mendalam, tetapi kebebasan ini tetap tidak terlepas dari pokok
permasalahan yang akan ditanyakan kepada informan dan telah
dipersiapkan sebelumnya oleh pewawancara.9
b. Observasi
Observasi juga disebut pengamatan, yang meliputi kegiatan
pemantauan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan
seluruh alat indera. Dalam penelitian ini, menggunakan observasi
partisipan. Dimana peneliti ikut andil atau terlibat dalam kegiatan
yang menjadi obyek peneliti.
c. Dokumentasi
8 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta CV,
2010), hal 273
9 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
17
Dokumentasi ialah mencari data mengenai suatu hal yang berasal
dari pihak lain yang berupa catatan, buku, surat kabar. Domentasi ini
juga berfungsi untuk mendaptkan arisp-asrip yang disimpan baik oleh
pemerintah Desa Wonoasri maupun masyarakat Desa Wonoasri untuk
menunjang suksesnya penelitian ini.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data pada umumnya dilakukan untuk memperoleh
gambaran umum dan menyeluruh tentang situasi sosial yang menjadi
objek penelitian.
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisa
deskriptif dan dijabarkan secara sistematis. Adapun dengan
menggunakan Reduksi Data, Kategorisasi, dan Sintesisasi. Yang
pertama Reduksi data yakni mengidentifikasi data yang sesuai dengan
fokus dan masalah penelitian. Kedua Kategorisasi, merupakan teknik
analisis data berupaya memilah-milah kepada bagian data yang
memiliki kesamaan. Ketiga Sintesisasi, setelah data ditemukan
kesamaannya maka data dicari kaitan antara satu kategori dengan
kategori yang lainnya, sedangkan kategori yang satu dengan yang
lainnya diberi nama/label.10
10 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
18
6. Teknik keabsahan data
Teknik keabsahan data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Teknik keabsahan data perpanjangan keikutsertaan, disini
peneliti dalam pengumpulan data karena peneliti disini harus ikut
serta dalam memperoleh data yang valid.
b. Teknik keabsahan data ketekunan/keajegan pengamatan, peneliti
disini harus juga tekun untuk mencari data yang valid serinci
mungkin yang nantinya peneliti nanti lebih bersifat terbuka.
c. Teknik keabsahan data hasil pemeriksaan sejawat melalui
diskusi, diskusi merupakan tenik keabsahan yang hampir terakhir,
dikarenakan data yang ditemukan nanti masih didiskusikan dengan
rekannya dan teknik keabsahan data uraian rinci.
d. Teknik keabsahan data yang terakhir adalah uraian rinci, peneliti
sangat strategis dalam menekuni hasil dari temuan data dicari
serinci mungkin sesuatu yang relevan dengan pokok bahasan
7. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan
berbagai waktu. Terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik
pengumpulan data, dan waktu. Triangulasi sumber dilakukan dengan
19
triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber
yang sama dengan teknik yang berbeda, dan triangulasi waktu
dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara,
observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.
Sugiyono memaparkan triangulasi dapat juga dilakukan dengan cara
mengecek hasil penelitian.11
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi
sumber dan teknik. Peneliti mengecak data yang telah diperoleh dari
beberapa sumber (informan), hingga data tersebut bisa dinyatakan
benar (valid) dan juga melakukan observasi serta dokumentasi
diberbagai sumber.
I. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dan jelas terhadap
suatu penelitian, maka hasil penelitian disusun sistematika sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Memuat Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, Definisi Konseptual, Kajian Pustaka, Telaah Pustaka, Metode
Penelitian dan Sitematika Penulisan.
BAB II : KERANGKA TEORI
Kerangka Teori ini terdiri dari konsep Multikulturalisme, Identitas Agama
11 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.( Bandung: Alfabeta CV,
20
BAB III : SETTING PENELITIAN
Deskrispsi umum lokasi penelitian, pemilihan kepala desa
BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
Memaparkan hasil penelitian dan membahas relasi antar kandidat dalam
pemilihan Kepala Desa Wonoasri pada tahun 2013 serta memaparkan
bagaimana penggunaan identitas agama dalam pemilihan kepala Desa
Wonoasri pada tahun 2013 serta memparkan bagaimana identitas agama
digunakan dalam mengabil kebijakan oleh kepala desa terpilih.
BAB V : KESIMPULAN
Berisi analisa data yaitu memaknai hasil penelitian tentang “Identitas
Keagamaan dalam Pemilihan Kepala Desa Wonoasri Kecamatan Grogol
Kabupaten Kediri”
Memuat Kesimpulan dan Saran
BAB II
KERANGKA TEORI
Dalam penelitian ini menjelaskan tentang beberapa pendekatan teoritis
yang nantinya akan menunjang proses analisis data. Beberapa teoritik tersebut
adalah konsep mulikultiralisme dan politik identitas. Konsep multikulruralisme
digunakan dalam penelitian ini dikarenakan fokus penelitian berlandaskan pada
kemajemukan masyarakat dalam pemilihan kepala desa. Sedangkan politik
identitas digunakan sebagai pisau analisa dalam menganalisis fenomena identitas
agama yang digunakan sebagai legitimasi calon dalam meraih suara.
A. Kerangka Teori
1. Multikulturalisme
Konsep multikulturalisme adalah sebuah konsep dimana sebuah
komunitas dalam konteks kebangsaan dapat mengakui keberagaman,
perbedaan dan kemajemukan budaya, baik ras, suku, etnis, agama dan lain-lain.
Bangsa yang multikultural adalah bangsa yang memiliki kelompok-kelompok
etnik atau budaya yang ada dapat hidup berdampingan secara damai dalam
22
Menurut Parekh, dalam bukunya Nasional Culture and
Multiculturalism,1 ia membedakan multikulturalisme menjadi lima macam yaitu:
a. Multikultural Isolasionis, yang mengacu pada masyarakat dimana berbagai
kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam
interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
b. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat plural yang memiliki kultur
dominan, sehingga membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi bagi
kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan
menerapkan peraturan, hukum dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara
kultural dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk
mempertahankan serta mengembangkan kebudayaan mereka, begitupula
dengan kaum minoritas yang tidak menantang kultur dominan.
c. Multikulturalisme otomatis, yaitu masyarakat plural dimana
kelompok-kelompok kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan dengan budaya
dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang
lebih kolektif dapat diterima. Perhatian pokok kultural lebih kepada
mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan
kelompok dominan, yang memiliki tujuan menantang kelompok dominan dan
berusaha menciptakan suatu tatanan masyarakat yang semua kelompok bisa
eksis sebagai mitra sejajar.
23
d. Multikulturalisme kritikal atau interaktif yaitu masyarakat plural dimana
kelompok-kelompok tidak terlalu peduli dengan kehidupan kultural otonom,
tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang mencerminkan dan
menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
e. Multikulturalisme cosmopolitan, yaitu paham yang berusaha menghapuskan batas-batas kultur sama sekali bertujuan untuk menciptakan sebuah masyarakat
dimana setiap individu tidak lagi terikat pada budaya tertentu.
Selain pernyataan diatas ada konsep multikulturalisme normatif, yaitu
suatu sokongan positif bahwa perayaan atas komunal yang secara tipikal
didasarkan atas hak dari kelompok-kelompok yang berbeda untuk dihargai dan
diakui yang dapat diperoleh lewat tatanan masyarakat yang lebih luas
keberagaman moral dan kulturnya.2
Lebih lanjut Pasurdi Suparlan memberikan penekanan bahwa
multikulturalisme adalah suatu ideologi yang mengakui dan mengagungkan
perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individu maupun kebudayaan.
Dalam buku politik multikulturalisme Hefner mengutip pernyataan
Furnifall yang menyatakan bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat
yang terdiri dari dua atau lebih elemen tatanan sosial yang hidup
berdampingan, namun tanpa membaur dalam satu unit politik.3 Sehingga
masyarakat majemuk menjadi salah satu elemen terbentuknya yang namanya
multikulturalisme.
2 Ana Irhandayaningsih, “Kajian Filosofi Terhadap Multikulturalisme Indonesia”, E-Jurnal Humanika Vol 15 No 09. (Juni: 2012), hal 3
24
Konsep multikultulasime sebenarnya relatif baru dibandingkan dengan
konsep pluralitas maupun dengan konsep keberagaman, konsep
multikulturalisme baru muncul pada tahun 1970an.4 Konsep multikulturalisme
memberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaan itu maka sama diruang
publik sehingga dibutuhkan kesediaan menerima kelompok lain secara sama
sebagai sebuah kesatuan, tanpa mempedulikan perbedaan budaya, etnik,
gender, bahasa dan agama.
Konsep multikulturalisme sangat diterima baik bagi bangsa Indonesia
karena sangat berkaitan dengan masyarakat Indonesia yang notabennya adalah
masyarakat yang majemuk, hal ini terlihat dari wilayah Indonesia yang
kepulauan, yang didalamnya terdapat berbagai suku bangsa, Indonesia
memiliki 6 agama besar dunia dan mengakui enam agama tersebut sebagai
agama resmi pemerintah (Islam, Kristen, Konghuchu, Khatolik, Budha, Hindu)
meskipun ada 6 agama besar tetapi masih banyak masyarakat Indonesia yang
menganut sistem kepercayaan.
Multikulturalisme bukan doktrin politik pragmatik, melainkan cara
pandang manusia, karena banyak negara di dunia terdiri dan tersusun dari
beranekaragam kebudayaan. Dimana perbedaan menjadi asasnya sehingga
konsep kebijakan multikulturalisme ketika ditransformasikan kepada dunia
politik menjadi politik pengelolaan pemberdayaan kebudayaan warga negara.
25
Tiga model kebijakan multikulturalisme,5 yang pertama
mengedepankan Nasionalitas dimana sosok baru yang dibangun bersama tanpa
memperhatikan aneka ragam suku, bangsa, agama dan bahasa, fungsi dari
Nasionalitas ini sebagai perekat integrasi. Kedua yaitu model
nasionalitas-etnik yang berdasarkan kesadaran kolektif nasionalitas-etnik yang kuat dan berlandaskan
hubungan darah, kekerabatan dengan pendiri negara. Selain itu kesatuan
bahasa juga merupakan ciri nasinalitas-etnik.
Ketiga adalah multikultural-etnik yang mengakui eksistensi dan
hak-hak etnik secara kolektif. Dalam model ini keanekaragaman menjadi realitas
yang harus diakui dan diakomodasi negara serta identitas, asal-asul
warganegara diperhatikan.
Konflik Inhern dalam konsep multikukturalisme belum menemukan solusi fundamental, sehingga dapat dilihat dalam proses implementasinya
terjadi benturan-benturan antara konsep satu dengan konsep yang banyak. Aksi
terorisme misalnya menunjukkan bahwa adanya identitas kelompok kultural
yang kuat namun pemberontakan terhadap identitas bersama dan kepentingan
raykat banyak sebagai sesama warga Indonesia. Para teroris mengorbankan
kepentingan dan keselamatan sesama warga Indonesia untuk memperjuangkan
tujuan kelompok kulturnya sendiri. Hal ini sama terjadi di belahan dunia
dengan ditunjukkan gerakan-gerakan sparatis, sehingga konsep
26
multikulturalisme tidak dapat terimplementasikan karena arogansi dari
masing-nasing kelompok.
2. Konsep Politik Identitas
Konsep identitas dari Manuel Castells,6 dalam triloginya yaitu The Power Of Identity menjelaskan bahwa keberadaan identitas akan terbentuk ketika adanya internalisasi. Maka asumsi yang dibangun oleh Manuel, identitas
berasal dari internalisasi, yang mempengaruhi identitas adalah proses
pemaknaan pada aturan yang telah diterapkan oleh suatu institusi.
Konstruksi identitas sendiri dalam prosesnya sangat tergantung pada
beberapa hal yang berasal dari beberapa konteks seperti geografi, institusi,
sejarah dan agama.
Sehingga ketika ini berlangsung secara masif akan melahirkan sesuatu
keadaan Network Societie atau masyarakat jaringan saja. Hal ini akan meluas kepada beberapa bidang kehidupan seperti bidang politik, bidang budaya,
bidang ekonmi, dan juga bidang kebudayaan tidak luput dari pengaruh ini.
Politik identitas dibedakan secara tajam antara identitas politik dengan
politik identitas.7 Perbedaan ini dilihat dari identitas politik merupakan
konstruksi yang menentukan posisi kepentingan subyek didalam ikatan suatu
komunitas politik sedangkan politik identitas mengacu pada mekanisme politik
pengorganisasian identitas baik identitas politik maupun identitas sosial
sebagai sumber dan sarana politik.
6M Nurun Najib, “Konstruksi Identitas Keagamaan (Studi tentang pondok pesantren Al-Mukmin
ngruki dengan Masyarakat Lokal)”, (Thesis tidak diterbitkan, Universitas Indonesia)Hal 5 7Muhtar Haboddin, “Menggugat Politik Identitas Di Ranah Lokal”, Jurnal Stu
27
Pemaknaan bahwa politik identitas sebagai sumber dan sarana politik
dalam pertarungan perebutan kekuasaan politik sangat memungkinkan dan
mengemuka dalam praktek politik sehari-hari. Karena itu ilmuan yang bergelut
dalam wacana politik identitas berusaha sekuat mungkin untuk mencoba
menafsirkan kembali dalam logika yang sangat sederhana dan lebih oprasional.
Seperti Agnes Heller mendefinisikan politik identitas sebagai gerakan politik
yang fokus perhatiannya adalah perbedaan sebagai seuatu kategori politik yang
utama.8 sedangkan Donald L Morowitz mendefinisikan politik identitas adalah
garis yang tegas untuk menentukan siapa yang diikutsertakan dan siapa saja
yang ditolak. Karena garis penentu tersebut sangat nampak tidak dapat dirubah.
Dari pernyataan kedua tokoh di atas bisa ditarik benang merahnya
bahwa politik identitas dimaknai sebagai politik perbedaan. Meskipun ada
beberapa ahli yang memaknai politik identitas di tataran praktis yang biasanya
digunakan sebagai alat manipulasi. Alat yang digunakan untuk menggalang
politik guna kepentingan ekonomi dan politik, tidak bisa dilepaskan politik
identitas sangat berhubungan dengan ikatan kesukuan yang mendapatkan
peranan penting karena dari sini muncul simbol-simbol yang potensial serta
berkembang menjadi sesuatu kekuatan untuk aksi-aksi politik.
Pemahaman di atas berdampak pada kecenderungan ingin mendapat
pengakuan dan perlakuan yang setara atau dasar hak-hak sebagai manusia baik
dalam bidang ekonomi, politik sosial dan budaya. Selanjutnya demi menjaga
dan melestarikan budaya yang menjadi suatu ciri khas kelompok yang
28
bersangkutan. Serta yang terakhir kesetiaan yang kuat dalam entitas yang
dimilikinya.9
Politik identitas pada dasarnya membangun kembali narasi besar yang
pada prinsipnya mereka tolak dan membangun teori yang mengedepankan
faktor-faktor biologis sebagai penyusunan berbedaan-berbedaan mendasar
sebagai realitas kehidupannya. Dalam politik identitas ada suatu tendensi untuk
membangun sistem pemisah ketika kekuasaan tidak dapat di taklukan dan
pembagian kekuasaan tercapai sebagai tujuan gerakan, pemisah dan
pengecualian diri diambil sebagai jalan keluarnya, kelemahan dari gerakan
politik identitas adalah upaya untuk menciptakan kelompok spesifik dari ilmu.
Tabel 2.1
Tabel Model Politik Identitas
Model Pola Keterangan Pola Aksi Tujuan Gerakan
Pra Modern Perpecahan obyek (dimana
29
sumber untuk
dimobilisasi)
partisipasi dari
bawah
Postmodern Gerakan dan dinamikanya
sendiri. Proses muncul dari
berbagai kesempatan
individu. Tidak mendapat
suatu perpecahan yang
dominan
Kesadaran diri otonomi
Sumber: Muhtar Haboddin 2012; 6
Di Indonesia, politik identitas lebih terkait dengan masalah etnisitas,
agama, ideologi dan kepentingan-kepentingan lokal yang pada umumnya
diwakili oleh elit-elit.10
Agama adalah salah satu dasar/basis dari identitas. Dalam pengertian
ini agama bersama faktor lainnya seperti bahasa, sejarah bersama dll
membentuk suatu identitas dari suatu masyarakat yang membedakan dengan
masyarakat yang lain. Agama juga berpengaruh kepada perilaku individu
maupun kelompok, semakin besar kepercayaan agama terlibat maka semakin
berkurang kemungkinan terjadinya kompromi dan akomodasi. Doktrin agama
juga bisa mempengaruhi perilaku dalam melakukan beberapa tindakan dan
keputusan yang dibuat serta menjadi alat legitimasi untuk menjustifikasi
30
kebijakan dan tindakan yang dilakukan. Meskipun pihak lain menganggapnya
tidak dapat dibenarkan, seperti tindakan bom bunuh diri dan lain-lain.
Penggunaan politik identitas yang pada dasarnya bersifat pada budaya
akan menempati tiga wilayah publik yang menjadi pertarungan diantara banyak
kepentingan kultural.11 Pertama Penggunaan politik identitas dimainkan
perannya secara optimal melalui roda pemerintahan. Yang artinya pada sisi ini,
politik identitas suatu kelompok akan menjadi identitas nasional suatu bangsa
melalui penguasaannya atas negara. Dalam konteks bernegara kepentingan
kelompok dapat diatasi dengan cara mengandaikan bahwa identitas etnis tidak
menjadi identitas dominan.
Sisi kedua, Penggunaan politik identitas di wilayah agama. Wilayah ini
dapat mengatasi wilayah negara bila aspek-aspek identitas etnis dapat diatasi.
Sehingga bila politik identitas beroperasi melalui wilayah ini kepentingan
kelompok yang paling menonjol adalah kepentingan kelompok tetapi
kehilangan ciri identitas etnisnya.
Yang ketiga adalah wilayah hukum, Wilayah ini perpaduan antara
wilayah negara dan wilayah agama, karena masing-masing memiliki aturan
sendiri. Pada sisi ini politik identitas beroprasi dengan cara membagi
kekuasaan dimana identitas kelompok akan memasukan kepentingan
identitasnya secara partikular. Kemungkinan interaksi di dalam kelompok akan
menjadi dasar bagi hubungan politik identitas yang dibangun sangatlah besar,
31
meskipun demikian hal ini tidak akan terjadi ketika kepentingan dari politik
identitas etnis yang bersifat minoritas tidak menjebatani melalui pengakuan
hak-haknya untuk berpartisipasi di wilayah pembuatan keputusan hukum
BAB III
SETTING PENELITIAN
A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian
1. Kondisi geografis Desa Wonoasri
Gambar 3.1 Peta Desa Wonoasri
Sumber: Google Maps
Desa Wonoasri adalah salah satu desa yang secara demografis terletak
di Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri, untuk batas-batas wilayah Desa
Wonoasri sebelah timur berbatasan dengan Desa Sonerejo sedangkan sebelah
33
berbatasan dengan Desa Cerme, dan untuk sebelah selatan
berbatasan dengan Desa Jatirejo Kecamatan Banyakan Kabupaten Kediri.
Tabel 3.1
Batas-batas Wilayah Desa Wonoasri
Batas Keterangan
Sebelah Utara Ds. Cerme dan Ds. Sonorejo
Sebelah Barat Ds. Cerme
Sebelah Selatan Ds.Jatirejo Kec. Banyakan
Sebelah Timur Ds.Sonorejo
Sumber: Arsip Desa Wonoasri
Desa Wonoasri memiliki luas wilayah 1,03 KM2 dengan jumlah
penduduk sebesar 1692 jiwa, sedangkan kepadatan penduduknya 1479
Jiwa/KM2.1 Penduduk Wonoasri memiliki beragam profesi mulai dari
petani, PNS, Pedagang, di Desa Wonoasri memiliki dua entitas agama besar
yaitu agama Islam dan agama Kristen dimana mayoritas masyarakatnya
memeluk 2 entitas agama tersebut. Di desa tersebut terdapat 1 masjid, 2
mushola dan 2 gereja sehingga kemajemukan masyarakat bisa di lihat dalam
keseharian di desa tersebut.
Desa Wonoasri memiliki 6 RW dan 17 RT yang tersebar di dua
dusun yaitu Dusun Sukosewu dan Dusun Wonoasri. Untuk wilayah dengan
penghuni terbanyak berada di Dusun Wonoasri. Untuk persebaran tempat
1BPS Kabupaten Kediri. “Katalog Statistik Daerah Kecamatan Grogol 2016”, Catalog BPS
34
ibadah di dusun Sukosewu memiliki dua mushola, sedangkan di dusun
Wonoasri sendiri terpadapat 2 Gereja dan 1 masjid.
Sedangkan untuk jarak pusat orbitasi (jarak pusat pemerintahan)
Desa Wonoasri sebagai berikut:
Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan Grogol ±4 Km
Jarak dari pusat pemerintahan Kabupaten Kediri ±14,5 Km
Jarak dari pusat pemerintahan Provinsi Jawa Timur ±132 Km
Jarak dari Ibu Kota Indonesia ± 708 Km
2. Kondisi Demografis
Kondisi demografis adalah data yang meliputi ukuran, struktur, dan
distribusi penduduk serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap
waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi serta penuaan
a) Penduduk
Penduduk Desa Wonoasri dari tahun ketahun mengalami
peningkatan meskipun tidak signifikan
b) Pendidikan
Angka pendidikan menjadi salah satu indikator majunya suatu
daerah baik di tingkat desa maupun tingkat kota, sehingga angka
pertumbuhan dalam dunia pendidikan sedikit banyak memiliki peran
yang sangat kompleks. Di Desa Wonoasri kecamatan Grogol untuk
angka pendidikan terbilang cukup baik.
Masyarakat Desa Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten
35
terbukti banyak masyarakat yang telah lulus SMA, bahkan banyak
masyarakat yang telah menempuh keperguruan tinggi baik dalam
wilayah kediri maupun luar kediri.
Bukan hanya dari indikator masyarakatnya saja yang memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi, tetapi di Desa Wonoasri memiliki
beberapa akses pendidikan yang cukup mewadahi.
c) Ekonomi
Di Desa Wonoasri juga memiliki tingkat perekonomian yang
cukup tinggi, hal ini bisa terjadi karena di Desa Wonosari memiliki
banyak toko dan tempat-tempat perputaran ekonomi yang cukup
membantu perekonomian masyarakat Desa Wonoasri karena dapat
menyerap banyak tenaga kerja dari desa tersebut.
d)Keadaan sosial keagamaan
Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian berlangsung,
peneliti mendapatkan beberapa keterangan berupa data tertulis maupun
data yang bersifat tidak tertulis (wawancara) bahwa masyarakat di Desa
Wonoasri memiliki dua entitas Agama yang cukup besar yaitu agama
Islam dan Agama Kristen. Peneliti menjabarkan jumlah pemeluk agama
36
Tabel 3.2
Jumlah Pemeluk Agama di Desa Wonoasri
Sumber: Arsip pemerintah Desa Wonoasri per 2016
Berdasarkan data diatas bahwa pada tahun 2016 masyarakat yang
memeluk agama Islam memiliki pengikut yang cukup banyak dan
dominan serta disusul dengan agama Kristen yang memiliki pengikut
yang cukup banyak.
Sedangkan untuk prasarana ibadah di Desa Wonoasri bisa dilihat
dalam tabel berikut:
Tabel 3.3
Jumlah Prasarana Peribadatan
Jenis Sarana Jumlah
Masjid 1 Buah
Mushola 2 Buah
Gereja 2 Buah
Sumber: Arsip pemerintah Desa Wonoasri Per 2016
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa hubungan antara
pemeluk agama bisa dirasakan sangat plural, hal ini bisa terjadi karena
terdapat dua entitas agama yang sama besar serta memiliki pengaruh
Agama Jumlah
Islam 893 Orang
Kristen 783 Orang
Katolik 21 Orang
37
yang sama-sama besar antara agama satu dengan agama yang lainnya.
Meskipun demikian masyarakat Desa Wonoasri memiliki tingkat
kemajemukan yang cukup tinggi sehingga toleransi beragama bisa
dirasakan. Hal ini juga di ungkapkan Hariono:
“Dalam keseharian masyarakat memiliki hubungan yang baik antar
umat beragama, seperti kegiatan gotong royong yang di arahakan oleh RT masing-masing, serta ketika ada masyarakat yang meninggal dunia maka masyarakat akan ikut berkabung meskipun berbeda agama”2
Relasi kedua agama dalam kehidupan sehari-hari menurut
Hariono selaku Kaur Keuangan di Desa Wonoasri, memiliki huhungan
yang cukup baik antara agama Islam dan agama Kristen. Hal ini bisa
dilihat dalam kegiatan desa yang melibatkan masyarakat tanpa melihat
latar belakang agama seperti kegiatan kerja bakti yang dilaksanakan
setiap RT, kegiatan bersih desa yang melibatkan semua elemen
masyarakat. Bentuk toleransi antar umat beragama juga ditunjukkan
ketika ada salah satu warga yang meninggal dunia maka masyarakat
akan ikut berkabung meskipun berbeda agama, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari relasi antar umat beragama cukup baik.
e) Keadaan sosial budaya
Dalama mitologi jawa dikenal yang namanya danyang. Danyang
bisa berbentuk manusia, jin, dan hewan, orang-orang jawa mempecayai
bahwa danyang adalah salah makluk gaib yang melindungi desa. kepercayaan akan danyang membuat masyarakat percaya bahwa ketika
38
melakukan sesuatu harus seijin danyang. Kepercayaan adanya danyang
juga masih dipercayai oleh sebagian masyarakat Desa Wonoasri.
Mengenai keadaan sosial budaya di desa Wonoasri terbilang
masih mempraktekkan atau melestarikan budaya-budaya jawa seperti
berikut ini:
1) Bersih desa yang dilakukan pada waktu malam 17 agustusan yang
dipadu dengan acara slametan 17an yang dirangkai dalam acara tumpengan, yang memiliki tujuan bersyukur kepada Yang Maha
Kuasa atas nikmat yang telah diberikan kepada masyarakat desa.
2) Suronan yang dilakukan di masjid dan balai desa, kalau di masjid dilakukan oleh jamaah Islam saja sedangkan kalau di balai desa
acara suronan dibingkai dengan pentunjukan seni kuda kepang,
dimana sebelum acara pertunjukan kuda kepang masyarakat
slametan terlebih dahulu.
3) Slametan tingkepan untuk seorang ibu yang sedang hamil, dimana acara ini biasanya diperuntukan pada usia kehamilan 7 bulan, yang
memiliki tujuan dan makna agar diberikan anak yang baik budi
pekerti, Sholeh, serta diberikan keturunan yang berbakti pada kedua orang tua, berguna bagi bangsa, agama dan negara.
4) Kirim leluhur, tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Desa
Wonoasri untuk memperingati hari kematian keluarga dan juga
39
dunia, biasanya acara ini diperuntukan ketika masyarakat akan
memiliki hajatan besar seperti pernikahan, sunatan dll.
5) Megengan adalah sebuah tradisi untuk mendoakan keluarga yang telah meninggal dunia, berbeda dengan kirim leluhur dimana
megengan dilakukan pada waktu sebelum menginjak bulan puasa
atau ramadhan.
6) Untuk tradisi kawinan, masyarakat Desa Wonoasri melakukan
seperti di daerah lain di Kabupaten Kediri dimana calon laki-laki
melamar calon mempelai perempuan.
7) Tradisi kirim doa selama 7 hari dilakukan oleh masyarakat Desa
Wonoasri ketika ada anggota keluarga yang meninggal dunia, serta
melakukan tradisi 7 harian, 40 harian, 100 harian sampai 1000
harian.
8) Berziarah kemakam-makam wali dan makam keluarga, ketika
sebelum menginjak bulan puasa dan sebelum hari raya Idul Fitri
biasanya masyarakat Desa Wonoasri berziarah ke makam untuk
nyekar di kuburan.
Itulah beberapa tradisi yang masing dilestarikan oleh masyarakat
Desa Wonoasri dari dulu hingga sekarang serta masih dipraktekan
setiap tahunnya.
f) Kondisi Sosial politik
Keadaan sosial politik di Desa Wonoasri tidak bisa lepas dari
40
memiliki basis masa yang cukup banyak yaitu agama Islam dan agama
Kristen.
Menilik sejarah di Desa Wonoasri Kecamatan Grogol dari awal
kemerdekaan sudah dipimpin oleh kepala desa yang beragam Kristen
yang pertama di pimpin oleh kepala desa Purwo yang menjabat sebagai
kepala desa hampir seumur hidup beliau, Purwo adalah kepala Desa
Wonoasri yang notabennya beragama Kristen, terus di lanjutkan oleh
cucunya selama dua periode yang sama-sama beragana Kristen.
Sejarah kepemimpinan Desa Wonoasri dari tahun 1945-2016
telah dipimpin oleh beberapa kepala desa, lebih tepatnya telah dipimpin
oleh 3 kepala desa yang diantara kedua kepala desa yang pernah
menjabat masih memiliki hubungan darah. Dari ketiga kepala desa dua
diantaranya adalah orang Kristen dan satu orang Islam, lebih detailnya
akan dijelaskan dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.4
Kepala Desa Wonoasri Per periode
Tahun Menjabat Nama Agama
1945-1990 Purwo Admojo Kristen
1990-2008 Risad Nugroho Kristen
2008-2019 Syaiful Bahri Islam
Sumber: Wawancara dengan Harianto
Purwo Admojo adalah kepala desa pertama Desa Wonoasri pasca
41
pada masa penjajahan belanda, berlanjut pada masa penjajahan jepang
sampai masa orde baru. Kokohnya kekuasaan Purwo membuat
pengaruhnya di Desa Wonoasri sangat tinggi, sehingga hampir seumur
hidup Purwo mengabdikan dirinya sebagai kepala desa. Pengaruhnya
yang besar membuat pertumbuhan umat Kristen di Desa Wonoasri juga
ikut tumbuh, serta banyak perangkat desa yang beragama Kristen dalam
struktur pemerintahan beliau.
Setelah Purwo Admojo lengser dari jabatan kepala desa dan di
gantikan oleh cucunya yang notabennya beragama Kristen, yaitu Risad
Nugroho. Salah satu yang melatar belakangi jadinya Risad karena
pengaruh Purwo yang melekat dalam masyarakat Desa Wonoasri.
Meskipun demikian Risad juga banyak menarik simpati dari
orang Islam, dalam pemilihan kepala desa yang kedua Risad maju
kembali sebagai calon kepala desa dan umat Islam pun mengajukan
calonnya tetapi umat Islam terpecah menjadi beberapa. Hal ini bisa
terjadi karena umat Islam sendiri banyak yang maju menyalonkan
sebagai kepala desa sehingga suara menjadi pecah dan akhirsnya Risad
menang kembali dan memimpin Desa Wonoasri selama dua periode.
Pada tahun 2008 pemilihan kepala Desa Wonoasri memasuki
babak baru dimana pada pemilihan tersebut muncul kembali beberapa
calon yang siap memperebutkan kursi kepala desa, baik dari umat
Kristen maupun umat Islam banyak yang perpartisipasi dalam
42
Pada tahun 2008 ada 5 calon yang menjadi kontestan dalam
pemilihan kepala desa diantaranya dari umat Kristen yang mengirim 2
calonnya yang salah satu calonya adalah istri dari Risad, karena Risad
sendiri tidak dapat maju kembali karena sudah dua periode, serta dari
umat Islam mencalonkan 3 kadernya. Sehingga dalam pemilihan
tersebut banyak suara baik dari umat Kristen maupun Islam yang
terpecah sehingga isu keagamaan menjadi suatu yang sangat sensitif
pada waktu itu meskipun demikian akhirnya Syaiful Bahri keluar
menjadi pemenang pilkades 2008.
Ketika periode 2008-2013 kepala Desa Wonoasri dipimpin oleh
orang Islam dan menjadi satu-satunya dalam sejarah Desa Wonoasri
dipimpin oleh orang yang beragama Islam sehingga banyak
menimbulkan sedikit isu-isu antara umat Islam dan Kristen meskipun
dapat direda oleh kepala desa terpilih.
Pada pemilihan selanjutnya pada tahun 2013, pemilihan kepala
Desa Wonoasri mempertemukan dua entitas agama secara langsung
karena hanya dua calon yang mengikuti kontestasi pemilihan kepala
desa, yaitu dari kelompok Islam mengirimkan Syaiful kembali sebagai
pertahana dan dari kelompok Kristen mengajukan calon Junihari atau
lebih akrabnya dipangil Arie yang notabennya masih saudara dengan
43
B. Pemilihan Kepala Desa
Pemilihan kepala desa adalah proses pemilihan kepala
pemerintahan di tingkat Desa dimana pemilihan kepala desa menjadi
pesta demokrasi yang secara langsung berdampak kepada masyarakat,
meskipun banyak pesta demokrasi dari pelihan bupati, legislatif,
gubernur dan presiden, tetapi yang paling berasa adalah pemilihan kepala
Desa karena sangat bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Pemilihan kepala desa di Desa Wonoasri sebenarnya sudah
dilakukan beberapa kali, dimulai ketika tahun 1990 setelah Purwo turun
dari kursi kepala desa. Pemilihan kepala desa dilakukan dengan cara
masyarakat mencoblos secara langsung gambar buah-buahan atau
peralatan sehari-hari sebagai representasi dari calonnya.
Hasilnya Risad Nugroho mengantikan Purwo yang notabennya
adalah kakek dari Risad. Sehingga dinasti politik di Desa Wonoasri
mulai muncul, hal ini didasari karena mulai jaman dulu dipegang oleh
kepala desa Purwo yang memimpin hampir seumur hidupnya.
Pada periode tahun 2000 ada pemilihan kembali dimana banyak
calon baik dari Islam maupun Kristen yang mencalonkan diri sebagai
kepala desa, pada tahun ini Risad banyak mengalami kecaman dari
jemaah gereja karena lebih merapat kepada kelompok Islam, meskipun
demikian untuk kedua kalinya Risad memimpin Desa Wonoasri pada
44
Pada pemilihan kepala Desa tahun 2008, Risad tidak dapat meju
sebagai calon kembali tetapi giliran istrinya yang diajuakan manjadi
calon Kepala Desa sehingga dapat dilihat bahwa Risad ingin memastikan
dinasti politik di Desa Wonoasri. Meskipun demikian pertama kali dalam
sejarah Desa Wonoasri dipimpin oleh kepala Desa yang beragama Islam
yaitu Syaiful Bahri. Syaiful keluar sebagai pemenang dalam pemilihan
kepala Desa Wonoasri periode 2008-2013 dengan memperoleh suara
terbanyak.
Pada tahun 2013 pemilihan kepala Desa yang mempertemukan
dua entitas agama sangat begitu terasa karena mempertemukan secara
langsung, hal ini bisa di lihat dari calonnya yang berasal dari Islam ada
satu yaitu Syaiful dan yang dari Kristen ada satu yaitu Arie yang
notabennya masih cucu dari kepala desa Purwo sehingga bisa dilihat
kembali dari keluarga kepala desa masih ingin mencoba menguasai
pemerintahan desa kembali.
Dalam kontestasi pemilihan kepala desa pada tahun 2013 yang
melibatkan dua entitas agama besar di Desa Wonoasri kecamatan Grogol
Kabupaten kediri, antara kelompok Islam yang notabennya adalah kepala
desa pertahan serta satu-satunya kepala desa dalam sejarah Desa
Wonoasri yang beragama Islam. Membuat kelompok Islam berusaha
untuk memenangkan kembali dalam pemilihan kepala desa.
Begitu juga dengan kelompok Kristen yang diwakili oleh Arie
45
Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri yang memimpin hampir
seumur hidup, serta masih keponakan dari mantan kepala desa Risad yang
notabennya adalah kepala desa yang mengantikan kepala desa Purwo.
Sehingga secara kasat mata bisa dilihat adanya upaya untuk merebut
kembali kursi kepala Desa Wonoasri yang mulai tahun 2008 dipegang
oleh orang Islam, dengan berlatar belakang cucu dari kepala desa ini juga
menjadi bahan legitimasi dari kelompok Kristen untuk mengajukan Arie
dan memilih Arie untuk di jadikan Kepala desa. Karena menurut
pemaparan dari salah satu masyarakat yang beragama Kristen bahwa
menegemen Desa lebih bagus di pegang sama kepala desa Purwo, seperti
yang dikatakan Probo. “managemennyabagus Pak Purwo”3
Mengutip pernyataan Probo diatas secara ekplisit, bisa dianalisis
bahwa kepala Desa Wonaosri yang menjabat tahun 2008 sekaligus
adalah calon Kepala Desa pertahan dalam pemilihan kepala desa tahun
2013 yaitu Syaiful kurang baik dalam management Desa sehingga ada maksud tersembunyi dalam pernyataan beliau lebih baik memilih dari
calon satunya yaitu Arie yang secara langsung memiliki hubungan darah
dengan kepala desa Purwo.
1. Tahapan Pra Kampanye
pada pemilu 2013, dipertemukan dua calon yang calon
pertama adalah Junihari Listyo Nugroho alias Arie dan yang kedua
adalah Syaiful Bahri alias Syaiful. Dalam masa pra kampanye
46
panitia pemungutan suara menetapkan dua calon yang sah ikut
dalam pemilihan kepala Desa Wonaosri periode 2013-2019, hal ini
dinyatakan oleh salah satu informan Hariono selaku kaur keuangan
(bayan) Desa Wonoasri sekaligus panitia dalam pemilihan kepala desa tahun 2013:
“kami membuka pendaftaran kepala desa, sampai dengan waktu
yang telah ditentukan. Dari tanggal dibukanya pendaftaran sampai ditutupnya pendafataran calon kepala Desa Wonoasri, Cuma dua calon yang mendaftar dan dua-duanya lolos verifikasi data”4
Dari pernyataan di atas, Hariono menegaskan bahwa dari
ditetapkan dua calon yang masing-masing bisa dikatakan mewakili
kelompok identitas agamanya masing-masing.
2. Masa Kampanye
Dalam masa kampanye panitia penyelenggara pemilihan
kepala desa 2013, menetapkan DPT pemilihan kepala desa tahun
2013 serta memberikan himbauan kepala calon tentang peraturan
pemasangan baliho, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Hariono
yang menyatakan bahwa:
“kami dari panitia hanya memberikan sosialisasi tentang
pemasangan baliho saja, serta menghimbau kepada
47
masing calon melakukan kampanye dengan kondusif, serta kami menghimbau mentaati peraturan yang ditetapkan panitia”5
Dalam masa kampanye kedua calon memasang baliho
ditempat-tempat yang menurut calon kepala desa strategis, dalam
proses kampanye banyak yang hal yang dilakukan masing-masing
kandidat seperti membagikan sembako kepada masyarakat demi
mendapatan dukungan, hal ini sesuai dengan pernyataan Jauhari
yang menyatakan bahwa:
“...ketika sama-sama andom beras sama-sama 5kg, dari pihak Kristen nyrobot...”6
Dari kutipan wawancara di atas bisa disimpulkan memang
pada waktu kampanye baik dari calon Islam maupun dari calon
Kristen sama-sama membagikan sembako kepada masyarakat, hal
ini dilakukan karena untuk mencari dukungan masyarakat secara
penuh. Selain membagikan sembako masing-masing calon juga
open house di kediaman masing-masing selama masa kampanye, setiap hari melakukan jamuan kepada tamu yang datang.
Dalam masa kampanye ini muncul isu-isu tentang Identitas
agama berupa propaganda yang mengharuskan umat Islam harus
memilih kandidat dari Islam begitu juga dengan umat Kristen di
anjurkan memilih kandidat yang beragama Kristen,
gesekan-gesekan antar pendukung mewarnai dalam proses kampanye kepala
5 Hariono, wawancara, Balai Desa Wonoasri, 25 Januari 2017