• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)

Psikologi (S.Psi)

Nafisatul Husniah B57212095

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara empati dengan perilaku prososial. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala empati dan skala perilaku prososial. Subjek penelitian berjumlah 98 mahasiswa dari jumlah populasi sebanyak 490 mahasiswa Fakultas Psikologi semester 1 sampai 7, melalui teknik pengambilan sampel acak sederhana.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara empati dengan perilaku prososial secara signifikan dibuktikan dengan koefisien korelasi Product Moment sebesar 0,584 dengan signifikansi 0,000. Koefisien korelasi yang bertanda positif menunjukkan hubungan kedua variabel adalah searah atau berbanding lurus.

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT ...xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Keaslian Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial ... 9

1. Pengertian perilaku prososial ... 9

2. Aspek-aspek perilaku prososial ... 11

3. Faktor-faktor perilaku prososial ... 13

B. Empati ... 18

1. Pengertian empati ... 18

2. Aspek-aspek empati ... 19

3. Faktor-faktor empati ... 21

C. Hubungan Antara Empati dengan Perilaku Prososial ... 24

D. Landasan Teoritis ... 26

E. Hipotesis ... 28

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional ... 29

1. Identifikasi variabel ... 29

2. Definisi operasional ... 29

B. Populasi Sampel dan Teknik Sampling ... 31

C. Teknik Pengumpulan Data ... 32

1. Skala empati ... 33

2. Skala perilaku prososial ... 35

D. Reliabitas dan Validitas ... 36

1. Reliabilitas ... 37

2. Validitas ... 38

(7)

A. Deskripsi Subjek ... 46

B. Deskripsi dan Reliailitas Data ... 50

1. Deskriptif data ... 50

2. Reliabilitas data ... 56

C. Analisis Data ... 58

1. Uji normalitas data ... 60

2. Pengujian Hipotesis ... 60

D. Pembahasan ... 63

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 65

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1: Skor Skala Likert ... 32

Tabel 3.2: Blueprint Skala Empati ... 33

Tabel 3.3: Blueprint Skala Perilaku Prososial... 35

Tabel 3.4: Sebaran Aitem Valid dan Gugur Skala Empati ... 36

Tabel 3.5: Distribusi Aitem Skala Empati Setelah Dilakukan Uji Coba ... 38

Tabel 3.6: Sebaran Aitem Skala Perilaku Prososial yang Valid Dan Gugur ... 39

Tabel 3.7: Distribusi Aitem Skala Perilaku Prososial Setelah Dilakukan Uji Coba ... 41

Tabel 3.8: Hasil Uji Reliabilitas SkalaUji Coba ... 42

Tabel 4.1: Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

Tabel 4.2: Karakteristik Subjek Berdasarkan Usia ... 44

Tabel 4.3: Karakteristik Subjek Berdasarkan Tingkat Semester ... 45

Tabel 4.4: Karakteristik Subjek Berdasarkan Pendidikan Terakhir yang Ditempuh ... 45

Tabel 4.5: Karakteristik Subjek Berdasarkan Asal Daerahnya ... 46

Tabel 4.6: Karakteristik Subjek Berdasarkan Keikutsertaannya dalam Organisasi Ekstra Kampus, Intra Kampus dan Organisasi / Lembaga / Komunitas Sosial Masyarakat ... 47

Tabel 4.7: Karakteristik Subjek Berdasarkan Intensitas Keikutsertaannya dalam Kegiatan Organisasi/ Komunitas/ Lembaga Sosial Masyarakat... 48

Tabel 4.8: Deskrptif Data ... 49

Tabel 4.9: Deskripsi Data Berdasarkan Jenis Kelamin Responden ... 49

Tabel 4.10: Deskripsi Data Berdasarkan Usia Responden ... 50

Tabel 4.11: Deskripsi Data Berdasarkan Semester Responden ... 51

Tabel 4.12: Deskripsi Data Berdasarkan Pendidikan Terakhir Responden ... 52

Tabel 4.13: Deskripsi Data Berdasarkan Asal Daerah Responden ... 53

Tabel 4.14: Deskripsi Data Berdasarkan Keikutsertaan Responden Dalam Organisasi ... 54

Tabel 4.15: Deskripsi Data Berdasarkan Intensitas Keikutsertaan Dalam Organisasi / Komunitas / Lembaga Sosial ... 55

Tabel 4.16: Hasil Uji Estimasi Reliabilitas ... 57

Tabel 4.17: Hasil Uji Normalitas Data ... 59

(9)

DAFTAR GAMBAR

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Blueprint Skala Empati ...70

Lampiran 2: Blueprint Skala Perilaku Prososial ...71

Lampiran 3: Form Data Demografi ...72

Lampiran 4: Skala Empati ...73

Lampiran 5: Skala Perilaku Prososial ...76

Lampiran 6: Data Demografi Responden ...81

Lampiran 7: Tabulasi Data Mentah Skala Empati ...85

Lampiran 8: Tabulasi Data Mentah Skala Perilaku Prososial ...90

Lampiran 9: Skoring Data Skala Empati ...94

Lampiran 10: Skoring Data Skala Perilaku Prososial ...97

Lampiran 11: Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Uji Coba Empati dengan SPSS 16 for Windows ...101

Lampiran 12: Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Uji Coba Perilaku Prososial dengan SPSS 16 for Windows ...105

Lampiran 13: Uji Reliabilitas Skala Empati dan Skala Perilaku Prososial dengan SPSS 16 for Windows ...109

Lampiran 14: Uji Normalitas Data dengan Bantuan SPSS 16 for Windows ...110

Lampiran 15: Uji Korelasi Product Moment dengan bantuan SPSS 16 for Windows ...111

(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia disebut sebagai makhluk sosial sebab mereka tidak bisa lepas

antara satu dengan yang lainnya, melainkan ada ketergantungan. Mereka

membutuhkan manusia lain sebagai sarana untuk berinteraksi. Tidak ada

satupun darinya yang dapat hidup tanpa sedikitpun bantuan dari orang lain.

Kenyataannya sejak awal lahir di dunia mereka sudah membutuhkan bantuan,

hingga matipun demikian. Karena itu, harusnya setiap manusia bisa

berperilaku baik kepada sesamanya, karena pada suatu saat mereka pasti juga

membutuhkan.

Salah satu budaya yang terkenal dari Indonesia kaitannya dengan manusia

sebagai makhluk sosial adalah gotong-royong. Gotong berarti bekerja,

sedangkan royong berarti bersama-sama. Manusia saling membantu dengan

bekerja sama untuk mendapatkan apa yang diharapkan. Dengan

bergotong-royong pekerjaan yang awalnya berat bisa menjadi ringan. Poin penting di

dalamnya adalah adanya perilaku saling membantu atau menolong. Pada

kenyataannya berita-berita yang beredar di masyarakat akhir-akhir ini seakan

menunjukkan telah punahnya budaya tersebut.

Kasus kekerasan sangat sering terjadi di negara kita. Salah satunya yang

masih hangat dan cukup menjadi pusat perhatian adalah kasus penganiayaan

(12)

2

mendapatkan perlakuan demikian karena menolak adanya penambangan pasir

secara liar di daerahnya. Salim Kancilpun akhirnya meninggal dunia,

sedangkan Tosan harus di rawat di rumah sakit (Tempo, 12 Oktober 2015).

Beberapa waktu lalu tepatnya tanggal 21 September 2015 di Yogyakarta

terjadi pembacokan seorang pelajar SMA berusia 16 tahun yang dilakukan

oleh dua orang pelajar lainnya (Sindo, 21 September 2015). Tidak lama

sebelumnya 42 pelajar yang diduga hendak tawuran diamankan Polres

Cirebon kota, dan lima diantaranya diketahui membawa senjata tajam (Sindo,

4 September 2015).

Selain itu, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak juga semakin

marak. Catatan Tahunan Komnas Perempuan (2015) menunjukkan jumlah

kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KtP ) pada tahun 2014 sebesar 293.220

sebagian besar dari data tersebut diperoleh dari data kasus/perkara yang

ditangani oleh 359 Pengadilan Agama di tingkat kabupaten/kota yang tersebar

di 30 Provinsi di Indonesia, yaitu mencapai 280.710 kasus atau berkisar 96%.

Sisanya sejumlah 12.510 kasus atau berkisar 4% bersumber dari 191

lembaga-lembaga mitra pengadalayanan yang merespon dengan mengembalikan

formulir pendataan yang dikirimkan oleh Komnas Perempuan.

Dari paparan diatas terlihat bahwa kasus kekerasan tidak hanya terjadi

pada orang dewasa tetapi juga remaja yang masih menempuh bangku

pendidikan. Kejadian-kejadian tersebut jelas sangat memprihatinkan dan jauh

(13)

3

Kajian psikologi sosial menyebut kekerasan sebagai bentuk dari agresi,

yaitu tingkah laku yang diarahkan kepada tujuan menyakiti makhluk hidup

lain yang tidak menghendaki perlakuan semacam itu (Baron, 2003).

Banyaknya muncul perilaku agresi diprediksi karena menurunnya prososial

pada mereka yang melakukannya (Obsuth, 2015). Beberapa penelitian juga

menunjukkan hubungan yang negatif antara perilaku agresif dengan prososial

(McGinley, 2006). Prososial yaitu tindakan menolong yang menguntungkan

orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang

yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu

resiko bagi orang yang menolong (Baron, 2003).

Prososial harusnya dimiliki oleh setiap orang sehingga tidak terjadi

pertumpahdarahan yang merugikan berbagai pihak. Karenanya prososial perlu

ditanamkan kepada setiap individu. Manusia adalah makhluk sosial, dimana

dalam kehidupannya tidak bisa berdiri sendiri namun selalu membutuhkan

orang lain. Setiap individu harus bisa menghormati dan menghargai hak-hak

orang lain dalam kehidupan yang dijalaninya sehingga tercipta keadilan dan

kedamaian.

Mussen (dalam Asih, 2010) menyebutkan aspek-aspek prososial yaitu

membagi, bekerja sama, mempertimbangkan kesejahteraan orang lain,

berderma, menolong dan kejujuran. Prososial akan tergambarkan dengan

pemenuhan pada 6 aspek tersebut. Selanjutnya, David O. Sears (1991)

(14)

4

melakukan tindakan prososial yaitu, kepribadian, suasana hati, distres diri dan

rasa empatik.

Empati sebagai salah satu faktor yang muncul dari dalam diri pelaku

prososial mempunyai pengertian sebagaimana yang disampaikan Hurlock

(1999), yaitu kemampuan seseorang untuk mengerti tentang perasaan dan

emosi orang lain serta kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di

tempat orang lain. Davis menyebutkan terdapat 4 aspek empati yaitu

perspective taking, fantasy,emphatic concern dan personal distress.

Penelitian dari Gusti Yuli Asih (2010) dengan judul “Prososial Ditinjau

dari Empati dan Kematangan Emosi” menghasilkan adanya hubungan positif

antara empati dengan prososial. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

empati seseorang maka prososialnya juga semakin tinggi. Selanjutnya

penelitian yang dilakukan Patricia L. Lockwood, Ana Seara-Cardoso, Essi

Viding dari University College London pada Mei 2014, dengan judul Emotion Regulation Moderates the Association between Empathy and Prosocial Behavior, menunjukkan ada hubungan positif antara empati dengan perilaku prososial.

Dalam penelitian ini peneliti mengambil populasi dari mahasiswa Fakultas

Psikologi UIN Sunan Ampel Surabaya. Hal ini dilakukan karena mahasiswa

psikologi berada pada tahapan usia dewasa awal, studi Batson (dalam Supeni

2014) menunjukkan bahwa tingkahlaku prososial pada orang dewasa lebih

dipengaruhi oleh empatinya. Selain itu, mahasiswa psikologi yang setelah

(15)

5

Bahkan dalam mukadimah kode etik psikologi disebutkan bahwa tanggung

jawab psikolog dan ilmuwan psikologi adalah berupaya menjamin

kesejahteraan umat manusia. Dalam hal ini empati jelas dibutuhkan untuk

menjalankan nilai-nilai kemanusiaan. Akan berbahaya jika karena fokus pada

psikologi secara teoritis mahasiswa kurang mengasah kemampuan empatinya,

sehingga perilaku prososial juga tidak mampu ditunjukkan.

Oleh sebab itu peneliti ingin membuktikan adanya hubungan empati

dengan perilaku prososial secara ilmiah. Harapannya hasil penelitian ini dapat

menjadi masukan bagi mahasiswa psikologi dalam bersikap dan berperilaku di

tengah kehidupan bermasyarakat.

B. Rumusan Masalah

Atas dasar latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah

penilitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan antara empati dengan perilaku prososial?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui hubungan antara empati dengan perilaku prososial.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah:

(16)

6

Penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam memahami

kajian Psikologi Sosial.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan

informasi-informasi pada pihak-pihak yang berkepentingan, terkait

dengan pentingnya empati dalam meningkatkan perilaku prososial.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian sebelumnya tentang hubungan empati dengan perilaku prososial

adalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Gusti Yuliasih dan Margaretha Maria pada

Desember 2010. Judul yang diambil dalam penelitian tersebut adalah

Prososial Ditinjau dari Empati dan Kematangan Emosi. Hasilnya

menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara empati,

kematangan emosi terhadap prososial (Asih, 2010).

2. Penelitian yang dilakukan Patricia L. Lockwood, Ana Seara-Cardoso, Essi

Viding dari University College London pada Mei 2014. Judul yang diambil yaitu Emotion Regulation Moderates the Association between Empathy and Prosocial Behavior. Hasilnya menunjukkan ada hubungan positif antara empati dengan perilaku prososial, meskipun hubungannya

(17)

7

3. Penelitian dari Haley Gordon dengan judul Investigating the Relation between Empathy and Prosocial Behavior: An Emotion Regulation Framework. Menunjukkan adanya hubungan antara empati dengan

perilaku prososial (Gordon, 2014).

4. Penelitian yang dilakukan oleh Janelle N. Beadle, Alexander H. Sheehan,

Brian Dahlben, and Angela H. Gutchess dari Department of Psychology, Brandeis University, Waltham, MA. Judul penelitiannya yaitu, Aging, Empathy, and Prosociality. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa orang tua menunjukkan perilaku prososial lebih besar karena induksi empati

daripada orang muda. Hubungan antara empati dan perilaku prososial pada

orang tua ini adalah positif.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Marita A. M. van Langen , Geert Jan J. M.

Stams, Eveline S. Van Vugt, Inge B. Wissink and Jessica J. Asscher dari

Department of Forensic Child and Youth Care Sciences, University of

Amsterdam. Judul penelitiannya adalah Explaining Female Offending and

Prosocial Behavior: The Role of Empathy and Cognitive Distortions. Salah satu

hasil penelitiannya menunjukkan adanya hubungan positif antara kognitif empati

dan afektif empati dengan perilaku prososial. (Langen, 2014)

Hasil review beberapa jurnal penelitian tentang variabel empati dan perilaku

prososial menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut telah menjadi tema

penelitian yang umum dan banyak dikembangkan. Namun penelitian ini memiliki

perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu terletak pada setting,

subjek penelitian, teknik pengambilan sampel, dasar teori dan instrumen serta

(18)

8

selain empati dan perilaku prososial, terdapat variabel lain yang diteliti.

Sedangkan penelitian ini lebih berfokus kepada analisa dua variabel yaitu empati

dan perilaku prososial.

Urgensi pada penelitian ini adalah peneliti memilih setting penelitian

Fakultas Psikologi dan Kesehatan UIN Sunan Ampel Surabaya yang lulusannya

memiliki tugas menjamin kesejahteraan manusia. Menjamin kesejahteraan

manusia merupakan tugas ilmuwan psikologi sebagaimana tertera dalam buku

kode etik psikologi. Dalam menjalankan tugas tersebut jelas empati sangat

dibutuhkan terkait dengan prososial yang akan dilakukan. Oleh sebab itu perlu

diadakan penelitian yang mengukur sejauh mana hubungan antara empati dengan

perilaku prososial.

Berdasarkan teknik sampling yang digunakan, penelitian ini berbeda

dengan penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu menggunakan teknik

sampel non random sampling, sedangkan peneliti disini menggunakan teknik simpel random sampling, yaitu penentuan sampel penelitian dengan metode acak, dimana setiap orang memiliki peluang yang sama. Selain itu

(19)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Perilaku Prososial

1. Pengertian Perilaku Prososial

Chaplin dalam bukunya Dictionary of Psychology yang diterjemahkan oleh Kartini Kartono (1981) mengarikan perilaku (behavior) adalah respon yang meliputi reaksi, tanggapan, jawaban, dan balasan yang dilakukan

oleh individu. Dalam pengertian paling luas tingkah laku ini mencakup

segala sesuatu yang dilakukan atau dialami seseorang. Sedangkan

pengertian sempitnya perilaku dapat dirumuskan hanya meliputi reaksi

yang dapat diamati secara umum dan objektif. Skiner dalam Notoadmodjo

(2007) mengatakan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi

seseorang terhadap stimulus dari luar.

Baron dan Byrne (2003) mendefinisikan prososial sebagai suatu

tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus

menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan

tindakan tersebut, dan mungkin melibatkan suatu resiko bagi orang yang

menolong.

Myers (dalam Sarwono, 2002) menyatakan bahwa prososial adalah

hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan sendiri.

(20)

10

menolong orang lain, tanpa mempedulikan motif-motif dari si penolong

(Sears, 1991).

Prososial menurut William (dalam Dayakisni, 2009) adalah tingkah

laku seseorang yang bermaksud merubah keadaan psikis atau fisik

penerima sedemikian rupa, sehingga orang yang menolong akan merasa

bahwa orang yang ditolong menjadi lebih sejahtera atau puas secara

material ataupun psikologis. Brigham (dalam Dayakisni, 2009)

menerangkan bahwa prososial merupakan perilaku untuk menyokong

kesejahteraan orang lain. Perilaku tersebut mengandung unsur

kedermawan, persahabatan atau pertolongan yang diberikan orang lain.

Prososial adalah perilaku yang menunjukkan keuntungan bagi orang

lain daripada keuntungan bagi diri sendiri. Terkadang ketika perilaku ini

ditujukan pada orang lain, ada resiko yang diterima pada diri sendiri

(Twenge, 2007). Eisenberg, dalam Dayakisni sebagaimana dikutip oleh

Zakiroh (2013) mendefinisikan prososial sebagai kesediaan secara

sukarela peduli kepada orang lain untuk bekerjasama, menolong, berbagi,

dermawan, jujur serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang

lain.

Afolabi (2014) mendefinisikan prososial sebagai perilaku sukarela

dengan niat menguntungkan orang lain. Perilaku ini terdiri dari membantu

orang atau masyarakat secara keseluruhan seperti menolong, berbagi,

berderma, bekerjasama, dan sukarelawan. Secara lebih luas prososial

(21)

11

seperti mengikuti aturan dalam sebuah permainan, berlaku jujur dan

bekerjasama dengan orang lain pada situasi sosial.

Prososial adalah sebagai tindakan sosial, rasa perhatian, penghargaan,

kasih sayang, kesetiaan, serta bantuan yang diberikan pada orang lain yang

dilakukan dengan suka rela tanpa pamrih. Prososial merupakan perilaku

yang lebih memberi efek positif bagi orang lain daripada diri sendiri

(Haryati, 2013). Tri Dayak sini dan Hudaniah (2009) mendefinisikan

perilaku prososial sebagai segala bentuk perilaku yang memberikan

dampak positif bagi penerima baik dalam bentuk materi fisik ataupun

psikologis tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pemiliknya.

Dari beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

perilaku prososial adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap suatu

rangsangan dengan pemberian bantuan kepada orang lain terlepas dari

motif yang melatar belakanginya.

2. Aspek-aspek Perilaku Prososial

Mussen (dalam Asih, 2010) menyatakan bahwa aspek-aspek perilaku

prososial meliputi:

a. Berbagi

Kesediaan untuk berbagi perasaan dengan orang lain dalam suasana

suka maupun duka.

b. Kerjasama

Kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain demi tercapainya

(22)

12

c. Menolong

Kesediaan untuk menolong orang lain yang sedang berada dalam

kesulitan.

d. Bertindak jujur

Kesediaan untuk melakukan sesuatu seperti apa adanya, tidak berbuat

curang.

e. Berderma

Kesediaan untuk memberikan sukarela sebagian barang miliknya

kepada orang yang membutuhkan.

Bringham (dalam Asih, 2010) menyatakan aspek-aspek dari prososial

adalah:

a. Persahabatan

Kesediaan untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan orang

lain.

b. Kerjasama

Kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain demi tercapai suatu

tujuan.

c. Menolong

Kesediaan untuk menolong orang lain yang sedang berada dalam

kesulitan.

d. Bertindak jujur

Kesediaan untuk melakukan sesuatu seperti apa adanya, tidak berbuat

(23)

13

e. Berderma

Kesediaan untuk memberikan sukarela sebagian barang miliknya

kepada orang yang membutuhkan.

3. Faktor-faktor Perilaku Prososial

Beberapa penelitian psikologi sosial menunjukkan bahwa prososial

dipengaruhi oleh beberapa faktor spesifik yaitu, karakteristik situasi,

karakteristik penolong, dan karakteristik orang yang membutuhkan

pertolongan (Sears, 1991).

a. Situasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan membuktikan

beberapa faktor situasional meliputi, kehadiran orang lain, kondisi

lingkungan, fisik, dan tekanan keterbatasan waktu memiliki makna

penting. Penjelasannya sebagai berikut.

a) Kehadiran orang lain

Kehadiran orang lain menyebabkan penyebaran tanggung jawab.

Semakin banyak orang ada atau hadir dalam situasi yang

membutuhkan pertolongan maka tanggung jawab setiap orang

untuk menolong semakin sedikit. Terkadang penolong juga

menjadi tidak yakin apakah saat itu pertolongannya dibutuhkan,

dalam hal ini penolong merasakan ambiguitas. Efek kehadiran

orang banyak juga menimbulkan rasa takut dinilai pada orang yang

(24)

14

(1968) yang kemudian dinamakannya dengan efek penonton

(bystander effect). b) Kondisi lingkungan

Efek cuaca mempengaruhi kesediaan untuk menolong atau tidak.

Selain itu terdapat beberapa penelitan pula bahwa penduduk yang

berada di kota besar lebih sedikit menolong daripada yang berada

di kota kecil. Cunningham (1979) pernah meneliti tentang efek

cuaca terhadap pemberian bantuan. Hasilnya orang lebih

cenderung membantu bila hari sedang cerah, dan suhu udara

menyenangkan.

c) Tekanan waktu

Ketika orang sedang dikejar-kejar waktu, atau deadline dia akan lebih sulit untuk mengambil tidakan menolong. Misalnya seorang

pegawai yang jika terlambat ia mendapatkan hukuman potongan

gaji. Suatu saat jika ia berangkat ke kantor dengan waktu yang

cukup mepet dengan jam masuk, kemudian di jalan ia melihat

orang lain yang butuh ditolong ia bisa jadi tidak menolongnya

Eksperimen dari Darley dan Baston (1973) telah membuktikan

bahwa tekanan waktu memberikan dampak yang kuat terhadap

pemberian bantuan.

b. Penolong

Beberapa orang tetap memberikan bantuan meskipun kekuatan

(25)

15

memberikan bantuan meskipun berada dalam kondisi yang baik.

Terdapat perbedaan individual yang membuat beberapa orang lebih

mudah menolong sedangkan orang yang lainnya susah, perbedaan

individual tersebut yaitu:

a) Faktor kepribadian

Usaha mengidentifikasi kepribadian tunggal dari orang yang

menolong tidak begitu berhasil. Tampaknya ciri kepribadian

tertentu mendorong orang untuk memberikan pertolongan dalam

beberapa jenis situasi dan tidak dalam situasi yang lain. Satow

(1975) mengamati bahwa orang yang mempunyai tingkat

kebutuhan tinggi untuk diterima secara sosial lebih cenderung

menyumbangkan uang bagi kepentingan amal daripada orang yang

mempunyai kebutuhan rendah untuk diterima secara sosial, tetapi

hanya bila orang lain melihatnya.

b) Suasana hati

Ada sejumlah bukti bahwa orang lebih terdorong untuk menolong

bila mereka berada dalam suasana hati yang baik. Sedangkan efek

suasana hati yang buruk seperti kesedihan, depresi dan lainnya,

hasil penelitiannya sama sekali belum konsisten (Cialdini,

Bauman, & Kenrick, 1981 dalam Sears 1991). Bila suasana hati

yang buruk menyebabkan kita memusatkan perhatian pada diri

sendiri, maka keadaan itu akan mengurangi kemungkinan untuk

(26)

16

orang lain bisa menjadikan diri kita lebih baik mungkin lebih

cenderung memberikan pertolongan.

c) Distres diri dan rasa empatik

Distres diri yaitu reaksi pribadi kita terhadap penderitaan orang

lain seperti perasaan terkejut, cemas, kasihan, prihatin, tak berdaya

dan lainnya. Sedangkan yang dimaksud rasa empatik (emphatic concern) adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain khususnya untuk berbgai pengalaman atau secara tidak langsung

merasakan penderitaan orang lain. Distres diri memotivasikita

untuk mengurangi kegelisahan kita sendiri. Sebaliknya rasa

empatik hanya dapat dikurangi dengan membantu orang yang

berada dalam kesulitan. Beberapa penelitian memperlihatkan

bahwa empati meningkatkan prososial (Hoffmann dalam Sears,

1991).

c. Orang yang membutuhkan

Tindakan prososial sehari-hari sering dipengaruhi oleh

karakteristik orang yang membutuhkan.

a) Menolong orang yang kita sukai

Dalam beberapa situasi, mereka yang memiliki daya tarik fisik

mempunyai kemungkinan besar untuk ditolong. Penelitian tentang

prososial menyimpulkan bahwa karakteristik yang sama juga

(27)

17

Willits, 1971). Selain itu prososial dipengaruhi oleh jenis hubungan

antar orang.

b) Menolong orang yang pantas ditolong

Kita lebih cenderung menolong seseorang bila kita yakin bahwa

penyebab timbulnya masalah berada di luar kendali orang tersebut.

Dalam suatu penelitian yang dilakukan Weiner (1980) para

mahasiswa mengatakan bahwa mereka lebih suka meminjamkan

catatan kuliahnya kepada teman yang membutuhkan itu karena

adanya suatu hal yang tak terkendali.

Staub (1978) sebagaimana dikutip Tri Dayaksini (2009) menyebutkan

beberapa faktor dari tindakan prososial yaitu:

a. Self gain

Harapan seseorang untuk mendapatkan ataupun menghindari

kehilangan sesuatu misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian

atau takut dikucilkan.

b. Personal value dan norms

Adanya norma sosial yang diintenalisasikan ke dalam diri individu

dalam proses sosialisasi dan sebagian nilai-nilai tersebut berkaitan

dengan tindakan prososial, seperti berkewajiban menegakkan

kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbal balik.

c. Empathy

Kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan pengalamn

(28)

18

pengambilalihan peran. Jadi prasyarat untuk melakukan empati,

individu harus memiliki kemampuan untuk melakukan pengambilan

peran.

B. Empati

1. Pengertian Empati

Hurlock (1999) mengungkapkan bahwa empati adalah kemampuan

seseorang untuk mengerti tentang perasaan dan emosi orang lain serta

kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang lain. Taylor

dalam bukunya Psikologi Sosial (2009), menyebutkan bahwa empati

berarti perasaan simpati dan perhatian kepada orang lain, khususnya pada

orang yang menderita. Kesedihan personal menyebabkan kita cemas,

prihatin ataupun kasihan, sedangkan empati menyebabkan kita merasa

simpati dan sayang.

Empati diartikan sebagai perasaan simpati dan perhatian terhadap

orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara tidak

langsung merasakan penderitaan orang lain (Sears, 1991). Davis dalam

Prot (2014) menyebutkan bahwa empati adalah perilaku untuk sadar dan

bereaksi secara mental dan emosional pada orang lain.

Leiden (1997) menyatakan empati sebagai kemampuan menempatkan

diri pada posisi orang lain sehingga orang lain seakan-akan menjadi bagian

dalam diri. Lebih lanjut dijelaskan oleh Baron dan Byrne (2005) yang

(29)

19

keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba

menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain.

Decety & Jackson sebagaiman dikutip oleh Lamm (2007),

menyebutkan bahwa empati adalah kemampuan untuk mengerti dan

merespon apa yang dialami oleh orang lain. Empati juga diartikan sebagai

proses untuk mengerti atau memahami pengalaman pribadi orang lain,

seolah-olah ia yang mengalaminya sendiri (Zinn dalam Ioannidou F, 2008)

Dari beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

empati adalah kemampuan individu untuk merasakan apa yang dirasakan

oleh orang lain.

2. Aspek-aspek Empati

Aspek-aspek dari empati, sebagaimana pendapat Batson dan Coke

(dalam Asih 2010) yaitu :

a. Kehangatan

Kehangatan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang untuk

bersikap hangat terhadap orang lain.

b. Kelembutan

Kelembutan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang untuk

bersikap maupun bertutur kata lemah lembut terhadap orang lain.

c. Peduli

Peduli merupakan suatu sikap yang dimiliki seseorang untuk

memberikan perhatian terhadap sesame maupun lingkungan

(30)

20

d. Kasihan

Kasihan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang untuk

bersikap iba atau belas asih terhadap orang lain.

Lockwood (2014) dalam penelitiannya menyebutkan lima dimensi dari

empati. Perspective taking dan online simulation termasuk empati kognitif sedangkan emotion contagion, peripheral responsivity dan proximal responsivity termasuk empati afektif. Penjelasannya sebagai berikut:

a. Perspective taking

Perspective taking atau pengambilan perspektif yaitu kemampuan individu memprediksi apa yang dirasaan oleh orang lain.

b. Online simulation

Memberikan simulasi atas apa yang dialami orang lain. Simulasi yang

dimaksud yaitu menempatkan diri sendiri pada posisi orang lain dan

merasakan apa yang dirasakan oleh orang tersebut di posisi itu.

c. Emotion contagion

Emotion contagion yaitu perasaan bahwa emosi atau mood yang muncul pada diri sendiri sangat dipengaruhi oleh orang lain.

d. Peripheral responsivity

Kemampuan untuk merespon dan merasakan hal-hal yang ada di

sekelilingya. Misalnya ikut menangis ketika menonton film dengan

(31)

21

Proximal responsivity yaitu kemampuan untuk memberikan respon atau merasakan emosi yang dirasakan orang terdekatnya.

Davis (dalam Setyawan, 2009 dan Badriyah, 2013), menjabarkan

komponen kognitif dari empati terdiri dari aspek perspective taking dan

fantasy, sedangkan komponen afektifnya terdiri dari aspek emphatic concern dan personal distress. Penjabaran adalah sebagai berikut:

a. Pengambilan perspektif (perspective taking) merupakan perilaku

individu untuk mengambil alih secara spontan sudut pandang orang

lain. Aspek ini akan mengukur sejauh mana individu memandang

kejadian sehari-hari dari perspektif orang lain

b. Fantasi merupakan perilaku untuk mengubah pola diri secara imajinatif

ke dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dari karakter-karakter

khayalan pada buku, film dan permainan. Aspek ini melihat perilaku

individu menempatkan diri dan hanyut dalam perasaan dan tindakan

orang lain.

c. Perhatian empatik (emphatic concern). Sears (1985) mengungkapkan

empathic concern merupakan perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagai pengalaman atau secara tidak

langsung merasakan penderitaan orang lain.

d. Personal distress (distres pribadi) yang didefinisikan oleh Sears, (1991) sebagai pengendalian reaksi pribadi terhadap penderitaan orang

lain, yang meliputi perasaan terkejut, takut, cemas, prihatin, dan tidak

(32)

22

3. Faktor-faktor Empati

Milller, Kozu & Davis sebagaimana dikutip oleh Baron (2009)

menyebutkan adanya 3 faktor pendorong empati, yaitu:

a. Individu lebih mungkin berempati pada orang yang mirip dengan

dirinya.

b. Individu cenderung berempati pada orang yang penderitaannya berasal

dari faktor yang tidak bisa dikontrol atau tak terduga, seperti sakit,atau

kecelakaan ketimbang karena faktor malas.

c. Empati dapat ditingkatkan dengan fokus pada perasaan seseorang yang

membutuhkan bukan dari fakta objektif.

Faktor yang mempengaruhi empati disampaikan oleh Hoffman

sebagaimana yang dikutip Bilgis (2007) adalah :

a. Sosialisasi

Sosialisasi dapat mempengaruhi empati melalui 5 cara:

a) Melalui sosialisasi seseorang mendapat peluang untuk mengalami

sejumlah emosi orang lain karena ia telah mengalami emosi

tersebut.

b) Sosialisasi dapat menempatkan seseorang pada pengalaman -

pengalaman yang mengarahkan pada perhitungan untuk melihat

keadaan internal orang lain sehingga ia menjadai lebih

memperhatikan orang lain dan menjadi lebih empati.

c) Sosialisasi dapat membantu seseorang untuk lebih berpikir

(33)

23

kemungkinan untuk memberikan perhatian pada orang lain

sehingga hal itu akan mempengaruhi kemampuan empati dirinya.

d) Membuat seseorang lebih terbuka untuk kebutuhan orang lain

daripada kebutuha sendiri sehingga ia lebih empatik.

e) Melalui model atau peragaan yang diberikan pada seseorang, tidak

hanya dapat menimbulkan respon prososial tetapi juga dapat

mengembangkan perasaan simpati pada dirinya.

b. Perlakuan

Orang tua yang penuh perhatian, memberikan semangat,

menunjukakn kepekaan terhadap perasaan, pikiran dan tingkah laku

anaknya, serta memperlihatkan empati pada mereka cenderung

mempunyai anak-anak yang kemungkinan besar akan memberikan

reaksi pada kesedihan orang lain dengan cara-cara empati pula.

c. Perkembangan kognitif

Empati dapat berkembang seiring dengan perkembangan kognitif

seseorang semakin meningkatnya kemampuan seseorang ke tahap

yang lebih tinggi, maka kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut

pandang orang lain semakin meningkat. Hal ini akan mendorong

individu untuk lebih banyak membantu orang lain dengan cara-cara

yang lebih tepat.

d. Identifikasi dan modelling

Empati individu dipengaruhi pula dengan melihat dari cara

(34)

24

e. Mood dan feeling

Apabila seseorang dalam situasi perasaan yang baik maka dalam

berinteraksi dan menghadapi orang lain akan lebih baik dan bisa

menerima keadaan orang lain.

f. Situasi dan tempat

Pada situasi tertentu sesorang dapat berempati lebih baik

dibandingkan dengan situasi yang lain

g. Komunikasi dan bahasa

Empati sangat dipengaruhi oleh bahasa karena pengungkapkan

empati dapat dilakukan dengan bahasa lisan disamping bahasa

non-lisan.

C. Hubungan Antara Empati dengan Perilaku Prososial

Menurut Myers (2010) empati adalah “the vicarious experience of another’s feelings; putting oneself in another’s shoes” artinya pengalaman

ikut merasakana apa yang dirasakan oleh orang lain. Sears (1991)

menyampaikan adanya faktor dari dalam diri seseorang yang

menyebabkannya menjadi penolong yaitu, kepribadian, suasana hati distress

diri dan rasa empatik.

Selain itu Staub (1978) juga menyampaikan faktor dari perilaku prososial

(35)

25

antara empati dengan perilaku prososial. Beberapa penelitian juga telah

membuktikan kebenarannya.

Gusti Yuliasih dan Margaretha Maria pada Desember 2010 melakukan

penelitian tentang prososial ditinjau dari empati dan kematangan emosi.

Hasilnya menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara empati,

kematangan emosi terhadap prososial. Koefisien korelasi antara empati

terhadap prososial yaitu rxy = 0,884 dengan signifikansi p = 0,000. Maka

semakin tinggi empati berhubungan dengan semakin tingginya prososial,

demikian juga jika empati rendah, prososial juga akan rendah (Asih, 2010).

Selanjutnya penelitian yang dilakukan Patricia L. Lockwood, Ana

Seara-Cardoso, Essi Viding dari University College London pada Mei 2014. Judul yang diambil yaitu Emotion Regulation Moderates the Association between Empathy and Prosocial Behavior. Hasilnya menunjukkan ada hubungan positif antara empati dengan perilaku prososial (Lockwood, 2014).

D. Landasan Teoritis

Menurut Sears (1991) prososial adalah segala tindakan yang dilakukan

atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa mempedulikan

motif-motif dari si penolong. Maksudnya tindakan menolong itu disebabkan oleh

adanya imbalan atau tidak, tetap disebut sebagai prososial.

Orang mengambil keputusan untuk menolong orang lain bisa disebabkan

oleh beberapa faktor. Sears (1991) menyebutkan ada 3 faktor spesifik yaitu,

(36)

26

membutuhkan pertolongan. Karakteristik situasi meliputi kehadiran orang

lain, kondisi lingkungan dan tekanan waktu. Karakteristik penolong meliputi

faktor kepribadian, suasana hati, distres diri dan rasa empatik. Karaketistik

orang yang membutuhkan pertolongan meliputi menolong orang yang kita

sukai dan menolong orang yang pantas ditolong.

Berdasarkan beberapa faktor yang disampaikan oleh Sears diatas, empati

merupakan bagian dari faktor karakeristik penolong atau pelaku prososial.

Faktanya beberapa orang tetap memberikan bantuan meskipun situasinya tidak

mendukung. Maka keputusan memberikan bantuan ini diambil karena ada

faktor dari dalam individu itu sendiri yang salah satunya adalah empati.

Menurut Sears (1991) empati adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap

orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara tidak langsung

merasakan penderitaan orang lain.

Orang yang memiliki empati yang tinggi mampu merasakan apa yang

diderita orang lain seakan-akan dialah yang mendapatkan penderitaan itu. Dari

situlah kemudian muncul reaksi untuk memberikan pertolongan, dan tidak ada

pilihan lain bagi orang yang memiliki empati tinggi, selain memberikan

pertolongan. Berbeda pada orang dengan empati yang rendah mereka

memiliki dua pilihan, yaitu mengurangi beban yang mereka miliki dengan

membantu orang lain yang sedang membutuhkan atau melarikan diri dari

keadaan yang membutuhkan pertolongan tersebut (Suryanto, 2012). Maka dari

sini jelas empati berhubungan dengan prososial. Skemanya adalah sebagai

(37)

[image:37.595.123.510.269.553.2]

27

Gambar 2.1 Skema Hubungan Empati dengan Perilaku Prososial

Beberapa studi pernah dilakukan di Amerika dan negara lain tentang

hubungan antara empati dan prososial (Batson & Hoffman dalam Taylor

2009). Studi tersebut menunjukkan bahwa empati meningkatkan perilaku

prososial. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Asih (2010) dan

Lockwood (2014) juga menyatakan adanya hubungan yang positif antara

keduanya.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki

empati yang tinggi, memiliki perilaku prososial yang tinggi pula. Sedangkan

orang yang memiliki empati yang rendah, perilaku prososialnya juga rendah.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu:

Ha : Terdapat hubungan antara empati dengan perilaku prososial.

Ho : Tidak terdapat hubungan antara empati dengan perilaku prososial.

(38)

28

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel dan Definisi Operasional

1. Identifikasi Variabel

Variabel adalah atribut seseorang atau obyek yang mempuanyai variasi

antara orang yang satu dengan lainnya maupun antara objek satu dengan

objek lainnya (Hatch dalam Sugiono, 2006). Penelitian ini menggunakan

dua variabel yang terdiri dari variabel bebas (independen) yaitu yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbunya variabel

terikat, dan variabel terikat (dependen) merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas

(Sugiyono, 2006).

Variabel bebas : Empati

Variabel terikat : Perilaku Prososial

2. Definisi Operasional

Definisi operasional memberikan batasan arti suatu variabel dengan

merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel

tersebut (Kerlinger dalam Ginting, 2009). Hal ini bertujuan untuk

menghindari terjadinya perbedaan persepsi dalam melakuakn interpretasi

setiap variabel dalam penelitian ini. Definisi operasional dari

masing-masing variabel adalah sebagai berikut:

(39)

29

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan empati adalah

kemampuan individu untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang

lain. Terdapat empat aspek yang dapat menggambarkan empati yaitu,

perspective taking, fantasy, emphatic concern dan personal distress.

Perspective taking maksudnya adalah merupakan perilaku individu untuk mengambil alih secara spontan sudut pandang orang lain.

Fantasy yaitu perilaku untuk mengubah pola diri secara imajinatif ke dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dari karakter-karakter khayalan

pada buku, film dan permainan. Emphatic concern merupakan perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk

berbagai pengalaman atau secara tidak langsung merasakan

penderitaan orang lain.. Personal distress adalah pengendalian reaksi pribadi terhadap penderitaan orang lain, yang meliputi perasaan

terkejut, takut, cemas, prihatin, dan tidak berdaya (lebih terfokus pada

diri sendiri).

b. Perilaku prososial

Perilaku prososial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

reaksi individu terhadap rangsangan berupa pemberian pertolongan

kepada orang lain terlepas dari motif yang melatar belakanginya.

Aspek-aspek yang digunakan untuk menggambarkan perilaku

prososial yaitu, berbagi, kerjasama, menolong, bertindak jujur, dan

berderma. Berbagi yaitu kesediaan untuk berbagi perasaan dengan

(40)

30

kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain demi tercapainya

suatu tujuan. Menolong yaitu kesediaan untuk menolong orang lain

yang sedang berada dalam kesulitan. Bertindak jujur yaitu kesediaan

untuk melakukan sesuatu seperti apa adanya, tidak berbuat curang.

Berderma kesediaan untuk memberikan sukarela sebagian barang

miliknya kepada orang yang membutuhkan.

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

Populasi digunakan untuk menyebut suluruh elemen/anggota dari suatu

wilayah yang menjadi sasaran penelitian atau merupakan keseluruhan

(universerum) dari objek penelitian (Noor, 2011). Studi Batson (dalam Supeni

2014) menunjukkan bahwa tingkahlaku prososial pada orang dewasa lebih

dipengaruhi oleh empatinya, sedang perilaku prososial pada remaja misalkan

membantu atau menolong orang lain, tidak selalu didorong oleh ernpatinya

tetapi juga bisa lebih dipengaruhi oleh keinginan sosial atau kehendak

masyarakat. Oleh sebab itu peneliti mengambil populasi mahasiswa Fakultas

Psikologi dan Kesehatan UIN Sunan Ampel Surabaya yang berada pada masa

dewasa, tepatnya dewasa awal yaitu berada pada rentang usia 18 – 40 tahun

(Hurlock, 2002). Sedangkan jumlahnya yaitu 490 mahasiswa dari semster 1, 3,

5, dan 7. Data jumlah polupasi ini peneliti dapatkan dari Bagian Akademik

Fakultas Psikologi dan Kesehatan UIN Sunan Ampel Surabaya.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

(41)

31

digeneralisasikan pada polulasi. Dalam penelitian ini ukuran dari sampel

adalah 20 % dari populasi sehingga sampelnya berjumlah 98 mahasiswa,

sebagaimana pendapat dari Arikunto & Suharsimi (2005) bahwa apabila

populasi penelitian berjumlah lebih dari 100, maka sampel yang diambil

antara 10% - 15% atau 20% - 25% atau lebih.

Selanjutnya teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan yaitu Simple Random Sampling. Sampel diambil secara acak, tanpa memperhatikan tingkatan yang ada dalam populasi.

Tiap elemen populasi memiliki peluang yang sama dan diketahui untuk

terpilih menjadi subjek (Sugiyono, 1987). Teknik sampling ini dilakukan

karena mahasiswa Fakutas Psikologi sebagai populasi, seluruhnya nanti akan

menjadi ilmuwan psikologi atau psikolog yang banyak berhubungan dengan

sesama manusia. Bahkan dalam mukadimah kode etik psikologi disebutkan

bahwa tanggung jawab psikolog dan ilmuwan psikologi adalah berupaya

menjamin kesejahteraan umat manusia. Dalam hal ini empati jelas harus

dimiliki untuk menjalankan nilai-nilai kemanusiaan tersebut.

C. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data, penelitian ini menggunakan skala likert. Skala

adalah perangkat pertanyaan yang disusun untuk mengungkap atribut tertentu

melalui respon terhadap pertanyaan tersebut. Metode skala digunakan karena

data yang ingin diungkap berupa konsep psikologis yang dapat diungkap

(42)

32

dalam bentuk aitem-aitem (Azwar, 2013). Dalam skala Likert terdapat

pernyataan-pernyataan yang terdiri atas dua macam, yaitu pernyataan yang

favorable (mendukung atau memihak pada objek sikap), dan pernyataan yang

unfavorable (tidak mendukung objek sikap).

Untuk menentukan skor terhadap subjek maka dtentukan norma penskoran

[image:42.595.134.511.246.562.2]

sebagai berikut:

Tabel 3.1

Skor Skala Likert

Kategori Jawaban Favorable Unfavorable

Sangat Sesuai (SS) 5 0

Sesuai (S) 4 1

Agak Sesuai (AS) 3 2

Agak Tidak Sesuai (ATS) 2 3

Tidak Sesuai (TS) 1 4

Sangat Tidak Sesuai (STS) 0 5

1. Skala empati

Skala empati menggunakan empat aspek sebagaimana yang

disampaikan Davis yaitu :

a. Pengambilan perspektif (perspective taking) merupakan perilaku

individu untuk mengambil alih secara spontan sudut pandang orang

lain. Aspek ini akan mengukur sejauh mana individu memandang

kejadian sehari-hari dari perspektif orang lain

b. Fantasi merupakan perilaku untuk mengubah pola diri secara imajinatif

ke dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dari karakter-karakter

(43)

33

individu menempatkan diri dan hanyut dalam perasaan dan tindakan

orang lain.

c. Perhatian empatik (emphatic concern). Sears (1985) mengungkapkan

empathic concern merupakan perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagai pengalaman atau secara tidak

langsung merasakan penderitaan orang lain.

d. Personal distress (distres pribadi) yang didefinisikan oleh Sears, (1991) sebagai pengendalian reaksi pribadi terhadap penderitaan orang

lain, yang meliputi perasaan terkejut, takut, cemas, prihatin, dan tidak

berdaya (lebih terfokus pada diri sendiri).

(44)

[image:44.595.112.517.122.608.2]

34

Tabel 3.2

Blueprint Skala Empati

Aspek Indikator Jenis Aitem Jumlah Bobot

%

F UF

Perspektive Taking

Mampu mengambil sudut

pandang orang lain

1, 9, 17,

25 33 5

25%

Bersedia mempertimbangkan pandangan orang lain

2, 10, 18,

26 34 5

Fantasy

Mampu hanyut dalam

perasaan orang lain.

3, 11, 19,

27 35 5

25%

Mampu membayangkan diri berada di posisi orang lain.

4, 12, 20,

28 36 5

Emphatic Cocern

Mampu merasakan

penderitaan orang lain

5, 13, 21,

29 37 5

25%

Sering tergerak untuk

membantu orang lain 6, 14, 22

30,

38 5

Personal Distress

Sering merasa tidak berdaya 7, 15, 23, 31,

39 5

25% Sering merasa takut, khawatir,

dan cemas terhadap sesuatu

8, 16, 24,

32 40 5

Total 30 10 40 100%

2. Skala perilaku prososial

Skala prososial menggunakan 5 aspek yang disebutkan Mussen,

(dalam Asih, 2010) meliputi:

a. Berbagi

Kesediaan untuk berbagi perasaan dengan orang lain dalam suasana

suka maupun duka.

b. Kerjasama

Kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain demi tercapainya

suatu tujuan.

(45)

35

Kesediaan untuk menolong orang lain yang sedang berada dalam

kesulitan.

d. Bertindak jujur

Kesediaan untuk melakukan sesuatu seperti apa adanya, tidak berbuat

curang.

e. Berderma

Kesediaan untuk memberikan sukarela sebagian barang miliknya

kepada orang yang membutuhkan.

(46)

[image:46.595.113.514.123.564.2]

36

Tabel 3.3

Blueprint Skala Perilaku Prososial

Aspek Indikator Jenis Aitem Jumlah Bobot

F UF

Berbagi

Suka berbagi kepada orang lain

1, 11, 21,

31, 41 5

20%

Mau mendengarkan keluh kesah orang lain

2, 12, 22,

32 42 5

Kerjasama

Mampu melakukan suatu hal

bersama dengan orang lain. 3, 13, 23 33, 43 5

20%

Bisa menghargai pendapat orang lain

4, 14, 24,

34 44 5

Menolong

Bersedia memberikan bantuan pada orang lain.

5, 15, 25,

35 45 5

20%

Mengutamakan orang lain yang mmbutuhkan daripada dirinya sendiri

6, 16, 26 36, 46 5

Bertindak jujur

Mengatakan apa yang

sebenarnya terjadi. 7, 17, 27

37,

47, 5

20%

Tidak curang dalam segala hal

8, 18, 28,

38 48 5

Berderma

Memberikan sumbangan pada

orang yang membutuhkan. 9, 19, 29 39, 49 5

20%

Merelakan barang yang dimilikinya diberikan pada orang lain.

10, 20, 30 40, 50 5

Total 36 14 50 100%

D. Reliabilitas dan Validitas

1. Reliabilitas

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

ukur dapat dipercaya dan diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan

sejauhmana suatu alat ukur memiliki kekonsistenan ketika dilakukan

pengukuran lebih dari sekali. Suatu alat ukur dinyatakan reliabel jika

digunakan untuk mengukur sesuatu beberapa kali, alat ukur itu

(47)

37

Pengukuran reliabilitas adalah dengan menggunakan Cronbach’s

Alpha dengan kaidah sebagai berikut :

0,000 – 0,200 : Sangat Tidak Reliabel

0,210 – 0,400 : Tidak Reliabel

0,410 – 0,600 : Cukup Reliabel

0,610 – 0,800 : Reliabel

0,810 – 1,000 : Sangat Reliabel

Hasil uji reliabilitas skala empati dan skala perilaku prososial setelah

[image:47.595.138.514.164.538.2]

dilakukan uji coba adalah:

Tabel 3.8

Hasil Uji Reliabilitas Skala Uji Coba

No. Variabel Cronbach's Alpha N of Aitem

1 Empati 0,884 40

2 Perilaku Prososial 0,816 50

Pengujian reliabilitas diatas menunjukkan koefisien Cronbach’s Alpha

dari skala empati adalah 0,884 dan skala perilaku prososial adalah 0,816,

dimana harga tersebut dapat dinyatakan sangat reliabel sesuai dengan

kaidah uji estimasi reliabilitas yang telah ditentukan.

2. Validitas

Validitas adalah indeks yang menunjukkan kesahihan dari suatu skala

dalam mengukur atribut psikologi yang diukurnya (Noor, 2011). Maka

untuk mengetahui apakah skala mampu menghasilkan data yang akurat

sesuai dengan tujuan dibuatnya diperlukan suatu proses pengujian validitas

(48)

38

Penilaian validitas masing-masing butir aitem pernyataan dapat dilihat

dari nilai corrected item-total correlation masing-masing butir pernyataan aitem (Azwar, 2011). Suatu kesepakatan umum menyatakan bahwa

koefisien validitas dianggap memuaskan apabila melebihi 0,30. (Azwar,

[image:48.595.139.480.225.749.2]

2011)

Tabel 3.4

Sebaran Aitem Valid dan Gugur Skala Empati

Nomor Aitem

Corrected Item-Total Correlation

Keterangan

1 Aitem 1 0,462 Valid

2 Aitem 2 0,470 Valid

3 Aitem 3 .0,487 Valid

4 Aitem 4 0,234 Gugur

5 Aitem 5 0,382 Valid

6 Aitem 6 0,077 Gugur

7 Aitem 7 0,160 Gugur

8 Aitem 8 0,631 Valid

9 Aitem 9 0,405 Valid

10 Aitem 10 0,491 Valid

11 Aitem 11 0,229 Gugur

12 Aitem 12 0,541 Valid

13 Aitem 13 0,281 Gugur

14 Aitem 14 0,287 Gugur

15 Aitem 15 0,201 Gugur

16 Aitem 16 0,462 Valid

17 Aitem 17 0,299 Gugur

18 Aitem 18 0,494 Valid

19 Aitem 19 0,449 Valid

20 Aitem 20 0,536 Valid

21 Aitem 21 0,260 Gugur

22 Aitem 22 0,286 Gugur

23 Aitem 23 0,531 Valid

24 Aitem 24 0,497 Valid

(49)

39

26 Aitem 26 0,325 Valid

27 Aitem 27 0,534 Valid

28 Aitem 28 0,210 Gugur

29 Aitem 29 0,575 Valid

30 Aitem 30 0,071 Gugur

31 Aitem 31 -0,033 Gugur

32 Aitem 32 0,318 Valid

33 Aitem 33 -0,075 Gugur

34 Aitem 34 0,123 Gugur

35 Aitem 35 0,033 Gugur

36 Aitem 36 -0,112 Gugur

37 Aitem 37 0,166 Gugur

38 Aitem 38 0,300 Valid

39 Aitem 39 0,148 Gugur

40 Aitem 40 0,012 Gugur

Dalam uji coba skala empati pada mahasiswa dari 40 aitem terdapat

20 aitem yang memiliki validitas memuaskan yaitu: 1, 2, 3, 5, 8, 9, 10, 12,

16, 18, 19, 20, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 32 dan 38. Sedangkan aitem

yang tidak valid yaitu: 4, 6, 7, 11, 13, 14, 15, 17, 21, 22, 28, 30, 31, 33, 34,

35, 36, 37, 39, dan 40.

Berikut ini disajikan tabel distribusi aitem skala empati setelah

(50)

[image:50.595.140.508.121.562.2]

40

Tabel 3.5

Distribusi Aitem Skala Empati Setelah Dilakukan Uji Coba.

Aspek Indikator Jenis Aitem Jumlah

F UF

Perspektive Taking

Mampu mengambil sudut pandang orang lain

1, 9,

25 3

Bersedia

mempertimbangkan pandangan orang lain

2, 10,

18, 26 4

Fantasy

Mampu hanyut dalam

perasaan orang lain.

3, 19,

27 3

Mampu membayangkan diri

berada di posisi orang lain. 12, 20 2

Emphatic Cocern

Mampu merasakan

penderitaan orang lain 5, 29 2

Sering tergerak untuk

membantu orang lain 38 1

Personal Distress

Sering merasa tidak berdaya 23 1

Sering merasa takut,

khawatir, dan cemas

terhadap sesuatu

8, 16,

24, 32 4

(51)

[image:51.595.138.479.129.747.2]

41

Tabel 3.6

Sebaran Aitem Skala Perilaku Prososial yang Valid Dan Gugur

Nomor Aitem

Corrected Item-Total Correlation

Keterangan

1 Aitem 1 0,342 Valid

2 Aitem 2 0,512 Valid

3 Aitem 3 0,609 Valid

4 Aitem 4 0,487 Valid

5 Aitem 5 0,512 Valid

6 Aitem 6 0,496 Valid

7 Aitem 7 0,322 Valid

8 Aitem 8 0,409 Valid

9 Aitem 9 0,404 Valid

10 Aitem 10 0,384 Valid

11 Aitem 11 0,320 Valid

12 Aitem 12 0,380 Valid

13 Aitem 13 0,590 Valid

14 Aitem 14 0,125 Gugur

15 Aitem 15 0,406 Valid

16 Aitem 16 0,490 Valid

17 Aitem 17 0,264 Gugur

18 Aitem 18 0,343 Valid

19 Aitem 19 0,573 Valid

20 Aitem 20 0,533 Valid

21 Aitem 21 0,537 Valid

22 Aitem 22 0,340 Valid

23 Aitem 23 0,319 Valid

24 Aitem 24 0,364 Valid

25 Aitem 25 0,532 Valid

26 Aitem 26 0,392 Valid

27 Aitem 27 0,290 Gugur

28 Aitem 28 0,404 Valid

29 Aitem 29 0,173 Gugur

30 Aitem 30 0,152 Gugur

31 Aitem 31 0,560 Valid

32 Aitem 32 0,397 Valid

(52)

42

34 Aitem 34 0,238 Gugur

35 Aitem 35 0,309 Valid

36 Aitem 36 -0,051 Gugur

37 Aitem 37 0,038 Gugur

38 Aitem 38 -0,021 Gugur

39 Aitem 39 0,181 Gugur

40 Aitem 40 0,515 Valid

41 Aitem 41 0,647 Valid

42 Aitem 42 0,283 Gugur

43 Aitem 43 0,424 Valid

44 Aitem 44 0,321 Valid

45 Aitem 45 0,297 Gugur

46 Aitem 46 0,358 Valid

47 Aitem 47 0,213 Gugur

48 Aitem 48 0,213 Gugur

49 Aitem 49 0,091 Gugur

50 Aitem 50 0,492 Valid

Sedangkan skala perilaku prososial dari 50 aitem, terdapat 33 aitem

yang memiliki validitas memuaskan yaitu atem nomor, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8,

9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 26, 28, 31, 32, 35,

40, 41, 43, 44, 46, 50. Aitem yang tidak valid yaitu: 7, 14, 17, 25, 27, 29,

30, 33, 34, 36, 37, 38, 39, 42, 45, 47, 48, dan 49.

Berikut ini disajikan tabel distribusi aitem skala perilaku prososial

(53)

[image:53.595.141.508.124.556.2]

43

Tabel 3.7

Distribusi Aitem Skala Perilaku Prososial Setelah Dilakukan Uji Coba.

Aspek Indikator Jenis Aitem Jumlah

F UF

Berbagi

Suka berbagi kepada orang lain

1, 11, 21, 31,

41

5

Mau mendengarkan keluh kesah orang lain

2, 12,

22, 32 4

Kerjasama

Mampu melakukan suatu hal bersama dengan orang lain.

3, 13,

23 43 3

Bisa menghargai pendapat

orang lain 4, 24 44 3

Menolong

Bersedia memberikan bantuan pada orang lain.

5, 15,

35 4

Mengutamakan orang lain yang mmbutuhkan daripada dirinya sendiri

6, 16,

26 46 4

Bertindak jujur

Mengatakan apa yang

sebenarnya terjadi. 7 1

Tidak curang dalam segala hal

8, 18,

28 3

Berderma

Memberikan sumbangan pada

orang yang membutuhkan. 9, 19 2

Merelakan barang yang dimilikinya diberikan pada orang lain.

10, 20 40, 50 4

Jumlah 28 5 33

E. Analisis Data

Analisis data tentang hubungan antara empati dengan perilaku prososial

menggunakan analis korelasi Product Moment. Beberapa hal yang harus dipenuhi ketika menggunakan analisis ini adalah, data dari kedua variabel

(54)

44

yang berdistribusi normal (Muhid 2012). Oleh sebab itu, sebelum melakukan

uji analisis korelasi data yang perlu dilakukan adalah melakukan uji

normalitas data.

Berkaitan dengan besaran harga koefisien korelasi, harga korelasi berkisar

dari 0 sampai dengan 1. Semakin tinggi harga korelasinya maka semakin kuat

korelasinya. Selain itu, tanda positif dan negatif pada harga korelasi juga

memiliki pengaruh. Tanda positif (+) menunjukkan adanya hubungan searah

atau berbanding lurus. Tanda negatif (-) menunjukkan hubungan yang

berlawanan atau berbanding terbalik (Muhid, 2012).

Rumus dari uji korelasi Product Moment adalah:

�� = ∑� √(∑�2 2

Keterangan:

rxy = Korelasi antara variabel x dan y

x = (Xi - ̅)

(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Subjek

Subjek daam penelitian ini adalah 98 mahasiswa Psikologi UIN Sunan

Ampel Surabaya semester 1, 3, 5, dan 7. Berikut ini adalah gambaran umum

subjek penelitian berdasarkan data demografinya.

Tabel 4.1.

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Presentase

1. Laki – laki 28 29%

2. Perempuan 70 71%

Total 98 100%

Tabel diatas dapat memberikan penjelasan bahwa berdasarkan jenis

kelamin dari 98 responden yang menjadi subjek dalam penelitian, persentase

laki-laki sebesar 29% dan responden perempuan sebesar 71%. Hasil tersebut

[image:55.595.129.513.285.610.2]

menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan.

Tabel 4.2.

Karakteristik Subjek Berdasarkan Usia

No. Usia Jumlah Presentase

1. 18 20 20%

2 19 20 2u0%

3 20 27 28%

4 21 21 22%

5 22 7 7%

6 23 1 1%

7 24 2 2%

[image:55.595.147.384.562.731.2]
(56)

Tabel diatas dapat memberikan penjelasan bahwa berdasarkan usia dari 98

responden yang menjadi subjek dalam penelitian, persentase subjek dengan

usia 18 tahun sebesar 20%, 19 tahun sebesar 20%, 20 tahun sebesar 28%, 21

tahun sebesar 22%, 22 tahun sebesar 7%, 23 tahun sebesar 1%, dan 24 tahun

sebesar 2%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden

[image:56.595.130.514.241.536.2]

berusia 20 tahun.

Tabel 4.3.

Karakteristik Subjek Berdasarkan Tingkat Semester

No. Semester Jumlah Presentase

1. 1 28 29%

2. 3 25 26%

3. 5 21 21%

4. 7 24 24%

Total 98 100%

Tabel diatas dapat memberikan penjelasan bahwa berdasarkan tingkat

semester dari 98 responden yang menjadi subjek dalam penelitian, persentase

subjek semester 1 tahun sebesar 29%, semester 3 sebesar 26%, semester 5

sebesar 21%, dan semester 7 sebesar 24%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

[image:56.595.156.400.607.696.2]

sebagian besar responden adalah semester 1.

Tabel 4.4.

Karakteristik Subjek Berdasarkan Pendidikan Terakhir yang Ditempuh No. Pendidikan Terakhir Jumlah Presentase

1. MA 41 42%

2. SMA 43 44%

3. SMK 14 14%

(57)

Tabel diatas dapat memberikan penjelasan bahwa berdasarkan pendidikan

terakhir yang telah ditempuh dari 98 responden yang menjadi subjek dalam

penelitian, persentase subjek pendidikan terakhir MA sebesar 42%,

pendidikan terakhir SMA sebesar 44%, dan pendidikan terakhir SMK sebesar

14%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki

[image:57.595.132.512.242.530.2]

pendidikan terakhir SMA.

Tabel 4.5.

Karakteristik Subjek Berdasarkan Asal Daerahnya

No. Asal Daerah Jumlah Presentase

1. Pedesaan 48 49%

2. Pinggiran Kota 31 32%

3 Pusat Kota 19 19%

Total 98 100%

Tabel diatas dapat memberikan penjelasan bahwa berdasarkan asal

daerahnya dari 98 responden yang menjadi subjek dalam penelitian,

persentase subjek yang berasal dari daerah pedesaan sebesar 49%, daerah

pinggiran kota sebesar 32% dan pusat kota sebesar 19%. Hasil tersebut

(58)

Tabel 4.6.

Karakteristik Subjek Berdasarkan Keikutsertaannya dalam Organisasi Ekstra Kampus, Intra Kampus dan Organisasi / Lembaga / Komunitas Sosial Masyarakat.

No. Keikutsertaan Jumlah Presentase

1. Organisasi Ekstra Kampus 6 6%

2. Organisasi Intra Kampus 17 18%

3 Organisasi sosial masyarakat 15 15%

4 Organisasi Ekstra dan Intra Kampus 8 8%

5 Organisasi Intra Kampus dan Sosial

Masyarakat 16 16%

6 Organisasi Ekstra Kampus dan Sosial

Masyarakat 5 5%

7 Mengikuti Ketiganya 8 8%

8 Tidak Mengikuti Ketiganya 23 24%

Total 98 100%

Tabel diatas dapat memberikan penjelasan bahwa berdasarkan

keikutsertaannya dalam organisasi ekstra, intra kampus maupun

organisasi/komunitas/lembaga sosial dari 98 responden yang menjadi subjek

dalam penelitian, persentase subjek yang mengikuti organisasi ekstra kampus

sebesar 6%, mengikuti organisasi intra kampus sebesar 18%, mengikuti

organisasi/komunitas/lembaga sosial sebanyak 15%, mengikuti organisasi

ekstra dan intra kampus sebesar 8%, mengikuti organisasi intra kampus dan

organisasi/komunitas/lembaga sosial sebesar 16%, mengikuti organisasi ekstra

kampus dan organisasi/komunitas/lembaga sosial sebanyak 5%, mengikuti

ketiganya sebesar 8% dan tidak mengikuti ketiganya sebesar 24% Hasil

tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak mengikuti

[image:58.595.136.512.161.551.2]
(59)

Tabel 4.7:

Karakteristik Subjek Berdasarkan Intensitas Keikutsertaannya dalam Kegiatan Organisasi/ Ko

Gambar

Gambar 2.1: Skema Hubungan Empati dengan Perilaku Prososial   .................... 26
Gambar 2.1 Skema Hubungan Empati dengan Perilaku Prososial
Tabel 3.1 Skor Skala Likert
Tabel 3.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah product moment untuk mengukur hubungan antara empati dengan perilaku prososial pada karang taruna.

Individu yang berempati tinggi mampu berperilaku prososial dengan baik dalam kesehariannya, seperti berbagi, kerja sama dan menolong orang lain tanpa

Altruism and Volunteeris: The Perception of Altruism in four Disciplines and Their Impacton the Study of Volunteerism, Journal for the theory of Social Behavior.. An

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena karunia yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Hubungan Empati

Dalam penelitian hubungan empati dan perilaku prososial pada mahasiswa etnis Pinaesaan Salatiga dengan menitikberatkan pada hasil data dari penelitian, menunjukkan hasil bahwa secara

Perilaku prososial adalah suatu bentuk perilaku yang terjadi dalam kontak sosial, sehingga perilaku prososial adalah tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara empati dengan perilaku prososial pada siswa SMK Swasta X di Surabaya.. Semakin tinggi

Dari hasil pengolahan data keseluruhan dengan menggunakan persentase formula C bahwa data menunjukkan tingkat perilaku prososial pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling