• Tidak ada hasil yang ditemukan

BOOK Umbu Tagela Manajemen dan perencanaan pendidikan Bab X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BOOK Umbu Tagela Manajemen dan perencanaan pendidikan Bab X"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

109

BAB X

INVESTASI SDM MELALUI PENDIDIKAN

Pidato Theodore W. Schultz tahun 1960 berjudul

“Investment in Human Capital “di hadapan The American Economic Assosiation merupakan peletak dasar teori human capital. Makna substansial yang terkandung dalam isi pidato itu adalah bahwa proses perolehan pengetahuan dan ketrampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata-mata, akan tetapi merupakan suatu investasi. Pada 1966 Bawman memperkenalkan suatu konsepsi revolusi investasi manusia dalam pemikiran ekonomi. Gagasan-gagasan tersebut di atas pada waktu itu sangat mempengaruhi pola pikir pemerintah, para perencana, lembaga-lembaga internasional, juga pada pendidik di seantero dunia dalam merencanakan dan mengembangkan sumber daya manusia. Akibatnya terjadi ekskalasi permintaan pendidikan di negara-negara berkembang yang ditandai oleh masalisasi pendidikan yang hingga saat ini masih merupakan salah satu trade mark pendidikan di sebagian besar negara-negara berkembang. (Singh,1986).

Pemaknaan pendidikan pada hampiran masalisasi di atas masih berada pada upaya menikmati kesempatan memperoleh pendidikan dan belum sampai pada upaya serius menikmati layanan pendidikan yang berkualitas. Pada pilahan inilah negara-negara berkembang termasuk Indonesia terjebak pada kebanggaan semu, lantaran angka partisipasi kasar terutama tingkat sekolah dasar telah mencapai 100%. Itu berarti equality of access telah berada pada aras optimal. Namun equality of survival

belum berada pada tingkat penikmatan yang sama karena angka

(2)

110

Fenomena ini akan makin galat (erroneous) akibat equality of output masih berupa keinginan subyektif dan belum sampai pada kenyataan.

Merujuk pola pikir yang demikian dibutuhkan suatu telaah secara menyeluruh, termasuk telaah ekonomi. Dalam tautan makna yang demikian, Cohn (Wardiman dan Suryadi,1995 ) memformulasikan takrif ekonomi Pendidikan sebagai berikut:

suatu studi tentang bagaimana manusia baik secara perorangan maupun kelompok membuat keputusan dalam rangka mendayagunakan sumber-sumber daya yang terbatas agar dapat menghasilkan berbagai bentuk latihan, pengembangan ilmu pengetahuan, ketrampilan, buah pemikiran, sikap dan nilai, khususnya melalui pendidikan formal serta bagaimana mendistribusikannya secara merata dan adil di antara berbagai kelompok masyarakat”.

(3)

111 masa Ernst Engel (1883) dan Theodore Wittstein (1867) berubah, ke arah manusia sebagai sumber inspirasi yang mampu melipatgandakan produksi di luar perhitungan biaya produksi.

Teori human capital modern merupakan suatu aliran pemikiran yang menganggap bahwa manusia merupakan suatu bentuk kapital sebagaimana bentuk kapital lainnya seperti; tehnologi, uang, tanah dan mesin yang sangat menentukan terhadap tingkat kemampuhasilan nasional. Melalui investasi diri seseorang dapat memperluas alternatif untuk memilih profesi, pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang lain untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Perspektif lain yang tidak semata-mata tercurah pada sisi teknis pendidikan adalah teori credentialism atau screening hypothesis. Teori ini kurang menaruh perhatian pada proses berlangsungnya pendidikan. Pandangan ini menganggap proses pendidikan tidak penting; yang penting adalah peranan pendidikan sebagai public goods yang menyediakan kesempatan yang adil dan merata sehingga berinduksi pada pendistribusian pendapatan secara merata. Perspektif lain yang dapat digolongkan ke dalam Neo Marxism ialah teori Dual Labor Market Hypothesis yang disponsori oleh para pemikir segmentist seperti Cain (1976), yang mencoba menggabungkan sisi psikologis, sisi politis dalam konteks proses melalui Screening.

(4)

112

untuk dimanfaatkan bagi keuntungan seseorang, kelompok, tuan tanah, majikan, pemilik modal, dan sebagainya. Jika eksploitasi terjadi, tenaga kerja hanya memiliki fungsi sebagai alat produksi terhadap kekayaan pemilikan proses produksi, maupun hasil produksi. Dengan begitu keuntungan potensial tenaga kerja dipindahkan ke tangan para pemilik modal. Hal inilah yang oleh Korten (1997) disebut “ tenaga kerja hanya dijadikan obyek dan bukan sebagai subyek”.

Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi

Hampiran di dalam menganalisis hubungan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi menggunakan beberapa model yang berbeda. Model-model tersebut secara langsung tidak melakukan hubungan antara indikator pendidikan di satu pihak dan indikator ekonomi di lain pihak. Untuk maksud itu akan dipaparkan beberapa model sebagai berikut:

1. Model Fungsi Produksi

Para perintis analisis sumbangan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi seperti Denison (1960) telah menggunakan pendekatan perhitungan pertumbuhan (growth accounting approach). Hampiran ini didasarkan pada konsep fungsi produksi (production function) yang menghubungkan antara output (Y) dengan faktor-faktor

(5)

113 output terhadap komponen (K) dan komponen (L) . Pertumbuhan ekonomi yang ditentukan oleh komponen (L) dapat ditafsirkan sebagai sumbangan pendidikan terhadap pertumbuhan.

Model fungsi produksi ini diperkenalkan oleh Cobb Douglas (1930), yang lebih sering digunakan di bidang ekonomi. Biasanya fungsi produksi ini hanya ditulis dengan fungsi C-D. Secara lebih lengkap di bawah ini akan dijelaskan bagaimana formula fungsi C-D dibuat. Berdasarkan hubungan seperti yang telah dituangkan dalam persamaan di atas, maka dapat dibentuk fungsi C-D sebagai berikut:

X = f (L,K,E)

Seperti telah dipaparkan bahwa fungsi produksi umumnya berbentuk linear homogen dan dalam kaitan makna yang demikian Cobb Douglas memilih eksponensial karena dianggap sesuai dengan prilaku peubah tenaga kerja dan modal terhadap produksi. Bentuk persamaannya adalah sebagai berikut:

X = A LKe

Dimana : X = produksi

L = tenaga kerja K = modal

A = koefisien teknis ,= parameter, dan

e = peubah yang tidak dapat dijelaskan

Dengan menggunakan transformasi logaritma, persamaan tersebut dapat dilinearkan menjadi persamaan sebagai berikut:

(6)

114

disebut output elasticity of labour disebut output elasticity of capital

0  l l l  l l l

Jika persamaan tersebut dideferensiasikan terhadap l, maka diperoleh bentuk persamaan lain sebagai berikut:

d In X dY/ Y

 =  =

d In L dL/ L

2. Hampiran rate of return

Analisis cost-benefit merupakan hampiran yang sering digunakan dalam menganalisis investasi pendidikan. Hampiran ini membantu para pengambil keputusan untuk memilih di antara alternatif alokasi sumber-sumber pendidikan yang terbatas yang mampu memberi keuntungan yang paling tinggi. Dan, salah satu alat yang digunakan untuk sampai pada keputusan memilih alternatif investasi dalam pendidikan adalah dengan menggunakan social rate of return . Model ini digunakan juga untuk membandingkan investasi pendidikan dengan investasi fisik, akan tetapi lebih sering digunakan untuk membandingkan alternatif investasi antar jenis dan jenjang pendidikan (Balitbang. Depdikbud,1991)

(7)

115 Proyek-proyek pendidikan yang memiliki social rate of return lebih rendah dapat dianggap sebagai investasi sosial yang tidak menguntungkan. Selanjutnya membandingkan social rate of return dengan jenis investasi lain, di mana proyek yang dapat dikatakan paling menguntungkan adalah menawarkan social rate of return paling tinggi. Tapi, langkah yang harus dilakukan secara hati-hati dalam membandingkan cost dan benefit adalah dalam mengidentifikasi dan mengukur cost dan benefit itu sendiri.

3. Model keuntungan pendidikan

Model ini kurang sensitif terhadap keuntungan pendidikan yang sifatnya eksternalitas, karena eksternalitas bersifat kualitatif yang tidak mudah dihitung dengan nilai rupiah. Dalam model ini, jenis keuntungan pendidikan yang mudah untuk diterjemahkan menjadi nilai rupiah, seluruhnya diperhitungkan. Namun, karena tujuannya adalah mengukur dampak pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi, maka perlu digunakan suatu andaian bahwa seluruh penghasilan seseorang merupakan proksi dari produktivitas (kemampuhasilan) yang dimilikinya. Kemampuhasilan ini dianggap sebagai fungsi dari keahlian dan ketrampilan yang diperoleh dari pendidikan.

(8)

116

penghasilan dari orang-orang yang usianya sama, (2) “Longitudinal” dengan jalan mengikuti sejumlah orang yang seusia dan penghasilannya diukur pada setiap tingkat usia (Cummings, 1980). Keuntungan yang diukur dari seorang lulusan ialah” marginal benefit” yaitu tambahan penghasilan rata-rata lulusan suatu tingkat pendidikan dikurangi dengan rata-rata penghasilan lulusan pendidikan di bawahnya. Hal ini dilakukan pada setiap tingkat umur tertentu. Dengan begitu, jika “d “ adalah tambahan keuntungan, B (smu) adalah keuntungan pendidikan bagi tamatan SMU, dan Y adalah rata-rata penghasilan pertahun,

maka,

dB ( smu) = Y (smu) – Y (smp)

Untuk memperoleh nilai sekarang dari “ total benefit” tersebut perlu dikoreksi dengan faktor diskonto ( r ) tertentu , karena rupiah yang diperoleh pada masa yang akan datang lebih kecil nilainya, jika dihitung dengan nilai sekarang (Boediono dan McMahon, 1992).

4. Mengukur Biaya Pendidikan

Konsep biaya pendidikan sifatnya lebih kompleks dari keuntungan, karena komponen biaya terdiri dari berbagai jenis bentuk dan sifatnya. Biaya pendidikan bukan hanya yang berbentuk rupiah tetapi juga berbentuk biaya kesempatan (opportunity cost). Biaya kesempatan ini sering disebut “income forgone” yaitu potensi penghasilan seorang lulusan misalnya SMU yang tidak diterima di Perguruan Tinggi (Clark,1983). Dengan demikian, jika biaya disebut ( C ), biaya langsung disebut ( L), dan biaya kesempatan disebut (K) , maka ;

(9)

117 Dengan demikian, biaya pendidikan di SMU adalah gabungan antara seluruh biaya yang langsung dibayarkan untuk bersekolah di SMU ditambah dengan jumlah rata-rata penghasilan tamatan SMP selama bersekolah di SMU.

Kesimpulannya adalah biaya pendidikan di SMU adalah penjumlahan nilai sekarang dari biaya yang telah dikeluarkan ditambah dengan rata-rata penghasilan lulusan SMP sejak tahun n sampai dengan tahun sekarang (tahun 0)

5. Menentukan nilai IRR ( r)

Nilai (r) ini sering disebut nilai diskonto untuk keuntungan masa depan dan nilai penambah untuk biaya yang telah dikeluarkan di masa lalu. Nilai (r) ini pertama-tama digunakan untuk menghitung biaya dengan nilai sekarang (C 0 ). Selanjutnya (r) disimulasikan di dalam rumus B 0 sehingga mencapai nilai (r) tertentu yang dapat menyamakan B 0 ini dengan C 0. Dengan demikian untuk menghitung IRR untuk tamatan SMU adalah sebagai berikut :

IRR = ( r ) jika : C  0 = B 0

Analisis Temuan Para Ahli

Denison telah menerapkan analisis fungsi produksi pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat sekitar tahun 1910 – 1960, namun menghasilkan komponen

(10)

118

modal fisik. Pada akhirnya Denison menemukan 23% dari pertumbuhan output di Amerika Serikat (1930-1960) merupakan efek dari meningkatnya rata-rata tingkat pendidikan tenaga kerja. Sumbangan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara industri maju sangat variatif; Jerman (2%), Inggris 14%, Belgia 14%, negara –negara Amerika latin 7% , Argentina 16,5% sampai Kanada 25%. Sementara negara-negara di Asia rata-rata sumbangan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi tinggi, dan negara-negara di Afrika sangat tinggi (Psacharopoulos, 1985 ).

Theodore Schultz (1963) melakukan pengukuran mengenai kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan tehnik “ rate of return”. Ia (baca: Theodore) membandingkan tingkat balik terhadap investasi sumber daya manusia (rate of return to human capital) dengan tingkat balik terhadap modal fisik (rate of return to physical capital)

Atas hasil perbandingan tersebut Schultz menemukan proporsi yang cukup tinggi dari tingkat pertumbuhan output di USA yang disebabkan oleh pendidikan sebagai salah satu bentuk investasi pengembangan sumber daya manusia. Merujuk pada paparan tersebut di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa besar dan variasi penghasilan dari kelompok masyarakat yang berbeda di jadikan ukuran tentang kontribusi pendidikan terhadap output.

(11)

119 3. Bahwa hubungan antara input dan output bersifat sederhana dan makro (aggregate) yang dapat dianalisis dengan fungsi produksi yang bersifat aggregate pula.

Ketiga konklusi dalam bentuk andaian tersebut di atas memperoleh kritik tajam karena beberapa pihak meragukan kebenarannya, sehingga melemahkan argumentasi yang mengatakan bahwa investasi pendidikan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Pada awal 1980-an Hicks (Suryadi, 1994) dengan hasil penelitiannya kembali membuktikan bahwa ada hubungan yang erat antara pengembangan sumber daya manusia dengan pertumbuhan ekonomi. Hicks menguji hubungan antara pertumbuhan ekonomi, perkembangan pendidikan dan angka harapan hidup (life expectancy rate). Dan dari 83 negara negara yang dipelajari 12 negara diantaranya yang memiliki pertumbuhan ekonomi tercepat, ternyata memiliki tingkat melek huruf dan harapan hidup di atas rata-rata, seperti Korea dan Thailand ( Wardiman dan Suryadi, 1995)

Hal serupa juga dilakukan oleh Kaser (1966), Anderson (1963), Wheeler (1980), Marris (1982), Jamison dan Lau (1982), Earterlin (1981), Psacharopoulos (1985) yang kesemuanya mengahasilkan kesimpulan yang sama yaitu ada hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan perkembangan pendidikan.

(12)

120

investasi yang produktif dan bukan sebagai konsumsi semata-mata.

Analisis Rate of Return di Indonesia

Belum cukup banyak analisis rate of return yang dilakukan di Indonesia. Dari beberapa sumber yang ada disebutkan beberapa studi tentang hal tersebut seperti yang dilakukan oleh Payaman (1981), Psacharopoulos (1977,1978), David Clark (1983), McMahon (1989), dan Educational Sector Review (1985) dengan menggunakan data Sakernas 1983. Analisis-analisis rate of return dilakukan lebih banyak di daerah perkotaan.

Dari studi-studi tersebut diperoleh gambaran regularitas

yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam menggunakan model ini pada masa yang akan datang, sebagai berikut:

1. Social rate of return pada umumnya cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan masih merupakan suatu investasi yang menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan kemampuhasilan (produktivitas) nasional.

2. Social rate of return cenderung menurun pada tingkat-tingkat pendidikan yang lebih tinggi, disebabkan meningkatnya ongkos kesempatan yang harus ditanggung oleh mahasiswa. Hal itu berarti bahwa investasi pada tingkat pendidikan dasar cenderung lebih menguntungkan di banding tingkat pendidikan di atasnya.

(13)

121 4. Private rate of return terhadap sekolah menengah lebih rendah dibanding private rate of return terhadap tingkat-tingkat pendidikan lainya. Itu terjadi lantaran tingginya biaya pendidikan menengah yang harus ditanggung oleh perorangan seperti, buku, SPP, alat-alat, uang pangkal, uang bangunan, iuran BP3 dan sebagainya.

5. Private rate of return untuk sarjana muda dan sarjana teramat tinggi, jika dibandingkan dengan keadaan manapun di dunia. Hal itu disebabkan oleh tingginya tingkat subsidi dari pemerintah. Khususnya untuk Universitas Negeri yang mengakibatkan rendahnya biaya yang ditanggung oleh mahasiswa secara perorangan.

6.

David Clark menemukan bahwa rate of return terhadap lulusan SMU sangat tinggi (32%) bahkan lebih tinggi dibanding rate of return terhadap sekolah-sekolah kejuruan. Temuan ini menunjukkan tingkat gaji yang diterapkan oleh pemerintah pada tingkat ini sangat tinggi bahkan lebih tinggi dibanding harga pasar yang sebenarnya. Hal ini membutuhkan analisis tersendiri mengingat adanya distorsi pemaknaan atas sekolah kejuruan dan sekolah umum, baik oleh masyarakat, pengusaha maupun pemerintah.

(14)

122

Akhirnya disarankan agar para ekonom pendidikan (para ahli dalam pengembangan sumber daya manusia) untuk mulai menggunakan pendekatan IRR, baik di bidang pendidikan, maupun di bidang pengembangan sumber daya manusia lainnya seperti migrasi, gizi kesehatan, dan pelatihan kerja. Dalam bidang pendidikan, hampiran ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pembuat keputusan pendidikan, khusus dalam menangani isu-isu sebagai berikut :

1. Perlu dikaji, apakah dampak perluasan pendidikan dasar hingga SLTP merupakan suatu investasi sumber daya manusia yang menguntungkan dalam persfektif pertumbuhan ekonomi?

2. Apakah sekolah kejuruan setingkat SLTA merupakan suatu bentuk investasi sumber daya manusia yang menguntungkan pertumbuhan ekonomi?

3. Perlu diperjelas program-program keahlian mana yang perlu dikembangkan lebih jauh dan keahlian mana yang perlu diperlambat di perguruan tinggi.

4. Perlu dianalisis program-program pendidikan strata atau profesional yang perlu dikembangkan dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia.

5. Perlu diperjelas apakah kebijakan otonomi pendidikan tinggi memiliki dampak yang menguntungkan dilihat dari IRR nya bagi pertumbuhan ekonomi? dan sebagainya.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam jurnal tersebut dibahas mengenai sifat-sifat rangkuman subkelas fungsi univalen dan analitik dengan melibatkan operator integral yang telah diperkenalkan

Dari hasil penelitian ini, disarankan agar peningkatan mutu pelayanan bagi pasien Askes di rawat jalan dilakukan melalui strategi peningkatan mutu pelayanan secara umum bagi pasien

Mengkaji lebih jauh tentang fungsi keluarga ini dapat dikemukakan bahwa secara psikososiologis keluarga berfungsi sebagai pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga

Dari permasalahan yang muncul tentang fenomena anak jalanan yang menjadi masalah. bersama

Berdasarkan uraian menyeluruh di atas, maka bagi seorang yang beriman, pengertian “syukur” yang perlu diresapi adalah bahwa dalam perjalanan hidup ini perlu “kesadaran memiliki

[r]

Bengkulu Utara Proses Pengadaan Langsung untuk Kegiatan Penyediaan Infrastruktur Peningkatan Produksi dan Produktifitas Pertanian DAK Bidang Pertanian Dinas

membentuk hidrogen peroksida dan oksigen yang meringankan tugas SOD, sehingga aktivitas SOD dalam menghambat radikal bebas menjadi lebih tinggi, terbukti dari hasil