• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, Hubungan Antara Empati dengan Perilaku Prososial Pada Karang Taruna di Desa Jetis, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, Hubungan Antara Empati dengan Perilaku Prososial Pada Karang Taruna di Desa Jetis, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI,

KABUPATEN SUKOHARJO

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana

(S-1) Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Diajukan oleh YUNI SETYA ASTUTI

F 100 080 104

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

ii

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI,

KABUPATEN SUKOHARJO

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana

(S-1) Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Diajukan oleh YUNI SETYA ASTUTI

F 100 080 104

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)
(4)
(5)

v

(Taufik, M.Si., Ph.D)

ABSTRAKSI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI,

KABUPATEN SUKOHARJO Yuni Setya Astuti

Rini Lestari, S.Psi., M.Psi. Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Keberhasilan setiap individu dalam bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar tidak terlepas dari rasa empati yang dimiliki individu terhadap permasalahan yang ada di lingkungan sekitarnya. Individu yang berempati tinggi mampu berperilaku prososial dengan baik dalam kesehariannya, seperti berbagi, kerja sama dan menolong orang lain tanpa menimbang-nimbang terlebih dahulu untuk menolong dan tanpa motif tertentu. Oleh karena itu,empati merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi individu untuk dapat berperilaku prososial dengan baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara empati dengan perilaku prososial pada karang taruna. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara empati dengan perilaku prososial pada karang taruna.

Populasi dalam penelitian ini adalah karang taruna di Desa Jetis, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini purposive sampling. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan skala empati dan skala perilaku prososial.

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah productmoment untuk mengukur hubungan antara empati dengan perilaku prososial pada karang taruna. Hasil analisis data menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara empati dengan perilaku prososial yang ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,596 dengan p = 0,000 (p < 0,01).

Hasil kategorisasi empati memiliki rerata empirik (RE)=78,35 menunjukkan bahwa empati tergolong tinggi dengan rerata hipotetik sebesar 62,5 dan perilaku prososial memiliki rerata empirik (RE) = 82,43 yang tergolong tinggi dengan rerata hipotetik sebesar 67,5.

(6)

1 PENDAHULUAN

Manusia dilahirkan sebagai

makhluk individu dan sosial, namun

perilaku manusia yang

mementingkan diri sendiri sering kali

terlihat ketika ada orang yang

mengalami kesulitan tidak

mendapatkan bantuan orang lain.

Sebagian orang ketika menyaksikan

orang lain dalam kesulitan langsung

membantunya sedangkan yang lain

diam saja walaupun mereka

sebenarnya mampu membantu. Ada

sebagian orang lain cenderung

menimbang-nimbang terlebih dahulu

sebelum bertindak untuk menolong

dan ada yang ingin membantu tetapi

dengan motif yang

bermacam-macam.

Mengingat banyak

orang-orang yang masih hidup di dalam

kesusahan dan membutuhkan

pertolongan orang lain, maka

menjadi sebuah kewajiban bagi

semua orang untuk memberikan

bantuan bagi orang-orang yang

membutuhkan. Sears (2005)

memberikan pemahaman mendasar

bahwa masing-masing individu

bukanlah semata-mata makhluk

tunggal yang mampu hidup sendiri,

melainkan sebagai makhluk sosial

yang sangat bergantung pada

individu lain, individu tidak dapat

menikmati hidup yang wajar dan

bahagia tanpa lingkungan sosial.

Seseorang dikatakan berperilaku

prososial jika individu tersebut

menolong individu lain tanpa

memperdulikan motif-motif si

penolong.

Perilaku prososial

merupakan suatu tindakan menolong

yang menguntungkan orang lain

tanpa harus menyediakan suatu

(7)

2

yang melakukan tindakan tersebut,

dan mungkin bahkan melibatkan

suatu resiko bagi orang yang

menolong (Baron & Byrne, 2005).

Meskipun tindakan

prososial dimaksudkan untuk

memberikan keuntungan kepada

orang lain, namun tindakan ini dapat

muncul karena beberapa alasan.

Misalnya, seorang individu mungkin

membantu orang lain karena punya

motif untuk mendapatkan

keuntungan pribadi (mendapat

hadiah), agar dapat diterima orang

lain, atau karena memang dia

benar-benar bersimpati, atau menyayangi

seseorang.

Hal ini juga terjadi pada

beberapa karang taruna di Desa Jetis,

Kecamatan Baki, Kabupaten

Sukoharjo. Beberapa fenomena

dilingkup remaja menunjukkan

perilaku prososial contohnya

menjenguk teman yang sakit,

mencari sumbangan untuk para

korban bencana alam, dan nyinom

kalau ada tetangga atau teman yang

mempunyai hajatan.

Karang taruna di Desa Jetis,

Kecamatan Baki, Kabupaten

Sukoharjo sebagai wadah organisasi

pengembangan kreativitas para

muda-mudi yang terdiri dari berbagai

lapisan masyarakat mulai pelajar

sampai pekerja yang kesehariannya

disibukkan dengan tugas pribadinya

masing-masing, seperti: tugas

sekolah, rumah, adapula yang sudah

bekerja. Adanya tugas yang beragam

itupun para karang taruna

mengadakan perkumpulan sebulan

sekali untuk bersosialisasi, tukar

pendapat maupun pengalaman.

Berdasarkan hasil

wawancara, karang taruna di Desa

(8)

3

Sukoharjo dapat dikatakan, remaja

menolong untuk orang yang

dikenal/teman/sahabat dan menolong

karena hutang budi atau ingin

mendapatkan imbalan.

Kau (2010) menyatakan

fenomena menurunnya perilaku

prososial pada remaja dapat dilihat

pada rendahnya perilaku tolong

menolong, berbagi, dan bekerjasama,

antara remaja dengan remaja, orang

lain, orang tua, maupun masyarakat.

Perilaku prososial tidak semata-mata

berdasarkan pada logika,

pemahaman, atau penalaran, karena

beberapa kondisi emosi menjadi

penyebab dari munculnya perilaku

prososial, diantaranya empati.

Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi individu dalam

berperilaku prososial. Dayaksini &

Hudaniah (2006), faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku prososial

adalah self-gain, personal values and

norms, dan empathy. Empati

merupakan faktor yang menentukan

perilaku prososial remaja.

Empati adalah kemampuan

seseorang untuk ikut merasakan

perasaan atau pengalaman orang lain.

Empati dapat membuat seseorang

berusaha untuk melihat seperti apa

yang orang lain melihat dan

merasakan apa yang orang lain

rasakan.

Hoffman (dalam Taufik,

2012) empati berkaitan secara positif

dengan perilaku menolong. Ada juga

bukti-bukti eksperimental bahwa

empathic distress akan

membangkitkan individu untuk

menolong orang lain, dan observer

yang mengalami empathic distress

lebih tinggi akan memberikan

pertolongan secara tepat kepada

(9)

4

Sementara itu, jika mereka tidak

melakukan suatu pertolongan maka

observer empathic distress menjadi

merasa bersalah dan mereka merasa

lebih baik jika memberikan

pertolongan.

Eisenberg (dalam Kau,

2010) Empati dan perilaku prososial

juga berkaitan dalam seting

kehidupan sehari-hari. Orang-orang

yang membantu orang Yahudi dari

Nazi ketika diwawancara

menjelaskan motif mereka

membantu. Lebih dari separuh

menyatakan bahwa mereka

membantu karena rasa empati dan

simpati dengan kondisi para korban.

Pada anak laki-laki dan

perempuan, ekspresi wajah dan sikap

tubuh menunjukkan empati yang

dikaitkan dengan perilaku prososial.

Anak laki-laki yang menunjukkan

ekspresi empati cenderung lebih

senang membantu anak lain yang

sakit, juga anak perempuan. Pada

studi yang sama, Eisenberg (dalam

Taufik, 2012) menyatakan bahwa

reaksi wajah yang menunjukkan

kesedihan atau perhatian pada derita

orang lain berkaitan dengan sikap

spontan anak-anak pra sekolah dalam

berbagi dan membantu teman lain

saat acara bermain. Jadi, empati dan

simpati secara jelas menjadi media

bagi munculnya perilaku prososial.

Rutter (dalam Retnaningsih,

2005), perilaku anti-sosial pada

dasarnya dapat dicegah salah satunya

dengan mengembangkan perilaku

prososial.

Berdasarkan uraian dan

persoalan yang diungkapkan di atas

maka peneliti tertarik untuk

membahas tentang hubungan antara

empati dengan perilaku prososial

(10)

5

Kecamatan Baki, Kabupaten

Sukoharjo.

Adapun tujuan dari

penelitian ini adalah untuk

mengetahui apakah ada hubungan

antara empati dengan perilaku

prososial pada karang taruna, untuk

mengetahui sumbangan efektif

empati terhadap perilaku prososial

pada karang taruna dan untuk

mengetahui mengetahui tingkat

empati dan perilaku prososial pada

karang taruna.

Baron & Byrne (2005)

empati merupakan respon afektif dan

kognitif yang kompleks pada distress

emosional orang lain. Empati

termasuk kemampuan untuk

merasakan keadaan emosional orang

lain merasa simpatik dan mencoba

menyelesaikan masalah, dan

mengambil persektif orang lain.

Taufik (2012) empati

merupakan suatu aktivitas untuk

memahami apa yang sedang

dipikirkan dan dirasakan orang lain,

serta apa yang dipikirkan dan

dirasakan oleh yang bersangkutan

(observer, perceiver) terhadap

kondisi yang sedang dialami orang

lain, tanpa yang bersangkutan

kehilangan kontrol dirinya.

Goleman (1999)

menyebutkan bahwa ciri-ciri atau

karakteristik orang berempati tinggi

adalah :

1. Ikut merasakan (sharing feeling)

yaitu kemampuan untuk

mengetahui bagaimana perasaan

orang lain, hal ini berarti

individu mampu merasakan

suatu emosi, mampu

mengidentifikasi perasaan orang

(11)

6

2. Dibangun berdasarkan kesadaran

diri, semakin kita mengetahui

emosi diri sendiri semakin kita

terampil membaca emosi orang

lain.

3. Peka terhadap bahasa isyarat,

karena emosi lebih sering

diungkapkan melalui bahasa

isyarat (non verbal).

4. Mengambil peran (role taking),

empati melahirkan perilaku

kongkrit

5. Kontrol emosi, menyadari

dirinya sedang berempati, tidak

larut dalam masalah yang sedang

dihadapi oleh orang lain.

Hoffman (dalam Goleman,

1999), faktor-faktor yang

mempengaruhi seseorang dalam

menerima dan memberi empati

adalah sebagai berikut :

1. Sosialisasi, dapat mempengaruhi

empati melalui

permainan-permainan yang memberikan

peluang kepada anak untuk

mengalami sejumlah emosi,

membantu untuk lebih berpikir

dan memberikan perhatian

kepada orang lain, serta lebih

terbuka terhadap kebutuhan

orang lain sehingga akan

meningkatkan kemampuan

berempati anak. Model atau

peragaan yang diberikan pada

anak-anak tidak hanya dapat

menimbulkan respon prososial,

tetapi juga dapat

mengembangkan perasaan

empati dalam diri anak.

2. Mood dan Feeling, apabila

seseorang dalam situasi perasaan

yang baik, maka dalam

berinteraksi dan menghadapi

orang lain akan lebih baik serta

(12)

7

3. Proses Belajar dan Identifikasi,

dalam proses belajar, anak

belajar membetulkan

respon-respon khas dari situasi yang

khas, yang disesuaikan dengan

peraturan yang dibuat oleh orang

tua atau penguasa lainnya. Apa

yang telah dipelajari anak di

rumah pada situasi tertentu,

diharapkan anak dapat

menerapkannya pada waktu

yang lebih luas.

4. Situasi atau Tempat, pada situasi

tertentu seseorang dapat

berempati lebih baik

dibandingkan dengan situasi

yang lain.

5. Komunikasi dan Bahasa,

komunikasi dan bahasa sangat

mempengaruhi seseorang dalam

mengungkapkan dan menerima

empati.

6. Pengasuhan, lingkungan yang

berempati dari suatu keluarga

sangat membantu anak dalam

menumbuhkan empati dalam

dirinya.

Perilaku prososial suatu

tindakan menolong yang

menguntungkan orang lain tanpa

harus menyediakan suatu keuntungan

langsung pada orang yang

melakukan tindakan tersebut, dan

mungkin bahkan melibatkan suatu

resiko bagi orang yang menolong

(Baron & Byrne, 2005).

Mussen, dkk (dalam

Dayakisni dan Hudaniah, 2006)

menyatakan bahwa perilaku

prososial mencakup

tindakan-tindakan sharing (membagi),

cooperative (kerjasama), helping

(menolong), honesty (kejujuran),

kedermawanan dan pertimbangan

(13)

8

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini digunakan

pendekatan kuantitatif. Adapun

Variabel tergantungnya adalah

perilaku prososial sedangkan

variabel bebasnya adalah empati..

Pada penelitian ini

menggunakan teknik purposive

sampling adalah teknik penentuan

sampel dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2010). Sampel yang

diambil oleh peneliti adalah karang taruna Eka Tunas Manunggal dan Tri

Dharma Muda.

Analisis data menggunakan

product moment melalaui aplikasi

SPSS for windows versi 17.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data

dapat diketahui bahwa ada hubungan

sangat signifikan antara empati

dengan perilaku prososial, yang

ditunjukkan dengan hasil koefisien

korelasi (r) sebesar 0,596 dengan p

sebesar 0,000 (p<0,01).

Berdasarkan hasil analisis

ketegorisasi menunjukkan

bahwasanya pada variabel perilaku

prososial diketahui rerata empirik

sebesar 82,43 dan rerata hipotetik

sebesar 67,5. Hal ini menunjukkan

bahwa perilaku prososial pada subjek

tergolong tinggi dan pada variabel

empati memiliki rerata empirik

sebesar 78,35 dan rerata hipotetik

sebesar 62,5. Hal ini menunjukkan

bahwa empati pada subjek tergolong

tinggi.

Dari penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa dari hasil analisis

data antara empati dengan perilaku

prososial memiliki hubungan positif

yang sangat signifikan. Empati

berpengaruh terhadap perilaku

(14)

9

empati yang tinggi, maka individu

tersebut mampu berperilaku

prososial dengan baik terhadap

lingkungan sekitarnya

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis

data dan pembahasan yang telah

diuraikan sebelumnya, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Ada hubungan positif yang

sangat signifikan antara empati

dengan perilaku prososial yang

ditunjukkan oleh nilai koefisien

korelasi sebesar 0,596 dengan p

= 0,000 (p < 0,01).

2. Sumbangan efektif empati

terhadap perilaku prososial

sebesar 35,6%, ditunjukkan oleh

koefisien determinan (r2)=

0,356 Hal ini berarti masih

terdapat 64,4% faktor-faktor

lain yang memberikan

sumbangan efektif terhadap

perilaku prososial di luar

variabel empati.

3. Kategorisasi diketahui empati

memiliki rerata empirik sebesar

78,35 dan rerata hipotetik

sebesar 62,5 yang berarti empati

pada subjek penelitian tergolong

tinggi. Perilaku prososial

diketahui rerata empirik sebesar

82,43 dan rerata hipotetik

sebesar 67,5. Hal ini

menunjukkan bahwa perilaku

prososial pada subjek penelitian

tergolong tinggi.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitan

di atas, dapat dikemukakan beberapa

saran

bagi pihak yang terkait, yaitu:

1. Bagi Karang Taruna

Karang taruna diharapkan

dapat mempertahankan perilaku

(15)

10

mampu berperilaku prososial dalam

masyarakat luas dengan cara berbagi

terhadap sesama dalam berbagai hal,

mampu bekerjasama satu sama lain,

saling tolong menolong, dan

berderma. Bukan hanya sekedar

merasakan empati terhadap orang

lain tanpa melakukan suatu tindakan

yang membantu orang lain.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Bagi peneliti yang

melakukan penelitian sejenis

disarankan untuk meneliti dengan

variabel-variabel lain yang

berpengaruh terhadap perilaku

prososial seperti keadaan lingkungan,

tekanan waktu, tipe kepribadian,

suasana hati atau faktor lainnya yang

mempengaruhi perilaku prososial.

Dan perlu melakukan penelitian

dalam jangka waktu panjang,

sehingga semua variabel dapat

diteliti secara akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Baron,R. A. & Byrne. D. (2005). Psikologi Sosial Jilid 2 Edisi Sepuluh. Jakarta : Erlangga.

Dayakisni, T & Hudaniah. (2006). Psikologi Sosial. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang

Goleman, D. (1999). Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Cetakan ke-1. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kau, M. A. (2010). Empati dan Perilaku Prososial Pada Anak. Jurnal INOVASI. Vol 7 (3), 1-33, September 2010 ISSN 1693-9034

Retnaningsih. (2005). Peranan Kualitas Attchment,Usia dan Gender pada Perilaku Prososial. Proceding Seminar Nasional PESAT. Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

Sears, D.O., Freedman, J.L. & Peplau, L.A. (2005). Psikologi Sosial Edisi Ke Lima, Jilid Dua. Jakarta: Erlangga.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kebijakan Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah sangat mendukung pemanfaatan TIK untuk pendidikan; (2) infrastruktur TIK di SMP Negeri

Hasil pengujian dengan lampu UV menunjukkan bahwa nanokomposit dapat mengurai biru metilena 12,5 mg/L, ditunjukkan dengan filtrat hasil pengujian yang tidak berwarna dan

PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA SMK MELALUI PEMANFAATAN MULTIMEDIA INTERAKTIF BERBENTUK GAME DALAM INQUIRY TRAINING MODEL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Hasil evaluasi sistem pengendalian intern penggajian Rumah Sakit Kasih ibu Surakarta menemukan kelebihan dan kelemahan.Salah satu kelebihannya yaitu dokumen yang digunakan

(Studi Kasus Pada Pemukiman Sosial Masyarakat Sakai Dusun Jiat Penaso Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis).

Berdasarkan pada permasalahan tersebut, maka dalam penelitian ini dipilih judul ”Faktor-Faktor yang Memengaruhi Minat Perempuan Indonesia untuk Menikah dengan Pria Warga Negara

[r]

Penelitian ini didasari atas fenomena dicanangkannya tahun 2008 sebagai tahun kunjungan