PENGENTASAN KEMISKINAN PETANI MELALUI SEKOLAH LAPANG MOCAF DI DUSUN PULE DESA SUMURUP, KECAMATAN
BENDUNGAN, KABUPATEN TRENGGALEK (Pengorganisasian Petani dalam Pengelolahan Teknologi
Pasca Panen Singkong) SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)
Oleh :
RIZKYAH ISNAINI NIM.B72213062
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
PENGENTASAN KEMISKINAN PETANI MELALUI SEKOLAH LAPANG MOCAF DI DUSUN PULE DESA SUMURUP, KECAMATAN
BENDUNGAN, KABUPATEN TRENGGALEK (Pengorganisasian Petani dalam Pengelolahan Teknologi
Pasca Panen Singkong) SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)
Oleh :
RIZKYAH ISNAINI NIM.B72213062
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
ABSTRAK
Rizkyah Isnaini, B72213062, (2017) : PENGENTASAN PEMISKINAN PETANI MELALUI SEKOLAH LAPANG MOCAF DI DUSUN PULE, DESA SUMURUP, KECAMATAN BENDUNGAN, KABUPATEN TRENGGALEK (Pengorganisasian Petani dalam Pengelolahan Teknologi Pasca Panen Singkong)
Skripsi ini membahas tentang pengorganisasian petani singkong. Tujuan dari pengorganisasian ini untuk mengentaskan kemiskinan petani singkong dari berbagai faktor penyebab diantaranya rendahnya nilai jual singkong mentah, sehingga hasil yang didapatkan oleh para petani ini tidak sebanding dengan upaya yang telah dilakukannya, kurangnya keahlian petani dalam pengelolahan pasca panen singkong, kurangnya kesadaran serta faktor kebijakan pemerintah yang tidak mendukung petani lokal seperti kebijakan impor.
Pendekatan penelitian dan pendampingan ini menggunakan metode PAR
(Particpatory Action Research). PAR merupakan kolaboratif antara peneliti dengan komunitas untuk melakukan research bersama, merumuskan masalah, merencanakan tindakan, melakukan aksi secara berkesinambungan dan berkelanjutan. PAR dirancang memang untuk mengkonsep suatu perubahan dan melakukan perubahan terhadapnya. Peneliti ingin mengubah paradigma petani untuk mengelolah pasca panen singkong menjadi tepung mocaf, agar meningkatkan harga jual. Dalam prosesnya fasilitator, anggota Kelompok Wanita Tani, dan Dinas pertanian membuat kelompok belajar untuk mempermudah pengorganisasian dan riset bersama. Kelompok belajar tersebut bernama Sekolah Lapang Mocaf (SLM).
Melalui Sekolah Lapang Mocaf ini menghasilkan beberapa petani ahli. Petani yang ahli dalam berwirausaha kreatif, petani yang mampu meneliti mengorganisir, dan menganalisa masalah. Pelaksanaan uji coba pembuatan tepung mocaf merupakan media belajar petani. Hasil dari SLM ini dirasa lebih efektif ditandai dengan petani tidak lagi menjual singkongnya kepada pengepul. adanya peningkatan pesanan tepung mocaf, serta munculnya hasil temuan baru oleh petani dalam pembuatan mocaf tanpa enzim, dengan kegiatan sekolah lapang mocaf ini juga akan menciptakan suatu kedaulatan pangan.
DAFTAR ISI
COVER DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR BAGAN ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR TABEL ... xix
DAFTAR DIAGRAM ... xx
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Strategi Pemecahan Masalah dan Harapan ... 7
F. Sistematika Pembahasan ... 19
1. Kemiskinan Petani dalam Dilema Industri Pertanian di
Indonesia ... 23
2. Sekolah Lapang Menurut Perspektif Paulo Freire ... 27
3. Ekonomi Kreatif dalam Pengelolahan Teknologi Pasca Panen ... 38
4. Pengentasan Kemiskinan dalam Perpektif Islam ... 50
B. Penelitian Terkait ... 58
BAB III METODOLOGI PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF A. Metode Penelitian Pemberdayaan ... 60
1. Pendekatan PAR ... 60
2. Subjek Dampingan ... 62
3. Prosedur Penelitian dan Pendampingan ... 63
4. Teknik Pengumpulan Data ... 70
5. Teknik Validasi Data ... 73
6. Teknik Analisa Data... 75
B. Analisa Stakeholders... 77
BAB IV POTRET DESA SUMURUP YANG DISTEMPEL MENJADI DESA MANDIRI SE PULAU JAWA A. Gambaran Desa Sumurup ... 80
B. Pertanian Dusun Pule Desa Sumurup ... 84
C. Desa Yang digelontor Bantuan ... 93
BAB V MENYINGKAP DINAMIKA PEMISKINAN PETANI SINGKONG DESA SUMURUP
A. Masyarakat Kesulitan dalam Melawan Ketergantungan
Impor Gandum ... 100
B. Mulai Hilangnya Pangan Lokal ... 112
C. Kurangnya Kemampuan Petani dalam Pengelolahan Pasca
Panen Singkong ... 119
D. Kebijakan Pemerintah yang Tidak Mendukung Petani ... 123
BAB VI MENYATUKAN HATI MENYONGSONG HARI MENUJU PERUBAHAN
A. Proses Awal Pengorganisasian ... 127
1. Koordinasi dengan Pemeritah Desa dan Kecamatan ... ` 127
2. Melakukan Research dan Refleksi Bersama Petani... 132 B. Kelompok Wanita Tani Sebagai Motor Penggerak
Perubahan ... 135
C. Membangun Gagasan Bersama Petani Melalui Sekolah
Lapang Mocaf ... 137
D. Merencanakan Tindakan dan Penyediaan Media Eksperimen
Mocaf Bersama Petani ... 140
BAB VII MEMUPUK KEMANDIRIAN PETANI MELALUI SEKOLAH LAPANG MOCAF
1. Dinamika Proses Belajar Sekolah Lapang Mocaf ... 150
2. Uji Coba Pembuatan Tepung Mocaf Sebagai Media Belajar Petani ... 157
a. Uji Coba Sekolah Lapang Mocaf Ke-1... 157
b. Uji Coba Sekolah Lapang Mocaf Ke-2... 167
c. Uji Coba Sekolah Lapang Mocaf Ke-3... 173
d. Uji Coba Sekolah Lapang Mocaf Ke-4... 175
e. Uji Coba Sekolah Lapang Mocaf Ke-5... 178
f. Uji Coba Sekolah Lapang Mocaf Ke-6... 181
g. Uji Coba Sekolah Lapang Mocaf Ke-7... 183
B. Pelatihan Memasak Aneka Produk Olahan Berbahan Dasar Tepung Mocaf Sebagai Strategi Demonstrasi Petani ... 185
C. Munculnya Percaya Diri Petani Pasca diTerimanya Produk Tepung Mocaf ... 194
D. Merevitalisasi Kegiatan BUMDES Sebagai Upaya Peningkatan Kewirausahaan Petani Mocaf ... 198
BAB VIII GURATAN SENYUM MASYARAKAT DAN PETANI DESA SUMURUP A. Pengentasan Kemiskinan Petani Melalui Sekolah Lapang Mocaf ... 202
B. Mengorganisir Masyarakat Tidak Lepas dari Hambatan dan Tantangan ... 211
BAB IX PENUTUP
A. Kesimpulan ... 218
B. Rekomendasi ... 221
DAFTAR BAGAN
Bagan1.1 Analisa Pohon Masalah ... 8
Bagan 1.2 Analisa Pohon Harapan ... 16
Bagan 1.3 Kerangka Berfikir dalam Pemberdayaan Petani Singkong. 18
Bagan 4.1 Struktur Kepengurusan Kelompok Wanita Tani ... 96
Bagan 2.1 Kriteria Petani Ahli... 36
Bagan 2.2 Manfaat Ekonomi Kreatif ... 43
Bagan 4.1 Struktur Kepengurusan Kelompok Wanita Tani Bina Usaha 96
Bagan 8.1 Siklus Belajar Sekolah Lapang Mocaf ... 207
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Letak Desa Sumurup dari Peta Administrasi Kabupaten
Trenggalek ... 81
Gambar 4.2 Peta Desa Sumurup... 87
Gambar 4.3 Kegiatan Kelompok Wanita Tani ... 88
Gambar 4.4 Macam Usaha Kelompok Wanita Tani Bina Usaha ... 99
Gambar 5.1 Peta Temmatik Persebaran Rumah yang Memproduksi Singkong di Dusun Pule ... 118
Gambar 6.1 Koordinasi dengan Penyuluh Pertanian ... 129
Gambar 6.2 Proses Pelaksanaan FGD Bersama Masyarakat ... 134
Gambar 6.3 Fasilitator dan Kelompok Wanita Tani Berfoto Bersama .. 136
Gambar 6.4 Fasilitator dan Kelompok Wanita Tani Sedang Melakukan FGD ... 138
Gambar 6.5 Kunjungan di Pabrik Mocaf Kecamatan Karangan ... 142
Gambar 6.6 Lahan Penjemuran Chips Mocaf ... 149
Gambar 7.1 Petani dan Fasilitator sedang melakukan FGD ... 152
Gambar 7.2 Gambar Diskusi dan Presentasi Hasil Diskusi Kelompok .. 154
Gambar 7.3 Peserta Sekolah Lapang Sedang Melakukan Pengupasan dan Pemotongan Chips Singkong ... 159
Gambar 7.4 Proses Pencucian Chips Singkong ... ` 160
Gambar 7.6 Penjemuran Chips Singkong yang dilindungi Terpal
Karena Terkena Hujan ... 164
Gambar 7.7 Mulyono yang Sedang Membantu Proses Penggilingan Tepung Mocaf ... 166
Gambar 7.8 Gunyik dan Suratun yang Mendapat Tugas Mengupas Singkong ... 168
Gambar 7.9 Proses Pencucian Chips Singkong ... 169
Gambar 7.10 Fermentasi Chips Sigkong yang Menggunakan Enzim dan Tidak Menggunakan Enzim ... 170
Gambar 7.11 Suratun dan Gunyik Melakukan Proses Pengemasan Produk ... 171
Gambar 7.12 Suratun Sedang Menjemur Chips Singkong ... 172
Gambar 7.13 Kemasan Produk Tepung Mocaf ... 174
Gambar 7.14 Peserta Sekolah Lapang Melakukan Pemotongan Chips ... 175
Gambar 7.15 Proses Menghitung Laba dan Rugi dalam Usaha Tepung Mocaf ... 178
Gambar 7.16 Suratun Sedang Melakukan Pengamatan Proses Fermentasi ... 179
Gambar 7.17 Proses Pengemasan Tepung Mocaf ... 180
Gambar 7.18 Kemasan Terbaru Tepung Mocaf ... 181
Gambar 7.19 Proses Penjemuran Chips Mocaf di Hari Kedua ... 182
Gambar 7.21 Fasilitator Sedang Memberikan Wawasan Tentang Tepung
Mocaf ... 187
Gambar 7.22 Kegiatan Demo Memasak Roti Donat dari Tepung Mocaf 190
Gambar 7.24 Proses Penggorengan Roti Donat ... 191
Gambar 7.25 Melayani Konsumen Tepung Mocaf ... 197
Gambar 7.26 Fasilitator Sedang Melakukan Penggalian Data ... 200
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Analisa Stakeholder ... 78
Tabel 4.1 Pembagian Dukuh di Desa Sumurup ... 82
Tabel 4.2 Kalender Musim Pertanian Dusun Pule ... 89
Tabel 4.3 Daftar Nama Anggota Kelompok Wanita Tani Bina Usaha 97
Tabel 5.1 Analisa Usaha Tani Singkong ... 108
Tabel 5.2 Trend and Change Pola Pertanian Singkong ... 113
Tabel 7.1 Analisa Perhitungan Laba dan Rugi dalam Usaha Mocaf 176
Tabel 7.2 Resep Pembuatan Roti Donat dari Tepung Mocaf ... 189
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Prosentase Penduduk yang Merantau ... 83
Diagram 4.2 Keanekaragaman Pekerjaan Masyarakat ... 85
Diagram 4.3 Luas Lahan Perkebunan Berdasarkan Kepemilikan ... 92
Diagram 5.1 Tingkat Konsumsi Gandum di Indonesia ... 101
Diagram 5.2 Volume Impor Gandum Nasional Per-tahun ... 104
Diagram 5.3 Diagram Venn Tentang Pemiskinan Petani Singkong ... 116
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah
Tanaman singkong merupakan salah satu tanaman yang menjadi
komoditas pertanian yang ada di Indonesia. Selain ketersediaan lahan yang luas,
Indonesia juga memiliki iklim dan tanah yang tropis yang cocok untuk
mengembangkan komoditas singkong, terlebih tanaman ini mampu tumbuh di
dataran tinggi dan rendah tidak mengenal musim.2 Dari data Badan Pusat Statistik
menyebutkan bahwasanya produksi dari hasil pertanian singkong di Indonesia
mencapai 24,08 juta.3 Akan tetapi dengan lahan tanaman singkong yang luas dan
besar yang ada di Indonesia ini belum menjadi salah satu pangan alternatif yang
memiliki nilai harga jual yang tinggi.4 Sekilas mata memandang tanaman
singkong juga masih belum terlihat sebagai pangan yang efektif yang menjadi
pangan lokal untuk pengganti nasi.
Hal tersebut senada dengan yang dialami oleh petani Desa Sumurup,
Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek. Desa ini memiliki kawasan
wilayah seluas 7.241 ha/m2. Luas wilayah tersebut merupakan kawasan
persawahan yang dimiliki oleh petani Desa Sumurup. Pada tanah seluas 9.873
ha/m2 ini para petani menancapkan harapan menuai hasil bertani secara
maksimal.5 Lahan pertanian Desa Sumurup lebih luas jika dibandingkan dengan
2
Emil Salim, Mengelola Singkong Menjadi Tepung Mocaf, (Yogyakarta : Lily Publisher, 2011) Hal. 19
3
Sumber Data Badan Pusat Statistik 4
Wawancara dengan Sujito (Kasun Pojok), pada tanggal 29 Oktober 2016, pukul 10.00 WIB 5
2
kawasan pemukiman. Hal ini menunjukkan bahwasannya Desa Sumurup
merupakan desa yang banyak memproduksi hasil pertaniannya. Dalam satu tahun
para petani Desa Sumurup dapat memproduksi singkong sebanyak 661 ton pada
lahan sebesar 785 hektar.6
Namun terdapat permasalahan yang fundamental yang terjadi di Desa
Sumurup, hasil produksi singkong tersebut tidak memberikan keuntungan
ekonomi yang tinggi bagi para petani. Hal demikian disebabkan karena
menurunnya nilai jual singkong mentah yang awalnya mencapai Rp 1200 perkilo
sekarang turun menjadi Rp 500 perkilo. Dengan kondisi demikian membuat para
petani sangat merugi. Penurunan harga singkong sangat tidak menguntungkan
bagi para petani di Desa Sumurup, kenaikan harga akan stabil ketika tidak lagi
musim panen singkong dan ketika musim panen singkong harga menurun drastis.7
Para petani di Desa Sumurup menjual sebagian hasil panen singkongnya dalam
keadaan segar kepada pengepul, yang selanjutnya akan dikirim di luar desa
dengan harga Rp. 2500,- perkilo nya. Dengan demikian hasil perhitungan analisa
usaha tani singkong Desa Sumurup, para penghasilan para petani tidak sebanding
dengan biaya operasional pertaniannya seperti kebutuhan pupuk, pestisida, dan
biaya upah sewa buruh. Tanaman singkong di Desa Sumurup membutuhkan
pertisida dikarenakan terdapat hama tungau dan penyakit bercak daun, hal ini
membutuhkan untuk mengendalikan hama dan penyakit dalam singkong. Disisi
lain sebagian masyarakat juga mengkonsumsi dan menjual daun singkongnya di
6
Wawancara dengan Sujarni (Penyuluh Pertanian Kecamatan Bendungan), pada tanggal 5 November 2016, pukul 12.00 WIB
7
3
pasar. Problematika yang kedua adalah tentang kebijakan pemerintah dalam impor
gandum.
Petani yang bersentuhan langsung dengan kegiatan pertanian masih
banyak yang megalami kemiskinan, mereka adalah penyumbang angka
kemiskinan terbanyak di Indonesia. Dengan keadaan seperti itu menandakan
bahwa pertanian Indonesia saat ini mengalami penurunan yang bertanda gagalnya
pembangunan pertanian di Indonesia. Beberapa faktor yang mempengaruhi
kelemahan pembangunan pertanian di Indonesia antara lain adalah: Pengelolaan
hasil pasca panen, sarana dan prasarana, kepemilikan tanah, akses modal, tingkat
pendidikan, penguasaan teknologi, tingkat keterampilan dan sikap mental petani.8
Solusi untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh petani di Desa
Sumurup ini adalah dengan modifikasi singkong menjadi alternatif pengganti
tepung terigu atau yang sering di sebut dengan mocaf (modified cassava flaour).
Tepung mocaf adalah tepung yang dimodifikasi dengan perlakuan fermentasi dan
pengeringan. Dengan pengembangan usaha tepung mocaf ini para petani dapat
megurangi ketergantungan terhadap gandum impor sekaligus dapat menghemat
devisa. Tepung terigu yang banyak dijumpai dipasaran itu merupakan tepung
terigu impor yang berbahan baku gandum. Keunggulan tepung terigu dari bahan
baku singkong (Mocaf) dengan tepung terigu dengan bahan baku gandum
sangatlah baik kualitas dari tepung mocaf karena tepung terigu gandum terdapat
kandungan gluten yang menyebabkan adanya penyakit yang mengganggu organ tubuh seperti autisme, dll.
8
4
Tingginya permintaan produk tepung terigu dengan tidak diimbanginya
tingkat produksi tepung terigu nasional yang masih rendah sehingga
menyebabkan harga tepung terigu dirasakan oleh konsumen masih tinggi. Bahan
baku tepung terigu berasal dari gandum ketersediaannya ditentukan oleh produksi
pertanian gandum. Produksi gandum nasional belum mampu memenuhi total
permintaan dalam negeri sehingga dari tahun ke tahun terjadi peningkatan impor
gandum dari negara lain.9 Dari data yang dihimpun oleh Aptindo (Asosiasi
pengusaha tepung terigu Indonesia), bahwasanya dalam lima tahun terakhir ini
Indonesia mengimpor gandum sebanyak 20,2 Juta ton atau senilai Rp. 53 triliun.10
Kondisi demikian jika dibiarkan dalam kurun waktu yang panjang akan
mengancam keberlangsungan hidup masyarakat. Terlebih jika berbicara tentang
pemenuhan pangan khususnya dalam pemenuhan bahan baku tepung terigu.
Apabila produksi gandum dalam negeri mengalami penurunan dari waktu ke
waktu akan mengarah kepada semakin tingginya volume impor gandum. Dengan
demikian masyarakat akan semakin tergantung pada tepung terigu dari negara
lain. Hal ini akan menjadi sebuah dilema bagi Indonesia, antara proteksi atau
liberalisasi.
Salah satu cara meningkatkan pendapatan petani adalah dengan cara
melakukan diversifikasi usaha tani secara horizontal dan vertical. Diversifikasi
horizontal dilakukan dengan cara mengusahakan beberapa komoditi pertanian dengan tujuan memperkecil resiko kegagalan pada usahatani monokultur.
Sedangkan diversifikasi vertical merupakan upaya peningkatan nilai tambah usaha
9
Emil Salim, Mengelola Singkong Menjadi Tepung Mocaf. Hal. 4-6 10
5
tani melalui pengolahan produk-produk pertanian atau disebut juga dengan
agroindustri.11 Dengan teknologi yang sederhana sebagai upaya untuk melakukan
diversifikasi pangan dan dapat diterapkan oleh petani diharapkan dapat
meningkatkan nilai ekonomi ubi kayu sekaligus pendapatan (ekonomi) bagi para
petani di Desa Sumurup. Salah satunya dengan penerapan pengelolahan teknologi
pasca panen untuk mengelola singkong menjadi produk olahan yang bernilai
ekonomi tinggi dan mempunyai umur simpan yang lebih lama.12
Oleh karena itu peneliti bermaksud untuk mendampingi para petani di
Desa Sumurup dalam mengelola teknologi pasca panen singkong menjadi salah
satu alternatif produk pengganti tepung terigu yakni tepung mocaf yang dapat
bernilai jual tinggi. Sehingga pendapatan petani di Desa Sumurup dapat
bertambah. Dengan harapan program pendampingan ini, para petani di Desa
Sumurup terlibat secara langsung dan berperan aktif dalam program yang
dilaksanakan bersama melalui kesepakatan bersama.
B.Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan, muncul permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah proses terjadinya pemiskinan petani Singkong?
2. Bagaimana strategi pemberdayaan para petani singkong dalam menciptakan
kemandirian petani?
3. Bagaimana tingkat keberhasilan Sekolah Lapang Mocaf sebagai upaya
pengetasan kemiskinan petani singkong di Desa Sumurup?
11 Gumoyo Mumpungningsih, “
Nilai Tambah dan Penerimaan Pengolahan Keripik Singkong di Malang” dalam Jurnal TROPIKA, Vol. 18 No. 2 ( Malang:UNMU Malang, 2010). Hal. 184 12
6
C. Tujuan Penelitian
Sedangkan tujuan dalam pemberdayaan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui faktor penyebab pemiskinan petani di Desa Sumurup.
2. Untuk mengetahui strategi pemberdayaan para petani singkong dalam
menciptakan kemandirian petani.
3. Untuk mengetahui tingkat Keberhasilan Sekolah Lapang Mocaf sebagai upaya
pengetasan kemiskinan petani singkong di Desa Sumurup.
D.Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian di atas maka penelitian ini diharapkan memiliki
manfaat dalam beberapa hal sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
a. Sebagai tambahan referensi tentang pengetahuan yang berkaitan dengan
program studi Pengembangan Masyarakat Islam.
b. Sebagai tugas akhir perkuliahan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi
program studi Pengembangan Masyarakat Islam, Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel Surabaya.
2. Secara Praktis
a. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan awal informasi penelitian yang
sejenis
b. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi
mengenai sekolah lapang mocaf sebagai upaya dalam memecahkan
masalah pengentasan kemiskinan petani dengan mengembangkan
7
E. Strategi Pemecahan Masalah dan Harapan
Dalam rencana fokus pemberdayaan kali ini diarahkan menjadi satu
sistem yang di dalamnya terdapat partisipasi petani. Sehingga petani merupakan
aktor utama atau subyek utama dalam merubah kondisi permasalahan yang
dihadapinya. Suatu kemandirian yang utuh adalah tujuan dari upaya
pemberdayaan petani yang berada di Desa Sumurup. Kemandirian petani untuk
melanjutkan pertahanan pangannya dari ancaman kemiskinan dan juga
kelangkaan pangan. Petani yang mempunyai kemandirian akan mampu
mempunyai self confidence (kepercayaan diri).
Petani mampu mengolah hasil pertanianya secara maksimal. Rasa percaya
diri meneruskan warisan nenek moyang sebagai petani akan selalu ada pada titik
nadi kehidupan petani. Bertani menjadi sumber mencari pendapatan yang utama
bagi masyarakat. Berikut ini adalah fokus penelitian dan pemberdayaan yang
digambarkan dalam analisis pohon masalah tentang proses pemiskinan petani
8
Bagan 1.1
Analisis Pohon Masalah tentang Proses Pemiskinan Petani di Desa Sumurup
Dari paparan analisis pohon masalah di atas, permasalahan yang inti pada
sektor pertanian Desa Sumurup adalah terjadinya proses pemiskinan petani Proses Terjadinya Pemiskinan Petani Singkong yang ada di Desa Sumurup
Terancamnya energi pangan lokal Petani akan semakinMerugi Ketergantungan terhadap pangan lokal dari luar
Petani belum mempunyai skill
dalam pengelolahan teknologi pasca panen singkong
Belum efektifnya lembaga kelompok tani
dalam menciptakan kemandirian petani dalam mengelola hasil
pertaniannya Belum terbentuknya BUMDES dalam mendukung kegiatan ini Belum adanya akses pasar bagi petani singkong Belum ada pelatihan dalam pengelolahan teknologi pasca panen singkong
Belum ada inisiatif dari masyarakat
Belum ada yang mengadvokasi tentang peraturan
tersebut
Belum ada yang memfasilitasi
Belum ada yang memfasilitasi dalam pelatihan
pengelolahan teknologi pasca panen singkong
Belum ada yang mengorganisir
masyarakat
Belum ada yang memfasilitasi proses advokasi
Belum ada yang mengorganisir
9
singkong. Kondisi demikian pasti akan menimbulkan dampak negatif pada petani.
Pada analisis pohon masalah diatas, terdapat empat dampak yang ditimbulkan dari
proses terjadinya pemiskinan petani Singkong. Dampak yang ditimbulkan akibat
dari melemahnya ketahanan pangan petani adalah sebagai berikut :
a) Ketergantungan terhadap pangan lokal dari luar. Pangan yang melemah akan
menghancurkan seluruh produksi pangan masyarakat. Sehingga produktivitas
pangan domestik yang selama ini menjadi penyangga pangan masyarakat akan
kesulitan mencari jalan keluar untuk memenuhinya. Pada saat ini yang terjadi
pada negara adalah pemenuhan segala macam pangan berasal dari bahan
impor. Seperti halnya permasalahan impor gandum di Indonesia, tingginya
tingkat konsumsi masyarakat terhadap gandum, sedangkan produksi gandum
nasional sangat relatif rendah, sehingga menyebabkan terjadinya impor.
b) Terancamnya energi pangan lokal masyarakat. Sumber energi pangan lokal
adalah salah satu akar penghidupan pengganti nasi. Namun saat ini
masyarakat menganggap pangan lokal, seperti singkong, sudah bukan style
makanan yang tinggi. Dengan demikian sedikit demi sedikit pangan lokal
akan menghilang. Energi pangan ini jika semakin melemah secara otomatis
kualitas kehidupan masyarakat akan mengalami penurunan. Ancaman yang
terjadi adalah pangan akan mendekati angka semakin menurun kuantitasnya.
c) Petani akan merugi. Petani akan semakin merugi yang disebabkan oleh
tingginya pengeluaran pertanian yang sangat tinggi dan sedangkan hasil dari
pertaniannya tidak sebanding dengan pengeluaran petani. Dengan demikian
10
merugi juga disebabkan oleh anjloknya nilai jual hasil pertanian pada musim
panen.
Adapun penyebab dari pemiskinan petani di Desa Sumurup adalah empat
macam, sebagai berikut :
1. Kurangnya Keahlian Petani dalam Pengelolahan Teknologi Pascapanen
Singkong
Rendahnya nilai jual singkong mentah sangat lah merugikan para petani di
Desa Sumurup. dengan rendahnnya harga jual singkong tersebut membuat para
petani sedikit demi sedikit untuk meninggalkan menanam tanaman pangan lokal
ini. Untuk memecahkan permasalahan tersebut maka perlu adanya kemampuan
atau keahlian petani dalam mengelola hasil pertaniannya menjadi barang yang
siap untuk dipasarkan dengan nilai jual yang tinggi. Pengelolahan teknologi pasca
panen merupakan sebuah tindakan yang dimulai dengan pemungutan hasil bumi
lalu kemudian diolah dengan cara tertentu hingga sampai tahap siap dipasarkan.
Dengan pengelolahan teknologi pasca panen ini akan menambah daya kreatifitas
para petani untuk mengembangkan hasil pertaniannya.
Mayoritas para petani singkong di Desa Sumurup seringkali menjual
singkong segar kepada pengepul dengan harga yang sangat murah yakni Rp 500
perkilogramnya. Tentunya dengan harga jual sekian, sangat tidak sesuai dengan
biaya operasional yang dikeluarkan oleh para petani untuk kebutuhan
pertaniannya. Dengan adanya kegiatan pengelolahan teknologi pasca panen ini
maka akan membangun sebuah pertanian yang berkelanjutan. Dimana kegiatan
11
pengelolahan hasil panennya untuk menjadi barang yang bernilai jual tinggi.
Kemudian hasil dari pengelolahan teknologi pasca panennya seperti kulit dan
ampas bias dijadikan sebagai salah sartu alternatif pakan ternak sapi dan kambing.
Begitu juga dengan kotoran hewan ternak sangatlah bermanfaat bagi pupuk yang
ramah lingkungan yang sangatlah bermanfaat bagi tanah. Sehingga kegiatan
petani akan berkelanjutan.
2. Belum Efektifnya Lembaga Kelompok Tani dalam Menciptakan Kemandirian
Petani
Kelompok tani merupakan organisasi yang bersentuhan langsung dengan
para petani, untuk menyelesaikan problema yang dialami oleh petani singkong,
serta sebagai wadah untuk berdiskusi tentang pengolahan pertanian yang baik,
benar dan berkelanjutan. Kelompok tani menjadi sebuah wadah menyatukan
aspirasi para anggota atau petani di Desa Sumurup untuk mencapai tujuan secara
bersama-sama sehingga akan terwujudnya kemandirian petani dalam berbagai
aspek.
Namun kegiatan kelompok wanita tani selama ini, hanya berfokus pada
kegiatan arisan dan penyaluran subsidi pupuk. Dengan demikian kegiatan
kelompok wanita tani tidaklah memberikan perubahan bagi kehidupan para
petani. Maka perlu adanya kegiatan advokasi untuk merevitalisasi kegiatan
kelompok wanita tani, sehingga tidak terlalu monoton. Dengan membuat kegiatan
belajar bersama tentang permasalahan yang terjadi pada pertaniannya kemudian
12
3. Belum Terdapat Kebijakan Pemerintah Desa dalam Mendukung Kegiatan
Kewirausahaan Petani
Peraturan desa juga sangat penting belum adanya peraturan pemerintah
Desa yang mendukung terciptanya kemandirian petani dalam mengelola hasil
panennya. Sehingga mengakibatkan para petani terus menerus mengalami
kemerosotan dalam penghasilan atau pendapatan dari pertaniannya, lama
kelamaan petani akan mengalami kemiskinan karena masih bergantung dengan
orang lain dalam hal pengelolahan pertanian, hingga pemasaran hasil produksi
pertaniannya. Sehingga belum ada kendali atau kontrol ketika adanya
permasalahan tentang kemrosotan swasembada pangan, lahan pertanian semakin
lama semakin tidak produktif, hingga para petani memilih untuk menjual lahan
pertaniannya tersebut.
Dengan tersebut, maka perlu adanya advokasi tentang kebijakan desa yang
mendukung terciptanya kemandirian petani di Desa Sumurup ini dan untuk
meminimalisir terjadinya kemiskinan petani dan juga berdampak pada hilangnya
swasembada tanaman pangan lokal. Maka perlu ada yang memfasilitasi tentang
proses advokasi. Maka perlu lembaga atau seseorang yang ahli dalam advokasi,
yakni seseorang yang mempunyai legitimasi yang kuat, mampu membangun
aliensi dengan kelompok yang lain, mampu menjangkau tokoh atau massa, dan
seseorang yang mampu dalam proses advokasi. Sehingga dengan tersebut maka
masyarakat mempunyai bekal dalam mengadvokasi hukum atau kebijakan
13
4. Belum Adanya Akses Pasar Bagi Petani Singkong
Petani selama ini hanya didik untuk memproduksi pertanian secara terus
menerus, tanpa didik untuk mengakses pasar untuk menjual hasil pertaniannya.
Dengan demikian para petani terbiasa menjual hasil pertaniannya kepada
pengepul. Permasalahan pertanian semakin kompleks yang dirasakan oleh petani
Sumurup ini, memberikan dampak yang tidak menguntungkan bagi petani. Dalam
analisa usaha tani di Desa Sumurup ini menunjukkan bahwa hasil pendapatan
yang diperoleh oleh petani tidaklah sebanding dengan apa yang telah dilakukan.
Dengan demikian, akan mengakibatkan menurunnya kesejahteraan petani
Sumurup dalam mengembangkan usaha taninya.
Turunnya harga jual singkong mentah menjadi hal yang tidak bisa ditolak
oleh para petani Sumurup. Berapapun harga jual singkong yang ditetapkan, petani
akan tetap menjualnya, karena untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya petani
tidak punya pilihan lain selain menjualnya. Hal ini dilakukan karena selama ini
belum ada lembaga ataupun wadah bagi para petani singkong untuk bisa
mengembangkan usaha dalam mengelola hasil panen nya. Jenis lembaga
pengembangan usaha kecil menengah memang telah ada di Kabupaten, namun
petani Desa Sumurup masih belum bisa mengakses keberadaan dan pelayanan
dari lembaga tersebut.13
Seringkali petani singkong yang ada di Desa Sumurup menjual
singkongnya secara langsung kepada pengepul. Namun harga singkong disaat
13
14
musim panen singkong sangat murah hingga Rp 300 perkilogramnya. Hal ini
terjadi karena petani belum mempunya akses pasar untuk memasarkan hasil
panennya. Kesadaran yang dimiliki petani singkong atas keberadaan pengepul
menjadikan para petani lebih bergantung pada orang lain tanpa memperhatikan
dampak negatifnya yaitu meruginya hasil pasca panen yang dimilikinya. Oleh
sebab itu, agar dapat mengurangi ketergantungan yang dialami oleh petani
singkong maka sangat perlu adanya inovasi dalam memanfaatkan potensi besar
yang dimiliki oleh masyarakat Sumurup. Berikut penjelasan bentuk
ketergantungan yang tidak menguntungkan bagi petani singkong yaitu pada waktu
panen singkong, petani menjual pada pengepul dengan harga Rp 500,-
perkilogramnya selanjutnya oleh pengepul di pasaran dijual dengan harga
Rp.2500,- perkilonya selisih yang cukup banyak bagi para petani. Sehingga
petani singkong kehilangan hampir 80% harga jual apabila menjualnya langsung
kepada pengepul.
Akan tetapi hal tersebut di atas terasa tidak mungkin karena pengepul
selalu mempermainkan harga di tingkat bawah. Dan apabila petani singkong bisa
memanfaatkannya untuk diolah dengan cara difermentasi dan dikeringkan untuk
dijadikan sebagai alternatif pengganti tepung terigu yang kualitasnya lebih bagus
maka harga pasarnya biasa mencapai Rp 5500,- perkilogramnya. Dengan asumsi 3
kilogram singkong mentah menjadi 1 kilogram tepung mocaf maka keuntungan
yang diraih oleh petani adalah Rp 3500 perkilogramnya jumlah tersebut belum
15
banyak ketrampilan dalam mengelola singkong pasca panen maka hasil panen
tersebut akan menambah pendapatan petani.
Keempat faktor tersebut yang menjadi penyebab utama mengapa
kemiskinan petani di Desa Sumurup terjadi. Permasalahan tersebut masih belum
ada inisiasi masyarakat atau lembaga pemerintahan untuk mengatasinya.
Seharusnya setiap persoalan harus diselesaikan dan dicari titik poin
permasalahannya, pada uraian ini akan dijelaskan beberapa langkah yang
dilakukan oleh peneliti atau tim pendamping sebagai langkah untuk mencari dan
memberikan solusi terhadap permasalahan yang sedang menimpa petani di Desa
Sumurup. Untuk mempermudah membuat suatu rencana program maka peneliti
menggunakan teknik Hirarchi Analisa Tujuan atau yang sering disebut dengan
16
Bagan 1.2
Analisis Pohon Harapan Tentang Menurunnya Tingkat Kemiskinan Petani
Singkong Desa Sumurup
Menurunnya Tingkat Kemiskinan Petani Singkong di Desa Sumurup
Terjaganya energi pangan masyarakat
Petani tidak merugi
Adanya Kemandirian Pemenuhan Pangan dari
Lokal
Petani belum mempunyai skill
dalam pengelolahan teknologi pasca panen singkong
Belum efektifnya lembaga kelompok tani
dalam menciptakan kemandirian petani dalam mengelola hasil
pertaniannya Belum terbentuknya BUMDES dalam mendukung kegiatan ini Belum adanya akses pasar bagi petani singkong Belum ada pelatihan dalam pengelolahan teknologi pasca panen singkong
Belum ada inisiatif dari masyarakat
Belum ada yang mengadvokasi tentang peraturan
tersebut
Belum ada yang memfasilitasi
Belum ada yang memfasilitasi dalam pelatihan
pengelolahan teknologi pasca panen singkong
Belum ada yang mengorganisir
masyarakat
Belum ada yang memfasilitasi proses advokasi
Belum ada yang mengorganisir
17
Berdasarkan problematika yang terjadi maka akan diuraikan
tujuan-tujuannya sebagai berikut. Tujuan inti dari riset pendampingan ini adalah untuk
menurunkan tingkat kemiskinan petani singkong di Desa Sumurup. Tujuan inti ini
ditunjang oleh tujuan-tujuan utama yang lainnya. Faktor yang diperlukan untuk
mencapai tujuan utama adalah adanya yang mengorganisir petani agar ada yang
menginisiasi untuk melakukan kerjasama dengan peraturan pemerintah desa
dalam mendukung kegiatan yang sangat membangun dalam kemajuan desa yakni
mengelola teknologi pascapanen singkong menjadi tepung mocaf.
Faktor penunjang yang kedua adalah adanya kegiatan uji coba atau
eksperimen dalam mengelola teknologi pasca panen singkong menjadi produk
alternatif pengganti tepung terigu dari gandum yakni tepung mocaf. Tujuan dari
hal tersebut agar para petani ini mampu dalam menciptakan usaha kreatif pasca
panen sehingga akan membangun kemandirian petani serta meningkatkan
kesejahteraan petani. Faktor penunjang yang ketiga adalah adanya pendidikan dan
praktik-praktik kewirausahaan untuk para petani mocaf. Sehingga para petani
singkong di Desa sumurup akan menjadi petani yang ahli dalam berwirausaha
kreatif. Jika skill atau keahlian dan pengetahuan petani sudah terbentuk secara maksimal maka usaha pun bisa menjadi maksimal dan pendapatan para petani di
Desa Sumurup pun bertambah. Faktor yang ke empat adalah terbentuknya suatu
lembaga atau wadah bagi para petani yang bertujuan sebagai wadah untuk
bertukar pikiran untuk mengembangkan usaha tepung mocaf yang berkelanjutan.
Jadi apabila tujuan ini teralisasikan maka meraka akan menjadi petani yang
18
hasil produksi panennya. Untuk lebih jelas mendeskripsikan alur pikiran peneliti.
Berikut adalah kerangka berfikir dalam penelitian ini :
Bagan 1.3
Kerangka Berfikir dalam Pemberdayaan Petani Singkong Desa Sumurup
Berangkat dari kerangka berfikir di atas, maka akan menjadikan proses
aksi pendampingan mayarakat ini akan jelas dan terarah. Mulai dari masalah
kemudian proses yang dilakukan sampai hasil yang akan dicapai bersama-sama
mencapai suatu perubahan. Ditambah lagi dengan harapan sebagai rencana tindak
Masalah Harapan Proses Hasil
1. Petani belum mempunyai skill dalam pengelolahan pascapanen singkong. 2.Belum efektifnya lembaga dalam mewujudkan kemadirian petani
3. Belum adanya peraturan desa UU No 6 Tahun 2014 tentang
terbentuknya BUMDES
4. Petani tidak memiliki akses pasar Sekolah Lapang Mocaf (Pendidikan, Pelatihan, Research, Uji Coba, Diskusi Bersama) sasaran pendampingan dilakukan bersama Kelompok wanita
tani “Bina Usaha”
Dusun Pule Dengan kurikulum uji coba membuat mocaf dan penerapan teknik kewirausahaan Dan pembentukan peraturan desa UU No 6 Tahun 2014
oleh pemerintah Desa Sumurup
1. Kelompok wanita tani mulai menjadi penggerak dalam mengelola pasca panen singkongnya 2. Kelompok wanita tani menjadi pusat belajar bagi Masyarakat Desa Sumurup 3. Munculnya Petani Ahli 4. BUMDES sebagai pendukung keberlanjutan usaha mocaf 1. Petani
mempunyai skill
dalam pengelolahan pasca panen singkong
2. Efektifnya lembaga dalam mewujudkan kemadirian petani
19
lanjut aksi yang akan dilakukan ketika hasil dari kegiatan yang akan dilakukan
tidak berjalan secara maksimal.
F. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Pada Bab ini peneliti membahas tentang pendahuluan. Dimana
dalam Bab I ini akan dijelaskan mengenai latar belakang
penulisan skripsi. Termasuk juga fokus penelitian dan
pemberdayaan, tujuan penelitian dan pemberdayaan, dan juga
sistematika pembahasan Bab per Bab dari skripsi.
BAB II : KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERKAIT
Pada bab ini peneliti membahas tentang teori yang relevan dengan
permasalahan yang menjadi tema penelitian yang diangkat.
Terutama masalah tentang kemiskinan petani dalam Industri
pertanian di Indonesia, penanganan untuk mendampingi
pengentasan kemiskinan petani dengan alternatif pendidikan
informal yang dikemas dalam Sekolah Lapang menurut
pandangan Paulo Freire. Teori dan Praktik ekonomi kreatif dalam
pengelolahan teknologi pasca panen singkong. Serta juga
kaitannya dengan islam dalam pegentasan kemiskinan.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF
Pada bab ini peneliti membahas tentang metode penelitian dan
pemberdayaan komunitas, akan tetapi aksi yang dilakukan
20
bersama-sama masyarakat secara participatory. Prinsip-prinsip penelitian, langkah-langkah penelitian, dan juga pihak-pihak yang
terkait dengan pemberdayaan yang dilakukan.
BAB IV : POTRET DESA SUMURUP YANG DISTEMPEL MENJADI
DESA MANDIRI SE PULAU JAWA
Peneliti membahas tentang gambaran umum lokasi riset
dampingan. Dalam bab ini dijelaskan tentang profil Desa
Sumurup secara geografis, menjelaskan tentang pertanian yang
menjadi sektor utama penopang perekonomian masyarakat Desa
Sumurup, gambaran desa yang sedang digelontorkan bantuan,
serta sekilas profil tentang kelompok wanita tani
BAB V : MENYINGKAP FAKTA KEMISKINAN PETANI
SINGKONG DESA SUMURUP
Membahas tentang analisa situasi problematik yang terjadi di
Desa Sumurup, meliputi perubahan pertanian di Desa Sumurup
yang disebabkan oleh rendahnya niali jual singkong mentah serta
kebijakan pemerintah yang tidak mendukung terbentuknya petani
yang sejahtera dan mandiri dan juga menjelaskan tentang
bagaimana analisa ketahanan pangan yang ada di Desa Sumurup.
BAB VI :MENYATUKAN HATI MENYONGSONG HARI MENUJU
PERUBAHAN
Dalam bab ini,peneliti akan membahas tentang dinamika proses
21
menjawab masalah berdasarkan analisis inti masalah yang telah
disajikan dalam Bab V. Ada beberapa sub bahasan, diantaranya
adalah pendidikan informal untuk petani yakni sekolah lapang
mocaf, pelatihan dalam pengelolahan teknologi pasca panen
singkong serta adanya perencanaan pembentukan BUMDES
(Badan Usaha Milik Desa) berdasarkan UU No.6 Tahun 2014 ke
pemerintah desa. Sebagaian dari aksi nyata yang akan terencana
dalam tahapan metode penelitian social Participatory Action Research (PAR).
BAB VII :MEMUPUK KEMANDIRIAN PETANI MELALUI SEKOLAH
LAPANG MOCAF
Pada bab ini peneliti akan menyajikan bagaimana proses aksi
yang telah dilakukan oleh peneliti, serta menjawab keberhasilan
atas aksi mendirikan sekolah lapang mocaf ini yang didalam nya
mengajarkan petani ahli dalam pengelolahan teknologi pasca
panen singkong. Proses sekolah lapang yang dijalankan,
kurikulum dan pendidikan untuk para petani dengan Sekolah
Lapang Mocaf.
BAB VIII : GURATAN SENYUM MASYARAKAT DAN PETANI DESA
SUMURUP
Pada bab ini peneliti akan membahas tentang refleksi dari hasil
penelitian dan pengorganisasian petani di Desa Sumurup dari
22
ilmu. Pentingnya ilmu pemberdayaan masyarakat pada konteks
sekarang ini. Pentingnya pengorganisasian petani dalam
menciptakan kemandirian dan kesejahteraan petani. Serta juga
diceritakan beberapa catatan peneliti pada saat penelitian
mendampingi sekolah lapang mocaf sebagai bagian dari aksi
nyata melalui metode penelitian partisipatif.
BAB IX : PENUTUP
Pada bab yang terakhir ini peneliti membuat kesimpulan yang
bertujuan utuk menjawab dari rumusan masalah, dari proses
pemiskinan petani yang terjadi di Desa Sumurup ini. Dan juga
pola strategi pemecahan permasalahan yang dialami oleh petani
yang ada di Desa Sumurup melalui alternatif pendidikan informal
yakni sekolah lapang mocaf dan juga keberhasilan dari sekolah
lapang secara ringkas. Peneliti juga membuat saran-saran kepada
beberapa pihak yang semoga nantinya peneliti berharap dapat
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERKAIT A. Kajian Teori
1. Kemiskinan Petani dalam Dilema Industri Pertanian di Indonesia
Dalam era-globalisasi, kebutuhan manusia sangat kompleks. Apalagi jika
dalam kasus mengenai pangan. Pemenuhan kebutuhan pangan sangat diperhatikan
oleh semua pihak. Kemandirian sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
pangan yang ada dalam komunitas. Tidak menggantungkan diri kepada pihak lain
untuk memenuhi pangan, seperti kebijakan impor. Seharusnya, negara lebih
percaya kepada petani dalam negeri untuk menanam tanaman pangan di lahannya
sendiri. Selama orde baru, kebijakan bagi bahan pangan lain selain beras tidak
dirancang dan digarap secara serius. Kesulitan produksi selama orde lama dan
paroh pertama orde baru dapat dipecahkan dengan modernisasi pertanian yang
dikenal dengan revolusi hijau. Namun, revolusi hijau hanya bisa memecahkan
sebagian dari persoalan ketahanan pangan, sementara persoalan distribusinya
masih menjadi pekerjaan rumah yang tidak kunjung terselesaikan, bahkan hingga
saat ini.
Salah satunya terkait dengan persoalan industrialisasi pedesaan dan
pemberdayaan ekonomi petani. Dampak dari model pembangunan yang
menggunakan pendekatan top down telah melahirkan ketimpangan yang sangat tajam, yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Berbicara tentang
24
secara ekonomi, politik, sosial, budaya di Indonesia. Kemiskinan terbesar ditemui
di pedesaan.
Kemiskinan dan marginalisasi petani di pedesaan disebabkan karena
kebijakan pemerintah tentang pembangunan pertanian dan pedesaan yang kurang
berpihak pada petani dan komunitas desa.14 Ini artinya, kemiskinan dan
marginalisasi petani disebabkan karena faktor struktural. Di era orde baru bahkan
sampai era kabinet Indonesia Bersatu ini (Presiden Susilo Bambang Yudoyono)
menekankan pembangunan nasional masih berorientasi pada pembangunan
manufaktur dan industri yang ada di perkotaan. Pembangunan pertanian hanya
difokuskan pada upaya pencapaian peningkatan produksi pertanian guna
mencapai swasembada beras. Orientasi kebijakan yang demikian, jelas
menempatkan petani dan sektor pertanian hanya menjadi obyek pembangunan.
Menurut Erani Yustika, marginalisasi pembangunan sektor pertanian
selama 32 tahun telah menempatkan para pelaku di sektor pertanian (petani)
dalam kondisi terpuruk. Masalah-masalah yang serius dihadapi dalam sektor
pertanian semakin bertambah seperti kepemilikan lahan yang semakin mengecil,
akses terhadap input pertanian yang semakin mahal, biaya transakasi yang terus
melambung dan kelembagaan ekonomi yang tidak pernah berpihak kepada
petani.15
Dalam konteks ini, Soetomo menyimbolisasikan petani sebagai manusia
yang selalu kalah. Hal ini disebabkan karena faktor alam, Terbentuknya
masyarakat dan lembaga beserta sistem kekuasaan dan politik yang ada di
14
Bagong Suyanto, “Perangkap Kemiskinan, Problematika dan Strategi Pengentasannya”, (Yogyakarta: Aditya Media, 2001), Hal. 15
15
25
dalamnya serta adanya ilmu pengetahuan dan teknologi. Kondisi ini menjadikan
petani berada dalam situasi ketidakberdayaan yang melembaga, sehingga
menimbulkan budaya kemiskinan (culture of poverty). Ketidakberdayaan petani ini, disebabkan karena petani merupakan kelompok marginal, pilihan-pilihan yang
ada dari petani ditentukan oleh pihak-pihak di luar petani, minimnya jaringan
informasi yang dimiliki oleh petani (sebagai akibat dari keterbatasan kognitif
petani), sistem transportasi yang belum memadai, perbedaan kultur serta posisi
inferior dalam interaksi pasar.16
Keberadaan sektor pertanian dalam pembangunan Menurut Didin S
Damanhuri, dimaksudkan sebagai penyangga suksesnya pembangunan industri
manufaktur. Ini artinya, sektor pertanian dimarginalkan secara struktural, karena
kebijakan yang digulirkan oleh pemerintah tidak berpihak pada sektor pertanian.
Industrialisasi yang dijalankan tidak melibatkan sektor pertanian sebagai pelaku
utama. Mayoritas tenaga kerja yang terserap dalam sektor pertanian hanya
mendapatkan tingkat kemakmuran yang subsisten.17
Kebijakan pemerintah tentang impor dari berbagai produk hasil pertanian,
merupakan kebijakan yang tidak pro pada petani. Kebijakan impor ini semakin
leluasa, ketika Indonesia yang tergabung dalam negara ASEAN meratifikasi
perjanjian kerjasama dengan Cina dalam perjanjian ACFTA dimana berbagai
produk pertanian dari negara tirai bambu itu bebas masuk ke ASEAN, termasuk
ke Indonesia. Serbuan berbagai produk pertanian dari Cina dan negara-nagara
16
Greg Soetomo, “Kekalahan Manusia Petani”, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), Hal. 63 17
26
ASEAN sendiri kini sudah sangat terasa menekan harga produk pertanian di
Indonesia.18
Kebijakan yang sedemikian itu sungguh tidak memberikan dampak yang
baik bagi kehidupan para petani, justru petani semakin lama semakin miskin yang
disebabkan dengan adanya kebijakan-kebijakan yang sama sekali tidak
mendukung petani lokal.Begitu juga dengan permasalahan tentang pertanian
kimia muncul dari program warisan masa orde baru. Para petani telah teracuni
oleh kebijakan revolusi hijau yang berawal dari tahun keperintahan orde baru.
Awal tahun 1966 para petani mendapat perintah dari komando pemerintah saat itu
adalah Presiden Soeharto untuk meningkatkan produksi pangan dengan drastis.
Indonesia berhasil dengan swasembada berasnya. Akan tetapi, belum mampu
menekan angka impor pangan. Selain itu, berselang lama sekitar 10 tahun
kemudian para petani mulai merasakan imbas dari resep revolusi hijau tersebut.
Pada tahun itu juga pemerintah Indonesia menandatangani kontrak dengan
perusahaan kimia dari pertanian Swiss.
Program kerja yang direalisasikan adalah dengan membuat percobaan
aplikasi kimia atas lahan 30.000 ha sawah ditanami bibit unggul di Sulawesi
Selatan.19 Para petani tidak dapat lepas dari sugesti penggunaan pupuk kimia.
Kebijakan pemerintah juga gencar mengubah koridor pertanian menjadi proyek
besar untuk menjadi sebuah agroindustri. Ekosistem menjadi komoditi tingkat atas
18
Marfin lawalata, Petani Identik dengan Kemiskinan, diakses dari http://jikti.bakti.or.id/updates/petani-identik-dengan-kemiskinan, pada tanggal 02 Maret 2017 pukul 13.37
19
27
pada reformasi kali ini. Petani tidak mampu mengubah sejarah yang sudah
mendarah daging dalam catatan dimasa orde baru.
Dengan demikian pemilihan model kebijakan industrialisasi pertanian di
pedesaan disatu sisi memang pertumbuhan ekonomi nasional meningkat tajam,
namun di sisi lain membuat ketimpangan yang sangat mencolok, terutama di
sektor pertanian. Kondisi industrialisasi pertanian, dalam hal ini sektor pertanian
telah mengalami marginalitas akibat kebijakan-kebijakan negara yang tidak berpihak pada petani. Akibatnya industrialisasi pedesaan yang ada tidak bersinergi
dalam upaya mendorong pemberdayaan ekonomi petani di pedesaan.
2. Sekolah Lapang Petani dalam Perspektif Paulo Freire
Sekolah Lapang adalah sebuah sekolah informal bukan sekolah formal
seperti pendidikan di sekolah pada umumnya. Sekolah Lapang Mocaf merupakan
sekolah yang menggunakan diskusi sebagai cara belajar bersama dengan
masyarakat khususnya para petani. Dimana, konsep dari pendidikan Sekolah
Lapang ini menjadikan peserta didik (masyarakat) dengan guru (fasilitator)
sama-sama menjadi subjek dan objeknya adalah realita (problematika sosial) yang ada.
Sehingga tujuan dari pendidikan ini adalah belajar bersama-sama untuk mengenali
realita yang terjadi serta bertindak secara partisipatif untuk menyelesaikan
permasalahan yang terjadi tersebut. Begitu juga dalam proses belajar dilaksanakan
melalui tahap-tahap mengalami, mengungkapkan, menganalisis, dan
menyimpulkan. Siklus ini berjalan secara berulang-ulang.20
20
28
Pendidikan yang semacam ini akan memudahkan fasilitator dan peserta
untuk saling terbuka dan terlibat aktif didalamnya dan tidak ada pihak yang
menutup-nutupi permasalahannya. Oleh karena itu, dengan mekanisme seperti ini
selayaknya akan terbentuk satu kepercayaan (trust building). Hasil lain yang bisa dicapai dengan mekanisme ini adalah akan membangun jalinan komunikasi yang
harmonis antara kelompok wanita tani dengan fasilitator di sekolah lapang mocaf.
Jika komunikasi dan kepercayaan antar sesama sudah tercapai, maka untuk
menjalankan kegiatan kegiatan sesuai dengan kesepakatan bersama akan berjalan
sesuai yang diinginkan.
Konsep pendidikan nonformal bagi pemberdayaan sangat penting
perannya. Tujuan dari pendidikan nonformal semacam sekolah lapang bersama
petani ini akan banyak menuai partisipasi dari masyarakat atau petani. Selain itu,
pendidikan nonformal berguna agar lebih dekat untuk memahami lingkungan,
menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, mengidentifikasi dan memutuskan
alternatif pilihan, mengevaluasi proses, hasil, dan dampak dari kegiatan. Dengan
demikian manajemen strategis berupaya untuk mendayagunakan berbagai peluang
baru yang akan mungkin terjadi pada masa yang akan datang untuk
memberdayakan masyarakat.21
Tampilan dari belajar bersama petani adalah mengajak petani untuk belajar
memahami kenyataan yang ada pada kehidupan. Petani akan belajar menemukan
sendiri ilmu dan prinsip yang terkemas dalam realita kehidupan. Oleh karena itu
petani tidak hanya sekedar menerapkan pengalamannya untuk jadi pedoman
21
29
pembelajaran (learning by doing). Namun juga akan mampu menciptakan ilmu baru yang akan digunakan untuk menyelamatkan tanah dan aset sumber daya
masyarakat. Proses penemuan ilmu (discovery learning) yang dinamis sangat diharapkan dalam menyongsong perubahan yang diinginkan.22 Sehingga dalam
target yang muncul adalah tercipta petani ahli yang siap untuk meneliti ancaman
dan tantangan masa depan.
Konsep pada pendidikan Sekolah Lapang Mocaf ini sangat sejalan dengan
konsep pendidikan yang membebaskan dan memanusiakan menurut Paulo Freire
yakni pendidikan ditujukan pada kaum tertindas dengan tidak berupaya
menempatkan kaum tertindas dan penindas pada dua kutub berseberangan
dimana, pendidikan bukan dilaksanakan atas kemurah-hatian palsu kaum
penindas untuk mempertahankan status quo melalui penciptaan dan legitimasi kesenjangan. Dari sini sang subjek-didik membebaskan dirinya atau bisa disebut
dengan usaha untuk "memanusiakan manusia" (humanisasi), bukan untuk kemudian menjelma sebagai kaum penindas baru, melainkan ikut membebaskan
kaum penindas itu sendiri. 23
Konsep yang disusun oleh Sekolah Lapang Mocaf memang sangat berbeda
dengan konsep yang diusung oleh sekolah formal. Perbedaan itu muncul dan
sangat tampak pada proses serta hasil yang dicapai. Tentunya, hasil yang dicapai
pada sekolah formal adalah sesuai dengan keinginan pengajarnya (guru) atau yang
disebut dengan pendidikan 'gaya bank'. Freire berusaha membongkar watak pasif
22
Mansour Fakih, Dkk, Pendidikan Populer Panduan Pendidikan Metode Kritis Partisipatoris, ( Yogyakarta : Insist Press, 2004), Hal. 17
23
30
dari praktik pendidikan tradisional yang melanda dunia pendidikan, dia
menganggap bahwa pendidikan pasif sebagaimana dipraktikkan pada umumnya
pada dasarnya melanggengkan ‘sistem relasi penindasan’. Freire mengejek sistem
dan praktik pendidikan yang menindas tersebut, yang disebutnya sebagai
pendidikan 'gaya bank' dimana guru bertindak sebagai penabung yang menabung
informasi sementara murid dijejali informasi untuk disimpan. Freire menyusun
daftar antagonisme pendidikan 'gaya bank' atau pendidikan formal itu sebagai
berikut:24
a. Guru mengajar atau mendominas, murid belajar.
b. Guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa.
c. Guru berpikir, murid dipikirkan.
d. Guru bicara, murid mendengarkan.
e. Guru mengatur, murid diatur.
f. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti.
g. Guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan
tindakan gurunya.
h. Guru memilih apa yang akan diajarkan, murid menyesuaikan diri.
i. Guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang
profesionalismenya, dan mempertentangkannya dengan kebebasan murid.
j. Guru adalah subjek proses belajar, murid objeknya.
Sekolah lapang mocaf yang diterapkan dengan pendekatan partisipasi
petani dan pihak-pihak yang terkait mempunyai beberapa gagasan yang berbeda.
24
31
Unsur yang ada dalam sekolah lapang adalah ada peserta (Petani), ada fasilitator,
ada kurikulum yang disampaikan, dan juga ada hasil yang ingin dicapai bersama.
Jika keempat unsur bisa terpenuhi, maka sekolah lapang yang diinginkan hanya
perlu memonitoring dan meningkatkan kapasitas peserta dan fasilitator.
Diharapkan dengan resep sekolah lapang Mocaf dengan desain demikian,
Maka akan muncul petani ahli yang mampu menguasai teknik pertanian,
pengelolahan teknologi pasca panen singkong baik secara teoritis maupun praktis.
Secara teoritis petani harus mampu menguasai teknik bercocok tanam dengan
umbi-umbian seperti singkong. Contoh teori pola tanam yang baik, serta mampu
mengelola hasil produksi pertaniannya menjadi barang yang memiliki nilai jual
yang tinggi (pengelolahan pasca panen). Secara praktis petani harus mampu
menerapkan segala hasil ujicoba, belajar, pelatihan selama mengikuti Sekolah
Lapang Mocaf ini. Dalam hal tersebut sekolah lapang Mocaf ini akan menjawab
semua kendala dan hambatan yang dialami oleh para petani.
Menurut Freire, Pendidikan adalah sebuah kegiatan belajar bersama antara
pendidik dan peserta didik dengan perantara dunia, oleh objek-objek yang dapat
dikenal. Pendidikan tidak lagi sekedar pengajaran, namun dialog antara para
peserta didik dan pendidik yang juga belajar. Keduanya bertanggung jawab
bersama atas proses pencapaian. Hal ini merupakan sebuah penghargaan terhadap
peserta didik sebagai manusia. Pendidikan bukan lagi proses transfer ilmu
pengetahuan, sebab keduanya sama-sama dalam suasana dialogis membuka
cakrawala realita dunia. Pendidikan dengan pendekatan kemanusiaan sering
32
manusiawi. Jadi, untuk mewujudkan pendidikan yang memanusiakan manusia
dibutuhkan suatu pendidikan yang membebaskan dari unsur dehumanisasi.
Dehumanisasi tersebut bukan hanya menandai seseorang yang kemanusiannya
telah dirampas, melainkan (dalam cara yang berlainan) menandai pihak yang telah
merampas kemanusiaan itu, dan merupakan pembengkokkan cita-cita untuk
menjadi manusia yang lebih utuh.
Bagi Freire manusia bebas adalah manusia sejati, yaitu manusia merdeka
yang mampu menjadi subjek bukan hanya menjadi objek yang hanya menerima
sebuah perlakuan dari pihak lain. Panggilan manusia sejati adalah menjadi
manusia yang sadar, yang bertindak mengatasi dunia dan realita yang menindas
dan mungkin menindasnya.25 Pada hakikatnya manusia mampu memahami
keadaan dirinya dan lingkungannya dengan berbekal pikiran dan dengan tindakan
praksisnya ia akan mampu merubah situasi yang tidak selaras denganjalan
pikirnya. Manusia sejati harus mampu mengatasi keadaan yang menjeratnya. Jika
seseorang hanya berpasrah bahkan tanpa perlawanan.menghadapi situasi itu maka
berarti ia sedang tidak manusiawi. Ketika kaum tertindas dengan kesadaran
dirinya mampu membebaskan dirinya sendiri dari segala bentuk.
Latar belakang diterapkannya Sekolah Lapang Mocaf untuk petani adalah
tingginya angka impor tepung terigu yang mencapai 29 juta ton dalam lima tahun
terakhir ini sehingga menyebabkan terbunuhnya potensi lokal yang ada di
Indonesia, sehingga masyarakat lokal banyak yang bergantung dengan bahan
pangan impor seperti terigu dan beras. Disisi lain para petani dibutakan oleh
25
33
permainan harga oleh pengepul yang menyebabkan semakin hilangnya
kesejahteraan petani yakni dalam bentuk menurunnya harga jual singkong mentah
yang mencapai Rp 500,- perkilonya. Harga tersebut sangatlah tidak relative
dibanding dengan biaya operasional seperti upah tenaga kerja, pengeluaran pupuk,
pestisida. dll. Dewasa ini, petani dididik untuk menjadi petani yang konsumen,
artinya petani hanya diajarkan untuk bercocok tanam atau memproduksi hasil
pertanian dengan sebanyak-banyaknya untuk dijual bukan untuk mencukupi
kebutuhannya sendiri. Alhasil petani akan tetap tergantung pada pihak luar maka
sampai kapanpun mereka akan tetap terbelenggu oleh kejamnya penguasa modal.
Sehingga sekolah lapang Mocaf ini akan meningkatkan mewujudkan
kemandirian serta kesejahteraan petani sebab para petani tidak hanya mampu
untuk memproduksi hasil pertaniannya akan tetapi petani tersebut juga mampu
mengelola hasil produksi pertaniannya sendiri menjadi barang yang memiliki nilai
jual yang tinggi (pengelolahan pasca panen) sehingga dapat mengurangi
ketergantungan impor dalam hal tepung. Dengan demikian para petani tidak lagi
merasakan keresahan lagi dengan adanya permainan naik turunnya harga jual
singkong mentah.
Manusia berbeda dengan binatang yang digerakkan oleh naluri. Manusia
juga memiliki naluri akan tetapi juga memiliki kesadaran (consciousness). Manusia harus memiliki kepribadian, eksistensi. Hal ini tidak berarti manusia
tidak memiliki keterbatasan, tetapi dengan fitrah kemanusiaannya harus mampu
34
kesadaran sama sekali. Maka sesungguhnya dia sedang tidak manusiawi. Seorang
manusia adalah penguasa atas dirinya. Oleh karena itu, manusia adalah menjadi
merdeka, menjadi bebas. Ini adalah tujuan akhir dari humanisasinya freire.
Seseorang yang manusiawi harus menjadi pencipta (the creator) sejarahnya sendiri. Jadi kaum tertindas harus membebaskan diri dari belenggu penindasan
sekaligus membebaskan kaum penindas dari penjara hati nurani yang tidak jujur
melakukan penindasan.26 Pendidikan yang dibawa oleh Paulo Freire melibatkan
tiga unsur : pengajar, pelajar, realitas dunia. Pengajar dan pelajar adalah subyek
yang sadar (cognitive) sedangkan, realitas dunia adalah objek yang disadari
(cognizable).27
Sekolah lapang Mocaf yang diterapkan kepada kelompok wanita tani Bina
Usaha menjadikan fasilitator dan petani menjadi subyek untuk yang harus mampu
menyadari realitas dunia. Petani dan fasilitator harus sadar tentang kehidupan
yang terjadi pada petani serta masyarakat. Hamparan pertanian adalah media
belajar yang sangat ideal untuk memahami realitas dunia.
Penyadaran adalah tujuan inti atau hakikat dari pendidikan. Membangun
kesadaran secara partisipastif memang bukan hal yang mudah. Diperlukan usaha
ekstra keras untuk membangun semua ini. Diperlukan usaha kerjasama yang
kompak. Petani sebagai peserta sekolah lapang Mocaf harus terdidik dan
termotivasi untuk berubah. Output dari sekolah lapang Mocaf ini sendiri adalah petani ahli yang mampu menyadari tentang pentingnya tanaman produksi pangan
lokal sebagai alternatif pengganti beras seperti singkong dan juga petani yang
26
Ibid, Hal. 55 27
35
mampu mengelola singkong tersebut menjadi bahan baku dalam bentuk tepung
terigu yang sering digunakan sebagai bahan dasar makanan yang sehat seperti
kue, makanan ringan, dll dalam skala rumah tangga. Petani harus menyadari
bahwa menanam tanaman lokal seperti singkong sangatlah penting. Jika petani
sudah bisa menyadari hal tersebut maka usaha melangkah bersama sangatlah
mudah dan terorganisir secara baik. Memang tidak butuh waktu yang sedikit
untuk membangun kesadaran pada suatu kelompok. Apalagi dengan berbagai
tantangan dan hambatan yang selalu menghadang di depan petani dan pihak yang
menginisiasi.
Sekolah Lapang Mocaf (SLM) memiliki beberapa tujuan yang
digambarkan dalam bagan, di bawah ini28 :
28
36
Bagan 2.1
Kriteria Petani Ahli
Kriteria petani ahli dalam skema diatas terdapat 6 macam sebagai berikut :
a. Petani yang ahli dalam Berwirausaha Kreatif
Seorang petani harus mampu memenfaatkan hasil panennya dengan cara
dikelola dan dijadikan sebagai produk jadi seperti tepung, kripik, dll. Dengan
demikian pendapatan petani akan semakin bertambah. Dalam sekolah lapang
ini akan mengajarkan petani tentang manajemen standar operasional prosedur
dalam berwirausaha, serta belajar bersama dalam menganalisa kelayakan
usaha (pengelolahan pasca panen singkong) dengan teknik menghitung laba
dan rugi. Dengan demikian petani mampu berwirausaha mandiri mulai dari
penanaman, pengelolahan, serta pemasarannya.
37
b. Petani ahli dalam bercocok tanam
Ketersediaan bahan baku singkong akan menentukan kelangsungan dalam
produksi tepung Mocaf. Oleh karena itu perlu mengupayakan kontinuitas
ketersediaan bahan baku singkong.29 Dengan sekolah lapang ini akan
meciptakan petani yang ahli dalam bercocok tanam tanaman singkong.
Sehingga dengan pelatihan pembuatan tepung Mocaf ini nantinya akan
dijadikan petani sebagai sarana belajar secara learning by doing atau belajar dari kesalahan yang ada sehingga menjadikan petani yang ahli dalam
mengelola lahan pertaniannya
c. Petani ahli dalam research
Petani akan mempunyai kemampuan dalam melakukan experiment untuk mendapatkan temuan-temuan baru, yang tersebut merupakan hasil kegiatan
mereka secara mandiri yang didukung dengan jiwa keingintahuan para petani
yang tinggi.
d. Petani yang ahli dalam mengorganisir masyarakat
Petani yang memiliki jiwa kepemimpinan (Leadership) yang mampu mengondisikan anggota kelompoknya secara rapi dan tertib. Sehingga dalam
menggerakkan masyarakat tentunya searah dan satu tujuan untuk menjadikan
petani yang mandiri dan sejahtera.
e. Petani yang mampu memecahkan permasalahannya secara mandiri
Petani ahli adalah petani yang mampu dan mau untuk menyelesaikan
permasalahan secara mandiri. Petani yang tidak bergantung pada pihak
29
38
luar (fasilitator) dalam menyelesaikan promblema yang terjadi dalam
individu maupun kelompok.
f. Petani yang Mampu menganalisa Masalah
Dengan proses diskusi atau belajar bersama maka akan membiasakan para
petani untuk berfikir dalam upaya pemecahan permasalahan yang ada. Karena
pada dasarnya dalam sebuah kelompok pasti akan menghadapi suatu
permasalahan. Keputusan dalam kelompok dicapai secara mufakat bersama
dengan pemikiran pribadi. Salah satunya dengan cara teknik Partisipatory Rural Appraisal (PRA) para petani akan mampu menganalisa tentang pertanian, kelompok, usaha pengelolahan pa